Anda di halaman 1dari 2

A.

Kehidupan Politik
Bangsa Barat yang pertama kali datang di Maluku ialah Portugis (1512) yang kemudian
bersekutu dengan Kerajaan Ternate. Jejak ini diikuti oleh bangsa Spanyol yang berhasil
mendarat di Maluku 1521 dan mengadakan persekutuan dengan Kerajaan Tidore. Dua
kekuatan telah berhadapan, namun belum terjadi pecah perang. Untuk menyelesaikan
persaingan antara Portugis dan Spanyol, maka pada tahun 1529 diadakan Perjanjian Saragosa
yang isinya bangsa Spanyol harus meninggalkan Maluku dan memusatkan kekuasaannya di
Filipina dan bangsa Portugis tetap tinggal Maluku. Untuk memperkuat kedudukannya di
Maluku, maka Portugis mendirikan benteng Sao Paulo. Menurut Portugis, benteng ini
dibangun untuk melindungi Ternate dari serangan Tidore. Tindakan Portugis di Maluku
makin merajalela yakni dengan cara memonopoli dalam perdagangan, terlalu ikut campur
tangan dalam urusan dalam negeri Ternate, sehingga menimbulkan pertentangan. Salah
seorang Sultan Ternate yang menentang ialah Sultan Hairun (1550-1570). Untuk
menyelesaikan pertentangan, diadakan perundingan antara Ternate (Sultan Hairun) dengan
Portugis (Gubernur Lopez de Mesquita) dan perdamaian dapat dicapai pada tanggal 27
Februari 1570. Namun perundingan persahabatan itu hanyalah tipuan belaka. Pada pagi
harinya (28 Februari) Sultan Hairun mengadakan kunjungan ke benteng Sao Paulo, tetapi ia
disambut dengan suatu pembunuhan. Atas kematian Sultan Hairun, rakyat Maluku bangkit
menentang bangsa Portugis di bawah pimpinan Sultan Baabullah (putra dan pengganti Sultan
Hairun). Setelah dikepung selama 5 tahun, benteng Sao Paulo berhasil diduduki (1575).
Orang-orang Portugis yang menyerah tidak dibunuh tetapi harus meninggalkan Ternate dan
pindah ke Ambon. Sultan Baabullah dapat meluaskan daerah kekuasaannya di Maluku.
Daerah kekuasaannya terbentang antara Sulawesi dan Irian; ke arah timur sampai Irian, barat
sampai pulau Buton, utara sampai Mindanao Selatan (Filipina), dan selatan sampai dengan
pulau Bima (Nusa Tenggara), sehingga ia mendapat julukan "Tuan dari tujuh pulau dua
pulau". Pada abad ke-17, bangsa Belanda datang di Maluku dan segera terjadi persaingan
antara Belanda dan Portugis. Belanda akhirnya berhasil menduduki benteng Portugis di
Ambon dan dapat mengusir Portugis dari Maluku (1605). Belanda yang tanpa ada saingan
kemudian juga melakukan tindakan yang sewenang-wenang, yakni:
1. Melaksanakan sistem penyerahan wajib sebagian hasil bumi (rempahrempah) kepada
VOC (contingenten).
2. Adanya perintah penebangan/pemusnahan tanaman rempah-rempah jika harga
rempah-rempah di pasaran turun (hak ekstirpasi) dan penanaman kembali secara
serentak apabila harga rempah-rempah di pasaran naik/ meningkat.
3. Mengadakan pelayaran Hongi (patroli laut), yang diciptakan oleh Frederick de
Houtman (Gubernur pertama Ambon) yakni sistem perondaan yang dilakukan oleh VOC
dengan tujuan untuk mencegah timbulnya perdagangan gelap dan mengawasi
pelaksanaan monopoli perdagangan di seluruh Maluku.
Tindakan diatas membuat rakyat tertekan dan menderita, sebagai reaksinya rakyat Maluku
bangkit mengangkat senjata melawan VOC. Pada tahun 1635-1646 rakyat di kepulauan Hitu
bangkit melawan VOC dibawah pimpinan Kakiali dan Telukabesi. Pada tahun 1650 rakyat
Ambon dipimpin oleh Saidi. Demikian juga di daerah lain, seperti Seram, Haruku dan
Saparua, namun semua perlawanan berhasil dipadamkan oleh VOC. Sampai akhir abad ke-17
tidak ada lagi perlawanan besar, akan tetapi pada akhir abad ke-18 muncul lagi perlawanan
besar yang mengguncangkan kekuasaan VOC di Maluku. Jika melawan Portugis, Ternate
memegang peranan penting, maka untuk melawan VOC, Tidore yang memimpinnya. Pada
tahun 1780 rakyat Tidore bangkit melawan VOC di bawah pimpinan Sultan Nuku.
Selanjutnya Sultan Nuku juga berhasil menyatukan Ternate dengan Tidore. Setelah Sultan
Nuku meninggal (1805), tidak ada lagi perlawaan yang kuat menentang VOC, maka mulailah
VOC memperkokoh kekuasaannya kembali di Maluku. Perlawanan yang lebih dahsyat di
Maluku baru muncul pada permulaan abad ke-19 di bawah pimpinan Pattimura.

B. Kehidupan Ekonomi
Kehidupan rakyat Maluku yang utama adalah pertanian dan perdagangan. Tanah di
kepulauan Maluku yang subur dan diliputi oleh hutan rimba, banyak memberikan hasil
berupa cengkih dan pala. Cengkih dan pala merupakan rempah-rempah yang sangat
diperlukan untuk ramuan obat-obatan dan bumbu masak, karena mengandung bahan
pemanas. Oleh karena itu, rem-pah-rempah banyak diperlukan di daerah dingin seperti di
Eropa. Dengan hasil rempahrempah maka aktivitas pertanian dan perdagangan rakyat Maluku
maju dengan pesat.

C. Kehidupan Sosial-Budaya
Kedatangan Portugis di Maluku yang semula untuk berdagang dan mendapatkan rempah-
rempah, juga menyebarkan agama Katolik. Pada tahun 1534 missionaris Katolik, Fransiscus
Xaverius telah berhasil menyebarkan agama Katolik di Halmahera, Ternate, dan Ambon.
Telah kita ketahui bahwa sebelumnya di Maluku telah berkembang agama Islam. Dengan
demikian kehidupan agama telah mewarnai kehidupan sosial masyarakat Maluku. Dalam
kehidupan budaya, rakyat Maluku diliputi aktivitas perekonomian, maka tidak banyak
menghasilkan budaya. Salah satu karya seni bangun yang terkenal ialah Istana Sultan Ternate
dan Masjid kuno di Ternate.

Anda mungkin juga menyukai