Anda di halaman 1dari 4

Kilauan Masa Lalu

Kilauan senja yang indah terukir menghiasi sore ini. Senja kala itu hadir kembali,
mengingatkanku pada segala kenangan indah yang terukir. Aku memang biasa menghabiskan waktu
senja di sini, bersama sahabatku, Febi. Di sini tempat favoritku dan Febi, di taman dekat lapangan
desa kami. Awal kebiasaan ini bermula pada kisah sekitar 3 tahun yang lalu. Aku suka dengan senja
dan semua kenangan kala itu di saat senja datang.

Dulu bukan hanya aku dan Febi yang selalu bersama menghabiskan waktu disini, tetapi ada
2 sahabat kita lagi yaitu Zulfa dan Fitri. Kami berempat bersahabat sangat dekat, karena kami
kemana-mana selalu bersama. Bahkan sering tidur bersama kala weekend atau liburan datang.

Hari itu saat libur madin (tempat belajar agama). Karena gabut kami berinisiatif untuk pergi
jalan-jalan sore. Sebelumnya kami memang jarang jalan waktu sore hari, karena lelah dengan
kegiatan sekolah dan madin. Kami berangkat pukul 04.00 sore. Kami berjalan sambil bercanda riang
sepanjang perjalanan. Membicarakan hal-hal random yang tidak memberatkan fikiran. Sampai di
sana kami langsung membeli jajanan yang ada di sana dan membawanya ke tepi taman yang mepet
dengan lapangan bola yang luas. Tiba sampai disana kami terkagum dengan apa yang ada di depan
kami.

“Waaah, senjanya indah sekali hari ini,” ujar Fitri takjub

“eh iyaya, pas banget. Senjanya cantik,” sahutku

“Alhamdulillah, nanti jangan lupa foto yak, harus diabadikan ini, jarang banget ketemu senja
cantik banget kaya hari ini.” Tambah Febi.

“Okeee, siiaaaapp” jawab kami bersamaan

Beberapa menit kami Sibuk memakan jajanan kami, tetap sambil bercanda gurau, diiringi
matahari yang sedang dalam perjalanan menyembunyikan diri.

“Dulu, kita dipertemukan di sebuah tempat yang indah. Hari ini kita dipertemukan dengan
suatu hal yang indah pula, di tempat sesederhana ini. Hingga kita cinta kepada tempat ini dan
suasana ini. Aku ingin persahabatan kita juga seindah senja sore ini untuk kedepannya. Berjanjilah
bahwa kita akan selalu bersama apapun keadaannya dan jika pada suatu saat nanti kita terpisahkan,
berjanjilah untuk tidak melupakan persahabatan kita.” Ucap Fitri tiba-tiba, membuat semua terdiam.

Entah kenapa aku sedih dan terharu dengan apa yang diucapkannya, rasanya seperti akan
ada hal yang tidak diinginkan pada persabatan kita. Aku langsung berlari menghampiri dan
memeluknya, disusul dengan Zulfa dan Febi. Kami menangis bersama di sana. Ada perasaan takut
secara tiba-tiba, takut kita tidak bisa bersama lagi. Namun segera ku singkirkan pikiran jelek itu,
meyakinkan diri bahwa kita pasti selalu bersama. Setelah itu kami bermain ditengah senja, bercanda
dan tertawa bersama. Hari semakin larut, kami memutuskan untuk pulang.

Sampai dirumah, ada notifikasi dari ponselku. Ternyata isinya kiriman video momen di senja
tadi “waah, sungguh momen yang sangat indah,” batinku.

••••••••••••••••••••••••••••••••••••

1 bulan kemudian, madin kami sudah liburan menjelang puasa. Membuat kami sedikit jarang
bertemu karena sekolah kami berbeda tempat, juga disibukkan dengan ujian kenaikan kelas. Pada
bulan puasa kami bertemu lagi untuk ngaji pasan. Kami berkumpul di rumah Fitri dan berangkat
bersama-sama.
Seminggu awal kita masih bersama-sama. Namun, tiba-tiba esoknya, Fitri tidak menemui
kami ketika kami menghampirinya untuk berangkat ngaji pasan seperti biasanya. Kata neneknya, ia
sedang tidur dan sulit dibangunkan. Kita juga tidak boleh masuk ke dalam kamarnya. Setiap hari
seperti itu, tidak seperti dia dulu. Ketika di chat pun tidak pernah dibalas, padahal aktif. Saat bertemu
di jalan juga tidak menoleh lagi. Aku suda malas menghubunginya. Aku mulai berprasangka yang
tidak baik. Sejak itu aku menjadi kesal padanya. Aku berniat untuk tidak mau lagi berurusan
dengannya.

Saat itu sekitar setelah hari raya Idul Fitri. Hari ke-2 hari raya Idul Fitri, Fitri mengajak kami ke
Taman Fantasi. Katanya sebagai perminta-maafannya karena telah menghilang beberapa bulan.
Sebenarnya aku sangat malas ikut, namun Zulfa dan Febi mengajak dan memaksaku untuk ikut.
Dengan terpaksa aku mengikutinya. Di sana mereka bermain bersama. Aku hanya melihat dan
mengekor di belakang mereka. Beberapa kali Fitri membujukku untuk mau berbicara dengannya. Aku
hanya diam saja, berlagak sok sibuk dengan smartphone ku. Aku terlanjur kesal padanya.

Setelah dari Taman Fantasi aku tidak lagi menghiraukan mereka. Namun tiba-tiba aku
memiliki firasat tidak enak pada Fitri. Akhirnya aku membuka chat darinya. Seketika tubuhku
langsung melemas membaca chat terakhirnya.

Fitri

Putri? Kamu marah ya? Tolong jawab dong. Aku rindu denganmu. Maafkan aku yang telah
meninggalkan kalian semua. Saat itu aku sedang menenagkan diri dan mencari cara bagaimana aku
bisa menyampaikan hal ini kepada kalian dengan baik, karena hal ini berat bagiku. Aku ingin
memberitahumu bahwa besok aku akan ikut orang tuaku tinggal di Kalimantan. Besok aku akan
berangkat ke bandara pukul 11.00 siang. Tolong temui aku sebelum itu. Aku ingin memelukmu untuk
yang terakhir besok.

Rabu, 09.30 a.m

Aku menangis tersedu-sedu, menyesali perbuatanku kemarin. Ku lihat jam menunjukkan


pukul 10.00. Masih ada waktu 1 jam. Aku keluar rumah, izin terlebih dahulu kepada ibuku. Ternyata,
Febi dan Zulfa sudah menjemputku di rldepan rumah. Kami berangkat bersama.

Sampai di rumah Fitri kami dipersilakan masuk oleh orang tuanya. Tidak lama kemudian ia
keluar dari kamarnya. Beberapa menit kami hanya diam, saling bertatapan. Mataku sudah memanas
ingin menangis. Tubuhku membeku di situ juga.

Dia berjalan ke arah kami. Memeluk kami dengan erat. Air mata kami tumpah seketika.
Cukup lama kami berpelukan, meluapkan rasa tidak ingin kehilangan. Setelah itu kami berbincang-
bincang, walau diselingi air mata. Waktu satu jam terasa sangat singkat. Tibalah saat Fitri berangkat.
Aku menunggu hingga keberangkatannya. Sebelum masuk mobil, ia memelukku lagi. Erat sekali. Aku
membalasnya dengan erat pula. Dengan berat hati, ua berjalan meninggalkan kami disini. Ia
kemudian masuk mobil dan melambaikan tangannya kepada kami semua. Lebih sakit daripada
ditinggal sang kekasih, karena kami sudah bersahabat sangat lama.

Setelah itu kami pulang. Sampai di rumah aku membuka ponselku, mengirim pesan kepada Fitri

Me

Take care Fitri. Terima kasih dan naaf untuk segalanya. Aku akan selalu mengingatmu sampai
kapanpun. Jangan lupa kembali. Aku berharap kita cepat bertemu kembali.

Kamis, 11.35 a.m


Fitri

Thank’s Putri. Aku berjanji tidak akan melupakan kalian. Good bye. Seeyou next time.

Kamis, 11.37 a.m

Sungguh kenangan itu tak akan pernah bisa ku lupakan.

•••••••••••••••••••••••••••••••••••

“Yuk pulang, sudah malam nih, dingin.” Ujar Febi membuyarkan lamunan kenanganku

“Eh.. yuk yuk!” Balasku sedikit terkaget. Kami pun pulang.

Begitulah awal dan akhir cerita kami. Dan untuk Zulfa sendiri, sekarang ia meneruskan
pendidikannya di sebuah pondok pesantren seperti apa yang sangat diinginkannya dulu. Tinggal aku
dan Febi saja di sini. Ku harap suatu saat nanti kita bisa dikumpulkan di sini kembali dengan suasana
dan orang yang sama.
Bionarasi Penulis :
Aisya Shinta Putri Awalia, atau biasa dipanggil Aisya. Gadis
17 tahun kelahiran Blitar, Jawa Timur, pada tanggal 7 Mei
2004. Saat ini, ia masih menempuh pendidikan kelas 2 SMA
dan Madrasah Diniyah (pesantren). Selalu tertarik dalam
untaian kata-kata, membuatnya ingin masuk dalam dunia
kepenulisan.
Ingin kenal lenih dekat? Ikuti akun instagram :
@aisya.shinta atau @ its.myself7, facebook : AisyShnt,
Wattpad : @Aisya_Shntptrr

Anda mungkin juga menyukai