Pada tahun 628, Quraisy dan Muslim dari Madinah menandatangani Perjanjian Hudaybiyah.
Meskipun hubungan yang lebih baik terjadi antara Mekkah dan Madinah setelah
penandatanganan Perjanjian Hudaybiyah, yang isinya sebagai berikut:
1. Perjanjian Hudaibiyah ditandatangani oleh Suhail bin Amr yaitu sebagai wakil kaum Quraisy.
Suku Quraisy merupakan suku terhormat di arab sehingga Madinah diakui sebagai mempunyai
otoritas sendiri.
2. Adanya perjanjian ini pihak Quraisy Mekah memberi kekuasaan kepada pihak Madinah untuk
menghukum pihak Quraisy yang menyalahi perjanjian ini.
10 tahun gencatan senjata dirusak oleh Quraisy, dengan sekutunya Bani Bakr,
menyerang Bani Khuza'ah yang merupakan sekutu Muslim, walaupun sebenarnya yang pertama
kali menyerang Bani Bakr adalah Bani Khuza'ah, dan sayang sekali permasalahan tersebut
hanya diselesaikan dengan perjanjian elite yang tidak melibatkan akar rumput, sehingga masih
menimbulkan dendam dikalangan Bani Bakr. Pada saat itu musyrikin Quraisy ikut membantu
Bani Bakr, padahal bersadasarkan kesepakatan damai dalam perjanjian tersebut di mana Bani
Khuza'ah telah bergabung ikut dengan Nabi Muhammad dan sejumlah dari mereka telah
memeluk islam, sedangkan Bani Bakr bergabung dengan musyrikin Quraisy.
Abu Sufyan, kepala suku Quraisy di Mekkah, pergi ke Madinah untuk memperbaiki
perjanjian yang telah dirusak itu, tetapi nabi Muhammad menolak, Abu Sufyan pun pulang
dengan tangan kosong. Sekitar 10.000 orang pasukan Muslim pergi ke Mekkah yang segera
menyerah dengan damai. Nabi Muhammad bermurah hati kepada pihak Mekkah, dan
memerintahkan untuk menghancurkan berhala di sekitar dan di dalam Ka'bah. Selain itu
hukuman mati juga ditetapkan atas 17 orang Mekkah atas kejahatan mereka terhadap orang
Muslim, meskipun pada akhirnya beberapa di antaranya diampuni.
Dalam kisah ini ada pelajaran penting yang bisa dipetik, bahwa kaum muslimin
dibolehkan untuk membatalkan perjanjian damai dengan orang kafir. Namun pembatalan
perjanjian damai ini harus dilakukan seimbang.
Artinya tidak boleh sepihak, tetapi masing-masing pihak tahu sama tahu. Allah
berfirman,
َّللاَ ََل ي ُِحبُّ ْالخَائِنِين َ َوإِ َّما تَخَافَ َّن ِم ْن قَ ْو ٍم ِخيَانَةً فَا ْنبِذْ إِلَ ْي ِه ْم
َ ع لَى
َّ س َواءٍ إِ َّن
“Jika kamu khawatir akan (terjadinya) pengkhianatan dari suatu golongan, maka
kembalikanlah perjanjian itu kepada mereka dengan sama-sama tahu. Sesungguhnya Allah
tidak menyukai orang-orang yang berkhianat.” (Qs. Al Anfal: 58)
‣Pemimpin Pasukan
Tanggal 10 Ramadan 8 H, Nabi Muhammad beserta 10.000 pasukan bergerak dari Madinah
menuju Mekkah, dan kota Madinah diwakilkannya kepada Abu Ruhm Al-Ghifary.
Ketika sampai di Dzu Thuwa, Nabi Muhammad membagi pasukannya, yang terdiri dari tiga
bagian, masing-masing adalah:
1. Khalid bin Walid memimpin pasukan untuk memasuki Mekkah dari bagian bawah,
2. Zubair bin Awwam memimpin pasukan memasuki Mekkah bagian atas dari bukit Kada',
dan menegakkan bendera di Al-Hajun,
3. Abu Ubaidah bin al-Jarrah memimpin pasukan dari tengah-tengah lembah hingga sampai
ke Mekkah. Menurut pendapat lain, empat bagian pasukan, bagian yang keempat
dipimpin oleh
4. Sa'ad bin 'Ubadah memimpin orang madinah supaya memasuki Mekkah dari arah sebelah
barat.
Dari Al-Hajun Nabi Muhammad memasuki Mesjid Al-Haram dengan dikelilingi kaum
Muhajirin dan Anshar. Setelah thawaf mengelilingi Ka'bah, Nabi Muhammad mulai
menghancurkan berhala dan membersihkan Ka'bah dan selesailah pembebasan Mekkah.
Kelompok 6 X MIPA 4:
Latifah Nur Artanti (21)
M. Raffi Alhaq (22)
M. Rifai (23)
Nabila Yasmin (24)