Metode sejarah bersifat ilmiah jika dengan ilmiah yang dimaksud mampu
untuk menentukan fakta yang dapat dibuktikan” dan jika dengan fakta dimaksudkan
suatu unsur yang diperoleh dari hasil pemeriksaan yang kritis terhadap dokumen
sejarah dan bukannya suatu unsur dari pada aktualitas yang lampau.
Tujuan daripada historiografi pada tarafnya yang tertinggi ( yang pasti tidak
dapat dicapai) adalah menciptakan kembali totalitas daripada fakta sejarah
sesungguhnya. Andaikata mungkin historiografi mungkin boleh juga bersifat
ilmiah yakni dimaksudkan untuk menemukan dan melaporkan kebenaran, tetapi
masa lalu tidak akan pernah dapat ditemukan kembali sepenuhnya dlam pikiran
manusia.
Jelas bahwa masalah penulisan sejarah tidak sederhana, dalam setiap jenis
eksposisi, atau kisah, fakta fakta sejarah harus: diseleksi, disusun, deberi atau
dikurangi tekanan, dan ditempatkan dalam sesuatu macam urut-urutan klausal.
Masinng masing dari proses-proses tersebut memiliki komplikas-komplikasinya
sendiri.
Masalah Relevansi
Kiranya aturan seleksi yang paling sederhana adalah memilih mana yang
relevan. Tetapi hal ini akan menggeser kesulitannya kepada soal memutuskan
mengenai apa yang relevan. Salah satu cara yang seringkali di sarankan untuk tetap
menempatkan persoalan relevansi di dalam pusat pemikiran seseorang adalah
dengan jalan memikirkan subjek selalu sebagai sebuah kalimat dan tidak sebagai
sesuatu topik.
Pada saat tiba pda tahap penulisan di dalam proses penyelidikannya, proposisi yang
mempersatukan atau hipotesa introgatif sudah harus menjadi suatu tesa deklaratif
yang penuh; jika tidak maka ia harus menunda penulisannya, kecuali jika ia hanya
bermaksud menerangkan mengapa ia tidak dapat menari kesimpulan.
Sebagai susuatu pernyatan historis deklaratif, secara lebih tajam dari suatu topik
sesuatu tesa meliputi empat aspek yakni
1. Aspek geografis
2. Aspek biografis
3. Aspek kronologis, dan
4. Aspek fisiologis
Telah ditunjukkan diatas bahwa dengan jalan menyusun daftar nama, tanggal,
dan lain-lain kta kunci yang diasosiasikan dengan masing-masingdiantara aspek
aspek tersebut, seleksi-seleksi dapat dilakukan di dalam proses membuat catatan-
catatan, sehingga dengan demikian masalah relevansi akan ddapat disederhanakan.
Meskipun hipotesi yang menyatukan dan hipotesa introgatif ada gunanya, namun
keputusan mengenai apa yang relevan dalah sebagian besar persoalan pertimbangan
pribadi, kecuali dalam hal iadanya relevansi atau dalam hal omissi yang mencolok,
sejarawan individual harus memutuskan sendiri data data mana yang harus
dipilihnya, tetapi satu han yang pasti jika suatu datum sejarah relevan, datum itu
tidak dapat diabaikan mesipun sudah ditimbang secara masak dapat dihilangkan
dari kompensasi terakhirkarena dianggap tidak penting.
yakni kebiasaan untuk menempatkan didalam catatan bawah data yang relevansinya
patut di pertanyakan. Kebiasaan itu memberikan suatu suasana padenteri kepada
karya kita yang menjadi sebab utama mengapa catatan bawah mendapat nama
buruk. Kebiasaan itu merupakan cara yang lemah dan jorokdalam usaha
memecahkan masalah relevansi, karena kebiasaannya jika datanya relevan,
seharusnya dimasukkan kedalam teks, dan jika tidak relevan maka harus
dihilangkan.
cara memikirkan subjek kita sebagai suatu proposisi yang benarr tidaknya harus
dibuktikan atau sebagai suatu pertanyaan yang harus dibuktikan atau dicairkan
jwabannya yang betul akan menjadikan tujuan penelitiannya lebih jelas dibanding
dengan apabial dipikerkan sebagai suatu topik.apabial subjek sejarah dipikirkan
sebagai topik maka hal itu akan menyebabkan dimasukkannya apa saja yang dapat
dianggap menyinnari topik tersebut.
Penyusunan data sejarah yang paling masuk akal adalah penysunan secara
kronologi, yakni dalam periode-periode waktu. Hal ini desebabkan karena
kronologi merupakan satu-satunya norma objektif dan konstan yang harus
diperhitungkan oleh sejarawan. Bahkan kronologi hanya secara relatif bersifat
objektif, karena periodisasi dapat dan seringkali bersifat sewenang
wenang.kesewenang—wenangan yang paling menonjol adalah didalam periodisasi
sejarah pemikiran atau gerakan. Sebut saja abad kepercayaan, periode baroque,
masa pencerahan, revolusi industri, abad matternich, abad kemajuan, terkadang
mengakibatkan, cukup misrepresentasi sehingga mengimbangi keuntungan didaktis
yang diharapkan.
Dalam kenyataannya studi sejarah telah sangat dirugikan oleh kecenderungan untuk
memberikan kepada periode-periiode tertentumerk-merk yang hanya relatif tepat,
terutama sekali dalam tindakan membagi sejarah dalam periode-periode kuno, adab
pertengahan, dan modern.
Cara penyusunan yang berbeda daripada cara kronologis mungkin juga tetapi sama-
sama memiliki kekurangan. Geografi mungkin merupakan norma bjektif bagi
penyusunan tetapi tidak konstan. Namun penyusuan berdasarkan lokalitaskadang
kadang ada baiknya. Dalam menanggulangi masalah-masalah personalitas,
penyusunan berdasarkan orang atau kelompok orang nampaknya merupakan
tindakan yang paling baik.
Pada umumnya apapun cara penyusunan yang dipergunakan selain melalui cara
kronologis, sebaiknya tetap diadakan suatu penyusunan kronologi yang longgar
dalam masingmasing sub bagian. Pemakaian kronologi akan menghindaran kita
dari keharusan mengulangi kisah mengenai peristiwa peristiwa yang sama dibawah
Kepalaan-Kepalaan Yang Berbeda.
Sejarawan cenderung untuk berbicara mengenai sebab lngsung atau lantaran dan
sebab tidak langsung dari pada peristiwa-peristiwa sejarah. Misalnya sebab
langsung dari perag dunia I adalah pembunuhan di Saravejo, dn sebab lngsung
daripada perang dunia II adalah invasi NAZI atas polandia. Relatif mudah untuk
memperoleh persetujuan mengenai sebab-sebab langsung. Namun masih juga
terdapat perbedaan pendapatdiantara sejarawan mengenai titik tolak dari pada
banyak gerakan besar.
Sebab langsung atau lantaran sering mempunyai sifat suatu kebetulan. Akan tetapi
sebab langsung bukanlah suatu sebab yang sesungguhnya, sebab langsung hanyalah
merupakan suatu titik dalam suatu rantai peristiwa, trend, pengaruh dan kekuatan-
kekuatan yang ada tanda titik itu akibatnya mulai nampak. Dalam fungsi itu sebab
langsung merupakan petunjuk yang baik untuk menemukan anteseden-anteseden
yang lebih teppat dari sebutan sebab. Pertanyan yang tepat yang harus
diajukanbukanlah: apakah yng akan menjai akibatnya andaikata “kebetulan” itu
tidak terjadi? Melainkan bagaimanakah perkembangan keadaan sehingga bisa
menjai seperti itu?.
Apabila seorang mendiskusikan masalah sebab sebab tak langsung mereka paling
sering dan paling keras berselisih pendapat karena keteraturran kausal mengenai
peristiwa peristiwa di dasarkan atas filsafat-filsafat sejarah. Padahal filsafat-filsafat
sejarah tidak akan ada akhirnya. Didallam sejarah hal itu hanya sering diakibatkan
oleh hilangnya sumber sumber dan hilangnya sebagian dari pada aam semsta
sejarah yang secara potensial dapat diketahui.
Madzab-madzab lain dalam pemmikiran sejarah juga berkembanng pada awal abad
19 pada waktu yang sama gagasan mengenai kemajuan menemukan gagasan
penganjur-penganjurnyayang seperti pengikut Hegel, St. Simon, Comte dll.
Untuk waktu yang lama nampaknya kemenangan berada di tangan sejarawan dari
madzab-madzan kaum nasionalis. Sekak rasionalisme kaum NAZI di buka
dedoknyadan tak dapat dibantah kinni hanya kina hanya ssedikit sejarawan yang
menganggap “watak nasional” sebagai suatu yang diwariskan secara biologis. Pada
masa sekarang mungkin anggapan itu merukakan konsepsi yang dominan
dikalangan sebagian besar sejarawan meskipun sebagian besar dianut secara tidak
sadar. Saingannya hanyalah mereka yang secara lebih sadar menganjurkan filsafat
Marxis.
Sejarah Ilmiah
Suatu reaksi terhadap sekian banyaknya filsafat sejarah timbul selama abad ke 19
dan berlangsung terus menerus sampai sekarang. Pertama kali timbul madzab
sejarawan “ilmiah” yang hampir semuanya secara langsung atau tidak langsung
adaah murid Ranke.mereka percaya bahwa kita dapat mengatakan bagai mana
sejarah “sungguh-sungguh terjadi” tanpa filsafat menegenai sebab musabab atau
hanya dengan menggunakan filsafat ad hoc yang masing masing disesuaikan
kepada urutan urutan sejatah tertentu.
Menjelang akhir abad ke 19 terutama di jerman “madzab sejarah” atau yag disebut
sebagai “historisme” menjadi terkemuka. Juga gerakan ini untu sebagian
merupakan reaksi terhadap abtraksi-abstraksi rasional dari pada pencerahann.
Kaum rasional pencerahan bersama dacarte dan rouseau mengemukakan bahwa
akan lebih unggul daripada sejarah sebagai sumber pengetahuan karena itu dimana
abstraksi logis bertentangan dengan pengalaman sejarah maka sejarahlah yang
dikalahkan yang mungkin hanya merupakan kisah daripada hasil hasil yang tidak
logis yang diperoleh dengan penetapan azas-azas yang keliru.
Sedangkan penganut historiisme menganggap bahwa suatu sejarah universal berada
dalam suatu proses yang kontinu dan bahwa penyelidikan sejarah secara empiris
dimasukkan dengan baik di dalam proses universaldapat membantu menjelaskan
perkembangannya.
Sebgai pengikut Ranke, Adams nampaknya percaya kepada adanya suatu watak
rasional Anglo-Saxon yang merupakan faktor utama bagi perkembangan sejarah
Amerika. Disamping madsab tersebut amerika juga mempunyai madzab-madzab
teologis, nasionalis, marxis, determinis-geografis, “ilmiah” dan lain sebagainya.
Madzab lain dikalangan sejarawan yang bereaksi terhadap filsuf abad ke 19 yang
masing-masing menganggap dirinya telah menemukan keterangan betul satau
satunya mengenai perubaha sejarah disebut “kaum pluralis”. Sebagai reaksi
terhadap macam sejarah yang hanya mencatat peristiwa besar dan perbuatan orang-
orang terkemukatelah terdapat yang menganjurkan mereka “sejarah baru” yang
akan meliputi perkembangan-perkembangan sosial, bidaya, politik dan ekonomi
yang merupakan pola beragam umat manusia.
Istilah sebab sebagaimana yang telah dipergunakan oleh sejarawan harus dianggap
sebagai suatu ungkapan bahasa yang menggampangkan yang melukiskan motif-
motif, pengaruh-pengaruh, kekuatan-kekuatan serta interelasi lain terdahulu yang
tidak sepenuhnya dimengerti. Sebab dapat didefinisikan sebagai setiap peristiwa
yang mendahului di dalam apa yang dianggap sebagi kompleks yang berurutan dan
saling berhubungan. Sesuai dengan definisi itu sebab tidak pernah bekerja keculi
sebagai bagian dari suatu kompleks atau suatu seri. Karena itu disebutkan sebab
yang memang dapat dipertangung jawabkan apabila digunakan untuk menunjuk
kepada suatu kejadian atau gejala yang menggerakkan, harus dihindarkann dan
diganti dengan bentuk jamaknya sebab-sebab yang harus pila dipakai hanya
dengansyarat berhati hati.
Perlunya suatu teori sebab-musabab dalam sejarah
Harus diakui bahwa masalah sebab-musabab sejarah pada pokonya masih belum
terpecahkan, dan dalam taraf perkembngan sekarang dalam pengetahuan kita, suatu
pertimbangan mengenai kebenaan filsafat filsafat sejarah,niscayalah akan
didasarkan pada kriteria yang masih dapat diperdebatkan. Banyak sejarawan yang
masih mengambil sikap nihilistik mengenai filsafat-filsafat di dlam sejarah.