Anda di halaman 1dari 3

ASAS DAN YURISDIKSI PEMUNGUTAN PAJAK

A. Pancasila dan Pajak


Segala peraturan perundang
undangan di perpajakan berlandaskan berdasark
an pancasila karena pancasila merupakan hukum dasar nasional. Pancasila sebagai
penguji ataupun tolak ukur dalam setiap undang
undang pajak. Dalam pasal 23A UUD
1945 berbunyi pajak dan pungutan yang bersifat memaksa untuk keperluan Negara di
atur dengan undang
undang dapat disimpulkan bahwa pajak dan pungutan telah dilega
lkan oleh Negara untuk memberikan kewenangan terhadap Negara untuk memungutnya,
dengan syarat harus berdasarkan undang
undang. Oleh karena itu pajak maupun pung
utan dapat berjalan dengan adanya persetujuan dari rakyat yang diwakili oleh DPR
atau dapat disebutkan sebagai No Taxation Without Representation . Hal ini sesuai
dengan Pasal 23 ayat (2) UUD 1945 yang berbunyi segala pajak untuk keperluan nega
ra harus berdasarkan undang-undang.
B. Asas
Asas Pemungutan Pajak
Terdapat beberapa asas yang berhubungan dengan hak Negara dalam memungut pajak,
yaitu :
1.
Teori Asuransi
Negara telah melindungi masyarakat ( seseorang ), dan sudah sepatutnya masyaraka
t memberikan timbal balik ( premi ) kepada Negara. Istilah premi sebenarnya kura
ng tepat jika disama artikan dengan pajak karena pajak tidak memiliki balas jasa
secara langsung.
Teori asuransi ini menyamakan pembayaran premi dengan pajak. Negara diibaratkan
sebagai perusahaan asuransi yang akan memungut pajak untuk melindungi pembayar p
ajak. Teori ini banyak ditentang karena memiliki beberapa kelemahan diantaranya
:
a.
Tidak semua kerugian pembayar pajak mendapat ganti rugi dari pemerinta
h/negara
b.
Teori ini melupakan adanya unsur paksaan dalam pembayaran pajak
c.
Teori asuransi menggunakan hakekat pembayaran pajak sama dengan pembayar
an retribusi, padahal antara keduanya tidak sama.
2.
Teori Kepentingan
Teori kepentingan ini memperhatikan beban pajak yang harus dipungut dari masyara
kat. Pembebanan ini harus didasarkan pada kepentingan setiap orang pada tugas p
emerintah termasuk perlindungan jiwa dan raganya. Oleh karena itu, pengeluaran n
egara untuk melindunginya dibebankan pada masyarakat.
Warga negara yang memiliki harta yang banyak membayar pajak lebih besar kepada
negara untuk melindungi kepentingan dari warga negara yang bersangkutan. Demikia
n sebaliknya, warga negara yang memiliki harta benda sedikit membayar pajak yang
lebih kecil untuk melindungi kepentingan warga negara tersebut. Namun, pada ken
yataannya warga negara yang memiliki penghasilan sedikit mempunyai kepentingan y
ang lebih besar dalam hal-hal tertentu, misalnya dalam perlindungan jaminan sosi
al, sehingga sebagai konsekuensi, seharusnya ia membayar pajak lebih banyak dan
ini adalah suatu hal yang bertentangan dengan kenyataan.
Teori yang sudah tidak diterima ini tidak tepat karena pada kenyataannya tidak d
emikian karena efek pembayaran pajak tidak dapat langsung dirasakan oleh wajib p
ajak
3.
Teori Gaya Pikul
Dasar teori ini adalah asas keadilan yaitu orang yang dikenakan pajak harus sama
beratnya. Pajak yang harus dibayar adalah menurut gaya pikul seseorang yang uku
rannya adalah besarnya penghasilan dan besarnya pengeluaran yang dilakukan.
Yang harus diperlukan dalam kehidupan seseorang tidak dimasukkan dalam pengertia
n gaya pikul. Kekuatan (gaya pikul) untuk membayar pajak baru dilakukan setelah
kebutuhan primer seseorang telah terpenuhi. Kebutuhan primer ini merupakan asas
minimum bagi kehidupan seseorang. Jika telah terpenuhi barulah pembayaran pajak

dilakukan. Dalam konteks UU PPh, asas minimum kehidupan di atas bisa disebut de
ngan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).
Apabila seseorang punya penghasilan di bawah PTKP (penghasilan tidak kena pajak)
berarti orang tersebut tidak perlu membayar pajak, atau gaya pikulnya adalah ni
hil. Sedangkan jika penghasilannya di atas PTKP barulah terkena gaya pikul untuk
membayar pajak sesuai ketentuan yang berlaku.
4.
Teori Gaya Beli
Fungsi pemungutan pajak yaitu mengambil gaya beli dari rumah tangga masyarakat u
ntuk rumah tangga negara dan kemudian menyalurkannya kembali kepada masyarakat d
engan maksud untuk memelihara hidup masyarakat dan untuk membawanya ke arah tert
entu.
Teori ini mengajarkan bahwa penyelenggaraan kepentingan masyarakat inilah yang d
apat dianggap sebagai dasar keadilan pemungutan pajak bukan kepentingan individu
dan juga bukan kepentingan negara, melainkan kepentingan masyarakat yang melipu
ti keduanya itu. Menurut Prof. Adriani, teori ini berlaku sepanjang masa, tidak
seperti teori lain yang hanya berlaku selama masa tertentu saja.
Dapat disamakan seperti pompa yaitu dari gaya beli masyarakat untuk gaya beli Ne
gara dan kemudian disalurkan kembali ke masyarakat. Teori ini dapat juga disamak
an dengan fungsi pajak sebagai pengatur ( regulerent )
5.
Teori Bakti ( Teori Kewajiban Pajak Mutlak )
Teori ini berbeda dengan teori asuransi, teori kepentingan dan teori gaya pikul,
teori ini berdasarkn paham
paham organische staatler yang mengajarkan bahwa sif
at Negara sebagai organisasi ( perkumpulan ) dari individu maka akan timbul hak
mutlak Negara untuk memungut pajak.
Teori ini menganggap bahwa pemungutan pajak didasarkan pada hubungan antara raky
at dengan negaranya. Teori bakti mengajarkan, bahwa penduduk adalah bagian dari
suatu negara, penduduk terikat pada keberadaan negara, karenannya penduduk wajib
membayar pajak, wajib berbakti kepada negara.
Penganut teori bakti menganjurkan untuk membayar pajak kepada negara dengan tida
k bertanya-tanya lagi apa yang menjadi dasar bagi negara untu memungut pajak. Ka
rena organisasi atau lembaga yakni negara telah ada sebagai suatu kenyataan, mak
a penduduknya wajib secara mutlak membayar pajak, wajib berbakti kepada negara.
Sedangkan menurut teori yang mendasari pengertiannya terdapat beberapa
asas pemungutan pajak, antara lain :
1.
Asas Equality
Pemungutan pajak harus bersifat adil dan merata, yaitu dikenakan pada orang prib
adi yang harus sebanding dengan kemampuan membayar pajak (ability to pay) dan se
suai dengan manfaat yang diterima.
2.
Asas Certainty
Penetapan pajak hendaknya tidak sewenang-wenang, jadi wajib pajak harus mengetah
ui kapan membayar dan batas waktu pembayaran
3.
Asas Convenience of Payment
Kapan Wajib Pajak itu harus membayar pajak sebaiknya sesuai dengan saat-saat yan
g tidak menyulitkan Wajib Pajak, misalnya pada saat memperoleh penghasilan.
4.
Asas Economy
Secara ekonomi, biaya pemungutan dan pemenuhan kewajiban pajak bagi Wajib Pajak
diharapkan seminimum mungkin, demikian pula beban yang dipikul.
Selain teori-teori yang telah dikemukakan di atas, masih ada teori dalam perumus
an atau nama lain yang memberi pembenaran secara filosofis terhadap pemungutan p
ajak yakni exchange atau contracti atau reciprocity theory dan organic theory.
Exchange atau contract atau reciprocity theory mengajarkan bahwa pajak adalah se
mata-mata suatu jumlah tertentu yang diberikan penduduk kepada pemerintah untuk
mengganti jasa pemerintah yang bertugas antara lain melindungi penduduk.
Organic theory mengajarkan bahwa penduduk secara bersama-sama mempunyai kewajiba
n secara alamiah untuk menunjang negara dengan cara membayar pajak. Ajaran ini j
uga mengakui adanya timbal balik antara pemerintah dan penduduk, melainkan pendu
duk dalam arti bersama-sama.

C. Yurisdiksi Pemungutan Pajak


Yurisdiksi adalah batas kewenangan yang dapat dilakukan oleh suatu Negara dalam
memungut pajak terhadap warga negaranya, agar pemungutannya tidak menjadi berula
ng-ulang yang bisa memberatkan orang yang dikenakan pajak. Yurisdiksi pemunguta
n pajak antara lain sebagai berikut :
1)
Berdasarkan Asas Sumber
Berdasarkan yurisdiksi ini, pemungutan pajak tidak dapat dilepaskan dari sumber
atau tempat objek pajak itu berada. Jika objek pajak itu berada di Negara Indone
sia, Negara Indonesia berwenang memungut pajak terhadap terhadap orang pribadi
atau badan yang memiliki objek pajak tersebut.
2)
Berdasarkan Asas Kewarganegaraan
Pemungutan pajak dikenakan bukan berdasarkan tempat objek pajak, melainkan berda
sarkan status atau kedudukan warga Negara dari setiap orang pribadi yang berasal
dari Negara yang mengenakan pajak. Negara berwenang memungut pajak kepada setia
p warga Negara meskipun warga Negara tersebut tidak berkedudukan atau tinggal di
dalam negeri asalkan masih menjadi warga Negara tersebut.
3)
Berdasarkan Asas Tempat Tinggal
Disebut juga dengan Asas Kependudukan (domicile/residence principle). Pemunguta
n pajak berdasarkan tempat tinggal/ domisili Wajib Pajak (tax payer).
Berdasarkan yurisdiksi ini, pemungutan pajak dilakukan oleh Negara berdasarkan t
empat tinggal atau kedudukan dari wajib pajak. Negara berwenang memungut pajak
pada wajib pajak yang bertempat tinggal atau berkedudukan pada Negara yang bers
angkutan. Segala objek pajak yang dimiliki, dikuasai, atau dimanfaatkan oleh waj
ib pajak yang bertempat tinggal atau berkedudukan pada Negara yang bersangkutan
dikenakan pajak. Misalnya, warga Negara Australia yang bertempat tinggal atau b
erkedudukan di Indonesia memperoleh atau mendapat penghasilan di Indonesia, mak
a atas penghasilan tersebut dikenakan Pajak Penghasilan.
Sesuai dengan UU PPh ( UU No. 36 Tahun 2008) yang menegaskan adanya batasan wakt
u untuk bertempat tinggal atau berada di Indonesia yaitu lebih dari 183 (seratu
s delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, tidak harus
berturut - turut

Anda mungkin juga menyukai