Anda di halaman 1dari 250

i

Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan


Yang Maha Esa. Karena berkat limpahan karunia-
Nya, kami dapat meyelesaikan buku Antalogi
Cerpen “The World As Real Education”. Didalam
penyusunan buku ini penyusun dan segenap tim
telah berusaha semaksimal mungkin sesuai dengan
kemampuan yang kami miliki demi menyelesaikan
buku ini. Tetapi sebagai manusia biasa, kami tak
luput dari kesalahan atau kekhilafan baik dari segi
teknik penulisan atau tata bahasa itu sendiri.

Kami juga menyadari bahwa tanpa suatu


arahan dan masukan dari berbagai pihak yang telah
membantu. Mungkin kami tidak akan bisa
menyelesaikan buku Antologi Cerpen ini dengan
tepat waktu. Buku Antologi Cerpen ini dibuat
sedemikian rupa semata-mata untuk
membangkitakan minat baca serta sebagai motivasi

ii
dalam berkatya khusunya pada karya tulis. Dan
buku ini juga diharapkan dapat memberikan
berbagai macam pelajaran bagi semua orang yang
telah membaca.

Maka dengan kerendahan hati kami hanya


bisa menyampaikan ucapan terima kasih kepada
semua pihak yang telah terlibat dalam proses
penyelesaian ini.

Akhir kata semoga buku ini dapat


bermanfaat bagi para pembaca dan khusunya
penulis

Tulungagung, 03 Juni 2021

Penyusun

iii
Daftar Isi

Cerita Pendek Angelina Zufitri


...................................................................1

Cerita Pendek Ika Tirta


.................................................................38

Cerita Pendek Afifatur Rohmah


.................................................................51

Cerita Pendek Muhammad Rifki Wahyu Eka


.................................................................61

Cerita Pendek Rovita AuliaRahma


.................................................................76
Cerita Pendek Fitri Ani F
.................................................................91

Cerita Pendek Alin Dewi Chusna


.................................................................134

iv
Cerita Pendek Dian Nurhasanah
.................................................................146

Cerita Pendek Ushwatun Khasanah


.................................................................178

Cerita Pendek Ifa nur Azizah


.................................................................187

Cerita Pendek Vanisha Amelia


.................................................................195

Cerita Pendek Anisah Triyuliasari


.................................................................206

Cerita Pendek Brenda Permana


.................................................................218

Cerita Pendek Hanifah Ainunnisa'


...............................................................237

v
SECERCAK MIMPI

By :Angelina Z

“Mimpi adalah kunci

Untuk kita menakhlukkan dunia

Berlarilah tanpa lelah

Sampai engkau meraihnya…”

Lirik lagu diatasmerupakan lagu favorit


Nina.jadi tak heran jika ia kerap memutarnya di hp
butut pemberian temannya.sebuah lagu yang
menginspirasi dan selalu membuat semangat
pendengarnya. Nina adalah seorang gadis desa
yang cerdas, ramah,berparas cantik dengan postur
tubuh tinggi dan rambut menjuntai sebahu yang
menambah keelokannya. Ia adalah anak pertama
dari dua bersaudara yang dilahirkan dari rahim

1
keluarga miskin dan jauh dari kata
berkecukupan.ibunya bernama Rukmini, sedang
bapaknya bernama Mansur. Mereka adalah seorang
pedagang sayur dengan pendapatan yang tak
seberapa. Ia juga mempunyai adik laki-lakiyang
baru saja menginjak usia 7 tahun. Nina tinggal
dalam rumah tua peninggalan kakek dan neneknya.
rumah yang hampir reot berukuran 4x6 meter
dekat kaki gunung Slamet. bukankah ukuran rumah
yang cukup sempit untuk 4 orang manusia?. Ya
begitulah kehidupan Nina. Walau tercekik dengan
keadaan serba kekurangan, namun sama sekali tak
menyurutkan tekatnya untuk mewujudkan
mimpinnya menjadi seorang Dokter. Iya, seorang
Dokter, sebuah impian yang sedari kecil ia
dambakan.

Pada suatu pagi kicau burung kenari


membangunkan matahari, sorot mentari mulai
menyinari atap rumah tua itu. tiba-tiba terdengar
suara pintu terbuka ”Kreek..

2
Kreek..Krek..”pertanda bapak akan berangkat
bekerja

”Hoaaaaaaaaaam….”. Nina terbangun dari


tidur pulasnya.

”bapak pasti siap-siap bekerja”. Ucapnya


seraya mengusap mata.

Nina pun bergegas kekamar mandi mencuci


muka yang terlihat kusut sejak bangun tadi. Saat ia
mulai melangkah masuk, terlihat ibunya terjongkok
dipojok dapur membersihkan piring kotor sisa
makanan semalam. Ninapun masuk kamar mandi
dan segera membersihkan diri.cukup segar air
mengalir diwajahnya. Ia dapatkan kembali
kekuatannya. ketika ia keluar tiba tiba….

”Nina nanti tolong buatkan bapak kopi


panas dan bawakan sarapan untuk bapak ya, ibu
tadi lupa” ucap ibu sambil mengusap peluh
dipelipisnya.

3
”Oh iya…kamu yang cepat buatnya, keburu
bapakmu berangkat kerja…kasihan” Tambahnya.

”Iya buk”. Jawab Nina dengan nada pelan


seraya berjalan mengambil piring dan sendok.

Dibukannya sebuah dandang kecil diatas


tungku batu tempatnya menanak nasi.
Keluargannya memang tak punya rice cooker.
pendapatan orang tuannya saja hanya cukup untuk
biaya makan sehari-hari. Diciduknya secaruk nasi
yang sedang menganga itu dengan centong
kayuyang ia bawa.dihiasinnya nasi itu dengan kare
ayam kesukaan bapak. kakinya enyah dari tempat
bergegas membuatkan kopi. dengan terburu-buru ia
membawakan sarapan dan minuman itu keteras
depan tempat bapak menata sayur dagangannya.

”Bapak sarapan dulu, biar Nina yang


membereskan dagangan bapak” teriaknya kepada
bapak seraya meletakkan makanan dan minuman di
meja depan samping pintu.

4
“iya nak” sahut bapak dengan suara khas
serak-serak basah.

Setelah selesai menata barang dagangan,


Nina menghampiri bapaknya dan duduk
disampingnya.

“Pak, Nina kan udah lulus SMP apakah


Nina bisa melanjutkan sekolah ke jenjang SMA?”
Tanya Nina dengan nada merendah.

“Nin kamu tau kan berapa penghasilan


bapak? Uang kita hanya cukup untuk biaya makan,
beli baju lebaran buat kamu dan adikmu pun bapak
nggak bisa. Adik kamu juga bentar lagi mau masuk
SD! Apa kamu nggak mikir bagaimana bapak
membiayai sekolah kalian berdua? tolonglah nin
kamu kamu udah gede, kamu ngalah dulu dari
adikmu, kamu tega melihat adikmu tak merasakan
bangku sekolah sama sekali? Kamu jangan egois.”
bentak bapak dengan mata melotot dan nada ketus.

5
Tak sepatah katapun keluar dari mulut
Nina, matanya berkaca-kaca mendengar bentakan
bapaknya. Ia berlari melewati adiknya yang tengah
mendengarkan radio menuju kamar dan
dihentakkan pintu kamar sekuat-kuatnya
“GUBRAKK” hentakan pintu Nina sampai
mengagetkan ibunya hingga piring yang sedang
dicucinya merucut jatuh dan pecah. Adiknya hanya
melongo tak mengerti apa-apa dengan tingkah
kakaknya.bapaknya yang melihat kekesalan Nina
akhirnya tak menghabiskan makanan tersebut dan
memutuskan untuk berangkat bekerja. tak lupa
turut serta membawa topi putih kesayangannnya.

Dilain itu isak tangis Nina pecah seketika.


kata-kata yang diutarakan bapaknya sangat
menusuk baginya. seakan tak adalagi harapan
untuk Nina mewujudkan mimpinya. Ibunya yang
khawatir akan apa yang terjadi, akhirnya
memutuskan pergi ke ruang depan untuk
memastikan keadaan. dengan tak sengaja ibunya

6
mendengar isak tangis anaknya. akhirnya ibunya
mengintip kamar nina dari celah pintu yang terbuka
dan mendengarkan rengekan anaknya.

“Ya Allah… apa nina memang ditakdirkan


terlahir miskin? Apa nina tidak engkau perbolehkan
bersekolah? Apa nina harus hidup begini terus ya
Allah? Nina pengen sekolah seperti teman-teman
nina yang lain,nina ingin mewujudkan cita-cita
nina. Tapi nina bingung nina harus bagaimana”
rengeknya dengan nada terisak.

Ibu Nina yang mendengar sedari tadi sontak


meneteskan air mata. Nina yang mengetahui
keberadaan ibunya secepatnya menyeka mata dan
menghentikan rengekanya. Sadar akan
keberadaanya diketahui anaknya, ibunya pergi
meninggalkan Nina dan kembali kedapur seraya
terurai air mata yang terus membanjiri kelopak
matanya.

7
Jam demi jam telah bergulir, waktu
menunjukkan pukul 2 siang pertanda bapak akan
segera pulang. dan benar saja 5 menit kemudian
terlihat bapak dengan gerobaknya diujung tikungan
dengan nafas terengah-engah dan muka memerah
yang mulai menuju rumah. terlihat badannya
terkulai lemas dengan keringat yang menetes dari
peluhnya. Sesampainya dirumah, bapak langsung
merobohkan badannya di teras depan. Nina yang
biasannya menyambut kedatangan bapaknya
dengan secangkir kopi panas kini tak lagi. Terlihat
Nina yang masih meringkuk di pojok kamar
mendengarkan lagu favoritnya dengan mata lebam
dan perut tak terisi sejak pagi buta.

“Buuuk…. kopi bapak mana?” Teriak


bapak dengan suara serak berat yang mulai hilang
tak bersuara.

“I…I…iya pakkk sebentar, kopinya masih


di seduh”. Teriak ibu dari dari dalam dapur.

8
Kala itu ibu Nina mengahantarkan kopi itu
sendiri tanpa bantuan Nina, karena ibu tau Nina
masih jengkel dengan kejadian pagi tadi. Ibunya
yang tidak ada pekerjaan rumahpun akhirnya
bersantai sejenak diteras rumah dengan bapak dan
menanyakan terkait kejadian pagi tadi. lantas bapak
menceritakan mendetail serentetan peristiwa itu.

“Nina ingin sekali lanjut ke SMA tapi apa


daya, bapak yang tak punya biaya untuk sekolah
Nina buk, bapak bingung, bapak stress dengan
beban yang semakin kemari semakin menumpuk,
ada saja. belumlagi putra kita mau masuk SD, harus
beli seragam, buku, alat tulis, SPP, belum lagi
kebutuhan sehari-hari, makan, tanggungan listrik.
Bapak pusing buk”. ucap bapak dengan nada
menahan tangis.

“Ibuk tolong sampaikan permintaan maaf


bapak ke Nina ya… tadi bapak sempat marah-
marah tidak bisa menahan emosi bapak”. imbuh
bapak

9
“Sudah jangan terlalu dipikirkan, nanti ibuk
coba bicarakan dengan Nina ya, siapa tau dia mau
mengerti ” ucap ibuk.

Ketika Ibu hendak beranjak pergi menemui


Nina, suaminnya sempat mengagetkan dengan
pernyataanya yang sempat membuat ibu shock.

“Buk… bapak ingin minta restu”.ucap


bapak dengan nada menahan takut.

“ Restu? Bapak mau nikah lagi? Bapak


punya simpanan lain?apa bapak muak dengan
kehidupan kita sekarang? Bapak memang bener-
bener keterlaluan! ” ucap ibu dengan nada ketus
dengan tangan yang menunjuk-nunjuk bapak.

“buk, jangan salah paham dulu, ibuk beri


bapak kesempatan buat ngomong, kalo gini
jatohnya malah salah paham” tegas bapak

“Jadi gini buk, maksud bapak itu bukan


yang seperti ibuk sangka tadi. bapak ingin minta

10
restu ibuk untuk merantau ke luar negeri sebagai
pekerja bangunan. Gajinya lumayan untuk
kehidupan kita dan sekolah anak anak kita. bapak
tadi dapat informasi dari teman bapak seorang agen
penyalur tenaga kerja yang menawarkan lowongan
ini buk.perkiraan berangkat seminggu lagi.bapak
terima ya buk..demi menyekolahkan anak
kita”.imbuh bapak.

Dengan jiwa gemetaran setelah mendengar


permintaan bapak tersebut membuat ibu terkulai
lemas dan akhirnya roboh tak sadarkan diri. sontak
bapak yang kaget langsung membopong ibuk ke
kamarnya. Nina yang mengetahui akan hal itu
langsung menemui ibunya dengan membawakan
secangkir teh hangat dan minyak kayu putih.

Selama ibunya pingsan, Nina sama sekali


tak berucap sepatah katapun dengan bapaknya.
yang ia lakukan hanya mengoleskan minyak ke
pelipis dan leher ibunya berharap cepat sadar.
Setelah beberapa menit ibunya lekas siuman,

11
diminumkannya teh itu. dan ibunya mulai
melontarkan jawaban atas keinginan suaminya itu
dengan ditemani Nina disana. Ibunya menyatakan
keputusan dengan berat, ia mengizinkannya untuk
pergi merantau. Nina yang tak tau apa-apa hanya
melongo berharap penjelasan dari ibunya. setelah
mengetahui seluk beluk keinginan bapaknya Nina
lantas memeluk bapaknya dengan erat sekaligus
meminta maaf atas perbuatannya pagi tadi. hari itu
diwarnai tangis sedu sedan dalam bilik kamar ibu.

Malam demi malam pun berlalu, hari ini


tepat tanggal keberangkatan bapak. Nina dan
ibunya mulai mempersiapkan barang bawaan
bapak. mulai dari tas, tiket, koper, paspor sudah
tertata rapi diatas meja.ketika bapak mulai keluar
dari kamar, bapak tampak elegan memakai celana
jeans dan kaos hitam kesayangannya. topi yang
selalu ia kenakan saat berdagang tak luput dari
cengkramannya. semerbak wangi parfum belagio
menghiasi seisi ruangan. terlihat dari luar mobil

12
travel berwarna putih yang sudah siap menjemput
bapak.

“bapak benar benar sudah siap” Ucap Nina


dalam hati.

Dihampirinya bapak dan peluknya erat-erat


berharap bapak tidak pergi. tapiapa daya, nasi
sudah menjadi bubur. ini semua karena keegoisan
Nina. air matanya terus mengucur tatkala bapak
berpamitan dengan Nina.

“Nin… bapak berangkat dulu ya, kamu jaga


baik baik ibuk sama adek, bapak janji akan
nyekolahin kamu sama adek. nanti kamu
sekolahnya yang pinter ya…jangan males”. Ucap
bapak merangkul Nina dengan senyum tipisnya.

Nina dengan tangisnya yang kian menderu


hanya bisa menganggukkan kepala. mulutnya
seakan tak sanggup untuk berkata-kata.pelukannya
terlepas tatkala supir travel membunyikan klankson
pertanda bapak harus segera pergi.terlihat bapak

13
mengambil barang bawaannya dan berlalu
meninggalkan keluargannya. dilambaikan tangan
Nina pertanda perpisahan dengan bapak.

Sebulan berlalu kini janji bapak sudah


penuhinya, Nina tengah menginjak bangku
SMAdan adiknya bisa masuk SD, Nina diterima di
jurusan IPA, sungguh riangnya hati Nina karena
bisa melanjutkan sekolah.seolah ia tak percaya
dengan apa yang kini ia lalui, bayangannya hanya
tertuju pada masa lalunya. kini Nina hanya fokus
dengan sekolahnya dan juga prestasinya, ia tak
ingin menyia-nyiakan perjuangan orang tuannya,
mungkin inilah cara bagaimana nina membalas
budi kepada mereka.

Waktu terus bergulir, tiga tahun telah


mereka lalui dengan kehidupan yang lebih dari
cukup. Ibuknya termasuk orang yang hemat,ia
selalu menyisihkan uang kiriman suaminya setiap
kali sisa, dan kini bisa digunakan untuk mendirikan
warung kecil sebagai tambahan pendapatan.

14
Warung itu hanya menjual gorengan saja, sesuatu
yang bisa ibu kerjakan dengan mudah ketika harus
mengurus adik dirumah.

Dilain itu kini Nina telah lulus SMA dengan


predikat siswa terbaik. serentetan piala,piagam dan
medali telah Nina kantongi.mulai dari juara
olimpiade, basket, hingga karya tulis ilmiah yang
nantinya akan ia persembahkan untuk bapaknya
jika waktu pulang tiba. setiap kali ingin melepaskan
rindu mereka hanya mengandalkan handphone
butut milik nina yang biasa digunakan untuk
memutar musik kesayangannya.

Nina selalu menghitung mundur tanggal


kepulangan bapaknya. pada tahun ini tepat taun
terakhir masa cuti bapaknya tiba. Suatu yang sangat
ditunggu-tunggu.

“Kring……. Kring…….Kring…..” Dering


nada handphone Nina memecahkan seisi rumah.

15
Suara tersebut membuat Nina terbangun
dari tidur lelapnya. Dilihatnya jam menunjukkan
pukul sebelas malam. dengan mata yang setengah
sadar, diambilnya handphone dimeja seberang
kasur tidurnya. dan…

“Haloo… ini siapa? ” ucap Nina seraya


mengucek mata.

“Nin..Nina ini bapak” sahutnya

“Hahh..bapak? i..iya pak ada apa malam-


malam telfon”

Bapak nina menyampaikan bahwa sudah


dapat izin cuti selama sebulan, dan akan dihabiskan
pulang kerumah. bapaknya juga sudah memesan
tiket pesawat, tinggal menunggu jam
keberangkatan saja. kemungkinan akan tiba
dirumah besok siang. begitu mendengar kabar
tersebut.sontak Nina pun terkaget riang berlonjak-
lonjak diatas kasur pertanda ia bahagia.sampai-
sampai Nina lupa memberi tahu ibunya karena

16
terlalu kegirangan. tiba tiba pintu kamar Nina
terbuka, setelah ditengok ternyata ibunya
yangdatang karena suara gaduh yang ditimbulkan
nina.

“Buk bapak buk…bapak….bapak besok


pulang yeayy” teriak Nina kegirangan.

Ibunya hanya tersenyum ringan mendengar


hal itu dan kembali kekamar untuk melanjutkan
tidur. esok harinya nina terbangun pagi buta karena
tak sabar bertemu bapaknya. tercium aroma bumbu
khas kare ayam kesukaan bapak.

“Pasti ibuk menyiapkan makanan untuk


bapak! Ini bukan bau gorengan…iya

bukan” gumam Nina .

Ternyata benar dugaannya.seisi meja makan


hampir penuh dengan masakan ibu. baunya sangat
lezat menggugah selera. bersamaan dengan ibu
yang masih mengoreng telur. tiba-tiba

17
handphonenya kembali berbunyi, tak tau nomor
siapa. diangkatnya telepon itu siapa tau bapak
menghubungi lewat handphone temannnya.

“Hallo dengan siapa?” Tanya Nina sambil


keheranan.

“ ini dengan agen penyalur tenaga kerja luar


negeri bu, apakah ini dengan keluarga

pak Mansur? ” jelasnya.

“i…iya pak benar saya anaknya.apakah


bapak saya sedang di perjalanan menuju rumah? ”
sahut Nina.

Agen tersebut mengatakan bahwa pesawat


yang ditumpangi bapaknya sempat mengalami
kegagalan mekanis pada dini hari pukul 04.00 di
laut jawa, kerusakan tersebut mengakibatkan
pesawat terjun bebas dengan kecepatan tinggi
sehingga membuatnya meledak sebelum masuk ke
laut.kemungkinan tubuh awak kapal dan semua

18
penumpang di pesawat tersebut telah hancur
bersamaan dengan meledaknya kapal tersebut.
karena timsar hanya ditemukan cacahan daging
yang mengambang dilaut. jantung Nina berdegup
kencang. tatkala mendengar kabar itu, Nina terdiam
mematung. badannya lemas tak bertenaga,
wajahnya pucat bagaikan mayat. ibu yang melihat
Nina bingung dengan apa yang terjadi padannya.

Tak lama kemudian terdengar suara radio


yang diputar adik yang menayangkan berita
pesawat jatuh persis seperti apa yang diberitahukan
agen penyalur tersebut kepada Nina. mendengar itu
ibu sontak meminta Nina menjelaskan apa yang
terjadi.

“Nina! Bapak gimana nin?Bapak baik baik


saja kan?jawab pertanyaan ibu Nina! ” Tanya ibu
dengan nada tinggi dan mata melotot.

Mata Nina tertuju pada foto Bapak yang


terpasang didinding dapur. Tak kuasa hati nina

19
menyaksikan raut muka tua ibunya yang penuh
kekhawatiran. paras cantik Nina mulai basah
berlinang air mata yang sudah tak terbendung sejak
tadi.

“Buk…itu pesawat yang yang dinaiki


Bapak. B..Ba..Bapak termasuk daftar korban
pesawat itu, kemungkinan tak ada manusia selamat
dalam tragedi itu huhuuuuu”. jelasnya dengan nada
menahan isak.

Ibupun pingsan seketika mendengar kabar


suaminya yang kemungkinan ikut tewas. Nina
dengan tergopoh gopoh membantu mengangkat
ibunya ke kamar dengan sekuat tenagannya diliputi
tangis yang terus mengucur.

Singkat cerita setelah acara tahlilan, ibunya


duduk termenung di kursi depan dengan tatapan
kosong. kisah hidupnya kembali seperti awal.
miskin dan tak punya apa apa. membayangkan
kehidupannya tanpa sosok seorang suami. Iakini

20
hanya mengandalkan hasil warunguntuk
penyambung hidupnya. kepiluannya tambah
menjadi memikirkan nasib anak anaknya yang
masih sekolah. Sungguh berat nasib ibu rukmini,
harus banting tulang kesanakemari mencari
rezeki.dilain itu Nina yang juga sedari tadi bingung
memikirkan nasib kedepannya. bagaimana caranya
ia bisa kuliah. sedang uangpun tak punya. Ibunya
hanya penjual gorengan. ditambah Nina adalah
seorang pengangguran. selama ini ia dan keluarga
hanya bergantung pada pendapatan almarhum
bapaknya.

Pada suatu pagi saat Nina tengah membantu


ibunya didapur membuat gorengan. terdengar suara
memanggil dari depan.

“Ninnnn….Ninaa Asssalamualaikum….”
Celetuk seseorang sembari mengetuk pintu.

“Waalaikum salam, sebentar…” Teriak


Nina berjalan dari dalam dapur.

21
Tatkala Nina membuka pintu, terlihat Dewi
sahabat baiknya datang berkunjung. dewi adalah
teman sekolah sekaligus teman curhat ketika Nina
tengah menghadapi masalah keluargannya.
kedatangan Dewi disambut hangat dengan senyum
sumringah dibibirnya. kedatangannya membuat
Nina sempat tertegun. pasalnya ini adalah
kedatangan Dewi pertama kalinya. dengan nada
ramahnya Nina mempersilahkan Dewi untuk
masuk dan menunngu sebentar sembari ia
membuatkan minuman.

Tak lama Nina muncul dari dapur belakang


membawa secangkir teh panas karena hawa
pegunungan memang sangat dingin.ia
mempersilahkan Dewi untuk meminumnya. setelah
diteguknya minuman itu.lantas tak banyak basa
basi, Dewi merogoh sesuatu dari dalam tas
mininya. dikeluarkannya sebuah kertas putih yang
terlipat rapi. dan ya..setelah dibacanya, sebuah
surat dengan cetakan tebal bertuliskan surat

22
rekomendasi Beasiswa penuh dari pemerintah yang
telah disetujui. Nina memang tergolong murid yang
unggul di sekolahnya, banyak prestasi yang telah ia
raih.jadi tak heran jika pihak sekolah
merekomendasikanya. sontak Nina yang membaca
surat tersebut mulutnya menganga seolah tak
percaya. haru bercampur sedih bergejolak menjadi
satu. disatu sisi ia bahagia karena mimpinya akan
segera terwujud. disisi lainia harus memikirkan
nasib keluargannya jika nanti ia tinggal. Ia tersadar
jika nanti banyak beban yang akan ibunya pikul.
tapi satu yang terus difikirkan nina. sebuah mimpi
yang terus menyelimuti benaknya. Ini adalah cara
nina menggapai semua cita-citanya. Ini sudah
didepan mata. tinggal selangkah lagi apa yang
menjadi mimpi Nina akan digapainnya.

Nina hanya mematung memikirkan jalan


mana yang harus ia ambil. Tak lama ibunya datang
membawakan gorengan yang baru masak untuk
mereka. Melihat anaknya duduk dengan tatapan

23
kosong tanpa suara sedikitpun. Ibunya lantas
bertanya.

“loh..nin..temennya datang kok nggak


diajak ngobrol?”. Tanya ibunya terheran sambil
menyuguhkan gorengan.

“itu yang kamu pegang kertas apa?.


Tambahnya.

Nina yang tak ingin ibunya tau berniat


membohongi ibunya bahwa itu adalah surat
pengambilan ijasah. Karena ia takut ini malah akan
membuat beban fikiran ibunya .Tapi naasnya
sebelum ia sempat berkata tiba-tiba Dewi
mengejutkan Nina dengan mengatakan bahwa itu
adalah surat rekomendasi persetujuan Beasiswa
penuh dari pemerintah yang diajukan oleh pihak
sekolah untuk Nina. ibunya yang mendengar itu
matanya langsung berwarna merah. Ibunya hanya
tersenyum kecil sambil mengelus kepala Nina dan
kemudian kembali kedapur mengambil barang

24
daganganya untuk segera ditata di warung kecilnya
tanpa berucap sepatah kata apapun. Dewi yang
sedaritadi merasa janggal akan raut muka Nina
yang mulai menunjukkan rasa khawatir langsung
meminta maaf kepada Nina.

“Nin aku minta maaf ya jika aku salah, tapi


percayalah Nin. aku hanya menginginkan yang
terbaik untukmu. cita citamu sudah didepan mata.
kamu harus membuat bangga orang tuamu terutama
bapakmu Nin. sekarang kamu tinggal
memperjuangkannya, kamu harus kuat kamu harus
yakin”. Kata Dewi.

Nina yang mendengar hal itu yang tadinya


semangatnya roboh kini kembali kokoh.
perjuannganya tak harus sampai disini. masih ada
mimpi-mimpi yang harus ia wujudkan. Dewi
tersenyum melihat raut muka Nina yang kembali
menemukan semangatnya.

25
Hari sudah semakin siang, pertanda Dewi
harus segera berpulang. terlihat Dewi yang
membereskan tas kecilnya mulai bersiap-siap
berpamitan. saat Dewi beranjak keluar dari dalam
rumah, dilihatnya ibu Nina sedang sibuk dengan
para pembelinya. Dewi hanya mengucap selamat
tinggal dan menitipkan salam saja kepada ibunya.

Tak lama kemudian terdengar suara langkah


kaki dari teras depan menuju kamar Nina“
tab…tab…tab…”. Nina yang sedang tengkurap di
kasurnya tersadar dan berbalik badan. dan ya…
sosok ibu muncul dari balik pintu kamarnya.
Ibunya perlahan berjalan dan duduk disisi kasur
nina.

“Nina… jika kamu yakin, kamu bisa ambil


Beasiswa itu. Ibu restui cita citamu. kamu inget
perjuangan bapak saat memperjuangkan
pendidikanmu, begitu berat. Ini saatnya kamu
mewujudkan impianmu. hadiahkan sesuatu yang
indah untuk bapak. Satu lagi, kamu tidak usah

26
khawatir dengan ibu dan adikmu disini. Insyaallah
hasil dari jualan gorengan ini cukup untuk biaya
hidup sehari hari”. Ucap ibu dengan nada
lembutnya.

Dalam sekejab urat mata Nina terlihat


berwarna merah mendengar perkataan ibunya.
suatu hal yang tak disangka sangka sebelumnya
perasaan haru dan dan bahagia pecah seketika
dengan rasa penuh syukur ia bersujud dikaki
ibunya dan berjanji akan menghadiahkan yang
terbaik untuk keluarganya.

Bulan demi bulan terus berganti. kini Nina


berhasil masuk di jurusan Kedokteran dambaannya.
sejauh ini Nina bisa bertahan hidup dengan
Beasiswa yang diperolehnya. dibenaknya sempat
terfikir jika ia kuliah sambil bekerja ia bisa
mengirim uang bulanan untuk ibunya, bisa jadi
ibunya akan sangat senang dan bangga kepadannya
dan ya seminggu kemudian ia melamar dan
diterima di toko hijab dekat kampusnya.gajinya

27
bisa dibilang lumayan. dan untungnya sistem kerja
toko tersebut sift, jadi Nina bisa mengambil jam
malam tanpa terlalu banyak menyita waktunya.
meskipun begitu Nina tetap harus ekstra cerdas
untuk membagi waktu agar ia tetap bisa fokus
antara bekerja, kuliah dan belajarnya sebenarnya
ibunya sempat menegur Nina agar fokus dengan
kuliah saja dan melarangnya untuk mengirim uang
kekampung halaman. tapi Nina mengabaikan hal
tersebut dan selalu berkata akan baik baik saja
untuk menenangkan hati ibunya.

Empat tahun berlalu, kini Nina telah lulus


S1 kedokteran dengan predikat cumlaude dan kini
Nina lagi-lagi mendapatkan Beasiswa penuh dari
pemerintah. Beasiswa itu ia gunakan untuk lanjut
S2 profesi Spesialis Ilmu Penyakit Dalam di
Universitas Indonesia di depok.

Kini Nina sudah tak bekerja lagi ditoko


hijab sewaktu ia kuliah S1. Tapi ia dipekerjakan
disebuah klinik kesehatan dikota depokdekat

28
kampusnya dan seperti tahun-tahun lalu uang yang
ia dapatkan sebagian disisihkan untuk dikirim ke
kampung halamannya dan sebagian ditabung. Ia
hidup hanya mengandalkan uang dari Beasiswanya.

Singkat cerita Nina berhasil lulus ujian


sertifikasi, itu artinya sebentar lagi Nina akan
diwisuda dengan gelar Sp. Pd. . Ini artinya apa
yang diimpi impikannya sedari dulu akan segera
terwujud. mimpi Nina kini bukan hanya sekedar
angan dalam khayalan belaka. mimpi ini bukan
hanya dipersembahkan untuk dirinya ataupun ibu
dan adiknya, tetapi dipersembahkan khusus untuk
almarhum ayahnya tercinta yang sudah berjuang
memberikan fasilitas pendidikan untuk Nina
walaupun nyawa sebagai taruhannya.

Pada suatu pagi seperti biasa ibu Nina


selalu membuat gorengan untuk di jual
diwarungya. Ketika ia sedang menata dagangannya
terdengar suara yang tak asing baginya.
“Kring…..kring…..kring……” suara

29
handphonenya berbunyi. awalnya ia enggan untuk
mengangkatnya karena berfikir yang menelfon
adalah teman teman usil adik Nina. karena
beberapa minggu ini seringkali tejadi hal-hal
seperti itu, jadi ibunya bersikap cuek. alasan
lainnya, Nina tidak pernah menelfon ibunya
diwaktu pagi, namun telfon tetap berbunyi hingga 5
kali yang membuat ibunya jengkel hingga ia
memutuskan untuk mengambil handphonennya
didalam tas wadah uangnya. dan ternyata setelah di
lihat, ternyata Nina yang sudah menelfon berulang
kali. diangkatnya telfon itu dan….

“ Buk… ibuk dimana sih? ditelfon berulang


kali ga dijawab? warung ibu rame ya? ”. Tanya
Nina

“ maafin ibuk ya Nin, tadi ibuk kira yang


nelfon temen adik kamu, beberapa hari ini
temannya sering begitu” Jelas ibuk.

30
Nina lantas menjelaskan tujuannya
menelfon pagi pagi buta. Ia memberitahukan
bahwa Nina akan segera diwisuda. Nina meminta
ibunya untuk datang di acara wisudannya besok.
Nina juga sudah membooking sebuah travel untuk
menjemput ibunnya sungguh senang hati ibunya
mendengar bahwa anaknya akan segera lulus tak
dia sangka ia berhasil menemani putrinya hingga
ia meraih cita citanya isak haru ibunya mulai
menjadi. ia masih tak sadar dengan apa yang ia
dengar. Saking senangnya ibunya membagi-
bagikan jualannya kepada warga desa sebagai
lambang terimakasihnya kepada tuhan.

Esok harinya ibunya tengah bersiap siap


untuk berangkat kekampus Nina, ia memakai baju
kebaya yang ia beli dari uang yang bulan lalu Nina
kirimkan. ibu Nina terlihat sangat cantik dengan
balutan kebaya khas sunda dengan warna merah
marun seakan menambah keglamorannya.adiknya
tidak bisa hadir karena masih mengikuti ujian

31
kenaikan kelas. alhasil ibunya hanya berangkat
seorang diri. “tiiiiin…tiiiiin…” suara klanson
berbunyi cukup keras dari luar. bunyi itu seakan
mengingatkan kembali sewaktu suaminya hendak
pergi merantau. memang sungguh menyesakkan
jika diingat lagi.

Sudah satu jam lebih ibunya didalam


perjalanan. Iabaru saja memasuki kawasan kota
depok dan sebentar lagi tiba di kampus Nina. Nina
dengan balutan gaun kebaya modern hitam dan topi
toga yang dicengkeramnya tengah menunggu
kedatangan ibunya didekat gerbang depan
kampusnya. Ia hanya ingin masuk kedalam gedung
digandeng bersama dengan ibunnya. Ninayang
sudah menunggu kedatangan ibunya di pinggir
jalan mulai khawatir jika ibunya sampai terlambat.
kegelisahan Nina sempat memuncak ketika
telfonnya berkali kali tak dijawab oleh ibunya.
Padahal sebenarnya handphone ibunya tertinggal

32
didalam rumah karena terburu-buru saat travelnya
sudah datang.

Rasa khawatir Nina mulai menjadi tatkala


acara sudah dimulai. Ia takut terjadi apa apa
teradap ibunnya. berulangkali ia mondar mandir
menyeberang jalan raya kesana kemari sampai
seorang penjaga lalu lintas khawatir jika suatu
waktu ia tertabrak. tiba tiba dari seberang jalan
terlihat sebuah travelbertuliskan nomor plat dari
kotannya. dari ujung jalan Nina memastikan dan
berharap itu adalah travel yang ditumpangi
ibunnya. dan ya… terlihat sesosok perempuan
keluar dari dalam mobil tersebut. Nina yang
mengetahui bahwa itu ibunya sontak lari
menghampiri ibunya.

Saat ia berlari menyeberang jalan, ia sama


sekali tak menghiraukan jalanan yang begitu
ramainnya. pandangannya hanya tertuju pada
ibunya. ibunya yang melihat kedatangan Nina
sempat berteriak untuk menunggu disitu saja. tak

33
sepatah katapun ia hiraukannya. Ia terus berlari dan
berlari hingga “BRUAKK” sebuah motor dengan
laju kecepatan tinggi menghantam badan Nina.
tubuhnya terpental ke bahu jalan. luka dikepalanya
membuat darah segarnya terus mengucur dijalanan.
Ibunya yang melihat kejadian tersebut sontak
menjerit memanggil nama Nina. ia berlari sekuat
tenaga dengan kaki rentannya menemui Nina.
diangkatnya tubuh anaknya yang setengah tersadar
itu. Ibunya yang tak tega terus saja menangisi putri
satu satunya.

Kala kejadian itu Nina yang masih sempat


tersadar dengan nafas yang tak beraturan. dadanya
berdegup kencang dengan muka yang mulai
memucat lemas. diambilnya topi toga yang masih
dicengkeramnya dan diangkatnya kesisi langit.

“ibu, kini kau menjadi saksi bisu


perjuanganku. Lihatlah buk,anakmu sudah
menggapai semua mimpinya.topi ini sebagai tanda
tercapainnya semua angan dan citaku. aku senang

34
bu, dan aku berterimakasih kepadamu dan kepada
almarhum bapak. tanpa jasa kalian aku takkan
pernah menginjakkan kakiku sampai disini”. Ucap
Nina serambi mengangkat topi wisudannya.

“ibu… apa nina boleh memeluk ibu?” .


imbuhnya dengan nada memelas.

Ibunya menganguk dan dipeluklah tubuh


anaknya yang sudah tak berdaya itu. Baju indahnya
kini telah bercampur dengan noda darah Nina yang
terus mengucur. desah-desah nafas anaknya kini
sudah tak terdengar lagi. apa itu tandannya?
dilepaskannnya pelukan itu danmalang bukana
kepalang. kenyataan tak dapat ditolak. ternyata
Nina sudah menghembuskan nafas
terakhirnya.terlihat wajah Nina dengan mata yang
menutup dan bibir tersenyum tipis.

“Nina! kamu telah mendapatkan mimpimu.


kamu berhasil nak. kamu hebat. dan ibu bangga
kepadamu. Jika takdir telah siap menjemputmu. Ibu

35
ikhlas, ibu siap mengiringi kepergianmu.kini
Kamusudah tak merasakan sakit lagi nak.
berbahagialah kamu bersama bintang bintang
disurga. Temui bapakmu. bilang padannya kamu
telah berhasil membanggakan ibumu”. Ucap
ibunnya dengan nada sesenggukan.

Singkat cerita setelah sepeninggalan Nina.


ibunnya hanya hidup berdua bersama adik Nina
mengandalkan penjualan gorengan. hanya piala dan
medali prestasi Nina sebagai pelipur lara
kepedihannya. ya… walaupun Nina tak berhasil
menikmati buah hasil cita citanya, tetapi ia bisa
mengukir secercak mimpi untuk keluargannya.

36
Biografi Penulis

Angelina Zufitri atau biasa disapa angel. tercatat


sebagai mahasiswa aktif jurusan psikologi islam
semester empat fakultas ushuluddin adab dan
dakwah di IAIN Tulungagung.iaterlahir sebagai
anak pertama pada 25 April 2001. Saat ini ia
berdomisili di Blitar kota patria. Untuk terhubung
ke penulis silahkan mengirim email :
angelinazufitri@gmail.com

37
PERI PENDIDIKAN

By: Ika Tirta

Pagi indah nan cerah membangunkan


semangat Lili untuk memulai propesi barunya. Pagi
ini hari yang sangat ditunggu olehnya akhirnya ia
dapat menjadi guru tetap di suatu daerah. Dengan
penuh semangat iatancapkan mobil sedan kunonya
menuju daerah tersebut, di sebuah pinggiran kota
besar ada satu perkampungan tunawisma yang
mana disinilah nantinya Lili akan mulai pekerjaan
barunya. Saat memasuki pemukiman yang semakin
lama semakin terlihat sangat kumuh bahkan rumah-
rumah disana terbuat dari kardus Lili mulai terkejut
dengan apa yang dilihatnya. Setelah mencari
sedikit lama akhirnya Lili menemukan bangunan
usang berlumut yang kumuh dengan lambng Tut
Wuri Handayani di depannya. Belum lagi Lili
terkejut dengan apa yang ia lihat, datang seorang

38
guru lama yang menyapanya dengan penuh
semangat. Guru lama tersebut menyapanya dengan
riang lalu memberikan kunci kelasnya dan segera
pergi. Kepergian guru itu membuat Lili tersadar
bahwa guru itu orang paling bahagia hari ini karena
terbebas dari tempat ini. Ada penyesalan yang
dalam di lubuk hati Lili dengan apa yang ia
harapkan, namun penyesalan itu sirna setelah Lili
mengembalikan niatnya yakni menjadi secercah
harapan untuk pendidikan bangsa.

Hari pertama di tempat itu Lili habiskan


untuk menata meja dan memilah buku usang yang
sebagian masih bisa terpakai.Ditengah
pekerjaannya ada seorang bapak tua yang
menertawainya dan berkata “Mau sampai kapan
kalian memperjuangkan kemustahilan tentang
tempat ini, sekolah tak akan menjadikan kami
bertahan hidup bahkan para anak-anak disini lebih
membutuhkan uang dari pada ilmu yang kau
bawa.” Lili sedikit terkejut dengan perkataan pak

39
tua, ia hanya berusaha tersenyum dan menjawab
“Lalu, jika ilmu yang kubawakan ini adalah jalan
mencari uang, apakah kalian tetap menolak?” Pak
tua itupun menjawab “Ah, omong kosong apa itu,
ilmumu akan banyak menyita waktu anak kami dan
itu menunda mereka untuk mendapatkan
uang.Sudahlah lebih baik kau menyerah sekolah ini
akan menjadi kenangan belaka takkan ada murid
yang pintar disini”.Dengan muka masam pak tua
meninggalkan Lili. Lili yang ditinggalkan oleh pak
tua itupun semakin bertekad, walau penuh dengan
ketidak yakinan ia akan mencoba membuktikan
bahwa ia bisa menjadikan anak-anak disini sama
dengan anak-anak lain di kota besar yang berhak
mendapatkan ilmu pendidikan.

Keesokkan hari tiba dengan semangat yang


sangat menggebu Lili berangkat mengajar
membawa beberapa buku, seampainya di kelas ia
menemukan semua murid telah berada di kelas. Lili
mulai memperkenalkan diri, namun emua

40
mengacukannya bahkan ada seorang murid yang
menanyainya “Baiklah bu, jam berapa waktu
sekolah ini berakhir aku harus mengamen untuk
makan malamku nanti”. Lili menjawab dengan
lembut “Sabar sayang, kita belum memulai mari
jangan terburu-buru”. Ketika Lili akan memulai
pelajaran sesaat itu datang seorang ibu yang sangat
marah, ia menarik putrinya dengan kasar sambil
berkata “Kamu ini anak nakal, buat apa kamu
kesini?,sudah ku bilang sekolah ini hanya menyita
waktumu bekerja”. Sang anakpun menjawab
“Maafkan aku ibu, aku hanya ingin mengikuti
teman-teman, aku ingin membaca dan menulis
belajar agar aku bisa seperti bu guru”.Sang ibu
semakin marah dan menyeret anak itu pergi tanpa
mempedulikan Lili yang menghalanginya
jalannya.Lili hanya bisa bersabar, lalu memulai
kembali pelajaran.Ia mengalami kesulitan karena
buku-buku yang dibawanya ternyata tidak cocok
untuk sekarang, yang mana para anak-anak disini

41
sama sekali bbelum bisa membaca dan ia kesulitan
mengajari satu persatu Karena anak-anak memiliki
umur yang berbeda. Jadi hari itu Lili hanya mengisi
pertemuan pertama dengan perkenalan. Setelah
pulang sekolah Lili menyadari betapa sulitnya
keadaanya saat ini selain menghadapi orang tua
yang tidak percaya bahwa sekolah itu penting,
anak-anak yang belum bisa apa-apa serta fasilitas
yang tidak mendukung membuatnya merasa ini
begitu berat.

Sepulang dari sekolah itu Lili mengambil


beberapa foto dan menuju ke dinas pendidikan
terdekt untuk meminta bebrapa fasilitas, namun hal
ini ditolak oleh dinas krena mereka menganggap
bantuan uang sudah pernah diberikan pada sekolah
ini beberapa saat lalu. Hal ini membuat Lili
kebingungan dan bertanya-tanya kemana uang itu
pergi. Namun, Lili tak bisa berlama-lama
memikirnya sesampainya dirumah Lili langsung
mengambil buku rekening bank tabungannya, ia

42
pun pergi ke bank dan mengambil semua
tabungannya. Setelah itu lili pergi ke toko
perlengkapan sekolah membeli beberapa
perlengkapan serta tak lupa ia mampir ke toko cat
untuk membeli cat warna-arni karena seingatnya
dinding sekolah itu sangat kumuh dan sudah mulai
rapuh. Hal ini lakukan semata-mata untuk
memperbaiki sekolah itu dan ia berkeyakinan
dengan menjadikan kelas tempat yang layak untuk
belajar aakan memotivasi para siswa untuk lebih
giat belajar.

Keesokan harinya Lili membawa apa yang


ia beli kesekolah dan meminta anak-anak
membantunya. Saat semua sedang sibuk untuk
mendekorasi kelas seorang kakek tua datang dan
menawarkan bantuan mengecat ruangan. Ternyata
sang kakek adalah seorang pelukis dulunya, sang
kakek pun mengecat ruangaan dengan sangat cantik
dan membuat anak-anak sangat suka dan bertepuk
tangan gembira. Sehabis mendekorasi ruangan Lili

43
membelikan cemilan untuk mengisi isstirahat dan
ia mulai mengobrol dengan kakek itu. “Aku merasa
bahagia akhirnya ada peri baik sepertimu yang mau
membantu anak-anak disini.Tidak tinggal diam
dengan keadaan sekolah ini”. Ujar sang kakek pada
Lili, Hal ini membuat Lili sangat bahagia lalu
tersenyum kecil dan bertanya pada sang kakek
“Aku hanya melakukan tugasku sebagai manusia
yang harus saling membantu kek, lalu apakah aku
boleh tau apakah kakek berkenan membantuku?”.
Sang kakek menjawab “Apapun yang bisa
kuperbuat untukmu akan kuberikan, namun
beginilah keadaanku aku hanya kakek tua yang tak
punya apa-apa?”.Lili tersenyum dan meraih kedua
tangan kakek lalu berkata “Kakek punya sesuatu
yang sangat menakjubkan, bantulah aku di kelas ini
sebagai guru seni untuk anak-anak.Karena ku yakin
kakek adalah seorang pelukis terbaik bagi mereka”.
Sang kakek sedikit ragu, namun dengan sedikit

44
desakan dari Lili sang kakekpun mengiyakan
permintaanya.

Keesokan harinya Lili kembali mengajar di


kelas itu dengan membawakan anak-anak sarapan
dan memulai pelajaran. Lili mulai memulai
pelajaran dengan meminta anak-anak untuk
menjelaskan arti kata hormat, Semua siswa sangat
antusias untuk menjawab salah satunya Kila anak
berumur 12 tahun itu menjawab dengan jawaban
yang memilukan “Hormat bagi kami adalah
kemustahilan bu, dimana tak ada satupun orang
kaya yang mau menghormati kami, bahkan aku
berkali-kali diusir dari supermarket karena
dianggap pencuri. Padahal aku hanya ingin
membeli sesuatu, orang tua ku juga tak pernah di
hormati oleh majikannya”. Jawaban ini membuat
Lili membeku hampir menangis, dengan sekuat
tenaga menahan air mata Lili menghapiri anak itu
lalu berkata “Tidak ada yang mustahil bagi orang-
orang yang mau berjuang sayang, jangan

45
mengharapkan hormat dari merek tpi tunjukkanlah
bahwa kamu pantas dihormati dengan menjadi
pintar dan mengalahkan mereka. Untuk saat ini kita
bisa Saling menghormati tidak harus
mengharapkan orang-orang kaya itu”.Mendengar
itu anak-anak pun bersemangat dan terus belajar.

Semua usaha yang Lili lakukan tak sia-sia,


walau di lain sisi Lili selalu di tertawakan keluarga
dan teman-temannya akan kebodohannya bertahan
di tempat kumuh itu dengan gajinya yang tak
seberapa, namun ia masih memiliki Jaka kekasih
Lili yang selalu menyemangatinya. Hari-hari
berlalu dengan baik disekolah Lili mengajarkan
banyak ilmu pengetahuan pada anak-anak dan
kakek tua membantu mengajar seni pada anak-
anak, hingga akhirnya jaka pun meminta Lili untuk
membiarkannya mengajarkan anak-anak
olahraga.Sekolah kumuh yang awalnya tak
dipercaya para orang tua disana menjadi pusat
perhatian bagi orang tua bahkan sekarang orang tua

46
sangat bersemangat menyekolahkan anaknya
disana.Berbagai prestasi anak-anak mulai di cetak
hingga Kila sebagai seorang siswa berhasil
membawa juara satu tingkat daerah sebagai penulis
cerpen dan mendapatkan sorotan dari dinas
pendidikan. Hal ini membuat dinas pendidikan
berubah dan memberikan bantuan serta menjadikan
Lili sebagai kepala sekolah, sekarang sekolah itu
memiliki banyak guru dan beroperasi semestinya.

Sebagai seorang kepala sekolah Lili pun


diakui keluarganya dan di beri banyak pujian oleh
teman-temannya, namun itu semua bukanlah apa-
apa baginya karena hal terbesar akan
pencapaiannya adalah kepuasan berbagi yang ia
lakukan. Apa yang ia korbankan dulu bukanlah
apa-apa dari apa yang ia capai sekarang, baginya
menjadikaan sekolah ini beroperasi sebagai mana
mestinya dan mengubah pola pikir para orang-
orang tentag pentinya pendidikan menjadikan Lili
sangat bangga pada dirinya. Saat ini Lili adalah

47
salah satu peri kecil yang mengajarkan kita, bahwa
hidup adalah sebuah ilmu pendidikan ketika kita
ingin dianggap ada dan dihormati kita harus belajar
untuk mendapatkannya bukan hanya mengikutu
arus kehidupan dan menerima nasib yang ada.Kita
bisa berusaha dan memperjuangkan kehidupan ini
untuk kita genggam dan miliki karena kehidupan
adalah ilmu yang nyata bagi kita.

48
Biografi Penulis

Ika tirta sakilah sebuah nama penuh anugrah bagi


pemiliknya, Tirta yang berarti air membuatnya
mengalir dalam kehidupan ini sesuai panggilannya.
Ia adalah putri sulung buah dari seorang buruh tani
dan ibu rumah tangga. Tak ada yang special
tentang, ia hanyalah seorang putri yang lahir di
kota pinang (Jambi) pada 03 Septemer 2000. Dan
sekarang ia menjadi perantau ditanah jawa sebagai
mahasiswa BIDIKMISI di IAIN Tulungagung. Ia
tak pernah putus untuk bermimpi walau ia sadari
mimpinya tak akan pernah tetap dan akan terus

49
tenggelam, namun setidaknya ia pernah membaca
bahwa mimpi itu terukir pada dirinya. Perjuangan
sekecil apapun baginya bukanlah harapan untuk
sebuah hasil, ia hanya percaya bahwa apa yang ia
lakukan selalu berguna bagi orang lain. Tujuan
hidupnya hanyalah berbagi karena ia yakin sebaik-
baiknya manusia adalah orang yang berguna untuk
sesama.

50
KELASKU
By: AfifaturRohmah

(Kring…kring...kring) Alarm jam berbunyi. Jam


menunjukkan pukul 06.00 pagi yang menandakan
bahwa aku harus siap-siap untuk pergi kesekolah.
Namaku Resa, aku berusia 17 tahun.
Akusiswijurusan IPS kelas 11 SMA Cemara (SMA
khusus wanita). Aku berbagi tempat duduk dengan
Lala. Ia merupakan anak yang santun, dermawan,
dan rendah hati.
Suatu hari, kami diberi tugas prakarya untuk
membuat kerajinan dari stik. Oleh karena itu, kami
diharuskan untuk membuat kelompok dengan
beranggotakan tiga siswa. Tentu saja, aku selalu
bersama Lala. Karena kurang satu anggota, Lala
mengajak Fani untuk ikut kekelompok kami. Lala
merasa kasihan kepadaFani, karena ia merupakan
anak yang sangat pendiam dan sulit bersosialisasi.
Fani pun langsung mengiyakan tawaran dari Lala.

51
Fani ialah anak yang misterius, dingin, dan
terkesan aneh. Meskipun begitu, ia anak yang
pintar, bahkan mungkin ia lebih pintar dari si
Nanda (peringkat pertama di kelas). Aku bisa
menilainya seperti itu sebab dalam kerja kelompok
ia selalu memberikan ide-ide yang cemerlang. Aku
bingung kenapa ia menutupi kepintarannya.
"Fani, ide yang kamu berikan sangatlah hebat.
Kenapa kamu tidak menunjukkan kemampuanmu?"
Celetukku.
"Ya, betul kenapa kamu selalu diam?" Ujar Lala.
Fani hanya tersenyum lembut menatap kami.
Di lain sisi ada anggota kelompok sebelah yang
hanya bermain-main dan selalu cari perhatian sana-
sini, ialah Sarah. Ia merupakan anak yang sering
membuat ribut dan suka cari masalah. Kelompok
itu sangat berisik sehingga mereka dimarahi Bu
Riska.
(Seminggu kemudian) Kerajinan prakarya mulai
melakukan tahap lima sebelum finishing dan

52
rencana akan dikumpulkan Minggu depan. Aku,
Lala, dan Fani mulai merakit miniature rumah
bagian atapnya. Kami melakukannya dengan penuh
ketelitian dan ketekunan. Begitu juga dengan
kelompok lain yang melakukan hal yang hampir
serupa. Saat berjalan kemeja belakang untuk
mengambil lem, Lala tidak sengaja menabrak Sarah
yang sedang membawa minuman sehingga tumpah
kebajunya.
"Sialan! Kalau jalan lihat-lihat!" Bentak Sarah.
"Maaf aku tidak sengaja" ungkap penuh sesal Lala.
Krakkk… Sarah mematahkan stik milik kelompok
lain dan timbullah kegaduhan.
"Kenapa kau mematahkan stik milik kelompok
kami?" Ujar Nanda.
"Apa! Mau protes! Sini aku hancurin semua
kerajinan kalian!" Tegas Sarah.
Sarah yang kesal langsung pergi keluar kelas. Kami
sekelas hanya menggelengkan kepala melihat
kelakuan Sarah yang meresahkan.

53
Keesokan harinya aku dating pagi-pagi sekali
dikarenakan ada jadwal piket. Betapa terkejutnya
aku ketika melihat kerajinan prakarya kami begitu
berantakan dengan kerusakan yang parah. Bukan
hanya satu atau dua kelompok, melainkan kerajinan
semua kelompok yang ada di kelas. Peristiwa
tersebut mengejutkan satu sekolah sehingga kelas
kami dilakukan investigasi.
Satu kelas kami langsung mencurigai Sarah
karena ucapan kemarin. Desas-desus pun tak dapat
dipungkiri mengenai Sarah. Sarah pun dipanggil di
ruang BK untuk diinvestasi. Sarah diberi beberapa
pertanyaan dari Bu Yani (guru BK).
"Apakah kamu benar kemarin mengatakan ucapan
yang dikatakan Nanda? Tanya Bu Yani.
"Benar Bu, tapi yang merusak kerajinan itu bukan
saya" jawab Sarah dengan raut muka ketakutan.
"Kata Nanda kemarin kamu ikut voli ya? Lalu
kamu memilih pulang lebih akhir dari anggota voli
lainnya?" Ujar Bu Yani.

54
"Memang iya, saya pulang lebih akhir untuk ganti
baju. Tolong Bu Yani itu bukan saya". Jawab Sarah
dengan penuh kepasrahan.
Ucapan Sarah kemarin dan pulang lebih akhir
mempertegas dugaan ku kalau tersangka dibalik
kekacauan ini ialah Sarah. Akan tetapi, kenapa
Sarah tidak mengakui kesalahannya. Itukan Sarah
jadi wajar saja kalau dia tidak mengaku, pikirku.
Jam menunjukkan pukul 14.00 yang
menandakan sekolah telah usai. Kami sekelas
memutuskan untuk langsung pulang atau
meninggalkan sekolah. Begitu juga aku dan Lala
langsung pulang rumah kami masing-masing.
Sesampainya di rumah, aku baru ingat kalau ada
catatan tugasku tertinggal sehingga mengharuskan
ku untuk kembali kesekolah. Aku kembali
kesekolah dengan terburu-buru. Setelah sampai
kesekolah aku langsung berlari menuju kelasku.
Betapa kagetnya aku melihat seorang siswi yang
sedang menggenggam stik kerajinan dengan niat

55
membantingnya. Mengejutkan lagi ketika aku
melangkah lebih dekat kepada siswi itu dan
mengetahui bahwa dia ialah Fani.
"Fani?" Ucapku dengan penuh keheranan.
"Oh..ada apa? Jawabnya dengan santai.
" Jadi yang merusak kerajinan prakarya itu kamu?"
Tanyaku.
"Iya" jawab Fani.
"Kenapa?" Ujarku.
"Kenapa! Aku melakukan ini karena aku muak
dengan kalian. Aku benci kalian semua. Kalian
yang tidak menganggapku bagian dari kelas ini.
Kalian yang selalu memanfaatkanku. Sebenarnya
aku ingin marah ke kalian, tetapi aku tidak bisa.
Aku lebih memilih diam-diam untuk membalas
dendam kepada kalian semua. Aku ingin melihat
kalian tersiksa. Aku ingin melihat kalian menderita.
Aku ingin keburukan menimpa kalian." Ungkap
Fani dengan penuh kemarahan.

56
Mendengar hal itu aku langsung terdiam. Aku
merasa bersalah kepada diriku sendiri karena tidak
mengerti masalah Fani yang sesungguhnya.
Ternyata Fani memendam semua kemarahan
kepada kami. Aku pernah melihat Fani selalu
menawarkan untuk mengerjakan tugas makalah
ketika ada tugas kelompok. Jadi ini salah satu alas
an Fani merasa dimanfaatkan. Aku tidak tahu apa
yang harus kukatakan kepada Fani yang sekarang
ini ada di depanku.
"Sekarang kamu sudah tahu pelaku pengrusakan
ini." Cetus Fani sambil melangkah pergi.
Aku segera mengambil catatan tugasku dan
langsung pulang. Di tengah perjalanan aku masih
memikirkan Fani. Sebegitu marahnya Fani kepada
kami sampai merusak kerajinan prakarya kami.
Keesokan harinya aku berangkat sekolah seperti
biasa. Kegiatan belajar mengajar juga tidak
adamasalah. Akan tetapi, investigasi mengenai
pengrusakan kerajinan prakarya masih tetap

57
berlanjut. Aku melihat Fani sedang mengerjakan
tugas seperti biasa dan terkesan tidak ada apa-apa.
Sampai saat ini pelaku yang sebenarnya belum
diketahui. Aku memilih untuk tidak memberitahu
pelaku pengrusakan kerajinan prakarya dan
bertingkah seperti biasanya. Walaupun kasus ini
belum selesai, bukti-bukti yang kuat tertuju pada
Sarah sehingga semua orang percaya bahwa pelaku
dari kasus ini ialah Sarah.

58
BiografiPenulis

Afifatur Rohmah merupakan penulis cerpen yang


berjudul kelasku. Ia lahir pada tanggal 13 Februari
2001. Ia merupakan anak dari kedua dari dua
bersaudara. Sejak kecil ia sering mendengarkan
cerita dongeng dari ayahnya. Oleh karena itu, ia
sering berimajinasi mengenai cerita-cerita yang ia
dengar atau baca. Beranjak remaja ia mulai
menuangkan imajinasi nya dengan bentuk tulisan.
Ia juga bersemangat untuk mengerjakan tugas yang
berkaitan dengan tulisan baik itu cerita pendek atau
puisi. Saat menginjak jenjang perkuliahan ia mulai

59
untuk mengikuti kompetisi cerita pendek "The
World As Real Education". Dengan mengikuti ini,
ia berharap untuk bisa termotivasi untuk semangat
mengembangkan bakatnya. Ia juga menginginkan
menjadi penulis yang hebat dan sukses di masa
depan.

60
KESAKSIAN TIGA LUWUK

By: Muhammad Rifki Wahyu Eka

Matahari begitu terik. Dari kejauhan,


seorang Bapak tua berjalan dengan langsam
menggunakan gayungnya. Langkahnya terseok-
seok dan berakhir di depan penjual sayur yang
kumuh. Ia memilih tiga ikat sayur kangkung dan
membayarnya dengan tiga ekor ikan hasil
tangkapannya di kali. Sang penjual mengamati
Bapak itu. Ia berkali-kali menggerakkan tangan
kanannya ke atas dan ke bawah di depannya. Tetapi
perasaan heran tak ia hiraukan lebih jauh. Sebab,
dia sudah mendapatkan bayaran dari hasil jualan
kangkungnya.

Sepulangnya dari tempat dimana orang


menggantungkan harapan, Bapak tua itu memasak.
Segenap dayanya ia kerahkan. Maklum, ia sudah
terlalu berumur untuk melakukan pekerjaan itu.

61
Saat ia mengingat tentang usianya yang tidak lagi
belia, ia segera berjalan ke arah selatan. Kali ini,
ritme kakinya sedikit cepat. Buru-buru ia
menyingkap ruangan bertabir hitam. Sebuah
ruangan yang kelam meskipun mentari sedang
bersinar terang. Ia memasuki ruangan itu.
Pikirannya berkutat pada tiga buah candrasa
Luwuk. Ia ingat bahwa benda itu adalah pemberian
dari kakeknya, Ki Luwuk. Tidak sembarang orang
bisa menyandangnya. Hanya lapisan bangsawan
dan kesatria saja. Tapi, usianya sudah cukup lanjut
jika harus terus menyimpan benda itu. Ia
mengambil sebuah kotak kusam dan usang. Saat
kotak itu dibuka, sebuah cahaya menyambar seperti
kilat. Mendadak ruangan itu berubah terang.
Diambilnya tiga buah candrasa dari kotaknya.

Ketika menyingkap candrasa pertama dari


sarungnya, tampak logam yang mengkilat dan
tajam. Kemudian ia menjawatnya. Mulutnya
merapalkan beberapa kata. Sedetik kemudian,

62
logam tersebut berkarat, tumpul, dan sangat tampak
ketidakgunaannya. Kejadian tersebut terus berulang
hingga candrasa ketiga. Ia menyerahkan candrasa
itu kepada ketiga bocah lelaki yang sedari kecil ia
asuh.

“Le1, ini candrasa luwuk. Sebelum belajar


pagi dan malam, asah dan berlatihlah bermain
dengannya,” perintah Bapak tua itu.

“Inggih, Guru,”2 kata mereka bertiga seakan


membuat sebuah ikrar kepatuhan.

Keesokan harinya, ketika mentari mulai


menyapa buana, Adiwongso dan Adiguno
menjawati candrasa itu. Adinoto hanya melihat
kedua saudaranya. Salah satu dari mereka
membuka sarung candrasa itu. Ia menggeleng tak
percaya dengan logam karatan setebal kayu pohon
ketela itu. Bungkusnya terlihat sangat menawan,

1
Kepanjangan dari Thole. Merupakan sebuah
panggilan untuk seorang anak laki-laki di Jawa.
2
Baik, Guru.

63
tapi tidak dengan dalamnya. Sebuah perbedaan
yang kentara. Sedangkan Wongso nampak bingung
dengan perintah gurunya yang dianggapnya
nyeleneh. Hanya Noto -bocah yang lebih tua dari
keduanya- yang tampaknya berpikit keras. Ia ragu,
untuk apa benda ini, kenapa harus tumpul jika
akhirnya akan digunakan, padahal kita bertiga
sudah besar dan mampu menggunakannya, dan
kenapa hanya untuk bermain. Dan kenapa tidak
diajari langsung oleh Guru. Padahal Guru bisa
semua hal. Bahkan ia bisa menjadi juru tanak
untuk masakan kita sehari-hari? Ada apa?
Kesempatan pertama menjalankan titah Sang Guru
hanya digunakan mereka untuk membolak-balikkan
candrasa itu. Mereka bertanya-tanya untuk apa
logam tumpul itu. Kesempatan belajar itu
mengkristal dan berbuah kegaliban.

“To, So, Kok aku mikir kalau Guru itu ingin


dilindungi ya?” sambil memakan buah mangga
hasil panjatannya. Kemudian ia meneruskan, “Guru

64
itu kan buta dan congek. Kalau cuman gelut3, aku
pinter. Aku juga tidak keberatan kalau disuruh
melindungi Guru. Jadi, nggak perlu belajar dengan
candrasa tumpul itu. Menghabiskan waktu saja.”

“Gundhulmu, jangan ngawur kamu.”


Wangso menjitak kepala Guno.

“Aduh, sakit So,” ia berkata seperti itu


sambil mengelus-elus kepalanya. “Enak ya jadi
guru itu.”

“Sebenarnya ini tidak baik untuk kita. Kita


diajari Guru, bahwa makna Guru itu digugu lan
ditiru,” sambung Noto dengan tetap lahap
memakan mangga.

Semua mata langsung melihat Noto.


Mereka kesal dengan kelakuan Noto.

“Lha terus kenapa kamu tetap disini makan


mangga,” kata Wongso dengan ketus.

3
Berkelahi.

65
“Aku tidak suka candrasa yang logamnya
berkarat,” sambil menatap kedua saudaranya. Ia
melanjutkan, “Aku tidak suka bermain senjata.”

Keadaan berubah hening. Semuanya diam.


Mereka memafhumi, Noto pernah punya lakon
dengan senjata. Ia pernah nyaris mati karena
dilukai dengan sebuah benda seperti dodong.
Bahkan, ia kehilangan empat jari tangan kirinya.
Meskipun itu bukan dodong, meskipun itu sebuah
candrasa yang berkarat, ia kukuh tidak mau
menjawatnya. Semua senjata itu sama menurut
Noto. Semuanya mengingatkannya akan rasa sakit
yang amat.

Sementara bocah bertiga sibuk


menggunjingi gurunya, gurunya justru sedang
berada di sebuah ruangan yang sempit dan gelap.
Ruangan itu ada di sebelah timur dari ruangan
ketika Bapak tua mengambil candrasa itu. Di
dalamnya sudah tergelar karpet tipis yang
pinggirannya sudah termakan rayap. Bapak tua itu

66
duduk bersila. Ia terlihat berpikir keras. Jari-jari
tangan kanannya menari-nari. Ia bergumam lirih
No, So, Guno. Slamet, Le. Beberapa detik setelah
itu, matanya ditutup. Ruangan yang sudah gelap
kian gulita. Kedua tangannya di naikkan dan
disatukan. Ia memasuki buana yang tidak bisa
dimengerti oleh manusia biasa. Dalam
pertapaannya, terlihat pipinya basah.

Rutinitas Bapak tua itu tidak lama. Ia lantas


keluar ruangan menuju tempat belajar anaknya.
Dengan langkah tertatih-tatih, Ia juga membawakan
makanan untuk tiga anak didiknya. Biasanya,
bocah-bocah akan makan setelah jam pelajaran
selesai.

***

“Ilmu iku koyo banyu, Le,”4 terang sang


guru pada muridnya.

4
Ilmu itu seperti air, Le.

67
Kemudian, gurunya bangkit dari
peraduannya dan berjalan, memandangi ketiga
bocah itu. Tatapannya dalam, ganal tatapan seorang
bapak kepada anaknya. Jika definisi Bapak adalah
yang merawat, membesarkan, mendoakan,
mencurahkan kasih sayang untuk anaknya, maka
memang dia adalah Bapak dari ketiga bocah itu. Ia
melanjutkan,

“Air itu tidak akan pernah menginginkan


ikan, belut, tanaman dan khalayak di sekitarnya
mati. Sekalipun ia likat, ia tetap ingin menghidupi
sesuatu yang bisa hidup. Jika memang keruh, ia
akan diam untuk menunggu jernihnya. Atau ia akan
terus mengalir mencari sumber air yang lebih besar,
yang lebih segar, agar bisa tetap hidup dan
menghidupi ikan dan mahkluk hidup di dalamnya.
Jika ia blumbang5, ia tetap ingin membasahi tanah.
Kemudian tanah yang basah akan mampu

5
Sebuah kubangan air yang tidak bermuara, tidak
juga dalam, dan biasanya berwarna keruh.

68
menghidupi tanaman. Dan tanaman akan hidup,
berbuah, bertunas, dan nanti kita makan. Semua itu
karena air, Le.”

Bocah-bocah mengangguk seakan mengerti


filosofi dari gurunya. Berbeda dengan Noto. Ia
berpikir keras, mencari maksud dari Bapaknya. Ia
yang paling mampu meresapi kejadian-kejadian
saat ia bersama gurunya.

Suatu hari, gurunya telah berpamitan


kepada tiga bocah itu. Ia hendak meninggalkan
rumah selama satu pekan. Mereka tidak merasa
curiga. Tidak juga merasa khawatir dengan
keadaan gurunya. Tetapi, seperti tahu dimana
gurunya, Noto yang tinggi, gempal dan berisi
berniat mencari gurunya. Ia berjalan ke bukit. Dari
bukit yang menurutnya sudah tinggi, ia melihat
gurunya di sisi bukit lain yang lebih tinggi yang di
bawahnya mengalir air jernih. Dia duduk bersila di
atas air dengan tetap memegangi gayungnya. Arus
airnya sangat deras. Sekitar satu meter dari daerah

69
tersebut terlihat sebuah air terjun. Ia terkesima
dengan peristiwa di luar nalar itu. Bahkan, saking
tak karuan rasanya, ia tak sadar bahwa celananya
telah basah dengan kencingnya. Di belalakkan
matanya berkali-kali, diyakinkan hatinya terus
menerus bahwa orang itu adalah gurunya. Ia tak
tahu pasti apa yang dilakukan gurunya. Ia tak
mampu menahan ketakutannya dan ketakjubannya.
Ia memutuskan kembali ke rumah dengan
mengunci mulutnya selamanya.

***

Setahun berlalu. Delapan ribu jam lebih


menguar pada sangkala. Dalam masa itu, tak ada
bunyi logam beradu dengan logam. Tak juga
terdengar suara logam yang diasah. Tak ada riuh
bocah-bocah berlatih. Dan mungkin juga tak ada
cinta. Padahal, mereka hanya perlu kurang dari
tujuh ratus dua puluh delapan jam dalam dua belas
bulan untuk membuat logam itu menjadi rancung
selayaknya candrasa luwuk sejati. Candrasa itu

70
masih disana. Di pojok rumah di samping pohon
mangga. Dibiarkannya terpapar hujan, tersentuh
panas mentari.

Tiga bocah itu sedang mencari kelapa


muda. Noto bertugas mengumpulkan buah kelapa
yang jatuh. Wongso bertugas membuka buah
kelapanya agar dapat dimakan dan diminum.
Sedangkan Guno yang paling lincah dan ringan
bertugas memanjat pohon kelapa. Tiba-tiba
terdengar keributan yang tidak biasa. Ada yang
berteriak meminta tolong, ada yang meminta
ampunan, dan yang tidak biasa, bunyi goresan
logam mengenai sesuatu. Tak jelas. Tiga bocah itu
berkumpul di bawah pohon kelapa dengan sedikit
ketakutan. Sedetik kemudian, mereka mengingat
sesuatu. Candrasa. Di pojok rumah.

Masing-masing telah menjawat candrasa.


Noto menjawatnya dengan tangan gemetaran.
Mereka memutuskan bersembunyi. Sepertinya
kafilah pemberontak sedang marah. Wajar saja,

71
berbulan-bulan lalu mereka mengintai pajak bumi
dari daerah itu. Tapi, karena Patih Gajah Mada
masih sugeng6, mereka tak pernah mampu
melancarkan aksinya. Dan kabar moksanya patih
kondang itu tersebar. Para kafilah bersyukur dan
akhirnya menyerang daerah itu.

Tiga bocah itu tetap bersembunyi. Tapi


Guno merasa menjadi pengecut. Dia memutuskan
keluar dari peraduannya dan menghadapi mereka.
Kedua temannya tidak bisa meninggalkan Guno
berjuang sendiri. Mereka berjuang bersama dengan
candrasa tumpul itu. Noto berjuang dengan dua hal
dari ketakutannya, senjata dan dengan kafilah
pemberontak yang ada tepat di depannya. Guno
bertaruh dengan gagah, Wongso sudah mulai
limbung, sedangkan Noto sudah terluka parah.
Dalam otaknya berkeliaran gambaran tentang
gurunya. Dalam situasi yang genting, ia tiba-tiba
mengerti akan suatu hal. Matanya basah. Awalnya

6
Hidup.

72
tangisnya hanya sesenggukan, lambat laun
tangisnya menjadi keras. Ia memanggil-manggil
gurunya. Sambil menangis, pikirannya berkelebat
kemana-mana. Ilmu itu seperti air. Bahwa ilmu
tidak bisa dipindahkan tanpa perantara. Entah
buku, guru, atau yang lain. Bahwa ilmu itu seperti
air. Itu artinya guru adalah air. Guru dan ilmu itu
menyatu menjadi air. Bahwa tidak ada guru yang
ingin menyesatkan muridnya. Bahwa aku telah
bersalah dengan Guru.

Tiba-tiba pawana menggoncang tempat itu.


Ketiga bocah itu terpelanting jauh ke belakang.
Lamat-lamat ia seperti mendengar suara gurunya.
Suara gurunya yang memerintahkan untuk berlari
ke arah timur. Noto bersikukuh menghambur ke
arah gurunya. Tetapi seperti ada batas tak terlihat,
ia tidak bisa maju. Tiga bocah itu menangis. Noto
diangkat kedua saudaranya. Tidak ada pilihan lain.
Mereka berlari ke timur sesuai arahan gurunya.
Mereka berlari mundur sambil tetap menjawati

73
candrasanya. Bahwa candrasa luwuk adalah saksi
dimana mereka pernah melakukan kesalahan besar
pada gurunya. Mereka memperhatikan gurunya
bertarung. Lebih tepatnya memastikan. Gurunya
adalah petarung hebat. Dengan keterbatasannya, ia
mampu bertahan. Bapak tua itu bertarung dengan
gagah, tidak tergesa-gesa, dan tepat sasaran. Ia
sebenarnya mampu menghadapi kafilah itu. Hanya
saja, sang waktu membuat tubuhnya semakin
lemas. Satu jam kemudian, suara candrasa
terdengar. Tiga bocah itu berhenti. Mereka saling
memandang satu sama lain.

Tulungagung, 26 April 2021

74
Biografi Penulis

Penulis memiliki nama lengkap Muhammad Rifki


Wahyu Eka. Ia lahir di sebuah kota bernuansa Jawa
ndeso, Tulungagung. Ia memiliki hobi melamun.
Sebuah kegiatan yang katanya “sampah” tapi tak
pernah ada yang mengira apa isi lamunannya.
Ketika tulisan ini dikandung dan akhirnya
dilahirkan, penulis sudah menjadi mahasiswa
Psikologi Islam (PI D) semester 2 di IAIN
Tulungagung. Kamu dapat berkenalan lebih dalam
dengannya di Instagram: @rifki.ekap, Facebook:
Rifki Wahyu Esp, dan e-mail:
rifkiekap23@gmail.com.

75
YAKIN BISA
By: Rovita AuliaRahma

Jika mengenang masa lalu, aku dilahirkan


dari kedua orang tua yang cukup sederhana
dengan bapak dan ibu sebagai tamatan SD,
makan lauk tempe seadanya sudah sangat
istimewa bagiku, teringat waktu SD dulu ketika
berangkat sekolah harus di suapin sambil
menonton tv dulu atau sambil memakai sepatu.
Dan ketika sampai di sekolah dengan di bekali
uang 2000 kita sudah senang. Dan ada satu
kejadian yang masih aku ingat yang mana kepala
sekolah sedang berada di kantin yang sama.
beliau berkata:

“Bersyukurlah kamu nak, kamu masih bisa


sekolah lihatlah itu teman temanmu disana
menunjuk ke jalanan, lihat mereka belum bisa
sekolah sepertimu nak, tetap semangat mengejar
cita-citamu ya. Percayalah semua orang tua

76
ingin anak-anaknya cerdas dan pintar “kalimat
itu selalu dilontarkan pak sugeng, kepala
sekolahku di SD.

Oh iya, namaku lia, hobiku menulis. Aku lahir di


desa terpencil dengan keluarga yang sederhana
bapak dan ibu yang keseharian bekerja di sawah
dan beternak untuk menghidupi kami semua.
Tapi untuk pendidikan hampir semua orang tua
di desaku itu hanya tamatan SD saja dan orang
tua zaman dulu umur 16/17 tahun itu sudah
menikah dan lumrah di zaman itu. Seperti halnya
orang tuaku yang dulu menikah di usia yang
masih sangat belia.

Ketika menginjak kelas 6 akhir dan kelulusan


tiba, aku berniat meminta izin kepada orang
tuaku, aku ingin melanjutkan sekolah SMP ke
kota.

“pak, aku pengen melanjutkan sekolah SMP di


kota boleh gak?”

77
“Nduk, sudahlah bantu bapak ibukmu ini
dirumah bantu mencari rumput atau bekerja saja”

“Pak, lia pengen sekolah” Tanya lia sambil


menunduk

“Iya nduk dirumah aja, toh kamu kalau


melanjutkan sekolah pasti ujung-ujungnya juga
ke dapur” jawab ibu
Sudah kuduga, pasti jawaban mereka
begitu. Dan aku tidak habis pikir kenapa kedua
orang tuaku berpikirnya seperti orang zaman
dahulu, padahal sekarang udah bukan zaman
mereka lagi karena sekarang kan sudah ganti
jaman harusnya bapak dan ibu mengikuti arus
perkembangan zaman.

“Nduk, itu cuacanya mendung bantuin ibu bapak


masukin gabah ke dalam karung nanti keburu
hujan”

78
“Iya pak”

“Ayo nduk jangan melamun,


udah rintik-rintik ini, cepat”
ujar bapak “Iya pak” sambil
berlari
Setelah berminggu-minggu aku mencoba merayu
kedua orang tuaku, dan akhirnya mereka
merestuiku untuk melanjutkan sekolah SMP.
Dengan catatan kalau sekolah di luar harus rajin
belajar dan dapat juara tidak lupa tetap
membantu orang tua

*
*
*
*
Corona Covid-19 sebagai Pandemi Global.
KOMPAS.com - Organisasi Kesehatan Dunia
(WHO) resmi mengumumkan wabah Covid-19
sebagai pandemi global. Hal ini diumumkan

79
Rabu (11/3/2020) malam. KOMPAS.com -
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem
Makarim mengungkapkan, pembelajaran jarak
jauh bisa diterapkan permanen setelah pandemi
Covid-19 selesai

Dihari itu aku kaget campur senang dan


sedih juga. Aku yang sudah keterima di SMP
yang kuinginkan namun adanya situasi ini
membuat aku sedih karena seharusnya aku bisa
bertemu teman-teman baru namun harus sekolah
online, dan senangnya karena ketika dirumah aku
masih bisa membantu orang tuaku disini.“Buk,
sini buk sini”menunjuk tv “Apa to nduk? Ada
apa?” Tanya ibu
“Lihat berita itu buk, lagi ada corona dimana-
mana, kita gak boleh keluar dulu sekolah disuruh
belajar online buk, belajar dirumah”

“Apa to ini kok rame” kedengaran sampe luar”,


Tanya bapak

80
“Ini pak, ada corona pak gak boleh keluar rumah.
Dan sekolah-sekolah pada disuruh belajar online
pak”

“Ya jadi dirumah bisa bantu-


bantu bapak ibukmu nduk”
jawab bapak “Nggih pak”
Saat itu aku merasa cemas, di otakku terngiang-
ngiang belum siap untuk membagi waktu nanti
gimana ya, takut enggak punya teman, takut
sendirian, takut kuota cepat habis, bingung kalau
mati listrik gimana.dihantui perasaan takut
takuttakut….

1 minggu kemudian…
*
*
*
*
Hari ini , pertama kali aku masuk sekolah

81
online menggunakan aplikasi zoom bertemu
dengan guru pun online, perkenalan satu-satu
juga online. Aku merasa aneh karena ini
pengalaman pertama dan belum terbiasa
melakukan kegiatan ini. Sampai ditengah
pembelajaran, tiba-tiba aku keluar dari aplikasi
zoom sendiri aku panik, takut ketinggalan
informasi dan setelah beberapa menit aku cek-
cek dan memang ternyata kuotaku habis. Aku
kebingungan karena dirumahku nggak ada wifi
dan kalau mau cari wifi juga rumah tetangga
agak jauh, dan disaat itu juga aku dipanggil
ibuku untuk membantu memotong rumput di
depan rumah.

“Nduk, nduk” Tanya ibu

“Iya buk,” sambil teriak karena di dalam kamar


“Nduk sini bantuin ibuk di depan”
“Sebentar buk”

82
“Kok sebentar-sebentar to nduk, ayoo”
Aku disitu bingung dan akhirnya aku memilih
untuk menyusul membantu ibu dan entahlah aku
pasrah dengan sekolahku hari ini.“Lia” Tanya pak
sugeng “dalem pak sugeng” “gak sekolah lia?”
“sekolah pak, baru
tadi masuk sekolah,
kebetulan online pak”
“oh iya, yang
semangat ya.”
“aamiin, makasih banyak pak sugeng”

“sama-sama, saya permisi dulu ya. Monggo bu”


“nggih pak” jawab ibu
Keesokan harinya setelah aku membeli
kuota, aku scroll social media dan tanpa sengaja
nemu flyer lomba peringatan Hari Pendidikan
Nasional. Ada lomba cerpen tingkat nasional,
disitu aku tertarik selain hadiahnya yang cukup
besar aku juga ingin membahagiakan kedua

83
orang tuaku karena aku selalu ingat pesan
mereka untuk menjadi anak yang berprestasi, dan
tanpa pikir panjang aku langsung daftar hari itu
juga namun ada kendala, jadi waktu
pengumpulannya sangat mepet, 3 hari harus
dikumpulkan. Disitu aku berpikir keras mencari
judul yang sesuai dengan tema yang diberikan
dan seperti biasa ketika aku sedang belajar atau
ada kelas aku dipanggil orang tuaku untuk
membantumereka.

“Nduk lia” kataibu

“Iya bu, sebentar masih belajar ini” “Nduk itu lo


ibuknya dibantu” kata bapak “Sik pak”
“Kok sebentar-sebentar to
kalo dipanggil, jangan
malas-malasan” “Iya pak”
berjalan menuju tempat
ibu
Dalam hati berkata ”kenapa kedua orangtuaku

84
kurang mengerti aku” karena aku tidak ingin
berdebat aku memilih untuk membantu ibuku
dan melanjutkan mengerjakan tugas nanti.
Namun dari sini aku semakin semangat, ingin
membuktikan kepada kedua orang tuaku kalau
aku ini enggak malas-malasan, aku memang
belajar sungguhan. Setelah selesai membantu
ibuku aku izin untuk melanjutkan belajar dan
menulis cerpen agar cepat selesai. Tak terasa aku
sudah belajar hampir 12 jam menatap layar
laptop, tinggal sedikit lagi selesai namun mata ini
sudah tidak kuat akhirnya memutuskan untuk
dilanjut besoksaja.

Keesokan harinya.. berhubung bertepatan dengan


hari minggu jadi bisa ngebut untuk
menyelesaikan cerpen yang tinggal sedikit lagi.
Dan setelah beberapa jam akhirnya selesai,
langsung di dikirim dan berdoa semoga saja
mendapat juara, kemudian dilanjut membantu ibu
di depan rumah.

85
“Lia, kamu ikut lomba to?” Tanya pak sugeng
“Loh pak, kok tau?”
“Iya, kemaren bapak dikasih tau anak bapak”
“Oalah, anak bapak juga ikut lomba itu?” “Iya lia,
semoga menang ya”
“Iya pak terimakasih doanya, semoga anak bapak
juga menang”

Semakin deg-degan melihat anak pak sugeng


juga ikut lomba karena setahu aku anak beliau
selalu mendapat juara ketika ikut lomba, tapi aku
optimis dan yakin kalo punya aku juga gak kalah
bagus.

Pengumuman telah tiba.. Alhamdulillah, namaku


mendapati urutan pertama antara percaya dan
tidak percaya disitu aku langsung teriak
memanggil orang tuaku.“Pak, buk” teriak sambil
berlari “Apa to nduk” Tanya bapak
“Pak, lihat ini pak. Pak aku menang lomba pak
dapet juara satu” sambil gemetar

86
“Alhamdulillah nduk” jawab bapak

“Alhamdulillah nduk, semangat belajarnya” jawab


ibu

Aku langsung memeluk bapak dan ibuku dengan


mata berkaca-kaca aku merasakan kebahagiaan
yang mungkin menurut orang biasa saja tapi
bagiku ini kebahagiaanku meskipun sederhana.

*
*
*
*
Tantangan terberat dari adanya pandemic
ini kita harus bisa membagi waktu karena orang
tuaku mengira aku hanya malas-malasan saja
mereka mengira aku tidak belajar namun
tantangan itu berhasil aku lewati dengan
memberikan bukti nyata kepada kedua orang
tuaku. Dan disitu mendikbud Nadiem Makarim
juga mengatakan bahwa masa pandemic Covid-
87
19 jadi waktu yang tepat untuk berinovasi dalam
pendidikan Masuk ke sekolah yang dari dulu
menjadi impianku, dan mendapatkan prestasi itu
sebuah kebahagiaanku, yang muncul dari rasa
puas “Alhamdulillah akhirnya aku bias
membuktikan kepada orang tuaku bahwa
memang aku itu serius belajar bukan kok males
malesan gak mau membantu orang tua”. Dan ya,
mereka senang, mereka bangga denganku. Aku
bersyukur atas semua rangkaian kisah yang Allah
berikan ini, karena aku percaya semua itu pasti
akan ada hikmah di baliknya. Dan benar kata
bapak jokowi yang mana beliau mengatakan
pandemic virus corona (COVID-19) memberikan
begitu banyak pelajaran. Pernyataan tersebut
disampaikan pak jokowi lewat aku media social
resminya.

Catatan :

“nduk” : panggilan anak

88
perempuan
“gabah” : padi
“nggih” : iya

“sik” : sebentar

“ Covid-19” : Corona Virus Disease 2019

89
Biografi Penulis

Rovita Aulia Rahma lahir di Trenggalek, 04 juli


2000. Saat ini penulis tercatat sebagai mahasiswi
S1 Jurusan Psikologi Islam di IAIN
Tulungagung. Penulis sedang aktif mengikuti
berbagai kegiatan organisasi dan magang.. Aktif
menulis di KBM App, wattpad dan telah
menerbitkan 1 buku berjudul secarik kasih. Tidak
ada salahnya mencoba hal baru selagi kita
mampu, karena akan ada berbagai keseruan yang
bisa kamu temukan di dalamnya. Pembaca dapat
berinteraksi dengan penulis melalui instagram
(@vitaar)

90
JEJAK RAGIL

By: Fitri Ani F

Seorang pemuda 18 tahunterlihat mengayuh sepeda


di bawah terik matahari, keringat mengucur deras
dari dahinya.Memperlihatkan seberapa keras dan
lelah ia menempuh perjalanan. Ia tersenyum ketika
melihat rumah sederhana belum di cat itu sudah
dekat. Sampai di samping rumah, ia menjagang
sepadanya dan segera masuk ke dalam rumah.

“Assalamualaikum”

“Waalaikumsalam, baru pulang Gil?” jawab


seorang perempuan muda sekitar 23 tahun, yang
diketahui bernama Rika.

“Loh mbak, ndak kerja?” tanya pemuda itu, yang


diketahui bernama Ragil.

“Endak, hari ini libur. Sekalian nunggu kamu,


gimana lancar?”

91
“Alhamdulillah mbak, koneksinya selalu bagus
kalau di sekolah. Tapi, ya gitunggak yakin aku,
saingannya kayaknya lebih banyak”

“Mbak doain semoga adik mbak ini, lulus seleksi


SPAN. Amin” ucap Rika.

“Amin, makasih mbak,”ucap Ragil sambil


celingak-celinguk “Ibuk sama bapak belum pulang
ya mbak?”

“Belum mungkin sebentar lagi, yaudah kamu


istirahat dulu. Makanan ada di meja”

Ragil memasuki kamarnya, terlihat tempelan post-


itnote di dinding kamarnya. Ia langsung
merebahkan badannya dan menatap langit-langit.
Bohong kalau ia mengatakan lancar-lancar saja
ketika memasukkan berkas, tadi saja karena server
down ia hampir kewalahan memasukkan berkas.
Untung bisa terkirim dengan lancar tadi. Ia sungkan
bertanya mengenai seleksiini ke teman-temannya
yang beda kelas, hasilnya ia dengan keberanian

92
bertanya langsung ke BK mengenai hal tentang
perkuliahan. Sepertinya, hanya di Ruang BK ia
merasa biasa. Di ruang kelas bahkan di jalan saat
bertemu temannya ia merasa ciut. Yah, entah sejak
kapan ia merasa ada yang kurang.

Tak terasa mentari telah bersembunyi, suara


jangkrik mulai terdengar. Ragil baru saja
menyelesaikan Sholat magribnya. Di ruang tamu
sekaligus ruang santai keluarganya, terlihat
bapaknya yang sedang menonton berita. Terkadang
bapaknya kesal sendiri ketikabeberapa
ChanelTVnya berubah menjadi tontonan semut
berjalan.

Ragil duduk di sebelah bapaknya dengan kursi


kayu panjang yang terlihat masih cukup bagus.

“Nonton apa pak?” tanya ragil meskipun ia tahu


bapaknya sedang menonton berita.

“Itu berita kecelakaan,” jawab bapaknya.

93
Ragil tipe anak yang sungkan dengan orang lain, ia
termasuk pendiam dan bingung ketika memulai
pembicaraan. Termasuk dengan keluarganya, sejak
masuk SMA ia menjadi lebih diam.Tapi meski
begitu ia selalu berusaha merubah sikapnya yang
merugikan orang tuanya dulu.

“ Gimana, lancar ujiannya?”

“Alhamdulillah lancar pak”

“ Pagi tadi Roni, anaknya pak Helmi baru


berangkat ke Kalimantan. Katanya lolos seleksi
kerja yang diadakan di SMK mu itu”

“Alhamdulillah pak, berarti rezekinya Roni di


sana” ucap Ragil, dengan perasaan yang mulai
gelisah saat bapak atau ibunya membahas hal
semacam itu.

Memang bapak dan ibunya menginginkan Ragil


untuk langsung bekerja setelah lulus SMK. Tapi, ia
sangat ingin melanjutkan ke perguruan tinggi.

94
Dengan dukungan dari mbak Rika dan guru
BKnya, ia bertekat melanjutkan kuliah dengan
mendaftar beasiswa. Ia merasa bahwa orang tuanya
belum sepenuhnya rela kalau ia melanjutkan
sekolah.

Meskipun bapak dan ibunya sudah setuju,


meskipun harus di bujuk terlebih dahulu dengan
bantuan mbak Rika. Tapi, terkadang orang tuanya
masih mengungkit anak lain yang di terima kerja.
Saat itulah, Keraguan dan kepercayaan diri Ragil
menipis. Meski begitu ia selalu mengingat
tujuannya agar tidak mundur.

“Ini pak tehnya,” ucap ibunya menyuguhkan teh di


meja depan bapak.

“Mbakmu tadi kemana to Gil, dari sore ndak ada di


rumah? Tanya ibunya

“Mbak ke toko buk, masuk shiftmalam. Katanya


gantiintemannya yang keluar” jawab Ragil,

95
memang mbaknya Ragil itu, kerja di toko dan
shiftnya selalu berubah.

Seminggu berlalu, sambil mengisi waktu luang


sebelum pengumuman hasil seleksi Ragil
membantu ibunya menjadi buruh di kebun timun
tetangganya. Matahari terasa terik di atas kepala,
tidak heran karena musim kemarau sedang
berlangsung. Para buruh di dominasi oleh wanita,
seperti saat ini ibunya sedang berbincang dengan
ibu-ibu buruh lain. Tapi, lama kelamaan
pembicaraan mengarah ke anak dari buruh itu.
Terlihat ibu Ragil, melirik sekilas ke arah Ragil.
Tahu apa yang terjadi?

“Gil, ndak mau ikut adam ke Surabaya? Ya,


lumayan lah gajinya,” ucap seorang ibu yang tadi
berbicara dengan ibunya. Padah ibu itu tahu dari
ibunyakalau Ragil ingin melanjutkan kuliah.

96
Untuk menghormati, Ragil menjawab seadanya,
“Terima kasihbu tawarannya, Ragil sudah daftar
kuliah,” ucap Ragil sambil senyum.

Ragil sudah memperkirakan hal seperti itu terjadi,


di daerah Ragil ini jarang ada anak kuliahan. Di
daerahnya kebanyakan anak SMK dan setelah lulus
lebih memilih bekerja, entah dicarikan dari sekolah
atau mencari sendiri. Tapi ada juga dari SMK lebih
memilih melanjutkan kuliah, ya seperti Ragil ini.
Ada juga teman Ragil namun kebanyakan dari
daerah lain.Hal tersebut yang juga menjadi
kebimbangan Ragil ketika ingin mendaftar kuliah.
Karena pemikiran masyarakat seperti itu yang
membuat Ragil kurang percaya diri untuk
membicarakan secara terbuka.

Ragil menunggu di depan ponselnya dengan gugup,


menunggu detik-detik pengumuman hasil seleksi
SPAN-PTKIN. Meskipun ia yakin, tapi masih ada
keraguan dengan nilainya. Masih menggunakan
peci dan sarung tersampir di pundaknya

97
memperlihatkan seberapa kesungguhan untuk
memohon kepada sang pencipta untuk kelancaran.

“Tenang Gil, jangan gugup. Allah selalu


memberikan kejutan yang terbaik dan waktu baik
untuk hambanya yang berusaha dan berdoa,” ujar
mbak Rika yang duduk di kasur sebelah Ragil.

“Iya mbak,” jawab Ragil, meskipun begitu Ragil


sebenarnya bingung ingin mengungkapkan uneg-
unegnya, berbagai pemikiran jika dia gagaldan
bagaimana tanggapan bapak dan ibunya.

“Astagfirullah,” bisik Ragil dalam hati.

Apa yang ditakutkan terjadi, jelas Ragil lemas


bagaimana pemikirannya barusan menjadi
kenyataan. Warna merah terpampang jelas di
ponselnya. Ia terdiam, masih syok dengan apa yang
terpampang di layar ponselnya.

“Sabar Gil, mbak yakin ini bukan jalan satu-


satunya. Mbak ndak mau kamu nyerah setelah ini.

98
Jangan berpikir bahwa kamu gagal maka tidak ada
lagi harapan, jadikan ini proses mencari, untuk
kamu menemukankeberhasilan,” ucap mbak Rika
tersenyummenenangkan sambil mengusap bahu
adiknya itu.

Sambil menunduk Ragil berucap “Ibuk sama bapak


gimana mbak, pasti kecewa kalau Ragilndakke
terima.”

“Gil, meskipun bapak wataknya keras, dan pada


awalnya mereka ndak setuju. Bapak sama ibu
selalu dukung kamu. Mereka tahu pilihan anaknya
pasti yang terbaik. Ketidak setujuan itu karena
mereka takut, kalau kamu menyesal akhirnya dan
belum ada yang memberikan contoh di sini,” Mabk
Rika berhenti sejenak sambil menoleh sebentar ke
wajah Ragil, “Untuk itu Gil, buktikan bahwa
pilihan kamu itu bukan kegagalan. Mbak, bapak,
dan ibu selalu dukung kamu.”

99
Terdengar helaan nafasdari Ragil, dengan wajah
serius dia menepuk pundak mbaknya itu sambil
berkata “Terima kasih nona untuk tutur kata
bijaknya, engkaumemang motivator yang aku
tunggu.” Ragil berusahamenahan tawanya melihat
ekspresi mbak Rika.

“Gak jadi kasihan aku gil, dahlah sebahagia kamu


aja. Mbak mau ke toko ajalah,” ucap mbak Rika
sambil melenggang pergi ke kamarnya. Meski
begitu dalam hati, mbak Rika tersenyum karena
adiknya sudah tidak terlalu sedih.

“Yahngambekan, awas mbak nanti cantiknya ilang”


goda Ragil melihat mbak nya pergi. Ragil
bersyukur masih diberi dukungan dari anggota
keluarga, ya seperti mbaknya tadi. Mbaknya itu
salah satu sosok perempuan hebat setelah ibunya
dihidup Ragil.

“Ragil pasti bakal sukses dan bahagian kalian”


ucap Ragil dalam hati.

100
Setelah mendapat motivasi dari mbaknya tadi,
rasanya semangatnya terisi kembali. Bahkan
berkali-kali lipat lebih semangat.

Pagi ini ragilsudah bersiap-siap ke sekolahnya


untuk meminta surat keterangan bahwa ia benar-
benar siswa kelas 12 asli pengganti Ijazah. Itu
adalah salah satu syarat untuk mengikuti UTBK.
Karena Ijazahnya belum keluar, jadi penggantinya
surat keterangan itu. Hari ini Ragil ke sekolah
bersama sahabatnya yaitu Rifki, karena Rifki juga
ada urusan mengenai pekerjaan di BKK. BKK atau
Bursa Kerja Kursusyang merupakan unit pelayanan
dan informasi lowongan pekerjaan. Biasanya para
siswa yang sudah lulus dan memilih bekerja akan
di rekomendasikan tempat kerja dan informasi
lainnya dari sekolah lewat BKK ini. Sedangkan
yang ingin melanjutkan kuliah seperti di sekolah
lainnya pasti pergi ke BK atau Bimbingan
Konseling.Meskipun merekaberdua beda tujuan,
tapi mereka selalumensuportsatu sama lain.

101
Ragil dan Rifki, pergi ke sekolah dengan
menggunakanmotor milik Rifki.

“WoyGil, gimana hasilnya lulus kan?” Tanya Rifki,


saat Ragil berjalan ke arahnya yang sedang parkir
di depan rumah Ragil.

Ragil menghela nafas dan berkata, “enggak Ki,


gagal”. Rifki yang mendengar sahabatnya belum
lulus, menepuk pundak sahabatnya itu. “Sabar Gil,
bukanya enggak, tapi belumaja, yakin pasti bentar
lagi ketrima,” ucap Rifki menyemangati Ragil.

“Aku juga yakin gituKi, pasti kali ini


bakalketrima,”

“Kalau udahketrima, kabari ya. Awas kalau


udahketrimalangsung lupa sama temennya,” canda
Rifki

“Tenang pastikabar-kabar kok.”

Sesampainya di sekolah, terlihat suasana yang


tenang. Karena saat ini memang masih jam

102
pelajaran. Setelah memarkirkan motor, mereka
berdua berjalan beriringan karena BKK dan BK
berada bersebelahan. Sambil berjalan mereka
melihat sekitar, tidak menyangka bahwa mereka
sudah lulus.

“Gaknyangka ya Ki, kita udah lulus. Perasaan baru


kemarin kita daftar bareng-bareng disini” ucap
Ragil bernostalgia.

“Bener Gil,cepet banget yak,” balas Rifki. Sambil


menerawang ke depan Rifki berucap “ Eh,ingetgak
pas awal daftar kita naik sepeda, terus sepeda mu
bocor. Hadeh, hampir telat tes tulis kita.”

“Masih ingetaja, pas itu celanamu juga kebesaran.


Kamu iketpake tali rafia” balas Ragil sambil
tertawa.

“Ck, Aib itu. Jangan dibahas” meski begitu Rifki


ikut tertawa juga.

103
“GaknyangkaGil, Dulu kamu bandel banget. Pas
masuk SMK sampai sekarang kok bisa jadi
pendiemgini, heran sih tapi baiknya sekarang gak
harus masuk BK kayak di SMP,”

“Yah, gimana ya lelah mungkin. Kan gak mungkin


selamanya kayak gitu kan”

“Tapi tenang, Gilapapun dirimu aku akan selalu


setia,”

“ Ck, bocah ini. Kalo ada yang dengerbakal salah


paham pasti,” ucap Ragil jengah, melihat kelakuan
sahabatnya ini. Ia kira sudah insaf sifatnya yang
suka bercanda yang membuat orang lain salah
paham.

Saat kecil Ragil terkenal nakal dilingkungannya,


sebenarnya bukan nakal tapi terlalu aktif dan
memiliki keingintahuan tinggi, hingga berakhir
dimarahi tetangga yang tidak suka dengan bocah
banyak tingkah seperti Ragil waktu kecil. Saat
SMP Ragil juga beberapa kali masuk BK karena

104
ketahuan merokok. Bener-benernekatwaktu SMP
dulu, mungkin karena pergaulan yang salah.
Untung ada Rifki waktu SMP yang mau mengajak
Ragilmenjauh dari pergaulan buruk itu.

Karena kelakuan nakal waktu SMP itulah, banyak


tetangga yang heran sekaligus tidak percaya Ragil
daftar kuliah. Kalau dipikir-pikir tidak ada yang
salah sebenarnya dengan Ragildaftar kuliah.
Mungkin mereka pikir, anak bandel seperti Ragil
tidak mungkin bisa melanjutkan ke jenjang lebih
tinggi, hanya karena melihat tingkah laku Ragil di
masa lalu. Ragil tidak bisa mengubah masa lalu,
jadi yang bisa dilakukannya sekarang adalah
meyakinkan semua orang bahwa Ragil mampu.

Setelah melewati perdebatan khas Sahabat.


Keduanya sampai di depan ruangan yang mereka
tuju.

105
“Gil, nanti tak tunggu di depan sini ya, biasanya
kamu lama. Pasti duluan aku,” ucap Rifki dan
langsung masuk ke dalam ruangan itu.

“ Hem,” balas Ragil sekenanya sambil masuk ke


ruang BK.

“Assalamualaikum,” ucap Ragil memasuki ruang


BK.

“Waalaikumsalam, duduk Gil. Mau minta surat


keterangan kan. Udah pada dibuatin, tadi juga baru
aja ada yang ambil. Sebentar ya biar ibu printdulu,”
ucap bu Risti, salah satu guru BK.

“ Iya buRagil tunggu,” setelah diam beberapa saat,


ragil bertanya “yang lulus SPAN berapa anak bu?

“Tiga orang Gil, anak Akuntansi dua sama anak


Administrasi”

Setelah sedikit berbincang dengan bu Risti dan


surat keterangan sudah di tangan. Ragil pamit
undur diri dan menunggu Rifki di ruang BKK.

106
“Eh, kok udahajaGil. Kirainduluan aku keluarnya.
Makanya aku lama-lamin nanya di dalem hehe,”
ucap Rifki cengengesan.

“Udah dari tadi aku nungguin,”

“Ya maap, yaudah pulang yok,” ajak Rifki

Sesampainya di rumah, Ragil mengajak Rifki


mampir. Tapi, karena Rifki masih ada urusan jadi
langsung pulang. Suasana rumah terlihat sepi, ia
menuju ke dapur untuk minum. Disana terlihat
ibunya sedang mencuci baju di kamar mandi.

“Ibu ndak kerja? tanya Ragil sambil ingin


menyalimi tangan ibunya

“Loh Gil, udah pulang? Kok ibu ndakdenger,”


tanya balik ibunya

“Ragil udah salam tapisepi ndak ada yang jawab.


Mungkin ibu ndak dengar karena suara air
mungkin,”

“Oalah, gimana lancar tadi?”

107
“Udah kok buk, cuman minta surat keterangan. Ibu
libur kerja?” tanya ulang Ragil

“Tadi pergi sebentar, ndak banyak pesenan hari ini


jadi pulang cepat,” jawab ibunya

Ibu Ragil keseharian selain sebagai ibu rumah


tangga, juga bekerja di rumah tetangga yang
membuat kripik tempe. Kadang ibu juga ikut buruh
di kebun timun tetangga Ragil juga. Kalau bapak
kerja jadi kuli bangunan. Orang tua Ragil bukan
petani seperti mayoritas kebanyakan orang di sini.
Tapi waktu musim tanam padi atau tandur, orang
tua Ragil biasanya disuruh membantu tetangga
untuk menanam padi dan di beri upah.

Malam ini terasa dingin meninggalkan jejak basah


di tanah, Pretichor terasa sejuk ketika dihirup. Jam
menunjuk kan pukul 9, terlihat tiga orang duduk
sambil berbicara di depan TV.

“Gil, mbak mu coba di telpon. Kok belum pulang,


biasanya sudah nyampe rumah,” ujar bapak Ragil

108
“Sudah pak, nomornya sulit dihubungi. Mungkin
sinyalnya jelek, karena baru hujan,”

Memang disini, sinyal bisa tiba-tiba jelek setelah


hujan.

“Biar Ragil jemput saja pak, siapa tahu montornya


mbak ada masalah,’ ucap Ragil.

“Yaudah, hati-hati ya. Cepet pulang,” balas bapak.

Sebenarnya jarak rumah sampai toko sekitar 10


menit berjalan kaki. Karena baru hujan, rumah-
rumah sudah banyak yang tutup. Sebenarnya Ragil
khawatir dengan mbaknya itu karena tidak biasanya
pulang larut tidak memberi kabar.

Ragil sudah di jalan luar dari gang rumahnya, di


tengah perjalanan Ragil melihat dari jauh ada orang
yang sedang menuntun motor, ia menajamkan
penglihatannya dengan diterangi lampu jalan ia
tahu bahwa itu mbaknya. Jaraknya sekitar 200
meteran, karena jalan sedikit sepi, memudahkan

109
Ragil untuk tahu itu mbaknya. Ragil sedikit berlari
untuk membantu mbaknya itu. Namun sebelum
sampai di tempat mbaknya, ada dua orang
berboncengan motor yang berhenti di
dekatmbaknya. Perasaan Ragil tidak enak, ia berlari
lebih cepat untuk sampai di tempat mbaknya
itu.Terlihat mbaknyaada cek cok dan lebih
parahnya orang yang di bonceng menarik tas
mbaknya dengan kasar.

“Woy, mau apa kalian,” teriak Ragil mendekati tiga


orang itu. Ragil menarik tas yang sempat ditarik
oleh orang tak dikenal itu. Sebelum Ragil berbicara
dua orang itu langsung pergi begitu saja. Ragil
benar-benar marah dengan dua orang itu. Setelah
mengingat tujuan sebelumnya, Ragil menoleh ke
arah mbak Rika.

“Mbak ndak papa? Ada yang luka? Mbak kok


diemaja,” tanya Ragil beruntun.

110
“Mbak bingung mau jawabnya,satu-satu dong.
Tenang mbak ndak papa” balas mbak Rika tenang
tapi, telihat tubuhnya sedikit bergetar. Ragil tahu
mbaknya itu pasti ketakutan.

“Pulang malam kok nggak kabar-kabar mbak, biki


orang dirumah khawatir,”

“Iya maaf, motor mbak bocor. Disekitar sini tambal


ban udah pada tutup, mau teleponkamu hp mbak
lowbat,” jelas Rika.

“Sebelum motornya dituntun, seharusnya minjem


Hp temenyadong mbak. Besok-besok jangan gitu
lagi ya,”

“Iya dek, makasihudahdateng. Untung tadi ada


kamu, mana disini sepi lagi,”

Ragil menghela nafas, “yaudah, kita pulang


sekarang mbak. Biar Ragil yang bawa motornya.
Mbak jalan di depan sana,”

111
“Tapi jangan bilang bapak sama ibuk ya Gil, nanti
khawatir mereka,” ucap mbak Rika dengan wajah
melas.

“Iya, nanti nggak ngomong,” balas Ragil setelah


beberapa saat berpikir.

Pagi ini dipenuhi dengan embun sejuk setelah tadi


malam hujan. Kalau ditanya apa yang terjadi tadi
malam, ya orang tua Ragil bertanya apa yang
terjadi. Karena sudah janji dengan mbaknya,
akhirnya ia bilang kalau motornya bocor. Setelah
itu hanya di isi beberapa kalimat petuah dari bapak.

Satu minggu berlalu, Ragil membaca beberapa


contoh soal untuk ujian UMPTKIN nanti.
Setidaknya Ragil sudah berusaha sekeras Ragil.
Setiap malam Ragil selalu menyempatkan diri
untuk Sholat tahajud dan memohon kelancaran dan
diberi kemudahan saat ujian. Ragil sengaja daftar di
PTKIN di daerahnya karena ia masih bisa
membantu orang tuanya di rumah.

112
Hari ini tepat hari Selasa, Ragil akan melaksanakan
ujian. Ia mengambil jurusan PsikologiIslam.
Meskipun jauh dari jurusan saat di SMK, dulu ia
dari jurusanTeknik Kendaraan Motor. Meskipun
tidak sama, ia tetap suka dengan pilihannya saat ini.
Ia mulai menyukai Psikologi saat ada kelas industri
di sekolahnya, sekolah mendatangkan beberapa
trainer bahkan HRD dari perusahaan-perusahaan.
Itulah awal mula ia termotivasi dan ingin kuliah
dengan jurusan Psikologi, untuk mengetahui lebih
dalam mengenai perilaku dan pemahaman
mengenai masalah mental sehat yang masih minim
di masyarakat termasuk di desaku.

“Pak, bu, doain Ragil lancar ya ujiannya,” ucap


Ragil sambil menyalimi kedua orang tuanya.

“Bapak sama ibu selalu doain kamu yang terbaik,


semoga bisa lulus ujian dan mendapat apa yang
kamu cita-citakan,” ucap bapak.

113
“Ibu setiap malamdoain semua anak ibu, semoga
lancar ya Gil,” ucap ibu

“Iya bu, aku berangkat dulu. Yuk, mbak”

“Pak, buk Rika nganterin Ragil


dulu,assalamualaikum,”

“Iyawaalaikumsalam, hati-hati. Ndak usah ngebut,”

Meskipun di antar mbak Rika, Ragil tetap


ngeyeluntukmembonceng mbaknya itu. Katanya
nggakGantle kalo gakdi depan. Apalagi badan
Ragil lebih tinggi dari mbaknya itu. Sebenarnya sih
nggak ada masalah ya kalau mbak Rika di depan.
Perjalanan memakan waktu kurang lebih satu jam.

“Gil mbak tunggu di sini ya,” ucap mbaknya


sambil menunjuk kursi di bawah pohon dekat
gedung tempatnya ujian.

“Iya mbak, atau mbak bisa jalan-jalan kalau bosen


nunggu. Nanti kalauudahakutelepon,”

114
“Gampang, liat nantiaja. Gih, masuk sana” usir
mbak Rika dengan halus

“Iya, ini mau masuk,” ucap Ragil

Ragil melihat gedung di depannya sebentar dan


mengucap bismillah untuk yang ke sekian kalinya.
Di dalam gedung sudah banyak para pesertasiap
melaksanakan ujian. Ruangan Ragil berada di
lantai empat, ia memilih menaiki tangga dari pada
lift karena terlihat banyak yang mengantri untuk
naik. Banyak orang juga yang memilih naik tangga.
Sesampai di ruangannyaRagil duduk di tempat
yang telah di sediakan untuknya. Tempat duduk
yangberada di dekat jendela, membuat Ragil bisa
melihat mbak nya dari atas sini.

Ia menyiapkan alat tulis dan berkas-berkasyang ia


simpan di map yang sedari tadi ia pegang, sampai
ia tersadar ada yang tidak ada. Kartu ujian miliknya
tidak ada. Ia yakin sudah menaruh di map, ia
mencari di bawah meja siapa tahu ia

115
menjatuhkannya.Tapi nihil tidak ada apapun, masih
ada waktu 20 menitan lagi. Ia kemudian menelepon
mbaknya.

“Mbak ndaktauKartu ujian yang pagi tadi?” tanya


Ragil tanpa salam karena gugupnya.

“Assalamualaikum, kenapa Gil kok sampai lupa


salam,”

“Astagfirullah, waalaikumsalam mbak. Surat


keterangan dari sekolah nggak ada mbak. Tapi
Ragil yakin udahmasukin ke dalam map,”

“Tenang dulu gil, coba kamu cari di luar mungkin


jatuh waktu kamu jalan tadi. Mbak bantu nyari,”

“Oke mbak, nanti kabari kalau ketemu,”

Setelah itu Ragil keluar. Di luar sudah tidak terlalu


ramai seperti tadi karena hampir semua masuk ke
ruangan masing-masing. Tapi sudah Ragil telusuri
dari lantai empat ke lantai satu tempatnya lewat
tadi tetap tidak ada. Ragil sudah pasrah kalau nanti

116
tidak bisa mengikuti ujian. Ragil akhirnya
memutuskan untuk kembali ke ruangannya tadi.
Sampai di ruangan sudah ada pengawas yang
berjaga.

“Asaalamualaikum, mohon maaf pak saya baru


masuk,”

“Waalaikumsalam, yasudah langsung duduk saja


akan segera saya mulai,”

“Baik, terima kasih pak,”

Ragil langsung duduk di tempatnya dengan


perasaan gelisah. Dia bingung ingin memberi tahu
pengawas sekarang atau nanti saat pengecekan.
Saat ujian baru saja di mulai. Pengawas mulai
memutari satu persatu untuk pengecekan, baru
mulai mengecek dua orang, ada orang dari luar
mengetuk pintu.

“Assalamualaikum, mohon maaf pak apa ada yang


bernama Ragil Ardian,” tanya seorang perempuan.

117
Ragil yang nama panjangnya disebut langsung
terkesiap, ia bingung kenapa namanya dipanggil.
Apa pihak kampus tahu kalau ia kehilangan salah
satu berkasnya, tapi itu tidak mungkin atau
mbaknya yang melapor.

“Waalaikumsalam, yang namanya Ragil siapa di


sini?” tanya Pak pengawas

“Saya pak,” ucap Ragil sedikit ragu untuk


menjawab.

“Ini pak saya menemukan Kartu Ujian milik Ragil


di lantai tiga tadi,” ucap perempuan itu sepertinya
salah satu peserta.

“Ragil ini benar punya kamu?” tanya pak pengawas

Ragil pun mendekati mereka dan melihat berkas


itu. Sungguh bersyukur dan ingin berteriak rasanya
Ragil saat ini. Bagaimana tidak Kartu ujian yang ia
cari ternyata di temukan oleh orang lain dan lebih

118
bersyukurnya orang itu mau mencari pemilik kartu
ujian.

“Iya benar ini punya saya pak, makasih mbak


sudah mau mengantar ke sini,” ucap Ragil dengan
tulus.

“Iya sama-sama, yasudah kalau begitu saya permisi


pak,” ucap perempuan itu

“Iya, silakan,”

Ragil pun duduk ke tempatnya kembali dengan


perasaan lega. Ya setelah di ceramahi sedikit oleh
pengawas karena kecerobohannya ini, tapi tidak
apa-apa dibuat pengalaman saja. Ia ingin
mengabari mbaknya tapi waktu ujian sedang
berlangsung. Ia memutuskan untuk memberi
tahunya nanti saja.

Saat waktu istirahat, Ragillangsung menelepon dan


mencari keberadaan mbaknya itu. Setelah tahu
dimana mbaknya berada ia langsung menemuinya.

119
“Dasar kamu ini buat mbak hampir muterin
kampus kamu loh tadi. Kamu kok nggak bilang
kalau udah ketemu, lelah ini mbakmu” ucap
mbaknya yang sepertinya kesal dengan adiknya
itu.Baru saja datang sudah langsung kena omel, ya
memang ini salah Ragil juga sih.

“ Ya maaf mbak, tadi yang nemuinkartu ujian Ragil


peserta juga kayaknya.Ngasihnya juga waktu ujian,
jadi Ragil nggak bisa telepon. Maaf ya mbak,”
mbaknya ini memang menakutkan kalau sedang
badmood.

“Enak banget ngomong gitu,”

“Yaudah nanti Ragil traktir deh,”

“Sok sokannraktir, emang punya uang?”

“Yehh, gini -gini Ragil suka nabung mbak,” ucap


Ragil percaya diri.

120
“Nggak usah, udah sana pergi. Bentar lagi ujian
kedua kan. Awas aja ada yang ilang lagi, mbak
tinggal di sini kamu,”

“Tetap bisa pulang kok, meski ditinggal sekalipun,”


ucap Ragil masih menggoda mbaknya itu

“Terserah kamu Gil, udah pergi sana,” usir mbak


Rika dengan wajah kesal.

Mungkin orang lain yang tidak mengenal mereka


akan melihat dua orang ini bukan sebagai adik dan
mbak. Tapi lebih ke pasangan kekasih, karena jarak
yang tidak terlalu jauh dan muka mbak Rika yang
kelihatan muda dibanding umurnya menguatkan
asumsi itu.

Ragil kemudian kembali ke kelas dan melanjutkan


ujian, di ujian kedua ini Ragil berkenalan dengan
teman sampingnya yang bernama Romo. Saat
mendengar nama teman barunya ini sangat Jawa
sekali, seperti namanya Ragil yang berarti anak
terakhir atau paling muda. Ternyata Romo juga

121
mengambil jurusan yang sama dengan Ragil. Pukul
10.45 Ujian selesai, Ragil keluar bersama teman
barunya ini.

“Yok aku duluangil,”

“Oke,” balas Ragil singkat.

“Udah ujiannya? Udahdapettemen baru nih,” ucap


mbaknya

“Kalau belomngapain Ragil keluar mbak. Kayak


anak TK ajambak punya temen baru di ceng-
cengin,”

“Kan cuman nanyaajaGil,”

“Yaudah yuk mbak pulang, Ragil pengen rebahan,”


ucap Ragil

“Katanya mau traktir mbak,”

“Ye salah sendiri tadi nggak mau,” balas Ragil

“Hem, terserah lah,”balas mbak Rika mengalah,


kalau dilanjut nggak akan ada habisnya ini nanti.

122
Sesampainya di rumah sekitar jam 12 an, tepat saat
adzandzuhur. Ragil langsung masuk kamar
beberapa saat kemudian pergi ke kamar mandi. 15
menit kemudian ia sudah bersiap-siap dengan baju
khas orang ke masjid.

“Mau ke masjid Gil,”tanya mbaknya

“Iya mbak, masa mau ke kondangan,” balas Ragil


masih sempet-sempetnya bercanda.

“Ya lagian, kamu jarang ke masjid”

“Ya, bukan berarti nggak pernah kan, yaudah Ragil


berangkat dulu. Assalamualaikum,” pamit Ragil.

“Waalaikumsalam,”

Selesai sholat berjamaah Ragil ingin langsung


pulang, tapi sebelum itu ia di cegat ibu-ibu jamaah.

“Nak Ragil ya?”

“Eh, iya bu,”

123
“Masyaallah, sering-sering ke masjid ya,”ucap
salah satu ibu itu.

“I-iya bu, kalau begitu saya permisi dulu ya,


assalamualaikum,” ucap Ragil dengan senyum
canggung.

“Waalaikumsalam,”

Sepertinya ia memang jarang ke masjid ya, Ragil


meringis memikirkan itu. Betapa malunya ia jarang
ke masjid, padahal jarak yang ditempuh tidak
seberapa.Sepertinya Ragil harus sering ke masjid.
Memang berbuat kebaikan kenapa begitu sulit
untuk memulainya, padahal sangat dianjurkan.

Setelah hari itu, Ragil lebih rajin ke masjid. Hari ini


tepat seminggu setelah ujian yang artinya hari
pengumuman hasil UMPTKIN. Ia menyerahkan
semua pada Allah Swt. Jika ini memang jalannya,
Ragil yakin pasti kali ini di terima, bismillah. Saat
ini masih jam 8, masih ada waktu dua jam lagi
untuk pengumuman hasil.

124
“Gil, Ragil” panggil sang ibu, Ragil yang semula
duduk di depan rumah langsung masuk ke dalam.

“Ada apa bu, kenapa ibu panik,”

“Bapakmu mutah-mutah dari tadi, telepon mbak


mu suruh pulang sekarang,”

“Iya, bu tunggu sebentar,”

Ragil segera menelepon mbak Rika, sampai


panggilan ke kelima mbaknya itu tidak mengangkat
telepon.

“Bu, mbak Rika teleponnya ndak di angkat.


Mending minta tolong pak rudi buat anter bapak ke
rumah sakit,”

“Yasudah, kamu panggil pak rudi ya Gil,”

Ragil segera ke rumah pak Rudi, pak Rudi adalah


salah satu tetangganya yang biasanya di mintai
tolong untuk mengantar orang-orang yang
membutuhkan jasanya.

125
“Assalamualaikum”

“Waalaikumsalam, eh nak Ragil. Ada apa nak?

“Pak Rudinya ada bu?”

“Ada Gil, di belakang. Sebentar biar ibu


panggilkan dulu,”

Sembari bu Rudi ke belakang, Ragil mencoba


kembali menelepon mbak Rika. Untungnya kali ini
telepon pertama langsung di angkat.

“Assalamualaikum, ada apa Gil kok nelpon mbak


terus?

“Bapak muntah-muntah terus mbak tadi, ini


manggil pak Rudi buat nganter bapakkerumah
sakit. Mbak nanti nyusul ya,”

“Yasudah, nanti mbak nyusul ya. Ini mau ijin


dulu,”

“iya mbak hati-hati ndak usah ngebut.


Assalamualaikum,”

126
“Waalaikumsalam,”

Beberapa saat kemudian pak Rudi keluar

“Ada apa Gil?”

“Gini pak, bapak muntah-muntah dari tadi. Mohon


bantuan bapak buat nganter ke rumah sakit, bisa
pak?”

“Ya allah, yaudah saya siapkan mobil dulu, kamu


pulang dulu nanti saya jemput ke rumah kamu ya,”

“Iya pak, terima kasih. Kalau begitu saya permisi,


assalamualaikum”

“Waalaikumsalam,”

Setelah Ragil sampai rumah, beberapa saat


kemudian pak Rudi tiba di rumah Ragil dan
membantu Bapak untuk masuk mobil. Ragil duduk
di depan, sedangkan ibu menemani bapak duduk di
kursi penumpang. Sekitar 15 menit, mobil pak Rudi
sampai di rumah sakit. Bapak langsung di bawa ke
UGD untuk penanganan, setelah beberapa saat

127
bapak di suruh rawat inap. Bersyukur keluarga
Ragil karena mendapat keringanan dari bantuan
kartu kesehatan. Setelah suasana mulai kondusif,
pak Rudi pamit pulang dan berpesan untuk
mengabari beliau jika ada apa-apa. Pak Rudi sangat
baik, beliau bahkan tidak mau menerima uang
pemberian dari ibu, bahkan uang membeli solar
sekalipun.

“assalamualaikum,” ucap mbak Rika mendekati


ranjang bapak. Di ruangan ini ada lima brankar,
tapi yang terisi hanya dua.

“Waalaikumsalam, duduk dulu Rik. Baru


perjalanan kan,” ucap Ibu

“Bapak bagaimana bu, katanya Ragil tadi bapak


sempat muntah ya”

“Iya, bapak asam lambungnya naik. Gaktaugimana


kok bisa kena tapi kata dokter bapak gak papa, kalo

128
cepat membaik bisa pulang,” ucap ibu menenagkan
mbak Rika yang terlihat masih cemas.

“Bapak ndak papa, cuman lemes aja sekarang


rasanya. Besok juga sembuh,” ujar bapak tak mau
kalah, yang sedari tadi cuman diam melihat kami
berbicara.

“Amin, semoga bapak cepat sehat,” ucap ibu

“Gil, kamu udaahngecek?” tanya mbak Rika.

“Cek apa mbak?” ucapku bingung

“Jadi belum? Hasil ujian, ini hampir jam 11


brartiudah keluar dari tadi kan hasilnya?”

“Astagfirullah Ragil lupa, tadisaking paniknya jadi


gakinget kalau udah keluar hasilnya,”

“yasudah kamu cek dulu sana Gil,” suruh ibu

“Iya bu, sebantar aku cek dulu,”

“Bapak sama ibudoain kamu lulus ya Gil,” ucap


bapak, hanya anggukan yang diberikan Ragil.

129
Ragil keluar sebentar dari ruang inap, dan duduk di
kursi panjang di depan ruangan itu.

“Bismillah” batin Ragil

Ragil sedikit gemas karena sinyal yang sulit,


menunggu beberapa saat dan hasilnya membuat
Ragil lemas. Ia bahkan sampai mengulang
beberapa kali.

“GimanaGil, kamu lulus?” tanya mbak Rika,


setelah melihat Ragil masuk kembali ke ruangan.

“Ibu ndakmarah kalaupun kamu ndaklulus punGil,


mungkin belum jalannya,” ucap Ibu setelah melihat
wajah Ragil yang terlihat lemas.

“Ragil udah lihat dan hasilnya..” seakan mengulur


waktu Ragil menjeda ucapanya, karena dipelototi
mbak nya ia malah cengengesan. “Ragil ke trima
mbak,”

“Alhamdulillah,” ucap mereka serentak.

130
“Wajahmu meyakinkan kalau kamu gak lolos Gil,
ngeselin banget kamu,” ucap mbak Rika

“Biar supres mbak,” ucap Ragil geli

“Suprise, bukan supres,” ucap mbak Rika kesal


dengan tingkah adiknya itu.

“Sudah-sudah, alhamdulillah kamu lolos. Ini masih


awal Gil, perjalanan kamu masih panjang, tetep
rendah hati dan jangan tinggalkan sholat ya,” ucap
bapak

“Iya pak, bakal Ragil ingat. Pasti,” ucap Ragil


dengan penuh keyakinan. Ia merasa bahagia entah
karena bisa bersama keluarganya atau mendapat
kabar bahagia ini. Sekarang ia merasa lebih bisa
terbuka untuk pengalaman-pengalaman lain yang
menunggu di depan sana.

Sesederhana itu, untuk memulai apa yang kamu


impikan. Kalau tidak sekarang kapan lagi kamu
akan memulainya. Selalu sabar, berusaha dan

131
berdoa adalah kuncinya. Selalu hormati orang
tuamu tidak perlu memberikan egomu ketika
meraih kepercayaan. Tidak perlu memberikan
pembuktian dengan perkataan saja, buktikan
dengan perbuatanmu maka mereka yang tidak
percaya akan luluh dengan sendirinya. Tidak perlu
meninggikan ego untuk mencapai sesuatu, cukup
kepercayaan akan kemampuan dirimu dan
menjadikan pengalaman atassemua jalan masa
lalumu, dapat membuatmu menjadi orang yang
lebih kuat dari apa yang kamu bayangkan.

132
Biografi Penulis

Biasa dipanggil Dila, nama penanya F.A


Fadzilah.Lahir pada bulan Januari di Kabupaten
Tulungagung. Penulis tertarik membaca karya
sastra; cerpen, puisi, dan novel.Dunia Psikologi dan
Seni adalah hal yang disukainya.Si penikmat hujan
dan malam penuh bintang.

Penulis menuliskan karya pertamanya dalam


cerpen antologi dengan judul “ The Book of
Struggle” (2020). Motonya“Maju Sakit Mundur
Kalah”.

133
ALLINA

By:Alin Dewi Chusna

Siang itu suasana begitu hangat.Angin sepoi


berhembus begitu pelan dan mentarimasih setia
melirik dibalik awan-awan tebal.

Allina duduk diantara barisan tangga serambi


masjid. Melamun, sambil mengamati keramaian di
seberang jalan. Ah, tepatnya ia sedang menatap
kosong jejeran mahasiswa-mahasiswi muda yang
berjalan bergerombol, berlari, dan kesana kemari
membawa setumpuk kertas ditangannya.

Allina terpaku sejenak. Mengingat percakapannya


dengan ibunya tadi malam.

‘Allina.. bagaimanapun kamu harus mondoknak,


ibu sama Abah nggakridho kamu sekolah terus-
terusan begini. Kamu ini perempuan nak, ojo
sembrono!’

134
Allina terdiam sejenak, lalu menghela nafas
panjang menatap nanar wajah ibuknya‘Buk,
selamaini Kulo mesti manut njenenganto?, Ibuk
suwun kulo ngrelaaken sekolah Aliyah damel
mlebet pondok, nggeh tetep kulo lampahi’.

Allina menghela nafas, matanya sudah tak mampu


membendung air mata. Ia simpuh didepan ibunya.
Menangis, dan menggenggam erat kaki ibunya.
‘Buk, allina mohon... Sekali ini saja, ridhoi allina
memilih jalan allina sendiri’.

Ibunya terdiam. Bulir air matanya ikut berjatuhan.


Tangannya yang mulai menunjukkan semburat
keriput mengelus lembut kepala Allina.

‘Nduk, kamu ini perempuan.Tugas mu ngopeni lan


ngladeni anak bojomu. Ibuk sekali-kali ndakridho
kalau kamu tumbuh jadi wanita yang Ndak paham
kewajiban cuman itu tok yang jadi keinginan ibu!’.

‘Buk, insyaAllah allina paham tentang masalah itu.


Makanya, allina kepingin belajar sebanyak dan

135
sesering yang Allinabisa’. Ia mengusap pipi
basahnya lalu melanjutkan perkatannya ‘Allina
butuh ilmu yang banyak dan pengalaman yang
memadai untuk mendidik dzurriyyah-dzurriyyah
kulo nanti. Ibuk pernah dawuh kepada Allina
bukan? bahwa ibu itu madrasah pertama bagi anak-
anaknya?’

Ibunya terdiam dalam tangis. Semburat kecewa itu


masih tercetak jelas. Allina tergugu, ia paham
dibalik diam ibunya.Jawaban penolakan itu
membuatnya tertunduk lemas. Ibunya berdiri lalu
berjalan menuju kamar, menguncinya.

Mungkin mimpinya untuk sekolah sudah saatnya ia


kubur dalam-dalam. Ahtidak,ini baru permulaan’
batinnya. Allina bukan tipikal wanita yang mudah
menyerah begitu saja.Mengingat deretan buku-
buku ilmiahyang pernah dibacanya,
membangkitkan semangatnya kembali. Ia masih
ingat sosok Ummul Mukminin Sayyidah Khadijah
yang dengan kecerdasannya ia mampu berkiprah di

136
dunia perekonomian, namun tak serta merta
melupakan kewajibannya dirumah.
Mendidikseorang putri sholehah Fatimah, dan
menjadi istri terbaik Rasulullah.Ia juga masih ingat
sosok LubndadariCordoba, wanita bangsawan yang
diberi amanah menjadi kepala dewan perpustakaan
yang menyimpan 500 ribu koleksi buku
Andalusia.Selama masa hidupnya, ia bekerja
sebagai sekretaris Khalifah, sebagai juru tulis, dan
kemudian sebagai sekretaris pribadi putra Abd Al-
Rahman Hakam II Ibn Abdur-Rahman.Ada juga
sosok Arwa Al Sulayhiseorang Ratu Yaman yang
dijuluki sebagai Young Queen of Sheba atau
Balqhis Al-Sughrakarena keadilannya dan
perhatiannya terhadap kesejahteraan rakyat negeri
Yaman. Gelar itu disamakan dengan figur Ratu
Bilqis pada masanya.Ia dikenal cerdas dan ulet
dalam berbagai bidang keilmuan terutama sastra,
kebudayaan dan Studi agama. Walaupun hidup
dalam kekuasaan yang begitu cemerlang, Ratu

137
Arwa selalu setia dalam merawat dan menemani
sauminya yang lumpuh, sekaligus merawat 4 orang
anak yang masih sangat belia.

Hatinya bergemuruh. Ia tak mengharapkan menjadi


seorang hebat dan terkenal. Ia hanya berharap
menjadi wanita yang cukup ilmu untuk mendidik
anak-anaknya kelak.Ia tak mau kelak anaknya
tumbuh dalam lingkar kebodohannya sendiri, hanya
itu saja.

‘Mbak lin, dipanggil abah!’ panggilanadiknya di


ujung tangga masjid itu membuyarkan lamunannya.

Ia menuruni tangga tergopoh. Ia sudah siap dengan


segala kemungkinan yang akan Abahnya lontarkan
padanya. Semenjak percakapan dengan ibunya
kemarenmalam, tak ada sepatah kata pun yang
keluar dari lisan ibunya. Ah, saat melihat wajah
sedih ibunya tadi pagi merasa takut dan bersalah.

138
‘A..Assalamu’alaikum’ jantungnya bergemuruh tak
karuan. Ia benar-benar takut jika sudah
menyangkut panggilan dari abahnya.

'Wa'alaikumussalam, sini nduk!’ tegas Abah yang


langsung melenggangkan kursi panjang bersandar
disampingnya.

Ia melangkah cepat, mengikuti perintah abahnya.

‘Ada masalah apa nduk, kamu sama ibumu?’

Allina menunduk dalam. Kemudian menghela


nafasnya, ‘ah mengingat kejadian tadi malam
membuatku jatuh’ batinnya.

‘Allina ingin meneruskan sekolah bah’ jawabnya


pelan.

‘Kenapa nduk?’ tanya abahnya lagi.

‘Karena Allina wanita bah’

‘Justru karena wanita kamu seharusnya paham


fitrahmu.. ' tegas abahnya.

139
Allina tergugu, matanya sudah penuh dengan bulir-
bulir air mata yang hampir menetes.

‘Bah, wanita juga butuh ilmu’. Ujarnya.

‘Ilmu itu bisa kamu dapat di pesantren nduk, buat


apa sekolah tinggi-tinggi kalau fitrahmu ini harus
selalu kembali ke rumah?’

Allina tersenyum miris dalam tunduknya, entah


keberanian dari mana. Ia mulai mengangkat wajah
dan menatap abahnya.

‘Allina paham bah, bahwa setiap wanita punya


fitrahnya untuk ngladeni ngopeni anak suaminya
nanti. Tapi Abah sama ibu seringkali
menyampaikan kepada Allina, bahwa madrasah
pertama bagi seorang anak itu ada ditangan wanita
sendiri kan?

Saestu bah,zaman semakin maju. Kalau allina


mundur, dan tetap bersikukuh merelakan
pendidikan. Bisakah allina jadi ibu yang baik bagi

140
anak-anak allina kelak? Tegakah njenengan melihat
allinamendzolimi anak-anak allina nanti
disebabkan kebodohan allina sendiri?’

Iaterdiam lemas. Abahnya beranjak dari tempat


duduknya dan meninggalkannya yang masih
tergugu diam.

‘aku harus kuat’ batinnya.Bagaimanapun keputusan


orangtuanya nanti tetaplah harus ia jalani, ia harus
membuka kemungkinankecewa. Ia menangis dalam
tunduknya, lisannya terus melantunkan dzikir, ia
yakin hanya Allah yang menjadi sandarannya saat
ini.

‘AllaahuakbarAllahuakbar..’ lantunan adzan Sholat


Ashar menyadarkannya. Ia berlari ke kamar mandi
untuk mengambil air wudhu. Ia harus segera pergi
ke masjid sebelum abahnya keluar dari kamar. Ia
masih takut berpapasan dengan abahnya, didalam
ulu hatinya ada kekecewaan yang tak dapat dengan
mudah ia lontarkan.

141
Selesai sholat jamaah usai dan masjid mulai
lenggang dari jamaah. Ia mengambil mushaf yang
diletakkannya diatas jendela masjid. Ayat demi
ayat yang ia lantunkan membuatnya merasa jauh
lebih baik dan tabah. Ia masih ingat nasehat
kyainya dulu, tentang masalah dan jalan keluar.
Beliau dawuh bahwa seberapabesarmasalahmu,
hanya akan terhitung begitu kecil Dimata Allah.
Kehendak, kuasa, dan apapun yang ada dunia ini
semua milik Allah termasuk hati manusia.
Mintalah sesuatu padaNya karena kita tak punya
apa-apa tanpaNya.

‘Allina..’ panggil abahnya dibalik tirai pembatas

‘nggeh bah’ jawabnya sambil berdiri mendekati


sumber suara.

‘Duduk sini nduk..’

Hatinya sudah lebih baik sekarang. Ia pasrah,


bagaimanapun jawabannya nanti itu yang terbaik
batinya.

142
‘Abah sudah musyawarah sama ibumu’

Allina mengangguk pelan ‘nggeh bah, Allinaikhlas


kok’

‘lhoh,, sudah hilang ini semangatnya ?’ ujar


abahnya sambil tersenyum lebar.

Ia kebingungan. Tak paham dengan maksud


abahnya.

‘pripun bah ?’

‘Semangat sekolah mu nduk, Abah sama ibumu


insyaAllah ridho’.

Allina memandang wajah abahnya tak percaya.


Bulir-bulir air matanya jatuh. Diraihnya tangan
abahnya lalu diciumnya perlahan.
‘Alhamdulillah..matur nuwun sangetbah sudah
percaya sama Allina. Do’a kan allina nggeh bah’

Abahnya tersenyum, lalu mengelus lembut kepala


anak putrinya. ‘Dimanapun kamu berada Abah
do’akannduk, selama jalanmu tak pernah

143
bertentangan dengan fitrahmu sebagai wanita.
Sekolah boleh tinggi tapi harus ingat untuk
kembali’

Allina mengangguk mantap. Ah, ia akan tidur


nyenyak malam ini. Beban yang diembannya
selama ini gugur sudah. Jiwanya berkobar untuk
ribuan perjalanan jauh yang terpampang dipelupuk
matanya. ‘Bismillah.. semangat untuk
pendidikan!!’ batinya.

144
Biografi Penulis

Namaku Alin Dewi Chusna lahir di kota Adipura


tepatnya pada tanggal 27 Juli 2001. Walau lahir
disana, saat ini aku tinggal di sebuah desa asri
Gendingan, Tulungagung.Aku sedang melanjutkan
studi Jurusan Psikologi Islam di UIN SAYYID ALI
RAHMATULLAH. Di usia 7 tahun aku mulai
mencintai dunia kepenulisan, itu berawal saat aku
mulai rajin membaca novel terbitan KKPK dan
Pinky Berry. Suatu hari nanti, aku berharap untuk
dapat memberimu semangat lewat karya-karya
yang kutulis. Not JustkeepReading,
butalsokeepWriting.

145
AKU DAN PENDIDIKAN

By: Dian Nurhasanah

Hai kenalin, nama aku Erwin Satria biasa


dipanggil Erwin. Aku terlahir dalam keluarga yang
bisa dibilang cukup untuk biaya makan, sekolah,
dan kebutuhan lainnya. Aku sedang duduk di
bangku kelas 12 di SMA Negeri 53 Jakarta yang
berada di Jakarta Timur. Ayah dan Ibu ku adalah
seorang buruh di salah satu perusahaan Kota
Jakarta. Namun, saat tahun 2009 ayah baru saja
meninggal karena penyakitnya.

Suatu ketika disaat aku berkumpul di ruang kelas


bersama teman, salah satu teman ku berkata

“eh kamu mau lanjut kuliah dimana?”, dan teman


ku yang bernama Dikta mendengar percakapan tadi
sontak menjawab "oh aku mau lanjut kuliah di
Binus”.

146
Dikta adalah orang yang cukup berada, ayahnya
adalah manager salah satu perusahaan ternama di
Jakarta. Aku dan Dikta adalah sahabat sejak SMP,
dia tau bagaimana kondisi ekonomi ku yang bisa
dibilang hanya cukup untuk makan, sekolah, dan
kebutuhan lainnya.

Erwin bisa dibilang kurang pintar dalam


pelajaran matematika, disaat mata pelajaran itu
dimulai sang guru menunjuk Erwin untuk
mengerjakan soal di papan tulis. Namun, saat itu
Erwin kurang paham pada materi limit
trigonometri, sang guru pun lantas mengucapkan
dengan nada yang sangat tidak pantas untuk
diucapkan, guru itu pun berkata

“gimana kamu nanti saat di perguruan tinggi,


matematika saja tidak bisa, kamu ga akan bisa lolos
ujian masuk perguruan tinggi”.

Lalu, Erwin pun menunduk malu saat itu karena


menjadi sorotan satu kelas. Bel pulang pun tiba,

147
saat di rumahnya ia langsung bergelut dengan
dirinya sendiri,

“apa benar aku tidak pantas untuk masuk ke


perguruan tinggi?”

sontak ibunya datang menghampiri dan bertanya


kepada anak satu-satunya,

“nak, kamu kenapa? kok mukanya murung


begitu?” saat itu ibunya sedang libur hari kerja.

“tidak apa-apa bu, hanya sedikit capek”, ia terpaksa


menutupi semua yang terjadi di sekolah tadi.

“nak, cerita saja nanti yang ada kamu sakit kalau


semuanya di pendam sendiri”

“tadi saat aku ditunjuk untuk mengerjakan soal


matematika, disitu aku tidak paham materinya,
namun guru matematika itu langsung
menjatuhkanku dengan tidak akan lolos perguruan
tinggi di depan kelas, aku sangat malu bu”,
bercerita dengan muka yang tersedu-sedu

148
“hei nak dengarkan ini ya, kamu ga perlu
dimasukkan ke hati, buktikan saja omongan guru
itu bahwa kamu juga bisa lolos perguruan tinggi,
sudah jangan terlalu dipikirkan sekarang ayo kita
makan siang, ibu sudah buatkan makanan kesukaan
kamu”

Erwin pun mengikuti perintah ibu dan bergegas


ganti baju untuk makan siang. Saat malam hari,
Erwin membantu ibunya berjualan di pasar malam
dekat dengan rumahnya saat itu dagangannya
sangat laris sampai suatu ketika preman datang
untuk meminta upah kepada semua pedagang,

“HEI CEPAT KASIH UANGNYA SAMA


SAYA!”, dengan muka yang sangat garang preman
itu memarahi Erwin dan ibunya

Tanpa sepatah kata, ibu Erwin langsung memberi


uangnya kepada preman tersebut dan langsung
menangis,

149
“ibu, jangan menangis”, Erwin yang sedang
menenangkan ibunya agar tidak menangis

“mau mendapatkan uang darimana lagi nak, gaji


ibu juga tidak cukup untuk memenuhi semua ini”,
jawabnya dengan nada tersedu-sedu.

Tanpa pikir panjang lagi, Erwin meminta izin


kepada ibunya untuk bekerja sebagai ojek online,
“bu, karena kebutuhan kita makin banyak, Erwin
mau kerja saja bu sebagai ojek online”

Namun, izin tersebut ditolak oleh ibunya, “nak,


tidak usah bekerja kamu cukup sekolah yang rajin
saja, untuk kebutuhan ekonomi kita biarkan ibu
saja yang bekerja”.

Setelah berbicara cukup lama dan tangisan pun


sudah mulai reda, Erwin dan ibunya mulai
membereskan barang dagangannya untuk kembali
pulang ke rumah karena waktu sudah menunjukkan
pukul 10 malam.

150
Hari berikutnya seperti biasa Erwin berangkat ke
sekolah dengan memikirkan bagaimana cara
mendaftarkan dirinya menjadi ojek online
walaupun hal itu sudah ditolak oleh ibunya,

“ah, gimana caranya aku daftar ojek online


sedangkan aku tidak punya motor”, gumamnya
selama perjalanan sekolah.

Selama di perjalanan, Erwin tidak sengaja bertemu


dengan Dikta,

“hei, Erwin” sapanya Dikta kepada Erwin.

“eh hai Dikta”, balasnya Erwin

“kenapa nih mukanya seperti orang banyak pikiran


saja”, tanya nya Dikta karena rasa penasaran.

“ah ini, aku sedang memikirkan bagaimana caranya


mendaftarkan diri sebagai ojek online tetapi aku
tidak punya motor”, curhatnya Erwin.

151
“hmm bagaimana kalau aku pinjamkan saja
motorku, kamu pakai saja”, karena rasa empatinya
itu, Dikta pun akhirnya meminjamkan motornya.

“yang benar? sungguh? terima kasih Dikta”, Erwin


dengan rasa senang sekaligus terharu.

“iya, nanti pulang sekolah kita ke rumah ku ya,


ambil motornya di garasi”, jawabnya Dikta dengan
berbaik hati.

Erwin akan mengingat jasa Dikta yang sudah


berbaik hati kepada dia karena sudah meminjamkan
motornya untuk ojek online. Setelah jam pulang
sekolah tiba, mereka bergegas untuk pergi ke
rumah Dikta untuk mengambil motornya itu.

“nih motornya, jangan sampai hilang ya, hati-hati


di jalan”, pesannya Dikta.

“siap, terima kasih ya motornya, tenang itu akan


selamanya sama aku kok”, jawabnya Erwin.

152
Setelah mengambil motornya, lalu ia segera
berangkat ke kantor ojek online untuk mendaftar
tidak lupa tadi pagi sudah menyiapkan berkas-
berkasnya yang akan diperlukan nantinya secara
diam-diam tanpa sepengetahuan dari ibunya.
Setelah 1 jam mendaftar, nama Erwin sudah
terdaftar sebagai driver ojol dan hal pertama yang
dilakukan sebelum bekerja, ia di training dulu
dengan diajarkan cara penggunaan aplikasinya.

Selama bekerja sebagai driver ojol, Erwin enjoy


saja dengan pekerjaannya bahkan dia sangat
mencintai pekerjaannya karena dari pekerjaan
tersebut dia dapat menghasilkan uang untuk
perekonomiannya. Selepas dari pekerjaannya itu, ia
tidak langsung pulang melainkan mengembalikan
motornya dulu kepada Dikta,

“Assalamualaikum, permisi”, salamnya kepada


orang rumah

153
“Waalaikumsalam, oh Erwin langsung masukkan
saja motornya di garasi”, jawabnya Dikta.

“Terima kasih ya Dikta, besok aku pinjam lagi,


perihal bensin sudah di isi”, jawabnya Erwin

“oke siap, gimana? kerjaannya lancarkan?”, tanya


Dikta.

“oh alhamdulillah lancar, udah dapet uang 150


ribu”, jawab Erwin.

“oh ya aku pulang dulu ya, sudah malam ini”,


lanjutnya Erwin.

“oh iya hati-hati ya”, jawabnya Dikta.

Selepas dari rumah Dikta, Erwin pun bergegas


pulang ke rumahnya untuk segera mandi dan
mengerjakan tugas sekolahnya. Disaat sedang
mengerjakan tugasnya, ia terpikirkan untuk
mencari beasiswa saja untuk melanjutkan
perguruan tingginya. Namun, dia bingung harus

154
mencari kemana beasiswanya karena ia sangat buta
informasi tentang beasiswa.

Keesokan harinya saat di sekolah, Erwin bertanya


kepada Dikta

“eh kamu tau ga info tentang beasiswa buat


perguruan tinggi?”, tanya Erwin

“oh tau, ada beasiswa djarum, bidikmisi, beasiswa


ORBIT Hasri Ainun Habibie, beasiswa BCA, dan
masih banyak lagi”, jawabnya Dikta

“oh kalau beasiswa untuk ke luar negeri tau ga?”,


tanya nya kembali

“ada beasiswa monbukagakusho, mitsui bussan,


KGSP, dan banyak lagi. Aku sarankan sih kalau
mau nyari beasiswa banyak cari di internet karena
banyak, tergantung kamu mau kemana tujuan
perguruan tingginya, anyway good luck ya semoga
berhasil”, jawabnya Dikta.

155
Kringggg, tanda bel masuk berbunyi. Erwin dan
Dikta masuk ke kelas yang berbeda, Erwin masuk
kelas 12 ipa 2 sedangkan Dikta masuk kelas 12 ipa
1. Selepas pulang sekolah, Erwin mencari info di
ponselnya. Mimpi Erwin adalah masuk perguruan
tinggi di Luar Negeri karena ingin mengikuti jejak
sepupunya yang telah lulus masuk ke Korea
University jurusan College of Art and Design.
Sepupunya ini memang tergolong orang yang
pintar, dia berhasil mendapatkan beasiswa KGSP
tahun 2010.

Waktu berlalu cukup cepat, di hari perpisahan tiba


semua angkatan kelas 12 berkumpul di aula
sekolah. Seperti biasa, anak yang lulus SNMPTN,
SNMPN, dan SPAN-PTKIN dipanggil ke depan
aula untuk diucapkan selamat oleh kepala sekolah
dan para guru. Selepas selesai acara perpisahan,
Erwin kembali bekerja sebagai driver ojol. Namun,
sekarang ia sudah mempunyai motor baru hasil
kerja kerasnya walaupun motor itu hanyalah motor

156
bekas. Saat ingin mengeluarkan motor, tanpa
disangka ibunya muncul dari luar dan bertanya
kepada Erwin,

“nak, mau kemana kamu?”, tanya ibu

“e...ee...anu bu...”, jawabnya Erwin dengan sangat


gugup karena ia tidak ingin berbohong kepada
ibunya.

“kenapa gugup gitu, mau kemana nak?”, tanya nya


sekali lagi

“anu bu...aku mau pergi main”, jawabnya dengan


terbata-bata karena tidak ingin bekerja.

“tidak usah berbohong nak, jawab jujur saja”, tanya


ibu

“Erwin mau kerja bu, Erwin jadi driver ojol”,


jawabnya dengan sedikit taku

“kamu kenapa ga bilang dari awal Erwin, kamu


makan selalu telat, ibu ga akan marah kok kamu
kerja, tempo hari ibu bilang kamu gausah kerja itu

157
supaya sekolah kamu itu ga terganggu, ya sudah
hati-hati di jalan ya nak”, jawab ibu.

“terima kasih ya bu, sekarang Erwin kerja dulu,


assalamualaikum”, pamit Erwin.

“waalaikumsalam”, jawab ibu sambil tersenyum.

Setelah lulus sekolah, Erwin belajar untuk


mengejar beasiswanya sambil bekerja. Erwin
berniat untuk mengejar beasiswa mitsui bussan,
karena impian dia sejak kecil ingin pergi ke Jepang.
Sepulang dari kerjanya sebagai driver ojol, ia
langsung bergegas mandi dan belajar untuk tes
beasiswanya. Mungkin nilai rapot dia tidak sebagus
yang lainnya, namun ia tidak patah semangat dan
akan terus mengejar mimpinya. Hari-H tiba dan
Erwin harus bergegas pergi ke tempat tes tulisnya
yang berada di Universitas Persada, tidak lupa
pamit kepada ibunya sembari menitipkan doa,

“bu, Erwin berangkat tes dulu ya semoga lancar


dan lolos”, pamit Erwin menuju tempat tes

158
“iya ibu doakan yang terbaik untuk Erwin”, jawab
ibu

Erwin berangkat dari rumah jam 6 pagi, sampai ke


tempat tes jam 7 karena waktu tes jam 09.30 wib.
Melihat sekeliling, banyak kalangan orang yang
berumur 17-20 dari yang baru lulus SMA sampai
mahasiswa S1. Jam 09.30 pun tiba, semua peserta
masuk ke dalam ruangan. Tes tulis ini yang
diujikan hanya matematika dan bahasa inggris saja,
tentunya Erwin sudah belajar dengan giat sampai ia
berguru kepada teman-temannya. Setelah selama 2
jam 30 menit, akhirnya tes tulis pun selesai.
Sebelum peserta keluar dari ruangannya, terlebih
dahulu dari panitia penyelenggara memberi
informasi jika tidak mendapatkan telepon, maka
dinyatakan gagal.

Setelah menunggu selama 4 hari, Erwin yang


sedang bekerja seperti biasanya. Entah pikiran apa
yang menghantui Erwin selama bekerja, ia sangat
kepikiran sekali dengan pengumumannya apakah

159
lolos atau tidak. Saat Erwin sedang istirahat di
warung, ada nomor telpon masuk yang tidak
diketahui namanya, dia angkat telpon itu,

“halo apakah ini dengan saudara Erwin?”, tanya


nya pihak penelpon

“iya dengan saya sendiri”, jawab Erwin dengan


nada kebingungan

“selamat, kamu dinyatakan lolos tes tulis mitsui


bussan dan sampai bertemu lagi di tes selanjutnya”,
jawab penelpon itu yang ternyata dari pihak mitsui
bussan

“yang bener pak, alhamdulillah makasih pak”,


dengan nada yang terharu sampai menitikkan air
mata

Selepas mendengar pengumuman tersebut, Erwin


langsung bergegas pulang menemi ibunya.
Setibanya di rumah, Erwin langsung memeluk
ibunya

160
“eh kenapa nak tiba-tiba memeluk ibu?”, tanya
ibunya dengan raut muka kebingungan

“bu, aku lulus tes tulis bu”, dengan gembiranya ia


memberitahukan

“yang bener? alhamdulillah ya allah, selamat nak


kamu berhasil”, memeluk kembali Erwin sambil
menangis gembira

“setelah ini ada tes apalagi?”, tanya ibu

“ada tes psikologi bu”, jawab Erwin

“semoga berhasil ya nak, ibu terharu banget anak


ibu bisa berhasil sampai tahap ini”, jawab ibu

Setelah pengumuman tersebut, kembali Erwin


untuk tes yang kedua ialah tes psikologi yang
bertempat di Universitas Indonesia. Tidak lupa ia
berpamitan kepada ibunya dan berdoa agar diberi
kelancaran untuk mengerjakan tes tersebut. Di tes
tersebut, Erwin lancar sekali dalam
mengerjakannya. Selepas tes psikologi ada yang

161
namanya tes wawancara, semua peserta di
wawancara apakah mereka pantas atau tidak.
Seperti biasa, Erwin pun lancar dalam menjawab
pertanyaan yang dibeberkan oleh pihak mitsui
bussan.

Sebelum melanjutkan perjalanan pulang, Erwin


pergi ke mall yang berada di kota kasablanka atau
orang menyebutnya ‘kokas’. Erwin membeli
beberapa makanan untuk dimakan dan dibawa
pulang untuk ibunya. Erwin pun pulang dengan
perasaan lega karena sudah mencapai tahap tes
psikologi dan tes wawancara. Sehabis tes itu masih
ada lagi yaitu tes kesehatan. keesokan harinya yaitu
tes kesehatan, Erwin sudah menyiapkan fisiknya
untuk di tes karena ia rajin berolahraga di pagi hari.

Hanya ada 15 orang saja yang lolos dari tes


tersebut, Erwin mengecek email box yang masuk
dan dia dikejutkan lagi karena ada email dari pihak
mitusi bussan, nama Erwin berada di urutan 8 dia

162
langsung bergegas memberitahukan ibunya yang
sedang menyuci baju,

“BUUU....ERWIN LULUS LAGI BUUU”, dengan


nada gembiranya.

“Alhamdulillah naaakkk, kamu lulus lagi.


Selangkah lagi perjuangan kamu buat dapetin
beasiswa itu”, jawabnya dengan rasa senang dan
gembira.

“iya bu, minggu depan adda tes interview. Doain


semoga lulus lagi biar bisa kayak Ka Karin. Karin
adalah sepupu Erwin yang bersekolah di Korea
University.

Hari-hari pun sudah berlalu sampai dimana hari tes


interview itu tiba, Erwin segera bergegas menuju
kantor mitsui bussan. Sesampainya di kantor mitsui
bussan, ia merasa gugup tidak seperti tes-tes yang
sebelumnya, mungkin yang akan bertanya adalah
bukan hanya orang pendiri mitsui bussan namun
ada orang yang dari Jepangnya langsung.

163
Setelah menunggu berjam-jam lamanya, Erwin
masuk ke dalam ruangan dan di interview selama
30 menit. Tidak sebentar namun juga tidak lama,
Erwin sangat gugup namun jika ia menjawab
dengan gugup kemungkinan untuk gagal kana
menjadi besar jadi ia memutuskan untuk bagaimana
caranya agar tidak gugup lagi dengan cara berpikir
positif. Setelah di interview selama 30 menit,
Erwin bergegas mencari makan karena sudah
waktunya makan siang. Ia tidak memikirkan lagi
tes interview itu, baginya jika gagal tidak apa
masih banyak beasiswa lainnya. Makanan yang di
piring pun sudah habis, Erwin segera pulang untuk
bersiap bekerja lagi.

Hari pengumuman pun tiba, pada tanggal 27 Juni


Erwin sedang merencanakan untuk pulang
kampung ke Bandung bersama ibunya.
Sesampainya di Bandung, ia langsung mandi dan
ganti baju karena mereka mempunyai acara
mendatangi pernikahan kakak sepupunya. Saat di

164
acara pernikahan tersebut, ponsel Erwin di telpon
kembali oleh pihak mitsui bussan,

“hallo dik, ini dari pihak mitsui bussan, selamat


kamu lolos mendapatkan beasiswa dari mitsui
bussan, apakah anda ingin menerimanya?”, tanya
pihak mitsui bussan

“IYA PAK SAYA MENERIMANYA”, dengan


nada gembira, nangis, terharu, campur aduk.

“akan di infokan selanjutnya melalui email ya,


sekali lagi selamat”, jawab pihak mitsui bussan.

Erwin langsung memberitahukan kepada ibunya,


dan ibunya menangis lalu pingsan mendengar
pemberitahuan itu. Ia panik karena baru pertama
melihat ibunya pingsan, lalu ibunya digotong
bersama saudara-saudaranya menujur kamar.
Setelah beberapa menit, akhirnya ibunya pun
siuman dari pingsan lalu memeluk Erwin sambil
berkata,

165
“Alhamdulillah nak kamu lulus beasiswa”,
mengucapkan selamat sambil menangis

“kamu ambil kan beasiswanya?”, tanya ibu

“iya bu aku ambil”, jawab Erwin

Sepulang dari Bandung, ia segera pergi ke tempat


kursus belajar Bahasa Jepang selama 1 bulan
karena termasuk awal dari ia sebelum berangkat ke
Jepang. Erwin berangkat ke Jepang pada tanggal 5
Agustus. Hari-hari pun sudah dilalui, sebelum ia
pergi ke Jepang, Erwin menghabiskan waktu
bersama ibunya dan tidak bekerja karena ia pasti
akan mengenang peristiwa bersama ibunya
sebelum berangkat. Tanggal 5 Agustus pun tiba,
waktunya Erwin berangkat ke Jepang dan
berpamitan kepada ibunya,

“bu doakan Erwin agar selalu lancar ke depannya,


ibu jaga kesehatan jangan sampe sakit, makan yang
tepat ya bu, Erwin berangkat dulu”, salam Erwin
dan melepaskan kepergiannya.

166
“iya nak ibu selalu doakan, kamu juga jaga
kesehatan disana jangan sampe sakit kalau kangen
ibu, tinggal telfon saja”, jawab ibu dengan nada
ikhlas melepaskan anaknya

“iya bu, Erwin berangkat dulu ya


assalamualaikum”, jawab Erwin

“iya nak waalaikumsalam”, jawab ibu

Jadwal keberangkatan pun tiba, Erwin flight pada


pukul 10.00 pagi dan akan sampai bandara Haneda
pada pukul 15.00 waktu Jepang. Sesampainya di
bandara Haneda, mereka mencari plang yang
bertuliskan mistui bussan, karena akan dipandu
oleh pihak mitsui bussan. Erwin bersama teman
nya yang juga lulus beasiswa ini mencari asrama
setelah di briefing oleh pihak mitsui bussan.
Sebelum masuk ke perguruan tinggi di Jepang,
mereka harus sekolah bahasa terlebih dahulu
selama 1 tahun dan mengikuti tes EJU
(Examination for Japanese University). Setelah 1

167
tahun lamanya, mereka mengikuti tes EJU yang
terdiri dari Japanese as Foreign, fisika, kimia,
biologi, Japan and The World, dan matematika.
Semua soal yang diujikan adalah dalam bentuk
bahasa Jepang. Tidak lupa untuk berdoa agar
hasilnya memuaskan karena target yang ia tuju
adalah University of Tokyo, yang menjadi salah
satu universitas nomor 1 di Jepang. Mungkin bagi
orang ini adalah mimpi yang terlalu tinggi dan
tidak realistis, namun Erwin tidak akan menyerah
ia pasti bisa untuk lulus di University of Tokyo
tersebut. Karena dia ingat dengan kata-kata
‘mimpilah setinggi mungkin, ibarat kita mimpi
untuk mendapatkan angka 10 namun jika jatuh, ia
akan terjatuh di angka 8 atau 7’. Sebelum hari ujian
itu tiba, ia menyempatkan untuk menelfon ibunya
yang berada di Indonesia,

“halo assalamualaikum”, sapa Erwin

“iya nak waalaikumsalam”, jawab ibu

168
“gimana nak keadaannya? sehat? sebentar lagi
ujian masuk perguruan tinggi, semoga nilai kamu
bagus ya nak, ibu kangen banget sama kamu”,
tanya ibu

“iya bu sehat, sebentar lagi ujian masuk ptn, aku


minta doanya semoga nilainya bagus, aku juga
kangen sama ibu, ibu udah makan?”, jawab Erwin

“sudah nak, di rumah kalau ga ada kamu jadi terasa


sepi, untungnya sepupu kamu main ke rumah ibu,
jadi ramai lagi”, jawab ibu

“iya bu nanti kalau sudah waktunya pulang, Erwin


bakal pulang ke Indonesia disini Erwin sekolah
dulu yang pinter biar ibu gausah kerja lagi, biar
Erwin yang kerja”, jawab Erwin

“iya nak, sudah dulu ya ibu sudah mengantuk nanti


dilanjut lagi kamu tidur sana, disana sudah jam 12
malam”, jawab ibu

169
“iya bu ini sebentar lagi Erwin mau tidur,
assalamualaikum”, jawab Erwin

“waalaikumsalam”, jawab ibu

Setelah telfon berakhir, Erwin menyiapkan tempat


tidurnya untuk istirahat. Hari ujian pun tiba, Erwin
menuju ke tempat ujiannya dengan berjalan kaki
karena jarak dari tempat asramanya ke tempat
ujiannya hanya membutuhkan waktu 20 menit.
Erwin sudah sampai ke tempat ujian, disana ia
sendirian dari Indonesia kebanyakan dari asli
Jepang. Namun ia tidak takut pada calon
mahasiswa tersebut yang ia takutkan hanya pada
pikiran ia sendiri karena sudah berpikiran negatif
dengan soal-soal yang akan diujikan. Waktu
pengerjaan ujian tiba, semua calon mahasiswa
masuk ke ruangan yang sudah ditentukan. Seperti
yang disebutkan tadi, ujian yang membuat Erwin
menyerah adalah kimia dan fisika karena itu semua
ada hitungannya dan memakai bahasa Jepang.
Namun, ia dapat menaklukkan soal tersebut. Waktu

170
terus berlalu sampai jam ujian pun berakhir, Erwin
keluar dari ruangan ujian lalu dia mencari makan
untuk makan siang.

5 hari berlalu setelah tes tersebut, nilai EJU pun


keluar. Erwin mengecek email yang masuk dan
nilai ujian Erwin bisa dibilang hampir sempurna
namun hanya di fisika dan kimia saja yang kurang.
Lalu, Erwin mendaftarkan diri ke University of
Tokyo. Tanpa disangka ia bertemu dengan
sahabatnya yaitu Dikta, ternyata Dikta juga ikut
mendaftarkan diri ke University of Tokyo.

“loh Dikta?”, tanya Erwin dengan nada terkejut

“loh Erwin, kamu juga daftar disini?”, jawab Dikta

“iya aku daftar disini, kamu katanya mau ke binus,


apakah tidak jadi?”, tanya Erwin

“ah iya tadinya aku ingin mendaftar di binus,


namun ayah mutasi kerja di Jepang, jadi keluarga

171
ku pindah ke Jepang dan tinggal di Shinjuku”,
jawab Dikta

“oh ya? kebetulan juga aku tinggal di asrama yang


berada di Shinjuku”, jawab Erwin

“oh bagus dong, kalau begitu kita akan bisa sering


bertemu, by the way setelah ini mau kemana?”,
tanya Dikta

“oh aku mau cari makan siang, apakah mau ikut?”,


tanya Erwin

“oh boleh kebetulan aku tau tempat makan yang


enak sekaligus murah”, jawab Dikta

“baguslah kalau begitu, ayo kesana”, jawab Erwin

Tanpa disengaja pertemuan tadi, persahabatan


mereka berdua makin lengket ibaratnya upin dan
ipin. Setelah pendaftaran tadi, seminggu kemudia
hari pengumuman tiba. Mereka berdua sedang
berkumpul bersama keluarga Dikta di Disneyland
Tokyo. Saat sedang makan, mereka pun mengecek

172
email masing-masing dan hasilnya mereka berdua
lulus di pilihan masing-masing,

“eh udah ngecek email belum?”, tanya Dikta

“oh iya hari ini pengumuman ya? belum nih, ayo


kita ngecek”, jawab Erwin

Tanpa sepatah kata, mereka berdua pun saling


memeluk satu sama lain,

“aku lulus Dik, aku lulus”, jawab Erwin dengan


menangis

“sama aku juga Win, lulus juga”, jawab Dikta

“kamu lulus dimana? aku di jurusan arsitektur”,


jawab Erwin

“aku lulus di teknik mesin, wah fakultas kita


sama”, jawab Dikta

“ah iya benar, sebagai hari bahagia kita gimana


kalau kita puasin bermain sebelum tempur ke
medan perang?” jawab Erwin

173
“ah benar juga ayo!”, jawab Dikta

Setelah pulang dari Disneyland, mereka pun pulang


ke rumah masing-masing. Erwin menelpon ibunya
untuk memberitahukan hasilnya tersebut,

“halo assalamualaikum bu”, salam Erwin

“waalaikumsalam nak ada apa? kangen ya”, jawab


ibu

“bu aku punya berita gembira, coba tebak apa bu?”,


tanya Erwin

“apa nak? oh pengumuman lulus perguruan tinggi


ya? gimana hasilnya, ibu sampai lupa karena sibuk
bekerja”, jawab ibu

“alhamdulillah bu anak mu ini lulus di Universitas


Tokyo jurusan arsitektur dan berita bahagia
lainnya, Erwin satu kampus sama Dikta”, jawab
Erwin

174
“alhamdulillah nak ya allah kamu akhirnya lulus,
ibu bangga sekali sama kamu, tapi kok bisa satu
kampus sama Dikta?”, tanya ibu

“jadi ceritanya, Dikta itu pindah ke Jepang bu


karena ayahnya mutasi bekerja jadi keluarganya
pindah ke Jepang”, jawab Erwin

“oh begitu ya nak, selamat ya nak kamu lulus di


Universitas tokyo. Nanti ibu akan mengadakan
pengajian buat merayakan kamu atas lulus nya
masuk perguruan tinggi”, jawab ibu

“iya bu, sudah dulu ya bu aku mau istirahat,


assalamualaikum”, jawab Erwin

“waalaikumsalam”, jawab ibu

Setelah itu selama 4 tahun kuliah, Erwin dan Dikta


lulus bersama dan balik lagi ke Indonesia untuk
berkesempatan bekerja sama dengan pemerintah
Indonesia. Tanpa disengaja, Erwin bertemu dengan
guru matematika sewaktu SMA dan guru tersebut

175
terkejut dengan Erwin karena semasa sekolah dulu
tidak sengaja mengucapkan kata yang tidak pantas
dan guru tersebut meminta maaf kepada Erwin atas
perkataannya dahulu.

176
Biografi Penulis

Dian Nurhasanah atau lebih dikenal dengan nama


panggilan Dian, merupakan seorang gadis berusia
19 tahun yang lahir pada tanggal 15 September
2002. Anak pertama dari kedua bersaudara ini
memiliki kegemaran dance kpop dan sedikit
membaca karya cerpen seperti di wattpad atau AU
(Alternate Universe) yang biasa di tulis di platform
twitter. Penulis ini sekarang sedang menyandang
status mahasiswa di IAIN TULUNGAGUNG
jurusan Psikologi Islam semester 2. Penulis dapat
dihubungi melalu instagram @dian_n15.

177
TUHAN, AKU BERSYUKUR RENCANAKU
GAGAL

By : Ushwatun Khasanah

Ini kisahku, kenalin namaku adalah Anastasia


Putri. Sekarang aku tengah duduk dibangku kelas 2
Madrasah Aliyah di Bojonegoro. Aku memiliki
banyak teman dan guru-guru yang sabar serta
pengertian.

Hari ini adalah hari pertama di bulan baru, hari


dimana aku dan teman-temanku menunggu. Ya,
bulan ini adalah bulan Agustus, bulan dimana
kemerdekaan Indonesia di proklamasikan pada
tahun 1945. Aku sangat bahagia, akhirnya waktu
yang aku tunggu-tunggu datang juga. Terlihat Abah
(Kepala Sekolahku) tengah menunggu di ruangan
beliau. Sebab hari ini adalah rutinan belajar qari'
yang dibimbing langsung oleh Abah.

178
"Assalamu'alaikum.. " Kuucapkan bersama teman-
temanku ketika memasuki ruangan ini.

"Wa'alaikumsalam wr wb." Abah pun menyilahkan


kami masuk

Barulah kemudian satu persatu dari kami duduk


berbaris. Dimulailah bimbingan qari' pada hari ini
dengan membaca Surat Al-furqan permulaan juz
19. Dengan penuh semangat kami pun menyimak
dan menirukan bacaan dari Abah. Waktu pun
menunjukkan pukul 16.00 dan bimbingan pun
diakhiri. Sebelum itu Abah pun mengumumkan
suatu informasi bahwa seminggu lagi akan ada
lomba qari' tingkat Kecamatan dan beberapa dari
kami akan dipilih untuk mewakili sekolah kami.

Mendengar berita itu aku pun sangat senang


sebab sudah satu tahun aku menyiapkan untuk
perlombaan ini. Dengan harapan agar kali ini tidak
lagi mengecewakan seperti tahun kemarin.

179
Paginya di sekolah pun kami mulai berlatih,
sebab ini adalah bulan untuk memperingati
kemerdekaan maka KBM sedikit dilonggarkan
untuk mempersiapkan perlombaan 17an. Begitupun
dengan kami yang menjadi delegasi untuk
mengikuti perlombaan qari'. Masih ada waktu satu
minggu jadi kami terus berlatih, kadang berlatih
dengan Abah, kadang dengan kakak kelas, kadang
juga berlatih sendiri.

Hari-hari pun dilewati dengan belajar dan terus


belajar, kami percaya bahwa kami bisa membawa
pulang piala. Hadiah untuk Abah, hadiah untuk
kesabaran beliau, hadiah untuk raga yang tak
pernah lelah mengajari kami.

H-3

Perlombaan pun kurang sebentar lagi tepatnya


hanya tinggal tiga hari saja. Kupandangi wajah
yang sudah hampir menua itu dengan lebih lekat.
Dalam hati terbesit pertanyaan

180
'Abah, bisakah nanti aku memenangkan
perlombaan itu. Bukan untukku tapi hadiah untuk
kesabaran Abah dalam mengajariku. Tak sampai
hati jika harus mengecewakanmu lagi, cukup!'

'Abah, jika bisa ingin sekali membuatmu bangga


padaku. Bahwa apa yang telah Abah ajarkan tidak
sia-sia. Dan semua usaha Abah terbayarkan.'

"Tasia, selanjutnya" Abah pun menunjukku akan


tetapi sebab aku tidak fokus, jadi tidak tahu
lanjutannya.

Bukannya marah, Abah malah mencontohkan


dan menasehati jika belajar qari' harus fokus, jika
belajar Al-Quran juga harus fokus tidak baik
menduakan Al-Quran. Dan benar beliau memang
tidak pernah marah, dengan sabar mengajari kami
dan penuh dengan ketelatenan.

Hari Perlombaan Qari'

181
Hari ini adalah hari perlombaan qari', hari yang
sudah ditunggu sejak lama. Sungguh gugup yang
kurasa, tapi aku harus fokus dan sesekali mengingat
wajah Abah agar tak ada keraguan lagi dalam diri.

Satu persatu peserta qari' dan qari'ah sudah


menampilkan diri, giliran teman-teman dari
sekolahku. Kami mendapat giliran terakhir karena
tadi telat datang kesini. Acara diselenggarakan di
Masjid Kecamatan, tepat di pusat kegiatan
masyarakat sehingga siapa pun bisa mendengar
penampilan para qari' dan qira'ah. Dan sebab itulah
yang membuatku semakin gugup.

"Anastasia Putri.. " Namaku pun dipanggil oleh


panitia, pertanda sudah giliranku sekarang.

Aku pun masuk masjid, dan kulihat di depan sana


Abah tengah memegang buku dan bolpoin untuk
menilai para peserta.

'Ya Allah, Ya rabbi, hamba tak ingin


mengecewakan guru hamba. Berikanlah kelancaran

182
dan kemudahan pada hari ini.' dalam hati
kulangitkan doa pada-Nya.

"Bismillahirrahmanirrahim... " Kulihat wajah dan


kemudian aku tersenyum pada beliau.

"Shadaqallah hull 'adzim" Alhamdulillah sudah


selesai surat yang aku bacakan

Giliran setelah ini bakal ada pengumuman


pemenang untuk juara qari'nya. Sembari menunggu
aku dan teman-teman melaksanakan shalat dhuhur
dan kembali ke sekolah. Tepat pukul 15.00 nama-
nama yang menjadi pemenang pun diumumkan.
Dengan penuh perhatian aku mendengarkan,
semoga kali ini tidak mengecewakan.

Namun, tetap saja kali ini pun aku telah


mengecewakan beliau, mengecewakan orang yang
begitu kuhormati dan kusayangi seperti Bapakku
sendiri. Tak terasa bulir bening pun menetes,
sungguh sedih yang kurasa, bukan karena untuk

183
diriku tapi karena tak bisa membuat beliau bangga.
Padahal beliau sangat percaya padaku.

Malam Hari

Aku sudah di kamar tidur mencoba merenungi


apa yang membuatku tak bisa menjuarai itu lagi,
padahal sudah satu tahun mempersiapkannya. Lagi-
lagi aku mengecewakan, Lagi-lagi tak bisa
membuat beliau bangga. Ahhh, rasanya kecewa
sungguh kecewa pada diri ini, setelah berkali-kali
tak juga bisa menjuarai perlombaan ini. Seakan
sudah putus asa, jika memang aku tidak bisa apa-
apa, tidak bisa berguna untuk orang-orang yang
kusayangi.

Hingga pada akhirnya mencoba menerima dan


ikhlas terhadap semua itu. Meski berat yang dirasa.
Mencoba meredam kesedihan dengan berselancar
di dunia maya yakni Facebook. Disana ada sebuah
pamflet tentang menerbitkan buku gratis, aku pun
tertarik. Mungkin ini jalanku, jalan lain yang

184
membuat Abah bangga, jalan lain yang menjadi
kenangan-kenangan untuk sekolahku.

Bersyukur karena kesedihan yang lalu akhirnya


butuh waktu tiga bulan buku itu pun jadi. Dengan
penuh bahagia kuserahkan buku itu terkhusus untuk
Abah dan Sekolahku. Meski aku tahu selama ini
belum bisa membuat guru-guruku bangga, tapi
setidaknya hal ini menjadi kenang-kenangan untuk
sekolah tercinta ini. Sekolah yang membuatku
berdiri dari keterpurukan dan kesedihan terhadap
hal yang memang tidak untuk kita.

END

185
Biografi Penulis

Ushwatun Khasanah lahir di Lamongan, 13


Oktober 2021. Saat ini tengah menempuh
pendidikan di IAIN Tulungagung jurusan Psikologi
Islam semester 4. Penyuka tantangan dan penikmat
senja. Baginya kehidupan adalah sebuah jalan yang
memang harus dilewati, terkadang sukar terkadang
mudah. Bukan jalannya tapi tekadnya yang menjadi
kunci. Saat kita yakin pada suatu hal, maka tidak
ada yang tidak mungkin. Penulis bisa disapa
malalui FB: Ushwatun Khasanah dan email:
khasanahushwatun13@gmail.com

186
SEMUA BERAWAL DARI KKN

By: Ifa nur Azizah

Tidak pernah ada yang mengira kita akan menjadi


saling mengenal dan masih sering bertemu
walaupun di kala pandemi seperti ini. kisah ini
berawal dari adanya program kegiatan dari kampus
untuk semester tertentu yaitu KKN atau Kuliah
Kerja Nyata. Di masa pandemi ini, program KKN
yang dilaksanakan berbasis daring atau lebih
tepatnya tidak datang secara langsung ke desa yang
telah ditentukan. Lagi pula dosen pembimbing dari
kelompok juga melarang adanya kegiatan tatap
muka atau offline terkait kegiatan ini.

Kuliah kerja nyata dilaksanakan hanya satu bulan


lebih, tidak seperti KKN yang dilaksanakan
sebelum adanya pandemi yang kurang lebih tiga
bulan pelaksanaan. Pada minggu pertama kami
masih berfokus pada tugas individu yang diberikan

187
oleh lembaga penyelenggara KKN. Belum ada
aktivitas mengenai tatap muka untuk pembahasan
kuliah kerja nyata saat itu. Pada minggu kedua dan
ketiga, dimulailah perencanaan serta pelaksanaan
segala kegiatan yang berhubungan dengan desa
Banaran. Suatu desa yang berada di daerah
Kauman Tulungagung.

Persahabatan ini terjadi diantara 8 dari 35


mahasiswa. Satu tempat yang menurut kami
merupakan tempat yang menjadi awal mula
keakraban kita terjalin. Tempat itu adalah posko,
yang disediakan oleh kepala desa setempat. Posko
yang kita tempati tersebut berbentuk rumah, yang
memiliki ruang tamu dan ruang keluarga yang
cukup luas. Posko tersebut kita tempati saat
terdapat banyak kegiatan dari kelompok maupun
dari desa yang harus kita lakukan setiap harinya.
Hanya 8 orang yang memilih untuk menginap
dalam posko tersebut. Disetiap detik, menit, dan
jam, kami lakukan dengan prinsip kebersamaan.

188
Hingga pada akhirnya kami harus berpisah,
berpamitan satu sama lain karena sudah ditutupnya
kegiatan kerja nyata di desa tersebut yang
mengharuskan kita harus pulang ke rumah masing-
masing. Namun, sebelum kami benar-benar pulang
ke rumah, kami memutuskan untuk pergi ke tempat
wisata bersama-sama Setelah kami rasa sudah
cukup lama dan menjelang sore hari, kami
memutuskan untuk kembali ke posko, karena
masing-masing dari kami tidak mengendarai
kendaraan sendiri-sendiri, namun saling
berboncengan. Disinilah awal moment keharuan
terjadi, saat kami saling bersalaman, mengucapkan
perpisahan satu sama lain kami semua bersikap
seperti biasanya dengan tertawa. Saat di perjalanan
pulang masing-masing, sebagian dari kami sudah
merasakan kerinduan yang akan kami pendam
setelah ini, kami menangis namun tidak berani
untuk ditunjukkan satu sama lain karena takut jika

189
mengetahuinya disaat itu, tangis kami akan
semakin menjadi-jadi.

Setibanya di rumah masing-masing, salah satu dari


kami langsung membuat grup whatsapp yang
anggotanya merupakan orang-orang yang pernah
menginap di posko KKN tersebut. Dari grup
tersebut salah satu orang membuka pembicaraan
dengan mengatakan bahwa saat di perjalanan
pulang ke rumah, dia menangis selama perjalanan.
Hal tersebut ternyata mendapatkan respon yang
sama, semuanya merasa tertekan, menangis, merasa
bahwa kita tidak ingin berpisah. Kita masih kenal
dalam waktu yang cukup singkat kurang lebih dua
minggu, namun perasaan tidak mau berpisah satu
sama lain, rasanya seperti orang yang sudah kenal
dekat lama.

Ternyata dari awal, kita banyak menemukan suatu


kebetulan yang mengatakan bahwa kita akan dekat
hingga sekarang ini. Mulai dari pengambilan foto
atau video saat pertama kali kami semua anggota

190
kelompok KKN bertemu di desa Banaran. Dalam
foto tersebut, kami berada dalam satu ikatan, kami
saling bersandingan yang diwaktu itu belum saling
mengenal satu sama lain, namun kami berdelapan,
berada dalam satu rangkaian. Saat ada kegiatan
kerja bakti yang diadakan oleh desa, mahasiswa
yang bisa mengikuti juga hanya kami bertujuh, satu
teman kami sedang sakit dan teman-teman
mahasiswa lainnya tidak ada yang bisa menghadiri
kerja bakti ini. Kebetulan-kebetulan kecil ini yang
menjadikan kami meyakini, bahwa memang kami
ditakdirkan untuk menjadi sahabat, menyandingkan
segala perbedaan dan menjadi teman yang sulit
untuk dilupakan.

Program kegiatan KKN yang telah usai,


meninggalkan tugas-tugas kelompok dari dosen
pembimbing kami yang hari demi hari bertambah.
Tugas itu tidak diberikan di awal atau ketika masih
berlangsungnya KKN, jadi dalam pengerjaannya
dibutuhkan beberapa orang untuk membantu. Kami

191
menyepakati untuk mengerjakan tugas tersebut di
rumah salah satu dari kami yaitu di rumah ketua
kelompok, tidak lupa ketua juga mengumumkan
kepada mahasiswa lainnya untuk datang
kerumahnya. Kami berdelapan selalu hadir dalam
pengerjaan setiap tugasnya dan hanya dua sampai
empat orang tambahan dari teman-teman
mahasiswa lainnya, kebanyakan dari teman-teman
lain sulit untuk dihubungi dan belum berkenan
hadir. Dari hal tersebut, hal kecil atau besar, suka
atau duka tetap kami lakukan bersama.

Alip, Rizal, Dandi, Catur, Zu, Siti, Desi dan Ifa,


itulah kedelapan nama yang saling dipertemukan
sebagai sahabat hingga saat ini. Masing-masing
dari kami bertempat tinggal di Bago, Udanawu,
Lodoyo, Nganjuk, Ngantru Ngantru, Campurdarat
dan Blitar. Dari kedelapan orang ini, juga saling
memiliki kesamaan dalam hal bulan kelahiran.
Bulan Februari (Zu dan Siti), Juni (Rizal dan
Dandi), Juli (Alip dan Ifa) serta Desember (Catur

192
dan Desi). Semoga kita selalu dalam lingkup ikatan
pertemanan yang baik, rukun dan bermanfaat.

193
Biografi Penulis

Ifa Nur Azizah lahir di Blitar, 24 Juli 2000. Saat ini


tengah menempuh pendidikan di IAIN
Tulungagung jurusan Psikologi Islam semester 6.
Untuk alamatnya di Kebonduren Ponggok Blitar.
Penulis bisa dihubungi melalui nomer handphone
nya di 085795927585 atau melalui email
ifanurazizah24@gmail.com

194
SELAMETAN
By :Vanisha Amelia

Senja mulai menyapa dengan manisnya.


Anak-anak yang baru pulangdari TPQ bergegas
mengayuh sepeda mereka dengan sekuat tenaga
agar bisa cepat sampai rumahnya. Ketika langit
mulai meredup, maka disitulah tanda bahwa waktu
maghrib akan segera tiba.Di bulan Ramadan seperti
ini tidak ada sesuatu yang paling dinantikan kecuali
datangnya waktu maghrib.
Hari ini tepat tiga tahun perginya laki-laki
yang membesarkanku, yakni ayahku. Ayah
meninggal dunia karena kecelakaan saat
menjalankan tugas negara. Ya, ayahku adalah
seorang pilot di sebuah pesawat milik
TentaraNasional Indonesia. Kala itu aku masih
kelas enam SD dan ayah berpamitan kepadaku
akan bertugas selama kurang lebih dua bulan. Tapi,
ternyata ayah tidak pernah pulang. Aku masih ingat

195
betapa sedihnya diriku kala itu menerima kabar
bahwa pesawat yang dikendarai oleh ayah sudah
menjalankan tugas dikeabadian.
Sampai sekarang pun sebenarnya aku masih
sedih, namun aku sudah lebih menerima kenyataan
bahwa ayah sudah tenang di sisi-Nya. Ah, karena
aku orang Jawa asli maka ada tradisi yang namanya
“selametan”. Selametan ini diadakan pada berbagai
acara misalnya saat syukuran, melahirkan anak
dengan selamat, dan mengirim doa untuk orang
yang sudah meninggal dunia. Ada hari-hari tertentu
juga dalam menggelar selametan ini, misalnya
ketika selametan untuk bayi dilakukan pada saat
hari pertama, 7 hari, 36 hari, 3 bulan, 7 bulan, serta
1,5 tahun usia bayi. Berbeda jika untuk orang
meninggal, selametan dilakukan pada 7 hari
berturut-turut sejak seseorang meninggal,
kemudian pada hari ke-40, hari ke-100, hari ke-
1000, dan setiap tahun pada hari di mana seseorang
tersebut meninggal.

196
Aku tinggal di lingkungan desa yang mana
memang masih sangat kental akan persaudaraannya
dengan tetangga, jadi ketika hari ini di rumah repot
banyak tetangga dan saudara-saudara yang dating
untuk membantu. Selametan kali ini agak berbeda.
Jika biasanya hanya memberikan nasi serta lauk-
pauk dalam wadah atau biasa disebut dengan
berkat untuk orang-orang sekitar yang datang,
namun karena ini adalah bulan puasa maka
diadakanlah buka bersama disamping tetap
memberikan berkat untuk orang-orang.
Aku bersyukur selametan berjalan dengan
lancar. Orang-orang yang datang juga banyak,
dimana mereka pun mendoakan ayahku yang sudah
berada di sisi-Nya. Saudara-saudara dari keluarga
ayah maupun ibu juga berdatangan untuk hal yang
sama. Aku sangat terharu akan hal itu. Sebelum
adzan isya’ dikumandangkan, selametan sudah
selesai. Aku dan ibuku sebagai tuan rumah
mengucapkan terimakasih kepada semua orang

197
yang telah dating membantu kami dan mendoakan
ayah. Tanpa mereka semua acara tidak akan bisa
berjalan.
Ketika semua orang sudah pulang ibu dan
aku memutuskan untuk sholat isya’ berjamaah dan
ibu menjadi imam untukku. Saat berdoa, aku
mendengar suara ibu yang serak dan kedengaran
seperti menangis ketika menyebut nama
ayah.Mungkin karena hari ini peringatan tiga tahun
ayah meninggal, ibu menjadi lebih sensitive dari
biasanya. Mendengar ibu yang menangis
membuatku juga turut menitikkan air mata,
mengingat hal-hal membahagiakan ku bersama
ayah.
Selesai berdoa aku mencium tangan ibuku
dengan khidmat. Ibu membelai kepalaku dengan
sangat lembut, aku semakin larut dalam rasa sedih.
Ibu kemudian mendongakkan wajahku agar
menghadap ke beliau. Kami sama-sama terdiam,
namun aku merasa seperti mendapatkan energi

198
yang sangat kuat dari ibu, yakni energy kasih
sayang yang tiada tandingannya.
Setelah melaksanakan kewajiban, kami
memilih untuk istirahat dengan menonton televise
bersama. Aku menyiapkan teh untuk ibu, karena
aku tahu ibu pasti sangat capek karena acara hari
ini. Ibu yang menunggu di depan televisi tiba-tiba
berkata,“Key, ibu bahagia kamu tumbuh dengan
sangat baik meski sudah tiga tahun ayah tidak
bersama kita.” Ibu tersenyum dengan sangat tulus.
Aku hanya bias menjawab perkataan ibu dengan
senyuman juga.
Kami kemudian menonton televise sambil
ngobrol sedikit-sedikit. Aku juga menyinggung
tentang banyaknya tetangga dan saudara yang
dating membantu kami.
“Bu, tadi banyak banget ya orang yang bantuin
kita, Keyra nggak nyangka deh.”

199
Sambil tersenyum ibu menjawab, “Ibu juga kaget,
Key. Banyak sekali orang baik yang membantu kita
hari ini.”
Aku hanya manggut-manggut saja.
“Key, mungkin kamu di sekolah belajar bahwa kita
harus saling menyayangi dan membantu sesama
manusia. Tapi apakah kamu tahu bahwa di dunia
ini banyak sekali terjadi pembunuhan,
penganiayaan, dan penyiksaan terhadap manusia?”
“Hmmm… Keyra nggak paham apa maksud Ibu.”
“Begini, sayang….” Ibu memandangku dengan
tersenyum, lagi. “Terkadang, ada beberapa ilmu
yang tidak kamu dapatkan di sekolah. Apakah di
sekolah kamu diajari bagaimana cara menyayangi
seseorang yang sudah tiada?”
“Sepertinya tidak, Bu.”Aku menjawab pertanyaan
Ibu dengan wajah yang masih bingung.
“Nah, itulah Key. Orang-orang yang membantu
kita tadi adalah orang-orang yang sayang dan
peduli kepada ayah kamu, Nak. Ibu-ibu tetangga

200
mengungkapkan rasa kasih sayang dan
kepeduliaannya dengan cara membantu Ibu
menyiapkan makanan untuk orang yang mengaji.
Dan orang yang mengajipun juga mengungkapkan
rasa kasih saying serta kepedulian mereka dengan
cara mengirimi ayah doa. Key juga, kan, setiap hari
mendoakan ayah. Key tahu, kan, kalau orang yang
sudah meninggal itu hanya butuh kiriman doa?”
“Tahu, Bu.” Sepertinya aku mulai paham, batinku.
“Begitulah, Nak, salah satu cara mengungkapkan
rasa kasih kita kepada manusia yang sudah tiada.
Acara hari ini juga sebagai salah satu ilmu tentang
bagaimana kita melestarikan budaya Jawa. Key di
sekolah belajar tentang bagaimana saling
menyayangi sesama teman, kepada guru, dan
kepada warga sekolah lain. Tapi tentang bagaimana
cara menyayangi orang yang sudah tiada, Key
belajar hal itu di luar sekolah.”
Ibu terdiam sebentar kemudian meneruskan
kalimatnya,“ada banyak hal di dunia ini yang Key

201
tidak mempelajarinya di sekolah. Orang-orang
yang membunuh, menganiaya, menyiksa, sejatinya
mereka juga paham bahwa wajib hukumnya
menyayangi sesama manusia. Namun mereka tidak
bisa mengamalkan ilmu mereka di dunia nyata.Jadi
pesan Ibu, Key juga harus bisa mengambil
pelajaran di manapun dan kapanpun Key berada.
Dan jangan lupa, Key juga harus mengamalkan
ilmu-ilmu baik yang telah Key dapat. Dunia ini
luas, terlalu luas jika Key hanya mengandalkan
ilmu yang Key dapat di sekolah.”Ibu mengakhiri
kalimatnya sambil tersenyum dan mengusap
puncak kepalaku.
Aku mulai paham dengan apa yang
dikatakan oleh ibu. Ilmu yang ada di dunia ini tak
terbatas, begitu juga dengan sumbernya. Acara
selametan ini adalah salah satu contohnya. Tentang
bagaimana kita melestarikan adat kebudayaan,
saling membantu sesama, menyayangi dan peduli
terhadap orang yang sudah tiada. Hah…. Ternyata

202
apa yang aku ketahui masih sangat sedikit. Semoga
dengan ini aku bisa lebih terbuka lagi untuk belajar
di manapun dan kapanpun, seperti pesan ibu.
Teruntuk ayah, Key minta maaf belum bisa
menjadi anak yang berbakti selama ayah masih
hidup. Mulai sekarang, Key berjanji akan belajar
lebih giat lagi mengenai hal-hal yang belum Key
ketahui. Ayah yang tenangya di sana, ibu dan Key
sangat menyayangi ayah. Semoga ayah juga senang
dengan doa-doa dari selametan yang Ibu dan Key
gelar hari ini.

203
BiografiPenulis

Vanisha Amelia, atau lebih dikenal dengan nama


Vans, merupakan seorang gadis asli Tulungagung
yang lahir pada 27 Mei 2001. Anak sulung dari tiga
bersaudara ini memiliki kegemaran membaca sejak
kecil, kemudian ketika masuk Madrasah Aliyah ia
mulai menekuni dunia karya tulis ilmiah. Penulis
yang sekarang ini berstatus sebagai mahasiswi
semester 4 Jurusan Psikologi Islam IAIN
Tulungagung masih memiliki mimpi yang tinggi
untuk dapat menjadi penulis profesional dan
bermanfaat bagi sesama. Penulis dapat dihubungi

204
di media sosial Facebook Vanisha Amelia atau
Instagram @itsme.vans.

205
NEVER GIVE UP

By: Anisah Triyuliasari

" Adi ayo cepat !, Turnamen akan segera dimulai


kita harus berada di baris terdepan. "Iya San, ini
juga udah cepet. Aduh, pakek acara bangun
kesiangan lagi". Hasan semakin tidak sabar
menunggu Adi dan akhirnya dia menarik tangan
Adi, agar segera menyusulnya.

###

"Hai gaes, kenalin namaku Adi, Adi Kusuma


Bramantio. Sebelahku ini namanya Hasan dia
sahabatku. Kalian tau aku lagi dimana? Disinilah
aku..di GOR Lembu Peteng, jadi ceritanya kita lagi
latihan untuk mempersiapkan lomba lari tingkat
provinsi yang seminggu lagi akan
diselenggarakan..." Adi merekam dirinya yang
sedang berbicara panjang lebar menggunakan

206
ponsel miliknya, sedangkan Hasan yang
disebelahnya hanya geleng - geleng kepala sembari
memperhatikan Adi. "Di, udahan ngevlog nya udah
ditunggu pak Samsul tu." Kata Hasan yang segera
berlari menuju ketempat pak Samsul berdiri. Pak
Samsul adalah guru olah raga mereka, yang melatih
mereka untuk mempersiapkan lomba lari.

###

Hoby Adi adalah berlari. Dia mempunyai


tekat, kelak saat ia besar ia akan menjadi pelari
yang hebat. Dia pernah membayangkan saat dirinya
berlari dengan sangat kencang di arena perlombaan
lari tingkat internasional dan dia orang pertama
yang menginjakkan kaki di garis finish,
dikalungkannya medali emas dilehernya diiringi
dengan tepuk tangan yang meriah dari arah
penonton, serta kedua pasang mata orang tuanya
yang meneteskan air mata kegembiraan. Lengkap
sudah kebahagiaannya. Dan namanya akan dikenal
oleh seluruh dunia, itulah cita-citanya dari kecil dan

207
motivasi dirinya saat ia merasa lelah. Lari adalah
hidupnya.

Latihan hari ini sudah selesai Adi dan


Hasanpun pamit pulang kepada pak Samsul. "San
kamu pulang dulu aja, aku mau mampir ke toko
dulu." Kata Adi. " Oh iya Di, yaudah aku pulang
dulu ya, jangan lupa besok jam 7 kita ada latihan
lagi." Pamit Hasan sembari mengingatkan Adi.
"Siap bro."

Dan mereka pun berpisah di jalan.

Ditengah perjalanan saat Adi sedang


mengayuh sepedahnya tiba-tiba dari arah yang
berlawanan ada sebuah mobil yang melaju sangat
kencang dan BRAKK.. seketika itu juga terjadi
kecelakaan. Seorang anak tergeletak tak berdaya di
samping sepedahnya, sedangkan mobil yang
menabraknya terus melaju semakin kencang.
Orang-orang di sekitarnya langsung menggerumbul
di tempat kejadian. Tak ada seorangpun yang

208
berani menyentuh anak itu sebelum polisi dan
ambulan datang. Di tengah segerombol orang ada
seorang pemuda yang merasa familiar dengan anak
itu, "Pak saya kenal anak itu, ayo langsung bawa
kemobil saya saja, akan saya bawa ke rumah sakit."
Seketika itu orang-orang membopongnya kedalam
mobil, dan pemuda itu membawanya ke rumah
sakit terdekat.

Setelah tiba dirumah sakit Adi langsung


ditangani oleh dokter. Dan ternyata kaki kanannya
mengalami patah tulang. Orang tua Adi langsung
menuju rumah sakit setelah mendengar kecelakaan
tersebut. Hasan yang juga dikabari langsung datang
ke rumah sakit menemui Adi.

###

6 Bulan kemudian...

"Ma, Adi pergi ke stadion dulu." Pamit Adit


kepada mamanya. "Iya di, hati-hati dijalan" mama
Adi sangat khawatir sejak kecelakaan beberapa

209
bulan lalu, pasalnya setelah kejadian itu Adit
menjadi anak yang pemurung dan suka menyendiri,
tidak ada keceriaan lagi diwajahnya. Adi terpuruk
karena masih belum bisa menerima kenyataan
bahwa tulangnya yang patah tidak bisa kembali
normal seperti dulu dan menyebabkan dirinya tidak
boleh terlalu lelah dan tidak bisa lari dengan
kencang.

###

Disinilah aku duduk dipojok stadion, aku


hanya bisa melihat teman-temanku berlari tanpa
bisa mengejar mereka. Dari arah lapangan ada
seseorang yang berjalan kearah ku. "Hai.. kamu
kenapa murung?" Dia bertanya kepadaku,
seseorang yang kuperkirakan lebih tua dariku,tapi
aku enggan menjawabnya, aku hanya ingin sendiri.
"Oh iya kenalin nama ku Bima, kamu yang
biasanya latihan lari disinikan?", Kakak itu
bertanya lagi kepadaku, aku hanya menganggukkan
kepalaku pelan, sampai kukira kakak itu tidak

210
menyadari kalau aku mengangguk. "Kakimu
bagaimana ? Sudah mendingan?" Pertanyaan ketiga
itulah yang berhasil membuatku berbicara, "kakak
tau dari mana?" Tanyaku. "Aku kemarin yang
membawamu kerumah sakit" jelas Kak Bima.
"Ow.. jadi abang yang membawaku ke rumah sakit,
terimakasih bang, maaf aku baru tau, dan maaf juga
karena tadi cuek sama Abang tadi." Pemuda itu
tersenyum, ia tau Adi sedang tidak baik-baik saja
"kenalin namaku Bagas" ucap pemuda itu sembari
mengulurkan tangannya. Adipun meraih tangan itu
sembari memperkenalkan diri "Aku Adi bang".
Setelah berkenalan mereka diam sibuk dengan
pikirannya masing-masing. Dari arah lapangan
Hasan melambaikan tangan kepada Adi yg duduk
di kursi penonton. "Kamu sukak banget ya sama
lari?" Bagaspun memecah keheningan, "hmmm..
lari itu udah kayak ruh bang, nggak ada capeknya
kalau soal lari. Tapi itu dulu sih, sekarang mah
udah nggak bisa lagi. Mimpinya udah sirna" jawab

211
Adi sambil tersenyum kecut. " berlari itu tentang
saling mengejar, entah itu mengejar seseorang,
mengejar sesuatu, bahkan mengejar waktu
sekalipun. Ada banyak versi dari definisi lari.
Kalau kakimu tak sanggup untuk berlari,
setidaknya pakailah akalmu untuk berlari". "Bang,
akal kok buat lari, gimana caranya cobak" tanya
Adi dengan sedikit nyengir. "Nih ya di Abang
bilangin, lari itu nggak cuman menggerakkan kaki
dengan cepat, setidaknya mengejar teman-temanmu
di kelas dalam urusan akademik juga termasuk
bagian dari lari. Jika kaki tak bisa kau gunakan, kau
masih punya akal untuk berfikir, bahkan tanganmu,
matamu, mulutmu, semuanya masih berfungsi
dengan baik. Jadi ayolah berlomba-lomba dalam
sebuah kebaikan juga dengan berlari, mengejar
sesuatu, kamu bisa di kalau kamu mau, dari yang
Abang bisa kamu itu punya semangat gunain
semangatmu itu jangan disia-siain. Singa yang ada
didalam dirimu sudah waktunya untuk bangun".

212
Adi hanya terdiam, tidak menimpali perkataan
Bagas.

###

Malam yang panjang Termenung seorang


pemuda disamping jendela kamarnya. Ia sedang
memikirkan sesuatu, lebih tepatnya sedang
mencerna kata-kata Bagas dilapangan tadi.

Dia sadar dengan tekad bulat apapun bisa ia


lakukan. Jika menjadi seorang pelari bukan tujuan
akhir, maka ia harus menentukan tujuan berikutnya.
Bukan mengganti mimpi tapi memperbaruinya.

###

Sebuah pagi yang cerah disinilah aku


mengikuti perlombaan bola pingpong tingkat
internasional, dijepang. Iya, setelah kejadian itu
aku menemukan sebuah permainan baru dengan
bola kecil dan alat pukul bulat ini. Dengan gigih ku
berlatih dari nol. Hingga hampir saja aku

213
menyerah. Seyuman kedua orang tuaku yang
semakin tua yang selalu menjadi patokan
semangatku. Oh iya satu lagi, teruntuk bang Bagas
yang telah menyadarkan ku, kata terima kasih tak
cukup untuk membalasnya, dia juga yang
mengenalkan ku pada permainan ini semenjak
pertemuan kita saat itu. Dia melihat kegigihan ku
sejak pertama aku berlatih lari digor, kata bang
Bagas kegigihanmu hanya akan menjadi lumut jika
dibiarkan, sedangkan tak semua orang mempunyai
sebuah kegigihan. Kata-kata itu yang
menguatkanku.

Perlombaanku berakhir dengan hasil yang


tidak mengecewakan. Ini adalah medali kelima
yang aku dapat dikancah internasional. Sungguh
gembira melihat orang tuaku tersenyum dengan
bangga kearahku.

Saat kau terpuruk perihal sebuah mimpi yang


tak bisa kau gapai, bukan dengan menguburnya
jalanmu menyudahinya, tetapi perbarui mimpi itu

214
dengan sesuatu yang lebih besar lagi, kau bisa
segalanya, asalkan kau yakin dan berusaha untuk
mampu. Inilah aku seorang bocah bernama Adi.

215
Biografi Penulis

Anisah Triyuliasari, adalah nama sosok gadis dari


Tulungagung namun lahirnya di Jambi, pada
tanggal 26 Juli 2001. Lebih sering dipanggil Tri
karena merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara.
Hobby dia adalah mencari suatu hal yang unik
bahkan kadang menantang, namun ternyata disisi
lain diam-diam ia juga sering menulis kisah-kisah
yang menurutnya itu dapat memotivasi orang lain
secara tersirat yah walaupun hasilnya belum

216
seberapa bahkan tidak ada apa-apanya jika
dibandingkan dengan penulis-penulis yang lain .
It's just fill my spare time, because tidak ada waktu
yang bisa diulang untuk sebuah kejadian, tapi
waktu datang memberikan kesempatan untuk
sebuah perubahan.

217
KAKAK ADIK TANPA STATUS (KAKTUS)

By: Brenda Permana

Aku tidak mengerti tapi aku sedang


berusaha untuk memahami. Memahami setiap
penghuni perasaan baru yang sedang menjalar
menuju ruang sempit dilubuk hati. Cinta? Ah
terdengar tabu sekali untuk dirasakan siswi kelas
10 sepertiku. Sedari tadi masih setia kupandangi
wajah tampan dan mata teduh itu dari kursi paling
belakang ruang kesenian SMA Astraguna. Dengan
tangan kanan yang menadahi pipi kanan dan tangan
kiri melipat kedalamdiatasmeja barisan paling
belakang ruang itu. Duniaku kala itu yang sedang
sangat ramai dan bisik tiba-tiba seperti tak
terdengar apapun. Aku seperti tuli sebab semua
indraku sedang berusaha mengenalmu diam-diam.

“Tanpa makanpun aku pasti bisa hidup sampai


lusa kalo begini caranya.” Ucapku tak sadar.

218
“Cinta gak bikin kenyang, dek.” Kata seseorang
disampingku yang berseragam sama seperti
pemilikmata teduh itu.

Aku tertegun dan langsung menoleh kearahnya,


“kakak bicara sama aku?”Luguku.

“Sama cicak didinding.” Jawabnya.

“Oh, kirain.” Jawabku bingung.

Dengan lugunya kulanjutkan aktivitas memandang


mata itu. Tanpa kusadari orang disampingku yang
katanya bicara sama cicak didinding itu
menggeleng kepala heran.

Aku seperti kehilangan diriku dihari itu.


Perlahan ruangan semakin sepi, tapi masih
kupandangi laki-laki itu yang sepertinya
koordinator acara kesenian. Dengan postur tubuh
sempurna dan kemeja hitam dengan sebuah pita
merah dileher yang mengantungkan sebuah nama

219
disana, Aklesh. Iya itu namanya. Langkahnya
semakin mendekat kearahku dan masih saja kutatap
dua bola mata coklat pekat itu. Hingga akhirnya
aku tersadar dari lamunanku. Oh tidak sekarang dia
tepat didepan wajahku. Dia mengembangkan
senyumnya. Oh kakak rasanya aku ingin pingsan
detik itu juga.

Bola matanya tak lagi menatapku. Bola matanya


beralih menatap sebuah benda kuning dileherku
yang mengantungkan sebuah harapan dan cinta.

“Reina, artinya ratukan?” tanyanya sambil


menatap bola mataku bergantian.

Aku mengangguk tanda jawab iya.

“Aklesh, artinya raja.” Ucapku yakin.

“Kok kamu tahu arti namaku?” tanya kami


bersamaan lalu tertawa kecil.

“Aku suka baca.” Lanjut kami bersamaan lagi.

220
Oh tidak, jantungku benar-benar tidak bisa diajak
bekerja sama. Semoga Kak Kle tidak mendengar
deg-deganku ini.

“Kenapa kamu memperhatikanku sedari tadi?”


Tanyanya.

“Aduh, mampus dia tau.” Ucapku pelan sembari


menepuk dahiku.

“Eh...ehh..eng-gak kok Kak, aku dari tadi cuma


menyimak acara aja.” Jawabku terbata-bata.

“Yakin?” tanyanya mengintai.

“Ya ya-yakin lah kak, hehe.” Jawabku terbata


lantas membereskan barangku dan pergi dari situasi
ini.

Jarum jam ruang tamu menunjukkan pukul


05.30 Aku berangkat sangat pagi hari ini. Karena
ini adalah hari pertamaku memulai kelas bersama
teman-teman baruku. Aku harus mendapatkan kursi

221
paling depan, oleh sebab itu aku berangkat sangat
pagi.

“Aww... ceroboh banget si, Rei.”Ucapku menahan


perih sebabtanganku berdarah karena tergores
gerbang saat memaksa membuka gerbang sekolah
yang masih tertutup.

Seseorang mencoba membuka gerbang dengan


tergesa dengan kunci yang digenggamnya.

“Kita ke kantin sekarang.”Ucaorangng itulantas


menuntunku dan memegangi tanganku yang
terluka.

“Aku udahsarapan,Kak.”

“Diam atau lukamu akan semakin parah.”


Perintahnya cemas tapi aku menyumbingkan
senyumku tanda bahagia.

Sesampai di kantin, Kak Kle mendudukkanku dan


mengambil kotak obat didekat daftar menu
kantinlalu mulai mengobati lukaku.

222
“Lain kali baca dulu papan pengumuman.SMA ini
baru buka jam 06.00” KakKle memberi tahu
sembari mengobati lukaku.

Aku melihat jarum jam ditanganku, “Sekarang


masih jam 05.45, lantas kenapa Kak Kle datang
lebih awal dan membawa kunci gerbang? Kakak
satpam juga disini?” Tanyaku sangat polos.

Aku mendengar tawa kecil Kak Kle yang sangat


manis. Sepertinya aku salah ucap.

“Enggaklah. Aku harus membersihkan ruang


kesenian sebelum digunakan untuk akreditasi SMA
hari ini.Jawab Kak Kle menjelaskan.

Kak Kle mengeluarkan sesuatu dari dalam tas


miliknya. Sebuah benda kuning yang aku sangat
tidak asing lagi.

“Kotak makanku, darimana Kakak dapat itu? Aku


mencarinya sejak pagi sekali.” Aku berusaha

223
mengambil kotak makan itu namun Kak
Klemenjauhkan kotak makan dariku.

“Kamu meninggalkannya di ruang kesenian


kemarin. Sepertinya kamu grogi padaku kemarin.”
Ucap Kak Kle sembari membuka kotak makan itu.

“Daripada kubawa kotak makan ini dalam


keadaan kosong, jadi aku buatkan nasi goreng
untukmu. Makan ya. Aku harus ke ruang kesenian
sekarang atau Guru akan marah.” Lanjut Kak Kle
lantas pergi meninggalkanku dikantin sekolah.

Kusimpan kotak makan itu untuk jam istirahat dan


aku akan kembali ke kantin lagi nanti.

Pukul 09.00 aku kembali ke kantin. Aku


yakin Kak Kle pasti ada disana.

“Buat Kakak.” Ucapku pada seseorang yang duduk


sendirian di kantin sembarikusodorkankotak merah
berisi nasi goreng.

224
“Itu nasi goreng yang kubuat tadi pagi. Awalnya
buat bekal aku makan, tapi aku mau makan nasi
goreng buatan Kakak. Jadi Kakak makan nasi
gorengku aja ya.” Ucapku sembari tersenyum
kearahnya.

Tak ada sepatah katapun keluar dari mulut pria itu,


sepertinya dia sangat lelah setelah membersihkan
ruang kesenian.

“Enak.” Ucapnya singkat.

“Kamu bikin sendiri?” Lanjutnya

“Iya kak.” Jawabku singkat

“Persis seperti seleraku.” Ucapnya cukup


membuat hatiku meleleh lagi hari ini. Aku sangat
senang dia menyukai masakanku walau Mama
bilang nasi goreng buatanku terlalu manis.

“Jam 7 malam di cafedekat rumahmu.” Kata Kak


Kle menyodorkan sebuah kertas bertuliskan

225
rentetan 12 angka dibawahnya. Sebertinya ini
nomor WAnya.

“Kencan?” Tanyaku tak percaya.

“Pastinya bukan, adek manis.” Jawabnya sembari


mengelus pipiku seperti kucing peliharaannya.

Entah darimana pria itu tau alamat rumahku.

Sesampai di cafe, mataku menemukan


seorang pria disudut cafe sedang memesan sebuah
menu kepada pelayan cafedimeja nomor 12.

“Duduk, Reina.” Ucapnya mempersilakanku


duduk.

“Mau pesan apa, Rei?”Lanjut Kak


Klemenyodorkan daftar menu.

“Moccalatte sama pisang keju ya, mba.” Ucapku


pada pelayan cafe.

226
“Masnya mau pesan apa?” Tanya pelayan pada
Kak Kle.

“Samainaja, mba.” Jawab Kak Kle.

“Baik.” Ucap pelayan

“Oh iya Mas Mba,karena hari ini bertepatan


dengan hari valentine, cafe kami sedang
mengadakan challenge. Bagi pasangan yang
bersedia tampil di panggung cafe, akan
mendapatkan award berupa pesan menu sepuasnya
khusus hari ini.Kalo Mas Mba berkenan, siilakan
dicoba challenge dari kami.” Jelas pelayan cafe
setelah menyodorkan selebaran Challenge Hari
Valentine.

“Tunggu sebentar ya pesanan akan segera kami


antar.” Lanjutnya lalu pergi menuju dapur.

“Berani terima Challenge, Rei? Aku tahu kamu


bisa nyanyi.” Tanya Kak Kle.

“Darimana Kakak tahu?” Tanyaku.

227
“Aku sempat melihat CCTV ruang kesenian dan
kamu terlihat bernyanyi sangat menghayati. Jadi
gimana? Mau atau tidak?” Tawar Kak Kle.

“Kakak bisa nyanyi?” Tanyaku

“Tidak sebagus kamu tapi juga tidak akan


memalukan.”

“Oke aku mau.”

“Mau lagu apa?”

“Hmm, kaktus-suara kayu.”

“Sudah kutebak kamu suka genrenya. Yukk


langsung aja.”

Kita sudah kenal lama


Seperti kakak adik
Apakah kita hanya segini saja?

Aku ingin buat kamu tertawa bersamaku


Karena kata mereka ketawa bisa bikin sayang

228
Tapi apa yang telah terjadi
Lihat tawamu, ku yang menjadi
Sayang kepadamu

Ikan apa yang terindah?


Ikannotlivewithoutyou in mylife
Ayam apa yang termanis?
Ayam falling in lovewithyou

Aku ingin kamu tahu semua rasaku kepadamu


Ku tak ingin menjadi kaktus
Kakak adik tanpa status

Lantunan demi lantunan kita suarakan bersama.


Sepertinya Aku dan Kak Kle memang memiliki
selera yang sama untuk banyak hal. Awardhasil
menyanyi bareng Kak Kle kami bagikan ke orang-
orang jalanan yang lebih membutuhkan. Mereka
terlihat senang sekali mendapat makanan gratis dari
kami.

229
“Berbagi itu indah ya, Kak.” Ucapku saat duduk
ditamanbersama Kak Kle setelah semua makanan
dibagikan.

“Lain kali bisa kita lakukan lagi.” Kata Kak Kle.

“Kamu pasti senangkan adek manis.” Lanjut Kak


Kle.

Hari demi hari kami lewati berama. Kami


benar-benar terlihat seperti kakak adik tanpa status.
Tiada hari tanpabersamanya. Bahkan makan
bersama keluarga juga kerap kali kami lakukan.
Buukan sebagai pasangan, tapi sebatas kakak dan
adik yang saling menjaga dan support satu sama
lain. Hingga akhirnya setelah 6 bulan kami bersama
dan menjadi kakak adik, kami mulai jarang contact
dan meetup. Karena Kak Kle mulai fokus untuk
pendidikan perguruan tingginya. Tak tahu apakah
ada maksud lain dibenak Kak Kle untuk kedekatan
kami selama ini. Atau dia hanya menganggapku

230
benar-benar seperti adik manisnya. Sejak pertama
dekat dan dekap, hanya nyaman yang bisa
kudefinisikan. Perasaan lain tak bisa kujelaskan
pada tulisan ini. Oh iya, kudengar sekarang Kak
Kle dekat dengan seorang wanita. Kak Nadya
namanya. Kelas 12 juga. Sama seperti Kak Kle.

“Hei, Reina.” Terdengar tabu Kak Kle menyapaku


dengan sebutan ‘Hei’.

“Hei, Kak Aklesh.” Jawabku sembari berjalan


tanpa berhenti dan Kak Klemenyamai langkahmu.

Lalu Kak Klemenghentikanku dari arah depan.


Memegang kedua bahuku dengan kedua tangannya.
“Aku punya kabar bagus, Rei?” Aku masih
menatapnya datar.

Kami berjalan menyusuri lorong kelas dan Kak


Klemerangkulku.

“Kamu pasti sudah dengar tentangku dan Nadya


kan walau aku tidak pernah menceritakannya

231
padamu.” Topik ini mulai tak bersahabat
ditelingaku.

“Kemarin malam kami jadian, Rei. Di cafeDara


dekat rumahmu.” Jelas Kak Kle.

“Aku tahu itu.”

“Dari?”

“Aku melihatnya semalam.”

“Kenapa tak mendatangi kami dan mengucapkan


selamat?”

“Aku hanya tak ingin menganggumoment bahagia


kalian.” Ucapku sembari senyum terpaksa bahagia
dan menanggalkan tangan Kak Kle dari pundakku.

“Uhh, Reina ini memang adik manisku yang paling


peka.” Ucap Kak Kle sambil menyubitpipiku
gemas.

Kutanggalkan jari-jari Kak Kle dari kedua pipiku.

232
“Aku harus pulang kak. Mama pasti marah jika
aku pulang terlambat.” Padahal Mama tak pernah
marah karena setahuMama,Aku selalu pulang
bersama Kak Kle.

“Maaf tak bisa mengantarmu, Rei. Aku ada janji


sama Nadya.” Ucap Kak Klemeneriakiku saat
punggungku mulai hilang dari pandangannya.

Satu minggu dua minggu, kami seperti


kakak adik yang tak pernah menjadi kakak adik.
Tak ada lagi obrolan di roomchat dan tak ada pula
sapaan hangat di sekolah. Sekolah seperti tempat
yang tak lagi menyenangkan dikunjungi setiap hari.
Entah Kak Kle masih hidup atau tidak. Kabar
terakhir yang kutahu hanyalah foto Kak Kle dan
Kak Nadya terpasang di papan pengumuman.
Mengumumkan bahwa mereka memenangkan juara
Duta Kabupaten tahun ini. Sangat serasi dan manis.

233
Pasti tidak akan cocok dan sangat aneh jika fotoku
yang terpajang di papan pengumuman itu.

Kak Kle tak pernah tahu jika aku


memendam perasaan padanya semenjak di ruang
kesenian 2 tahun lalu. Aku terlalu lugu untuk
mengungkapkannya. Dan perkiraanku jika aku
mengungkapkannya, Kak Kle pasti mengatakan
“Kamu sudah seperti adikku sendiri.” Percuma.
Berkata atau tidak, tidak akan mengubah apapun.
Bahkan peran kakak adik kami akan runyam dan
semakin renggang. Aku tak mau hal itu terjadi.

“Cukup aku disini, mencuri kabarmu secara diam


daripada hubungan semakin berantakan dengan
tetap mencintaimu lewat diam.”

234
Biografi Penulis

Namaku Brenda Permana, kelahiran Sragen, 07


Mei 2002. Seorang gadis yang sejak kecil suka
mencoba banyak hal, termasuk kepenulisan.
Berpengalaman mengikuti perlombaan kepenulisan
sejak SMP hingga berhasil menjuarai lomba Putra
Putri Sakti tingkat Kabupaten Sragen yang
didalamnyaterdapat unsur kepenulisan. Hingga
setahun kemudian dipercaya untuk menjadi juri
lomba kepenulisan di SMP Negeri 2 Tanon
Kabupaten Sragen yaitu SMP saya sendiri.
Sekarang saya sedang menempuh pendidikan di

235
IAIN Tulungagung jurusan Psikologi Islam.
Beruntung sekali diawal kuliah menjuarai lomba
Essay tingkat Fakultas. Hobby menulis saya seperti
sudah mendarah daging hingga saya membuat akun
Podcastdiaplikasi Anchor dan Spotifydengan nama
Serasa. Hal ini saya lakukan untuk menyuarakan
tulisan-tulisan saya. Saya dapat dihubungi melalui
akun instagram saya @brendaprmn.

236
BURHAN

By:Hanifah Ainunnisa'

Terik matahari menyengat seantero ibu


kota. Silaunya menyinari pejalan kaki maupun
orang-orang yang sedang memancal sepedahnya,
jangan ditanya kalau orang-orang elit yang
bersembunyi di balik besi kotak itu, mobil
maksudnya. Mereka tak akan kepanasan udara di
dalam sudah didinginkan dengan AC. Betapa iri si
pejalan kaki yang terkena panas melihat kalangan
elit dengan mobil mereka, mungkin begitulah isi
kepala Burhan, dia seperti pemuda yang putus
harapan duduk di pinggiran jalan ibu kota sembari
meneguk es teh yang dibelinya di abang penjual
kaki lima. Dari arah selatan terlihat Siti yang
sedang menenteng plastic berjalan menghampiri
Burhan. Siti adalah tetangga Burhan, dia baru saja
menginjakkan kaki di bangku SMP, Siti memang

237
lumayan dekat dengan Burhan bahkan bukan
dengan Burhan saja tetapi dengan semua orang di
tempatnya tinggal, karena sifatnya yang bisa dekat
dengan siapa saja serta mulutnya yang tak bisa
berhenti berbicara pada hal dia tergolong sebagai
orang pendatang disana, meski demikian dia adalah
anak yang baik dan suka membantu tetangganya.
Itulah sosok seorang Siti. "Astagfirullah bang
Burhan kau tak tengok itu baliho di mana-mana
memajang tulisan MarhabanYa Ramadhan selamat
menunaikan ibadah puasa dan dengan percaya
dirinya kau minum itu es teh di bawah spanduk pak
Anies Baswedan yang mengucapkan selamat
menjalankan ibadah puasa, macam mana kau ni
bang". Cerocos si Siti dengan ekspresi
menggeleng-gelengkan kepalanya. Hanya dengan
satu tarikan nafas berbicara, dia memang juara
dalam hal berbicara."Dateng-dateng nyerocos aja
kerjaannya, udah anak kecil diem aja. Oh iya satu
lagi itu tulisan di spanduk bagi yang

238
menjalankannya Yaudah berarti ucapan itu nggak
berlaku buatku"timpal Burhan. "Udah ah susah
bilang sama bang Burhan, Siti pergi dulu". Siti pun
pergi meninggalkan Burhan.

###

Gemerlap bintang memenuhi malam yang gelap,


apa pun yang terjadi pada langit Burhan tetap
sendirian, "Burhan-burhan malang sekali nasib mu
nak"emak selalu kasihan terhadap Burhan, beliau
adalah satu-satunya orang yang tinggal bersama
Burhan, lebih tepatnya beliau adalah nenek Burhan.
Didepan gang pemuda itu duduk sendiri, entah apa
yang ia pikirkan, terdengar suara remang-remang
dari kejauhan. Ia pun menghampiri Sumber suara.
Betapa kagetnya ia saat melihat seorang perempuan
yang sedang dirampok oleh seorang pria besar. Dia
pun langsung menolong wanita itu, "Heh beraninya
sama perempuan, nggak jantan banget sih". Burhan
marah saat ada seseorang yang menindas orang
lemah. Lelaki itu pun beradu dengan Burhan. Saat

239
berkelahi lelaki itu mengeluarkan pisau" udah
nyerah aja, akan ku beri kau waktu untuk kabur aku
tak akan melukaimu, jika kau bersikeras membantu
perempuan itu aku akan menghabisi mu"perampok
itu menggertak Burhan. "Hidupku ini sudah tidak
berguna, bahkan jika kau membunuhku lalu kau
melepaskan perempuan itu aku akan suka rela
memberikan tubuh ini"ucap Burhan tanpa gentar
sedikit pun. Perkelahian semakin sengit. Dibalik
semak hayya diam-diam menelefon polisi meminta
pertolongan.

Wii..wiu..wiu.. suara sirine polisi mendekati TKP


saat itu Burhan lengah dan pisau pun mengenai
perutnya, saat itu juga si perampok kabur,
sedangkan Hayya dengan tidak sengaja berteriak
dengan kencang, polisi pun membawa Burhan
kerumah sakit. Burhan di rawat diruang UGD
sedangkan Hayya menangis tak ada hentinya.

###

240
3 Minggu setelah kejadian itu Burhan pun
diperbolehkan untuk pulang kerumah. Setiap hari
Hayya selalu menemaninya. Rasa bersalah selalu
membuat Hayya ingin menangis saat melihat
Burhan. Suatu hari Hayya bertanya kepada Burhan
"kenapa kau bersikeras membantuku ?"Tanya
Hayya sambil berkaca-kaca. Burhan pun
menjawab"hidupku sudah tidak berguna lagi, lalu
untuk apa aku hidup, ibu ku ia pernah berada
diposisi mu, tanpa ada orang yang peduli padanya,
dan dia..mengalami kekerasan, tidak terselamatkan.
Semenjak saat itu hidupku pun hancur, aku tak mau
ada orang lain yang akan menjadi sepertiku".
Hayya terenyuh mendengar Burhan bercerita.
Semenjak saat itu Hayya membantu Burhan untuk
bangkit dari keterpurukannya. Mereka memutuskan
hidup bersama dengan ikatan yang halal. Disitulah
akhir cerita Burhan.

241
Biografi Penulis

Hanifah Ainunnisa', Ia biasa dipanggil dengan


nama Hanifah. Lahir di Sidoarjo, 01 Juli 2001.
Masa kecilnya dilalui di Sidoarjo, dan saat
menginjak Mts/SMP ia kediamannya pindah ke
Kanigoro, Blitar. Lulusan PM Darul Hikmah. Dan
sekarang ia sedang menempuh pendidikan di IAIN
Tulungagung. Ini adalah salah satu cerpen dari
beberapa cerpen yang sudah ia buat. Menulis
termasuk salah satu dari hobinya. Dapat dihubungi
di Facebook Hanifah Ainunnisa' ataupun Instagram
@hanifah_ainun01

242
Sinopsis Singkat

Didalam buku ini berisi tentang semua


kumpulan Cerita Pendek karya dari para penulis
yang telah berpartisipasi. Bertemakan The World
As Real Education yaitu tentang semua
pembelajaran yang tidak hanya berasal dari lingkup
pendidikan formal saja tetapi juga pembelajaran
yang bisa diambil dari kehidupan kita selama ini
didunia.

Seperti yang pernah Abraham H. Maslow


katakan bahwa “Salah satu tujuan pendidikan
adalah mengajarkan bahwa hidup itu berharga”,
jadiselama kita masih hidup dan dapat bernafas
maka selama itu pula pendidikan akan terus ada.

Buku ini diharapkan sedikit memberikan


pelajaran bagi semua orang yang telah membaca.
Mario Teguh pernah berkata bahwa “Orang-orang
yang berhenti belajar akan menjadi pemilik masa

243
lalu. Orang-orang yang masih terus belajar, akan
menjadi pemilik masa depan”. Jadi jangan pernah
berhenti dalam mencari pendidikan dan terus
belajar, karena sebenarnya pendidikan dan
pembelajaran akan terus abadi.

244
245

Anda mungkin juga menyukai