Anda di halaman 1dari 15

1

PERKEMBANGAN DAKWAH ISLAM DI AMERIKA


PASCA TRAGEDI 11 SEPTEMBER 2001

Aminullah Elhady 1

A. Pendahuluan

Ada dua kata dalam judul makalah ini yang sering dicitrakan bertentangan,

yaitu kata “Islam” dan “Amerika”, meskipun keduanya berada dalam ranah yang

berbeda. Islam menunjuk kepada agama atau keyakinan dan paling jauh adalah

ideologi, sementara Amerika menunjuk kepada Negara, politik, dan paling jauh

adalah kebudayaan. Namun keduanya sering diperbincangkan dalam sebuah tema

tertentu, yang kemudian dicitrakan bahwa semua yang bercorak Islam seakan tidak

bisa bertemu dengan segala yang bernuansa Amerika, sebagaimana segala yang

bercorak Amerika dicitrakan selalu bertentangan dengan Islam.

Apa yang disebut sebagai Amerika pada saat ini seringkali berada dalam

konotasi politik dan budaya. Secara ginekologis Amerika adalah Eropa, dalam arti

bahwa peradaban yang berkembang dan dominan adalah yang bersumber dari bangsa

Eropa bukan yang berasal dari orang-orang Indian yang merupakan suku asli bumi

Amerika.
Keberadaan Muslim di Amerika mempunyai sejarah yang panjang, baik

ditinjau dari sejak kapan ada orang Muslim pertama kali memasuki tanah Amerika,

maupun bagaimana kedatangan orang-orang Muslim secara besar-besaran ke

Amerika dan Amerika Utara. Memang tidak mudah menelusuri asal-usul keberadaan

Muslim di Amerika di masa awal sebab sumber-sumber Amerika sendiri tidak

menyebutkan hal tersebut, kecuali dari sumber-sumber sejarah yang ditulis oleh

sejarawan Muslim seperti Al-Mas’udi dan Al-Idrisi, yang menyebutkan bahwa


1
Penulis adalah dosen Pemikiran Islam pada prodi Tafsir-Hadits, STAIN Jember.
2

sejumlah orang Muslim telah mendatangi tanah yang belum dikenal (unknown

territory) itu sekitar abad ke-10 atau 5 abad sebelum Columbus mendarat di benua

tersebut.

Sebagai salah satu agama besar dunia zaman ini, Islam sebagaimana agama-

agama lain yang tersebar hingga negeri Amerika pun mengalami dinamika dan

perkembangan. Bukan hanya komunitasnya yang berkembang, organisasi-organisasi

dan pusat-pusat Islam pun mengalami perkembangan. Ada sejumlah institusi Islam

seperti Muslim Association, Muslim Student Association, dan Masjid tersebar di

hampir semua Negara bagian Amerika Serikat. Demikian juga di Amerika Utara atau

Kanada.

Latar belakang keislaman orang-orang Muslim Amerika beragam. Ada yang

telah menjadi Muslim sebelum masuk Amerika, ada yang berkonversi menjadi

Muslim di Amerika. Bagi kategori pertama, kedatangannya ke Amerika sebagai salah

satu bentuk “hijrah”, dalam rangka pengembangan kehidupan duniawi karena

Amerika merupakan salah satu Negara yang menjanjikan, sekaligus sebagai perluasan

wilayah dakwah yang juga untuk lebih berkembangnya Islam ke belahan dunia lain.

Tidak sedikit dari mereka ini berasal dari Timur Tengah termasuk juga dari Afrika,
selain mereka yang datang dari beberapa kawasan lain dunia. Sehingga Islam di

Amerika memiliki pluralitas etik maupun budaya. Sedangkan untuk kategori kedua,

terjadinya konversi atau perpindahan agama disebabkan oleh alasan-alasan yang

beragam, yang akan diuraikan kemudian.

Sementara itu perkembangan Islam di Dunia baik secara kuantitatif maupun

kualitatif menjadi perhatian Amerika, apalagi banyak Negara Islam yang secara

alamiah memiliki kekuatan natural, sebagai Negara-negara produsen minyak dan

tambang, yang sangat dibutuhkan oleh Amerika. Karenanya pada saat Dunia
3

didominasi oleh dua Super Power (Amerika Serikat dan Uni Soviet) di masa lalu

Islam dapat menjadi kekuatan ketiga yang diperebutkan. Dalam konstelasi politik

banyak skenario untuk memperebutkan Dunia Islam, bisa juga dengan cara

menciptakan konflik antar Negara Islam. Fenomena ini sudah lama terjadi, setidaknya

sejak pasca Revolusi Islam di Iran 1979 hingga waktu mutakhir ini, tidak jarang

terjadi ketegangan antar Negara Islam atau konflik internal Negara Islam sendiri.

Fenomena demikian tampak cukup jelas, terutapa di Negara-negara yang berada di

kawasan Timur Tengah, misalnya Libya, Mesir, Yaman, Syria, yang hingga saat ini

masih berada dalam pergolakan internal.

Momen terbesar dalam sejarah Islam modern adalah tragedi 11 September

2001, yaitu serangan terhadap menara kembar World Trade Center di New York dan

terhadap pusat militer Amerika, Pentagon. Tragedi tersebut tidak hanya berdimensi

kemanusiaan, sosial, politik, ekonomi, melainkan juga berpenegaruh pada

perkembangan dakwah Islam di Amerika.

Makalah ini menampilkan dinamika dan perkembangan dakwah Islam di

Amerika setelah kejadian dahsyat tersebut. Terlepas dari kontroversi mengenai

penyebab tragedi tersebut, pertanyaan perlu untuk dicarikan jawabannya adalah:


Apakah kaum Muslim dan dakwah Islam semakin terpuruk karena kejadian tersebut,

atau malah sebaliknnya.

B. Lintasan Sejarah Islam di Amerika

Sesungguhnya Islam sudah sejak lama telah singgah di tanah Amerika, bahkan

jauh sebelum Christopher Columbus mengklaim menemukan benua tersebut. Ada

beberapa tulisan yang pada umumnya bersumber dari para sejarawan Islam

terkemuka, seperti Al-Mas’udi (871-957 M) dalam bukunya murûj al-dzahab wa

ma‘âdin al-jawhar yang menyebutkan bahwa pada masa kekhalifahan Abdullah bin
4

Muhammad (888-912 M) di Andalusia, ada seorang pemuda Muslim bernama

Khasykhasy bin Said bin Aswad asal Cordova, memimpin pelayaran dari pantai

Delba (Palos) pada tahun 889 menyeberangi samudera Atlantik hingga mencapai

daratan yang belum dikenal (ardh majhulah) dan kemudian pulang kembali dengan

membawa harta benda yang menakjubkan. Dalam pendaratannya itu ia sempat kontak

dengan penduduk setempat. (Abdullah dan Hathout, 2003: 19). Dalam peta yang

dibuat oleh Al-Mas’udi daratan Ardh Majhulah itu adalah Amerika. (Mroueh, E-

book).

Selain itu ada juga pelayaran lain yang dilakukan oleh Ibn Farrukh dari

Granada pada bulan Februari 999 di masa pemerintahan Hisyam III (976-1009). Ibn

Farrukh berlayar dari Cadesh menyeberangi Atlantik dan mendarat di Gando

kepulauan Canary. (Mroueh, E-book). Sementara itu Columbus baru melakukan

perlayaran dari Delba (Palos) dan mendarat di kepulauan Bahama pada 12 Oktober

1492 di sebuah kampung yang oleh masyarakat setempat disebut Guanahani. Nama

Guanahani itu berasal dari suku Mandinka Muslim dari kata “ikhwana” dan “Hani”.

Jadi kata Guanahani sesungguhnya bararti Bani Hani. (Mroueh, E-book).

Ada dugaan kuat sebagaimana disebut Mukti Ali (1990: 2) bahwa ketika
berlayar yang akhirnya berhasil mendarat di tanah Amerika itu Columbus dipandu

oleh pembantu-pembatunya yaitu orang-orang Muslim dari Andalusia (Spanyol) atau

Maroko, yang pada masa sebelum itu Andalusia dan Maroko adalah dua wilayah

dalam satu kerajaan Dinasti Muwahhidin (Almohads).

Ada beberapa dokumen yang ditemukan di Brazil dan Amerika Serikat yang

menunjukkan bahwa sejumlah suku Mandika Muslim adalah orang-orang yang mula-

mula datang di Amerika. (Abdullah dan Hathout, 2003: 21). Namun terlepas dari
5

fakta sejarah keberadaan orang Muslim di Amerika sebelum negeri itu sendiri lahir,

yang perlu diketahui adalah bagaimana Islam datang dan berkembang di Amerika.

Kalau asal-usul kedatangan Islam di Amerika itu masih spekulatif, namun

keberadaan pemukiman orang-orang Muslim keturunan Afrika di Amerika Utara pada

abad ke-16 hingga abad ke-18 adalah sesuatu yang sudah pasti. Keberadaan orang-

orang Muslim keturunan Afrika di Amerika itu menyusul jatuhnya negeri Andalusia

ke tangan bangsa Eropa, sebab bermula mereka menjadi tawanan orang-orang

Spanyol yang kemudian dikapalkan ke Amerika untuk dipasok sebagai tenaga kerja

atau dijual sebagai budak. Sebagai budak mereka tidak dapat mempertahankan agama

dan kebudayaan mereka apalagi mengembangkannya. (Ali, 1990: 2-3; Abdullah dan

Hathout, 2003: 26)

Memperbudak bangsa-bangsa lain dan bisnis perbudakan di Amerika terjadi

terus menerus dalam waktu yang cukup lama. Pada abad ke-19 muncul gerakan

membebaskan diri dari perbudakan, misalnya gerakan yang dipelopori oleh seorang

wanita terkenal bernama Harriet Tubman (1821-1921). Pada tahun 1849 ia melarikan

diri dari Maryland ke Philadelphia, dan dalam pelariannya itu ia melakukan

perjalanan ke beberapa negara bagian yang terdapat banyak budak, membawa lari
lebih dari 300 orang budak laki-laki dan perempuan.

Pada bulan April 1861 terjadi perang saudara antara Negara-negara bagian

utara yang bebas budak dengan Negara-negara bagian selatan yang terdapat banyak

budak. Dalam perang saudara tersebut ada keinginan mempersatukan Negara-negara

bagian, dan apabila upaya itu mencapai kemenangan maka perbudakan akan

dihapuskan. Dalam situasi seperti itu banyak budak melarikan diri ke daerah-daerah

yang dikuasai oleh pemimpin-pemimpin yang pro penghapusan perbudakan. Tentu

saja perjuangan penghapusan perbudakan tidak terjadi seketika, sampai akhirnya


6

muncul tindakan penting yaitu kebijakan Presiden Abraham Lincoln mengeluarkan

Emancipation Proclamation pada tanggal 1 Januari 1863, yang menyatakan bahwa

budak di Negara-negara bagian Amerika Serikat adalah merdeka. (Ali, 1990: 16-17)

Pada abad XX organisasi umat Islam Amerika yang disebut The Nation of

Islam muncul di Paradise Valley perkampungan orang kulit hitam di Detroit pada

tahun 1930. Pemimpin mereka adalah seorang keturunan Timur Tengah bernama

Wallace Fard (dari bahasa Arab Wali Farrad) yang mengaku datang dari Tanah Suci

diutus Tuhan untuk menyelamatkan dan mengangkat derajat orang-orang kulit hitam

yang berkasta rendah di Amerika. Fard dibantu oleh Elijah Poole yang kemudian

dikenal dengan nama Elijah Muhammad sebagai tangan kanannya. Sejak kepergian

Fard kembali ke Timur Tengah pada bulan Juni 1934, Elijah Muhammad memimpin

organisasi tersebut, dan menjadikan The Nation of Islam sangat berpengaruh di

Amerika hingga tahun 1952. (Abdullah dan Hathout, 2003: 29; Kepel, 1997: 15-23)

Elijah Poole, yang lahir Sandersville Georgia, 7 Oktober 1897, yang oleh Fard

ditunjuk sebagai “utusan Allah” itu mewarisi tugas-tugas besar Fard. Sebagaimana

Fard, Elijah juga mengajarkan bahwa kehinaan yang menimpa orang-orang kulit

hitam di Amerika selama berabad-abad dikarenakan mereka terpisah dari


pengetahuan dan nilai-nilai tentang Allah. Sebagai utusan Allah, Elijah pun

dikultuskan ditengah-tengah umatnya. Salah satu tugas berat Elijah adalah

mengangkat kembali orang-orang kulit hitam yang telah menjadi Kristen itu kembali

ke akar budaya leluhurnya yang Muslim. Dengan pengetahuannya sendiri itu Elijah

Muhammad mengajarkan Islam, hingga ia meninggal dunia pada tanggal 25 Februari

1975. (Ali, 1990: 36-37)

Pada masa kepemimpinan Elijah Muhammad, the Nation of Islam menjadi

perkumpulan Islam yang sangat berpengaruh di Amerika. Setelah meninggal Elijah


7

Muhammad kepemimpinan jatuh kepada anaknya yang bernama Wallace

Muhammad, yang kemudian dikenal dengan nama Warith Deen Muhammad.

Warith Deen mempunyai pandangan berbeda dari ayahnya dan The Nation of

Islam, karena itu pada masa-masa awal pembentukan The Nation of Islam Warith

Deen tidak mendapat posisi dalam organisasi itu. Meskipun berbeda pandangan

dengan ayahnya, namun ia adalah anak yang paling disayangi oleh Elijah. Menjelang

kematiannya, Elijah merehabilitasi Warith Deen dan mempersiapkannya menjadi

pengganti di organisasi.

Setelah terpilih sebagai pemimpin, Warith Deen ingin memimpin dengan

caranya sendiri. Ia tidak mau mewarisi kultus yang terbangun pada masa ayahnya, ia

lakukan dekultufikasi. Pada tahun 1976, atau setahun setelah kematian ayahnya,

Warith Deen mendeklarasikan bahwa Elijah Muhammad mukanlah “nabi atau utusan

Allah”. (Praja, 1996: 21-22)

Warith Deen ingin membawa The Nation of Islam kepada mainstream Islam

dan berusaha menutup celah perbedaan antara The Nation of Islam dengan Islam

sebagai agama. Wajar saja kalau usaha yang ditempuh Warith Deen ini tidak disetujui

oleh semua, sebab ada yang masih tetap mempertahankan ajaran Elijah Muhammad,
sehingga terdapat dua kubu dalam tubuh The Nation of Islam, yaitu kubu yang

bertahan yang dipimpin oleh Louis Farrakhan dan kubu Warith Deen. Perbedaan itu

berlangsung hingga tahun 2000. (Abdullah dan Hathout, 2003: 30)

Dalam masa yang panjang itu di Amerika Serikat telah tumbuh dan

berkembang beberapa orgnasasi Islam, pusat-pusat Islam, dan masjid-masjid.

Meskipun demikian tidak semua muslim di Amerika sudah bergabung dengan

institusi-institusi tersebut. Lembaga Hubungan Amerika-Islam atau Council on

American-Islamic Relation dalam sebuah survainya di tahun 2000 bahwa hanya 20%
8

Muslim Amerika yang bergabung dengan Islamic Center dan hanya 2% saja jamaah

yang memiliki keanggotaan. (Abdullah dan Hathout, 2003: 31)

C. Tragedi 11 September 2001

Membahas tragedi 11 September 2001 atau yang lebih dikenal dengan sebutan

tragedi 9/11, selalu berarti membahas hal-hal tentang terorisme dan kemudian

dihubungkan dengan agama. Kalau tragedi 9/11 sering diasosiasikan kepada Islam,

maka sesungguhnya tindak kekerasan memang seringkali mengatasnamakan agama,

atau dituduhkan dilakukan orang dengan atas nama ajaran suatu agama. Seorang guru

besar Sosiologi dari University of California, Santa Barbara (UCSB), Mark

Juergensmeyer (2003) dalam bukunya Terror in the Mind of God: the Global Rise of

Religious Violence, menampilkan beberapa kasus kekerasan dengan

mengatasnamakan agama atau keyakinan yang terjadi di berbagai belahan dunia. Dia

sebutkan beberapa kekerasan, terutama setelah berakhirnya Perang Dingin, yang

seringkali dikaitkan dengan agama tertentu.

Tragedi 9/11 itu hingga sekarang masih diliputi kontroversi mengenai misteri

dan keganjilan-keganjilan di balik kejadian tersebut. Hal tersebut muncul karena


sasaran yang menjadi korban serangan tersebut setidaknya ada 2 kawasan yang sangat

strategis secara bersamaan, yaitu pusat perdagangan termegah di dunia WTC di New

York dan markas besar militer AS di Pentagon. Gedung WTC adalah gedung yang

sangat kokoh dengan kekuatan baja seberat 200.000 ton. Sementara Pentagon adalah

kawasan yang tidak mungkin sembarang orang dapat menembusnya. Akan tetapi

makalah ini tidak ingin membahas masalah tersebut, melainkan melihat kejadian itu

sebagai sebuah tragedi yang telah terjadi dan berdampak luas, khususnya bagi umat

Islam, baik di Amerika maupun di dunia.


9

Peristiwa runtuhnya menara kembar WTC (World Trade Center) di New York

adalah sebuah tragedi yang memilukan bukan hanya bagi keluarga korban dan

masyarakat Amerika melainkan juga masyarakat dunia. Karena itu wajar apabila

karena tragedi itu terlontar kata-kata kemarahan dan kutukan terhadap pelakunya.

Setelah peristiwa itu, kaum Muslimin di Amerika terutama imigran asal Timur

Tengah merasakan dampaknya, mengalami kondisi tekanan psiokologis yang sangat

berat: dicurigai, diteror, diserang, dilecehkan dan diasosiasikan dengan teroris. Hal

yang sama dialami oleh kaum Muslim di Inggris, Perancis, Jerman dan negara-negara

Eropa lainnya. Pemerintah George Walker Bush segera mengetatkan aturan imigrasi

dan mengawasi kaum imigran Muslim secara berlebihan.

Setelah terjadinya tragedi 9/11 itu sebuah lembaga resmi di Amerika bernama

Council on American-Islamic Relations (CAIR) gencar melakukan kampanye Anti-

Terorisme, melalui dokumen setebal 68 halaman antara lain berisi kecaman terhadap

tindakan terorisme tersebut. Tidak hanya itu, CAIR juga menerbitkan fatwa-fatwa

anti-terorisme yang dirilis dalam bahasa Inggris, Arab, dan Urdu.

(http://www.cair.com/AmericanMuslims/antiterrorism.aspx)

CAIR juga merilis sebuah petisi berjudul “Not in the Name of Islam”, yang
berisi antara lain:
“We, the undersigned Muslims, wish to state clearly that those who commit
acts of terror, murder and cruelty in the name of Islam are not only destroying
innocent lives, but are also betraying the values of the faith they claim to represent.
No injustice done to Muslims can ever justify the massacre of innocent people, and
no act of terror will ever serve the cause of Islam. We repudiate and dissociate
ourselves from any Muslim group or individual who commits such brutal and un-
Islamic acts. We refuse to allow our faith to be held hostage by the criminal actions
of a tiny minority acting outside the teachings of both the Quran and the Prophet
Muhammad, peace be upon him.” (http://www.cair.com/ArticleDetails.aspx?)
Di antara isi pokok petisi tersebut adalah pernyataan bahwa bahwa pelaku

teror tidak hanya melanggar nilai-nilai kemanusiaan melainkan juga melanggar nilai-
10

nilai keimanan. Terorisme adalah tindakan brutal dan tidak sesuai dengan ajaran

Islam. Karena itu tindakan keji tersebut tidak mungkin mengatasnamakan Islam,

karena bertentangan dengan ajaran Al-Quran dan ajaran Rasul.

D. Perkembangan Islam di Amerika Pasca Tragedi 9/11

Setelah tragedi 9/11 terjadi Islam dan umat Islam di Amerika khususnya dan

di Negara-negara non-Muslim menjadi sorotan perhatian dengan kecurigaan, sinisme,

kebencian, bahkan permusuhan. Keadaan tersebut tidak dapat dihindari karena citra

yang timbul adalah bahwa Islam diidentikkan dengan kekerasan dan Muslim adalah

orang yang berkomitmen pada terorisme. Tidak sedikit Muslim di Amerika dan di

Eropa yang mendapat perlakuan diskriminatif, bahkan berlebih-lebihan.

Setelah kejadian tersebut seorang akademisi, Dr. Walid A. Fatihi dari The

Harvard Medical Faculty membuat sebuah tulisan yang dimuat di Al-Ahram al-Arabi

sebuah media mingguan di Mesir. Bahwa dia tersentak dengan kejadian itu, dan

terbayang olehnya bahwa apa yang selama ini ia kerjakan untuk mendakwahkan

Islam di Amerika akan mengalami set back 50 tahun. Meskipun dia menyadari bahwa

ungkapan itu tidak tepat. Kemudian dia lakukan kunjungan ke beberapa gereja dan
juga ke forum-forum dilakukannya dialog-dialog agama dan antar-keyakinan. Dia

juga menjelaskan bagaimana sesungguhnya ajaran Islam, dan pandangannya

mengenai kekerasan yang terjadi yang dikaitkan dengan Islam itu.

Akan tetapi sebuah keajaiban sejarah terjadi, sebab tampaknya Islam

berkembang dengan caranya sendiri. Realitas menunjukkan bahwa Islam berhasil

mematahkan logika akal sehat awam, di mana banyak orang mengecam Islam dan

orang Muslim karena peristiwa itu, tetapi pada saat bersamaan orang juga

mempertanyakan kebenaran kejadian itu. Logika seperti terbalik-balik, dari satu sisi
11

orang bisa percaya Islam mengajarkan “jihad” yang mungkin saja dapat ditampilkan

dalam tindak kekerasan, tetapi dari sisi yang lain orang menjadi ragu tentang

kemungkinan agama mengajarkan penghancuran peradaban dan kemanusiaan.

Bagaimana mungkin sekelompok orang nekat berbuat biadab membunuh banyak

orang tidak berdosa dengan mengatasnamakan agama.

Tidak lama setelah peristiwa itu, justru ribuan orang berbondong-bondong

menyatakan diri masuk Islam dan mengaku menemukan kedamaian didalamnya.

Dengan demikikan tragedi 9/11 telah berfungsi menjadi ikon yang memproduksi arus

sejarah yang tidak logis dan mengherankan. Selain 20.000 orang Amerika masuk

Islam setiap tahun setelah peristiwa itu, di negara-negara non Amerika (Eropa, Cina,

Korea, Jepang dst) ribuan orang juga mengambil keputusan yang sama masuk Islam.

Ternyata ada “tangan Tuhan” dalam bentuk blessing in disguise atau “ada

hikmah di balik peristiwa” betul-betul nyata dibalik tragedi 9/11 dan ini diakui oleh

masyarakat Islam Amerika. Karena peristiwa 9/11 yang sangat mengerikan itu

dituduhkan kepada Islam, berbagai lapisan masyarakat Amerika justru kemudian

terundang curiousity (keingintahuan) mereka untuk mengetahui Islam lebih jauh.

Tentu saja semakin dekat dan semakin tahu maka semakin ini masuk ke dalam agama
itu, dan itulah yang terjadi.

Beberapa Islamic Center di berbagai penjuru Amerika pun ramai dikunjungi

orang untuk mengenal Islam lebih dekat. Banyak forum menyelenggarakan seminar

atau konferensi mengenai agama dan kekerasan, dan yang terlibat pun beragam mulai

dari para akademisi hingga para tokoh agama. Forum-forum dialog antar-agama dan

antar-keyakinan tidak hanya dilakukan di pusat-pusat Islam, melainkan juga di pusat-

pusat agama lain dan kampus-kampus.


12

Populasi Muslim di Amerika telah meningkat dalam seratus tahun terakhir, di

mana sebagain besar pertumbuhan ini didorong oleh adanya imigrasi dari berbagai

negeri Timur Tengah, Afrika, Indo-Pakistan, Asia Timur, dan sebagainya. Pada 2005,

banyak orang dari negara-negara Islam menjadi penduduk Amerika hampir 96.000

orang setiap tahun dibanding dua dekade sebelumnya.

Ada sebuah observasi dilakukan di Amerika Serikat pada tahun 2007

mengenai perkembangan jumlah pemeluk agama-agama dunia. Dari data observasi

itu, di antaranya terdapat angka-angka mengenai perbandingan pertumbuhan

penganut Islam dan Kristen di dunia, sebagaimana diunduh dari:

http://www.youtube.com/user/mahmudinjaya. Lembaga itu mencatat, sebagai berikut:

1) Pada tahun 1900, dari seluruh penduduk dunia jumlah pemeluk Kristen adalah

26,9%, sementara pemeluk Islam hanya 12,4%.

2) Pada tahun 1980, penganut Kristen bertambah 3,1% menjadi 30%, sedangkan

Muslim bertambah 4,1% menjadi 16,5%.

3) Pada tahun 2000, penganut Kristen menurun 0,1% menjadi 29,9%, sedangkan

pemeluk Islam naik lagi menjadi 19,2%.

4) Diperkirakan pada tahun 2025, angka itu akan berubah, pemeluk Kristen menjadi
25% (turun 4,9%), sementara Muslim akan menjadi 30% (mengalami kenaikan

10,8%).

5) Dari data tersebut apabila diambil rata-rata, maka penganut Islam bertambah

2,9% pertahun. Pertumbuhan ini lebih cepat dibandingkan dengan pertumbuhan

jumlah penduduk bumi sendiri yang hanya 2,3% pertahun.

Selain karena tren atau teori pertumbuhan Muslim dunia, kejadian 9/11 itu

mempercepat perkembangan jumlah penganut Islam di Amerika Serikat, dan di

Negara-negara non-Muslim pun mengalami peningkatan.


13

Beberapa sumber menyebutkan banyak faktor yang menjadi penyebab

percepatan perkembangan jumlah penganut Islam di dunia. Khusus di Amerika

Serikat, antara lain yang diperoleh Penulis saat mengikuti program Study of the

United States Institutes on Religious Pluralisme and Public Presence di University of

California, Santa Barbara (2008) dan kemudian studi banding di beberapa institusi

keagamaan, sosial, dan politik di Amerika Serikat (2008), hal-hal berikut ini yang

melatarbelakangi pesatnya pertumbuhan pengikut Islam:

1) Kedatangan imigran dari Negara-negara Muslim baik di Timur Tengah, Afrika,

maupun Asia.

2) Konversi ke dalam Islam setelah mengetahui realitas keragaman dan kesetaraan

etnis dalam Islam, sebagaimana terlihat pada pelaksanaan-pelaksanaan ritual

keagamaan dalam shalat Jumat misalnya, tidak ada masjid yang mengkhususkan

jamaahnya dari etnis tertentu.

3) Konversi ke dalam Islam setelah mempelajari sumber-sumber Islam, misalnya

Al-Quran atau buku-buku tentang Islam. Ada pula yang melakukan konversi

setelah mengikuti dialog antar agama atau keyakinan (interfaith dialogue).

4) Konversi ke dalam Islam setelah mendapatkan pembinaan spiritual di dalam


penjara-penjara.

5) Konversi ke dalam Islam setelah mendengar atau mendapat informasi mengenai

Islam dan umat Islam melalui media massa, di mana informasi yang disampaikan

terasa ganjil dan tidak rasional.

6) Konversi ke dalam Islam karena perkawinan.

E. Kesimpulan
14

Dari uraian sekilas mengenai latar belakang sejarah Islam di Amerika hingga

kejadian tragedi 9/11 dan dampak yang timbul terhadap perkembangan dakwah Islam

di Amerika, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Islam di Amerika memiliki perjalanan sejarah yang panjang, dimulai dari

kedatangan orang Muslim dalam misi ekspedisi, masuknya tenaga kerja dan

orang-orang Afrika yang diperbudak, hingga kedatangan imigran.

2. Keberadaan Islam di Amerika Serikat telah diakui sebagai bagian dari keragaman

masyarakat Amerika, meskipun orang-orang Muslim tetap menjadi kelompok

minoritas.

3. Ada tren perkembangan jumlah pengikut agama Islam di dunia, begitu juga

terjadi di Amerika. Akan tetapi pasca tragedi 9/11 jumlah pemeluk Islam di

Amerika mengalami peningkatan besar sehingga dakwa Islam di Amerika pun

mengalami perkembangan yang signifikan.

***
15

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Aslam dan Gasser Hathout. 2003. The American Muslim Identity, Speaking
for Ourselves. Los Angeles: Multimedia Vera International.

Ali, Mukti. 1990. Muslim Bilali dan Muslim Muhajir di Amerika Serikat. Jakarta:
Haji Masagung.

Barboza, Steven. 1996. Jihad Gaya Amerika, Islam Setelah Malcolm X. Terjemahan
dari American Jihad, Islam after Malcolm X. Bandung: Mizan.

Hathout, Hassan. 2005. Reading the Muslim Mind. California: American Trust
Publication.

Juergensmeyer, Mark. 2003. Terror in the Mind of God. Los Angeles: University of
California Press.

Kepel, Gilles. 1997. Allah in the West: Islamic Movements in America and Europe.
California: Stanford University Press.

Leege, David C. dan Lyman A. Kellstedt. 2006. Agama dalam Politik Amerika.
Terjemahan dari Rediscovering the Religious Factor in American Politics.
Jakarta: Obor Indonesia.

Mroueh, Yousuf. Muslim in the Americas Before Columbus. E-book.

Obama, Barack. 2009. Dari Jakarta Menuju Gedung Putih. Terjemahan dari The
Audicity Hope, Thoughts on Reclaming The American Dream. Jakarta: Ufuk
Publishing House.

Praja, Juhaya S. 1996. “Membangun Lingkungan dan Masa Depan Islam di Amerika
Serikat”, dalam Steven Barboza, Jihad Gaya Amerika, Islam Setelah Malcolm
X. Bandung: Mizan.

Anda mungkin juga menyukai