Anda di halaman 1dari 2

Namanya Yoga Pranata senior dua tingkat diatasku.

Harusnya dia sudah


selesai kuliah jika tidak mengambil cuti hingga 3 semester lamanya.
Berdasarkan hasil penemuanku, Bang Nata cuti karena harus mengurus
Mamanya yang sedang sakit parah di luar negeri. Hanya itu saja yang bisa ku
telusuri dari apa yang kulihat di akun media sosialnya yang tak sengaja aku
buka.
Jum'at pagi terjadi kehebohan di grup kelasku. Memang dasar akunya yang
bandel dan malas dengan omong kosong Ares, sesampainya dirumah Mama
aku kembali menghidupkan ponselku dan tak ku matikan hingga siang ini.
Dan ternyata dibalik ajakan pulang Pak Andra, aku berhasil menemukan
fakta yang mencengangkan. Bang Nata berniat menyatakan perasaannya
padaku.
Hahaha… hal bodoh yang akan dilakukan pria asing itu sudah pasti akan aku
tolak mentah-mentah. Statusku yang sudah menjadi istri orang lain menjadi
salah satu alasan kenapa aku harus menolaknya. Selain itu, aku tak berniat
untuk menjalin hubungan dengan pria sok keren yang ingin menyatakan
perasaannya di depan publik.
Astaga, lebih baik tenggelam saja dari pada berbuat hal memalukan seperti
itu.
Aku kembali melirik layar ponselku yang tak henti-hentinya berdering. Ada
sebuah nomor asing yang sejak pagi tadi menelponku. Kutebak jika itu
adalah nomor Bang Nata dan aku tak berniat untuk mengangkat telpon itu.
Suara salam Papa menghentikan fokusku pada layar ponsel yang sedang
memperlihatkan sebuah panggilan masuk. Papa dan Pak Andra baru saja
selesai menunaikan sholat Jum’at di masjid depan kompleks.
“Nggak diangkat telponnya?”, Papa melirik ponselku untuk kesekian kalinya
hari ini. “Mana tau penting, Ra”
Aku menggeleng dengan yakin. Sesuai kesepakatan, jika ada hal yang
penting Ares akan langsung memberitahukan ku tanpa perantara orang lain.
“Udah disuruh matiin kan semalem? Kenapa nggak dimatiin?”, Pak Andra
ikut-ikutan bersuara. Matanya menatap tajam mataku, meminta penjelasan.
“Bosen kali nggak liat hp seharian suntuk”, elakku sambil tertunduk.
“Biar Mas aja yang angkat”, Pak Andra langsung mengambil ponselku yang
kuletakan begitu saja diatas meja.
Untuk beberapa saat aku tak mampu memahami tindakannya. Panggilan
‘Mas’ yang dia sematkan untuk dirinya membuatku mengalami malfungsi
otak. Sejak kapan dia memanggil dirinya sendiri dengan sebutan Mas?
Tanpa menunggu lama Pak Andra langsung mengangkat telpon itu. Dia
bahkan dengan sengaja menekan tombol loudspeaker. Papa yang penasaran
ikut berdiri disamping Pak Andra. Sementara aku hanya bisa pasrah berdiri
diam dihadapan mereka berdua.
“Halo Andara? Ini aku Nata”

Anda mungkin juga menyukai