Anda di halaman 1dari 7

Sahabat dan kasih sayang

“Besok jalan gak?” suara Yuda mengagetkan tiba-tiba


“besok… hmm nggak dulu deh aku lagi capek, maaf ya Yud” suara ku memelas. “ohh ya
udah gak papa, kamu istirahat aja” dia tersenyum kepadaku lewat kaca spion.
Rintik hujan makin deras, motor mulai melaju dengan kecepatan tinggi. Di musim hujan
seperti ini sudah pasti hujan sering disertai angin kencang dan tidak jarang akhirnya akan
menimbulkan kabut yang akan membuat kabur penglihatan. “Puss.. kita neduh dulu yah,
hujan nya makin deras”. Aku belum sempat menjawab dia sudah memakirkan motornya di
sebuah kedai nasi goreng. Ya, tak apa lagipula memang aku ingin berteduh.
“Puss makan yuk aku tau kamu belum makan” Yuda menarik tangan ku agar ikut masuk ke
kedai nasi goreng tersebut. Aku hanya tersenyum dan mengangguk pelan.

“mba nasi goreng special 2 ya yang satu pake suwiran ayam yang satu pake campuran
sayuran ya mba” Yuda memesan ke pelayan tanpa menghampiri pelayan tersebut.
Untuk menu nasi goreng dia tidak perlu bertanya lagi kepada ku, dia sudah tau menu nasi
goreng kesukaan ku, nasi goreng campur “sayur”. “benerkan kamu mau pake sayuran?” Yuda
merasa khawatir dia takut kalau nanti salah dan akhirnya aku ngambek. “hehe iya bener” aku
menjawab dengan tertawa kecil. “oia gimana tadi kerjaan kamu puss kamu betah di kantor
kamu yang baru?” “iya betah kok karyawannya baik-baik semua kerjaannya juga mudah”.
“bagus kalo begitu”
Malam sudah mulai larut sudah tidak terdengar suara para ibu-ibu yang sedang menggosip
entah gosip tentang apa yang mereka sering bicarakan. Hanya suara jangkrik yang ku dengar
kini. Aku tinggal seorang diri di sebuah kost kecil tapi kost-kostan ini resik dan juga dengan
harga sewanya yang murah, dengan tetangga kost yang ramah. Inilah sebabnya aku betah
tinggal disini. Kurebahkan badanku di atas kasur empuk kupeluk pinky boneka beruang dari
Yuda. Yuda… dia adalah kakak kelas ku sewaktu di SMK dulu sekaligus mantan kekasih.
Aku bertemu dengannya pada saat aku kelas X dan Yuda kelas XII, aku masuk ekskul rohis
dan dialah kakak mentor atau pembimbing ku. Jujur dari awal saat ia menerangkan tentang
rohis aku sudah tertarik dengannya dari gaya bicaranya yang bijak, tingkah lakunya yang
kalem membuatnya kelihatan berwibawa. Singkat cerita kami mulai dekat dan pada suatu
malam lewat sms dia menyatakan perasaannya pada ku tapi aku masih belum bisa untuk
menjawab karena ini pertama kalinya seorang laki-laki menyatakan persaannya pada ku dan
akhirnya pada tanggal 8 November aku menerimanya sebagai kekasih.
Namun hubungan tersebut tidak berlangsung lama hanya sekitar 3 bulan aku putus dengan
Yuda. Aku belum mengenal sepenuhnya tentang dia dari wataknya yang sangat protektif, ia
suka mengekangku untuk kumpul bersama teman-teman. Padahal hanya kumpul biasa tidak
ada yang negatif. Teman-temanku orang baik semua, kekurangannya dari nilai pelajaran, dan
dari latarbelakang keluarganya yang keras. Terlebih lagi nilai-nilaiku yang anjlok dan
peringkat ku turun, banyak guru-guruku yang membicarakannya, hal tersebut tentu membuat
ku tidak nyaman. Karena itulah akhirnya aku putus. Tetapi ia masih belum bisa menerima
kenyataan bahwa aku ingin putus ia masih ingin tetap terus mempertahankan hubungan kami
sampai akhirnya aku harus menangis agar ia mau memenuhi keinginanku dan akhirnya ia
merelakan ku.
Semenjak putus tetap saja ia mendekatiku terus berharap kami akan kembali menjadi
sepasang kekasih. Ia berjanji akan merubah dirinya menjadi lebih baik dan akan terus
menungguku samapai aku bisa menerimanya dan entah bagaimana alurnya tiba-tiba kami
dekat lagi suka jalan bareng seperti orang pacaran hanya saja tidak ada status. Aku merasa
sudah ada perubahan yang baik darinya tetapi tetap saja aku masih belum bisa menerimanya
kembali. Aku takut jika kami kembali bersama, ia akan mengulang kembali sifat lamanya,
meski begitu aku juga tidak bisa melupakannya, sangat sulit bagiku dia adalah orang pertama
yang memberiku rasa nyaman disaat aku sedang sedih dan dia pulalah orang yang selalu
membantuku disaat sulit. Terlebih lagi dia sangat mencintaiku, aku yakin itu.
Sinar matahari masuk menembus jendela menyilaukan sudut kamar, suara orang menyapu
lidi, tukang sayur keliling, tukang roti, membuat ku terbangun dari lelapnya tidur. Ku lihat
jam di atas meja kecil di samping ranjang. Pukul 06.00 pagi. Untung sekarang sedang libur,
bangun jam segini saat hari kerja sudah pasti terlambat, mengingat tempat kerjaku yang
cukup jauh ditambah lagi jalurnya yang sering kena macet. Aku beranjak dari tempat tidur
menuju kamar mandi, menggosok gigi dan cuci muka. Setelah itu menonton tv sambil
menghabiskan sarapan.
Kring… kring, nada panggilan handphoneku berdering. Siapa pagi-pagi begini menelpon
mungkin Yuda pikirku. Ternyata yang menelfon Ririn teman akrabku sewaktu di SMK dulu.
“iya hallo rin” sapaku “hallo Puspita apa kabar? kau sedang tidak lembur kan?”, “aku baik,
aku tidak lembur, ada apa?”, “baguslah kalau begitu, aku ditugaskan dari kantor untuk
membeli perlengkapan bayi, teman kerjaku ada yang melahirkan. Kau mau tidak
menemaniku?” suara Ririn terdengar memohon. “baiklah kalau begitu sekalian cuci mata liat
fashion, kaya

waktu SMK dulu. Hehehe”. “hahaha iya oke-oke, tapi aku tidak sendiri, aku bersama rekan
kerjaku juga untuk membantu membeli semua yang dibutuhkan. Maklum aku sering lupa.
Heheheh” suara Ririn terdengar malu-malu
Hari sudah sangat terik, di sebuah café di dalam mall aku menunggu Ririn. Sekitar 15 menit
sudah berlalu Ririn tak juga datang di telpon tak diangkat di sms pun tidak balas. Chocolate
yang kupesan pun sudah habis ku minum. “Puspita.. aduh maaf ya telat tadi duit buat belanja
ketinggalan jadi tadi balik lagi, maaf ya” suara Ririn terdengar ngosngosan. “iya gak papa”
jawab ku singkat. “oya puspita kenalkan ini Fariz, Fariz kenalkan ini Puspita” Ririn
memperkenalkan kami berdua, seperti biasa dia tampak ceria. Sebelum belanja, kami banyak
saling bertukar bercerita. Fariz tidak seperti kebanyakan orang yang jika baru pertama kali
bertemu akan diam, ia sangat komunikatif dan supel. Banyak hal yang menarik perhatianku
dari laki-laki ini, ia sangat sopan, berpendidikan, pandai, dan kurasa dia sudah sangat mapan,
ditambah lagi dari fisiknya sangat memenuhi kriteria ku.
Hari ini sangat melelahkan, tak kusangka Ririn membeli begitu banyak perlengkapan bayi
sampai tiga kantung plastik besar. Sampai di rumah pun sudah magrib. Aku langsung makan
mie instan dan mandi dengan air hangat. Lelah masih terasa aku langsung rebahan dan
memeluk pinky. Kipas angin yang menyala membuatku sangat mengantuk ditambah lagi
suasana sangat hening, mungkin karena tadi hujan membuat orang-orang enggan untuk
berkumpul dan saling bersuka ria seperti biasanya. Sudah sayup-sayup mataku ingin tertidur
pulas, kudengar suara handphoneku berdering tanda ada yang menelpon tapi makin lama
suara itu makin jauh.. jauh.. dan akhirnya tidak terdengar lagi, semua gelap.
Oya semalam sepertinya ada yang menelfon, siapa ya kira-kira. Aku lihat nanti saja kalau
sudah sampai di kantor, sangat beresiko menggenggam handphone didalam mini bus yang
penuh sesak ini, mengingat banyak tindakan kriminalitas. Tas yang kubawa ku pegang
dengan erat dan kukedepankan. “Kiri bang,” kata ku sambil mengetuk-ngetuk langit-langit
minibus. Citttt.. minibus berhenti segera.
Di handphone ada catatan 4 panggilan tidak terjawab. Dan ternyata yang menelpon ku adalah
Fariz. Ada apa dia menelpon ku? Apakah terjadi sesuatu yang buruk dengan Ririn. Kemarin
Ririn pulang bareng dengan Fariz. Rasa cemas terhadap sahabatku ini mulai melanda. Aku
langsung menelpon Ririn berharap dia segera menjawab telepon dari ku. Begitu ditelpon
hanya ada suara “maaf nomor yang anda tuju sedang tidak aktif”. Ya ampun apa dia baik-
baik saja. Ku telpon terus Ririn sampai 5 kali panggilan. Tak juga aktif nomornya. mungkin
sebaiknya aku menelpon Fariz, pikirku. “Tut.. tut.. tut” syukurlah nyambung. “hallo”
terdengar jelas suara laki-laki yang sangat kukenal “hallo, riz semalam nelpon ada apa ya?
maaf riz aku sudah tidur saat kau menelpon”. “ohh nggak apa-apa Cuma mau telpon aja.
Puspita gimana kabarnya baik?”. “iya baik. Riz, semalam si Ririn diantar sampai rumahnya,
ngga?”. “Aku barusan menelpon tidak dijawab” Tanya ku cemas. “iya semalam diantar
sampai rumahnya, ohh si Ririn sekarang lagi ke acara workshop. Dia baik-baik saja”
perkataan Fariz membuatku benar-benar lega. Kurasa dia tau aku sedang cemas. “syukurlah
kalau begitu. Kukira ada kejadian buruk sampai kau menelpon 4 kali semalam”. “maaf ya
puspita jadi khawatir karena Fariz”. “iya tidak apa-apa, oya masih ada kerjaan di kantor.
Puspita tutup ya ris.”. Belum sempat Fariz menjawab aku sudah duluan menutup teleponnya.
Aku masih banyak kerjaan yang belum selesai dan harus dikumpulkan hari ini juga.
Suatu malam saat aku pulang kerja Fariz menelpon ku kembali. Kali ini aku mengangkat
teleponnya. “hallo” jawabku “hallo Puspita. Apa kabar?”. “baik, kenapa riz?”. “nggak apa-
apa Cuma mau telepon aja, liburan mau kemana?”. Dari nada suara Fariz aku bisa perkirakan
dia agak malu-malu. Mungkin dia bingung apa yang harus dia katakan untuk membuka
permbicaraan. “kurang tau sih. Belum ada rencana” jawabku datar.” “Puspita suka nonton
bioskop?”. “suka” jawabku singkat. “mau tidak nonton sama Fariz kebetulan Fariz punya 2
tiket nonton, hadiah dari kupon majalah. heheh”. “nonton apa?”. “kartun kungfu panda
terbaru, itu kartun favoritmu kan?”. Ya ampun aku terhenyak mendengarnya baru kenal pun
dia sudah tau film apa yang kugemari, berbeda dengan Yuda yang tidak pernah mengajak
nonton dan apalagi dia tidak begitu tau apa yang ku sukai, kalaupun aku bilang dia pasti lupa.
Mumpung ada yang ajak, aku mau! Lumayan gratis pikirku. “Puspita?” suara fariz
membangunku dari lamunan “oh iya mau riz. Siapa aja yang mau nonton?”. “kita berdua, tapi
kalo Puspita mau ajak siapa gak apa-apa”. Hah hanya berdua? Sebagai wanita aku merasa ada
feeling yang janggal. Apa dia suka…? Ah ngga palingan dia bingung mau ajak siapa yang
suka nonton kartun. Makanya dia ajak aku. Mungkin dia tau aku suka kungfu panda karena
dari gantungan handphoneku yang berupa boneka poo, si peran utama kungfu panda.
Semakin lama aku semakin dekat dengan Fariz, tapi kedekatan itu hanya sekedar lewat dari
handphone. Kami jarang bertemu dan jalan. Walaupun jauh aku merasa sangat dekat hampir
tiap hari yang ada pikiranku adalah
Fariz bahkan angan-anganku tentang Fariz mengalahkan anganku mengenai Yuda. Yuda…
aku jarang bertemu dengannya akhir-akhir ini dia kerja senin sampai jumat, kalau libur dia
punya kegiatan sendiri, entah dia menjadi mentor, lembur, ataupun kulian menyelesaikan S1.
Kalaupun dia mengirim sms aku sering bosan paling tidak dia hanya bertanya sedang apa.
Dia sangat kaku, jarang terlontar darinya perkataan yang romantis. Berbeda dengan Fariz
yang setiap perbincangannya selalu Saja ada topik yang menarik aku tidak pernah bosan bila
saling chating, sms-an ataupun yang lain. Bahkan aku selalu menunggu sms dari nya. Jujur
Fariz adalah pria idamanku!!!
Sudah sekian lama aku tidak jalan dengan Yuda. Harus selalu aku yang minta. Aku melamun
menerawang ke arah langit-langit kamar. Aku berfikir dalam setiap apapun yang ku mau
kenapa harus selalu aku yang bilang, Kau selalu bilang mencintaiku, menungguku, tapi
kenapa kau tidak pernah peka? Apa kau telah jatuh hati teradap wanita lain?. Apakah kau
tidak ingat kita sering bertengkar karena aku sering menyakan hal ini padamu? Apakah aku
harus menagis terlebih dahulu agar kau peka dan bisa menjadi laki-laki yang membuatku
benar-benar merasa menjadi seorang kekasih? aku sering menangis karena hal ini Yud, aku
ingin kau peka!! kau tau itu!! “dertttt derttt” tanda pesan sms masuk, pasti Fariz. Setelah
pesan ku buka ternyata Yuda seperti biasa hanya berisi pesan “puss, sedang apa?” ahh selalu
saja seperti ini. Tak kubalas smsnya Yuda. Beberapa menit kemudian pesan baru masuk
hingga lebih dari 5 pesan, tapi sayang, isi pesannya sama semua. Dan akhirnya Yuda
menelpon. Aku malas menjawab teleponnya, hanya karena suara getarnya yang nyaring
akhirnya mau tak mau aku angkat juga. “hallo puss, lagi apa? Kok dari tadi gak di balas
smsnya, teleponnya juga tadi lama dijawabnya?”. “gak papa” jawabku singkat. “oh, kamu
lagi apa?”. “ya ampun yuda, kamu tuh bisa gak sih nanya selain lagi apa? aku bosan kamu
selalu nanya itu, aku bosan dengan semua sikap kamu yang gak peka!!! Aku capek yud!!”
Aku jawab pertanyaan yuda dengan nada tinggi dan rasa kesal yang tak bisa lagi kutahan.
“aku gak peka dari mananya puss, ayo coba kamu bilang” kudengar suara yuda seperti
menenangkanku. “ya banyak yud, aku kan udah sering bilang”. “iya sayang iya, kamu mau
jalan?” suara yuda terdengar cemas, kurasa dia cemas kalo aku akan lama ngambek. “harus
selalu ngambek duluan, baru peka!!!”. “puss, aku emang lagi nggak ada waktu akhir-akhir ini
banyak acara, bukan karena gak mau ketemu”. “kalaupun ada waktu tetap aja gak peka. Udah
yud, aku cape!!” “puss ntar dulu kamu..” sebelum yuda selesai bicara aku langsung menutup
teleponnya dan mematikan handphone.
Semenjak kejadian itu aku tidak pernah membalas sms Yuda, tidak pernah mengangkat
telepon, membalas pesan Yuda di facebook maupun twiter bahkan sampai Yuda datang ke
kost ku aku tidak pernah keluar menemuinya. Perjuangan yuda tidak sampai disitu dia sampai
datang ke rumah orangtuaku menanyakanku, datang ke kantor ku pada saat jam pulang,
sampai mengontak orang-orang terdekatku. Aku benar-benar sudah tidak ingin lagi
melihatnya. Sampai akhirnya dia mengirim sebuah pesan “puss aku nggak apa-apa kalau
kamu marah sama aku sampai kaya gini. Baiklah, mungkin ini waktunya aku menyerah dan
merelakan kamu untuk bersama yang lain. Aku sudah tau mengenai Fariz, mungkin dia lebih
pantas buat puss. Semoga kamu bahagia sama Fariz”. Setelah pesan itu, tidak lagi kutemukan
pesan darinya ataupun perjuangannya agar ia bisa bertemu denganku. Aku merasa biasa-biasa
saja tidak ada yang kusesali. Aku tidak tau darimana Yuda tau soal Fariz. Aku tak peduli!!
Tak lama Yuda pergi, aku mengharapkan Fariz datang dan menyatakan persaannya padaku.
Ya dia pernah bilang akan menungguku disaat aku benar-benar lepas dari Yuda. Sayang,
disaat aku mengharapkannya, dia telah pergi meninggalkanku tak ada kabar lagi tentang dia.
Bahkan Ririn bilang bahwa Yuda telah bertunangan dengan orang asing dari Inggris ketika
dia mendapat hadiah undian. Ririn tak mengetahui kedekatanku dengan Fariz dan memang
salahku tak menanyakan Ririn mengenai Fariz. Dari Ririn aku tau, Yuda orang yang play
boy. Aku kaget setengah mati setelah mendengar kata-kata Ririn mengenai Fariz. Aku
berharap ini adalah mimpi buruk, tapi ini kenyataan sungguh nyata.
Kali ini langit begitu kelam, tak ada sinar matahari yang berbinar terang. Tak ada warna
jingga di sore ini seperti biasanya hanya ada warna abu-abu kehitaman yang kulihat dan
beberapa titik air yang jatuh membasahi segala nya, titik kecil air itu makin deras deras dan
deras. aku hanya duduk bersandar di sebuah halte dekat kantor menunggu sebuah bus yang
akan mengantarku pulang, aku termenung dalam lamunan angan-angan menerawang jauh
entah kemana, dulu saat pulang kerja di depan gerbang kantor aku selalu melihat sebuah
motor bergigi warna merah metallic dan seorang pria di atas nya dengan tubuh besar dan
kekar, yuda. Saat ini aku tidak pernah melihat lagi pria itu lagi tak ada lagi sms yang
menanyakan apakah aku sudah pulang kerja, dan tak ada lagi sms yang menyakan aku sedang
apa yang dulu sangat aku benci. Kini aku merindukan hal tersebut, tak hanya tu aku
merindukan semua tentang yuda. Tuhan, aku merindukan dia. Aku mencintai dia, Andai saja
engkau memberiku kesempatan agar kembali bersamanya tak akan kusiasiakan dia.
Berikanlah aku kesempatan terakhir Tuhan. aku ingin bersamanya sampai akhir nanti. Tak
terasa air mataku membasahi kedua pipi cabiku tenggelam dalam lamunan ini.
Dari kejauhan terdengar suara motor yang sangat kukenal tapi suara itu samar-samar terbawa
angin dan derasnya hujan makin lama makin mendekat ke arah ku. Dan akhirnya suara itu
berhenti dekatku. aku berharap itu adalah yuda. Aku membuka mata setelah lama menganis
ku tatap pria yang turun dari motor berwarna merah metallic, tapi aku tidak melihat dengan
jelas air mata yamg masih menggenang di bola mata membuat samar apa yang ingin ku lihat.
Elusan tangan di kepalaku begitu terasa elusan lembut itu aku sangat kenal dengan elusan itu.
elusan yang aku dapati setiap aku ulang tahun. Aku mengusap air mata yang menggenang di
kmataku mengusap dengan menekan kuat agar tak ada lagi air mata yang mengganggu. Dan
ternyata pria itu memang yuda aku menatapnya lekat-lekat begitu pula dengannya, dia
tersenyum dengan senyum khas selalu membuat ku tersipu. “puss, aku terus berusaha untuk
berubah agar menjadi laki-laki yang kamu mau. Aku janji. Maaf kan aku ya, aku
mencintaimu sampai kapanpun. Apakah kau mau menerima ku kembali? tapi jika masih
belum bisa. Aku tidak akan lelah untuk menunggumu menerimaku kembali.”
Aku masih belum bisa untuk berkata-kata napasku masih tersenggal karena tangisan tadi aku
hanya menggangguk menjawab pertanyaan yuda sambil tersenyum dan bersandar di pundak
kirinya yang lebar.
Oh tuhan terimakasih Engkau telah mengembalikan Yuda kepada ku dan mengambulkan
doaku. Dari-Mu aku mendapat sebuah pelajaran penting. Tiap orang mempunyai cara untuk
mencintai pasangannya dengan cara nya sendiri bahkan berbeda dari yang orang lain lakukan
kalaupun mengingkan hal yang lebih bersabarlah, kalaupun sangat susah teruslah
membimbingnya agar berubah jangan mendesaknya dan terimalah dia apa adanya jika dia
sungguh-sungguh mencintaimu. Seseorang yang benar-benar mencintaimu akan terus
berusaha membuatmu nyaman berada di dekatnya. Jangan pernah menyia-nyiakan orang
yang sayang padamu. Kesempatan terakhir tidak akan selalu ada…

Anda mungkin juga menyukai