PEMBAHASAN
A. Kedatangan Negara-Negara Eropa dan Negara Jepang di Indonesia
1. Kedatangan Bangsa Portugis di Nusantara
Bangsa Portugis merupakan bangsa Eropa pertama yang mencapai Kepulauan
Nusantara. Pencarian mereka untuk mendominasi sumber perdagangan rempah-
rempah yang menguntungkan pada abad ke-16 dan usaha penyebaran Katolik. Bangsa
Portugis mesuk ke Indonesia melalui Goa-India dan Malaka. Tahun 1487, armada
Portugis yang dipimpin Bartolomeus Dias mengitari Tanjung Harapan dan memasuki
perairan Samudra Hindia. Selanjutnya pada tahun 1498, pelayaran dilanjutkan di
bawah pimpinan Vasco da Gama sampai di Calicut dan Goa, India.
Kemudian pada tahun 1511 dari India, Portugis mengirim ekspedisinya di
bawah pimpinan Alfonso d’Alburquerque, mengikuti perjalanan para pedagang Islam
menuju Nusantara. Pada tahun itu juga Portugis berhasil menduduki Malaka, pusat
perdagangan Islam di Asia Tenggara. Pada awalnya Bangsa Portugis hendak
melakukan perjanjian dagang dengan dengan Kerajaan Sunda di Parahyangan pada
tahun 1512. Namun, hal itu gagal karena mendapat penyerangan oleh raja-raja Islam
di Jawa seperti Demak dan Banten yang menguasai pantai utara Jawa.
Bangsa Portugis mengalihkan arah ke Kepulauan Maluku, yang terdiri atas
berbagai kerajaan daerah yang awalnya berperang satu sama lain. Kemudian Portugis
tiba di Ternate, Maluku tahun 1512. Awalnya masyarakat Maluku dan Sultan Ternate
menyambut baik kepada Portugis agar dapat membeli rempah-rempah dan membantu
Ternate menghadapi para musuhnya, terutama Kesultanan Tidore.
Pada saat itu, Kesultanan Ternate di Maluku diperintah oleh Kaicil Darus
meminta bantuan Portugis untuk mendirikan sebuah benteng agar terhindar dari
serangan daerah lain. Tahun 1522, Portugis mengabulkan permintaan sultan ternate
dengan mendirikan benteng Saint John. Benteng tersebut harus dibayar mahal dengan
perjanjian monopoli perdagangan rempah-rempah, perjanjian tersebut ternyata
menimbulkan kesengsaraan rakyat tidak boleh menjual rempah dengan harga bebas
karna harga sudah ditetapkan portugis dengan harga murah. Akibatnya terjadi
permusuhan antara Ternate dan Portugis.
Sebab-sebab perlawanan rakyat Ternate terhadap Portugis, antara lain:
1. Portugis melakukan monopoli perdagangan rempah-rempah di Ternate sehingga
merugikan rakyat.
2. Portugis memaksa Sultan Ternate mengakui kekuasaannya di Ternate.
3. Portugis membunuh Sultan Hairun sebagai raja Ternate.
Lalu Bangsa Spanyol pun tiba di Maluku, timbullah pertentangan antara bangsa
Portugis dan Spanyol, pertikaian tersebut sejalan dengan adanya pertentangan Sultan
Ternate dan Sultan Tidore. Untuk menyelesaikan pertikaian antara Portugis dan
Spanyol itu, pada tahun 1529 dilakukan perjanjian Saragosa. Isi perjanjian itu antara
lain:
1. Bumi ini dibagi atas dua pengaruh yaitu pengaruh bangsa Spanyol dan Portugis.
2. Wilayah kekuasaan Spanyol membentang Meksiko ke arah barat sampai ke
Kepulauan Filipina dan wilayah kekuasaan Portugis membentang dari Brazil ke arah
timur sampai ke Kepulauan Maluku
Melihat posisi Jepang yang tidak membaik serta mandat yang diberikan
membuat Kabinet Suzuki tidak dapat mengelak dari tanggung jawab atas janji
kemerdekaan Indonesia yang diberikan Koiso. Maka pada 29 April 1945 dibentuklah
BPUPKI dengan susunan keanggotaan ketua (kaico) terpilih Dr. K.R.T. Radjiman
Wedyodiningrat yang dibantu oleh dua orang wakil ketua (fuku kaico), yaitu
Ichibangase (orang Jepang) yang menjabat sebagai kepala badan perundingan dan
R.P. Suroso sebagai kepala sekretariat yang dibantu oleh Toyohito Masuda (orang
Jepang) dan Mr. A.G. Pringgodigdo.
Pada sidang tanggal 31 Mei 1945, Prof. Dr. Supomo mengajukan dasar negara
yaitu persatuan, kekeluargaan, keseimbangan lahir dan batin, musyawarah, serta
keadilan sosial. Terakhir tanggal 1 Juni 1945, Ir. Soekarno mengemukakan dasar
negara, yaitu kebangsaan Indonesia, internasionalisme atau perikemanusiaan, mufakat
atau demokrasi, kesejahteraan sosial, dan Ketuhanan Yang Maha Esa. Dari seorang
ahli bahasa, kelima rumusan dasar negara tersebut oleh Ir. Soekarno diberi nama
Pancasila. Ir. Soekarno menjelaskan bahwa Pancasila dapat diringkas menjadi tiga sila
(trisila) terdiri dari sosial nasionalisme, sosial demokrasi, dan ketuhanan. Ir. Soekarno
juga menjelaskan bahwa tiga sila yang dijelaskan dapat diringkas menjadi satu sila
(ekasila) yaitu gotong royong.
Keanggotaan Panitia Sembilan diantaranya Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta, Mr.
Muh. Yamin, Mr. Ahmad Subarjo, Mr. A.A. Maramis, Abdul Kahar Muzakir, Wahid
Hasyim, H. Agus Salim, dan Abikusno Cokrosuyoso. Hasil dari Panitia Sembilan ini
dikenal dengan nama Piagam Jakarta (Jakarta Charter), yang berisi : a) Ketuhanan
dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk- pemeluknya. b) Dasar
kemanusiaan yang adil dan beradab. c) Persatuan Indonesia. d) Kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan. e)
Mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Sidang Kedua BPUPKI (10-17 Juli 1945)
Sidang BPUPKI kedua memiliki agenda membahas masalah rancangan UUD
termasuk mengenai pembukaan (preambule). Sidang kedua BPUPKI menetapkan
pembentukan tiga panitia, yaitu panitia hukum dasar, panitia masalah ekonomi, dan
panitia masalah bela negara. Sidang dilakukan tanggal 11 Juli 1945, panitia hukum
dasar yang ditugaskan membahas masalah rancangan UUD 1945 membentuk panitia
kecil yang diketuai oleh Prof. Dr. Mr. Supomo.
Tanggal 14 Juli 1945, Ir. Soekarno selaku ketua panitia hukum dasar
melaporkan hasil panitia kecil yang isinya sebagai berikut.
Kota Hiroshima dijatuhi bom atom pada tanggal 6 Agustus 1945 oleh Amerika
Serikat. Sebanyak 40.000 orang dan wilayah 47 km persegi hancur akibat bom atom.
Bom ini berlanjut pada tanggal 9 Agustus 1945 dengan jatuhnya bom Nagasaki yang
menyebabkan menyerahnya Jepang. Melihat kondisi ini pada tanggal 15 Agustus
1945, dan secara resmi pada tanggal 2 September 1945. Jepang mengakui bahwa
mereka tidak akan bisa menang karena mereka sudah kalah dari segala sisi.
D. Peristiwa Rengasdengklok
Hatta yang hadir pada pertemuan ini turut bicara, “Jepang adalah masa silam.
Kita sekarang harus menghadapi Belanda yang akan berusaha kembali menjadi tuan
di negeri kita ini. Jika saudara tidak setuju dengan apa yang telah saya katakan, dan
mengira bahwa saudara tela siap dan sanggup untuk memprokalamsikan
kemerdekaan, mengapa saudara tidak memproklamasikan itu sendiri? Mengapa
meminta Soekarno untuk melakukan hal itu?” Tanyanya.
Raibnya Soekarno dan Hatta membuat Jakarta panik. Apalagi, pada hari
tersebut ada rapat pertama PPKI. Soebardjo yang pada malam sebelumnya turut hadir
dalam perdebatan antara Golongan Muda dan Golongan Tua berupaya mencari
Soekarno. Ia berkeliling ke beberapa lokasi termasuk markas Jepang namun tidak ada.
Dia curiga para pemuda dibalik raibnya Soekarno dan Hatta. Segera ia menghubungi
Wikana. Dari Wikana, Soebardjo mendapat info bahwa Soekarno dan Hatta disekap
di Rangasdengklok. Pagi itu juga, Soebardjo menuju ke Rengasdengklok.
Pada tanggal 6 Agustus 1945, sebuah bom atom dijatuhkan di atas kota
Hiroshima, Jepang oleh Amerika Serikat, yang menurunkan moral dan semangat
tentara Jepang di seluruh dunia. Tiga hari kemudian, pada tanggal 9 Agustus 1945,
bom atom kedua dijatuhkan di atas Nagasaki, memaksa Jepang untuk menyerah
kepada Amerika Serikat dan sekutunya. Momen ini dimanfaatkan oleh Indonesia
untuk memproklamasikan kemerdekaannya.
Dua hari setelah pertemuan di Dalat, saat Soekarno, Hatta, dan Radjiman
kembali ke tanah air dari Dalat, Sutan Syahrir mendesak Soekarno untuk segera
memproklamasikan kemerdekaan. Namun, Soekarno belum yakin bahwa Jepang
benar-benar telah menyerah dan proklamasi kemerdekaan pada saat itu dapat
menimbulkan konflik yang besar. Pada tanggal 14 Agustus 1945, Jepang menyerah
kepada Sekutu, namun masih memegang kekuasaan di Indonesia.
Pasca Proklamasi
Setelah usulan dari Mohammad Hatta dan persetujuan dari PPKI, Soekarno
dan Mohammad Hatta terpilih sebagai Presiden dan Wakil Presiden Republik
Indonesia yang pertama. Presiden dan Wakil Presiden akan diambil sumpahnya oleh
sebuah Komite Nasional.
Pertempuran ini merupakan salah satu kejadian terbesar yang ada dalam
sejarah Revolusi Nasional Indonesia serta menjadi lambang atau simbol nasional yang
menjadi bukti akan perlawanan Indonesia terhadap adanya kolonialisme. Berdasarkan
buku Pertempuran Surabaya (1985) yang merupakan sebuah karya yang dibuat oleh
Nugroho Notosusanto menyebutkan bahwa Pertempuran Surabaya yang terjadi
merupakan pertempuran paling menegangkan yang menunjukkan semangat
patriotisme tinggi para masyarakat Indonesia untuk membela bangsa Indonesia.
Kejadian ini juga dibahas dalam komentar Ricklefs pada bukunya yang
berjudul A History of Modern Indonesia Since C.1200 yang menyatakan bahwa
Pertempuran Surabaya yang terjadi merupakan pertempuran paling sering sepanjang
masa revolusi. Pihak Inggris sebagai bagian dari pertempuran ini memandang
Pertempuran Surabaya tersebut sebagai laksana inferno atau neraka. Hal ini
dikarenakan, rencana Inggris yang ingin menguasai Surabaya menjadi terlambat dua
hari dari target waktunya yaitu tanggal 26 November yang disebabkan kegigihan para
pejuang Bangsa Indonesia yang ada di Surabaya.
Adanya hal tersebut, membuat para pejuang Indonesia mendapatkan dukungan luas
dari berbagai kalangan masyarakat. Hal ini dilihat Belanda sebagai sesuatu yang
berbeda dari gambaran mereka dan apa yang mereka bayangkan sebagai kelompok
pengacau sporadis atau ekstrimis.
Peristiwa G30S PKI terjadi pada masa pemerintahan Presiden Sukarno yang
menjalankan sistem “Demokrasi Terpimpin”. PKI, sebagai partai Stalinis terbesar di
luar Tiongkok dan Uni Soviet, memiliki jumlah anggota yang sangat besar. Selain itu,
PKI juga mengontrol gerakan serikat buruh dan gerakan petani di Indonesia. PKI
memiliki lebih dari 20 juta anggota dan pendukung yang tersebar di seluruh daerah.
PKI juga menguasai banyak organisasi massa yang dibentuk oleh Sukarno
untuk memperkuat dukungan bagi rezim Demokrasi Terpimpin. Dengan persetujuan
Sukarno, PKI memulai kampanye untuk membentuk “Angkatan Kelima” yang terdiri
dari pendukung bersenjata mereka. Namun, para petinggi militer menentang hal ini.
Di akhir tahun 1964 dan awal tahun 1965, terjadi gerakan petani yang
merampas tanah dari para tuan tanah besar. Bentrokan besar terjadi antara petani dan
polisi serta pemilik tanah. Untuk mencegah konfrontasi revolusioner semakin
berkembang, PKI mengimbau pendukungnya untuk tidak menggunakan kekerasan
terhadap pemilik tanah dan meningkatkan kerja sama dengan unsur-unsur lain,
termasuk angkatan bersenjata.
Pada awal tahun 1965, para buruh mulai menyita perusahaan-perusahaan karet
dan minyak milik Amerika Serikat. PKI menjawab dengan memasuki pemerintahan
secara resmi. Pada saat yang sama, para jenderal militer juga menjadi anggota
kabinet. Menteri-menteri PKI duduk di sebelah petinggi militer dalam kabinet
Sukarno dan terus mendorong citra bahwa angkatan bersenjata adalah bagian dari
revolusi demokratis rakyat.
1. Pengambilalihan Kekuasaan
Tujuan utama gerakan ini diyakini adalah untuk mengambil alih kekuasaan
pemerintahan di Indonesia. Anggota gerakan ini, yang diduga terhubung dengan PKI,
berupaya melalui tindakan kudeta untuk merubah tata kelola politik negara sesuai
dengan pandangan ideologi mereka.
PKI adalah partai komunis yang memiliki pandangan sosialis dan komunis.
Salah satu tujuan gerakan ini mungkin adalah menggeser politik nasional ke arah yang
lebih sesuai dengan pandangan PKI, yang mencakup redistribusi kekayaan, reforma
agraria, dan penghapusan kapitalisme.
3. Menghapus Pengaruh Militer
Ada juga pandangan bahwa gerakan ini bertujuan untuk menghilangkan faksi-
faksi tertentu dalam militer atau politik yang dianggap tidak sejalan dengan tujuan
gerakan atau PKI. Pembunuhan perwira tinggi militer mungkin juga diartikan sebagai
langkah untuk mengurangi resistensi terhadap perubahan politik yang direncanakan.
PKI memiliki visi perubahan sosial yang luas, termasuk perubahan dalam
distribusi kekayaan dan penghapusan ketidaksetaraan. Gerakan ini mungkin bertujuan
untuk mendorong perubahan sosial melalui pengambilalihan kekuasaan dan
implementasi kebijakan-kebijakan komunis.
Dalam peristiwa Gerakan 30 September PKI, tujuh perwira tinggi militer Indonesia
tewas sebagai hasil dari serangan yang terjadi. Para perwira yang gugur adalah: