Anda di halaman 1dari 4

Hujan Pembawa Masalah

Kamis sore, 11 Agustus 2022. Pohon-pohon begoyang tertiup angin sore. Matahari mulai
terbenam, onggokan-onggokan jingga di langit barat membawa malam. Aku dan teman-temanku yang
berada di Sanggar Pramuka, mulai berpamitan dengan keluarga. Kudengar isak tangis teman-temanku
yang tak ingin meninggalkan keluarganya. Meskipun begitu, aku dan teman-temanku mulai memasuki
bus. Barang-barang kami sudah masuk ke dalam bagasi bus. Setelah semua masuk, bus pun mulai
berangkat meninggalkan Sanggar Pramuka. Kami mengucapkan selamat tinggal yang terakhir sesaat
bus mulai berangkat.
Aku sedikit terkejut, suasana yang awalnya menyedihkan langsung berubah menjadi canda
tawa. Aku dan teman-temanku saling bercengkrama dan tertawa. Kami juga bernyanyi sepanjang
perjalanan untuk menghilangkan kejenuhan. Bus yang aku dan teman-temanku naiki adalah bus royal
class yang sangat bagus dan banyak fasilitasnya. Salah satu fasilitasnya adalah air hangat, juga
terdapat banyak jenis minuman dan Pop Mie di dalam bus. Karena itu, kami juga membuat pop mie
dan minuman hangat bersama di bus. Pada akhirnya, kami pun tertidur pulas di bus.
Aku tidak tahu, entah kenapa aku tiba-tiba terbangun saat belokan menuju ke Bumi Perkemahan
Cibubur, Jakarta. Seakan alam memanggilku untuk segera bangun dan bersiap. Saat sudah sampai, aku
membangunkan teman-temanku. Disana, aku melihat banyak bus lain yang baru sampai. Aku melihat
jam tanganku dan ternyata baru jam 2 pagi. Pembina kami, membayar orang untuk membawa barang-
barang kami dengan mobil karena letak camp yang sangat jauh. Camp perempuan dan laki-laki
terpisah, sehingga kami memperbolehkan untuk perempuan lebih dulu ke camp dan membawa barang-
barang bawaan mereka.
“Ini kenapa ya, kok lama banget sih?” Ucapku kebosanan menunggu.
“Ya mau gimana lagi, kan tempatnya emang luas,” jawab Erlang, salah satu temanku.
“Sabar, nanti juga bakalan kesini kok,” ucap Kak Makmun, pembina kami.
Setelah menunggu bagaikan jin lampu ajaib yang menunggu ribuan tahun untuk seseorang
membebaskannya. Akhirnya, mobil beserta supirnya kembali ke parkiran bus untuk mengangkut
barang-barang dan sekaligus kami. Kami pun menaikkan barang-barang ke mobil dan menaiki mobil.
Kami segera pergi mencari letak camp kami. Kami berputar-putar mencari letak camp tersebut. Aku
tidak dapat berkata-kata lagi saat melihat camp-camp yang sudah dibangun dan dibangun gapura yang
sangat bagus dan indah. Aku tidak terkejut dengan kenampakan disana, jalan jalan kecil yang
berlubang, banyak pohon pohon besar, daun dimana-mana, dan suara hewan yang sangat jelas. Itu
karena aku tinggal di desa yang kenampakannya juga seperti itu. Meskipun aku sudah jauh dari rumah,
keterasingan tiba-tiba menggigit diriku. Rasanya seperti belum menerima tempat ini.
Akhirnya, kami sampai juga di camp. Tanahnya sangat becek dipenuhi dedaunan. Kami pun
menaruh karpet ditanah dan segera menurunkan barang dan menaruhnya di karpet tersebut. Azan
Subuh terdengar, kami mulai menaruh karpet lagi.
“ Ayo cah, wudhu terus sholat jama’ah bareng-bareng, nanti kalo sudah sholat disiapkan
peralatan untuk masak,” perintah Kak Arif, pembina kami.
“Siap kak,” teriakku dan teman-temanku.
Kami semua pun wudhu di tempat yang disediakan dan segera melaksanakan sholat berjamaah.
Kemudian, kami mendapat tugas masing-masing untuk mempersiapkan memasak. Aku mendapat tugas
untuk membawa air. Aku membawa galon ke tempat air bersih untuk mengisinya.
“Pagi kak,” ucap seseorang yang tak kukenal
“Oh ya, pagi juga,” jawabku
Setelah galon terisi penuh aku membawanya ke camp. Aku kesusahan membawa galon tersebut
karena jaraknya yang sangat jauh. Namun setiap aku melewati camp-camp yang lain. Aku terus
mendapat sapaan.
“Pagi kak,” ucap seseorang.
“Pagi juga kak,” jawabku.
“Semangat kak!” Ucap seseorang.
“Terimakasih,” jawabku.
“Jangan menyerah ya kak,” ucap seseorang.
“Oh ya, makasih ya,” jawabku sambil tersenyum.
Aku di sini merasa sangat dihargai. Kami bahkan tidak saling kenal, tetapi saling menyemangati
satu sama lain. Keramahan adalah hal yang sangat kusukai. Aku yang awalnya tidak sanggup
membawa galon, menjadi bersemangat dan membawanya ke camp. Setelah sampai di camp, aku dan
teman temanku mulai memasak dan dibantu oleh pembina kami(Sebenarnya pembina yang memasak,
kami hanya membantu sedikit). Kemudian kami pun makan bersama sama di bawah rindangnya pohon-
pohon. Tercium bau alam yang menyegarkan, suara-suara nyanyian pohon yang merdu. Kicauan
burung yang menenangkan hati.
Kami pun selesai sarapan dan langsung mulai membangun camp kami. Dimuali dengan
membangun pagar dan gapura. Aku mendapat tugas menancapkan bambu untuk dibuat pagar. Aku
sedikit terbantu hujan, karena tanah yang becek sehingga mudah menancapkan bambu. Setelah itu aku
dan Erlang menalikan bambu tersebut. Selagi menali, aku terpeleset dan jatuh sehingga bajuku
dipenuhi lumpur. Teman-temanku tertawa terbahak-bahak melihatku.
“Hujan Sialan.” Aku berdiri melihat bajuku.
“Hei, jangan gitu, karna hujan kan kamu bisa masang pagar dengan mudah,” ucap Azka,
temanku.
“Liat dong, bajuku jadi kotor banget,” jawabku.
“Udah, mandi sama ganti baju sana di tempat pemandian,” ucap Arka, ketua regu kami.
“Iye ye,” jawabku.
Aku pun mandi di tempat pemandian dan mencuci bajuku yang kotor tersebut. Sambil mencuci
baju, aku masih merasa jengkel dengan hujan. Kemudian aku pun mengeringkan bajuku di tempat yang
sudah dibuat teman-temanku dari bambu. Setelah pembangunan pagar dan gapura selesai, kami pun
mendapat tenda dari petugas dan segera memasang tenda tersebut. Saat memasang tenda, kulit
tanganku termasuki fiber yang ada frame tenda. Rasanya perih dan sudah kucoba kukeluarkan tetapi
tidak bisa. Dan sampai sekarang fiber tersebut masih berada di kulitku. Setelah itu, tenda-tenda kami
pun sudah berdiri. Kami melihat awan yang menutupi langit.
“Lihat tuh awannya, segera tutupi tendanya ya, kemarin kalian udah bawa plastik besar kan?”
Ucap kak Makmun.
“Sudah kak,” jawab kami.
Aku dan teman-temanku segera memasang plastik diatas tenda dan menancapkannya dengan
pasak. Selagi memasang hujan gerimis turun, kami pun memasangnya dengan cepat. Kami memasang
kayu di depan tenda dan menali plastik pada kayu itu, sehingga kami bisa masuk tenda. Setelah selesai,
kami segera masuk ke tenda, dan aku melihat beberapa air yang masuk ke tenda. Namun setelah itu,
hujan berhenti dan awan pun hilang. Terlihat matahari tertancap tinggi di langit. Tak lama kemudian
kudengar azan, sehingga kami bergegas untuk ke masjid untuk sholat Jumat. Saat sholat Jumat, khatib
berbicara tentang dasa dharma Pramuka.
Setelah selesai, kami pun kembali ke camp dan mulai memasak. Saat mengambil air, aku
melihat kucing yang mengeong-ngeong di tempat pemandian. Karena kasihan, kau mengajak kucing
tersebut ke camp kami. Kami pun makan bersama-sama dan berbicara tentang hari pertama di Cibubur
yang melelahkan. Setelah makan, beberapa dari kami ditugaskan untuk pergi ke camp perempuan
untuk membantu mereka memasang pagar dan kelistrikan. Kak Makmun juga ikut membantu di sana.
Tak lama kemudian, hujan mulai turun. Aku punya firasat buruk mengenai hujan ini.
“Lho, hujan, segera masuk tenda! Ini piring sama alat makan lain ditaruh ember dulu dan
karpetnya gulung dulu taruh di tenda dapur!” Perintah Kak Arif.
“Siap kak,” Ucapku, Azka, Arka, dan Erlang.
Kami pun segera merapikan alat makan dan menggulung karpet yang di luar tenda dapur dan
segera masuk tenda pribadi. Hujan makin lama makin deras, banyak air yang masuk ke tendaku.
“ERLANG! TENDAMU JUGA KEMASUKAN AIR?” Teriakku.
“IYA!” Jawab Erlang.
Semakin lama hujan semakin deras dan banyak air yang masuk ke dalam tenda. Aku pun segera
menggulung matras ku dan memindahkan tasku ke tempat yang tak terkena air.
“Waduuuh, kebanjiran tendaku,” ucapku.
“Ayo ke tenda dapur aja,” ucap Erlang.
“Yaudah ayo,” jawabku.
Aku pun keluar dari tenda dan segera menutup tenda. Aku segera mendatangi Azka dan Arka
dan mengajak keluar tenda. Ternyata tenda mereka juga dipenuhi air. Kami pun segera pergi ke tenda
dapur, Kak Arif ternyata ada di tenda dapur. Arka pun pergi ke tenda gudang karena tenda dapur sudah
tak muat. Kucing yang aku bawa tadi berada di tenda dapur. Aku pun hanya berdiri di sana, namu
hujan tak kunjung reda, malah semakin deras. Padahal waktu itu adalah musim kemarau. Hujan
semakin deras dan atap tenda dapur mulai tidak kuat menampung genangan air di atas. Air mulai
menaiki karpet, banyak daun-daun dan kotoran yang menaiki karpet.
Hujan semakin deras dan petir mulai bermunculan seakan langit sedang memarahi kami. Kami
ketakutan karena petir yang sangat jelas dan keras berulang kali muncul. Kucing yang tadi kubawa
terus mengeong-ngeong, dia takut dengan air. Kucing itu terus mengeong ketakutan dan berusaha
mencari tempat tanpa air. Banyak serangga yang mulai menaiki kaki kami, karena karpet yang sudah
berada di bawah genangan air dan dedaunan. Tiba-tiba, kakiku di rayapi kelabang.
“Ko, kakimu!” Teriak Azka.
“Ada apa?” Aku melihat kakiku.
“Kelabang! Kak Arif!” Teriakku.
“Jangan banyak gerak!” Ucap Kak Arif sambil memukul kelabang tersebut dengan sandal.
Tiba-tiba temanku yang berasal dari camp putri datang memakai jas hujan. Tetapi Kak Makmun
tidak ada
“Lah, sudah balik? Disana udah selesai?” Tanya Kak Arif.
“Belum kak, ada hujan langsung berhenti, tenda dapurnya malah roboh,” jawab Irul, temanku.
“Terus Kak Makmun dimana?” Tanyaku.
“Masih disana membantu,” jawab Irul.
Hari mulai petang dan hujan masih sangat deras. Plastik yang menutupi tenda kami mulai robek
karena ditarik ke tanah dan terkena hujan deras. Tenda-tenda kami mulai roboh. Tenda dapur juga
mulai roboh. Kudengar kucing mengeong-ngeong terus menerus. Petir yang terus menyambar.
Serangga-serangga yang merayapi kaki kami. Membuat kami merasa tidak nyaman. Aku memasukkan
kucing ke tenda temanku yang aman.
“Ayo kita pergi ke sub-camp saja,” ucap kak Arif.
“Tapi nanti basah kak,” ucap Erlang.
“Pakai jas hujan dong,” jawab Azka.
“Tapi jas hujanku di tas di tenda ada di paling bawah,” ucapku.
“Yaudah nanti pakai karpet aja di pegang di atas kepala,” jawab Kak Arif.
“Siap kak,” jawab kami.
“Jangan lupa bawa baju ganti, ini baju kalian basah semua kena hujan angin, ambil di tenda
gudang,” ucap Kak Arif.
Kami pun pergi ke tenda gudang untuk mengambil baju ganti. Ternyata Arka sudah tertidur
pulas di tenda gudang selama ini.
“Enak ya, pemimpin regunya tiduran di tenda gudang.” Aku membangunkan Arka.
“Yang lainnya susah-susah, ini malah tiduran disini,” ucap Azka.
“Heh, huh, opo iki,” ucap Arka.
“Awas, inilo kamu ngalangin tas bawaan, mau ambil baju, mau pergi ke sub-camp,” ucapku.
“Lo, ya ya, aku pindah, tak ambilkan baju kalian,” jawab Arka.
Arka pun mengambilkan baju kami satu persatu. Setelah itu, aku dengan mengangkat karpet
pergi ke sub-camp. Tapi karena sangat gelap dan jalanan yang becek karena hujan. Aku terpeleset dan
jatuh ke dalam parit.
“Waduuuh! Sialan emang! Coba aja nggak hujan, pasti nggak gini,” ucapku.
Kali ini temanku hanya diam saja. Memang hujan kali ini membawakan masalah, dan teman-
temanku kesusahan karena hujan ini. Setelah sampai di sub-camp, aku melihat regu regu lain yang
berteduh di sana juga. Kemudian, kami bergiliran untuk mandi dan wudhu untuk sholat Maghrib.
Setelah selasai, kami bercengkrama di sub-camp.
“Membuat ingin pulang saja,” ucap Labib, temanku.
“Iya ya, baru hari pertama udah penuh tantangan gini,” ucap Azka.
“Oh ya, hari ini kan ada pertandingan sepakbola Indonesia vs Vietnam,” ucap Irul.
“Oh ya ya, ayo nonton bareng bareng,” ucap Arka.
Kami pun menonton pertandingan sepakbola tersebut bersama dengan meriah. Setalah mulai
semakin malam, kami pun tidur di sub-camp. Besoknya kami bangun dan mendapat makan dari Kak
Makmun. Hari itu, tidak ada hal yang begitu spesial, hanya pemulihan dari hujan kemarin, juga aki
dimarahi temanku karena memasukkan kucing ke tendanya. Keesokan harinya, kami melaksanakan
pergi ke lapangan utama dan terkagum akan balon-balon yang besar dan paralayang dimana-mana.
Kami melaksanakan apel peringatan hari Pramuka ke 61. Saat itu juga, dibukalah JAMNAS 11 2022.
Kami disambut dengan meriah dan terdapat jet-jet sebagai hiburan.
Hari-hari berikutnya kami mendapat pengalaman yang luar biasa. Kegiatan dari pagi sampai
sore, dan malam hari dipenuhi konser dan hiburan. Memang benar peribahasa “ berakit-rakit kita ke
hulu, berenang-renang kemudian”. Kita memang harus bersakit-sakit dahulu, lalu kita bisa bersenang-
senang kemudian. Bisa mengikuti Jamnas adalah kenangan yang luar biasa. Kita tak sepatutnya
pantang menyerah akan hal kecil. Makanya kita harus selalu bekerja keras mencapai tujuan.

Anda mungkin juga menyukai