PENDAHULUAN
1
3696 orang.9
Akibat dari diabetes mellitus tipe 2 dan komplikasinya membawa kerugian
ekonomi yang besar bagi penderita dan keluarga, sistem kesehatan dan ekonomi
nasional melalui biaya medis langsung serta hilangnya pekerjaan dan upah yang
kemudian mempengaruhi ketidakpatuhan penderita dalam minum obat dan tidak
adanya pengaturan diet yang sesuai.2
Mengingat terapi dan perawatan diabetes mellitus memerlukan waktu yang
cukup lama sehingga dapat menimbulkan kebosanan pada pasien diabetes
mellitus. Oleh karena itu, selain memperhatikan masalah fisik maka perlu juga
memperhatikan faktor psikologis pasien dalam menyelesaikan masalah diabetes
mellitus. Keikutsertaan anggota keluarga dalam memandu pengobatan, diet,
latihan jasmani dan pengisian waktu luang yang positif. Keluarga merupakan
bentuk peran serta aktif bagi keberhasilan penatalaksanaan diabetes mellitus.10
Pendekatan keluarga adalah salah satu cara Puskesmas untuk
meningkatkan jangkauan sasaran dan mendekatkan/ meningkatkan akses
pelayanan kesehatan di wilayah kerjanya dengan mendatangi keluarga. Puskesmas
tidak hanya menyelenggarakan pelayanan kesehatan di dalam gedung, melainkan
juga di luar gedung dengan mengunjungi keluarga di wilayah kerjanya sehingga
mencapai tujuan untuk mendukung keluarga agar dapat melaksanakan fungsinya
secara optimal.11
Berikut ini dilaporkan satu kasus diabetes mellitus tipe 2 yang berada di
wilayah kerja Puskesmas Kebun Kopi. Dalam kunjungan rumah ini dilakukan
beberapa analisa terkait kasus tersebut.
2
BAB II
ISI LAPORAN HOME VISIT
2.3. Anamnesis
a. Keluhan Utama
Pandangan kabur.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke poli umum Puskesmas Kebun Kopi bersama suaminya
dengan keluhan pandangan yang semakin kabur sejak 2 tahun yang lalu.
3
Pasien juga mengeluhkan kadang-kadang pusing dan gatal pada area
kakinya. Dua tahun yang lalu, pasien sempat dibawa ke dokter dan
diberikan kacamata. Pasien menggunakan kacamata hanya selama 3 bulan.
Hal itu dikarenakan pasien mengaku kacamata tersebut sudah tidak dapat
digunakan lagi. Selain itu, pasien juga mengeluh adanya kebas pada area
tangan beliau.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien pertama kali datang ke dokter pada tahun 2010 dengan keluhan
lemas dan pusing yang tidak hilang dengan istirahat. Pasien juga mengeluh
sering ke kamar mandi untuk buang air kecil. Pasien saat itu juga merasa
sering haus sehingga sering minum. Pada saat ini setelah dilakukan
pemeriksaan, ternyata glukosa darah pasien tinggi yaitu 400an.
Pada tahun 2013, pasien mengeluh pandangannya sudah mulai kabur. Saat
itu pasien hanya diberikan obat untuk keluhan tersebut.
Pasien mengatakan, keluarganya rutin setiap bulan untuk mengambil obat
di Puskesmas. Pasien dan keluarganya juga mengatakan bahwa pasien
rutin melakukan pengobatan dan sudah mengatur pola makan dengan baik.
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien mengatakan terdapat riwayat DM pada neneknya.
e. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien tinggal di rumah bersama suaminya. Terkadang anak, menantu, dan
cucu pasien ikut tinggal bersama di rumah pasien. Suami pasien dan
pasien saat ini tidak bekerja. Sehingga perekonomian keluarga ditanggung
oleh menantunya.
f. Riwayat Makan dan Kebiasaan
Dulu sebelum mengalami DM, pasien tidak pernah mengatur jenis dan
pola makannya. Pasien sering mengkonsumsi minuman manis setiap
sebelum makan pagi dalam jumlah yang banyak.
Sekarang pasien masih suka mengkonsumsi minuman manis, namus
pasien mengatur jenis gula yang digunakan yaitu gula rendah kalori.
Pasien tidak merokok dan banyak menghabiskan waktu untuk duduk dan
tidur.
4
2.4. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum : Terlihat sakit
b. Kesadaran : Compos mentis (GCS 15)
c. Gizi (IMT) : 26,67 (Obesitas)
d. Tanda vital
(1) Tekanan Darah : 160/100 mmHg
(2) Nadi : 80x/menit
(3) RR : 21x/menit
(4) Suhu : 36.7ºC
e. Status generalisata
(1) Kepala : Normocepalik
(2) Mata : Visus (1/~), Konjungtiva anemis (-/-), sklera
ikterik (-/-)
(3) Hidung : Deviasi septum (-/-), epistaksis (-)
(4) Mulut : Bibir kering (-), sianosis (-), laserasi (-)
(5) Leher : Pembesaran KGB (-)
(6) Thorak
i. Paru-paru
1. Inspeksi : Deviasi trakea (-), bentuk dada
normal,sternum dan klavikula tidak ada kelainan bentuk,
pergerakan dinding dada simetris.
2. Palpasi : Posisi trakea normal, pergerakan
dinding dada simetris, nyeri tekan (-), krepitasi (-).
3. Perkusi : Sonor seluruh lapangan paru
4. Auskultasi : Vesiculer
ii. Jantung
1. Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
2. Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS V Linea
midclavicularis sinistra dua jari ke medial
3. Perkusi : Batas jantung dalam batas normal
4. Auskultasi : Bunyi jantung I/II regular
5
(7) Abdomen
1. Inspeksi : Sikatrik (-)
2. Palpasi : Soepel, nyeri tekan/lepas (-), organomegali
(-)
3. Perkusi : Tympani (+), ascites (-)
4. Auskultasi : Bising usus (+)
(8) Ekstremitas Superior : Akral dingin, CRT < 2 detik, edema (-)
(9) Ekstremitas Inferior : Akral dingin, CRT < 2 detik, edema (-),
eritema
2.7. Tatalaksana
2.7.1. Non Farmakologis
1. Modifikasi gaya hidup pasien dengan mengganti asupan karbohidrat
simpleks menjadi karbohidrat kompleks.
2. Menganjurkan untuk mengkonsumsi sumber protein hewani seperti
ayam tanpa kulit, ikan, putih telur dan daging yang tidak berlemak.
3. Mengkonsumsi sumber protein nabati seperti tempe, tahu, kacang
merah, kacang tanah dan kacang kedelai.
4. Rutin mengkonsumsi sayuran yang tinggi serat seperti kangkung,
daun kacang, oyong, ketimun, tomat, lobak sawi, selada, seledri dan
terong.
5. Mengkonsumsi buah-buahan seperti jeruk, apel, pepaya, jambu air,
salak dan belimbing.
6. Rutin berolahraga, dapat berupa jalan, lari, jogging, bersepeda selama
20- 25 menit dengan frekuensi 3-5x per minggu. Penting juga untuk
6
cukup istirahat (6-8 jam) dan mengendalikan stress.
Adapun makanan yang harus dihindari atau dibatasi adalah:
1. Membatasi makanan sumber karbohidrat seperti nasi, bubur, mie, roti,
ketan.
2. Membatasi protein yang memiliki kadar lemak jenuh tinggi seperti
kornet, sosis, sarden, otak, jeroan dan kuning telur.
3. Menghindari mengkonsumsi keju, abon, dan susu full cream.
4. Menghindari mengkonsumsi makanan yang digoreng dan yang
menggunakan santan kental, kecap dan saus tiram.
5. Menghindari mengkonsumsi gula pasir, manisan buah, cake, kue-kue
manis, dodol, sirup, selai, coklat, dan permen.
2.7.2. Farmakologi
1. Insulin aspart 3x1 sebelum makan
2. Insulin glargine 1x1 malam hari
7
Gambar 2.1 Lantai dalam rumah Gambar 2.2 Lantai dalam dapur
Dinding rumah
Dinding rumah tampak terbuat dari beton namun cat tampak
pudar sedang di dapur tampak dinding banyak noda kotor.
Dinding ruang tamu, dapur, kamar, dan kamar mandi tampak
memiliki ventilasi.
Langit-langit
Langit-langit rumah tampak terbuat dari triplek dan bersih
namun pada dapur, langit-langit rumah tampak kotor, berdebu,
dan banyak sarang laba-laba
Tata ruang rumah
Ruang didalam rumah pasien terdiri dari 1 ruang tamu, 3 ruang
kamar, 1 dapur, dan 1 kamar mandi.
Ruang tamu
Ruang tampak kurang tertata rapi, tampak banyak
tumpukan pakaian yang belum dilipat diatas kursi dan
tampak tempat tidur pasien terletak di ruang tamu.
Ruangan memiliki pencahayaan yang baik, sirkulasi
udara yang baik, dan tampak bersih. Tampak 2 jendela
dengan ukuran 40 cm x 100 cm, 1 pintu berukuran 80
cm x 190 cm, dan 6 ventilasi berukuran 10 cm x 25 cm.
Setiap pagi pintu rumah pasien selalu terbuka namun
jendela tidak.
8
‘
Gambar 2.3 Kondisi ruang tamu
Ruang kamar
Terdapat 3 kamar tidur didalam rumah. Pada bagian
depan kamar tidur anak, menantu, dan cucu pasien,
bagian belakang merupakan kamar tidur suami pasien.
Sedangkan pasien tidur di ruang tamu. kamar tidur
bagian depan terdapat 2 jendela yang berukuran 40 cm
x 80 cm dengan 2 ventilasi berukuran 10 cm x 25 cm,
sedangkan kamar tidur belakang hanya memiliki 1
jendela berukuran 40 cm x 80 cm dengan 1 ventilasi
berukuran 10 cm x 25 cm. Jendela kamar jarang
dibuka, pencahayaan kurang, sirkulasi udara tidak
memadai, dan tampak tidak tertata rapi.
Sedangkan tempat tidur pasien dalam kondisi mendapat
pencahayaan yang baik, sirkulasi udara baik, dan tidak
pengap.
9
o Tempat untuk mandi dan buang air terletak
bersamaan berada didalam ruma berlantai
keramik.
o Kamar mandi tampak bersih namun kurang
tertata rapi
o Jamban menggunakan leher angsa dan
pembuangannya menggunakan septictank.
o Tampak bak mandi yang terisi oleh air yang
jernih, tidak berbau, dan tidak ada jentik
dikarenakan dibersihkan tiap kotor atau 2 hari
sekali.
o Kamar mandi memiliki ventilasi yang cukup
10
Gambar 2.6 Kondisi dapur
c. Pencahayaan
Pencahayaan alami di tempat pasien tidur dan kamar mandi tampak
baik, namun pada beberapa tempat seperti dapur dan kamar tidur suami
pasien tampak kekurangan cahaya hal itu dikarenakan ventilasi dan
jendela yang kurang memadai.
11
Gambar 2.8 Kondisi penyediaan air
12
2.9. Pengamatan Lingkungan
Rumah pasien terletak dikawasan perumahan yang cukup padat penduduk.
Rumah pasien tidak berdempetan dengan rumah tetangga pasien. Jalan
menuju rumah pasien memiliki lebar sekitar 3 meter. Didepan rumah
pasien tampak tumpukan barang bangunan dan tempat jemuran pakaian.
13
malamnya.”
5. Apakah ibu selalu cuci tangan pakai sabun?
“iya kadang kalo setelah buang air, saya cuci tangan pakai sabun”
Pasien tinggal bersama suami, anak, menantu, dan cucunya. Perilaku
kesehatan dalam keluarga pasien dapat dikatakan baik. Adapun perilaku
PHBS dalam keluarga dapat dinilai melalui 10 kriteria yaitu:
14
melakukan aktifitas fisik harian.
Pasien tidak melakukan itu
dikarenakan rasa pusing jika
melakukan aktivitas fisik.
10 Tidak merokok di dalam rumah Di dalam rumah pasien tidak ada yang
merokok.
15
Tanggal Subjek Objek Kajian Planning Kemajuan
Kunjungan Pandangan kabur Keadaan umum Kepatuhan Konseling untuk
Ke-1 dan gatal pada kaki Kesadaran : pasien dalam kondisi pasien
16-4-2019 Compos mentis pengobatan baik Mengajak
Kebiasaan pasien pasien untuk
Tanda vital mengkonsumsi melakukan
TD : 160/100 manis masih pemeriksaan di
N : 80x/menit sering puskesmas esok
RR : 21x/menit Pasien tidak hari.
T : 36,5oC pernah Konseling
GDS : 200 mg/dL berolahraga kebiasaan dan
Pasien sering perilaku
Kondisi rumah makan sayur dan Menjelaskan
Keadaan kamar buah anjuran konsumsi
sangat tidak rapi. karbohidrat
Keadaan ruang kompleks seperti
tamu cukup rapi kentang.
namun terdapat Menganjurkan
tumpukan baju
16
diatas kursi. untuk tidak
Keadaan dapur terlalu sering
tampak sangat konsumsi makan-
berantakan. makanan manis
Keadaan kamar Memberikan
mandi cukup saran untuk
baik, tempat sering melakukan
penampungan air aktivitas fisik
terlihat cukup ringan didalam
bersih dan rumah seperti
memiliki jamban berjalan.
yang sehat. Menyarankan
kepada pasien
untuk tidak
menggaruk
kakinya terlalu
kuat
Konseling kondisi
rumah
17
Memberikan
saran untuk
membersihkan
dapur, kamar,
dan ruang tamu
Kunjungan Pandangan kabur Keadaan umum Kepatuhan Konseling untuk Pasien sudah
ke-2 dan gatal pada kaki Kesadaran : pasien dalam kebiasaan dan berkunjung ke
22-4-2019 Compos mentis pengobatan baik perilaku pasien puskesmas
Kebiasaan pasien Menyarankan untuk
Tanda vital mengkonsumsi pasien untuk melakukan
TD : 160/90 mmHg manis masih tetap pengobatan
N : 84x/menit sering melakukan terhadap
RR : 20x/menit Pasien tidak aktivitas fisik keluhannya
T : 36,7oC pernah ringan dalam Pasien sudah
GDS : 193 mg/dL berolahraga rumah mengurangi
Pasien sering Menyarankan untuk
Kondisi rumah makan sayur dan pasien untuk menggaruk
Keadaan kamar
18
masih tampak buah mengkonsumsi kakinya
tidak rapi. karbohidrat
Keadaan ruang tamu kompleks
rapi, namun baju Menyarankan
masih tertumpuk pasien untuk
pada 1 tempat. mengurangi
Keadaan dapur konsumsi
masih tampak minuman
berantakan. manis.
Keadaan kamar Konseling kondisi
mandi cukup rumah
baik, tempat Menyarankan
penampungan air keluarga untuk
terlihat cukup mebersihkan
bersih dan dapur, ruang
memiliki jamban tamu, dan
yang sehat. kamar.
Kunjungan Pandangan kabur Keadaan umum Kepatuhan Konseling Rumah pasien
ke-3 dan gatal pada kaki Kesadaran : terhadap kondisi
19
27-4-2019 Compos mentis pasien dalam pasien tampak lebih
pengobatan baik Menyarankan bersih dan rapi
Tanda vital Kebiasaan pasien pasien untuk Pasien sudah
TD : 160/90 mmHg mengkonsumsi tetap patuh jarang
N : 84x/menit manis sudah dalam mengkonsumsi
RR : 20x/menit jarang pengobatan minuman manis
T : 36,7oC Pasien tidak Konseling untuk
GDS : 189 mg/dL pernah kebiasaan dan
berolahraga perilaku pasien
Kondisi rumah Pasien sering Menyarankan
Keadaan kamar makan sayur dan pasien untuk
masih tampak buah tetap
tidak rapi. melakukan
Keadaan ruang aktivitas fisik
tamu rapi, namun ringan dalam
baju masih rumah
tertumpuk pada 1 Menyarankan
tempat. pasien untuk
20
Keadaan dapur mengkonsumsi
sudah tampak karbohidrat
rapi. kompleks
Keadaan kamar Menyarankan
mandi cukup pasien untuk
baik, tempat mengurangi
penampungan air konsumsi
terlihat cukup minuman
bersih dan manis.
memiliki jamban Konseling kondisi
yang sehat. rumah
Menyarankan
keluarga untuk
tetap menjaga
kebersihan rumah
21
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
22
(3) Obat-obatan.
c. Diabetes tipe lain:
1) Cacat genetik fungsisel.
2) Cacat genetik fungsi insulin.
3) Endokrinopati (akromegali, sindrom cushing, feokromositoma,
hipertiroid)
4) Penyakit pankreas (pankreatitis, pankreatopati fibrokalkulus, tumor).
5) Obat atau induksi secarakimia.
6) Infeksi.
d. Diabetes melitus gestasional karena terjadi hiperglikemia saat
kehamilan.7
23
glukosa dan DMT2.6
3.1.4 Epidemiologi
Sebagai dampak positif pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah
dalam kurun waktu 60 tahun merdeka, pola penyakit di Indonesia mengalami
pergeseran yang cukup meyakinkan. Penyakit infeksi dan kekurangan gizi
berangsur turun, meskipun diakui bahwa angka penyakit infeksi ini masih
dipertanyakan dengan timbulnya penyakit baru seperti Hepatitis B danAIDS, juga
angka kesakitan TBC yang tampaknya masih tinggidan akhir-akhir ini flu burung,
demam berdarah dengue (DBD), antraks dan polio melanda negara kitayang kita
cintai ini. Di lain pihak penyakit menahun yang disebabkan oleh penyakit
degeneratif, di antaranya diabetes meningkat dengan tajam. Perubahan pola
penyakit itu diduga ada hubungannya dengan cara hidup yang berubah.8
Di samping itu cara hidup yang sangat sibuk dengan pekerjaan dari pagi
sampai sore bahkan kadang-kadang sampai malam hari duduk di belakang meja
menyebabkan tidak adanya kesempatan untuk berekreasi atau berolahraga. Pola
hidup berisiko seperti inilah yang menyebabkan tingginya kekerapan penyakit
jantung koroner (PJK), hipertensi, diabetes ataupun hiperlipidemia. 8
Di antara penyakit degeneratif, diabetes adalah salah satu di antara penyakit
tidak menular yang akan meningkat jumlahnya di masa datang. Perserikatan
Bangsa-Bangsa (WHO) membuat perkiraan bahwa pada tahun 2000 jumlah
pengidap diabetes di atas umur 20 tahun berjumlah 150 juta orang dan dalam
kurun waktu 25 tahun kemudian, pada tahun 2025, jumlah itu akan membengkak
24
menjadi 300 juta orang. 8
Awalnya Diabetes Mellitus lazim terjadi pada Negara barat yang maju.
Namun akhir-akhir ini prevalensi diabetes melitus di beberapa negara berkembang
mengalami peningkatan akibat peningkatan kemakmuran di negara bersangkutan,
akhir-akhir ini banyak disoroti. Peningkatan pendapatan per kapita dan perubahan
gaya hidup terutama di kota-kota besar, menyebabkan peningkatan prevalensi
penyakit degeneratif, seperti penyakit jantung koroner (PJK), hipertensi,
hiperlipidemia, diabetes, dan lain-lain. 8
Menurut penelitian epidemiologi yang sampai saat ini dilaksanakan di
Indonesia, kekerapan diabetes di Indonesia berkisar antara 1,4 dengan 1,6%,
kecuali di dua tempat yaitu di Pekajangan, suatu desa dekat Semarang, 2,3% dan
di Manado 6%. Di Pekajangan prevalensi ini agak tinggi disebabkan didaerah itu
banyak perkawinan antara kerabat. Sedangkan di Manado, Waspadji
menyimpulkan mungkin angka itu tinggi karena pada studi itu populasinya terdiri
dari orang-orang yang datang dengan sukarela, jadi agak lebih selektif. Tetapi
kalau dilihat dari segi geografi dan budayanya yang dekat dengan Filipina, ada
kemungkinan bahwa prevalensi di Manado memang tinggi, karena prevalensi
diabetes di Filipina juga tinggi yaitu sekitar 8,4% sampai 12% di daerah urban dan
3,85 sampai 9,7% di daerah rural. 8
Suatu penelitian yang dilakukan di Jakarta tahun 1993, kekerapan DM di
daerah urban yaitu di kelurahan Kayuputih adalah 5,69%, sedangkan di daerah
rural yang dilakukan oleh Augusta Arifin di suatu daerah di JawaBarat tahun
1995, angka itu hanya 1,1%. Di sini jelas ada perbedaan antara prevalensi di
daerah urban dengandaerah rural. Hal ini menunjukkan bahwa gaya
hidupmempengaruhi kejadian diabetes. Tetapi di Jawa Timurangka itu tidak
berbeda yaitu 1,43% di daerah urbandan 1,47% di daerah rural. Hal ini mungkin
disebabkantingginya prevalensi Diabetes Melitus Terkait Malnutrisi(DMTM) atau
yang sekarang disebut diabetes tipe laindi daerah rural di Jawa Timur,yaitu
sebesar 21,2% dariseluruh diabetes di daerah itu. 8
Pada tahun 2006, Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia bekerja sama dengan Bidang Penelitian dan Pengembangan
Departemen Kesehatan melakukan surveilans Faktor Risiko Penyakit Tidak
25
Menular di Jakarta yang melibatkan 1591 subyek, terdiri dari 640 laki-laki dan
951 wanita. Survei tersebut melaporkan prevalensi DM (unadjusted) di lima
wilayah DKI Jakarta sebesar12,1% dengan DM yang terdeteksi sebesar 3,8% dan
DM yang tidak terdeteksi sebesar 11,2%. Berdasarkan data ini diketahui bahwa
kejadian DM yang belum terdiagnosis masih cukup tinggi, hampir 3x lipat dari
Jumlah kasus DM yang sudah terdeteksi. 8
Melihat tendensi kenaikan kekerapan diabetes secara global yang tadi
dibicarakan terutama disebabkan oleh karena peningkatan kemakmuran suatu
populasi, maka dengan demikian dapat dimengerti bila suatu saat atau lebih tepat
lagi dalam kurun waktu 1 atau 2 dekade yang akan datang kekerapan DM di
Indonesia akan meningkatdengan drastis.Ini sesuai dengan perkiraan yang
dikemukakan oleh WHO bahwa Indonesia akan menempati peringkat nomor 5
sedunia dengan jumlah pengidapdiabetes sebanyak 12,4 juta orang pada tahun
2025. 8
3.1.5 Patogenesis
Resistensi insulin pada otot dan liver serta kegagalan sel beta pankreas telah
dikenal sebagai patofisiologi kerusakan sentral dari DM tipe-2. Belakangan
diketahui bahwa kegagalan sel beta terjadi lebih dini dan lebih berat daripada
yang diperkirakan sebelumnya. Selain otot, liver dan sel beta, organ lain seperti:
jaringan lemak (meningkatnya lipolisis), gastrointestinal (defisiensi incretin), sel
alpha pancreas (hiperglukagonemia), ginjal (peningkatan absorpsi glukosa), dan
otak (resistensi insulin), kesemuanya ikut berperan dalam menimbulkan terjadinya
gangguan toleransi glukosa pada DM tipe-2. Delapan organ penting dalam
gangguan toleransi glukosa ini (ominous octet) penting dipahami karena dasar
patofisiologi ini memberikan konsep tentang:6
1. Pengobatan harus ditujukan guna memperbaiki gangguan patogenesis,
bukan hanya untuk menurunkan HbA1c saja
2. Pengobatan kombinasi yang diperlukan harus didasari atas kinerja obat
pada gangguan multipel dari patofisiologi DM tipe 2.
3. Pengobatan harus dimulai sedini mungkin untuk mencegah atau
memperlambat progresivitas kegagalan sel beta yang sudah terjadi pada
26
penyandang gangguan toleransi glukosa.6
De Fronzo pada tahun 2009 menyampaikan, bahwa tidak hanya otot, liver
dan sel beta pankreas saja yang berperan sentral dalam patogenesis penderita DM
tipe-2 tetapi terdapat organ lain yang berperan yang disebutnya sebagai the
ominous octet.
27
multiple di intramioselular, akibat gangguan fosforilasi tirosin sehingga
timbul gangguan transport glukosa dalam sel otot, penurunan sintesis
glikogen, dan penurunan oksidasi glukosa. Obat yang bekerja di jalur
ini adalah metformin, dan tiazolidindion. 6
4. Sel lemak:
Sel lemak yang resisten terhadap efek antilipolisis dari insulin,
menyebabkan peningkatan proses lipolysis dan kadar asam lemak bebas
(FFA=Free Fatty Acid) dalam plasma. Penigkatan FFA akan
merangsang proses glukoneogenesis, dan mencetuskan resistensi insulin
di liver dan otot. FFA juga akan mengganggu sekresi insulin. Gangguan
yang disebabkan oleh FFA ini disebut sebagai lipotoxocity. Obat yang
bekerja dijalur ini adalah tiazolidindion. 6
5. Usus:
Glukosa yang ditelan memicu respon insulin jauh lebih besar dibanding
kalau diberikan secara intravena. Efek yang dikenal sebagai efek
incretin ini diperankan oleh 2 hormon GLP-1 (glucagon-like
polypeptide-1) dan GIP (glucose-dependent insulinotrophic polypeptide
atau disebut juga gastric inhibitory polypeptide). Pada penderita DM
tipe-2 didapatkan defisiensi GLP-1 dan resisten terhadap GIP.
Disamping hal tersebut incretin segera dipecah oleh keberadaan ensim
DPP-4, sehingga hanya bekerja dalam beberapa menit. Obat yang
bekerja menghambat kinerja DPP-4 adalah kelompok DPP-4 inhibitor.
Saluran pencernaan juga mempunyai peran dalam penyerapan
karbohidrat melalui kinerja ensim alfa- glukosidase yang memecah
polisakarida menjadi monosakarida yang kemudian diserap oleh usus
dan berakibat meningkatkan glukosa darahsetelah makan. Obat yang
bekerja untuk menghambat kinerja ensim alfa-glukosidase adalah
akarbosa.6
6. Sel Alpha Pancreas
Sel-α pancreas merupakan organ ke-6 yang berperan dalam
hiperglikemia dan sudah diketahui sejak 1970. Sel-α berfungsi dalam
sintesis glukagon yang dalam keadaan puasa kadarnya di dalam
28
plasma akan meningkat. Peningkatan ini menyebabkan HGP dalam
keadaan basal meningkat secara signifikan dibanding individu yang
normal. Obat yang menghambat sekresi glukagon atau menghambat
reseptor glukagon meliputi GLP-1 agonis, DPP4 inhibitor dan amylin. 6
7. Ginjal:
Ginjal merupakan organ yang diketahui berperan dalam pathogenesis
DM tipe-2. Ginjal memfiltrasi sekitar 163 gram glukosa sehari.
Sembilan puluh persen dari glukosa terfiltrasi ini akan diserap kembali
melalui peran SGLT-2 (Sodium Glucose coTransporter) pada bagian
convulated tubulus proksimal. Sedang 10% sisanya akan di absorbsi
melalui peran SGLT-1 pada tubulus desenden dan asenden, sehingga
akhirnya tidak ada glukosa dalam urine. Pada penderita DM terjadi
peningkatan ekspresi gen SGLT-2. Obat yang menghambat kinerja
SGLT-2 ini akan menghambat penyerapan kembali glukosa di tubulus
ginjal sehingga glukosa akan dikeluarkan lewat urine. Obat yang
bekerja di jalur ini adalah SGLT-2 inhibitor. Dapaglifozin adalah salah
satu contoh obatnya. 6
8. Otak:
Insulin merupakan penekan nafsu makan yang kuat. Pada individu yang
obes baik yang DM maupun non-DM, didapatkan hiperinsulinemia
yang merupakan mekanisme kompensasi dari resistensi insulin. Pada
golongan ini asupan makanan justru meningkat akibat adanya resistensi
insulin yang juga terjadi di otak. Obat yang bekerja di jalur Ini adalah
GLP-1 agonis, amylin dan bromokriptin.6
29
sangat mengganggu (pruritus), dan berat badan menurun tanpa sebab yang jelas.
Gejala klasik umum dikeluhkan adalah rasa haus yang berlebihan, sering
kencing terutama malam hari, penurunan berat badan dengan cepat.
Gejala non klasik (keluhan lemah) : kesemutan pada jaringan tangan dan
kaki, cepat lapar, irritabilitas dan gatal gatal pada kulit, penglihatan kabur,
gairah seks menurun, luka sukar sembuh. 6
30
Kriteria Diagnosis DM.
Tabel3.1 Kriteria Diagnosis DM
1. Gejala klasik DM + glukosa plasma sewaktu >200 mg/dL(11,1 mmol/L)
Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari
tanpa memperhatikan waktu makan terakhir
2. Gejala klasik DM + glukosa plasma puasa >126 mg/dL (7,0 mmol/L)
Puasa diartikan pasien tidak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam
3. Glukosa plasma 2 j am pada TTGO >200 mg/dL (11,1 mmol/L)
TTGO dilakukan dengan standar WHO, menggunakan beban glukosa yang
setara dengan 75 gram glukosa anhidrus yang dilarutkan ke dalam air.
* Kriteria diagnostik tersebut harus dikonfirmasi ulang pada hari yang lain,
kecuali untuk keadaan khas hiperglikemia dengan dengan dekompensasi
metabolik berat, seperti ketoasidosis, gejala klasik: poliuri, polidipsi,
polifagi dan berat badan menurun cepat.
31
Gambar 3.2 Langkah diagnostik DM dan TGT
32
akantosis nigrikans),
10. Riwayat penyakit kardiovaskular.6
Pada penapisan dapat dilakukan pemeriksaan glukosa darah puasa atau
sewaktu atau TTGO. Untuk kelompok risiko tinggi yang hasil pemeriksaan
penyaringnya negatif, pemeriksaan penyaring ulangan dilakukan tiap tahun;
sedangkan bagi mereka yang berusia >45 tahun tanpa faktor risiko, pemeriksaan
penyaring dapat dilakukan setiap 3 tahun atau lebih cepat tergantung dari klinis
masing-masing pasien.6
Pemeriksaan penyaring berguna untuk menjaring pasien DM, toleransi
glukosa terganggu (TGT) dan glukosa darah puasa terganggu (GDPT), sehingga
dapat ditentukan langkah yang tepat untuk mereka. Pasien dengan TGT dan
GDPT merupakan tahapan sementara menuju DM. Setelah 5-10 tahun kemudian
1/3 kelompok TGT akan berkembang menjadi DM, 1/3 tetap TGT dan 1/3 lainnya
kembali normal. Adanya TGT sering berkaitan dengan resistensi insulin. Pada
kelompok TGT ini risiko terjadinya aterosklerosis lebih tinggi dibandingkan
kelompok normal. TGT sering berkaitan dengan penyakit kardiovaskular,
hipertensi dan dislipidemia.6
Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan melalui pemeriksaan konsentrasi
glukosa darah sewaktu atau konsentrasi glukosa darah puasa, kemudian dapat
diikuti dengan tes tolerasi glukosa oral (TTGO) standar.6
Gambar 3.3 Tabel Konsentrasi GDS dan GDP Sebagai Patokan Penyaring dan
Diagnosis DM
3.1.1 Penatalaksanaan
Ada 4 pilar penatalaksanaan diabetes melitus:
a. Edukasi
33
Pemberdayaan penyandang diabetes memerlukan partisipasi aktif pasien,
keluarga dan masyarakat.Tim kesehatan mendampingi pasien dalam
menuju perubahan perilaku. Untuk mencapai keberhasilan perubahan
perilaku, dibutuhkan edukasi yang komprehensif dan upaya peningkatan
motivasi. Pengetahuan tentang pemantauan glukosa darah mandiri, tanda
atau gejala hiperglikemia dan cara mengatasinya. 6
1. Terapi Nutrisi Medis
Terapi Gizi Medis (TGM) merupakan bagian dari penatalaksanaan
diabetes secara total. Kunci keberhasilan TGM adalah keterlibatan
secara menyeluruh dari anggota tim (dokter, ahli gizi, petugas
kesehatan yang lain dan pasien itu sendiri). Setiap penyandang diabetes
sebaiknya mendapat TGM sesuai dengan kebutuhannya guna mencapai
sasaran terapi. Prinsip pengaturan makan pada penyandang diabetes
hampir sama dengan anjuran makan untuk masyarakat umum yaitu
makanan yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat
gizi masing-masing individu. Pada penyandang diabetes perlu
ditekankan pentingnya keteraturan makan dalam hal jadwal makan,
jenis dan jumlah makanan, terutama pada mereka yang menggunakan
obat penurun glukosa darah atau insulin. 6
2. Latihan Jasmani
Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali
seminggu selama kurang lebih 30 menit), merupakan salah satu pilar
dalam pengelolaan DM tipe 2. Kegiatan sehari-hari seperti berjalan kaki
ke pasar, menggunakan tangga, berkebun harus tetap dilakukan. Latihan
jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat
badan dan memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga akan
memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan jasmani yang dianjurkan
berupa latihan jasmani yang bersifat aerobik seperti: jalan kaki,
bersepeda santai, jogging, dan berenang. Latihan jasmani sebaiknya
disesuaikan dengan umur dan status kesegaran jasmani. Untuk mereka
yang relatif sehat, intensitas latihan jasmani bisa ditingkatkan,
sementara yang sudah mendapat komplikasi DM dapat dikurangi.
34
Hindarkan kebiasaan hidup yang kurang gerak atau bermalas-malasan. 6
3. Terapi Farmakologis
Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan makan dan
latihan jasmani (gaya hidup sehat). Terapi farmakologis terdiri dari obat
oral dan bentuk suntikan. 6
a. Obat Anti Hiperglikemia Oral
Berdasarkan cara kerjanya, obat anti- hiperglikemia oral dibagi
menjadi 5 golongan:
1. Pemacu Sekresi Insulin (Insulin Secretagogue)
a. Sulfonilurea
Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan
sekresi insulin oleh sel beta pankreas. Efek samping utama
adalah hipoglikemia dan peningkatan berat badan. Hati-hati
menggunakan sulfonylurea pada pasien dengan risiko tinggi
6
hipoglikemia (orang tua, gangguan faal hati, dan ginjal).
b. Glinid
Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan
sulfonilurea, dengan penekanan pada peningkatan sekresi
insulin fase pertama. Golongan ini terdiri dari 2 macam obat
yaitu Repaglinid (derivat asam benzoat) dan Nateglinid
(derivate fenilalanin). Obat ini diabsorbsi dengan cepat
setelah pemberian secara oral dan diekskresi secara cepat
melalui hati. Obat ini dapat mengatasi hiperglikemia post
prandial. Efek samping yang mungkin terjadi adalah
hipoglikemia. 6
2. Peningkat Sensitivitas terhadap Insulin
a. Metformin
Metformin mempunyai efek utama mengurangi produksi
glukosa hati (glukoneogenesis), dan memperbaiki ambilan
glukosa di jaringan perifer. Metformin merupakan pilihan
pertama pada sebagian besar kasus DMT2. Dosis
Metformin diturunkan pada pasien dengangangguan fungsi
35
ginjal (GFR 3060ml/menit/1,73 m). Metformin tidak boleh
diberikan pada beberapa keadaan seperti: GFR
<30mL/menit/1,73 m, adanya gangguan hati berat, serta
pasien-pasien dengan kecenderungan hipoksemia (misalnya
penyakit serebrovaskular, sepsis, renjatan, PPOK, gagal
jantung [NYHA FC III-IV]). Efek samping yang mungkin
berupa gangguan saluran pencernaan seperti halnya gejala
dispepsia. 6
b. Tiazolidindion (TZD).
Tiazolidindion merupakan agonis dari Peroxisome
Proliferator Activated Receptor Gamma (PPAR-gamma),
suatu reseptor inti yang terdapat antara lain di sel otot,
lemak, dan hati. Golongan ini mempunyai efek menurunkan
resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah protein
pengangkut glukosa, sehingga meningkatkan ambilan
glukosa di jaringan perifer. Tiazolidindion meningkatkan
retensi cairan tubuh sehingga dikontraindikasikan pada
pasien dengan gagal jantung (NYHA FC III-IV) karena
dapat memperberat edema/retensi cairan. Hati-hati pada
gangguan faal hati, dan bila diberikan perlu pemantauan
faal hati secara berkala. Obat yang masuk dalam golongan
ini adalah Pioglitazone. 6
36
dosis kecil. Contoh obat golongan ini adalah Acarbose.6
37
tidak terkendali dengan perencanaan makan
7. Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
8. Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO
9. Kondisi perioperatif sesuai dengan indikasi 6
38
mendapatkan efek glikemik yang diharapkan. Dosis bisa
dinaikkan sampai dengan 1.8 mg. Dosis harian lebih dari 1.8 mg
tidak direkomendasikan. Masa kerja Liraglutide selama 24 jam
dan diberikan sekali sehari secara subkutan. 6
c. Terapi Kombinasi
Pengaturan diet dan kegiatan jasmani merupakan hal yang utama
dalam penatalaksanaan DM, namun bila diperlukan dapat dilakukan
bersamaan dengan pemberian obat antihiperglikemia oral tunggal atau
kombinasi sejak dini. Pemberian obat antihiperglikemia oral maupun
insulin selalu dimulai dengan dosis rendah, untuk kemudian
dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respons kadar glukosa darah.
6
39
kadar glukosa darah sepanjang hari masih tidak terkendali meskipun
sudah mendapat insulin basal, maka perlu diberikan terapi
kombinasiinsulin basal dan prandial,sedangkan pemberian obat
antihiperglikemia oral dihentikan dengan hati-hati. 6
3.1.2 Komplikasi
Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit kronis yang akan diderita
seumur hidup, sehingga progesifitas penyakit ini akan terus berjalan dan pada
suatu saat akan menimbulkan komplikasi. Penyakit DM biasanya berjalan lambat
dengan gejala-gejala yang ringan sampai berat, bahkan dapat menyebabkan
kematian akibat baik komplikasi akut maupun kronis.9
a. Komplikasi Akut DM
Ada tiga komplikasi akut DM yang penting dan berhubungan dengan
gangguan keseimbangan kadar gula darah jangka pendek. 9
1) Hipoglikemia
Hipoglikemia terjadi jika kadar gula darah turun hingga 60 mg/dl.
Keluhan dan gejala hipoglikemia dapat bervariasi, tergantung sejauh
mana glukosa darah turun. Keluhan pada hipoglikemia pada dasarnya
dapat dibagi dalam dua kategori, yaitu keluhan akibat otak tidak
40
mendapat kalori yang cukup sehingga mengganggu fungsi intelektual
dan keluhan akibat efek samping hormon lain yang berusaha
meningkatkan kadar glukosa dalam darah. 9
2) Ketoasidosis Diabetes
Pada DM yang tidak terkendali dengan kadar gula darah yang terlalu
tinggi dan kadar insulin yang rendah, maka tubuh tidak dapat
menggunakan glukosa sebagai sumber energi. Sebagai gantinya tubuh
akan memecah lemak sebagai sumber energi alternatif. Pemecahan
lemak tersebut kemudian menghasilkan badan-badan keton dalam
darah atau disebut dengan ketosis. Ketosis inilah yang menyebakan
derajat keasaman darah menurun atau disebut dengan istilah asidosis.
Kedua hal ini lantas disebut dengan istilah ketoasidosis. Adapun
gejala dan tanda-tanda yang dapat ditemukan pada pasien
ketoasidosis diabetes adalah kadar gula darah > 240 mg/dl, terdapat
keton pada urin, dehidrasi karena terlalu sering berkemih, mual,
muntah, sakit perut, sesak napas, napas berbau aseton, dan kesadaran
menurun hingga koma. 9
3) Sindrom Hiperglikemik Hiperosmolar Nonketotik (HHNK)
Sindrom HHNK merupakan keadaan yang didominasi oleh
hiperosmolaritas dan hiperglikemia serta diikuti oleh perubahan
tingkat kesadaran. Kelainan dasar biokimia pada sindrom ini berupa
kekurangan insulin efektif. Keadaan hiperglikemia persisten
menyebabkan diuresis osmotik sehingga terjadi kehilangan cairan dan
elektrolit. Untuk mempertahankan keseimbangan osmotik, cairan
akan berpindah dari ruang intrasel ke ruang ekstrasel. Dengan adanya
glukosuria dan dehidrasi, akan dijumpai keadaaan hipernatremia dan
peningkatan osmolaritas. Salah satu perbedaan utama antar HHNK
dan ketoasidosis diabetes adalah tidak terdapatnya ketosis dan
asidosis pada HHNK. Perbedaan jumlah insulin yang terdapat pada
masing-masing keadaan ini dianggap penyebab parsial perbedaan di
atas. Gambaran klinis sindrom HHNK terdiri atas gejala hipotensi,
41
dehidrasi berat, takikardi, dan tanda-tanda neurologis yang bervariasi.
9
b. Komplikasi Kronis DM
a) Komplikasi Makrovaskular
Tiga jenis komplikasi makrovaskular yang umum berkembang pada
pasien DM adalah penyakit jantung koroner, penyakit pembuluh darah
otak, dan penyakit pembuluh darah perifer. Komplikasi ini lebih sering
terjadi pada pasien DM tipe II yang umumnya menderita hipertensi,
dislipidemia, dan atau kegemukan. Komplikasi ini timbul akibat
aterosklerosis dan tersumbatnya pembuluh-pembuluh darah besar,
khususnya arteri akibat timbunan plak ateroma. Komplikasi
makrovaskular atau makroangiopati tidak spesifik pada diabetes, namun
pada DM timbul lebih cepat, lebih sering, dan lebih serius. 9
Berbagai studi epidemiologi menunjukkan bahwa angka kematian
akibat penyakit kardiovaskular dan diabetes meningkat 4 -5 kali
dibandingkan pada orang normal. Komplikasi makroangiopati
umumnya tidak ada hubungannya dengan kontrol kadar gula darah
yang baik. Tetapi telah terbukti secara epidemiologi bahwa angka
kematian akibat hiperinsulinemia merupakan suatu faktor resiko
mortalitas kardiovaskular, di mana peninggian kadar insulin
menyebabkan resiko kardiovaskular semakin tinggi pula. Kadar insulin
puasa > 15 mU/ml akan meningkatkan resiko mortalitas kardiovaskular
sebanyak 5 kali lipat. Hiperinsulinemia kini dikenal sebagai faktor
aterogenik dan diduga berperan penting dalam menyebabkan timbulnya
komplikasi makrovaskular. 9
b) Komplikasi Neuropati
Kerusakan saraf adalah komplikasi DM yang paling sering terjadi.
Dalam jangka waktu yang cukup lama, kadar glukosa dalam darah akan
merusak dinding pembuluh darah kapiler yang berhubungan langsung
ke saraf. Akibatnya, saraf tidak dapat mengirimkan pesan secara efektif.
Keluhan yang timbul bervariasi, yaitu nyeri pada kaki dan tangan,
gangguan pencernaan, gangguan dalam mengkontrol BAB dan BAK,
42
dan lain-lain. Manifestasi klinisnya dapat berupa gangguan sensoris,
motorik, dan otonom. Proses terjadinya komplikasi neuropati biasanya
progresif, di mana terjadi degenerasi serabut-serabut saraf dengan
gejala nyeri, yang sering terserang adalah saraf tungkai atau lengan. 9
c) Komplikasi Mikrovaskular
Komplikasi mikrovaskular merupakan komplikasi unik yang hanya
terjadi pada DM. Penyakit mikrovaskular diabetes atau sering juga
disebut dengan istilah mikroangiopati ditandai oleh penebalan membran
basalis pembuluh kapiler. Ada dua tempat di mana gangguan fungsi
kapiler dapat berakibat serius yaitu mata dan ginjal. Kelainan patologis
pada mata, atau dikenal dengan istilah retinopati diabetes, disebabkan
oleh perubahan pada pembuluh-pembuluh darah kecil di retina.
Perubahan yang terjadi pada pembuluh darah kecil di retina ini dapat
menyebabkan menurunnya fungsi penglihatan pasien DM, bahkan
dapat menjadi penyebab utama kebutaan. 9
43
BAB IV
KAJIAN KASUS
44
4.2 Rencana Promosi dan Pendidikan Kesehatan Kepada Pasien dan
Keluarga
4. Mengedukasi pasien dan keluarga mengenai penyakit yang diderita dan
cara pengelolaannya yaitu diabetes mellitus tipe 2.
5. Menjelaskan pentingnya kepatuhan kepatuhan pengobatan kepada pasien
dan keluarga.
6. Menjelaskan efek samping yang mungkin ditimbulkan dari obat yang
digunakan pasien.
7. Mengedukasi pasien mengenai pola makan yang baik dan menyarankan
pasien untuk mengurangi asupan gula dan memperbanyak makan sayur
dan buah.
8. Mengedukasi keluarga untuk menjaga kebersihan rumah untuk
menghindari terjadinya infeksi
9. Mengedukasi pasien untuk tidak terlalu sering menggaruk dan tidak
menggaruk terlalu keras pada area yang gatal
4.3 Anjuran-Anjuran Promosi Kesehatan Penting
1. Mengenai masalah kebersihan rumah pasien dilakukan langkah promotif
berupa:
a. Memberikan saran untuk membersihkan dan merapikan kamar,
seperti meletakkan tangga pada tempatnya, tumpukan dus pada
tempatnya.
b. Memberikan saran untuk selalu menjaga kebersihan dan kerapian
ruang tamu seperti meletakkan pakaian pada tempatnya.
c. Memberikan saran untuk membersihkan dan merapikan dapur
dapur. Seperti tidak meletakkan piring yang kotor pada yang
bukan tempatnya.
2. Mengenai masalah perilaku pasien
a. Memberikan edukasi kepada pasien untuk tetap melakukan
pengobatan dengan rutin
b. Memberikan edukasi kepada pasien untuk pentingnya mengatur
diet dalam kasus diabetes mellitus
45
DAFTAR PUSTAKA
46