Sebelum negara ini merdeka, Indonesia harus merasakan kejamnya penjajahan oleh
beberapa negara asing. Diawali dari Portugis yang pertama kali datang ke Malaka pada 1509.
dipimpin oleh Alfonso de Albuquerque Portugis dapat menguasai Malaka pada 10 Agustus
1511. Setelah mendapatkan Malaka, portugis mulai bergerak dari Madura sampai ke Ternate.
Pada awalnya bangsa Portugis mendirikan koalisi dan perjanjian damai pada tahun
1512 dengan Kerajaan Sunda di Parahyangan, namun perjanjian koalisi tersebut gagal akibat
sikap permusuhan yang ditunjukkan oleh sejumlah pemerintahan Islam di Jawa, seperti
Demak dan Banten.
Pada 1511-1526, Nusantara menjadi pelabuhan maritim penting bagi Bangsa Portugis,
yang secara rutin menjadi rute maritim untuk menuju Pulau Maluku, Jawa, Sumatera
dan Banda.
Pada 1511 Portugis meaklukkan Kerajaan Malaka.
Pada 1512 Portugis menjalin Hubungan dengan Kerajaan Sunda untuk
menandatangani perjanjian dagang. Perjanjian dagang ini kemudian
diimplementasikan pada tanggal 21 Agustus 1522 dalam bentuk dokumen kontrak.
Pada hari yang sama dibangun juga sebuah prasasti yang disebut Prasasti Perjanjian
Portugal-Sunda. Dengan perjanjian ini maka Portugis dibolehkan membangun
benteng dan gudang di Sunda Kelapa.
Pada 1512 juga Afonso de Albuquerque mengirim Franscisco Serrao serta Antonio
Albreu untuk memimpin armadanya mencari jalan ke tempat asal rempah-rempah di
Maluku. Pada waktu itu 2 armada Portugis, masing-masing di bawah pimpinan
Franscisco Serrao serta Antonio Albreu, mendarat di Kepulauan Penyu dan
Kepulauan Banda. Setelah mereka menjalin persahabatan dengan penduduk dan raja-
raja setempat - seperti dengan Kerajaan Ternate di pulau Ternate, Portugis mendapat
izin untuk mendirikan benteng di Pikaoli. Namun hubungan dagang rempah-rempah
ini tidak berjalan lama, sebab Portugis menerapkan sistem monopoli sekaligus
melakukan penyebaran agama Kristen. Pertemanan Portugis dan Ternate berakhir
pada tahun 1570. Peperangan dengan Sultan Babullah berlangsung selama 5 tahun
(1570-1575), membuat Portugis harus menyingkir dari Ternate dan terusir ke Tidore
dan Ambon. Kemudian Perlawanan rakyat Maluku akan Portugis digunakan Belanda
untuk menjejakkan kakinya di Maluku.
Pada 1605, Belanda berhasil membuat Portugis menyerahkan pertahanannya di
Tidore kepada Cornelisz Sebastiansz dan di Ambon kepada Steven van der Hagen.
Demikian pula benteng Inggris di Kambelo, Pulau Seram, dihancurkan oleh Belanda.
Sejak itu Belanda dapat menguasai sebagian besar wilayah Maluku. Kedudukan
Belanda di Maluku semakin kuat dengan berdirinya VOC pada 1602, kemudian sejak
itu Belanda menjadi penguasa tunggal di Maluku.
Pada tahun 1533, Sultan Ternate menyerukan kepada seluruh rakyat Maluku untuk mengusir
Portugis di Maluku hal itu karena rakyat maluku merasa dirugikan oleh Portugis karena
keserakahannya dalam memperoleh keuntungan melalui usaha monopoli perdagangan
rempah-rempah. Pada 1570, Sultan Hairun memimpin rakyat Ternate menjalankan
perlawanan terhadap bangsa Portugis, namun berkat kelicikan Portugis Sultan Hairun
akhirnya tewas terbunuh di dalam Benteng Duurstede. Selanjutnya perlawanan dipimpin oleh
Sultan Baabullah pada tahun 1574. Portugis kemudian dapat diusir dari maluku dan
kemudian bermukim di Pulau Timor.
Pada 1511, dipimpin oleh Albuquerque armada Portugis menyerang Kerajaan Malaka. Saat
itu perlawanan rakyat terhadap kolonial Portugis di Malaka mengalami kegagalan sebab
kekuatan dan persenjataan Portugis lebih kuat dari Rakyat Malaka. Pada 1527, pasukan
Demak di bawah pimpinan Fatahillah berhasil menguasai Sunda Kelapa, Banten dan Cirebon.
kala itu Portugis dapat ditumpas oleh Fatahillah dan kemudian Fatahillah merubah nama
Sunda Kelapa jadi Jayakarta yang memiliki makna kemenangan besar.
Pada 1905 muncul gerakan nasionalis yang pertama, yaitu Serikat Dagang Islam yang
kemudian diikuti oleh munculnya gerakan Budi Utomo. Belanda merespon gerakan tersebut
dengan memenjarakan banyak dari mereka dengan alasan kegiatan politis, termasuk Presiden
Indonesia yang pertama, Soekarno pernah dipenjarakan.
Pada Mei 1940, awal Perang Dunia II, Hindia Belanda mengumumkan keadaan siaga
dan pada bulan Juli Belanda mengalihkan ekspor untuk Jepang ke Britania dan Amerika
Serikat. Negosiasi dengan Jepang yang bertujuan untuk mengamankan persediaan bahan
bakar pesawat tempur jepang gagal di Juni 1941, kemudian pada bulan Desember 1941
Jepang memulai penaklukan Asia Tenggara.
Pada akhirnya, setelah 350 tahun Kolonial Belanda menguasai Indonesia, Belanda
akhirnya menyerah tanpa syarat terhadap Jepang melalui perjanjian Kalijati pada tanggal
8maret 1942. Masaa kependudukan Jepang dimulai pada tahun 1942 dan berakhir pada
tanggal 17 Agustus 1945. Pada masa penjajahan negeri sakura tersebut, mereka membentuk
beberapa organisasi diantaranya PETA (Pembela Tanah Air), Heiho (pasukan indonesia
buatan Jepang), dan Jawa Hokokai (pengganti Putera).
Pada awalnya, kedatangan pasukan Jepang disambut dengan ramah oleh bangsa
Indonesia. Namun dalam kenyataannya, Jepang tidak jauh berbeda dengan Belanda.
Pada Juli 1942, Soekarno mendapat tawaran dari Jepang untuk mengadakan
kampanye publik dan membentuk pemerintahan yang dapat memberikan jawaban terhadap
kebutuhan militer Jepang. Soekarno, para Kyai dan Mohammad Hatta memperoleh
penghormatan dari Kaisar Jepang pada tahun 1943. Tetapi, pengalaman dari penguasaan
Jepang di Indonesia sangat lah beragam, tergantung di mana seseorang hidup dan status sosial
orang tersebut. Bagi yang tinggal di daerah yang dianggap penting dalam peperangan, mereka
mengalami siksaan, penahanan sembarang, terlibat perbudakan seks, hukuman mati, dan
kejahatan perang lainnya. Orang Belanda dan campuran Indonesia-Belanda merupakan target
sasaran kekejaman dalam penguasaan Jepang.
Pada Maret 1945 Jepang membentuk BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia). kemudian pada 28 April 1945, Jenderal Kumakichi Harada,
Komandan Pasukan Jepang Jawa melantik anggota BPUPKI di Gedung Cuo Sangi In, di
Pejambon Jakarta (sekarang Gedung Kemlu). saat itu Ketua BPUPKI yang ditunjuk Jepang
adalah dr. Rajiman Wedyodiningrat dengan wakilnya Icibangase (Jepang) serta Sekretaris
R.P. Soeroso. Jml anggota BPUPKI kala itu ialah 63 orang yang mewakili hampir semua
wilayah di Indonesia.