Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Komunikasi merupakan hal terpetnting dalam kehidupan manusia, karena dengan
berkomunikasi manusia bisa melakukan aktivitasnya dengan baik. Akan tetapi, bukan
hanya manusia saja yang membutuhkan komunikasi, melainkan sel juga membutuhkan
sebuah komunikasi. Hal tersebut dikarenakan komunikasi juga merupakan hal terpenting
untuk sel. Komunikasi antar sel diperlukan tidak lain untuk mengatur pengembangan dan
pengorganisasiannya menjadi jaringan, mengawasi pertumbuhan dan pembelahannya
serta mengkoordinasikan seluruh aktivitasnya.
Dewasa ini, masih banyak yang kurang mengetahui tentang adanya komunikasi
sel. Padahal pengetahuan tersebut sangat diperlukan karena dalam setiap tubuh manusia
terdapat banyak sekali sel. Belum lagi banyaknya permasalahan atau kasus-kaus yang
berkaitan dengan komunikasi sel itu sendiri. Oleh karena itu, penulis menyusun makalah
ini untuk menambah pengetahuan mengenai komunikasi antar sel dan untuk memenuhi
tugas mata kuliah biomedik dasar II menegnai komunikasi antar sel.
B. Rumusan Masalah
1. Apa saja contoh permasalahan kesehatan yang terkait dengan komunikasi antar sel?
2. Bagaimana hubungan antara kasus dengan teori mengenai komunikasi antar sel?
C. Tujuan
1. Mengetahui apa saja kasus permasalahan kesehatan yang terkait dengan komunikasi
antar sel.
2. Mengetahui bagaimana hubungan anatara kasus dengan teori mengenai komunikasi
antar sel.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Pengertian Komunikasi Sel
Menurut Prof. Subowo (1995) mengungkapkan bahwa komunikasi sel adalah
proses penyampaian informasi sel dari sel pesinyal menuju ke sel target untuk mengatur
pengembangan dan pengorganisasiannya menjadi jaringan, mengawasi petumbuhan dan
pembelahannya serta mengkoordinasikan aktivitasnya.
Pada komunikasi antar sel , sel pemberi sinyal menghasilkan tipe khusus dari
molekul sinyal yang dapat dideteksi oleh target. Sel target memiliki protein resptor yang
mampu mengenali dan berespon secara spesifik terhadap molekul sinyal. Tranduksi
sinyal dimulai ketika protein reseptor pada sel target menerimasinyal ekstraseluler yand
baru masuk dan merubahnya menjadi sinyal intraseluler yang memerintah perilaku sel.
Tranduksi sinyal adalah proses ketika suatu sinyal diubah ke bentuk sinyal yang lain.
Komunikasi antar sel berperan penting untuk pengaturan dan pengendalian kegiatan sel,
jaringan, organ tubuh, dan utuk mempertahankan homeostasis. Komunikasi sel berperan
penting dalam menyelenggarakan homeostasis karena tubuh harus senantiasa memantau
adanya perubahan-perubahan nilai berbagai parameter, lalu mengkoordinasikan respons
yang sesuai sehingga perubahan yand terjadi dapat diredam.
B. Penghubung sel (cell junctions)
Cell Junctions adalah situs hubungan yang menghubungkan banyak sel dalam
jaringan dengan sel lainnya dan matriks ekstraseluler. Terdapat tiga jenis penghubung
cell junctions yaitu:
a. Occluding junctions
Betugas menempelkan sel bersama-sama dalam epitel dengan cara mencegah
molekul-molekul kecil dari kebocoran satu sisi sel ke sel yang lainnya.
Terdapat dua klasifikasi fungsi, yaitu:
1. Tight junctions hanya dimiliki oleh vertebrata, yang fungsinya menyegel
ruang antar dua sel serta mencegah lalu lintas molekul di ruag antar sel.
2. Septate junctions hanya dimiliki invertebrate, terdapat protein disc-large yang
terhubung dengan protein ZO dalam tight junctions.
b. Anchoring junctions
Bertugas melekatkan sel-sel dan sitoskeleton ke sel tetangga atau matriks
ekstraseluler.
Terdapat 4 bentuk yang tidak sama secar fungsi, yaitu:
1. Adherens junctions dan desmosom. Sama-sama memegang sel dan
pembentukannya oleh membrane trans adhesion protein pada family
chaderin.
2. Focal adhesions dan hemidesmosom. Mengikat sel-sel pada matriks
ekstraseluler dan pembentukannya oleh membrane trans adhesions protein
pada family integrin.
c. Communicating junctions
Bertugas sebagai perntara jalan lintasan sinyal-sinyal kimia atau elektrik dari satu
sel yang sedang berinteraksi ke sel lainnya.
Terdapat 3 kelompok perantara, yaitu:
1. Gap junctions. Celah sempit di antara dua membran atau dinding sel ini
membolehkn jalan lintasan ion-ion dan molekul-molekul kecil yang dapat
larut dalam air.
2. Chemical synapses. Sambungan khusus letak sinyal neuron yang berhubungan
satu sama lain dengan sel-sel nonsaraf seperti pada otot atau kelenjar.
3. Plasmodesmata. Hanya terdapat pada tumbuhan. Fungsinya menghubungkan
sel yang satu dengan sel lainnya melalui retikulum endoplasma, memudahkan
pergerakan ion-ion dan molekul-molekul kecil seperti gula, asam amino, dan
RNA (ribonucleat acid) antar sel.
C. Tipe Penyampaian Molekul Sel dalam Komunikasi sel
1. Endokrin
Sel target jauh dengan media hormone yang dibawa oleh pemuluh darah.
2. Parakrin
Sel penyekresi bekerja pada sel-sel target yang berdekatan dengan melepas molekul
regulator local (misalnya faktor pertumbuhan) ke dalam cairan luar sel.
3. Autokrin
Sel responsive terhadap substansi yang dihasilkan oleh sel itu sendiri atau dengan
kata lain sel penghasil mediator berperan juga sebagai sel sasaran.
4. Sinaptik
Tipe pensinyalan jarak jauh melalui system persyrafan. Sel saraf melepaskan mlekul
neurotransmitter kedalam sinapsis sehingga merangsang sel target.
D. Metode Penympaian Sinyal
1. Komnikas alngsung yaitu komuikasi antar sel yang sangat berdekatan karena
mentransfer sinyal listrik (ion-ion).
2. Komunikasi local adalah komunikasi yang terjadi melalui zat kmia yang dilepaskan
ke cairan ektrasel yag berdekatan ataupun kepada sel-sel yang berada jauh letaknya.
3. Komunikasi jarak jauh adalah komunikasi yang berlangsung berlangsung melalui
sinyal listrik yang dihantarkan sel syaraf dan/atau sinyal kimia (hormone dan
neurohormon).
4. Dengan membentuk gap junctions sehingga terjadi hbungan sitoplasma dari kedua sel
yang berkomunikasi tersebut.

E. Tahapan Komunikasi Sel


Dilihat dari perspektif sel yang menerima pesan, pensinyalan sel dibagi menjadi 3
tahapan yaitu:
1. Tahap penerimaan (reception)
Pada tahap ini sel target mendeteksi molekul sinyal yang berasal dari luar sel. Sinyal
kimiawi tereteksi ketika molekul sinyal berikatan dngan protein reseptor yang terletak
dipermukaan atau di dalam sel.
2. Tahap pengikatan molekul (transduction)
Pada tahap ini molekul sinyal memiliki bentuk yang komplamenter dengan situs
reseptor yang melekat disitu seperti anak kunci dalam gembok atau substrat dalam
situs katalitik suatu enzin. Molekul sinyal berperilaku seperti liga, istilah molekul
yang beikatan secara spesifik dengan molekul lain, seringkali yang berukuran besar.
Pengikatan ligan menyebabkan protein reseptor mengalami perubahan bentuk.
Umumnya efek pengikatan ligan menjdi agregasi kedua atau lebih mengaktivasi
reseptor lain berinteraksi dengan molekul lainnya.
3. Tahap responsive (response)
Pada tahap ini sinyal yang ditrandusikan menyebavkan aktivitas selular seperti
glikogen fospolirase, penyusun ulang sitoskeleton ataupun aktivasi gen-gen spesifik
dalam nucleus.

F. Jeis-jenis Reseptor dan Pengaruhnya terhadap Aktivitas Sitoplasma


1. Reseptor dalam membran sel
Sebagian besar molekul sinyal larut air berikatan pada protein reseptor dalam
membran sel. Reseptor ini mentransmisikan informasi dari lingkungan ekstraseluler
ke bagian dalam sel dengn cara mengubah bentuk saat berikatan dengan ligan.
Tiga tipe utama reseptor membran adalah :
a) Reseptor saluran gerbang/ion; misalnya pada molekul neurotransmitter yang
dilepaskan sinapsis antara dua sel saraf berikatan dengan saluran ion sehingga
meyebabkan saluran membuka dan memicu timbulnya sinyal listrik yang
merambat ke sel penerima.
b) Reseptor terikat enzim seperti tirosin kinase
Kinae adalah enzim yang mengkatalis transfer gugus fospat dari ATP ke asam
amino tirosin

c) Reseptor terkopel protein G


Resptor kopel protein G adalah reseptor membrane plasma yang bekerja dengan
bantuan protein G, protein yang mengikat molekul GDP/GTP yang kaya energy.
Banyak molekul sinyal yang berbeda menggunakan reseptor terkopel protein G.
struktur molekulnya terdiri dari 7 heliks , dan transmembran. Dalam
BAB III
ALZHEIMER AKIBAT GANGGUAN KOMUNIKASI SEL
A. Definisi
Penyakit alsheimer ditemukan pertama kali pada tahun 1907 oleh seorang
ahli psikiatri dan neuropatologi yang bernama Alois Alzheimer. Penyakit
Alzheimer merupakan penyakit akibat gangguan otak atau demensia (pikun) yang
menahun, terus berlanjut, dan tidak dapat kembali seperti semula lagi.
Penyakit Alzheimer adalah penyakit yang progresif, degenerative yang
menyerang sel saraf di otak yang mengakibatkan hilangnya memori dan
perubahan pada kemampuan berbicara, berfikir dan berperilaku.
Alzheimer merupakan penyakit kronik, progesif, dan merupakan
gangguan degeneratif otak dan diketahui mempengaruhi memori, kognitif dan
kemampuan untuk merawat diri (Suddart & Brunner, 2002) dalam kumpulan
asuhan keperawatan:2012.
Penyebab Alzheimer belum diketahui secara pasti. Namun, terdapat faktor
pemicu timbulnya Alzheimer. Faktor-faktor pemicu tersebut misalnya sejarah
pernah terjadinya luka dikepala hingga meneybabkan gangguan pada komunikasi
sel-sel saraf pada otak dan faktor keturunan.
Penyakit Alzheimer ditandai oleh dua abnormalitas di otak yaitu plak
amyloid (amyloid plaques) dan neurofibrillary tangles (belitan-belitan
neurofibriler). Plak itu adalah kumpulan protein yang abnormal yang disebut beta
amyloid. Belitan-belitan itu adalah kumpulan serat yang berbelit-belit yang terdiri
dari protein yang disebut tau. Plak dan serat yang berbelit-belit itu menghambat
komunikasi antara sel-sel syaraf dan menyebabkan sel-sel itu mati.
B. Penyebab Alzheimer
Penyebab penyakit Alzheimer sampai saat ini masih belum pasti, tetapi
beberapa faktor yang diperkirakan dn berdasarkan hasil penelitian menunjukkan
bukti yang sejalan, yaitu:
1. Usia
Bertambahnya usia memang menjadi salah satu faktor resiko penting
seseorang menderita penyakit Alzheimer. Walaupun begitu penyakit
Alzheimer ini dapat didertita oleh semua orang pada semua usia. Namun 96%
diderita oleh individu yang berusia 40 tahun ke atas menurut Dr. iskandar
Japardi (2000) dalam kumpulan asuhan keperawatan (2012). Semakin
bertambahnya usia seorang manusia, banyaknya plak beta amyloid yang
dipunyainya, prevalensi terbesar terdapat pada umur 85 ke atas namun ada
juga yang di mulai ketika umur 65.
2. Genetik
Faktor genetic merupakan faktor resiko penting kedua setelah faktor usia.
Individu yang memiliki hubungan keluarga yang dekat dengan penderita
beresiko dua kali lipat untuk terkena Alzheimer. Pada penderita early onset
umumnyadisebabkan oleh faktor turunan. Tetapi secara keseluruhan kasus ini
mungkin kurang dari 5% dari semua kasus Alzheimer. Sebagian besar
penderita Downs Syndrome memiliki tanda-tanda neuropatholigic Alzheimer
pada usia 40 tahun.
3. Jenis Kelamin
Menurut Dr. Iskandar Japardi (2002) dalam buku kumpulan asuhan
keperawatan (2012) bahwa berdasarkan jenis kelamin, maka prevalensi wanita
yang menderita Alzheimer lebih banyak tiga kali lipat dibandingkan pria. Hal
ini mungkin disebabkan karena usia harapan hidup wanita lebih lama
dibandingkan dengan pria.
4. Trauma Kepala

Menurut Dr. Iskandar Japardi (2002) dalam buku kumpulan asuhan


keperawatan (2012) dari beberapa penelitian menunjukkan adanya hubungan
antara penyakit Alzheimer dengan trauma kepala. Hal ini dihubungkan dengan
petinju yang mederita pugilitsik, dimana pada otopsinya ditemukan banyak
neneurofibrillary tangles. Terdapat keamaan formasi NFT yang ada pada DP
dengan AD dan sulit untuk dibedakan. Mekanisme formasi NFT yg terjadi
stelah terjadi trauma kepala atau akhir tingkatan DP dengan mekanisme
formasi yang ada pada AD bisa jadi memiliki kesamaan pula. Ditandai dengan
adanya plak amiloid menyebabkan munculnya NFT pada kedua penyakit
tersebut. Namun NFT yg muncul pada daerah trtentu di otak justru lebih
mengarah ke DP karena terdapat trauma pada daerah tersebut.
Pada otak yang sehat ukuran cortex dan hippokampus adalah normal dan serat-serat saraf masih
berfungsi dengan baik. Namun pada otak penderita Alzheimer terdapat atropi kortikal dan
hippokampus serta perbesaran ventricle. Hal ini disebabkan karena terdapatnya plak amyloid dan
kusutnya serabuttserabutt saraf (neurofibrilallry tangles) yang mengakibatkan protein tau berubah
lilitannya menjadi kusut (tangles). Ketika hal ini terjadi, microtubules mengalami
ketidakmampuannya dalam berfungsi dengan baik dan mengalami hal seperti kehancuran. Akibatnya
adalah melemahnya komunikasi antar cell saraf dan bisa
mengakibatkan kematian sel.

Anda mungkin juga menyukai