Anda di halaman 1dari 15

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami haturkan atas kehadiran ALLAH yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Kami juga
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah banyak membantu dalam proses pembuatan
makalah ini, sehingga makalah mengenai Kerajaan Ternate,Tidore,Gowa-Tallo, dan Islam di Papua
ini telah dapat selesai tepat pada waktunya, guna memenuhi tugas mata kuliah Sejarah Nasional
Indonesia II.
Semoga makalah ini bemanfaat khususnya bagi kami yang membuatnya, umumnya bagi siapa
saja yang membacanya. Dalam penulisan makalah ini, kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh
dari kesempurnan. Oleh karena itu, kritik dan saran dari teman-teman yang bersifat membangun sangat
kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Indralaya, 15 Februari 2015

Penulis

DAFTAR ISI
Kata Pengantar .......................................................................................
Daftar Isi ..................................................................................................
BAB I .......................................................................................................
Pendahuluan...............................................................................................
1.1 Latar Belakang...........................................................................
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................
1.3 Tujuan Masalah.........................................................................
BAB II ......................................................................................................
Pembahasan...............................................................................................
2.1 Kerajaan Ternate........................................................................
2.2 Kerajaan Tidore.........................................................................
2.3 Kerajaan Gowa-Tallo.................................................................
2.4 Islam di Papua...........................................................................
BAB III.....................................................................................................
Penutup.....................................................................................................
3.1 Kesimpulan ...............................................................................
Daftar Pustaka ........................................................................................

BAB I

PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Tanda-tanda awal kehadiran islam di maluku dapat diketahui dari sumber-sumber berupa
naskah-naskah kuno dalam bentuk hikayat seperti hikayat hitu, hikayat bacan, dan hikayat lainnya.
Sudah tentu sumber berita asing seperti cina, portugis, dan lainnya amat menunjang cerita sejarah di
maluku. Di antara kerajaan bercorak islam di maluku yang menonjol dan akan dibicarakan kerajaan
ternate dan tidore.
Kerajaan-kerajaan islam yang terdapat di sulawesi selatan, antara lain luwu, gowa-tallo, bone,
soppeng, dan wajo. Akan tetapi, dalam hal ini yang akan dibicarakan adalah kerajaan gowa-tallo.
Kerajaan gowa-tallo terutama mempunyai peran dalam sejarah daerah, nasional, juga internasional
yang mengingat ibu negerinya sombaopu sebagai negara-kota (city-state) yang berperan dalam
perdagangan regional dan internasional lagi pula mempunyai peranan penting dalam segi politik
menentang kolonialisme Belanda pada masa pemerintahan sultan hasanuddin (1631-1670).
1.2 Rumusan Masalah
a. Bagaimana keadaan tentang kerajaan ternate ?
b. Bagaimana keadaan tentang kerajaan tidore ?
c. Bgaiamana keadaan tentang kerajaan gowa-tallo ?
d. Bagaimana masuknya islam di papua ?
1.3 Tujuan Masalah
a. Mengetahui keadaan tentang kerajaan ternate
b. Mengetahui keadaan tentang kerajaan tidore
c. Mengetahui keadaan tentang kerajaan gowa-tallo
d. Mengetahui masuknya islam di papua

BAB II

PEMBAHASAN
2.1 Kerajaan Ternate
Pada abad ke-14 dalam kitab negarakertagama karya Mpu Prapanca 1365 M yang disebut
maluku dibedakan dengan Ambon yaitu ternate. Hal itu juga dapat dihubungkan dengan hikayat
ternate yang antara lain menyebutkan Moeloka ( Maluku) artinya ternate,tidore,Jailolo, dan bacan.
Hikayat bacan mendukung pengertian maluku hanya terdiri empat kepulauan itu. Pada abad ke-14
masehi masa kerajaan majapahit, hubungan pelayaran dan perdagangan antara pelabuhan-pelabuhan
terutama tuban dan gresik dengan daerah hitu, ternate, tidore, bahkan ambon sendiri sudah sering
terjadi. Pada abad tersebut pelabuhan-pelabuhan yang masih dibawah majapahit juga sudah didatangi
para pedagang muslim. Untuk memperoleh komoditas berupa rempah-rempah terutama cengkeh dan
pala, para pedagang muslim dari arab dan timur tengah lainnya juga sangat mungkin mendatangi
daerah maluku. Hikayat ternate menyebutkan bahwa turunan raja-raja maluku : ternate, tidore, jailolo,
dan bacan, Adalah jafar sadiq dari arab. Dalam tradisi setempat dikatakan bahwa raja ternate ke XXI
bernama Molomatea (1350-1357) bersahabat dengan orang-orang muslim arab yang datang di maluku
memberikan petunjuk pembuatan kapal. Demikian pula diceritakan bahwa pada masa pemerintahan
raja marhum di ternate, datang seorang alim dari jawa bernama maulana husein yang mengajarkan
membaca al-quran dan menulis huruf arab yang indah sehingga menarik raja dan keluarganya serta
masyarakatnya. Meskipun demikian, mungkin waktu itu agama islam belum begitu berkembang.
Perkembangan baru terjadi pada masa raja Cico atau putranya Gopi Baguna dan bersama Zainulabidin
pergi ke jawa belajar masuk agama betul, iman islam, tauhid marifat islam. Zainulabidin (1486-1500)
yang mendapat ajaran islam dari giri mungkin dari prabu atmaka di jawa terkenal sebagai raja Bulawa
artinya raja cengkeh. Sekembalinya dari jawa ia membawa mubaligh yang bernama tuhubahalul.
Hikayat itu menceritakan bahwa yang mengiring raja zainulabidin ke jawa adalah perdana menteri
jamilu dari hitu.
Hubungan perdagangan antara Maluku dan Jawa oleh Tome Pires (1512-1515) juga sudah
diberitakan bahwkan ia memberikan gambaran Ternate yang didatangi kapal-kapal dari Gresik milik
Pate Yusuf, dan raja Ternate yang sudah memeluk islam adalah Sultan Bern Acorala dan hanya raja
Ternate yang menggunakan gelar Sultan sedang yang lainnya masih memakai gelar raja-raja di Tidore,
gelar raja disebut Kolano. Pada waktu itu diceritakan sultan Ternate sedang berperang dengan
mertuanya yang menjadi raja Tidore, yaitu raja Almansor. Ternate, tidore, Bacan, Makyan, Hitu, dan
Banda pada masa kehadiran Tome Pires sudah banyak yang beragama islam. Jika islam memasuki
daerah Maluku Tome Pires mengatakan 50 tahun lalu, itu berarti antara tahun 1460-1465. Tahun-tahu

tersebut menunjukan persamaan dengan berita Antonio yang mengatakan bahwa islam didaerah
Maluku mulai 80 atau 90 tahun lalu dari kehadirannya didaerah Maluku(1540-1545) yang juga
jatuhnya lebih kurang tahun 1460-1463 M. Kerajaan Ternate sejak itu makin mengalami kemajuan di
baik dibidang ekonomi-perdagangan maupun di bidang politik, lebih-lebih setelah Sultan Hairun putra
Sultan Zainulabidin menaiki tahta sekitar tahun 1535 kerajaan Ternate berhasil menyatukan daerahdaerah d Maluku Utara. Akan tetapi, persatuan daerah-daerah dalam kerajaan Ternate itu mulai pecah
karena kedatangan oang-orang Portugis dan Orang-orang Spanyaol ke Tidore dalam rangk monopoli
perdagangan terutama rempah-rempah. Dikalangan kedua bangsa itu juga terjadi persaingan monopoli
perdagangan, Portugis memusatkan perhatiannya kepada Ternate sedangkan pedagang Spanyol ke
Tidore.
Bagaimanapun kehadiran para pedagang Portugis di Ternate dirasakan Kerajaan Ternate
merugikan karena monopoli perdgangan sehingga kerap menimbulkan pemberontakan terhadap
kedudukan Portugis di Ternate, lebih pada masa Antonio Galvao menjadi Gubernur Portugis di
Maluku(1536-1540) pada tahun 1565 Sultan Khairun dengan rakyatnya mengadakan penyeranganpenyerangan terhaap Portugis karena hampir terdesak pihak Portugis melakukan penipuan dengan
dalih untuk mengadakan perundingan tetapi ternyata sultan Khairun dibunuh pada tahun 1570 yang
menyebabkan makin marahnya rakyat Ternate. Perlawanan rakyat itu diteruskan dibawah pimpinan
putranya, Sultan Baabullah, yang pada tanggal 28 Desember 1577 berhasil mengusir orang-orang
Portugis dari Ternate, menyingkir ke pulau dekat tahula tidak jauh dari tidore, tetapi tetap dganggu
oleh orang-orang ternate agar menyingkir dari tempat itu, sultan baabullah menyatakan dirinya sebagai
penguasa seluruh maluku bahkan mendapat pengakuan kekuasaannya sampai ke berbagai daerah
mindanao,manado, sangihe, dan daerah-daerah nusa tenggara. Sultan baabullah mendapat julukan
sebagai penguasa 72 kepulauan dan menganggap sebagai emperor seluruh wilayah dan sangat
berkuasa. Sultan baabullah wafat pada tahun 1583, orang0orang spanyol berkesempatan menyerang
ternate dan memng berhasil merebut benteng gamulamu dternate tahun 1606. Sultan ternate pada
waktu itu syahid barkat ditangkap dan diminta agar menyerahkan semua benteng-benteng yang ada
kepada sekutunya, agar tawanan orang-orang kristen di bebaskan, kemudian raja ternate itu diasingkan
dengan putra-putranya serta kaicil-kaicil dibawah ke manila. Dengan munculnya VOC beland di
daerah Maluku berarti kerajaan-kerajaan di daerah itu menghadapi monopoli ekonomi perdagangan
dan pengaruh politik kolonialismenya.

2.2 Kerajaan Tidore

Kehadiran Tome Pires(1512-1515) maupun Antonio Galvao(1535-1544) antara kerajaan


Ternate dan Tidore sudah ada persaingan meskipun raja-rajanya masih ada hubungan keluarga. Dan
kehadiran pedagang-pedagang Portugis yang semula menguntungkan kerajaan Ternate lambat laun
menimbulkan persaingan antara kerajaan-kerajaan di daerah Maluku, terutama antara kerajaankerajaan di Ternate. Karena itulah timbul lagi pemberontakan yang dipmpin langsung oleh Sultan
Khairun, yang memegang kembali pemerintahan kerajaan Ternate setelah kematian Tabarija yang
sangat kopromis dengan Portugis. Pada tahun 1553 Sultan Khairun mengadakan konsolidasi dengan
perdana-perdana dari Hitu sehingga pada tahun 1555 timbul peperangan yang tidak dapat dielakkan
ketika menghadapi hasil cengkih dari Makyan yang sehausnya diterima kerajaan Ternate dan Tidore,
tetapi harus diberikan kepada pengusa Portugis. Ia juga sangat menentang pendirian benteng di Ambon
oleh orang Portugis karena dikhawatirkan akan mejadi tempat konsolidasi kekuatannya. Sultan
Khairun karena bukan dari permaisuri selalu membuat pengabsahan dirinya. Peperangan yang terjadi
dengan Portugis untuk berunding dan dengan dalih itulah tipu daya Portugis berhasil membunuh
Sultan Khairun pada tahn 1570 M.
Penggantinya jatuh ke tangan putranya yaitu sultan Baabullah, yang meneruskan memimpim
peperangan melawan orang-orang portugis. Sultan baabullah menyatakan dirinya sebagai penguasa
seluruh daerah maluku bahkan mendapat pengakuan dari kerajaan-kerajaan lain dari luar maluku,
seperti kepulauan mindanao, manado, sangihe, sampai ke daerah-daerah nusa tenggara. Ia dikenal
dengan julukan penguasa 72 kepulauan. Utusan-utusan dari jawa, melayu, dan terutama dari johor dan
penguasaan terhadap loloda, bacan, jailolo,dan tidore diharapkan juga dalam kekuasaannya. Pendek
kata, sultan baabullah menganggap dirinya sebagai emperor seluruh wilayah dan sangat berkuasa.
Pada waktu itu, orang-orang portugis berhasil diusir ke daerah leitimor. Serikat dagang inggris
dibawah pimpinan Francis Drake yang sudh berkeliling dunia sampai di ternate tahun 1579 dan
diterima sultan baabullah.
Pada tahun 1583 sultan baabullah wafat dan digantikan oleh putranya yang bernama sultan said
sebagai sultan ternate. Pada masa pemerintahannya kedatangan kapal belanda tahun 1599 dibawah
pimpin jacob van neck, wijbrand van warewijk, dan jacob heemskerk sampai di hitu, diterima dengan
baik oleh kedua orang bersaudara, raja ternate dan kapiten hitu. Mereka meneruskan pelayarannya ke
ternate dan diterima dengan baik oleh sultan said yang bertujuan selain untuk perdagangan juga untuk
memint bantuannya dalam meluaskan kekuasaan politik sultan said. Kehadiran bangsa barat lainnya,
seperti orang inggris dan kemudian belanda bagi orang-orang portugis yang masih merasa kuat
kedudukannya terkejut dan akhirnya berhasil menyaingi perdagangan orang-orang portugis dan
spanyol yang lambat laun menyingkir kembali sebagian besar ke malaka dan orang-orang spanyol ke

manila. Sejak VOC memenangkan persaingan, kerajaan-kerajaan di daerah maluku menghadapi


monopoli perdagangan dan penguasaan politik VOC belada. Pada tahun 1607 VOC mendirikan
benteng-bentengnya di ternate dan daerah-daerah taklukkannya sehingga praktis pada awal abad ke-17
masehi, baik orang-orang portugis maupun spanyol hengkang dari daerah maluku dan VOC belanda
yang berhasil meluaskan politik ekspansi dn politik monopoli perdagangan di kepulauan rempahrempah itu.
2.3 Kerajaan Gowa-Tallo
Baik sumber-sumber asing maupun sumber-sumber naskah kuno bahwa kehadiran agama islam
sudah ada sejak abad sebelum kedatangan Tome Pires (1512-1515), karena ia menceritakan bahwa
makassar sudah melakukan hubungan perdagangan dengan Malaka, Kalimantan, dan Siam. Akan
tetapi, Tome Pires mengatakan bahwa penguasa-penguasa lebih dari 50 negeri di pulau itu masih
menganut berhala, maksudnya belum Islam. Kerajaan gowa-tallo sebelum menjadi kerajaan islam
sering berperang dengan kerajaan lainnya di sulawesi selatan, seperti dengan Luwu, Bone, Soppeng,
dan Wajo. Kerajaan luwu yang bersekutu dengan wajo ditaklukkan oleh kerajaan gowa-tallo.
Kemudian kerajaan wajo menjadi daerah takluk gowa. Menurut hikayat wajo hanya kerajaan bone
yang masih tetap bertahan karena bantuan wajo secara rahasia.
Pada tanggal 9 November 1607, Kerajaan kembar gowa-tallo dengan resmi menerima islam
sebagai agama kerajaan. Rakyat gowa pun dinyatakan sebagai pemeluk agama islam. Kerajaan orang
makassar inilah yang mengembangkan politik pengislaman ke seluruh daerah sulawesi selatan. Abdul
makmur khatib tunggal (Datori Bandeng), menjadi ulama yang mengajarkan agama itu di kalangan
kaum bangsawan gowa. Didirikan nya masjid Kalukubo Dowa (Tallo-Gowa), sebagai pusat pengajian
islam yang dikunjungi oleh murid-murid selain berasal dari gowa, juga berasal dari segenap negerinegeri bugis-makassar lainnya yang telah menerima agama islam.
Pokok-pokok ajaran islam yang dikembangkan di pusat pengajian Kalukubo Dowa (GowaTallo) adalah ajaran syariat islam, yang bersasaran kepada rukun islam, rukun iman, tentang hukumhukum wajib, harus, maksruh, mubah dan haram, tentang hukum perkawinan, pewarisan dan upacaraupacara hari besar islam. Sejak awal pengembangan dakwah islam, orang-orang melayu yang berdiam
di Makasar telah memegang peranan penting terutama dalam penulisan dan penyalinan buku-buku
agama islam dari bahasa Melayu ke bahasa Makasar (Lontara). Di dalam naskah-naskah lama
(Lontara) Makasar, tidak dijumpai keterangan tentang pengangkatan Kali(Kadhi) sebagai pejabat Sara
tertinggi dalam kerajaan Gowa hanya disebut bahwa Abdul Makmur Khatib Tunggal menjadi guru

agama dalam istana Gowa tallo. Selama itu berdiam di ujung Kampong Pammatoang, mengajarkan
syariat dan ilmu Kalam.
Walaupun dalam kerajaan Gowa sejak pada mulanya dikembangkan ajaran syariat

kebiasaan

yang berasal dari zaman praislam, yang pada hakikatnya bertentangan dengan syariat islam tidaklah
dengan keras dan segera diberantas. Ajaran para ulama mulai dari datokri bandang, sampai beberapa
puluh tahun sesudah itu, tidak sebagai larangan yang mutlak diberantas. Di gowa pada umumnya
panngadakkang (adat) dan sara telah hidup berdampingan dan damai sebagai dua aspek dari
kebudayaan.
Di daerah sulawesi selatan islamisasi makin mantap dengan adanya para mubaligh yang
disebut dalto tallu (Tiger Dato); Datori Bandang (Abdul makmur atau khatib tunggal); Datori
Pattimang (Dato Sulaimana atau khatib sulung); Datori Tiro (Abdul Jawad Alias khotib bungsu)
ketiga nya bersaudara dan berasala dari koto tengah, Minangkabau. Para mubaligh itulah yang
mengislamkan raja luwu, yaitu datola Patiware daeng parabung dengan gelar sultan muhammad
tanggal 15-16 Ramadhan 1013 Hijriyah, atau 4-5 Februari 1605. Kemudian disusul oleh raja gowa dan
tallo yaitu Karaeng Matowaya dari tallo yang bernama I Mallingkang daeng manyonri (Karaeng Tallo)
menucapkan syahadat hari Jumat sore tanggal 9 Jumadil awal 1014 Hijriyah (22 September 1605 M)
dengan gelar sultan abdullah. Selanjutnya karaeng gowa imanga rangi daeng manrabbia mengucapkan
syahadat pada hari jumat 19 rajab 1016 Hijriyah (9 November 1607 M).
Dalam sejarah Kerajaan gowa perlu dicatat

sejarah perjuangan sultan hassanudin dalam

mempertahankan kedaulatannya terhadap upaya penjajahan politik dan ekonomi kompeni (VOC)
Belanda. Semula VOC tidak menaruh perhatian terhadap kerajaan gowa-tallo yang telah mengalami
kemajuan dalam bidang perdagangan, tetapi setelah kapal portugis yang dirampas oleh VOC pada
masa gubernur jendral Y.P. Coen di dekat perairan Malaka, Ternyata ada orang Makassar dan dari
orang inilah ia mendapat berita tentang pentingya pelabuhan Sombaupu sebagai pelabuhan transit
terutama mendapatkan rempah-rempah dari maluku. VOC mulai menunjukkan tanda-tanda perilaku
memaksakan kehendaknya terutama mengenai perdagangan rempah-rempah dari daerah Maluku. Pada
tahun 1616 ketika sebuah kapal belanda turun di sumbawa orang-orangnya di bunuh dan inilah yang
membuat Y.P. Coen di Batavia Marah. Pihak kerajaan gowa menganggap VOC sebagai Perdagangan
Penyelundupan. Pada tahun 1634 VOC memblokade kerajaan gowa tetapi tidak berhasil. Peristiwa
peperangan dari waktu ke waktu dan baru berdamai antara tahun 1637-1638. Perang antara kerajaan
gowa dan VOC tidak dapat dielakkan lagi menjelang akhir tahun 1653 dan memang terjadi perang
besar-besaran tahun 1654-1655, dimana-mana di pelabuhan sombaopu, di daerah maluku dengan

rakyat disana yang membntu gowa sebab tidak menyenangi politik monopoli perdagangan rempahrempah. Karena beratnya VOC menghadapi peperangan itu, dari batavia dikirimkan utusan untuk
menyodorkan perdamaian yang terjadi pada tanggal 27 februari 1656. Perjanjian tersebut diterima
gowa karena menguntungkan, yaitu dibolehkan menagih utangnya di ambon. Boleh menagaih utang
atas perompakan kapal bugis yang memuat kayu cendana seperti yang pernah terjadi, VOC tidak
pernah akan campur tangan dengan urusan kerajaan gowa, dan akan membayar kerugian atas
penangkapan orang-orang makassar di maluku dan sebagainya. Perjanjian tersebut oleh pihak VOC
sendiri dianggap merugikan dan karenanya mempersiapkan armada dan persenjataan untuk menyerang
gowa yang sudah siap. Speelman dengan armada nya yang waktu itu sudah siap pula dan mendapat
bantuan tentara dari arung palaka yang sudah memihak kepada belanda. Sultan gowa dibawah
pimpinan sultan hasanuddin tidak gentar dengan pengerahan tentara dan armada nya menghadapi
kekuatan VOC. Dimana-mana terjadi pertempuran hebat dan tidak kurang mereka membayar desadesa yang setelah lama perang berkecamuk diantara dua belah pihak, barombong diserang besar-besar
oleh VOC dibawah pimpinan speelman dan tentara bugis di bawah arung palaka. Akhirnya melalui
perjanjian Bongaya yang ditandatangani di batavia tanggal 18 November 1667

2.4 Islam di Papua


Dari sumber-sumber Barat diperoleh catatan bahwa pada abad ke XVI sejumlah daerah di
Papua bagian barat, yakni wilayah-wilayah Waigeo, Missool, Waigama, dan Salawati tunduk kepada
kekuasaan Sultan Bacan di Maluku. Berdasarkan cerita populer dari masyarakat Islam Sorong dan
Fakfak, agama Islam masuk di Papua sekitar abad ke 15 yang dilalui oleh pedagangpedagang
muslim. Perdagangan antara lain dilakukan oleh para pedagangpedagang suku Bugis melalui Banda
(Maluku Tengah) dan oleh para pedagang Arab dari Ambon yang melalui Seram Timur.
Selain melalui jalur perdagangan, di daerah Merauke Islam dikenal melalui perantara orangorang buangan yang beragama Islam, yang berasal dari Sumatera, Kalimantan, Maluku dan Jawa.
Terdapat istilah yang populer di Merauke, yaitu "Jamer" (dari kata Jawa-Merauke), untuk menyebut
orang-orang keturunan Jawa baik yang merupakan keturunan orang-orang yang dipindahkan pada
zaman penjajahan Belanda ataupun keturunan penduduk program transmigrasi pada masa setelah
kemerdekaan Indonesia.

2.4.1 Proses awal islamisasi di Papua


Tanah Papua secara geografis terletak pada daerah pinggiran Islam di Nusantara, sehingga
Islam di Papua luput dari kajian para sejarahwan lokal maupun asing, kedatangan Islam di tanah Papua
juga masih terjadi silang pendapat di antara pemerhati, peneliti maupun para keturunan raja-raja di
Raja Ampat-Sorong, fak-fak, kaimana dan teluk Bintuni-Manokwari, di antara mereka saling
mengklaim bahwa Islam lebih awal datang kedaerahnya yang hanya di buktikan dengan tradisi lisan
tanpa didukung dengan bukti-bukti tertulis maupun bukti-bukti arkeologis. Penelusuran sejarah awal
Islamisasi di tanah Papua, setidaknya dapat digali dengan melihat beberapa teori mengenai kedatangan
Islam di tanah Papua, yaitu:
a. Teori Papua
Teori ini merupakan pandangan adat dan legenda yang melekat di sebagaian rakyat asli Papua,
khususnya yang berdiam di wilayah fakfak, kaimana, manokwari dan raja ampat (sorong). Teori ini
memandang Islam bukanlah berasal dari luar Papua dan bukan di bawa dan disebarkan oleh kerejaan
ternate dan tidore atau pedagang muslim dan daI dari Arab, Sumatera, Jawa, maupun Sulawesi.
Namun Islam berasal dari Papua itu sendiri sejak pulau Papua diciptakan oleh Allah Swt. mereka juga
mengatak bahwa agama Islam telah terdapat di Papua bersamaan dengan adanya pulau Papua sendiri,
dan mereka meyakini kisah bahwa dahulu tempat turunya nabi adam dan hawa berada di daratan
Papua.
b. Teori Aceh
Studi sejarah masukanya Islam di Fakfak yang dibentuk oleh pemerintah kabupaten Fakfak
pada tahun 2006, menyimpulkan bahwa Islam datang pada tanggal 8 Agustus 1360 M, yang ditandai
dengan hadirnya mubaligh Abdul Ghafar asal Aceh di Fatagar Lama, kampong Rumbati Fakfak.
Penetapan tanggal awal masuknya Islam tersebut berdasarkan tradisi lisan yang disampaikan oleh
putra bungsu Raja Rumbati XVI (Muhamad Sidik Bauw) dan Raja Rumbati XVII (H. Ismail Samali
Bauw), mubaligh Abdul Ghafar berdakwah selama 14 tahun (1360-1374 M) di Rumbati dan
sekitarnya, kemudian ia wafat dan di makamkan di belakang masjid kampong Rumbati pada tahun
1374 M.
c. Teori Arab
Menurut sejarah lisan Fakfak, bahwa agama Islam mulai diperkenalkan di tanah Papua, yaitu
pertamakali di Wilayah jazirah onin (Patimunin-Fakfak) oleh seorang sufi bernama Syarif Muaz alQathan dengan gelar Syekh Jubah Biru dari negeri Arab, yang di perkirakan terjadi pada abad

pertengahan abad XVI, sesuai bukti adanya Masjid Tunasgain yang berumur sekitat 400 tahun atau di
bangun sekitar tahun 1587. Selain dari sejarah lisan tadi, dilihat dalam catatan hasil Rumusan Seminar
Sejarah Masuknya Islam dan Perkembanganya di Papua, yang dilaksanakan di Fakfak tanggal 23 Juni
1997, dirumuskan bahwa:
1. Islam dibawa oleh sultan abdul qadir pada sekitar tahun 1500-an (abad XVI), dan diterima oleh
masyarakat di pesisir pantai selatan Papua (Fakfak, Sorong dan sekitarnya)
2. Agama Islam datang ke Papua dibawa oleh orang Arab (Mekkah).
d. Teori Jawa
Berdasarkan catatan keluarga Abdullah Arfan pada tanggal 15 Juni 1946, menceritakan bahwa
orang Papua yang pertama masuk Islam adalah Kalawen yang kemudian menikah dengan siti hawa
farouk yakni seorang mublighat asal Cirebon. Kalawen setelah masuk Islam berganti nama menjadi
Bayajid, diperkirakan peristiwa tersebut terjadi pada tahun 1600. Jika dilihat dari silsilah keluarga
tersebut, maka Kalawen merupakan nenek moyang dari keluarga Arfan yang pertama masuk Islam.
e. Teori Banda
Menurut Halwany Michrob bahwa Islamisasi di Papua, khusunya di Fakfak dikembagkan oleh
pedagang-pedagang Bugis melalui banda yang diteruskan ke fakfak melalui seram timur oleh seorang
pedagang dari Arab bernama haweten attamimi yang telah lama menetap di ambon. Microb juga
mengatakan bahwa cara atau proses Islamisasi yang pernah dilakuka oleh dua orang mubaligh dari
banda yang bernama salahuddin dan jainun, yaitu proses pengIslamanya dilakukan dengan cara
khitanan, tetapi dibawah ancaman penduduk setempat yaitu jika orang yang disunat mati, kedua
mubaligh tadi akan dibunuh, namun akhirnya mereka berhasil dalam khitanan tersebut kemudian
penduduk setempat berduyun-duyun masuk agama Islam.
f. Teori Bacan
Kesultanan bacan dimasa sultan mohammad al-bakir lewat piagam kesiratan yang dicanangkan
oleh peletak dasar mamlakatul mulukiyah atau moloku kie raha (empat kerajaan Maluku: ternate,
tidore, bacan, dan jailolo) lewat walinya jafar as-shadiq (1250 M), melalui keturunannya keseluruh
penjuru negeri menyebarkan syiar Islam ke Sulawesi, philipina, Kalimantan, nusa tenggara, Jawa dan
Papua.
Menurut Arnold, raja bacan yang pertama masuk Islam bernama zainal abiding yang memerintah
tahun 1521 M, telah menguasai suku-suku di Papua serta pulau-pulau disebelah barat lautnya, seperti

waigeo, misool, waigama dan salawati. Kemudian sultan bacan meluaskan kekuasaannya sampai ke
semenanjung onin fakfak, di barat laut Papua pada tahun 1606 M, melalui pengaruhnya dan para
pedagang muslim maka para pemuka masyarakat pulau pulau tadi memeluk agama Islam. Meskipun
masyarakat pedalaman masih tetap menganut animisme, tetapi rakyat pesisir menganut agama Islam.
Dari sumber sumber tertulis maupun lisan serta bukti bukti peninggalan nama nama tempat dan
keturunan raja bacan yang menjadi raja raja Islam di kepulauan raja ampat. Maka diduga kuat bahwa
yang pertama menyebarkan Islam di Papua adalah kesultanan bacan sekitar pertengahan abad XV. Dan
kemudian pada abad XVI barulah terbentuk kerajaan kerajaan kecil di kepulauan raja ampat itu.
g. Teori Maluku Utara (Ternate-Tidore)
Dalam sebuah catatan sejarah kesultanan Tidore yang menyebutkan bahwa pada tahun 1443 M
Sultan Ibnu Mansur ( Sultan Tidore X atau sultan Papua I ) memimpin ekspedisi ke daratan tanah
besar ( Papua ). Setelah tiba di wilayah pulau Misool, raja ampat, maka sultan ibnu Mansur
mengangkat Kaicil Patrawar putra sultan Bacan dengan gelar Komalo Gurabesi ( Kapita Gurabesi ).
Kapita Gurabesi kemudian di kawinkan dengan putri sultan Ibnu Mansur bernama Boki Tayyibah.
Kemudian berdiri empat kerajaan dikepulauan Raja Ampat tersebut adalah kerajaan Salawati, kerajaan
Misool/kerajaan Sailolof, kerajaan Batanta dan kerajaan Waigeo. Dari Arab, Aceh, Jawa, Bugis,
Makasar, Buton, Banda, Seram, Goram, dan lain lain.
Di peluknya Islam oleh masyarakat Papua terutama didaerah pesisir barat pada abad
pertengahan XV tidak lepas dari pengaruh kerajaan kerajaan Islam di Maluku ( Bacan, Ternate dan
Tidore ) yang semakin kuat dan sekaligus kawasan tersebut merupakan jalur perdagangan rempah
rempah ( silk road ) di dunia. Sebagaimana ditulis sumber sumber barat, Tom Pires yang pernah
mengunjungi nusantara antara tahun 1512-1515 M. dan Antonio Pegafetta yang tiba di tidore pada
tahun 1521 M. mengatakan bahwa Islam telah berada di Maluku dan raja yang pertama masuk Islam
50 tahun yang lalu, berarti antara tahun 1460-1465. Berita tersebut sejalan pula dengan berita Antonio
Galvao yang pernah menjadi kepala orang orang Portugis di Ternate (1540-1545 M). mengatakan
bahwa Islam telah masuk di daerah Maluku dimulai 80 atau 90 tahun yang lalu.
Proses masuknya Islam ke Indonesia tidak dilakukan dengan kekerasan atau kekuatan militer.
Penyebaran Islam tersebut dilakukan secara damai dan berangsur-angsur melalui beberapa jalur,
diantaranya jalur perdagangan, perkawinan, pendirian lembaga pendidikan pesantren dan lain
sebagainya, akan tetapi jalur yang paling utama dalam proses Islamisasi di nusantara ini melalui jalur
perdagangan, dan pada akhirnya melalui jalur damai perdagangan itulah, Islam kemudian semakin
dikenal di tengah masyarakat Papua. Kala itu penyebaran Islam masih relatif terbatas hanya di sekitar

kota-kota pelabuhan. Para pedagang dan ulama menjadi guru-guru yang sangat besar pengaruhnya di
tempat-tempat baru itu.
Bukti-bukti peninggalan sejarah mengenai agama Islam yang ada di pulau Papua ini, sebagai berikut:
1. Terdapat living monument yang berupa makanan Islam yang dikenal dimasa lampau yang
masih bertahan sampai hari ini di daerah Papua kuno di desa Saonek, Lapintol, dan Beo di
distrik Waigeo.
2. Tradisi lisan masih tetap terjaga sampai hari ini yang berupa cerita dari mulut ke mulut tentang
kehadiran Islam di Bumi Cendrawasih.
3. Naskah-naskah dari masa Raja Ampat dan teks kuno lainnya yang berada di beberapa masjid
kuno.
4. Di Fakfak, Papua Barat dapat ditemukan delapan manuskrip kuno brhuruf Arab. Lima
manuskrip berbentuk kitab dengan ukuran yang berbeda-beda, yang terbesar berukuran kurang
lebih 50 x 40 cm, yang berupa mushaf Al Quran yang ditulis dengan tulisan tangan di atas
kulit kayu dan dirangkai menjadi kitab. Sedangkan keempat kitab lainnya, yang salah satunya
bersampul kulit rusa, merupakan kitab hadits, ilmu tauhid, dan kumpulan doa. Kelima kitab
tersebut diyakini masuk pada tahun 1214 dibawa oleh Syekh Iskandarsyah dari kerajaan
Samudra Pasai yang datang menyertai ekspedisi kerajaannya ke wilayah timur. Mereka masuk
melalui Mes, ibukota Teluk Patipi saat itu. Sedangkan ketiga kitab lainnya ditulis di atas daun
koba-koba, Pohon khas Papua yang mulai langka saat ini. Tulisan tersebut kemudian
dimasukkan ke dalam tabung yang terbuat dari bambu. Sekilas bentuknya mirip dengan
manuskrip yang ditulis di atas daun lontar yang banyak dijumpai di wilayah Indonesia Timur.
5. Masjid Patimburak yang didirikan di tepi teluk Kokas, distrik Kokas, Fakfak yang dibangun
oleh Raja Wertuer I yang memiliki nama kecil Semempe.

BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Kerajaan Islam di daerah maluku di dominasi oleh pemerintahan kerajaan ternate dan tidore.
Pada waktu itu, kerajaan Ternate dan Tidore sudah ada persaingan meskipun raja-rajanya masih ada
hubungan keluarga. Dan kehadiran pedagang-pedagang Portugis yang semula menguntungkan
kerajaan Ternate lambat laun menimbulkan persaingan antara kerajaan-kerajaan di daerah Maluku,
terutama antara kerajaan-kerajaan di Ternate. Karena itulah timbul pemberontakan yang dipmpin
langsung oleh Sultan Khairun, yang memegang kembali pemerintahan kerajaan Ternate setelah
kematian Tabarija yang sangat kopromis dengan Portugis. Berdasarkan cerita populer dari masyarakat
Islam Sorong dan Fakfak, agama Islam masuk di Papua sekitar abad ke 15 yang dilalui oleh
pedagangpedagang muslim. Perdagangan antara lain dilakukan oleh para pedagangpedagang suku
Bugis melalui Banda (Maluku Tengah) dan oleh para pedagang Arab dari Ambon yang melalui Seram
Timur. Ada beberapa teori tentang masuknya islam di papua, yaitu teori papua, teori aceh, teori banda,
teori arab, teori jawa, teori bacan, teori maluku utara (ternate-tidore)

DAFTAR PUSTAKA
Poesponegoro,Marwati Djoenod,Nugroho Notosusanto. 2010. Sejarah Nasional Indonesia Jilid III.
Balai Pustaka : Jakarta
Mattulada.dkk. 1983. Agama dan Perubahan Sosial. CV. Rajawali : Jakarta

Anda mungkin juga menyukai