Anda di halaman 1dari 10

TUGAS IPS

(PERLAWANAN TERHADAP
KOLONIALISME DAN IMPERIALISME)
NAMA: INAYAH RAMADIYA PUTRI
KELAS: VIII I
1. SULTAN BAABULLAH

a.latar belakang
Pada masa pemerintahan Sultan Hairun (1534-1570), rakyat Ternate bangkit
melaksanakan perlawanan pada Portugis. Sultan Hairun mengobarkan perang
mengusir Portugis dari Ternate. Perlawanan itu sudah mengancam kedudukan
Portugis di Maluku. Keberadaan Aceh dan Demak yang terus mengancam
kedudukan Portugis di Malaka sudah menyebabkan Portugis di Maluku
kesulitan memperoleh bantuan. Oleh sebab itu, Gubernur Portugis di Maluku,
Lopez de Mesquita mengajukan perundingan damai kepada Sultan Hairun.
Selanjutnya, Lopez de Mesquita mengundang Sultan Hairun ke benteng Sao
Paulo. Dengan cara itu, Sultan Hairun berhasil ditangkap dan dibunuh oleh
Lopez de Mesquita. Peristiwa inilah yang menjadi penyebab perlawanan rakyat
yang dipimpin oleh Sultan Baabullah.

Di bawah kepemimpinan Sultan Baabullah (1570-1583). rakyat menyerang pos-


pos perdagangan dan pertahanan Portugis di Maluku. Benteng Sao Paolo
dikepung selama lima tahun. Strategi itu berhasil mengalahkan Portugis. Pada
tahun 1575 Portugis meninggalkan Maluku. Setelah kepergian Portugis,
Ternate berkembang menjadi kerajaan Islam terkuat di Maluku. Sultan
Baabullah berhasil membawa Ternate mencapai puncak kejayaan. Wilayah
kekuasaan Ternate membentang dari Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, dan
Sulawesi Timur di bagian barat hingga Kepulauan Marshall di bagian timur, dari
Filipina Selatan di bagian utara hingga Kepulauan Kai dan Nusa Tenggara di
bagian selatan. Setiap wilayah atau daerah ditempatkan wakil sultan yang
disebut sangaji. Sultan Baabullah selanjutnya dijuluki "penguasa 72 pulau".
Pulau-pulau itu semuanya berpenghuni dan mempunyai raja yang tunduk
kepada Sultan Baabullah.
b.tokoh yang terlibat

Kesultanan Ternate pada masa Sultan Bayanullah semakin pesat berkembang.


Sultan juga menjalankan prinsip Islam dengan memerintahkan kepada rakyat
Ternate untuk berpakaian secara Islami. Selain itu, Ternate sudah dapat
memproduksi perahu dan senjata dengan teknik yang diperoleh dari orang Arab
dan Turki.

Pada tahun 1506, orang Eropa pertama datang ke Ternate, Loedwijk de


Bartomo (Ludovico Varthema). Enam tahun berselang 1512, Portugis yang
sebelumnya berhasil menaklukkan Kesultanan Malaka tiba di Ternate. Dengan
itikad baik menerima tamu, Sultan memberikan izin kepada Portugis untuk
mendirikan pos dagang. Namun, niatan baik sultan tidak sejalan dengan
Portugis. Mereka berusaha untuk menguasai perdagangan rempah-rempah, pala,
dan cengkeh di Maluku. Portugis pun mulai menyusun rencana untuk
menaklukkan Ternate untuk memperlancar misinya.

Disaat Portugis mulai menancapkan kukunya, Sultan Bayanullah wafat dan


meninggalkan pewaris-pewaris yang masih belia. Permaisuri Nukila yang
berasal dari Tidore berniat untuk menyatukan Ternate dan Tidore dibawah satu
mahkota yang dipimpin salah satu dari kedua puteranya. Kedua putra
Permaisuri Nukila tersebut bernama Pangeran Hidayat dan Pangeran Abu
Hayat. Rencana Permaisuri Nukila tersebut terhalang karena Pangeran
Taruwese menginginkan tahta untuk dirinya sendiri.

Situasi ini dimanfaatkan oleh Portugis dengan mengadu domba kedua pihak.
Usaha Portugis ini berhasil dengan terbelahnya dua kubu yaitu, Permaisuri
Nukila yang mendapat dukungan dari Tidore sedangkan Pangeran Taruwese
didukung oleh Portugis. Perang saudara pun pecah dimenangkan Pangeran
Taruwese yang mendapat sokongan dari Portugis.

Portugis yang awalnya bersekutu dengan Pangeran Taruwese beralih dengan


menghianatinya dan membunuhnya. Gubernur Portugis yang sudah mulai
mempunyai pengaruh menunjuk Sultan Tabariji untuk menjadi sultan. Seiring
waktu berjalan, Sultan Tabariji mulai menunjukkan sikap bermusuhan kepada
Portugis. Lalu ia difitnah dan dibuang ke Goa, India. Di sana ia dipaksa oleh
Portugis untuk menandatangani perjanjian yang menjadikan Ternate sebagai
kerajaan Kristen dan vasal kerajaan Portugis. Melhat keadaan ini Sultan
Khairun (sultan Ternate yang baru) menolak mentah-mentah perjanjian tersebut.

Sultan Khairun yang melihat Portugis menekan saudara-saudaranya menjadi


geram. Ia bertekad untuk mengusir Portugis dari Maluku. Rakyat yang juga
merasakan tindakan penyelewengan Portugis bersedia berdiri mendampingi
Sultan Khairun untuk melawan Portugis. Sultan Khairun tidak ingin Ternate
menjadi Malaka kedua yang sudah takluk lebih dulu di tangan Portugis.

Portugis ketika itu, sudah mempunyai kekuatan yang cukup dengan memiliki
benteng dan kantong kekuatan yang berasal dari pribumi. Tidak hanya Ternate
yang mencoba mengusir Portugis, kerajaan islam lainnya seperti, Aceh dan
Demak juga melakukan aksi. Ini membuat kekuatan Portugis di Ternate
melemah karena juga harus mengantisipasi Aceh dan Demak yang mulai
mengancam Malaka. Portugis pun sulit meminta bantuan yang berakibat
memohon perdamaian dengan Sultan Khairun. Ketika itu Gubernur Portugis,
Lopez de Mesquita mengundang Sultan Khairun untuk berunding. Namun,
dengan kelicikannya Portugis malah membunuh Sultan Khairun yang saat itu
datang tanpa pengawal.

Terbunuhnya Sultan Khairun semakin mengobarkan rakyat Ternate untuk


mengusir Portugis. Kali ini mereka dipimpin oleh Sultan Baabullah. Pos-pos
Portugis di seluruh Maluku dan di wilayah Indonesia timur digempur.

Perang terus berlangsung selama 5 tahun, sampai akhirnya Portugis menyerah


dan meninggalkan Maluku pada tahun 1575. DI bawah Sultan Baabullah,
“Penguasa 72 Pulau”, Ternate mencapai puncak kejayaannya dengan wilayah
membentang luas dari Sulawesi Utara dan Tengah, Kepulauan Marshall, hingga
Filipina Selatan dan kepulauan Nusa Tenggara.
c.proses pengusiran
Kisah Sultan Baabullah Mengusir portugis dari Ternate dimulai. Sebelum
penyerangan dilakukan, Sultan Baabullah meminta kepada Portugis untuk
menyerahkan Lopez de Mosquito untuk diadili. Tetapi permintaan sultan itu
diabaikan Portugis. Hal ini membuat rakyat Maluku (khususnya Sultan
Baabullah) marah besar.

Misi sultan untuk membersihkan Maluku dari orang-orang Portugis berlanjut.


Beliau mengobarkan Perang Soya-Soya (Perang Pembebasan Negeri).
Penyerangan pun dilakukan. Serangan dimulai dengan serangan dadakan dan
dilakukan dengan cara mengepung pusat-pusat kekuatan Portugis. Benteng
Tolucco, Santo Lucia, dan Santo Pedro jatuh dalam waktu singkat. Tahun 1571,
pasukan Ternate berkekuatan 30 kapal yang memuat 3.000 prajurit di bawah
pimpinan Kapita Kalakinka menyerbu Ambon (yang masih diduduki Portugis),
dan berhasil menghancurkan kekuatan Portugis di sana. Di Pulau Buru, pasukan
Portugis di bawah Kapten Sancho de Vasconcellos yang dibantu pribumi
Kristen berhasil memukul mundur pasukan Ternate. Namun tidak lama setelah
itu datang pasukan Islam di bawah pimpinan Kapita Rubuhongi. Pasukan
bantuan itu segera mengambilalih kendali perang dan berhasil menguasai Pulau
Buru.

Serangan besar itu hanya menyisakan Benteng Sao Paulo, yaitu kediaman
Lopez de Mosquita. Sultan memang sengaja tidak menghancurkannya, karena
ingin melihat De Mosquita menyerah.

Sultan benar-benar cerdik. Beliau memerintahkan agar para pasukan


mengepung Benteng Sao Paulo dan memblokade hubungannya dengan dunia
luar, agar suplai makanan dari luar tidak bisa masuk ke dalam benteng. Selama
empat tahun orang-orang Portugis dan keluarganya hidup menderita dalam
benteng, terputus dari dunia luar sebagai balasan atas penghianatan mereka.

Sebenarnya, Sultan Baabullah bisa saja menghancurkan benteng itu dengan


sekali serang, namun mengingat di dalam benteng masih terdapat cukup banyak
rakyat Ternate yang telah menikah dengan orang Portugis dan mereka tinggal
dalam benteng bersama keluarganya, maka sultan hanya cukup mengepungnya
saja. Karena kasihan dengan kondisi mereka, Sultan Baabullah akhirnya
memberi ultimatum kepada orang-orang Portugis di benteng Sao Paulo agar
mereka meninggalkan Ternate dalam waktu sehari semalam. Mereka yang telah
menikah dengan orang pribumi diperbolehkan tetap tinggal dengan syarat
menjadi pegawai rendahan di kesultanan. Alasannya agar mudah dalam
pengawasan.

Karena kondisinya semakin tertekan, Jenderal Alvaro de Ataide mengambil alih


kendali menggantikan Lopez de Mosquito dan mulai menyerang pasukan
Ternate dari dalam benteng. Namun langkah ini tidak membuahkan hasil. Justru
yang terjadi sebaliknya. Pasukan Portugis semakin banyak yang mati.

Akhirnya, Alvaro pun mulai melunak. Dia bersedia berunding dengan Sultan
Baabullah. Sikap Alvaro ini dihargai oleh Sultan Baabullah. Sultan pun turut
melunak. Namun, meskipun bersikap “lunak” terhadap Portugis di Sao Paulo,
Sultan Baabullah tidak melupakan sumpahnya. Beliau mencabut segala
keputusan Sultan Khairun yang pernah memberikan ruang gerak kepada
misionaris-misionaris Kristen. Dengan keputusan Sultan Baabullah tersebut,
misi Kristen berhasil dihentikan. Tetapi bagi orang Maluku yang masih
memeluk Kristen, tidak dipaksa untuk meninggalkan keyakinannya. Tidak
hanya itu. Sultan juga mengizinkan agar bahan makanan bisa masuk ke dalam
benteng, namun masih secara terbatas. Namun demikian, Benteng Sao Paulo
terus dalam masa pengepungan hingga seluruh kekuatan Portugis diusir dari
Maluku.

Demikianlah peperangan itu terjadi. Tanggal 15 Juli 1575, orang Portugis


dipaksa hengkang secara memalukan dari Ternate, namun tak satu pun fisik
mereka disakiti. Untuk sementara mereka diperbolehkan menetap di Ambon
hingga 1576. Setelah itu sebagian dari mereka ada yang pergi ke Malaka dan
sebagian lagi ke Timor (Timor Leste) dimana mereka akan menancapkan
kekuasaan mereka hingga 400 tahun kemudian (sampai saat sekarang).
d.akhir perlawanan
Masa mudaDilahirkan tanggal 10 Februari 1528, kaicil (pangeran) Baab adalah
putera Sultan Khairun (1535-1570) dengan permaisurinya Boki Tanjung, puteri
Sultan Alauddin I dari Bacan. Sultan Khairun sangat memperhatikan pendidikan
calon penggantinya, sejak kecil pangeran Baab bersama saudara-saudaranya
telah digembleng oleh para mubalig dan panglima dimana ia memperoleh
pemahaman tentang ilmu agama dan ilmu perang sekaligus. Sejak remaja ia
juga telah turut mendampingi ayahnya menjalankan urusan pemerintahan dan
kesultanan.Ketika pecah perang Ternate–Portugis yang pertama (1559-1567),
Sultan Khairun mengutus putera – puteranya sebagai panglima untuk
menghantam kedudukan Portugis di Maluku dan Sulawesi, salah satunya
adalah pangeran Baab yang kemudian tampil sebagai panglima yang cakap dan
berhasil memperoleh kemenangan bagi Ternate. Ternate sukses menahan
ambisi Portugis sekaligus memenangkan banyak wilayah baru.Kematian Sultan
KhairunSetelah kejatuhan Ambon ke tangan Ternate dalam perang Ternate –
Portugis yang pertama, Portugis terpaksa memohon damai kepada sultan
Khairun yang kemudian disambut dengan itikad baik. Semua hak-hak istimewa
Portugis menyangkut monopoli perdagangan rempah-rempah dihilangkan
namun mereka tetap diperbolehkan untuk berdagang dan bersaing dengan
pedagang nusantara serta pedagang asing lainnya secara bebas. Rupanya
permohonan damai Portugis itu hanya kedok untuk mengulur waktu demi
mengkonsolidasikan kembali kekuatan mereka, menunggu waktu yang tepat
untuk membalas Ternate.Dengan dalih ingin membicarakan dan merayakan
hubungan Ternate – Portugis yang membaik, gubernur Portugis Lopez de
Mesquita (1566-1570) mengundang sultan Khairun ke benteng Sao Paulo
tanggal 25 Februari 1570 untuk jamuan makan. Sang sultan memenuhi
undangan itu dan datang tanpa pengawal, tak dinyana setibanya di benteng ia
dibunuh atas perintah De Mesquita. De Mesquita beranggapan dengan
mengenyahkan sultan Khairun, Maluku akan kehilangan pemimpin hebat dan
segera tercerai berai, akan tetapi ia lupa bahwa sultan Khairun memiliki
pewaris – pewaris yang hebat terutama dalam diri pangeran Baab.Kebangkitan
Sultan BaabullahPenobatan sebagai Sultan Kematian Sultan Khairun yang tragis
memicu kemarahan rakyat dan juga para raja di Maluku, dewan kerajaan atas
dukungan rakyat lalu menobatkan Kaicil Baab sebagai Sultan Ternate
berikutnya bergelarSultan Baabullah Datu Syah. Dalam pidato penobatannya
Sultan Baabullah bersumpah bahwa ia akan berjuang untuk menegakkan
kembali panji - panji Islam di Maluku dan menjadikan kesultanan
Ternatesebagai kerajaan besar serta melakukan tindakan balasan sampai orang
terakhir bangsa Portugis meninggalkan wilayah kerajaannya.Pengumuman
Perang Jihad[sunting | sunting sumber]Sultan Baabullah tidak menunda waktu
setelah penobatan dan pidato pelantikan diucapkan. Perang Jihad diumumkan
di seluruh negeri. Tak kalah dengan ayahnya ia tampil sebagai koordinator
yang handal dari berbagai suku yang berbeda akar genealogis di nusantara
bagian timur. Untuk memperkuat kedudukannya Sultan Baabullah menikahi
adik Sultan Iskandar Sani dari Tidore. Raja – raja Maluku yang lainpun
melupakan persaingan mereka dan bersatu dalam satu komando di bawah
Sultan Baabullah dan panji Ternate, begitu pula raja – raja dan kepala suku di
Sulawesi serta Papua. Sultan Baabullah memiliki panglima – panglima yang
handal, di antaranya ; Raja Jailolo Katarabumi, salahakan (gubernur) Sula
Kapita Kapalaya, salahakan Ambon Kapita Kalakinka, dan Kapita Rubuhongi.
Menurut sumberSpanyol, dibawah panjinya Sultan Baabullah mampu
mengerahkan 2000 kora – kora dan 120.000 prajurit.

Anda mungkin juga menyukai