Anda di halaman 1dari 46

BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit tidak menular (PTM) merupakan penyakit kronis, tidak


ditularkan dari satu orang ke orang lain. PTM mempunyai durasi yang panjang
dan umumnya berkembang lambat. PTM menjadi masalah kesehatan masyarakat
baik secara global, regional, nasional, dan lokal. Salah satu penyakit tidak
menular yang menyita banyak perhatian adalah diabetes mellitus.1
Diabetes melitus (DM) adalah suatu kelompok penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja
insulin, atau keduanya.2 Diabetes melitus merupakan salah satu masalah kesehatan
utama pada masyarakat yang mempunyai komplikasi jangka panjang dan pendek.3
Terdapat dua jenis penyakit diabetes, yaitu DM tipe 1 dan DM tipe 2.4
Diabetes Mellitus Tipe 2 adalah penyakit gangguan metabolik yang di
tandai oleh kenaikan gula darah akibat penurunan sekresi insulin oleh sel beta
pankreas dan atau ganguan fungsi insulin (resistensi insulin).5 Pada penderita DM
tipe ini terjadi hiperinsulinemia tetapi insulin tidak bisa membawa glukosa masuk
ke dalam jaringan karena terjadi resistensi insulin.2 Resistensi insulin merupakan
turunnya kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan glukosa oleh
jaringan perifer dan untuk menghambat produksi glukosa oleh hati.6
Secara global, diperkirakan 422 juta orang dewasa menderita diabetes
mellitus pada tahun 2014, dibandingkan dengan 108 juta orang pada tahun 1980.
Diperkirakan 177 juta orang di seluruh dunia terkena diabetes, mayoritas oleh
T2DM. Dua pertiga tinggal di negara berkembang.7 Tujuh dari sepuluh negara
teratas dengan jumlah penderita diabetes terbanyak adalah negara berpenghasilan
menengah, termasuk India, China, Rusia, Brasil, Pakistan, Indonesia, dan
Bangladesh di antaranya tingkat prevalensi adalah 12,1% dan 9,7% di India dan
China.8
International Diabetes Federation (IDF) memprediksi adanya kenaikan
jumlah penyandang DM di Indonesia dari 9,1 juta pada tahun 2014 menjadi 14,1
juta pada tahun 2035.6 Sedangkan di Kota Jambi penderita Diabetes Mellitus pada
tahun 2016 terdeteksi sebanyak 2268 orang dan pada 2017 meningkat menjadi

1
3696 orang.9
Akibat dari diabetes mellitus tipe 2 dan komplikasinya membawa kerugian
ekonomi yang besar bagi penderita dan keluarga, sistem kesehatan dan ekonomi
nasional melalui biaya medis langsung serta hilangnya pekerjaan dan upah yang
kemudian mempengaruhi ketidakpatuhan penderita dalam minum obat dan tidak
adanya pengaturan diet yang sesuai.2
Mengingat terapi dan perawatan diabetes mellitus memerlukan waktu yang
cukup lama sehingga dapat menimbulkan kebosanan pada pasien diabetes
mellitus. Oleh karena itu, selain memperhatikan masalah fisik maka perlu juga
memperhatikan faktor psikologis pasien dalam menyelesaikan masalah diabetes
mellitus. Keikutsertaan anggota keluarga dalam memandu pengobatan, diet,
latihan jasmani dan pengisian waktu luang yang positif. Keluarga merupakan
bentuk peran serta aktif bagi keberhasilan penatalaksanaan diabetes mellitus.10
Pendekatan keluarga adalah salah satu cara Puskesmas untuk
meningkatkan jangkauan sasaran dan mendekatkan/ meningkatkan akses
pelayanan kesehatan di wilayah kerjanya dengan mendatangi keluarga. Puskesmas
tidak hanya menyelenggarakan pelayanan kesehatan di dalam gedung, melainkan
juga di luar gedung dengan mengunjungi keluarga di wilayah kerjanya sehingga
mencapai tujuan untuk mendukung keluarga agar dapat melaksanakan fungsinya
secara optimal.11
Berikut ini dilaporkan satu kasus diabetes mellitus tipe 2 yang berada di
wilayah kerja Puskesmas Kebun Kopi. Dalam kunjungan rumah ini dilakukan
beberapa analisa terkait kasus tersebut.

2
BAB II
ISI LAPORAN HOME VISIT

2.1. Daftar Anggota Keluarga


No Nama Kedudukan L/P Umur Pendidikan Pekerjaan Keterangan
1 Tn. A Kepala L 63T SMP Tidak
keluarga bekerja
2 Ny. Istri P 63T SMP Tidak
RL bekerja
3 Ny. Y Anak P 32T SMA IRT
4 Tn. M Menantu L 38T S1 PNS
5 An. N Cucu P 3T10B - -
6 An. F Cucu L 1T5B - -

2.2. Identitas Pasien


Nama : Ny.RL
Umur : 63 tahun
BB/TB : 70 kg/162 cm
Jenis Kelamin : Perempuan
Pendidikan Terakhir : SMP (Sekolah Menengah Pertama)
Pekerjaan : Tidak Bekerja
Alamat : Lorong Akimar, RT.25 Kel. Thehok, Kec.
Jambi Selatan Kota Jambi
Bangsa/Suku : Indonesia/Melayu
Status : Menikah

2.3. Anamnesis
a. Keluhan Utama
Pandangan kabur.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke poli umum Puskesmas Kebun Kopi bersama suaminya
dengan keluhan pandangan yang semakin kabur sejak 2 tahun yang lalu.

3
Pasien juga mengeluhkan kadang-kadang pusing dan gatal pada area
kakinya. Dua tahun yang lalu, pasien sempat dibawa ke dokter dan
diberikan kacamata. Pasien menggunakan kacamata hanya selama 3 bulan.
Hal itu dikarenakan pasien mengaku kacamata tersebut sudah tidak dapat
digunakan lagi. Selain itu, pasien juga mengeluh adanya kebas pada area
tangan beliau.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien pertama kali datang ke dokter pada tahun 2010 dengan keluhan
lemas dan pusing yang tidak hilang dengan istirahat. Pasien juga mengeluh
sering ke kamar mandi untuk buang air kecil. Pasien saat itu juga merasa
sering haus sehingga sering minum. Pada saat ini setelah dilakukan
pemeriksaan, ternyata glukosa darah pasien tinggi yaitu 400an.
Pada tahun 2013, pasien mengeluh pandangannya sudah mulai kabur. Saat
itu pasien hanya diberikan obat untuk keluhan tersebut.
Pasien mengatakan, keluarganya rutin setiap bulan untuk mengambil obat
di Puskesmas. Pasien dan keluarganya juga mengatakan bahwa pasien
rutin melakukan pengobatan dan sudah mengatur pola makan dengan baik.
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien mengatakan terdapat riwayat DM pada neneknya.
e. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien tinggal di rumah bersama suaminya. Terkadang anak, menantu, dan
cucu pasien ikut tinggal bersama di rumah pasien. Suami pasien dan
pasien saat ini tidak bekerja. Sehingga perekonomian keluarga ditanggung
oleh menantunya.
f. Riwayat Makan dan Kebiasaan
Dulu sebelum mengalami DM, pasien tidak pernah mengatur jenis dan
pola makannya. Pasien sering mengkonsumsi minuman manis setiap
sebelum makan pagi dalam jumlah yang banyak.
Sekarang pasien masih suka mengkonsumsi minuman manis, namus
pasien mengatur jenis gula yang digunakan yaitu gula rendah kalori.
Pasien tidak merokok dan banyak menghabiskan waktu untuk duduk dan
tidur.

4
2.4. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum : Terlihat sakit
b. Kesadaran : Compos mentis (GCS 15)
c. Gizi (IMT) : 26,67 (Obesitas)
d. Tanda vital
(1) Tekanan Darah : 160/100 mmHg
(2) Nadi : 80x/menit
(3) RR : 21x/menit
(4) Suhu : 36.7ºC
e. Status generalisata
(1) Kepala : Normocepalik
(2) Mata : Visus (1/~), Konjungtiva anemis (-/-), sklera
ikterik (-/-)
(3) Hidung : Deviasi septum (-/-), epistaksis (-)
(4) Mulut : Bibir kering (-), sianosis (-), laserasi (-)
(5) Leher : Pembesaran KGB (-)
(6) Thorak
i. Paru-paru
1. Inspeksi : Deviasi trakea (-), bentuk dada
normal,sternum dan klavikula tidak ada kelainan bentuk,
pergerakan dinding dada simetris.
2. Palpasi : Posisi trakea normal, pergerakan
dinding dada simetris, nyeri tekan (-), krepitasi (-).
3. Perkusi : Sonor seluruh lapangan paru
4. Auskultasi : Vesiculer
ii. Jantung
1. Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
2. Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS V Linea
midclavicularis sinistra dua jari ke medial
3. Perkusi : Batas jantung dalam batas normal
4. Auskultasi : Bunyi jantung I/II regular

5
(7) Abdomen
1. Inspeksi : Sikatrik (-)
2. Palpasi : Soepel, nyeri tekan/lepas (-), organomegali
(-)
3. Perkusi : Tympani (+), ascites (-)
4. Auskultasi : Bising usus (+)
(8) Ekstremitas Superior : Akral dingin, CRT < 2 detik, edema (-)
(9) Ekstremitas Inferior : Akral dingin, CRT < 2 detik, edema (-),
eritema

2.5. Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan penunjang yang dilakukan berupa pemeriksaan glukosa darah
sewaktu dan didapatkan hasil 193 mg/dL.

2.6. Diagnosis Kerja


Diabetes melitus tipe 2 dengan komplikasi.

2.7. Tatalaksana
2.7.1. Non Farmakologis
1. Modifikasi gaya hidup pasien dengan mengganti asupan karbohidrat
simpleks menjadi karbohidrat kompleks.
2. Menganjurkan untuk mengkonsumsi sumber protein hewani seperti
ayam tanpa kulit, ikan, putih telur dan daging yang tidak berlemak.
3. Mengkonsumsi sumber protein nabati seperti tempe, tahu, kacang
merah, kacang tanah dan kacang kedelai.
4. Rutin mengkonsumsi sayuran yang tinggi serat seperti kangkung,
daun kacang, oyong, ketimun, tomat, lobak sawi, selada, seledri dan
terong.
5. Mengkonsumsi buah-buahan seperti jeruk, apel, pepaya, jambu air,
salak dan belimbing.
6. Rutin berolahraga, dapat berupa jalan, lari, jogging, bersepeda selama
20- 25 menit dengan frekuensi 3-5x per minggu. Penting juga untuk

6
cukup istirahat (6-8 jam) dan mengendalikan stress.
Adapun makanan yang harus dihindari atau dibatasi adalah:
1. Membatasi makanan sumber karbohidrat seperti nasi, bubur, mie, roti,
ketan.
2. Membatasi protein yang memiliki kadar lemak jenuh tinggi seperti
kornet, sosis, sarden, otak, jeroan dan kuning telur.
3. Menghindari mengkonsumsi keju, abon, dan susu full cream.
4. Menghindari mengkonsumsi makanan yang digoreng dan yang
menggunakan santan kental, kecap dan saus tiram.
5. Menghindari mengkonsumsi gula pasir, manisan buah, cake, kue-kue
manis, dodol, sirup, selai, coklat, dan permen.

2.7.2. Farmakologi
1. Insulin aspart  3x1 sebelum makan
2. Insulin glargine  1x1 malam hari

2.8. Pengamatan Rumah


a. Bangunan Rumah
i. Bangunan rumah tampak kokoh dan terbuat dari beton
ii. Atap tebuat dari seng
iii. Lokasi rumah padat namun terpisah dengan rumah lainnya.
b. Komponen dan Penataan Ruang Rumah
 Lantai
Lantai bagian dalam rumah terbuat dari keramik kecuali bagian
dapur hanya terbuat dari semen

7
Gambar 2.1 Lantai dalam rumah Gambar 2.2 Lantai dalam dapur
 Dinding rumah
Dinding rumah tampak terbuat dari beton namun cat tampak
pudar sedang di dapur tampak dinding banyak noda kotor.
Dinding ruang tamu, dapur, kamar, dan kamar mandi tampak
memiliki ventilasi.
 Langit-langit
Langit-langit rumah tampak terbuat dari triplek dan bersih
namun pada dapur, langit-langit rumah tampak kotor, berdebu,
dan banyak sarang laba-laba
 Tata ruang rumah
Ruang didalam rumah pasien terdiri dari 1 ruang tamu, 3 ruang
kamar, 1 dapur, dan 1 kamar mandi.
 Ruang tamu
Ruang tampak kurang tertata rapi, tampak banyak
tumpukan pakaian yang belum dilipat diatas kursi dan
tampak tempat tidur pasien terletak di ruang tamu.
Ruangan memiliki pencahayaan yang baik, sirkulasi
udara yang baik, dan tampak bersih. Tampak 2 jendela
dengan ukuran 40 cm x 100 cm, 1 pintu berukuran 80
cm x 190 cm, dan 6 ventilasi berukuran 10 cm x 25 cm.
Setiap pagi pintu rumah pasien selalu terbuka namun
jendela tidak.

8

Gambar 2.3 Kondisi ruang tamu

 Ruang kamar
Terdapat 3 kamar tidur didalam rumah. Pada bagian
depan kamar tidur anak, menantu, dan cucu pasien,
bagian belakang merupakan kamar tidur suami pasien.
Sedangkan pasien tidur di ruang tamu. kamar tidur
bagian depan terdapat 2 jendela yang berukuran 40 cm
x 80 cm dengan 2 ventilasi berukuran 10 cm x 25 cm,
sedangkan kamar tidur belakang hanya memiliki 1
jendela berukuran 40 cm x 80 cm dengan 1 ventilasi
berukuran 10 cm x 25 cm. Jendela kamar jarang
dibuka, pencahayaan kurang, sirkulasi udara tidak
memadai, dan tampak tidak tertata rapi.
Sedangkan tempat tidur pasien dalam kondisi mendapat
pencahayaan yang baik, sirkulasi udara baik, dan tidak
pengap.

Gambar 2.4 Kondisi kamar


 Kamar mandi

9
o Tempat untuk mandi dan buang air terletak
bersamaan berada didalam ruma berlantai
keramik.
o Kamar mandi tampak bersih namun kurang
tertata rapi
o Jamban menggunakan leher angsa dan
pembuangannya menggunakan septictank.
o Tampak bak mandi yang terisi oleh air yang
jernih, tidak berbau, dan tidak ada jentik
dikarenakan dibersihkan tiap kotor atau 2 hari
sekali.
o Kamar mandi memiliki ventilasi yang cukup

Gambar 2.5 Kondisi kamar mandi


 Ruang dapur
o Luas ruang dapur berkisar 5 x 3 meter
o Terdapat jendela berukuran 40 x 100 cm dengan
2 ventilasi berukuran 10 x 25 cm
o Dapur tampak tidak tertata rapi
o Terdapat tempat penyimapanan makanan yang
tertutup.

10
Gambar 2.6 Kondisi dapur
c. Pencahayaan
Pencahayaan alami di tempat pasien tidur dan kamar mandi tampak
baik, namun pada beberapa tempat seperti dapur dan kamar tidur suami
pasien tampak kekurangan cahaya hal itu dikarenakan ventilasi dan
jendela yang kurang memadai.

Gambar 2.7 Kondisi pencahayaan


d. Penyediaan air
 Air untuk kegiatan mandi, cuci, kakus bersumber dari air ledeng atau
PDAM
 Air minum bersumber dari air galon isi ulang

11
Gambar 2.8 Kondisi penyediaan air

e. Sarana penyimpanan makanan


 Didalam rumah tersedia lemari es sebagai tempat penyimpanan bahan
makanan.
 Tersedianya lemari khusus untuk menyimpan makanan yang telah
diolah agar tetap higienis dan aman.

Gambar 2.9 Sarana penyimpanan makanan


f. Limbah
 Limbah cair dibuang ke saluran yang langsung mengalir ke
parit disekeliling rumah
 Limbah padat dikumpulkan dalam 1 tempat di rumah pasien.
g. Binatang penular penyakit
 Tidak tampak adanya binatang penular penyakit di rumah
pasien

12
2.9. Pengamatan Lingkungan
Rumah pasien terletak dikawasan perumahan yang cukup padat penduduk.
Rumah pasien tidak berdempetan dengan rumah tetangga pasien. Jalan
menuju rumah pasien memiliki lebar sekitar 3 meter. Didepan rumah
pasien tampak tumpukan barang bangunan dan tempat jemuran pakaian.

Gambar 2.10 Kondisi lingkungan


2.10. Hasil Wawancara dan Pengamatan Perilaku Kesehatan dengan
Keluarga
1. Kenapa ibu selalu baring dan duduk?
“Saya sering baring dan duduk dikarenakan ketika berdiri saya
sering merasakan pusing, namun saya ketika kondisi tertentu masih
sanggup berdiri, saya masih sanggup untuk ke toillet untuk mandi dan
buang air kecil dan saya masih sanggup untuk shalat”
2. Biasanya ibu setiap hari mengkonsumsi apa?
“Saya dahulunya suka minum teeh manis 1 gelas besar sebelum
makan pagi. Namun, saat ini saya makan 3x sehari, saya masih
minum teh tiap paginya tapi sekarang gulanya untuk orang diabetes.
Saya suka makan sayur dan buah-buahan.”
3. Siapa yang memberikan makan ibu sehari?
Biasanya yang menyiapkan makan untuk saya suami saya, kadang-
kadang anak saya juga menyiapkan makan untuk saya.”
4. Apakah ibu rutin untuk melakukan pengobatan?
“iya saya rutin untuk ngobati DM saya. Walaupun Dmnya tidak bisa
sembuh, yang penting saya sehat-sehat kayak gini alhamdulillah.
Yang memberikan obat saya suami atau anak saya. Obatnya saya
pakai 3xsehari sebelum makan sama ada tambahan 1 obat untuk

13
malamnya.”
5. Apakah ibu selalu cuci tangan pakai sabun?
“iya kadang kalo setelah buang air, saya cuci tangan pakai sabun”
Pasien tinggal bersama suami, anak, menantu, dan cucunya. Perilaku
kesehatan dalam keluarga pasien dapat dikatakan baik. Adapun perilaku
PHBS dalam keluarga dapat dinilai melalui 10 kriteria yaitu:

No Kriteria PHBS Penilaian


1 Persalinan ditolong oleh tenaga Anak pasien melahirkan dengan
kesehatan bantuan bidan
2 Memberi ASI eksklusif Cucu pasien mendapat ASI eksklusi
selama 6 bulan.
3 Menimbang balita Cucu pasien rutin dibawa ke posyandu
dan puskesmas untuk melakukan
penimbangan tiap bulannya.
4 Menggunakan air bersih Pasien dan keluarganya menggunakan
sumber air bersih berupa air ledeng
dan air minum menggunakan air
galon.
5 Mencuci tangan dengan air bersih Keluarga pasien memahami
dan sabun pentingnya cuci tangan pakai sabun
dan keluarga pasien sering melakukan
kegiatan tersebut.
6 Menggunakan jamban sehat Keluarga ini memiliki jamban yang
sehat berupa leher angsa dan
ditampung dalam septictank.
7 Memberantas jentik rumah sekali Keluarga sering melakukan
seminggu pembersihan penampungan air (2 hari
sekali)
8 Makan buah dan sayur setiap hari Pasien dan keluarganya rutin
mengkonsumsi sayur setiap hari
9 Melakukan aktifitas fisik setiap hari Pasien dan keluarganya jarang

14
melakukan aktifitas fisik harian.
Pasien tidak melakukan itu
dikarenakan rasa pusing jika
melakukan aktivitas fisik.
10 Tidak merokok di dalam rumah Di dalam rumah pasien tidak ada yang
merokok.

2.11. Hasil Wawancara dan Pengamatan Hubungan dalam Keluarga


Pasien tinggal bersama suami, anak menantu, dan kedua cucunya. Pasien
memiliki hubungan yang baik dengan orang sekitar hal itu dikarenakan
masih adanya teman pasien yang sering berkunjung ke rumah untuk
memperhatikan kondisi pasien dan pasien memiliki hubungan yang baik
dengan keluarga hal itu dibuktikan dengan tingginya perhatian keluarga
terhadap pasien.

15
Tanggal Subjek Objek Kajian Planning Kemajuan
Kunjungan Pandangan kabur Keadaan umum  Kepatuhan Konseling untuk
Ke-1 dan gatal pada kaki Kesadaran : pasien dalam kondisi pasien
16-4-2019 Compos mentis pengobatan baik  Mengajak
 Kebiasaan pasien pasien untuk
Tanda vital mengkonsumsi melakukan
TD : 160/100 manis masih pemeriksaan di
N : 80x/menit sering puskesmas esok
RR : 21x/menit  Pasien tidak hari.
T : 36,5oC pernah Konseling
GDS : 200 mg/dL berolahraga kebiasaan dan
 Pasien sering perilaku
Kondisi rumah makan sayur dan  Menjelaskan
 Keadaan kamar buah anjuran konsumsi
sangat tidak rapi. karbohidrat
 Keadaan ruang kompleks seperti
tamu cukup rapi kentang.
namun terdapat  Menganjurkan
tumpukan baju

16
diatas kursi. untuk tidak
 Keadaan dapur terlalu sering
tampak sangat konsumsi makan-
berantakan. makanan manis
 Keadaan kamar  Memberikan
mandi cukup saran untuk
baik, tempat sering melakukan
penampungan air aktivitas fisik
terlihat cukup ringan didalam
bersih dan rumah seperti
memiliki jamban berjalan.
yang sehat.  Menyarankan
kepada pasien
untuk tidak
menggaruk
kakinya terlalu
kuat
Konseling kondisi
rumah

17
 Memberikan
saran untuk
membersihkan
dapur, kamar,
dan ruang tamu

Kunjungan Pandangan kabur Keadaan umum  Kepatuhan Konseling untuk  Pasien sudah
ke-2 dan gatal pada kaki Kesadaran : pasien dalam kebiasaan dan berkunjung ke
22-4-2019 Compos mentis pengobatan baik perilaku pasien puskesmas
 Kebiasaan pasien  Menyarankan untuk
Tanda vital mengkonsumsi pasien untuk melakukan
TD : 160/90 mmHg manis masih tetap pengobatan
N : 84x/menit sering melakukan terhadap
RR : 20x/menit  Pasien tidak aktivitas fisik keluhannya
T : 36,7oC pernah ringan dalam  Pasien sudah
GDS : 193 mg/dL berolahraga rumah mengurangi
 Pasien sering  Menyarankan untuk
Kondisi rumah makan sayur dan pasien untuk menggaruk
 Keadaan kamar

18
masih tampak buah mengkonsumsi kakinya
tidak rapi. karbohidrat
Keadaan ruang tamu kompleks
rapi, namun baju  Menyarankan
masih tertumpuk pasien untuk
pada 1 tempat. mengurangi
 Keadaan dapur konsumsi
masih tampak minuman
berantakan. manis.
 Keadaan kamar Konseling kondisi
mandi cukup rumah
baik, tempat  Menyarankan
penampungan air keluarga untuk
terlihat cukup mebersihkan
bersih dan dapur, ruang
memiliki jamban tamu, dan
yang sehat. kamar.
Kunjungan Pandangan kabur Keadaan umum  Kepatuhan Konseling  Rumah pasien
ke-3 dan gatal pada kaki Kesadaran : terhadap kondisi

19
27-4-2019 Compos mentis pasien dalam pasien tampak lebih
pengobatan baik  Menyarankan bersih dan rapi
Tanda vital  Kebiasaan pasien pasien untuk  Pasien sudah
TD : 160/90 mmHg mengkonsumsi tetap patuh jarang
N : 84x/menit manis sudah dalam mengkonsumsi
RR : 20x/menit jarang pengobatan minuman manis
T : 36,7oC  Pasien tidak Konseling untuk
GDS : 189 mg/dL pernah kebiasaan dan
berolahraga perilaku pasien
Kondisi rumah  Pasien sering  Menyarankan
 Keadaan kamar makan sayur dan pasien untuk
masih tampak buah tetap
tidak rapi. melakukan
 Keadaan ruang aktivitas fisik
tamu rapi, namun ringan dalam
baju masih rumah
tertumpuk pada 1  Menyarankan
tempat. pasien untuk

20
 Keadaan dapur mengkonsumsi
sudah tampak karbohidrat
rapi. kompleks
 Keadaan kamar  Menyarankan
mandi cukup pasien untuk
baik, tempat mengurangi
penampungan air konsumsi
terlihat cukup minuman
bersih dan manis.
memiliki jamban Konseling kondisi
yang sehat. rumah
Menyarankan
keluarga untuk
tetap menjaga
kebersihan rumah

21
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Diabetes Melitus


3.1.1 Definisi
Diabetes melitus dalah suatu penyakit metabolik yang ditandai dengan
adanya hiperglikemia yang terjadi karena pankreas tidak mampu mensekresi
insulin, gangguan kerja insulin, ataupun keduanya. Dapat terjadi kerusakan
jangka panjang dan kegagalan pada berbagai organ seperti mata, ginjal, saraf,
jantung, serta pembuluh darah apabila dalam keadaaan hiperglikemia kronis.6

3.1.2 Klasifikasi dan Etiologi


Menurut American Diabetes Mellitus Association tahun 2010,
diklasifikasikan yaitu:
a. Diabetes tipe 1 (destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi
insulin absolut):
1) Autoimun: Infeksi virus. Contohnya: Coxacie virus B, rubela, dan
mononucleosis infeksiosa.
2) Idiopatik : Belum diketahui secara pasti. Contohnya: Genetik-
herediter (kromosom 6p21), tanpa sebab.
b. Diabetes tipe 2 (tidak ada kerusakan pada pankreasnya dan dapat terus
menghasilkan insulin, namun tubuh resisten terhadap efek insulin,
sehingga tidak ada insulin yang cukup untuk memenuhi kebutuhan
tubuh):
1) Mutasi reseptor insulin.
2) Efek toxic akumulasi lipid di jaringan (akibat obesitas).
3) Faktor predisposisi lain:
(1) Peningkatan proses glukogeogenesis dan glukogenesis (sindrom
cushing dan kehamilan).
(2) Konsumsi makanan yang mengandung gula berelebih → sel-sel
beta pankreas lelah dan tidak optimal dalam memproduksi
insulin.

22
(3) Obat-obatan.
c. Diabetes tipe lain:
1) Cacat genetik fungsisel.
2) Cacat genetik fungsi insulin.
3) Endokrinopati (akromegali, sindrom cushing, feokromositoma,
hipertiroid)
4) Penyakit pankreas (pankreatitis, pankreatopati fibrokalkulus, tumor).
5) Obat atau induksi secarakimia.
6) Infeksi.
d. Diabetes melitus gestasional karena terjadi hiperglikemia saat
kehamilan.7

3.1.3 Faktor Risiko


Faktor risiko diabetes yaitu :
a. Faktor Risiko yang Tidak Bisa Dimodifikasi
1) Ras dan etnik .
2) Riwayat keluarga dengan DM.
3) Umur: Risiko untuk menderita intolerasi glukosa meningkat seiring
dengan meningkatnya usia. Usia >45 tahun harus dilakukan
pemeriksaan DM.
4) Riwayat melahirkan bayi dengan BB lahir bayi >4000 gram atau
riwayat pernah menderita DM gestasional (DMG).
5) Riwayat lahir dengan berat badan rendah, kurang dari 2,5 kg. Bayi
yang lahir dengan BB rendah mempunyai risiko yang lebih tinggi
dibanding dengan bayi yang lahir dengan BB normal.6
b. Faktor Risiko yang Bisa Dimodifikasi
1) Berat badan lebih (IMT23 kg/m2).
2) Kurangnya aktivitas fisik.
3) Hipertensi (>140/90 mmHg).
4) Dislipidemia (HDL <35mg/dl dan/atau trigliserida >250mg/dl).
5) Diet tak sehat (unhealthy diet). Diet dengan tinggi glukosa dan rendah
serat akan meningkatkan risiko menderita prediabetes/intoleransi

23
glukosa dan DMT2.6

c. Faktor Lain yang Terkait dengan Risiko Diabetes Melitus


1) Penderita Polycystic Ovary Syndrome (PCOS) atau keadaan klinis
lain yang terkait dengan resistensi insulin
2) Penderita sindrom metabolik yang memiliki riwayat toleransi glukosa
terganggu (TGT) atau glukosa darah puasa terganggu (GDPT)
sebelumnya.
3) Penderita yang memiliki riwayat penyakit kardiovaskular, seperti
stroke, PJK, atau PAD(Peripheral Arterial Diseases).6

3.1.4 Epidemiologi
Sebagai dampak positif pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah
dalam kurun waktu 60 tahun merdeka, pola penyakit di Indonesia mengalami
pergeseran yang cukup meyakinkan. Penyakit infeksi dan kekurangan gizi
berangsur turun, meskipun diakui bahwa angka penyakit infeksi ini masih
dipertanyakan dengan timbulnya penyakit baru seperti Hepatitis B danAIDS, juga
angka kesakitan TBC yang tampaknya masih tinggidan akhir-akhir ini flu burung,
demam berdarah dengue (DBD), antraks dan polio melanda negara kitayang kita
cintai ini. Di lain pihak penyakit menahun yang disebabkan oleh penyakit
degeneratif, di antaranya diabetes meningkat dengan tajam. Perubahan pola
penyakit itu diduga ada hubungannya dengan cara hidup yang berubah.8
Di samping itu cara hidup yang sangat sibuk dengan pekerjaan dari pagi
sampai sore bahkan kadang-kadang sampai malam hari duduk di belakang meja
menyebabkan tidak adanya kesempatan untuk berekreasi atau berolahraga. Pola
hidup berisiko seperti inilah yang menyebabkan tingginya kekerapan penyakit
jantung koroner (PJK), hipertensi, diabetes ataupun hiperlipidemia. 8
Di antara penyakit degeneratif, diabetes adalah salah satu di antara penyakit
tidak menular yang akan meningkat jumlahnya di masa datang. Perserikatan
Bangsa-Bangsa (WHO) membuat perkiraan bahwa pada tahun 2000 jumlah
pengidap diabetes di atas umur 20 tahun berjumlah 150 juta orang dan dalam
kurun waktu 25 tahun kemudian, pada tahun 2025, jumlah itu akan membengkak

24
menjadi 300 juta orang. 8
Awalnya Diabetes Mellitus lazim terjadi pada Negara barat yang maju.
Namun akhir-akhir ini prevalensi diabetes melitus di beberapa negara berkembang
mengalami peningkatan akibat peningkatan kemakmuran di negara bersangkutan,
akhir-akhir ini banyak disoroti. Peningkatan pendapatan per kapita dan perubahan
gaya hidup terutama di kota-kota besar, menyebabkan peningkatan prevalensi
penyakit degeneratif, seperti penyakit jantung koroner (PJK), hipertensi,
hiperlipidemia, diabetes, dan lain-lain. 8
Menurut penelitian epidemiologi yang sampai saat ini dilaksanakan di
Indonesia, kekerapan diabetes di Indonesia berkisar antara 1,4 dengan 1,6%,
kecuali di dua tempat yaitu di Pekajangan, suatu desa dekat Semarang, 2,3% dan
di Manado 6%. Di Pekajangan prevalensi ini agak tinggi disebabkan didaerah itu
banyak perkawinan antara kerabat. Sedangkan di Manado, Waspadji
menyimpulkan mungkin angka itu tinggi karena pada studi itu populasinya terdiri
dari orang-orang yang datang dengan sukarela, jadi agak lebih selektif. Tetapi
kalau dilihat dari segi geografi dan budayanya yang dekat dengan Filipina, ada
kemungkinan bahwa prevalensi di Manado memang tinggi, karena prevalensi
diabetes di Filipina juga tinggi yaitu sekitar 8,4% sampai 12% di daerah urban dan
3,85 sampai 9,7% di daerah rural. 8
Suatu penelitian yang dilakukan di Jakarta tahun 1993, kekerapan DM di
daerah urban yaitu di kelurahan Kayuputih adalah 5,69%, sedangkan di daerah
rural yang dilakukan oleh Augusta Arifin di suatu daerah di JawaBarat tahun
1995, angka itu hanya 1,1%. Di sini jelas ada perbedaan antara prevalensi di
daerah urban dengandaerah rural. Hal ini menunjukkan bahwa gaya
hidupmempengaruhi kejadian diabetes. Tetapi di Jawa Timurangka itu tidak
berbeda yaitu 1,43% di daerah urbandan 1,47% di daerah rural. Hal ini mungkin
disebabkantingginya prevalensi Diabetes Melitus Terkait Malnutrisi(DMTM) atau
yang sekarang disebut diabetes tipe laindi daerah rural di Jawa Timur,yaitu
sebesar 21,2% dariseluruh diabetes di daerah itu. 8
Pada tahun 2006, Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia bekerja sama dengan Bidang Penelitian dan Pengembangan
Departemen Kesehatan melakukan surveilans Faktor Risiko Penyakit Tidak

25
Menular di Jakarta yang melibatkan 1591 subyek, terdiri dari 640 laki-laki dan
951 wanita. Survei tersebut melaporkan prevalensi DM (unadjusted) di lima
wilayah DKI Jakarta sebesar12,1% dengan DM yang terdeteksi sebesar 3,8% dan
DM yang tidak terdeteksi sebesar 11,2%. Berdasarkan data ini diketahui bahwa
kejadian DM yang belum terdiagnosis masih cukup tinggi, hampir 3x lipat dari
Jumlah kasus DM yang sudah terdeteksi. 8
Melihat tendensi kenaikan kekerapan diabetes secara global yang tadi
dibicarakan terutama disebabkan oleh karena peningkatan kemakmuran suatu
populasi, maka dengan demikian dapat dimengerti bila suatu saat atau lebih tepat
lagi dalam kurun waktu 1 atau 2 dekade yang akan datang kekerapan DM di
Indonesia akan meningkatdengan drastis.Ini sesuai dengan perkiraan yang
dikemukakan oleh WHO bahwa Indonesia akan menempati peringkat nomor 5
sedunia dengan jumlah pengidapdiabetes sebanyak 12,4 juta orang pada tahun
2025. 8

3.1.5 Patogenesis
Resistensi insulin pada otot dan liver serta kegagalan sel beta pankreas telah
dikenal sebagai patofisiologi kerusakan sentral dari DM tipe-2. Belakangan
diketahui bahwa kegagalan sel beta terjadi lebih dini dan lebih berat daripada
yang diperkirakan sebelumnya. Selain otot, liver dan sel beta, organ lain seperti:
jaringan lemak (meningkatnya lipolisis), gastrointestinal (defisiensi incretin), sel
alpha pancreas (hiperglukagonemia), ginjal (peningkatan absorpsi glukosa), dan
otak (resistensi insulin), kesemuanya ikut berperan dalam menimbulkan terjadinya
gangguan toleransi glukosa pada DM tipe-2. Delapan organ penting dalam
gangguan toleransi glukosa ini (ominous octet) penting dipahami karena dasar
patofisiologi ini memberikan konsep tentang:6
1. Pengobatan harus ditujukan guna memperbaiki gangguan patogenesis,
bukan hanya untuk menurunkan HbA1c saja
2. Pengobatan kombinasi yang diperlukan harus didasari atas kinerja obat
pada gangguan multipel dari patofisiologi DM tipe 2.
3. Pengobatan harus dimulai sedini mungkin untuk mencegah atau
memperlambat progresivitas kegagalan sel beta yang sudah terjadi pada

26
penyandang gangguan toleransi glukosa.6
De Fronzo pada tahun 2009 menyampaikan, bahwa tidak hanya otot, liver
dan sel beta pankreas saja yang berperan sentral dalam patogenesis penderita DM
tipe-2 tetapi terdapat organ lain yang berperan yang disebutnya sebagai the
ominous octet.

Gambar 3.1 Patogenesis Diabetes Melitus Tipe 2


(omnious octet)

Secara garis besar patogenesis DM tipe-2 disebabkan oleh delapan hal


(omnious octet) berikut :
1. Kegagalan sel beta pancreas:
Pada saat diagnosis DM tipe-2 ditegakkan, fungsi sel beta sudah sangat
berkurang. Obat anti diabetik yang bekerja melalui jalur ini adalah
sulfonilurea, meglitinid, GLP-1 agonis dan DPP-4 inhibitor. 6
2. Liver:
Pada penderita DM tipe-2 terjadi resistensi insulin yang berat dan
memicu gluconeogenesis sehingga produksi glukosa dalam keadaan
basal oleh liver (HGP=hepatic glucose production) meningkat. Obat
yang bekerja melalui jalur ini adalah metformin, yang menekan proses
gluconeogenesis. 6
3. Otot:
Pada penderita DM tipe-2 didapatkan gangguan kinerja insulin yang

27
multiple di intramioselular, akibat gangguan fosforilasi tirosin sehingga
timbul gangguan transport glukosa dalam sel otot, penurunan sintesis
glikogen, dan penurunan oksidasi glukosa. Obat yang bekerja di jalur
ini adalah metformin, dan tiazolidindion. 6
4. Sel lemak:
Sel lemak yang resisten terhadap efek antilipolisis dari insulin,
menyebabkan peningkatan proses lipolysis dan kadar asam lemak bebas
(FFA=Free Fatty Acid) dalam plasma. Penigkatan FFA akan
merangsang proses glukoneogenesis, dan mencetuskan resistensi insulin
di liver dan otot. FFA juga akan mengganggu sekresi insulin. Gangguan
yang disebabkan oleh FFA ini disebut sebagai lipotoxocity. Obat yang
bekerja dijalur ini adalah tiazolidindion. 6
5. Usus:
Glukosa yang ditelan memicu respon insulin jauh lebih besar dibanding
kalau diberikan secara intravena. Efek yang dikenal sebagai efek
incretin ini diperankan oleh 2 hormon GLP-1 (glucagon-like
polypeptide-1) dan GIP (glucose-dependent insulinotrophic polypeptide
atau disebut juga gastric inhibitory polypeptide). Pada penderita DM
tipe-2 didapatkan defisiensi GLP-1 dan resisten terhadap GIP.
Disamping hal tersebut incretin segera dipecah oleh keberadaan ensim
DPP-4, sehingga hanya bekerja dalam beberapa menit. Obat yang
bekerja menghambat kinerja DPP-4 adalah kelompok DPP-4 inhibitor.
Saluran pencernaan juga mempunyai peran dalam penyerapan
karbohidrat melalui kinerja ensim alfa- glukosidase yang memecah
polisakarida menjadi monosakarida yang kemudian diserap oleh usus
dan berakibat meningkatkan glukosa darahsetelah makan. Obat yang
bekerja untuk menghambat kinerja ensim alfa-glukosidase adalah
akarbosa.6
6. Sel Alpha Pancreas
Sel-α pancreas merupakan organ ke-6 yang berperan dalam
hiperglikemia dan sudah diketahui sejak 1970. Sel-α berfungsi dalam
sintesis glukagon yang dalam keadaan puasa kadarnya di dalam

28
plasma akan meningkat. Peningkatan ini menyebabkan HGP dalam
keadaan basal meningkat secara signifikan dibanding individu yang
normal. Obat yang menghambat sekresi glukagon atau menghambat
reseptor glukagon meliputi GLP-1 agonis, DPP4 inhibitor dan amylin. 6
7. Ginjal:
Ginjal merupakan organ yang diketahui berperan dalam pathogenesis
DM tipe-2. Ginjal memfiltrasi sekitar 163 gram glukosa sehari.
Sembilan puluh persen dari glukosa terfiltrasi ini akan diserap kembali
melalui peran SGLT-2 (Sodium Glucose coTransporter) pada bagian
convulated tubulus proksimal. Sedang 10% sisanya akan di absorbsi
melalui peran SGLT-1 pada tubulus desenden dan asenden, sehingga
akhirnya tidak ada glukosa dalam urine. Pada penderita DM terjadi
peningkatan ekspresi gen SGLT-2. Obat yang menghambat kinerja
SGLT-2 ini akan menghambat penyerapan kembali glukosa di tubulus
ginjal sehingga glukosa akan dikeluarkan lewat urine. Obat yang
bekerja di jalur ini adalah SGLT-2 inhibitor. Dapaglifozin adalah salah
satu contoh obatnya. 6
8. Otak:
Insulin merupakan penekan nafsu makan yang kuat. Pada individu yang
obes baik yang DM maupun non-DM, didapatkan hiperinsulinemia
yang merupakan mekanisme kompensasi dari resistensi insulin. Pada
golongan ini asupan makanan justru meningkat akibat adanya resistensi
insulin yang juga terjadi di otak. Obat yang bekerja di jalur Ini adalah
GLP-1 agonis, amylin dan bromokriptin.6

3.1.6 Manifestasi Klinis


Diabetes seringkali muncul tanpa gejala. Namun demikian ada beberapa
gejala yang harus diwaspadai sebagai isyarat kemungkinan diabetes. Gejala tipikal
yang sering dirasakan penderita diabetes antara lain poliuria (sering buang air
kecil), polidipsia (sering haus), dan polifagia (banyak makan/mudah lapar). Selain
itu sering pula muncul keluhan penglihatan kabur,koordinasi gerak anggota tubuh
terganggu, kesemutan pada tangan atau kaki, timbul gatal- gatal yang seringkali

29
sangat mengganggu (pruritus), dan berat badan menurun tanpa sebab yang jelas.
 Gejala klasik umum dikeluhkan adalah rasa haus yang berlebihan, sering
kencing terutama malam hari, penurunan berat badan dengan cepat.
 Gejala non klasik (keluhan lemah) : kesemutan pada jaringan tangan dan
kaki, cepat lapar, irritabilitas dan gatal gatal pada kulit, penglihatan kabur,
gairah seks menurun, luka sukar sembuh. 6

3.1.7 Penegakan Diagnosis


Diagnosis DM harus didasarkan atas pemeriksaankonsentrasi glukosa darah.
Dalam menentukan diagnosisDM harus diperhatikan asal bahan darah yang
diambildan cara pemeriksaan yang dipakai. Untuk diagnosis,pemeriksaan yang
dianjurkan adalah pemeriksaan glukosadengan cara enzimatik menggunakan
bahan darah plasma vena.Untuk memastikan diagnosis DM, pemeriksaan
glukosadarah seyogyanya dilakukan di laboratorium klinik yangterpercaya (yang
melakukan program pemantauankendali mutu secara teratur). Walaupun demikian
sesuaidengan kondisi setempat dapat juga dipakai bahandarah utuh (whole blood),
vena ataupun kapiler denganmemperhatikan angka-angka kriteria diagnostik
yangberbeda sesuai pembakuan oleh WHO. Untuk pemantauan hasil pengobatan
dapat diperiksa glukosa darah kapiler. 6
Ada perbedaan antara uji diagnostik DM danpemeriksaan penyaring. Uji
diagnostik DM dilakukan padamereka yang menunjukkan gejala/tanda DM,
sedangkanpemeriksaan penyaring bertujuan untuk mengidentifikasimereka yang
tidak bergejala, yang mempunyai risiko DM. 6
PERKENI membagi alur diagnosis DM menjadi duabagian besar
berdasarkan ada tidaknya gejala khas DM. Gejala khas DM terdiri dari poliuria,
polidipsia, polifagia danberat badan menurun tanpa sebab yang jelas ,
sedangkangejala tidak khas DM diantaranya lemas, kesemutan, lukayang sulit
sembuh, gatal, mata kabur, disfungsi ereksi (pria)dan pruritus vulva (wanita).
Apabila ditemukan gejala khas DM, pemeriksaan glukosa darah abnormal
satu kali sajasudah cukup untuk menegakkan diagnosis, namun apabilatidak
ditemukan gejala khas DM, maka diperlukan dua kali pemeriksaan glukosa
darah abnormal. Diagnosis DM jugadapat ditegakkan melalui cara pada tabel 3.1.

30
Kriteria Diagnosis DM.
Tabel3.1 Kriteria Diagnosis DM
1. Gejala klasik DM + glukosa plasma sewaktu >200 mg/dL(11,1 mmol/L)
Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari
tanpa memperhatikan waktu makan terakhir
2. Gejala klasik DM + glukosa plasma puasa >126 mg/dL (7,0 mmol/L)
Puasa diartikan pasien tidak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam
3. Glukosa plasma 2 j am pada TTGO >200 mg/dL (11,1 mmol/L)
TTGO dilakukan dengan standar WHO, menggunakan beban glukosa yang
setara dengan 75 gram glukosa anhidrus yang dilarutkan ke dalam air.

* Kriteria diagnostik tersebut harus dikonfirmasi ulang pada hari yang lain,
kecuali untuk keadaan khas hiperglikemia dengan dengan dekompensasi
metabolik berat, seperti ketoasidosis, gejala klasik: poliuri, polidipsi,
polifagi dan berat badan menurun cepat.

Hasil pemeriksaan glukosa darah 2 jam pasca pembebanan dibagi menjadi 3


yaitu:
a) <140 mg/dL = normal
b) 140 - 200 mg/dL = toleransi glukosa terganggu
c) > 200 mg/dL = diabetes

31
Gambar 3.2 Langkah diagnostik DM dan TGT

Pemeriksaan penyaring dikerjakan pada semuaindividu dewasa dengan


Indeks Massa Tubuh (IMT) >25 kg/m2 dengan faktor risiko lain sebagai berikut:
1. Aktivitas fisik kurang,
2. Riwayat keluarga mengidap DM pada turunan pertama (first degree
relative),
3. Masuk kelompok etnik risiko tinggi (African American, Latino, Native
American, Asian American, Pacific Islander),
4. Wanitadengan riwayat melahirkan bayi dengan berat >4000gram atau
riwayat Diabetes Melitus Gestasional (DMG),
5. Hipertensi (tekanan darah > 140/90 mmHg atau sedangdalam terapi obat
anti hipertensi),
6. Kolesterol HDL <35mg/dL dan atau trigliserida >250 mg/dL,
7. Wanita dengan sindrom polikistik ovarium,
8. Riwayat Toleransi glukosaterganggu (TGT) atau Glukosa darah puasa
terganggu (GDPT),
9. Keadaan lain yang berhubungan denganresistansi insulin (obesitas,

32
akantosis nigrikans),
10. Riwayat penyakit kardiovaskular.6
Pada penapisan dapat dilakukan pemeriksaan glukosa darah puasa atau
sewaktu atau TTGO. Untuk kelompok risiko tinggi yang hasil pemeriksaan
penyaringnya negatif, pemeriksaan penyaring ulangan dilakukan tiap tahun;
sedangkan bagi mereka yang berusia >45 tahun tanpa faktor risiko, pemeriksaan
penyaring dapat dilakukan setiap 3 tahun atau lebih cepat tergantung dari klinis
masing-masing pasien.6
Pemeriksaan penyaring berguna untuk menjaring pasien DM, toleransi
glukosa terganggu (TGT) dan glukosa darah puasa terganggu (GDPT), sehingga
dapat ditentukan langkah yang tepat untuk mereka. Pasien dengan TGT dan
GDPT merupakan tahapan sementara menuju DM. Setelah 5-10 tahun kemudian
1/3 kelompok TGT akan berkembang menjadi DM, 1/3 tetap TGT dan 1/3 lainnya
kembali normal. Adanya TGT sering berkaitan dengan resistensi insulin. Pada
kelompok TGT ini risiko terjadinya aterosklerosis lebih tinggi dibandingkan
kelompok normal. TGT sering berkaitan dengan penyakit kardiovaskular,
hipertensi dan dislipidemia.6
Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan melalui pemeriksaan konsentrasi
glukosa darah sewaktu atau konsentrasi glukosa darah puasa, kemudian dapat
diikuti dengan tes tolerasi glukosa oral (TTGO) standar.6

Gambar 3.3 Tabel Konsentrasi GDS dan GDP Sebagai Patokan Penyaring dan
Diagnosis DM

3.1.1 Penatalaksanaan
Ada 4 pilar penatalaksanaan diabetes melitus:
a. Edukasi

33
Pemberdayaan penyandang diabetes memerlukan partisipasi aktif pasien,
keluarga dan masyarakat.Tim kesehatan mendampingi pasien dalam
menuju perubahan perilaku. Untuk mencapai keberhasilan perubahan
perilaku, dibutuhkan edukasi yang komprehensif dan upaya peningkatan
motivasi. Pengetahuan tentang pemantauan glukosa darah mandiri, tanda
atau gejala hiperglikemia dan cara mengatasinya. 6
1. Terapi Nutrisi Medis
Terapi Gizi Medis (TGM) merupakan bagian dari penatalaksanaan
diabetes secara total. Kunci keberhasilan TGM adalah keterlibatan
secara menyeluruh dari anggota tim (dokter, ahli gizi, petugas
kesehatan yang lain dan pasien itu sendiri). Setiap penyandang diabetes
sebaiknya mendapat TGM sesuai dengan kebutuhannya guna mencapai
sasaran terapi. Prinsip pengaturan makan pada penyandang diabetes
hampir sama dengan anjuran makan untuk masyarakat umum yaitu
makanan yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat
gizi masing-masing individu. Pada penyandang diabetes perlu
ditekankan pentingnya keteraturan makan dalam hal jadwal makan,
jenis dan jumlah makanan, terutama pada mereka yang menggunakan
obat penurun glukosa darah atau insulin. 6
2. Latihan Jasmani
Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali
seminggu selama kurang lebih 30 menit), merupakan salah satu pilar
dalam pengelolaan DM tipe 2. Kegiatan sehari-hari seperti berjalan kaki
ke pasar, menggunakan tangga, berkebun harus tetap dilakukan. Latihan
jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat
badan dan memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga akan
memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan jasmani yang dianjurkan
berupa latihan jasmani yang bersifat aerobik seperti: jalan kaki,
bersepeda santai, jogging, dan berenang. Latihan jasmani sebaiknya
disesuaikan dengan umur dan status kesegaran jasmani. Untuk mereka
yang relatif sehat, intensitas latihan jasmani bisa ditingkatkan,
sementara yang sudah mendapat komplikasi DM dapat dikurangi.

34
Hindarkan kebiasaan hidup yang kurang gerak atau bermalas-malasan. 6
3. Terapi Farmakologis
Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan makan dan
latihan jasmani (gaya hidup sehat). Terapi farmakologis terdiri dari obat
oral dan bentuk suntikan. 6
a. Obat Anti Hiperglikemia Oral
Berdasarkan cara kerjanya, obat anti- hiperglikemia oral dibagi
menjadi 5 golongan:
1. Pemacu Sekresi Insulin (Insulin Secretagogue)
a. Sulfonilurea
Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan
sekresi insulin oleh sel beta pankreas. Efek samping utama
adalah hipoglikemia dan peningkatan berat badan. Hati-hati
menggunakan sulfonylurea pada pasien dengan risiko tinggi
6
hipoglikemia (orang tua, gangguan faal hati, dan ginjal).
b. Glinid
Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan
sulfonilurea, dengan penekanan pada peningkatan sekresi
insulin fase pertama. Golongan ini terdiri dari 2 macam obat
yaitu Repaglinid (derivat asam benzoat) dan Nateglinid
(derivate fenilalanin). Obat ini diabsorbsi dengan cepat
setelah pemberian secara oral dan diekskresi secara cepat
melalui hati. Obat ini dapat mengatasi hiperglikemia post
prandial. Efek samping yang mungkin terjadi adalah
hipoglikemia. 6
2. Peningkat Sensitivitas terhadap Insulin
a. Metformin
Metformin mempunyai efek utama mengurangi produksi
glukosa hati (glukoneogenesis), dan memperbaiki ambilan
glukosa di jaringan perifer. Metformin merupakan pilihan
pertama pada sebagian besar kasus DMT2. Dosis
Metformin diturunkan pada pasien dengangangguan fungsi

35
ginjal (GFR 3060ml/menit/1,73 m). Metformin tidak boleh
diberikan pada beberapa keadaan seperti: GFR
<30mL/menit/1,73 m, adanya gangguan hati berat, serta
pasien-pasien dengan kecenderungan hipoksemia (misalnya
penyakit serebrovaskular, sepsis, renjatan, PPOK, gagal
jantung [NYHA FC III-IV]). Efek samping yang mungkin
berupa gangguan saluran pencernaan seperti halnya gejala
dispepsia. 6
b. Tiazolidindion (TZD).
Tiazolidindion merupakan agonis dari Peroxisome
Proliferator Activated Receptor Gamma (PPAR-gamma),
suatu reseptor inti yang terdapat antara lain di sel otot,
lemak, dan hati. Golongan ini mempunyai efek menurunkan
resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah protein
pengangkut glukosa, sehingga meningkatkan ambilan
glukosa di jaringan perifer. Tiazolidindion meningkatkan
retensi cairan tubuh sehingga dikontraindikasikan pada
pasien dengan gagal jantung (NYHA FC III-IV) karena
dapat memperberat edema/retensi cairan. Hati-hati pada
gangguan faal hati, dan bila diberikan perlu pemantauan
faal hati secara berkala. Obat yang masuk dalam golongan
ini adalah Pioglitazone. 6

3. Penghambat Alfa Glukosidase.


Obat ini bekerja dengan memperlambat absorbsi glukosa dalam
usus halus, sehingga mempunyai efek menurunkan kadar
glukosa darah sesudah makan. Penghambat glukosidase alfa
tidak digunakan pada keadaan GFR=30ml/min/1,73 m,
gangguan faal hati yang berat, irritable bowel syndrome. Efek
samping yang mungkin terjadi berupa bloating (penumpukan gas
dalam usus) sehingga sering menimbulkan flatus.
Guna mengurangi efek samping pada awalnya diberikan dengan

36
dosis kecil. Contoh obat golongan ini adalah Acarbose.6

4. Penghambat DPP-IV (Dipeptidyl Peptidase IV)


Obat golongan penghambat DPP-IV menghambat kerja enzim
DPP- IV sehingga GLP-1 (Glucose Like Peptide-1) tetap dalam
konsentrasi yang tinggi dalam bentuk aktif. Aktivitas GLP-1
untuk meningkatkan sekresi insulin dan menekan sekresi
glucagon bergantung kadar glukosa darah (glucose dependent).
Contoh obat golongan ini adalah Sitagliptin dan Linagliptin.6

5. Penghambat SGLT-2(Sodium Glucose Cotransporter 2)


Obat golongan penghambat SGLT-2 merupakan obat
antidiabetes oral jenis baru yang menghambat penyerapan
kembali glukosa di tubuli distal ginjal dengan cara menghambat
kinerja transporter glukosa SGLT-2. Obat yang termasuk
golongan ini antara lain: Canagliflozin, Empagliflozin,
Dapagliflozin, Iragliflozin. Dapagliflozin baru saja mendapat
approvable letter dari Badan POM RI pada bulan Mei 2015. 6

b. Obat Anti Hiperglikemia Suntik


Termasuk anti hiperglikemia suntik, yaitu insulin, agonis GLP-1 dan
kombinasi insulin dan agonis GLP-1.
1. Insulin
Insulin diperlukan pada keadaan:
1. HbA1c > 9% dengan kondisi dekompensasi metabolic
2. Penurunan berat badan yang cepat Hiperglikemia berat yang
disertai ketosis
3. Krisis Hiperglikemia
4. Gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal
5. Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, infark miokard
akut, stroke)
6. Kehamilan dengan DM/Diabetes mellitus gestasional yang

37
tidak terkendali dengan perencanaan makan
7. Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
8. Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO
9. Kondisi perioperatif sesuai dengan indikasi 6

Jenis dan Lama Kerja Insulin


Berdasarkan lama kerja, insulin terbagi menjadi 5 jenis,
yakni:
a) Insulin kerja cepat (Rapid-acting insulin)
b) Insulin kerja pendek (Short-acting insulin)
c) Insulin kerja menengah (Intermediate acting insulin)
d) Insulin kerja panjang (Long-acting insulin)
e) Insulin kerja ultra panjang (Ultra long acting insulin)
f) Insulin campuran tetap, kerja pendek dengan menengah
dan kerja cepat dengan menengah (Premixed insulin).6

2. Agonis GLP-1/Incretin Mimetic


Pengobatan dengan dasar peningkatan GLP-1 merupakan
pendekatan baru untuk pengobatan DM. Agonis GLP-1 dapat
bekerja pada sel-beta sehingga terjadi peningkatan pelepasan
insulin, mempunyai efek menurunkan berat badan, menghambat
pelepasan glukagon, dan menghambat nafsu makan. Efek
penurunan berat badan agonis GLP-1 juga digunakan untuk
indikasi menurunkan berat badan pada pasien DM dengan
obesitas. Pada percobaan binatang, obat ini terbukti memperbaiki
cadangan sel beta pankreas. Efek samping yang timbul pada
pemberian obat ini antara lain rasa sebah dan muntah. Obat
yang termasuk golongan ini adalah: Liraglutide, Exenatide,
Albiglutide, dan Lixisenatide. Salah satu obat golongan agonis
GLP-1 (Liraglutide) telah beredar di Indonesia sejak April 2015,
tiap pen berisi 18 mg dalam 3 ml. Dosis awal 0.6 mg perhari
yang dapat dinaikkan ke 1.2 mg setelah satu minggu untuk

38
mendapatkan efek glikemik yang diharapkan. Dosis bisa
dinaikkan sampai dengan 1.8 mg. Dosis harian lebih dari 1.8 mg
tidak direkomendasikan. Masa kerja Liraglutide selama 24 jam
dan diberikan sekali sehari secara subkutan. 6

c. Terapi Kombinasi
Pengaturan diet dan kegiatan jasmani merupakan hal yang utama
dalam penatalaksanaan DM, namun bila diperlukan dapat dilakukan
bersamaan dengan pemberian obat antihiperglikemia oral tunggal atau
kombinasi sejak dini. Pemberian obat antihiperglikemia oral maupun
insulin selalu dimulai dengan dosis rendah, untuk kemudian
dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respons kadar glukosa darah.
6

Terapi kombinasi obat antihiperglikemia oral, baik secara terpisah


ataupun fixed dose combination, harus menggunakan dua macam obat
dengan mekanisme kerja yang berbeda. Pada keadaan tertentu
apabila sasaran kadar glukosa darah belum tercapai dengan kombinasi
dua macam obat, dapat diberikan kombinasi dua obat
antihiperglikemia dengan insulin. Pada pasien yang disertai dengan
alasan klinis dimana insulin tidak memungkinkan untuk dipakai,
terapi dapat diberikan kombinasi tiga obat antihiperglikemia oral.
Kombinasi obat antihiperglikemia oral dengan insulin dimulai dengan
pemberian insulin basal (insulin kerja menengah atau insulin kerja
panjang). Insulin kerja menengah harus diberikan jam 10 malam
menjelang tidur, sedangkan insulin kerja panjang dapat diberikan
sejak sore sampai sebelum tidur. Pendekatan terapi tersebut pada
umumnya dapat mencapai kendali glukosa darah yang baik dengan
dosis insulin yang cukup kecil. Dosis awal insulin basal untuk
kombinasi adalah 6-10 unit. Kemudian dilakukan evaluasi dengan
mengukur kadar glukosa darah puasa keesokan harinya. Dosis insulin
dinaikkan secara perlahan(pada umumnya 2 unit) apabila kadar
glukosa darah puasa belum mencapai target. Pada keadaaan dimana

39
kadar glukosa darah sepanjang hari masih tidak terkendali meskipun
sudah mendapat insulin basal, maka perlu diberikan terapi
kombinasiinsulin basal dan prandial,sedangkan pemberian obat
antihiperglikemia oral dihentikan dengan hati-hati. 6

Gambar 3.4 Algoritme Pengelolaan DMT2

3.1.2 Komplikasi
Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit kronis yang akan diderita
seumur hidup, sehingga progesifitas penyakit ini akan terus berjalan dan pada
suatu saat akan menimbulkan komplikasi. Penyakit DM biasanya berjalan lambat
dengan gejala-gejala yang ringan sampai berat, bahkan dapat menyebabkan
kematian akibat baik komplikasi akut maupun kronis.9
a. Komplikasi Akut DM
Ada tiga komplikasi akut DM yang penting dan berhubungan dengan
gangguan keseimbangan kadar gula darah jangka pendek. 9
1) Hipoglikemia
Hipoglikemia terjadi jika kadar gula darah turun hingga 60 mg/dl.
Keluhan dan gejala hipoglikemia dapat bervariasi, tergantung sejauh
mana glukosa darah turun. Keluhan pada hipoglikemia pada dasarnya
dapat dibagi dalam dua kategori, yaitu keluhan akibat otak tidak

40
mendapat kalori yang cukup sehingga mengganggu fungsi intelektual
dan keluhan akibat efek samping hormon lain yang berusaha
meningkatkan kadar glukosa dalam darah. 9

2) Ketoasidosis Diabetes
Pada DM yang tidak terkendali dengan kadar gula darah yang terlalu
tinggi dan kadar insulin yang rendah, maka tubuh tidak dapat
menggunakan glukosa sebagai sumber energi. Sebagai gantinya tubuh
akan memecah lemak sebagai sumber energi alternatif. Pemecahan
lemak tersebut kemudian menghasilkan badan-badan keton dalam
darah atau disebut dengan ketosis. Ketosis inilah yang menyebakan
derajat keasaman darah menurun atau disebut dengan istilah asidosis.
Kedua hal ini lantas disebut dengan istilah ketoasidosis. Adapun
gejala dan tanda-tanda yang dapat ditemukan pada pasien
ketoasidosis diabetes adalah kadar gula darah > 240 mg/dl, terdapat
keton pada urin, dehidrasi karena terlalu sering berkemih, mual,
muntah, sakit perut, sesak napas, napas berbau aseton, dan kesadaran
menurun hingga koma. 9
3) Sindrom Hiperglikemik Hiperosmolar Nonketotik (HHNK)
Sindrom HHNK merupakan keadaan yang didominasi oleh
hiperosmolaritas dan hiperglikemia serta diikuti oleh perubahan
tingkat kesadaran. Kelainan dasar biokimia pada sindrom ini berupa
kekurangan insulin efektif. Keadaan hiperglikemia persisten
menyebabkan diuresis osmotik sehingga terjadi kehilangan cairan dan
elektrolit. Untuk mempertahankan keseimbangan osmotik, cairan
akan berpindah dari ruang intrasel ke ruang ekstrasel. Dengan adanya
glukosuria dan dehidrasi, akan dijumpai keadaaan hipernatremia dan
peningkatan osmolaritas. Salah satu perbedaan utama antar HHNK
dan ketoasidosis diabetes adalah tidak terdapatnya ketosis dan
asidosis pada HHNK. Perbedaan jumlah insulin yang terdapat pada
masing-masing keadaan ini dianggap penyebab parsial perbedaan di
atas. Gambaran klinis sindrom HHNK terdiri atas gejala hipotensi,

41
dehidrasi berat, takikardi, dan tanda-tanda neurologis yang bervariasi.
9

b. Komplikasi Kronis DM
a) Komplikasi Makrovaskular
Tiga jenis komplikasi makrovaskular yang umum berkembang pada
pasien DM adalah penyakit jantung koroner, penyakit pembuluh darah
otak, dan penyakit pembuluh darah perifer. Komplikasi ini lebih sering
terjadi pada pasien DM tipe II yang umumnya menderita hipertensi,
dislipidemia, dan atau kegemukan. Komplikasi ini timbul akibat
aterosklerosis dan tersumbatnya pembuluh-pembuluh darah besar,
khususnya arteri akibat timbunan plak ateroma. Komplikasi
makrovaskular atau makroangiopati tidak spesifik pada diabetes, namun
pada DM timbul lebih cepat, lebih sering, dan lebih serius. 9
Berbagai studi epidemiologi menunjukkan bahwa angka kematian
akibat penyakit kardiovaskular dan diabetes meningkat 4 -5 kali
dibandingkan pada orang normal. Komplikasi makroangiopati
umumnya tidak ada hubungannya dengan kontrol kadar gula darah
yang baik. Tetapi telah terbukti secara epidemiologi bahwa angka
kematian akibat hiperinsulinemia merupakan suatu faktor resiko
mortalitas kardiovaskular, di mana peninggian kadar insulin
menyebabkan resiko kardiovaskular semakin tinggi pula. Kadar insulin
puasa > 15 mU/ml akan meningkatkan resiko mortalitas kardiovaskular
sebanyak 5 kali lipat. Hiperinsulinemia kini dikenal sebagai faktor
aterogenik dan diduga berperan penting dalam menyebabkan timbulnya
komplikasi makrovaskular. 9
b) Komplikasi Neuropati
Kerusakan saraf adalah komplikasi DM yang paling sering terjadi.
Dalam jangka waktu yang cukup lama, kadar glukosa dalam darah akan
merusak dinding pembuluh darah kapiler yang berhubungan langsung
ke saraf. Akibatnya, saraf tidak dapat mengirimkan pesan secara efektif.
Keluhan yang timbul bervariasi, yaitu nyeri pada kaki dan tangan,
gangguan pencernaan, gangguan dalam mengkontrol BAB dan BAK,

42
dan lain-lain. Manifestasi klinisnya dapat berupa gangguan sensoris,
motorik, dan otonom. Proses terjadinya komplikasi neuropati biasanya
progresif, di mana terjadi degenerasi serabut-serabut saraf dengan
gejala nyeri, yang sering terserang adalah saraf tungkai atau lengan. 9
c) Komplikasi Mikrovaskular
Komplikasi mikrovaskular merupakan komplikasi unik yang hanya
terjadi pada DM. Penyakit mikrovaskular diabetes atau sering juga
disebut dengan istilah mikroangiopati ditandai oleh penebalan membran
basalis pembuluh kapiler. Ada dua tempat di mana gangguan fungsi
kapiler dapat berakibat serius yaitu mata dan ginjal. Kelainan patologis
pada mata, atau dikenal dengan istilah retinopati diabetes, disebabkan
oleh perubahan pada pembuluh-pembuluh darah kecil di retina.
Perubahan yang terjadi pada pembuluh darah kecil di retina ini dapat
menyebabkan menurunnya fungsi penglihatan pasien DM, bahkan
dapat menjadi penyebab utama kebutaan. 9

43
BAB IV
KAJIAN KASUS

4.1 Analisis Pasien Secara Holistik


4.1.1 Hubungan Diagnosis Penyakit dengan Keadaan Rumah dan
Lingkungan Sekitar
Penyakit diabetes melitus tidak memiliki keterkaitan dengan keadaan rumah
pasien dan lingkungan sekitarnya. Tapi pada kasus Ny. RL, pada kaki pasien
tampak adanya kemerahan yang kemungkinan berkaitan dengan kontaknya
terhadap beberapa tempat rumah yang berantakan dan pasien yang menggaruknya
hingga merah.
4.1.2 Hubungan Diagnosis dengan Keadaan Keluarga dan Hubungan
Keluarga
Pasien memiliki hubungan dan dukungan dari keluarga yang baik. Suami,
anak, dan menantu pasien memberikan perhatian yang sangat baik terhadap
keadaan pasien, walaupun anak pasien sudah memiliki tempat tinggal, anak pasien
sering tinggal di rumah pasien untuk membantu merawat pasien di rumah.
Contohnya: setiap pasien ingin makan, suami pasien yang menyiapkan makanan
terkadang anak pasien yang menyiapkan dan memberikan obat.
4.1.3 Hubungan Diagnosis dengan Perilaku Kesehatan dalam Keluarga
Setelah pasien didiagnosis diabetes mellitus, pasien mengikuti anjuran dokter
untuk melakukan pengobatan dengan baik dan teratur. Pasien juga mengikuti
anjuran dokter dalam dietnya. Namun, kebiasaan pasien menggaruk bagian yang
gatal, sehingga menyebabkan kaki pasien terdapat bekas garukan yang bewarna
merah dan tampak ada bekas luka.
4.1.4 Hubungan Kausal Antara Beberapa Masalah Faktor Risiko atau
Etiologi dengan Diagnosis Penyakit.
Berdasarkan anamnesis yang dilakukan, pasien memiliki faktor risiko yang
tidak dapat diubah yaitu usia pasien dan terdapat keluhan serupa pada keluarga
pasien yaitu nenek pasien. Kasus pasien disebabkan juga oleh faktor risiko yang
dapat diubah seperti status gizi pasien yang obesitas dan kebiasaan pasien yang
banyak mengkonsumsi minuman manis setiap sebelum makan pagi.

44
4.2 Rencana Promosi dan Pendidikan Kesehatan Kepada Pasien dan
Keluarga
4. Mengedukasi pasien dan keluarga mengenai penyakit yang diderita dan
cara pengelolaannya yaitu diabetes mellitus tipe 2.
5. Menjelaskan pentingnya kepatuhan kepatuhan pengobatan kepada pasien
dan keluarga.
6. Menjelaskan efek samping yang mungkin ditimbulkan dari obat yang
digunakan pasien.
7. Mengedukasi pasien mengenai pola makan yang baik dan menyarankan
pasien untuk mengurangi asupan gula dan memperbanyak makan sayur
dan buah.
8. Mengedukasi keluarga untuk menjaga kebersihan rumah untuk
menghindari terjadinya infeksi
9. Mengedukasi pasien untuk tidak terlalu sering menggaruk dan tidak
menggaruk terlalu keras pada area yang gatal
4.3 Anjuran-Anjuran Promosi Kesehatan Penting
1. Mengenai masalah kebersihan rumah pasien dilakukan langkah promotif
berupa:
a. Memberikan saran untuk membersihkan dan merapikan kamar,
seperti meletakkan tangga pada tempatnya, tumpukan dus pada
tempatnya.
b. Memberikan saran untuk selalu menjaga kebersihan dan kerapian
ruang tamu seperti meletakkan pakaian pada tempatnya.
c. Memberikan saran untuk membersihkan dan merapikan dapur
dapur. Seperti tidak meletakkan piring yang kotor pada yang
bukan tempatnya.
2. Mengenai masalah perilaku pasien
a. Memberikan edukasi kepada pasien untuk tetap melakukan
pengobatan dengan rutin
b. Memberikan edukasi kepada pasien untuk pentingnya mengatur
diet dalam kasus diabetes mellitus

45
DAFTAR PUSTAKA

1. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 39 Tahun 2016 tentang Pedoman


Penyelenggaraan Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga: Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia; 2016.
2. Riset Kesehatan Dasar: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia; 2018.
3. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 Tahun 2014 tentang Puskesmas.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2014
4. Situasi dan Analisis Diabetes. Pusat Data dan Informasi Kemenkes RI.2014
5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2014
Tentang Panduan Praktik Klinis bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Primer. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.2014
6. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di
Indonesia. Perkeni. 2015
7. Purnamasari D. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus. In: Setiati S, dkk.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Interna Publishing; 2014. Hal.
2315-22
8. Suyono S. Diabetes Melitus di Indonesia. In: Setiati S, dkk. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Jakarta: Interna Publishing; 2014. Hal. 2323-7
9. Waspadji, Sarwono. Komplikasi Kronik Diabetes : Mekanisme terjadinya,
diagnosis, dan strategi pengelolaan. In: Setiati S, dkk. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Jakarta: Interna Publishing; 2014. Hal. 2359-66

46

Anda mungkin juga menyukai