usaha. Yup, Gunung Rinjani merupakan satu dari 3 gunung di Indonesia yang
menjadi impian saya sejak berada di bangku SMA.
Setelah pada September 2015 silam impian itu dapat terwujud, hampir
setahun kemudian janji untuk kembali ke Gunung itupun dapat terpenuhi.
Masih di kegiatan yang sama tapi dengan tema berbeda, kali ini dalam
rangkaian acara Ultra Tail Run Rinjani 100. Sekadar informasi, dulu event ini
lebih dikenal dengan MRU (Mount Rinjani Ultra) dengan jarak terjauhnya 52
km. Kemudian baru pada tahun 2016 ini berganti nama menjadi Rinjani 100
dengan tambahan jarak tempuh menjadi kategori 60km dan 100km.
Rabu 27 Juli 2016
Pukul 09.20 WITA saya tiba Bandara Internasional Lombok Raya. Dan
ini adalah kali pertama saya naik pesawat sendirian. Setelah seharian puas
berkeliling mataram-praye, sore harinya saya bertemu dengan bang Dzimar
atau sering saya panggil mang Klepon yang berangkat dari Sorong .
Bersamanya ada rombongan dari Bandung Explorer yang terdiri dari Om
Bud, Kang Arief, Kang Alan, dan Senior begitu kami memanggilnya. Kami
pun lantas naik mobil menuju Sembalun yang sebelumnya sudah dipesan
rombongan Bandrex.
Oh ya, dalam rombongan ini semuanya merupakan peserta Rinjani
100. Om Bud, Senior dan saya sendiri mengikuti kategori 60k, mang Klepon
kategori 36k, serta Kang Arief dan Kang Alan di kategori 100k. Tak heran
sepanjang perjalanan, kami bercerita tentang trail run, mulai dari persiapan
hingga pengalaman sebelumnya. Kang Arief sendiri merupakan Juara MRU
tahun lalu. Seperti biasa saya mencoba tidur saja, karena memang
kelemahan saya ketika menaiki kendaraan.
Dan sampailah kami di homestay Sembalun yang juga telah di pesan
sebelumnya. Oh ya sebelum itu kami juga berkesempatan mampir ke posko
Rinjani 100 terlebih dahulu. Acara selanjutnya tidur.
Kamis 28 Juli 2016
Pagi ini kami mulai dengan jalan jalan menuju Bukit Pergangsingan
ditemani Kang Aziz sebagai pemanasan sekaligus aklimatisasi. Walupun
judulnya jalan jalan, tapi jalannya mereka lebih seperti berlari bagi saya.
Karena tadi bilangnya mau jalan jalan, ya saya jalan saja dibelakang
(alasan saja sih). Malam harinya kami isi dengan melakukan persiapan
peralatan untuk lomba.
Datang jauh jauh hari sebelum lomba merupakan faktor penting,
sehingga pelari memiliki waktu yang cukup untuk istirahat dan beradaptasi
dengan kondisi lingkungan lomba. Karena tidur juga merupakan faktor
penting, maka jangan sampai kekurangan tidur.
W1-W2
Dari W1 peserta akan menuruni Plawangan menuju Danau Segara
Anak dan kemudian naik lagi menuju Plawangan Sembalun. Trek menurun
yang cukup curam dengan batu batu tajam membuat para peserta harus
sangat berhati hati. Terlebih kami berlari di tengah gelapnya malam.
Di sini saya melihat kesempatan untuk dapat mengejar waktu, dengan
konsentrasi penuh saya pun berlari dan berhasil melewati beberapa peserta
lain. Oh ya, akhirnya saya juga berpisah dengan bang Redi. Sampailah di
Danau Segara Anak dalam waktu 30 menit.
Menuju plawangan sembalun trek kembali menanjak. Mirip seperti saat
menuruni Plawangan Senaru tetapi kali ini harus naik. Masih teringat dengan
jelas betapa indahnya pemandangan di jalur ini satu tahun yang lalu.
Sayangnya kali ini saya melewati tempat ini ketika hari masih gelap.
Pukul 00.30 sampailah di W2 Plawangan Sembalun.
Di W2 ini panitia telah siap dengan minuman hangat dan beragam
buah, seperti semangka, pisang dan kurma. Secangkir energen dan
beberapa buah semangka menjadi teman sembari beristirahat.
W2-W3
Cukup beristirahat, perjalanan pun dilanjutkan. Tujuan selanjutnya
adalah puncak Rinjani. Bisa dibilang ini adalah bagian tersulit dalam lomba
ini. Jalur sejauh 4,5 km dengan elevation gain sekitar 1100m. Treknya sendiri
berupa pasir dengan batu batu kecil. Anginya, jangan ditanyakan lagi, yang
pasti lebih kencang dibanding saat di plawangan. Dalam perjalanan ke
puncak ini saya sempat bertemu dengan Jan Nielson disusul kang arief yang
sudah dalam perjalanan turun.
Akhirnya sampai juga di puncak. Target 2 jam pun molor menjadi 3,5
jam karena sepanjang perjalanan perut semakin terasa mual dan harus
beberapa kali berhenti. Tetapi tak apa setidaknya tidak terkena COT (Cut of
Time).
Pukul 04.30 sampai di W3 Puncak Rinjani.
Oh iya, untuk kategori 60k terdapat 2 kali cut of time. Yang pertama di
puncak Rinjani pukul 07.00 dan di garis finish Sembalun pukul 15.00. Atau
waktu tempuh maksimal 20 jam.
W3-W2
Setelah mendapatkan gelang dan istirahat sebentar saya melanjutkan
perjalanan turun. Mulai terlihat banyak pendaki yang sedang menuju puncak.
Antrian pendaki yang naik juga semakin padat. Pernah satu kali, saya
terpeleset hingga jatuh dan langsung tertidur pula. Mungkin karena saking
ngantuknya. Untung hanya sekitar 30 menit saya tertidur. Begitu bangun,
saya langsung berlari menuju Plawangan. Kali ini saya juga sempat bertemu
mang Klepon yang sedang dama perjalanan naik. Untung saja bertemunya
tidak ketika saya masih tertidur.
Pukul 6 pagi lebih sampai di Plawangan
Sesampainya di Plawangan saya langsung beres beres. Melipat
raincoat, mebersihkan pasir dan mempersiapkan gear untuk berjalan di
siang hari. Sadar waktu semakin terbatas maka persiapan saya pun
dipercepat. Tapi jangan sampai lupa pesan mang Klepon untuk tidak
meninggalkan sholat.
Oke, selesai shalat subuh, semua gear siap,
perjalanan kita lanjutkan.
W2-W4
Pukul 07.00 saya beranjak dari plawangan Sembalun. Trek kali ini
menurun ditambah jalur yang sedikit banyak masih membekas dalam
ingatan ini membuat saya yakin dapat menghemat banyak waktu hingga
W4. Dengan konsentrasi penuh saya berlari turun, melewati bukit
penyesalan pos 3, pos 2 dan pos 1 sembalun. Dugaan saya ternyata benar,
dengan ingatan akan jalur ini, lebih memudahkan saya dalam mengatur
irama lari. Alhasil kurang dari 45 menit sampailah di W4 .
W4-W5
Tersisa 7 jam sebelum COT, perjalanan berlanjut menuju W5 Bawak
Nao. Masih dengan berlari tapi kali ini sedikit lebih melambat karena
merupakan kali pertama saya melewati jalan ini. Menuju bawak nau kita
akan melewati trek hutan, sungai kering serta jalur sabana khas sembalun.
Di sini saya juga bertemu dengan Shindy P. yang sepertinya juga penasaran
mencari lokasi W5. Kamipun akhirnya berjalan bersama hingga sampai di W5
Bawak Nao sekitar pukul 09.00. Di depan kami sudah menanti Bukit
Pergangsingan untuk didaki.
W5-W6
Tanpa membuang waktu perjuangan kami lanjutkan. Diawali dengan
melewati perkebunan warga, kemudian masuk ke dalam hutan dan
dilanjutkan dengan naik turun beberapa bukit, baru sampailah di puncak
Bukit Pergangsingan untuk mendapatkan gelang yang ke dua. Sinar matahari
yang mulai menyengat sedikit mengikis semangat saya. Tapi melihat Mbak
Shindy yang terus berjuang, langsung membakar lagi semangat saya. Keep
moving walaupun pelan tetapi jangan berhenti, dengan prinsip tersebut
kami lanjutan perjalan hingga sampai di W6 pukul 12.00
W6-Finish
Jarak menuju garis finish tinggal 10km lagi dan waktu masih
menyisakan 3 jam sebelum COT. Bila dihitung jalan mendatar tentu itu
adalah hal yang mudah. Tapi kami masih harus melewati satu bukit lagi
ditambah cuaca yang semakin terik dan perut ini semakin tidak karuan.
Terasa haus, tapi bila dikasih minum akan terasa seperti orang kembung.
Alih alih mengumpulkan tenaga, saya beristirahat agak lama di W6 ini, dan
mbak Shindy pun berangkat duluan. Bahkan sebelum berangkat dia masih
saja sempat menyemangati saya.
Tak lama kemudian perjalanan saya lanjutkan. Jalur datar sejauh 5 km
coba saya manfaatkan dengan jogging. Tapi ternyata perut ini berkata lain.
Akhirnya jalan cepat pun menjadi andalan saya. Mulai terlihat bukit
menjulang tinggi yang menjadi ujian terakhir sebelum garis finish. Langkah
semakin berat ketika mendaki. Tapi waktu juga tidak bisa diajak kompromi.
Rasa mual kini bertambah dengan pusing. Dan keluarlah isi perut.
Ada sebuah peristiwa yang sangat ingat ketika mendaki bukit ini.
Setelah akhirnya muntah untuk kali kedua, saya memutuskan untuk
beristirahat sejenak. Hingga tanpa disadari saya tertidur (lagi) selama
hampir 30 menit. Untung saja ada sorang peserta dari Vietnam yang
membangunkan saya dan kami pun kemudian berjalan bersama mendaki
bukit ini.
Sesampainya di puncak bukit waktu tersisa sekitar 30 menit dan belum
terlihat hotel tempat garis finish berada. Kami mulai khawatir untuk dapat
meyelesaikan lomba ini sebelum batas waktu. Tapi apapun hasilnya yang
penting berusaha dulu saja. Melihat jalanan menurun yang curam sempat
terpikir mengkin kalau berguling sepertinya akan lebih enak. Tapi untung itu
tidak terjadi. Teman saya itu kemudian memberikan jalan bagi saya untuk
berjalan duluan.
Jalan menuruni bukit ini berupa trek tanah dengan banyak batuan yang
beberapa cukup tajam di jalannya. Tanpa pikir panjang saya terus berlari.
Konsentrasi menjadi faktor penting, karena salah langkah sedikit saja bisa
berakibat fatal. Setelah melewati itu saya mulai melihat perkebunan warga.
Akhirnya setelah menaiki sebuah tanjakan , terlihat juga Hotel tempat kami
finish . Cukup jauh dan jalannya juga belum terlihat karena tertutup ilalang
tinggi dan perkebunan. Mungkin sekitar 700 meter apabila diambil jarak
lurusnya. Waktu di jam saya menyisakan 5 menit dan terus berkurang. Inilah
saatnya, sekarang atau tidak sama sekali.
Dengan tenaga yang tersisa, turun dengan berlari menjadi satu satunya pilihan. Ilalang tinggi menutupi dasar jalan sehingga tidak terlihat
apakah batu atau tanah yang saya injak. Karena berlari dengan sembrono ini
akhirnya saya kesleo dan terjatuh juga. Kali ini saya benar benar berguling
turun. Bukannya langsung bangun, tetapi malah diteruskan saja berguling
hingga akhirnya kaki kembali menapaki tanah. Entah apa resikonya, yang
terpikir saat itu hanyalah terus bergerak.