Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH AGAMA ISLAM

“SYARIAT”

DISUSUN OLEH
1. Arina Zanzabila 21080115120044
2. Ika Yunita Saputri 21080115120045
3. Muhammad Aulia 21080115120047
4. Fipin Dwi Sholehah 21080115120048

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS DIPONEGORO
TAHUN 2015

BAB 1
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Kehidupan manusia di dunia merupakan anugerah dari Allah SWT. Dengan
segala pemberian-Nya manusia dapat merasakan segala kenikmatan yang
didapatkannya. Tapi dengan anugerah tersebut kadang kala manusia lupa akan dzat
yang telah memberikannya yaitu Allah SWT. Untuk hal tersebut manusia harus
mendapatkan suatu bimbingan sehingga di dalam kehidupannya dapat berbuat
sesuai dengan bimbingan Allah SWT. Hidup yang dibimbing syariat akan
melahirkan kesadaran untuk berperilaku yang sesuai dengan tuntutan dan tuntunan
Allah dan Rasulnya yang tergambar dalam hukum Allah yang Normatif dan
Deskriptif (Quraniyah dan Kauniyah).
Sebagian dari syariat terdapat aturan tentang ibadah, baik ibadah khusus
maupun ibadah umum. Sumber syariat adalah Al-Qur’an dan As-Sunnah,
sedangkan hal-hal yang belum diatur secara pasti di dalam kedua sumber tersebut
digunakan ra’yu (Ijtihad). Syariat dapat dilaksanakan apabila pada diri seseorang
telah tertanam Aqidah atau keimanan. Semoga dengan bimbingan syariat hidup
kita akan selamat dunia dan akhirat.
Hal ini membuat hati penulis tergugah untuk menyajikan makalah syariat
islam ini agar para penulis dan khususnya para pembaca pada umumnya dapat
lebih mendalami tentang syariat islam.

B. RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah yang akan penulis sajikan dalam makalah ini
adalah :
1. Apa pengertian syariat ?
2. Apa saja tujuan syariat?
3. Apa saja prinsip-prinsip syariat?

C. TUJUAN PENULISAN
Adapun tujuan dari penulisan ini adalah untu mengetahui lebih dalam
tentang syariat islam serta dapat mengaplikasikannya di dalam kehidupan sehari-
hari.
1. Pengertian syari’at
2. Tujuan syari’at
3. Prinsip-prinsip syari’at
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN SYARIAT
Syariat (Arab: ‫المية‬+‫ شريعة إس‬Syariat Islamiyyah) adalah ketentuan-ketentuan
agama yang merupakan pegangan bagi manusia di dalam hidupnya untuk
meningkatkan kwalitas hidupnya dalam rangka mencapai kebahagiaan dunia dan
akhirat. Syariat Islam adalah tata cara pengaturan tentang perilaku hidup manusia
untuk mencapai keridhoan Allah SWT yang dirumuskan dalam Al-Qur’an, yaitu :

1. Surat Asy-Syura ayat 13

‫وا‬77‫ى َأ ْن َأقِي ُم‬7‫يس‬ َ ‫ى َو ِع‬7‫وس‬ َ ‫را ِهي َم َو ُم‬7 َ 7‫ص ْينَا بِ ِه ِإ ْب‬
َّ ‫ك َو َما َو‬َ ‫ِّين َما َوصَّى بِ ِه نُوحًا َوالَّ ِذي َأوْ َح ْينَا ِإلَ ْي‬ ِ ‫َش َر َع لَ ُك ْم ِمنَ الد‬
ْ َ َ ْ َ َ ‫هَّللا‬ َ ُ ْ ْ ْ
ُ‫ ِه َمن يُنِيب‬7‫ ِدي ِإل ْي‬7‫ا ُء َويَ ْه‬7‫ ِه َمن يَش‬7‫ ِه ُ يَجْ تبِي ِإل ْي‬7‫ ِر ِكينَ مَا تَدعُوه ْم ِإل ْي‬7‫ َر َعلى ال ُمش‬7ُ‫ال ِّدينَ َوال تَتَفَ َّرقُوا فِي ِه كب‬
َ َ
Artinya :
“Dia telah mensyariatkan bagi kamu tentang agama yang telah diwasiatkan-
Nya kepada Nuh dan apa yang telah kamu wahyukan kepadamu dan apa yang
telah kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa yaitu : Tegakkanlah agama
dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya. Amat berat bagi orang-orang
musyrik agama yang kamu seru mereka kepadanya. Allah menarik kepada agama
itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada (agama)-Nya
orang yang kembali (kepada-Nya). “(Quran surat Asy-Syura ayat 13).
2. Surat Asy-Syura ayat 21
ِ ُ‫َأ ْم لَهُ ْم ُش َر َكا ُء َش َرعُوا لَهُ ْم ِمنَ الدِّي ِن َما لَ ْم يَْأ َذ ْن بِ ِه هَّللا ُ َولَوْ ال َكلِ َمةُ ْالفَصْ ِل لَق‬
‫ َي بَ ْينَهُ ْم َوِإ َّن الظَّالِ ِمينَ لَهُ ْم‬7 ‫ض‬
‫َع َذابٌ َألِي ٌم‬

Artinya :
Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang
mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak diijinkan Allah ? sekiranya tak
ada ketetapan yang menentukan (dari Allah tentukanlah mereka dibinasakan. Dan
sesungguhnya orang-orang yang zalim itu akan memperoleh azab yang pedih.
(Qur’an Surat Asy-Syura Ayat : 21).
Ketentuan-ketentuan sebagaimana dirumuskan dalam syariat, wajib dipatuhi.
Orang Islam yakin bahwa ketentuan Allah SWT yang terdapat dalam syariat itu
adalah ketentuanm Allah SWT yang bersifat universal, oleh karena itu merupakan
hukum bagi setiap komponen dalam satu sistem. Hal ini berarti bahwa setiap
ketentuan yang ditinggalkannya atau dilanggar bukan saja akan merusak
lingkungannya tetapi juga akan menghilangkan fungsi parameter dalam
komponen atau fungsi komponen dalam sistem.
Sebagai contoh, seseorang menyalahi janji, berdusta, zina, mencuri, korupsi, dan
lain-lain. Dalam syariat Islam ada istilah rukshoh (keringanan) apabila seseorang
tidak dapat melaksanakan kewajibannya secara normal, maka ia boleh
melaksanakannya dengan cara lain sesuai dengan kekuatan, kemungkinan, dan
kondisi, seperti sholat sambil duduk

B. TUJUAN SYARIAT ISLAM


Tujuan dari syariat adalah untuk kebaikan dan kemaslahatan kehidupan
kita. Secara umum ada 5 hal :
1. Hifdzud diin (menjaga agama)
2. Hifdzul ‘aql (menjaga akal)
3. Hifdzul maal (menjaga harta)
4. Hifdzun nasl (menjaga keturunan)
5. Hifdzun nafs (menjaga diri).
C. PRINSIP-PRINSIP SYARIAT ISLAM
1. Tidak Mempersulit (‘Adam al-Haraj)
Dalam menetapkan syariat Islam, al-Quran senantiasa
memperhitungkan kemampuan manusia dalam melaksanaknnya. Itu
diwujudkan dengan mamberikan kemudahan dan kelonggaran (tasamuh wa
rukhsah)kepada mansusia, agar menerima ketetapan hukum dengan
kesanggupan yang dimiliknya. Prinsip ini secara tegas disebutkan dalam a-
Quran,

ۚ ‫ينَا َأوْ َأ ْخطَْأنَا‬7‫ذنَا ِإ ْن ن َِس‬7 ْ 7‫ت ۗ َربَّنَا اَل تَُؤ ا ِخ‬


ْ َ‫ب‬7‫ت َو َعلَ ْيهَا َما ا ْكت ََس‬ْ َ‫اَل يُ َكلِّفُ هَّللا ُ نَ ْفسًا ِإاَّل ُو ْس َعهَا ۚ لَهَا َما َك َسب‬
ُ‫ف‬77ْ‫ ِه ۖ َواع‬7 ِ‫َربَّنَا َواَل تَحْ ِملْ َعلَ ْينَا ِإصْ رًا َك َما َح َم ْلتَهُ َعلَى ال ِذينَ ِم ْن قَ ْبلِنَا ۚ َربَّنَا َواَل ت َح ِّملنَا َما اَل طاقَةَ لنَا ب‬
َ َ ْ ُ َّ
َ‫َعنَّا َوا ْغفِرْ لَنَا َوارْ َح ْمنَا ۚ َأ ْنتَ َموْ اَل نَا فَا ْنصُرْ نَا َعلَى ْالقَوْ ِم ْال َكافِ ِرين‬
Artinya :
Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan
kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya
dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (Mereka
berdoa): "Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa
atau kami tersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada
kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang
sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami
apa yang tak sanggup kami memikulnya. Beri maaflah kami; ampunilah
kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah Penolong kami, maka tolonglah
kami terhadap kaum yang kafir". (QS. Al-Baqarah: 286)
2. Mengurangi Beban (Taqlil al-Taklif)
Prinsip kedua ini merupakan langkah prenventif (penanggulangan)
terhadap mukallaf dari pengurangan atau penambahan dalam kewajiban
agama. Al-Quran tidak memberikan hukum kepada mukallaf agar ia
menambahi atau menguranginya, meskipun hal itu mungkin dianggap wajar
menurut kacamata sosial. Hal ini guna memperingan dan menjaga nilai-
nilai kemaslahatan manusia pada umumnya, agar tercipta suatu pelaksanaan
hukum tanpa ddasari parasaan terbebani yang berujung pada kesulitan.
Umat manusia tidak diperintahkan untuk mencari-cari sesuatu yang justru
akan memperberat diri sendiri.
Allah swt. Berfirman,

‫ َد لَ ُك ْم‬7‫رْ آنُ تُ ْب‬77ُ‫يَا َأيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا ال تَ ْسَألُوا ع َْن َأ ْشيَا َء ِإ ْن تُ ْب َد لَ ُك ْم تَ ُسْؤ ُك ْم َوِإ ْن تَ ْسَألُوا َع ْنهَا ِحينَ يُنَ َّز ُل ْالق‬
)١٠١( ‫و ٌر َحلِي ٌم‬77777777777777777777777777777777ُ‫عَفَا هَّللا ُ َع ْنهَا َوهَّللا ُ َغف‬

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian menanyakan (kepada


Nabimu) hal-hal yang jika diterangkan kepada kalian, niscaya akan
menyusahkan kalian....(QS. al-Maidah: 101)
3. Penetapan Hukum secara Periodik
Al-quran merupakan kitab suci yang dalam prosesi tasri’ sangat
memperhatikan berbagai aspek, baik natural, spiritual, kultural, maupun
sosial umatt. Dalam menetapkan hukum, al-Quran selalu
mempertimbangkan, apakah mental spiritual manusia telah siap untuk
menerima ketentuan yang akan dibebankan kepadanya?. Hal ini terkait erat
dengan prinsip kesua, yakni tidak memberatkan umat. Karena itulah,
hukum syariat dalam al-Quran tidak diturunkan secara serta merta dengan
format yang final, melainkan secara bertahap, dengan maksud agar umat
tidak merasa terkejut dengan syariat yang tiba-tiba. Karenanya, wahyu al-
Quran senantiasa turun sesuai dengan kondisi dan realita yang terjadi pada
waktu itu.
Untuk lebih jelasnya, berikut ini akan kami kemukakan tiga
periode tasryi’ al-Quran;
a. Mendiamkan, yakni ketika al-Quran hendak melarang sesuatu,
maka sebelumnya tidak menetapkan hukum apa-apa tapi memberikan
contoh yang sebaliknya.
b. Menyinggung manfat ataupun madlaratnya secara global.
Dalam contoh khamr di atas, sebagai langkah kedua, turun ayat yang
menerangkan tentang manfaat dan madlarat minum khamr. Dalam ayat
tersebut, Allah menunjukkan bahwa efek sampingnya lbih besar daripada
kemanfaatannya (QS. Al-Baqarah: 219) yang kemudian segera disusul
dengan menyinggung efek khamrbagi pelaksanaan ibadah (al-Nisa: 43)
c. Menetapkan hukum tegas. Kewajiban shalat misalnya. Tahap
pertama terjadi permulaan Islam (di Mekah), di saat umat Islam banyak
menuai siksaan dan penindasan dari penduduk Mekah, kewajiban shalat
hanya dua raka’at, yaitu pada pagi dan sore. Itu pun dilakukan secara
sembunyi-sembunyi, kahawatir terjadi penghinaan yang semakin menjadi-
jadi dari suku Qurasy. Sebagaimana disebutkan dalam surat Qaf: 39

ِ ‫س َوقَب َْل ْال ُغرُو‬


)٣٩( ‫ب‬ ِ ُ‫فَاصْ بِرْ َعلَى َما يَقُولُونَ َو َسبِّحْ بِ َح ْم ِد َربِّكَ قَ ْب َل طُل‬
ِ ‫وع ال َّش ْم‬

“Maka bersabarlah kamu terhadap apa yang mereka katakan dan


bertasbihlah (shalatlah) sambil memuji Tuhanmu sebelum terbit matahari
dan sebelum terbenam(nya)”

Lalu surat al-Mu’min: 55

‫ ِّي َواإلب‬7777‫ك بِ ْال َع ِش‬


)٥٥( ‫ْكَار‬
ِ َ ِ‫ َذ ْنب‬7777ِ‫تَ ْغفِرْ ل‬7777‫اس‬
َ ِّ‫ ِد َرب‬7777‫بِّحْ بِ َح ْم‬7777‫ك َو َس‬ ٌّ َ‫ َد هَّللا ِ ح‬7777‫بِرْ ِإ َّن َو ْع‬7777‫اص‬
ْ ‫ق َو‬ ْ َ‫ف‬

“Maka bersabarlah kamu, karena Sesungguhnya janji Allah itu benar, dan
mohonlah ampunan untuk dosamu dan bertasbihlah (shalatlah) seraya
memuji Tuhanmu pada waktu petang dan pagi”

4. Sejalan dengan Kemaslahatan Universal


Islam bukan hanya doktrin belaka yang identik dengan pembebanan,
tetapi juga ajaran yang bertujuan untuk menyejahterakan manusia.
Karenanya, segala sesuatu yang ada di mayapada ini merupakan fasilitas
yang berguna bagi manusia dalam memenuhi kebutuhannya.
‘Abd al-Wahab Khalaf berkata, “Dalam membentuk hukum, Syari’
(Allah dan Rasul-Nya) selalu membuat illat (ratio logis) yang berkaitan
dengan kemaslahatan manusia, juga menunjukkan bebrapa buktu bahwa
tujuan legislasi hukum tersebut untuk mewujudkan kemaslahatan manusia.
Di samping itu, Syar’I menetapkan hukum-hukum itu sejalan dengan
tiadanya illat yang mengiringinya. Oleh karena itu, Allah mensyariatkan
sebagian hukum kemudian merevisinya karena ada kemaslahatan yang
sebanding dengan hukum tersebut.
5. Persamaan dan Keadilan (al-Musawah wa al-Adalah)
Persamaan hak di muka adalah salah satu prinsip utama syariat Islam,
baik yang berkaitan dengan ibadah atau muamalah. Persamaan hak tersebut
tidak hanya berlaku bagi umat Islam, tatpi juga bagi seluruh agama. Mereka
diberi hak untuk memutuskan hukum sesuai dengan ajaran masing-masing,
kecuali kalau mereka dengan sukarela meminta keputusan hukum sesuai
hukum Islam.
Penyamarataan hak di atas berimplikasi pada keadilan yang seringakli
didengungkan al-Quran dalam menetapkan hukum,

‫وا بِ ْالعَ ْد ِل ۚ ِإ َّن هَّللا َ نِ ِع َّما‬77‫اس َأ ْن تَحْ ُك ُم‬ ِ ‫َؤ ُّدوا اَأْل َمانَا‬77ُ‫ِإ َّن هَّللا َ يَْأ ُم ُر ُك ْم َأ ْن ت‬
ِ َّ‫ت ِإلَ ٰى َأ ْهلِهَا َوِإ َذا َح َك ْمتُ ْم بَ ْينَ الن‬
‫صيرًا‬ ِ َ‫يَ ِعظُ ُك ْم بِ ِه ۗ ِإ َّن هَّللا َ َكانَ َس ِميعًا ب‬
Artinya:
Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada
yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan
hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil.
Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu.
Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat. (QS. Al-
Nisa: 58)
D. RUANG LINGKUP SYARIAT ISLAM
Ruang lingkup syariat lain mencakup peraturan-peraturan sebagai
berikut :
1. Ibadah, yaitu peraturan-peraturan yang mengatur hubungan
langsung dengan Allah SWT (ritual), yang terdiri dari :
a. Rukun Islam : mengucapkan syahadat, mengerjakan
shalat, zakat, puasa, dan haji.
b. Ibadah lainnya yang berhubungan dengan rukun Islam.
1) Badani (bersifat fisik) : bersuci meliputi wudlu,
mandi, tayamum, pengaturan menghilangkan najis,
peraturan air, istinja, adzan, qomat, I’tikaf, do’a,
sholawat, umroh, tasbih, istighfar, khitan, pengurusan
mayit, dan lain-lain.
2) Mali (bersifat harta) : qurban, aqiqah, alhadyu,
sidqah, wakaf, fidyah, hibbah, dan lain-lain.
2. Muamalah, yaitu peraturan yang mengatur hubungan
seseorang dengan yang lainnya dalam hal tukar-menukar harta
(jual beli dan yang searti), diantaranya : dagang, pinjam-
meminjam, sewa-menyewa, kerja sama dagang, simpanan,
penemuan, pengupahan, rampasan perang, utang-piutang,
pungutan, warisan, wasiat, nafkah, titipan, jizah, pesanan, dan
lain-lain.
3. Munakahat, yaitu peraturan yang mengatur hubungan
seseorang dengan orang lain dalam hubungan berkeluarga
(nikah, dan yang berhubungan dengannya), diantaranya:
perkawinan, perceraian, pengaturan nafkah, penyusunan,
memelihara anak, pergaulan suami istri, mas kawin, berkabung
dari suami yang wafat, meminang, khulu’, li’am dzilar, ilam
walimah, wasiyat, dan lain-lain.
4. Jinayat, yaitu peraturan yang menyangkut pidana,
diantaranya : qishsash, diyat, kifarat, pembunuhan, zinah,
minuman keras, murtad, khianat dalam perjuangan, kesaksian
dan lain-lain.
5. Siyasa, yaitu yang menyangkut masalah-masalah
kemasyarakatan (politik), diantaranya : ukhuwa (persaudaraan)
musyawarah (persamaan), ‘adalah (keadilan), ta’awun (tolong
menolong), tasamu (toleransi), takafulul ijtimah (tanggung
jawab sosial), zi’amah (kepemimpinan) pemerintahan dan lain-
lain.
6. Akhlak, yaitu yang mengatur sikap hidup pribadi,
diantaranya : syukur, sabar, tawadlu, (rendah hati), pemaaf,
tawakal, istiqomah (konsekwen), syaja’ah (berani), birrul
walidain (berbuat baik pada ayah ibu), dan lain-lain.
7. Peraturan-peraturan lainnya seperti : makanan, minuman,
sembelihan, berburu, nazar, pemberantasan kemiskinan,
pemeliharaan anak yatim, mesjid, da’wah, perang, dan lain-lain.

E. SUMBER-SUMBER SYARIAT
1. Al-Qur’an, kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad
SAW, dan merupakan Undang-Undang yang sebagian besar berisi hukum-
hukum pokok.
2. Al-Hadist (As-Sunnah), sumber hukum kedua yang memberikan
penjelasan dan rincian terhadap hukum-hukum Al-Qur’an yang bersifat
umum.
3. Ra’yu (Ijtihad), upaya para ahli mengkaji Al-Qur’an dan As-Sunnah
untuk menetapkan hukum yang belum ditetapkan secara pasti dalam Al-
Qur’an dan As-Sunnah.
F. KLASIFIKASI SYARIAT
Syariat dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1 Wajib (Ijab), yaitu suatu ketentuan yang menurut pelaksanaannya,
apabila dikerjakan mendapat pahala, dan apabila ditinggalkan mendapat
dosa.
2 Haram, yaitu suatu ketentuan apabila ditinggalkan mendapat pahala dan
apabila dikerjakan mendapat dosa. Contohnya : zinah, mencuri, membunuh,
minum-minuman keras, durhaka pada orang tua, dan lain-lain.
3 Sunnah (Mustahab), yaitu suatu ketentuan apabila dikerjakan mendapat
pahala dan apabila ditinggalkan tidak berdosa.
4 Makruh (Karahah), yaitu suatu ketentuan yang menganjurkan untuk
ditinggalkannya suatu perbuatan; apabila ditinggalkan mendapat pahala dan
apabila dikerjakan tidak berdosa. Contohnya : merokok, makan bau-bauan,
dan lain-lain.
G. PERBEDAAN SYARIAT,TARIQAT,HAKIKAT DAN MA’RIFAT

Sirkuit Syariat (aturan, peribadatan, praktek, amalan, dsb) –melalui


Tariqat (jalan, pencarian, pencapaian, pemahaman) – untuk kemudian
mencapai Hakikat (hakiki, kesejatian, absolut) – dan pada akhirnya Ma’rifat
(mengenal) adalah stasiun-stasiun yang umum dilewati para sufi. Ujungnya,
Allah-nya. Pangkalnya, Allah-nya juga.

Seseorang yang shalatnya benar, rukunnya benar, maka pahamnya


benar, maka akan mendapatkan kesejatian yang benar, dan mengenal Allah
dengan benar. Hamba yang mengenal Allah dengan benar maka shalatnya
pun benar, rukunnya benar, pahamnya benar, dan kesejatian yang
didapatinya pun benar.

Itulah Ma’rifatullah, dimana hamba menyadari hak dan kewajibannya


kepada Allah, sebagaimana Allah telah memenuhi hak dan kewajiban-NYA
kepada hamba-NYA.
Ibaratnya orang akan ke pasar. Syariat adalah jalan kaki, tarikat adalah
jalan yang kita lalui untuk menuju ke pasar tersebut. Hakikat adalah dari
kejauhan sudah nampak atau sudah terasa hingar bingarnya pasar. Makrifat
adalah kita sudah berada dalam pasar, melebur dan terlingkupi oleh pasar itu
sendiri.
Tingkatan dari bawah ke atas syari'at, tarekat, hakikat dan ma'rifat.

Sebab kalangan ahli tasawwuf dan tarikat itu sendiri ada banyak corak
ragamnya. Dari yang kotorannya sedikit hingga yang paling kotor dan rusak.

Kalau syari'at diletakkan paling rendah, akan muncul kesan bahwa


demi kepentingan tarekah, ma'rifat dan hakikat, syari'ah bisa
dikesampingkan. Dan paham seperti ini berbahaya bahkan sesungguhnya
merupakan bentuk pengingkaran terhadap agama Islam.

Jadi, jangan sampai ada anggapan bahwa bila orang sudah mencapai
derajat hakikat, apalagi ma'rifat, lalu dia bebas boleh tidak shalat, tidak
puasa atau melakukan hal-hal yang bertentangan dengan syari'at itu sendiri.

Kalau ajaran seperti itu, dimana ma'rifat dan hakikat boleh menyalahi
syari'ah, maka ketahuilah, ulama mereka adalah ulama su' yang tidak lain
adalah syetan yang datang merusak ajaran Islam.

Sebab Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tidak pernah


mengajarkan
ma'rifat dan hakikat, beliau hanya meninggalkan Al-Quran dan Sunnah
sebagai pedoman dalam menjalankan syari'ah. Dan tidaklah seseorang bisa
mencapai derajat ma'rifah dan hakikat, manakala dia meninggalkan syari'ah.

Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam membuat garis dgn tangannya,


kemudian bersabda :
"Inilah jalan Allah yg lurus", lalu beliau membuat garis2 di kanan dan
kirinya kemudian bersabda,"Inilah jalan2 yg sesat, tak satupun jalan2 itu
kecuali didalamnya terdapat syaitan yg menyeru kepadanya".[SHAHIH. HR.
Ahmad 1/435, ad Darimi 1/72, al Hakim 2/261, al Lalika'i 1/90. Dishahihkan
al Albani dlm Dzilalul Jannah (17)].
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Syariat adalah ketentuan-ketentuan agama yang merupakan pegangan bagi
manusia di dalam hidupnya untuk meningkatkan kwalitas hidupnya dalam rangka
mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Syariat Islam adalah tata cara
pengaturan tentang perilaku hidup manusia untuk mencapai keridhoan Allah
SWT yang dirumuskan dalam Al-Qur’an.
Tujuan dari syariat yaitu:
1. Hifdzud diin (menjaga agama)
2. Hifdzul ‘aql (menjaga akal)
3. Hifdzul maal (menjaga harta)
4. Hifdzun nasl (menjaga keturunan)
5. Hifdzun nafs (menjaga diri).

Prinsip-prinsip syariat islam yaitu:


1. Tidak mempersulit
2. Mengurangi beban
3. Penetapan hokum secara periodic
4. Sejalan kemaslahatan universal
5. Persamaan dan keadilan

B. SARAN
Penulis sangat mengharapkan kritikan dan saran dari pembaca guna
perbaikan dimasa yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA

Haradjat , Zakiah. 1999. Dasar – Dasar Agama Islam, Jakarta : Bulan Bintang

Rasjid, Sulaiman. 1976. Fiqh Islam. Bandung : Attahiriyah

Hakim, Nandang L. 1988. Pendidikan Agama Islam. Bandung : Ganeca Exac


http://ayoekya1989.blogspot.com/2013/09/makalah-syariat-islam-
lengkap.html
http://kasmankhasra.blogspot.com/2014/11/makalah-syariat-islam.html
http://abuayaz.blogspot.co.id/2012/01/apa-itu-syariat-tareqat-
hakikat-dan.html

Anda mungkin juga menyukai