Anda di halaman 1dari 4

Pendakian

Pagi ini suasana di desa sangatlah sejuk. Dingin yang datang bersama angin mulai
memasuki pori-pori tubuhku, membuat gigi bergemeretak. Pemandangan indah terpampang
didepan mata,”Gunung Sindoro terlihat sangat indah” ujarku. Indah pemandangan yang
terlihat seakan menggambarkan indahnya suasana hatiku saat ini, karena hari yang kutunggu-
tunggu datang juga. Ya, inilah pendakian pertamaku dimulai. Gunung Kembang, Wonosobo.

Pagi itu aku sudah siap dengan semua peralatan dan perlengkapan yang akan aku
bawa mendaki. Sebagai pendaki pemula, aku diarahkan oleh sepupuku untuk memulainya
dengan gunung yang tidak terlalu tinggi terlebih dahulu. Sebut saja Marga, lelaki yang
bertubuh tinggi, berkulit sawo matang. Sudah beberapa kali mendaki gunung yang berbeda.
Dialah sepupuku yang mengajaku mendaki hari ini.

Tepat jam 8 pagi ia dan beberapa temannya menjemputku, segera kami melakukan
perjalanan menuju basecamp. Sekitar 1 jam perjalanan yang kami tempuh, lagi-lagi aku
diperlihatkan betapa indahnya ciptaan Allah. Hamparan kebun teh dengan udara yang sangat
sejuk, membuat perjalanan terasa sangat cepat. Akhirnya kami sampai juga di salah satu
basecamp para pendaki.

Pendakian tak langsung dilakukan, kami harus melewati beberapa tahap, Salah
satunya adalah memeriksa barang yang kami bawa terutama barang yang nantinya akan
menjadi sampah, supaya ketika turun kembali jumlah sampah yang dibawa sesuai dengan
jumlah keitka pemeriiksaan sebelum melakukan pendakian.

Setelah melewati pemeriksaan akhirnya kami diperbolehkan untuk melanjutkan


peendakian. Aku berada paling belakang dalam keompok dan beberapa pendaki sudah
berjalan di depanku lebih dulu. “ ini sangat berbeda dengan yang aku bayangkan” gumamku,
aku tak pernah menyangka, kalau ternyata medan pendakian sangatlah berbeda. Tidak bisa
disamakan dengan berrjalan kaki seperti biasanya. Baru awal pendakian, namun perjalananku
menuju Pos 1 terasa amat berat dan melelahkan. Napasku sudah terengah-engah. Dada terasa
panas dan sesak, seakan napasku sudah mencapai batasnya.

“ Host....hosstt....” mengehentikan langkah.

“ Zi, apa kamu baik-baik saja?” tanya marga ikut menghentikan langkah.

“ Aku baik-baik saja Ga, hanya dadaku terasa sesak” jawabku dengan napas tersenggal.
“ kita break dulu..” teriaknya agar semua temannya mendengar.

Tak begitu lama, kami pun melanjutkan kembali pendakian kami. Sebab aku tak ingin
memperlambat langkah kami untuk menuju puncak gunung. “Yok, kita jalan lagi” teriakku.
Marga pun akhirnya berjalan di belakangku agar aku tidak tertinggal jauh oleh kelompok
mendakiku. Beberapa kali aku harus menghentikan langkahku. Kejadian itu pun membuat
Marga dan teman-temannya ikut berhenti. Melihat situasi ini, membuat aku merasa bersalah
karena menjadi penghambat mereka. Aku menyita waktu mereka hanya untuk menemaniku
beristirahat. “apakah aku bisa melanjutkan perjalanan ini dan bisa menuju puncak” tiba-tiba
pikiran itu muncul dalam benakku.

Marga yang melihat kegelisahanku , “ Tenanglah. Tidak masalah... dalam pendakian, kita
tidak akan tau apa yang akan terjadi. Tapi akan ada banyak hal yang dapat kamu pelajari.
Bahkan hal itu tidak pernah kamu duga sekalipun. Nikmati saja perjalananmu, jika kamu
merasa lelah tidak usah sungkan meminta waktu break.”ujarnya mencoba menenangkanku.
Perkataannya menimbulkan banyak pertanyaan dalam pikiranku. Tapi sudahlah aku harus
menikmati perjalananku sesuai dengan perkataan Marga.

Kami bergegas melanjutkan pendakian kembali. Hingga sampailah kami di Pos 1, kami
beristirahat cukup lama untuk melepas dahaga dan mengganjal perut dengan makanan ringan
yang kami bawa. Selagi kami beristirahat beberapa teman Marga meminta untuk melanjutkan
pendakian terlebih dulu. Sontak aku kembali merasa bersalah, mungkin mereka seperti itu
karena aku yang selalu meminta waktu untuk beristirahat. Namun aku sudah terlalu lelah
untuk memikirkan hal tersebut.

Setelah menghabiskan bebeapa menit kami habiskan untuk berisirahat, kami memutuskan
untuk kembali melanjutkan pendakian. Tapi kali ini kondisiku sudah lebih baik, “ kita bisa
lanjutkan pendakian tanpa istirahat banyak.” Ujarku penuh percaya diri. Tanpa sadar aku
telah mengucapkan hal yang menurutku memalukan, ternyata setelah inilah siksaan telah
menungguku.

Dan benar saja jalanan yang aku lewati kini bukan lagi seperti jalan dari Basecamp menuju
Pos 1 yang mana jalanannya sudah beraspal. Namun jalan yang ku lewati kini tidak lebih dari
tanah yang sedikit berlumpur dan akar pohon yang bertebaran, dan itu membuat pendakianku
saat ini semakin berat, jalan semakin licin dan sulit untuk mencari pijakan yang kokoh. Tak
hanya sampai situ, banyak jalur dengan kemiringan kurang lebih 120 °. Dengan segala
rintangan yang kami hadapi, tak ayal banyak waktu yang kuhabiskan untuk beristrahat
bahkan kami mendapati malam hari ketika perjalanan menuju puncak.

Saat ini langit sudah sangat gelap, udara dingin sudah mulai menembus kulit sedangkan kami
masih dalam posisi melewati jalan sedikit berlumpur dan harus berpegangan pada tali karena
posisi jalur yang sangat miring. Sudah banyak pula kami mendapatkan kata-kata
“penyemangat” bahwa puncak sebentar lagi. Setelah melewati 1 jam perjalanan akhirnya
sampai juga kita di puncak dengan kondisi pakaian yang penuh lumpur.

Bertemulah kami dengan beberapa teman Marga yang mendaki terlebih dulu. Begitu
bahaginya aku ketika melihat tenda sudah berdiri tegak dan siap untuk ditempai. Mereka
yang mendaki terlebih dulu yang mendirikan tenda untuk kami. Tanpa berpikir panjang aku
langsung memasuki tenda tersebut untuk mengganti pakainku yang sudah penuh dengan
lumpur.

Setelah selesai mengganti pakaian, Marga dan teman-temannya menyiapkan minuman


hangat untukku karena aku sudah terlihat sangat pucat dan sangat kedinginan. Aku sudah
tidak punya tenaga lagi untuk keluar tenda dan bergabung dengan mereka

“ Minumlah zi. Hangatkan tubuh... masuk kedalam kantong tidurmu. Jika sudah merasa lebih
baik, kita makan malam bersama.” Marga menghampiriku ke dalam tenda dan memberkan
minuman hangat kepadaku.

“ Terimakasih ga.” Sambil menerima minuman hangat.

. Setelah menghabiskan minuman hangat yang sudah Marga siapkan, aku pun langsung
terlelap tanpa sempaat untuk makan malam.

Pagi itu aku dibangunkan oleh Marga untuk melihat matahari terbit.

“zi bangun..! sebentar lagi matahari terbit..” ucap Marga dengan suara sedikit lantangan
sambil menggoyangkan tubuhku.

“hmm.... iya....” sahutku.


Aku bergegas keluar dari tenda. Tidak mau sedikit pun tertinggal kesempatan untuk meihat
matahari terbit. Tepat saat aku keluar aku langsung disuguhkan dengan pemandangan indah.
Ya, melihat matahari terbit di gunung sungguh luar biasa.

“ Lelahku hilang dalam sekejap.” Ucapku disambut dengan senyuman Marga dan teman-
temannya.

Seketika aku teringat perkataan Marga bahwa banyak hal yang dapat aku pelajari dari
perjalananku saat ini.

Anda mungkin juga menyukai