Anda di halaman 1dari 4

ROAD TRIP STORY (PART 1) : SAWARNA-CILETUH

Gagasan road trip sebenarnya sudah dicetuskan adik saya sejak jauh hari, tapi saya yang masih ragu
malah jadi maju mundur. Jadiiii enggaaa, jadiiii enggaaa. Terus menerus begitu. Dalam pikiran saya
bukan karena takut cape, tapi lebih ke budget, masuk engga ya? Itu kan bukan perjalanan yang cuma tek
tok dalam satu hari, gimana makan, gimana penginapan, belum bensin dan bayar-bayar tiket masuk
tempat wisata. Tapi dipikir-pikir, kalau pikiran seputar itu, ga bakalan jadi-jadi, akhirnya di waktu
menjelang libur anak-anak yang panjang banget, saya bilang ke adik : “Oke, jadi kita road trip tapi yang
deket dulu, Ciletuh aja jangan Bali biar masuk budget.” Adik saya langsung bilang : “Oke!”

Jadilah kami, di liburan panjang anak-anak kemarin menjalani road trip menyusuri Geopark Ciletuh. Dan
hari ini, saya tuliskan cerita panjang perjalanan kami selama hampir 4 hari road trip kami.

Markimul saja, catatan perjalanan kami menyusuri Geopark Ciletuh, surga di selatan Jabar.

Hari ke-1 : Berangkat dari Padalarang 4 Juli 2023 – 03.00 WIB

On fire di jam 2 pagi. Bangunkan anak-anak, siapkan air hangat untuk mandi dan menyusun barang di
mobil. Kami memang sudah rencanakan untuk berangkat sepagi mungkin supaya bisa sampai Pantai
Sawarna yang menjadi tujuan pertama kami, sepagi mungkin. Alhamdulillah, anak-anak begitu kooperatif
saat dibangunkan, mereka langsung mandi dan bersiap tanpa harus kami perintah berkali-kali. Sebelum
berangkat kami sempatkan sholat tahajud bergantian. Berdo’a dan jadilah di waktu sebelum subuh itu
kami sudah memulai perjalanan kami.

Enaknya pergi subuh itu, jalanan masih sepi banget, dan udara begitu segar kami rasakan. Menjelang
adzan subuh kami berhenti dan bersiap mengikuti sholat subuh berjamaah di sebuah mesjid besar di
daerah Warung Kondang, Cianjur. Satu point yang menjadi aturan kami dalam menjalani sebuah
perjalanan, mau road trip dan apapun itu, kami harus bisa sholat tepat waktu di mesjid. Dan itu telah
menjadi aturan tidak tertulis dalam keluarga kami. Hal itu kami lakukan untuk memberikan pemahaman
pada anak-anak, bahwa sejauh apapun kita melakukan perjalanan, apapun itu, kita tidak boleh lupa
kewajiban kita pada Sang Maha Pemilik Alam Semesta Raya.

Di daerah sebelum Pelabuhan Ratu, kami sempatkan sarapan dengan menu nasi kuning, sekalian
istirahat. Harga nasi kuning 5 rb saja per porsi. Wareug!
Jalan menuju Sawarna sejauh yang saya rasakan mulus, aspalnya bagus, tapi tanjakan dan turunannya,
edun pisan guys, bikin jantungan, belum belokan tajamnya juga luar biasa pisan. Tapi seru sih hahahaha

Selepas dari Pelabuhan Ratu, setelah melalui tanjakan yang tak berujung, sampailah kita di sebuah bukit.
Usut punya usut ternyata bukit dengan pemandangan luar biasa indah ini namanya Puncak Habibie, dan
kenapa dinamai seperti itu karena di puncak itu tedapat radar pesawat terbang yang dibangun saat masa
pemerintahan presiden Habibie. Puncak Habibie menjadi tempat pemberhentian bagi para pengendara
motor atau pejalan kaki yang bepergian dari wilayah Pelabuhan Ratu menuju Banten. Di puncak habibie
banyak tedapat warung-warung untuk beristirahat sambil melihat panorama alam Pelabuhan Ratu dan
wilayah pantai Sukabumi. Puncak Habibie atau bukit Habibie menjadi tempat singgah yang menarik
untuk menikmati panorama alam dari ketinggian. Pemandangan bukit dengan latar pantai tersaji menjadi
satu. Garis pantai wilayah Sukabumi Se;atan dengan hempasan ombak tampak indah dipandang mata.
Menakjubkan.

Tiba di Desa Sawarna – 09.30 WIB

Setelah hampir 7 jam perjalanan kami tiba di Desa Sawarna. Desa wisata Sawarna terletak di kecamatan
Bayah, Kabupaten Lebak, Banten. Kalau melihat di media social, Sawarna memang mengundang untuk
dikunjungi. Nah nanti kita akan buktikan sendiri seperti apa. Di Sawarna sebenarnya ada beberapa pantai
indah yang bisa dikunjungi, tapi karena kami tidak berencana menginap di Sawarna jadi kami hanya bisa
mengunjungi satu pantai saja, yaitu Pantai Tanjung Layar.

Tiket masuk pantai Tanjung Layar, hanya 5 rb rupiah saja. Oh iya, untuk menuju pantai Tanjung Layar
kita harus pake ojek lagi dari tempat parkir mobil. Biaya naik ojeknya 25 rb per orang/PP.

Pantai Tanjung Layar merupakan pantai yang menghadap ke laut selatan Jawa dengan ikon dua buah batu
karang raksasa yang tampak seperti layar kapal yang sedang terkembang. Batu karang ini berdiri kokoh
terletak sekitar 50 meter dari garis pantai. Jika pantai-pantai pada umumnya biasa dihiasi pemandangan
hamparan pasir putih, namun di pantai ini kita disajikan dengan hamparan batu karang yang luas. Dan ini
betul-betul menjadi tempat menarik untuk putra kami mengeksplorasi pantai.

Saat kami datang, hamparan karang itu masih terendam air laut yang pasang. Menjelang siang, air laut
surut dan menyisakan hamparan karang indah yang menarik untuk dijelajahi. Bagaimana tidak, di
hamparan karang itulah, banyak terperangkap hewan-hewan laut yang menarik. Ada ular laut, anemon
laut, kepiting beragam warna, ikan-ikan kecil, ribuan kelomang dan kerang berbagai jenis, bulu babi dan
masih banyak lagi. Hal itu juga yang membuat anak-anak enggan beranjak hamparan karang.
Menjelang dzuhur kami paksakan anak-anak untuk beranjak dari pantai. Kami harus begegas, perjalanan
kami masih panjang. Selepas dari Desa Sawarna kami hendak melanjutkan perjalanan menuju Ciletuh.
Dan rencananya kami akan bermalam di sana, untuk itu kami harus segera melanjutkan perjalanan agar
bisa sampai sebelum gelap dan segera mendapatkan penginapan. Setelah bersih-bersih di kamar mandi
tempat kami memarkir mobil kami segera melanjutkan perjalanan.

Menurut suami jarak Sawarna menuju Ciletuh sekitar 2 jam perjalanan. Sepanjang jalan kami melihat
pemandangan laut Sukabumi yang begitu indah. Hamparan perahu nelayan berserakan di kejauhan. Jalan
raya sepanjang Sawarna menuju Ciletuh mulus, sudah beraspal baik, hampir tak pernah kami menemukan
jalan bergerinjul. Hanya sepanjang perjalanan kami jarang sekali berpapasan dengan mobil. Entah,
mungkin jarak yang jauh membuat orang enggan berkunjung ke tempat ini, padahal buat saya Ciletuh
laksana surga di selatan Jawa Barat.

Tiba di Ciletuh – 16.50 WIB

Kami tiba di Ciletuh di sore hari, menjelang matahari terbenam. Dari kejauhan saat kami hampir tiba di
daerah Ciletuh, terlihat teluk Ciletuh di kejauhan. Di mobil kami sudah berdiskusi hendak mencari
penginapan seperti apa. Adik saya berkali-kali melihat akun traveloka atau pegi pegi untuk cek ricek
penginapan, tapi akhirnya kami memutuskan untuk mencari penginapan sendiri.

Kami sempat penasaran dengan suatu tempat di sebuah puncak, kenapa banyak sekali mobil yang
terparkir, tanpa menyadari bahwa di situlah letaknya Puncak Darma, sebuah tempat yang begitu ingin
saya kunjungi di Ciletuh selain Panenjoan dan curug Cimarinjung. Awalnya suami hendak melanjutkan
perjalanan tanpa berniat berhenti di tempat itu, tapi rasa penasaran kami akhirnya membuat suami
menepikan mobil di parkiran yang memang tepat di sisi jalan.

Puncak Darma merupakan salah satu dataran tertinggi di kawasan Geopark Ciletuh. Bukit ini berada di
ketinggian 230 meter di atas permukaan laut, di atas Desa Girimukti, Kecamatan Ciemas, Sukabumi. Dari
puncak Darma kita bisa menikmati panorama teluk Ciletuh yang berbentuk tapal kuda. Selain itu
keindahan tebing-tebing, pesawahan hingga pantai di kawasan geopark Ciletuh bisa kita amati. Konon
pesona terbaik yang bisa dinikmati di Puncak Darma saat matahari terbenam, sesuai dengan saat kami
berada di sana. Sayangnya di sore itu cuaca mendung dan matahari enggan menampakkan diri. Sehingga
gagallah kami menikmati pesona matahari terbenam dari Puncak Darma.
Tiba di penginapan – 18.20 WIB

Lepas adzan maghrib berkumandang kami tiba di penginapan. Setelah mencari dan keluar masuk
penginapan, kami memutuskan untuk menginap di Penginapan Samudra Jaya. Penginapan bersih yang
tebaik menurut kami, terbaik dari segi fasilitas maupun budget. Di Ciletuh, tesedia banyak sekali
penginapan, dari berbagai tipe dengan harga variatif. Mau yang sekelas bintang 5, ada. Namanya Villa
Padi, sejenis cottage dengan fasilitas setara hotel bintang 5, menawarkan view kamar yang luar biasa
keren. Tapi sayangnya tidak masuk di budget kami, jadinya kita skip, Cuma sampai ke bagian front office
buat Ttanya harga dan fasilitas, habis itu kabur cari penginapan lain.

Sempat terpikir mencari rumah saja, supaya ada dapur buat memasak tapi urung. Jadilah kami
menetapkan pilihan di penginapan Samudra Jaya Geopark Ciletuh. Selain bersih, penginapan ini
menawarkan suasana yang nyaman, dekat ke pelelangan ikan dan pantai, free sarapan, tesedia AC. Ada 2
tipe kamar, deluxe dan family. Kami memilih tipe family. Dengan harga 750 rb per malam, tesedia 3
tempat tidur ukuran family, free sarapan, ada AC dan kamar mandi yang bersih. Sangat nyaman.

Sayangnya saya tidak terpikir buat ambil gambar penginapan, padahal itu pasti bermanfaat untuk mereka
yang membaca blog saya dan berniat mengikuti jejak kami ke Ciletuh.

Saatnya beristirahat. Saya luar biasa bersyukur, suami dan adik ipar saya ternyata kemampuan
menyetirnya begitu teruji. Medan jalan di Ciletuh mulus tapi dipenuhi dengan tanjakan dan turunan serta
belokan tajam yang melingkar bak tapal kuda. Rasanya untuk medan seperti itu membutuhkan keahlian
menyetir yang mumpuni. Dan itu harus jadi pertimbangan buat yang hendak mengikuti jejak kami, road
trip ke Ciletuh.

Udahan dulu ya ceritanya, ternyata harus ber part-part ya saking banyak banget yang pengen diceritakan.
Postingan selanjutnya mau cerita hari-hari kami di Ciletuh dan Ujung Genteng. Nanti saya bahas sedikit
tentang road trip itu apa dan apa yang perlu disiapkan kalau mau ikuti jejak kita buat road trip.

See you in next post ya….

Anda mungkin juga menyukai