Anda di halaman 1dari 8

KH.

Noer Ali

Dari Oejoeng Malang sampai Ujung Harapan

“Mengenang KH. Noer Ali adalah mengenang pejuang sepanjang hayat, dibidang
manapun diperlukan bangsa dan umat. Nama beliau mesti tercatat di “tugu
syuhada” Indonesia sebagai ulama teladan yang selalu bersama rakyat.”

(AH. Nasution)1

A. Tempat kelahiran dan Masa kecil


KH. Noer Ali lahir di Bekasi 15 Juli 1914 tepatnya di Desa Ujung
Harapan Bahagia—pada zaman penjajahan Belanda, daerah ini bernama
Desa Ujung Malang, Onderdistrik Babelan, Distrik Bekasi, Regentschap
Meester Cornelis, Residen Batavia—Kecamatan Babelan, Kabupaten Bekasi.
KH. Noer Ali adalah anak keempat dari sepuluh bersaudara, putra dari H.
Anwar bin H. Layu dan Hj. Maimunah binti Tarbin.
Sejak kecil, Noer Ali sudah mendapatkan pendidikan dasar mengenai
agama yang diajarkan langsung oleh kedua orang tua dan kakak-kakaknya,
orangtuanya mengajarkan Noer Ali membaca Alquran dan menghafal surat-
surat pendek. Pada Usia tujuh tahun Noer Alie mengaji pada Guru Maksum di
kampung Ujungmalang Bulak, Pelajaran yang diberikan oleh Guru Maksum
lebih dititikberakan pada pengenalan dan mengeja huruf Arab, menyimak,
menghafal dan membaca Juzz-amma serta menghafal dasar – dasar rukun
Islam, rukun iman, tarikh para nabi, akhlak dan Fikih. Setelah belajar agama
pada Guru Maksum, Noer Ali melanjutkan “ngaji” pada Guru Mughni di
Ujungmalang. Pada Guru Mughni inilah Noer Ali mendalami lebih lanjut apa-
apa yang telah ia dapat dari Guru Maksum, mulai dari pelajaran alfiah atau
tata Bahasa Arab, Al Quran, Tajwid, nahwu, Tauhid, dan Fikih.2

1
Taryono Asa, Mimbar Ulama Edisi 373, November 2016, hal. 41
2
http://media-santri.blogspot.com/2010/02/kiyai-desa-seorang-pahlawan-nasional.html
B. Pendidikan dan sanad keilmuan
Setelah mengenyam Pendidikan dasar pada Guru Maksum, dan Guru
Mughni. Pada tahun 1931, Noer Ali remaja melanjutkan Pendidikan sebuah
Pondok Pesantren yang diasuh oleh Guru Marzuki3 di kampung Sumur,
Cipinang Muara Klender, Batavia.
Di tempat Guru Marzuki, Noer Ali mendapat Pendidikan tingkat
lanjutan setingkat Aliyah dengan mata pelajaran sebagaimana diberikan oleh
Guru Maksum dan Guru Mughni. Tetapi materinya dikembangkan dengan
aspek pemahaman yang lebih ditekankan, seperti pelajaran tauhid, tajwid,
nahwu, sharaf, fiqih, ushul fiqih, balaghah (ma’ani, bayan, dan badi’), hadits,
mustholah hadits, tafsir, mantik (logika), fara’idl, hingga ilmu falaq
(astronomi).4
Selain memberikan ilmu agama, Guru Marzuki juga mengajarkan
pendidikan sosial, kemandirian, dan pengabdian. Pelajaran tersebut tentu
saja berpengaruh besar bagi pribadi para santri yang diasuh oleh Guru
Marzuki. Di pondok Guru Marzuki, Noer Ali memiliki banyak teman yang kelak
kemudian juga menjadi ulama yang terkenal di bilangan Jakarta, Bogor, dan
Bekasi, seperti KH. Abdullah Syafi’I, KH. Abdurrachman Shadri, KH. Abu
Bakar, KH. Mukhtar Thabrani, KH. Abdul Bakir Marzuki, KH. Hasbullah, KH.
Zayadi, dan lain-lain.
Pada tahun 1934, Noer Ali merasa bahwa ilmu yang didapat dari Guru
Marzuki telah banyak—bahkan di tahun 1933 karena dinilai cerdas dan
mampu mengikuti pelajaran yang diberikan Guru Marzuki dengan baik, Noer
Ali sempat diangkat menjadi Badal untuk menjadi pengganti saat Sang Guru
berhalangan mengajar atau berdakwah, Noer Ali memutuskan untuk
melanjutkan pendidikan ke Mekkah Bersama sahabatnya KH. Hasbullah. Di
mekkah, pertama kali Noer Ali diminta oleh Guru Marzuki untuk menghubungi
Syekh Ali al-Maliki, karena Guru Marzuki saat belajar di Mekkah adalah murid
kesayangan dari Syekh Ali al-Maliki. Di Mekkah, Noer Ali belajar pada banyak

3
Lihat H. Irfan Mas’ud, MA, “Guru Marzuki dan Syekh Ali al-Maliki (Upaya Melacak jaringan
Ulama KH. Noer Ali). Ahmad Marzuki bin Syekh Ahmad al-Mirshad bin Khatib Sa’ad bin Abdul Rahman
al-Batawi, ulama terkemuka asal Betawi yang bermazhab Syafi’I dan popular dengan sebutan Guru
Marzuki ini lahir dan besar di Batavia, ayahnya adalah Syeikh Ahmad al-Mirshad, keturunan keempat
dari kesultanan Melayu Patani di Thailand Selatan yang berhijrah ke Batavia. Guru Marzuki dilahirkan
pada bulan Ramadhan tahun 1923H di Meester Cornelis, Batavia.
4
Ali Anwar, KH. Noer Ali: Kemandirian Ulama Pejuang, Yayasan Attawa, hal. 20
guru. Beberapa guru dan pelajaran yang diambil akan dipaparkan dalam table
berikut:

Sanad Keilmuan yang didapat KH Noer Ali


selama di Mekkah5

Guru Bidang Ilmu

Syekh Ali al-Maliki Ilmu Hadits

Syekh Umar Hamdan Kutubussittah

Syekh Ahmad Fatoni Ilmu Fiqih

Syekh Mohammad Amin Nahwu, Qawafi (sastra), Badi’

Amin Al-Quthbi (mengarang), tauhid, dan ilmu mantiq

Syeikh Abdul Zalil Ilmu Politik

Syeikh Umar at-Turki dan Ilmu Hadits dan Ulumul Quran


Syeikh Ibnu Arabi

C. Aktivitas dalam bidang sosial keagamaan, pendidikan dan politik

Ngaji Lekar sebagai aktivitas social keagamaan

Setelah merasa cukup mendalami pendidikan agama di Mekkah, pada


tahun 1940 KH Noer Ali memutuskan untuk kembali ke tanah air. Pada awal
tahun itulah kiprah KH Noer Ali dimulai di masyarakat Betawi, khususnya
Bekasi.
Sebelum pulang ke tanah air, KH Noer Ali sempat mendapat pesan
khusus dari Syeikh Ali al-Maliki “Kalau kau mau pulang, silakan. Tapi ingat,
jika bekerja, janganlah menjadi penghulu (pegawai pemerintah), kalua kamu
mau mengajar, saya akan ridho dunia akhirat”. Pesan ini tentu saja dijalankan

5
ibid
oleh KH Noer Ali, setibanya di tanah air, beliau mulai berpikir untuk
mewujudkan cita-citanya, yaitu mendidik generasi penerus bangsa dengan
mendirikan Lembaga pendidikan—cikal bakal berdirinya Pesantren Attaqwa.
Tradisi “Ngaji lekar” bukanlah tradisi yang asing bagi masyarakat
Betawi sejak dulu, sebagai alumni timur tengah, tentu saja membuat
masyarakat menempatkan Noer Ali dalam elite social masyarakat Betawi,
terlebih dalam hal keagamaan. Berbekal ilmu yang ia dapat, Noer Ali muda
memulai kiprah di dunia pendidikan dengan membuka pengajian kecil
disebelah rumahnya. Kesempatan memberi khutbah Jumat tentu tidak disia-
siakan oleh Noer Ali untuk mensosialisasikan kepada jamaah bahwa ia
membuka kelompok pengajian, dari sinilah warga sekitar mulai mengirim
anaknya untuk mendalami agama pada Guru Noer Ali.
Selain membuka pengajian disekitar rumah, sebagai upaya
menyebarkan agama Islam, beliau memiliki gagasan untuk berdakwah secara
keliling. Noer Ali berdakwah memberikan pengajian bulanan keliling ke
kampung-kampung, pengajian mingguan baik untuk ibu-ibu ataupun bapak-
bapak setiap malam minggu dan minggu siang, pengajian ini tidak terbatas
bagi masyarakat awam saja, melainkan juga pada pejabat-pejabat
Pemerintah Daerah Bekasi tiap satu bulan sekali. 6

Pesantren dan Kampung Surga

Menciptakan “perkampungan surga” adalah cita-cita Noer Ali kecil saat


masih berguru pada Guru Maksum dan Guru Mugni, setidaknya itulah yang ia
serap dan ingin ia ciptakan saat menjadi murid dari dua Guru ngaji di dekat
kampungnya tersebut. Cita-cita ini tentu saja menjadi sebuah obsesi untuk ia
wujudkan sebagai bentuk tanggung jawab social dan keagamaan atas ilmu
yang telah ia peroleh dari seluruh gurunya. Kampung Surga ini
diimplementasikan dengan cara mendirikan Lembaga pendidikan di Oejoeng
Malang, kampung dimana ia lahir dan dibesarkan.
Sekembalinya dari Mekkah—juga dilatarbelakangi amanah dari
Syeikh Ali al-Maliki yang akan sangat ridho jika Noer Ali mengajar agama—
pada tahun 1940, Noer Ali mengembangkan “pengajian kecil” disebelah

6
Tamar Anwar, KH Noer Alie 71 Tahun, (Bekasi: Attaqwa), hal. 25
rumahnya untuk menjadi sebuah lembaga pendidikan yang lebih besar.
Tujuannya tidak lain untuk memajukan ummat dari keterbelakangan
pendidikan, terutama pendidikan agama. Noer Ali berkeyakinan bahwa
kemajuan ummat tidak akan tercapai kecuali dengan kemajuan pendidikan.
Pendidikan di kampunya, Oejoeng Malang sangat tertinggal, dimana tidak ada
sebuah sekolahpun di kampung itu. Didorong oleh rasa tanggung jawab
terhadap terhadap masa depan umat dan bangsa serta upaya menyatukan
usaha umat dalam berbagai bidang, maka pada bulan Agustus 1950
dibentuklah Panitia Pembangunan, Pemeliharaan dan Pertolongan Islam di
kampung Oejoeng Malang yang kini bernama Ujungharapan. Panitia ini
diketuai oleh Noer Ali sendiri. 7
Hingga tahun 1952, panitia ini dapat bekerja dengan baik sehingga
telah berhasil mendirikan beberapa sekolah di kampung sekitar Oejoeng
Malang yang tidak kurang dari enam buah Madrasah Ibtidaiyah (SRI: Sekolah
Rakyat Islam). Namun, pada periode berikutnya, antara tahun 1952-1954
kegiatan panitia ini agak mundur disebabkan para pengurusnya banyak
terlibat secara aktif dalam Partai Politik Islam (MASYUMI), terutama KH. Noer
Ali sendiri yang mendapat kepercayaan sebagai wakil ketua Dewan
Pemerintah Daerah Kabupaten Bekasi yang berkantor di Jatinegara.
Walaupun demikian, pada tahun 1954, panitia berhasil membangun Masjid
Jami Attaqwa di kampung Oejoeng Malang dan memberikan bantuan kepada
pejuang kemerdekaan dengan memberikan sebagian hasil persawahan yang
dikelolanya untuk para pejuang tersebut.8
Kiprah Noer Ali dalam dunia pendidikan, terutama pesantren tidak
berhenti sampai disitu, melihat kemunduran pesantren-pesantren yang
disebabkan karena intervensi pemikiran dan modernisasi sekuler, ataupun
karena factor kiainya yang banyak meninggalkan pondok pesantren. Maka
melalui musyawarah antar kiai dan ulama pemimpin pesantren di Jawa Barat,
yang diadakan di Cianjur 4-6 Maret 1972, sepakat membentuk Badan
Kerjasama Pondok Pesantren (BKSPP) Jawa Barat dengan KH Noer Ali

7
Sejarah Yayasan Attaqwa, Profile Yayasan Attaqwa,
https://www.attaqwaputra.sch.id/index.php/tentang-attaqwa/sejarah-attaqwa
8
Ibid
sebagai Ketua Umum Majlis Pimpinan BKSPP, didampingi KH Sholeh
Iskandar, KH Khair Effendi, dan KH Tubagus Hasan Basri.9

Nasionalisme dan kiprah Politik Sang Singa Karawang

KH Noer Ali dikenal sebagai ulama pejuang, ketika zaman penjajahan


Belanda dan Jepang, KH. Noer Ali aktif melawan penjajah dengan menjadikan
pesantrennya sebagi markas pejuang rakyat. Saat terjadi agresi militer
Belanda pada Juli 1947, ia menghadap Jenderal Oerip Soemohardjo di
Yogyakarta dan mendapat perintah untuk bergerilya di Jawa Barat tanpa
menggunakan nama TNI.10 sepulangnya dari Yogyakarta, ia kemudian
membentuk membentuk laskar rakyat dengan memobilisasi para santri dan
masyarakat Bekasi untuk berjuang mengangkat senjata melawan sekutu. KH
Noer Ali kemudian menjadi Komandan Markas Pusat Hizbullah-Sabilillah
(MPHS) Jakarta Raya di Karawang.
Kekuatan pasukan MPHS sekitar 600 orang, malang melintang antara
Karawang-Bekasi, berpindah dari satu kampong ke kampong lainnya,
menyerang pos-pos Belanda secara gerilya, disitulah KH Noer Ali digelari
“Singa Karawang Bekasi”.11
Kepiawaian KH Noer Ali dalam dunia politik tentu tidak terlepas dari
aktivitasnya selama menjadi anggota berbagai organisasi pelajar saat
menempuh pendidikan di Mekkah, mulai dari menjadi anggota Perhimpunan
Pelajar-Pelajar Indonesia (PPPI), Persatuan Talabah Indonesia (PERTINDO),
Perhimpunan Pelajar Indonesia-Malaya (PERINDOM), sampai beliau
mendirikan Organisasi Persatuan Pelajar Betawi (PPB).
Pasca perang kemerdekaan, KH Noer Ali aktif di Masyumi, KH Noer
Ali pernah mengisi beberapa jabatan strategis dipemerintahan, diantaranya
adalah sebagai Wakil Dean Pemerintah Daerah (DPD) Kabupaten Bekasi,
sebagai Bupati Kabupaten Bekasi, dan sebagai anggota Dewan Konstituante
pada September 1956.

9
Ibid, Taryono Asa, Mimbar Ulama Edisi 373, November 2016, hal. 40
10
Geneologi Intelektual Ulama Betawi, hal 97
11
Nina H. Lubis, Kyai Haji Noer Ali Singa Karawang Bekasi, dalam
http://attaqwaputra.sch.id/index.php/tentang-attaqwa/kh-noer-alie
Berdasarkan peran KH Noer Ali saat melawan penjajah belanda dan
kiprah politik pasca kemerdekaan, Pemerintah Indonesia pada 9 November
2006 menetapkan sebagai Pahlawan Nasional.

D. Pemikiran, Karya, kontribusi dan pengaruhnya:


1. Karya tulis
a. Tafsir
………………………………………………………………………………
………………………
b. Fiqih
………………………………………………………………………………
………………..
c. Hadits
………………………………………………………………………………
……………….
d. Aqidah
………………………………………………………………………………
…………….
e. Akhlak
………………………………………………………………………………
……………..
f. Tasawuf
………………………………………………………………………………
…………..
g. Alat (Nahwu-Shorof)
………………………………………………………………………………
……………………
h. Sirah
………………………………………………………………………………
………….
i. Sastra
………………………………………………………………………………
……………………
2. Kelembagaan
3. Kontribusi
4. Pengaruh
E. Karya monumental (Karya Ilmiah/lembaga)

Anda mungkin juga menyukai