Anda di halaman 1dari 3

BUKAN SAHABAT

Hanna adalah salah satu siswi SMA favorit di Kota Banjarnegara. Dia anak yang baik, bahkan terlalu baik karena tak pernah keberatan membantu siapa saja,
sehingga terkadang hal itu dimanfaatkan oleh teman-temannya.

Hanna masuk kamar dengan amarah di hatinya. Tas di punggungnya segera ia lepas dan langsung ia lempar ke meja belajar.
Raut mukanya begitu kusut saat memikirkan semua yang terjadi hari ini.

Hari ini benar-benar menyebalkan. Bangun kesiangan, telat masuk kelas, pulangnya terpeleset di depan sekolah. Huh… sial banget deh.

Hanna memperhatikan tangannya yang sedikit terluka akibat jatuh tadi.

Nina. Aku heran dengannya. Jelas-jelas tadi dia lihat aku jatuh, tapi kenapa nggak menolongku? Padahal tidak ada orang lain di situ. Aku juga baru tahu tadi kalau
yang membuat gossip kecuranganku lomba puisi adalah Nina. Aku benar-benar nggak menyangka dia tega berbuat seperti itu hanya karena kalah lomba. Dia bilang ke
semua orang kalau kemenanganku dalam lomba puisi karena jurinya adalah ibuku. Aku yakin kalau Nina sudah tahu aku ikut lomba tanpa sepengetahuan ibuku.
Orang macam apa yang tega memfitnah sahabatnya sendiri?

Hanna menutup mukanya dengan kedua tanggannya lalu menghembus nafas panjang.

Nina. Apa yang sebenarnya ia inginkan? Selama ini aku selalu membantunya. Mulai dari nyontek PR, minta sekelompok ngerjain tugas, bahkan waktu ulangan pun
minta bantuanku. Apa itu masih kurang?

Hanna tersenyum sinis.

Selama ini aku sudah sabar, tapi aku ini manusia dan aku punya rasa marah. Sudah diberi hati tapi balas memberi empedu. Menyesal aku menganggapnya sahabat, dia
tidak lebih dari musang berbulu domba.
Sekarang aku tahu kalau Nina bukan sahabat yang baik
DRAMA MONOLOG
Judul: SESAL
Saat itu ia melamun terdiam di depan rumah, bersama sinar rembulan yang mulai menerang.
Wahai bulan, kerlipkan cahayamu demi aku yang sedang merindukan kemenangan. Aku takut akan
jiwaku yang terus menggelap seiring berjalannya detikan jarum jam.
Ia mendengar bapaknya memanggil, dan ia tersentak.
Hah... Hah... Iya pak sebentar, ini lagi asyik – asyiknya.
Namun suara bapak terdengar semakin kencang.
Iya pak, nanti dulu. Bapak nggak suka ya melihat aku sukses nanti.
Heningpun mulai datang.
Hahhhh... Akhirnya diam juga. Dasar orang tua, bawel. Akukan mau curhat dulu dengan sang rembulan
yang tak setiap hari berkenan mendengarku, ia sibuk, harus menerangi setiap malam semua orang.
(kembali berbicara pada rembulan). Bulan, kamu lihat aku, bisa menjadi sukses atau tidak? Pasti bisa
kan? Walau banyak orang yang mengatakan bahwa orang seperti ku tak akan pernah sukses. Tapi aku
tetap yakin, aku akan mengunduh kesuksesanku kelak. Dan kamu adalah harapan ku satu – satunya bulan.
Di keheningan malang nasibku, tak satupun orang dapat aku percaya untuk menerima curhatku. Tapi
kamu beda, kamu adalah teman sejatiku. Biarkan saja bintang iri, toh dia sudah punya banyak teman.
Sedang engkau bulan, hanya sendiri seperti aku disini. Sepi, sunyi, hening.
Terdengar suara pecahan piring.
Haduh, ada apa itu. Pasti lagi – lagi piring di banting oleh bapak. Setiap aku curhat sama kamu bulan.
Bapak terus membanting apapun yang tergeletak di smpingnya. Tanya saja sama pisau yang sejak pagi
sudah ada di sana. Heh, kamu di banting bapakku ya? Apa, kau bilang aku gila? dasar pisau bodoh. Apa,
kau akan membalas perbuatanku. Silakan saja. (kembali bicara pada rembulan). Ya sudah bulan aku
menemui bapakku dulu ya, sebelum semua benda di lemari kaca habis di makan emosi. (berteriak pada
bapaknya). Iya pak, aku kesana.
Sembari berjalan ia mendengar bapaknya yang sedang menggerutu tentang dirinya.
Aku tak menyangka setelah bapak janji tak akan mengungkit kata – kata itu lagi, kemarin. Ternyata kau
desahkan lagi celaan itu. Aku bukan orang gila. Aku bukan orang gila. (rintihannya semakin mengeras).
Aku bukan orang gila. Aku bukan orang gila.
Bapaknya mencoba jelaskan kecerobohannya, dengan sorot mata penuh sesal.
E... Nak, kamu mendengarkan pembicaraan bapak? Bukan maksud bapak untuk ungkap hal bodoh seperti
itu. Kamu sungguh pintar nak dan buat bapak bangga telah memiliki buah hati sepertimu. Tolong
maafkan bapak nak. Bapak hanya seorang hamba allah yang tiada pernah sempurna dan dipenuhi oleh
beban kehilafan. Maafkan bapak nak, bapak janji tak akan ulangi hal bodoh ini lagi.
Ia menyangkal maaf dari bapaknya dengan tampikan dingin.
Sudah pak. Sudah terlambat, kau telah ingkari janjimu, engkau telah merobek habis kesabaranku, hingga
terbesit luka yang saat ini menyiksa batinku. Lebih baik aku pergi saja.
Dengan cucuran air matanya. Iapun pergi berlalu.
Bulan. Ini tak adil bagiku. Orang tuaku sendiri, menghancurkan hatiku, apalagi orang di luaran sana. Aku
tak kuat menahan semua ini. Apa yang harus aku lakukan bulan? Jawab bulan, jawab. Jawab bulan.
(mengambil pisau di dekatnya). Mungkin ini terbaik untukku. Telingaku telah lelah mendengar celaan,
cacian, hinaan, yang selama ini menusuk jantung perasaanku. Kukira dendam yang menyatu dalam
kilaumu, dapat membelah nadiku. Aku sendiri yang akan membantumu untuk balas dendammu padaku.
(terdengar suara bapak yang lemah tak berdaya, menghalangi tindakan anaknya yang telah berulag kali
mengagetkannya). Hey, untuk apa bapak kesini? Aku hanya orang gila yang tiada pernah bermakna di
hati bapak. Biarkan aku meraih kesukseanku di akhirat nanti. Pergi kamu. Pergi! (menodong pada benda –
benda di sekitarnya). Apa kalian lihat – lihat? Kamu juga? Kalian ingin menghancurkan hatiku seperti
biasa? Silakan, toh aku sudah akan pergi. Jadi, kalian dapat menghinaku sepuasnya. Aku hanya orang
gila. (akhirnya pisau ditusukkan ke perutnya). Ekghhhh.... Selamat tinggal semua, sampai jumpa bulan,
aku akan segera menyandingimu, disinggahsanamu.
Bapaknya menghampirinya dengan histeris khas orang yang di tinggal pergi anaknya.
Tidaaaaaaaaak.... Anakku, jangan tinggalkan bapak. Ibumu telah tinggalkanku dalam kekelaman, jangan.
Bapak sungguh menyayangimu, walau semua orang tahu, engkau punya kelainan jiwa. Ya allah jangan
ambil anakku. Jangaaaaaaan....( ayahnya ikut pingsan melihat anaknya yang telah pergi karenanya).
...selesai...

Anda mungkin juga menyukai