Anda di halaman 1dari 6

PENJELASAN LENGKAP AIR DUA KULAH

MENURUT PANDANGAN AGAMA


BERAPAKAH AIR DUA KULAH ITU ?

Apakah yang dimaksud dengan air dua kulah ? Yang dimaksud air dua kulah yaitu air yang jumlahnya jika
dihitung dengan satuan liter :1. menurut Imam al-Nawawi, 2 kulah itu sama dengan 174,580 liter. Ukuran
baknya panjang 55,9 cm, lebar 55,9 cm dan tinggi 55,9 cm. 2. menurut Imam al-Rafii, 2 kulah itu sama
dengan 176,245 liter. Ukuran baknya panjang 56,1 cm, lebar 56,1 cm dan tinggi 56,1 cm.

Kalau airnya tak mengalir, memang harus banyak. Ia terhitung banyak jika memenuhi minimal 2 'kulah'. Jika
dihitung dengan satuan liter, ada beberapa pendapat : (a) menurut al-Nawawi, 2 kulah itu sama dengan 174,580
liter (55,9 cm kubik); (b) menurut al-Rafi'i, sama dengan 176,245 liter (56,1 cm kubik); dan (c) menurut Imam
al-Bagdadi, 2 kulah sama dengan 245,325 liter (62,4 cm kubik). Hal ini dinyatakan langsung dalam hadist yang
artinya Apabila air itu mencapai dua qulah niscaya tidak akan terpengaruh dengan suatu najis (HR. Ibnu
Hibban)
Menurut Syafi'iyah, air dua qulah dengan ukuran luas/besarnya bak (tempat tampungan air) adalah Menurut
Syafi'iyah, air dua qulah dengan ukuran luas/besarnya bak (tempat tampungan air) adalah 1,25 zira' (panjang) x
1,25 zira' (lebar) x 1,25 zira' (tinggi). Atas dasar ukuran yang demikian, untuk membandingkan ukuran air dua
qulah dari perkiraan zira' ke perkiraan centimeter terdapat dua pandangan, yakni pandangan yang mengatakan
ukuran 1 Asbu' = 1,925 cm dan yang kedua pandangan yang mengatakan ukuran 1 Asbu' 2,00 cm.
Jika ukuran 1 zira' adalah Jika ukuran 1 zira' adalah 24 Asbu', maka panjang 1 zira' dengan centimeter menurut
pandangan pertama adalah 46,2 cm, dan menurut pandangan ke dua adalah 48 cm.
Jadi ukuran 2 qulah menurut masing-masing pandangan di atas adalah: Jadi ukuran 2 qulah menurut masing-
masing pandangan di atas adalah:1. Air dua qulah menurut pandangan pertama adalah 57, 75 cm x 57,75 cm
x 57, 75 cm = 192.599,8 cm. Jika dihitung dalam liter menjadi 192,599 liter, ( karena 1 liter = 1.000 cl)
Pandangan ini hampir serupa dengan pendapat Shahib Kitab Maklumat yang menyatakan ukuran dua qulah
dengan Pandangan ini hampir serupa dengan pendapat Shahib Kitab Maklumat yang menyatakan ukuran dua
qulah dengan 190 liter.
2. Air dua qulah bagi pandangan yang ke dua adalah 60 cm x 60 cm x 60 cm = 216.000 cm atau 216 liter.
Dari dua uraian di atas, pendapat yang ke dua cenderung lebih kuat dari yang pertama. Hal ini dibuktikan
dengan banyaknya literatur yang menetapkan ukuran air dua qulah dengan standar demikian. Di antaranya
Sirajuddin Abbas, Muhaammad Rifa'
Sementara Abdurrahman Al Jaziry yang menetapkan ukuran hasta sebesar Sementara Abdurrahman Al Jaziry
yang menetapkan ukuran hasta sebesar 48 cm, konsekwensinya menetapkan ukuran air dua qullah sesuai
dengan patokan yang kedua tersebut.
Air dua qullah dengan ukuran berat adalah Air dua qullah dengan ukuran berat adalah 500 rithal. 1 rithal jika
dibandingkan dengan ukuran dirham adalah 128 4/7 Dirham, dan jika dibandingkan dengan ukuran gram maka
berat satu rithal adalah 432 gram atau 0,432 kg . dan jumlah air 2 qullah dengan kilogram adalah 216 kg,
Perhitungannya 500 Rital x 0,432 kg = 216 kg.
Jadi kesimpulan ukuran air dua qulah dilihat dengan berbagai bentuk ukuran adalah sebagai berikut:
Perhitungannya 500 Rital x 0,432 kg = 216 kg. Jadi kesimpulan ukuran air dua qulah dilihat dengan berbagai
bentuk ukuran adalah sebagai berikut:1. 60 cm x 60 cm x 60 cm.
2. 216.000 cm.
3. 216 liter.
4. 216 kg.
500 Rithal Bagdad.UKURAN AIR DUA QULLAH (KULAH) DALAM LITER
Para ulama kontemporer kemudian mencoba mengukurnya dengan besaran zaman sekarang. Dan ternyata
dalam ukuran masa kini kira-kira sejumlah 270 liter. Demikian disebutkan oleh Dr. Wahbah az-Zuhaili dalam
Al-Fiqhul Islami Wa Adillatuhu.

JAWWAD AZKA 18:09:00 RELIGI

HTTP://XMARTBLOG.BLOGSPOT.CO.ID/2016/02/AIR-DUA-KULAH-ITU-PERBEDAAN-
PENDAPAT.HTML
Hadits ke-5 Kitab Bulughul Maram tentang Ukuran
Banyak-sedikitnya Air 2
admin 27 June 2011 Brankas, Fiqih, Kitab dan hadist, Syarah Kitab Bulughulmaraam Leave a comment 774 Views

Penjelasan Kosa kata

:
:


:



Kata (qullataini) dengan di dhammah-kan huruf Qaaf-nya berarti


dua qullah. Qullah sendiri adalah kantong air yang besar dari tanah yang dinamakan juga
dengan Al-Hubb () . Qullah disini adalah Qullah Hajar yang sudah dikenal dikalangan
sahabat dan bangsa Arab. Adapun riwayat yang menentukan qullahnya dengan lafazh ()
maka itu tidak shahih, karena termasuk riwayat Mughirah bin Saqlaab dari Muhammad bin
Ishaaq. Dan Mughiroh ini seorang mungkar Hadits dan umumnya riwayatnya tanpa penguat.
Ditambah lagi ia menyelisihi para perawi tsiqah dari para murid Ibnu Ishaaq. Yang dimaksud
dengan qullah dalam hadits adalah qullah yang besar. Nampaknya sengaja Nabi tidak
menentukan ukurannya untuk kemudahan manusia; karena beliau tidak menyampaikan
sesuatu kepada para sahabatnya kecuali yang mereka pahami, sehingga hilanglah
ketidakjelasan tersebut. Namun karena tidak ada penentuannya maka terjadi khilaf dalam
ukuran nya. Nampaknya yang rajih adalah pendapat yang menyatakan dua qullah sama
dengan 500 ritl baghdadi, dan 1 ritl irak sama dengan 90 misqal. Dengan takaran kilo,
dua qullah sama dengan 200 kg dan ada yang menyatakan 102 kh yang setara dengan 307
liter.

Kata ( lam yahmil khabats), yaitu tidak dicemari oleh kotoran (najis), maknanya
adalah air tidak ternajisi dengan masuknya najis ke dalamnya, jika air tersebut mencapai
dua qullah. Dikatakan juga bahwa maksudnya adalah air tersebut dapat melarutkan
(menghilangkan) najis yang masuk ke dalamnya, sehingga air tersebut tidak ternajisi.

Kata ( khabats) adalah najis.

Pengertian Hadits secara Umum.


Hadits ini memberikan pengertian bahwa air yang banyak yang mencapai dua qullah atau
lebih- apabila terkena najis maka ia tidak berubah menjadi najis baik berubah sifatnya atau
tidak. Namun pengertian seperti ini tidak benar karena adanya ijma bahwa air yang terkena
najis dan berubah salah satu sifatnya maka menjadi najis baik sedikit maupun banyak, seperti
yang telah dijelaskan dalam penjelasan hadits Abu Saaid Al-Khudri pada hadits no. 2.

Pengertian sebaliknya dari hadits ini bahwa air yang sedikit yang tidak mencapai dua qullah
dengan sekedar terkena najis saja sudah menjadi najis, baik berubah atau tidak berubah salah
satu sifatnya. Pengertian ini menyelisih hukum Al-Manthuq(pengertian umum), karena tidak
diambil keumumannya; sebabnya tidak disyaratkan hukum pengertian sebaliknya (mafhuum)
menyelisihi pengertian umum (Al-manthuq) dari semua sisi, bahkan cukup penyelisihannya
walaupun hanya dalam satu bentuk dari bentuk keumumannya. Inilah pengertian kaidah (
)Pengertin sebaliknya tidak digunakan keumumannya. Berdasarkan hal ini tidak mesti
setiap yang tidak mencapai dua qullah menjadi najis. Apabila terkena najis dan berubah
sifatnya maka ia menjadi najis dan bila tidak ada perubahan sifat maka tetap dalam keadaan
suci. Namun air yang dibawah dua qullah menjadi pusat perhatian agar otang tidak semau-
maunya atau meremehkannya. Hal ini karena ukuran tersebut menjadi sesuatu yang mudah
terpengaruh najis. Inilah pendapat imam Malik dan Ahmad serta Zhahiriyah dan syeikhul islam
ibnu Taimiyah dan ibnulQayyim merajihkannya.
Imam Asy Syaukani rahimahullah mengatakan,

Kandungan utama hadits qullatain adalah air yang telah mencapai kadar sebanyak dua qullah,
tidaklah membawa/mengandung najis, dikarenakan umumnya kadar air yang demikian tidaklah
dipengaruhi oleh najis. (Namun), apabila ternyata sebagian karakter air berubah, maka
statusnya menjadi najis berdasarkan ijma ulama yang ditetapkan dari beberapa periwayatan
Beliau melanjutkan: Adapun air yang jumlahnya di bawah dua qullah, maka rasulullah
shallallahu alaihi wa sallam tidaklah memastikan bahwa air dengan kadar tersebut
mengandung najis. Bahkan konteks hadits menunjukkan bahwa air dengan kadar di bawah dua
qullah, terkadang membawa najis dan juga terkadang tidak membawa najis. Apabila air
tersebut mengandung najis, maka statusnya tidaklah berubah menjadi najis kecuali salah satu
karakternya berubah. Sehingga, konteks hadits qullatain ditaqyid (dikaitkan) dengan hadits
yang telah disepakati untuk diterima dan diamalkan, yang menyatakan bahwa air yang
bercampur dengan najis, statusnya menjadi najis apabila terjadi perubahan pada salah satu
karakternya. (Sail al Jarar 1/55). Wallahu alam.
Faidah hadits

1. Hadits dua qullah di atas meskipun telah sah sanad-nya, harus dipahami bersama dengan
hadits-hadits yang lain, karena hadits sebagiannya menafsirkan sebagian yang lain. Dan tidak
bisa dipahami menurut zhahir-nya hadits sebagaimana yang dipahami oleh mazhab Syafiiy
dan lain-lain. Karena kalau demikian akan bertentangan dengan sejumlah hadits shahih,
seperti hadits Abu Said Al Khudriy (no: 2) dan hadits Abu Hurairah yang akan datang (no:
6,7, 8). Ambil misal kalau dipahami secara zhahir-nya Apabila air itu sebanyak dua qullah
tidak najis, kemudian mazhab dua qullah ini ditanya: Boleh atau tidak kalau seorang
kencing di air yang banyaknya dua qullah? Kalau mereka menjawab boleh, maka akan
bertentangan dengan sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam yang melarang kencing di air
yang tergenang yang tidak mengalir, (no: 7 hadits Abu Hurairah) Kalau mereka menjawab
Tidak boleh, maka akan bertentangan dengan zhahir-nya hadits dua qullah yang menjadi
mazhab mereka, maka dengan sendirinya batal lah dalil dan hujjah mereka. Jawaban mereka
tidak boleh menunjukkan bahwa mereka tidak memahami hadits dua qullah secara zhahir-
nya, akan tetapi mereka memahaminya bersama hadits-hadits yang lain. Oleh karena itu
mazhab yang paling berbahagia dalam masalah ini ialah mazhabnya imam Malik dan Ahmad.
Bahwa air itu sedikit banyaknya tetap suci dan mensucikan selama belum berubah salah satu
sifatnya yaitu baunya atau rasanya atau warnanya dengan sebab kemasukan najis,
sebagaimana telah saya jelaskan sebelum ini (no: 2). Dan hadits dua qullah tidak dapat tidak
harus dibawa seperti ketentuan dan ketetapan di atas, bahwa air dua qullah apabila telah
berubah salah satu sifatnya dengan sebab kemasukan najis, maka dia tidak lagi suci dan
mensucikan. Wallahu alam.
2. Jika air mencapai dua qullah, maka air tersebut dapat menghilangkan najis (dengan
sendirinya) sehingga najis tidak memberi pengaruh, dan inilah makna tersurat dari hadits
tersebut.

3. Dipahami dari hadits tersebut bahwa air yang kurang dari dua qullah, terkadang
terkontaminasi oleh najis dengan masuknya najis sehingga air tersebut menjadi ternajisi,
tetapi terkadang tidak menjadi ternajisi dengannya.

4. Ternajisi atau tidaknya air bergantung pada ada atau tidaknya zat najis di dalamnya, jika najis
tersebut telah hancur dan larut, maka air tersebut tetap pada kesuciannya.

5. Air sedikit sekali terpegaruh oleh najis secara umum, sehingga seyogyanya dibuang dan
berhati-hati dengan tidka menggunakannya.

Masaail
Ada beberapa masalah berkenaan dengan hadits ini:

Pertama, Hukum air bila tidak mencapai 2 qullah dan terkena najis apakah bisa menjadi najis
atau tidak?
Para ulama berbeda pendapat dalam hal ini dalam dua pendapat:

1. Imam Abu Hanifah, Asy Syafii, dan Ahmad, serta pengikut madzhab mereka, berpendapat
bahwa air yang sedikit menjadi ternajisi dengan masuknya najis, walaupun najisnya tidak
mengubah sifat air. Para ulama yang mengatakan bahwa air dapat ternajisi dengan sekedar
masuknya najis berdalil dengan pemahaman hadits Ibnu Umar ini. Pemahamannya menurut
mereka bahwa air yang kurang dari dua qullah akan mengandung kotoran [najis]. Di dalam
satu riwayat, Jika (air) mencapai dua qullah, maka tidak ada sesuatupun yang dapat
menajiskannya. Maka pemahamannya bahwa air yang kurang dari dua qullah menjadi
ternajisi dengan sekedar masuknya najis, sebagaimana mereka berdalil dengan hadits
tentang perintah menumpahkan air pada wadah yang dijilati oleh anjing tanpa
memperdulikan tentang perubahan sifat air nya.
Hadits qullatain (dua qullah) tidak bertentangan dengan pendapat Abu Hanifah, sebab air
seukuran dua kulah jika diisi dalam suatu wadah, maka air di salah satu ujung wadah tidak
bergerak dengan bergeraknya ujung lainnya.

2. Imam Malik, Az Zhahiriyyah, Ibnu Taimiyah, Ibnul Qayyim, Syaikh Muhammad bin Abdul
Wahhab, ulama-ulama salafiyah di Nejd, dan para muhaqqiqin berpendapat bahwa air tidak
menjadi ternajisi dengan masuknya najis selama salah satu dari tiga sifat air (rasa, warna, dan
bau) tidak berubah.

Adapun dalil- dalil para ulama yang tidak memandang sebagai air yang ternajisi kecuali dengan
perubahan sifat, diantaranya hadits qullataini ini, sesungguhnya makna hadits tersebut adalah
air yang mencapai dua qullah tidak ternajisi dengan sekedar masuknya najis, karena air yang
mencapai dua qullah tersebut tidak mengandung kotorang [najis] dan dapat menghilangkan
najis-najis di dalamnya.
Adapun pemahaman hadits tersebut, tidak lazim demikian, sebab terkadang air menjadi
ternajisi jika najis mengubah salah satu sifat air, dan terkadang air tidak ternajisi. Sebagaimana
mereka juga berdalil dengan hadits tentang menuangkan seember air pada air kencing Arab
Badui dan dalil lainnya.

Ibnul Qayyim berkata, Yang dituntut oleh prinsip dasar syariat adalah: Jika air tidak berubah
sifatnya oleh najis maka air tersebut tidak menjadi ternajisi, hal itu karena air tetap dalam sifat
alaminya, dan air yang seperti ini termasuk yang Thayyib (baik) dalam firman Allah, ((dan
dihalalkan bagi mereka yang baik-baik)). Ini dapat diqiyaskan terhadap seluruh benda cair, jika
terkena najis dan tidak mengubah warna, rasa, dan bau.

Pendapat kedua ini yang rajih. Syeikh Abdulaziz bin Baaz merajihkan pendapat ini dengan
menyatakan: Yang benar air yang tidak mencapai dua qullah tidak menjadi najis kecuali bila ada
perubahan sifat seperti juga yang mencapai dua qullah. Hal ini berdasarkan pada sabda
Rasulullah:



Sesungguhnya air adalah thahur tidaklah sesuatu menjadikan air tersebut najis.
Hadits yang driwayatkan imam Ahmad, Abu Daud, At-tirmidzi dan An-Nasaai dengan sanad
yang shahih dari hadits Abu Said Al-Khudri. Disampaikan Nabi dua qullah untuk menunjukkan
bahwa air yang lebih sedikit dari dua qullah butuh kepada klarifikasi, penelitian dan
perhatian. Wallahu alam (Majmu Fatawa wa Rasaail wa Maqalaat Mutanawwiat 10/16-17).
Kedua, Batas banyak dan sedikitnya air.
Dalam masalah ini ada dua pendapat:

Sedikitnya air menurut Abu Hanifah adalah air yang jika digerakkan di satu ujung wadahnya,
maka ujung lainnya juga ikut bergerak.

1. Adapun sedikitnya air menurut madzhab Syafii dan Ahmad (Hanabilah) adalah air yang
kurang dua qullah. Inilah yang shahih dengan adanya hadits Qullataian.

Anda mungkin juga menyukai