Disusun Oleh :
Ulfadiya putri, S.Ked
G1A219040
Universitas Jambi
Pembimbing
Segala puji dan syukur kepada Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Clinical Report Session (CRS) yang
berjudul “Open fraktur os tibia fibula dextra 1/3 medial oblique displaced + Vulnus
scisum anterior cruris dektra” sebagai salah satu syarat dalam mengikuti Kepaniteraan
Klinik Senior di Bagian Ilmu Bedah di Rumah Sakit Umum Daerah Raden Mattaher
Provinsi Jambi.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan pada Laporan Kasus ini,
sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran untuk menyempurnakan laporan kasus
ini. Penulis mengharapkan semoga Laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi penulis dan
pembaca.
Ulfadiya putri
BAB I
PENDAHULUAN
Fraktur atau patah tulang adalah terputus atau hilangnya kontinuitas dari struktur
tulang “epiphyseal plate” serta “cartilage” (tulang rawan sendi). Trauma yang
menyebabkan tulang patah dapat berupa trauma langsung, misalnya benturan pada
lengan bawah yang menyebabkan patah tulang radius dan ulna, dan dapat berupa trauma
tidak langsung, misalnya jatuh bertumpu pada tangan yang menyebabkan tulang
klavikula atau radius distal patah. Akibat trauma pada tulang bergantung pada jenis
trauma, kekuatan dan arahnya.1
Secara garis besar, fraktur dapat diklasifikasikan menjadi fraktur komplit dan
inkomplit. Pada fraktur komplit, tulang benar-benar patah menjadi dua fragmen atau
lebih. Fraktur inkomplit adalah patahnya tulang hanya pada satu sisi saja. Fraktur
komplit dapat dibagi lagi menjadi fraktur transversa, oblik/spiral, impaksi, kominutif,
dan intra-artikular. Fraktur inkomplit dapat dibagi menjadi greenstick fracture, yang
khas pada anak-anak, dan fraktur kompresi, yang biasanya ditemukan pada orang
dewasa. Fraktur avulsi terjadi bila suatu fragmen tulang terputus dari bagian tulang
sisanya yang disebabkan oleh tarikan ligamentum atau pelekatan tendon yang kuat dan
biasnya terjadi akibat dari kontraksi otot secara paksa.2
BAB II
LAPORAN KASUS
Umur : 48 tahun
Agama : Islam
2.2 Anamnesa
Keluhan utama :
Luka pada kaki kanan Akibat terkena mesin pemotong rumput sejak 1 hari
sebelum masuk rumah sakit
Riwayat penyakit sekarang :
Pasien datang dengan keluhan Luka pada kaki kanan akibat terkena mesin
pemotong rumput sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Luka disertai rasa nyeri
dengan darah yang terus mengalir. Nyeri dirasakan terus menerus dan memberat
ketika pasien menggerakkan kaki kanan nya. Keluhan ini berawal ketika pasien
mengalami kecelakaan pada saat bekerja 1 hari sebelum masuk rumah sakit . Pasien
mengatakan bahwa ia sedang berkativitas seperti biasanya mengerjakan pekerjaan
untuk memotong rumput di kebun pada saat memotong rumput tiba tiba pisau mesin
patah dan mengenai kaki kanan pasien, pasien biasanya bekerja sehari – sehari tanpa
menggunakan alat pelidung diri. Pasien tidak mengeluhkan adanya mual dan
muntah, pusing (-), demam (-), sesak (-). Pasien juga mengatakan bahwa pasien juga
masih dalam keadaan sadar, dan masih bisa mengangkat bahu dan lengan kanan
nya, serta masih dapat menggerakkan kaki sebelah kiri. Rasa kesemutan atau rasa
baal (-). kemudian pasien di bawa ke rumah sakit daerah bangko dan dirujuk ke
RSUD Raden Mattaher dengan posisi luka robek sudah di jahit dan di lakukan
imobilisasi dengan menggunakan kayu.
Status Generalisata
Kulit
Warna : Sawo matang Suhu : 36,5ºC
Efloresensi : (-) Turgor : Baik
Pigmentasi : Dalam batas normal Ikterus : (-)
Jar. Parut : (-) Edema : (-)
Rambut : rambut tumbuh merata
Kelenjar
Pembesaran Kel. Submandibula : (-)
Jugularis Superior : (-)
Submental : (-)
Jugularis Interna : (-)
Kepala
Bentuk kepala : Normocephali
Ekspresi muka : Tampak sakit sedang
Simetris muka : Simetris
Rambut : tampak hitam tumbuh merata
Perdarahan temporal : (-)
Nyeri tekan syaraf : (-)
Mata
Exophthalmus/endopthalmus : (-/-)
Edema palpebra : (-/-)
Conjungtiva anemis : (-/-)
Sklera Ikterik : (-/-)
Pupil : Isokor (+/+)
Lensa : Tidak keruh
Refleks cahaya : (+/+)
Gerakan bola mata : baik kesegala arah
Hidung
Bentuk : Normal Selaput lendir : normal
Septum : Deviasi (-) Penumbatan : (-)
Sekret : (-) Perdarahan : (-)
Mulut
Bibir : sianosis (-)
Gigi geligi : dbn
Gusi : berdarah (-)
Lidah : tremor (-)
Bau pernafasan : dbn
Leher
Kelenjar getah bening : pembesaran (-)
Kelenjar tiroid : pembesaran (-)
Tekanan vena jugularis : (5-2) cm H2O
Thorax
Bentuk : simetris
Paru-paru
- Inspeksi : ekspansi dinding dada simetris
- Palpasi : fremitus taktil normal, nyeri tekan (-), krepitasi (-)
- Perkusi : sonor (+/+)
- Auskultasi : vesikuler, wheezing (-/-), ronkhi (-/-)
Jantung
- Inspeksi: ictus cordis tidak terlihat
- Palpasi: ictus cordis teraba 2 jari di ICS V linea midclavicula sinistra
- Perkusi batas jantung
- Atas : ICS II Linea parasternalis sinistra
- Kanan : ICS III Linea parasternalis dekstra
- Kiri : ICS V Linea midklavikularis sinistra
- Pinggang jantung : ICS III Linea parasternalis sinistra
- Auskultasi: BJ I dan II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
- Inspeksi : datar, sikatrik (-), massa (-), bekas operasi (-)
- Palpasi : Nyeri tekan (-), nyeri lepas (-), hepar dan lien tidak teraba.
- Perkusi : Timpani (+)
- Auskultasi : Bising usus (+) normal
Ekstremitas
Superior Inferior
Edema -/- +/-
Sianosis -/- -/-
Akral dingin -/- -/-
Clubbing finger -/- -/-
Gerak +/+ gerakan terbatas/+
Kekuatan 5/5 1/5
Tonus N/N N/N
STATUS LOKALIS
1. Look
deformitas (+) regio cruris dextra, vulnus scisum ( regio cruris dextra)
diameter 7 cm
2. Feel
Nyeri tekan (+), krepitasi sulit dinilai, akral hangat, CRT < 2 detik
3. Move
Gerakan aktif (sinistra) dan pasif terbatas (dextra), refleks fisiologis ++/++,
refleks patologis -/-
.
2.2 Pemeriksaan Penunjang
Darah Rutin (24-08-2019)
WBC : 11.2 109/L (4-10)
RBC : 3,04 1012/L (3,50- 5,50)
HGB : 8,7 g/dl (11,0-16,0)
HCT : 25,9 % (35-50)
PLT : 352 109/L (100-300)
MCV : 85,1 fL (88-99)
MCH : 28,6 pg (26-32)
MCHC : 336 g/dl (300-350)
Open fraktur os tibia fibula dextra 1/3 medial oblique displaced + Vulnus scisum
anterior cruris dektra
1. Non farmakalogis
- dilakukan pembersihan pada area luka, penjahitan luka, luka dibalut
- dilakukan pemasangan spalk
2. Farmakologi
IVFD RL 20 tetes/menit
Inj.Ranitidin 2x1 amp
Inj ceftriaxon 1x2 g
Imobilisasi tibia dengan pemasangan spalk
2.7 Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quoad sanationam : dubia ad bonam
Laporan Operasi
Tanggal : 26- agustus 2019/ 09.35 Wib
Nama : Tn.IS
Operator : Dr.dr.Humaryanto,Sp.OT, M.Kes
1. Posisi telentang
2. Cleansing scrubing reabing
3. Diseksi jaringan sekeliling
4. Tampak fraktur os tibia fibula dextra 1/3 tengah communited displace
5. Di lakukakn reposisi dan fiksasi dengan pemasangan k-wray
6. Cuci luka
7. Rawat perdarahan
8. Jahit luka
9. Tampak vulnus scisum diameter 8 cm sisi anterior cruris dekstra
10. Dilakukan debridement
11. Reposisi dan fiksasi pemasangan k-wray
12. Perdarahan
13. Cuci luka
14. Pasang drain
15. Tutup luka
16. Pasang posterior slop
P:
- IVFD Rl 20 tpm
- Inj. Cetorolac 1 amp
- Inj. Tetagam
- Inj. Ceftriaxone 1x2 gr
- Debridemen
- Balut tekan
22 Agustus 2019
S : pasien mengeluh nyeri pada kanan, pusing, serta sensasi seperti di cengkram
di bagian paha kanan
O:
Kesadaran : CM
Tekanan Darah : 130/90 mmHg
Nadi : 72x/menit
RR : 20x/menit
Suhu : 37,6ºC
A : Open fraktur os tibia fibula dextra 1/3 medial oblique displaced + Vulnus
scisum anterior cruris dektra
P:
- IVFD Rl 20 tpm
- Inj. Ceftriaxone 1x2 gr
- Inj. Ranitidine 2x1 amp
- Inj. Metronidazole.
- Po. Pct tab 500 mg
- Debridemen
- Balut tekan
23 Agustus 2019
S : pasien mengeluh nyeri pada kaki kanan, disertai sensasi dicengkram pada
kaki kanan
O:
Kesadaran : CM
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Nadi : 74x/menit
RR : 18/menit
Suhu : 36,2 ºC
A : Open fraktur os tibia fibula dextra 1/3 medial oblique displaced + Vulnus
scisum anterior cruris dektra
P:
- IVFD Rl 20 tpm
- Inj. Ceftriaxone 1x2 gr
- Inj. Ranitidine 2x1 amp
- Inj. Metronidazole.
- Debridemen
- Balut tekan
24 Agustus 2019
S : pasien mengeluh nyeri pada kanan
O:
Kesadaran : CM
Tekanan Darah : 130/80 mmHg
Nadi : 71x/menit
RR : 20/menit
Suhu : 36,8 ºC
A : Open fraktur os tibia fibula dextra 1/3 medial oblique displaced + Vulnus
scisum anterior cruris dektra
P:
- IVFD Rl 20 tpm
- Inj. Ceftriaxone 1x2 gr
- Inj. Ranitidine 2x1 amp
- Inj. Metronidazole.
- Debridemen
- Balut tekan
25 Agustus 2019
S : pasien mengeluh nyeri pada kanan
O:
Kesadaran : CM
Tekanan Darah : 120/70 mmHg
Nadi : 74x/menit
RR : 18/menit
Suhu : 37,1 ºC
A : Open fraktur os tibia fibula dextra 1/3 medial oblique displaced + Vulnus
scisum anterior cruris dektra
P:
- IVFD Rl 20 tpm
- Inj. Ceftriaxone 1x2 gr
- Inj. Ranitidine 2x1 amp
- Debridemen
- Balut tekan
26 Agustus 2019
S : pasien mengeluh nyeri pada kanan
O:
Kesadaran : CM
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Nadi : 86x/menit
RR : 20/menit
Suhu : 36,3 ºC
A : Open fraktur os tibia fibula dextra 1/3 medial oblique displaced + Vulnus
scisum cruris dektra
P:
- IVFD Rl 20 tpm
- Inj. Ceftriaxone 1x2 gr
- Inj. Ranitidine 2x1 amp
- Inj. Cefoperazone 3x1 gr
- Debridemen
- Balut tekan
27 Agustus 2019
S : pasien mengeluh nyeri pada kanan
O:
Kesadaran : CM
Tekanan Darah : 140/80 mmHg
Nadi : 75x/menit
RR : 20/menit
Suhu : 36,5 ºC
A : Open fraktur os tibia fibula dextra 1/3 medial oblique displaced + Vulnus
scisum cruris dektra
P:
- IVFD Rl 20 tpm
- Inj. Ceftriaxone 1x2 gr
- Inj. Ranitidine 2x1 amp
- Inj. Cefoperazone 3x1 gr
- Debridemen
- Balut tekan
28 Agustus 2019
S : pasien mengeluh nyeri
O:
Kesadaran : CM
Tekanan Darah : 130/80 mmHg
Nadi : 81x/menit
RR : 21/menit
Suhu : 36,8 ºC
A : Open fraktur os tibia fibula dextra 1/3 medial oblique displaced + Vulnus
scisum anterior cruris dektra
P:
- IVFD Rl 20 tpm
- Inj. Ceftriaxone 1x2 gr
- Inj. Ranitidine 2x1 amp
- Inj. Cefoperazone 3x1 gr
- Debridemen
- Balut tekan
29 Agustus 2019
S:-
O:
Kesadaran : CM
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Nadi : 71x/menit
RR : 20/menit
Suhu : 36,1 ºC
A : Open fraktur os tibia fibula dextra 1/3 medial oblique displaced + Vulnus
scisum anterior cruris dektra
P:
- IVFD Rl 20 tpm
- Debridemen
- Balut tekan
30 Agustus 2019
S:-
O:
Kesadaran : CM
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Nadi : 81x/menit
RR : 19/menit
Suhu : 36,8 ºC
A : Open fraktur os tibia fibula dextra 1/3 medial oblique displaced + Vulnus
scisum anterior cruris dektra
P:
- IVFD Rl 20 tpm
- Debridemen
- Balut tekan
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Anatomi
Penyebab Fraktur
Tulang bersifat relatif rapuh, namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk
menahan tekanan. Fraktur dapat terjadi akibat:
1. Peristiwa trauma
Sebagian besar fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba dan berlebihan, yang
dapat berupa pemukulan, penghancuran, penekukan, pemuntiran, atau penarikan. Bila
terkena kekuatan langsung, tulang dapat patah pada tempat yang terkena, jaringan
lunaknya juga pasti rusak. Bila terkena kekuatan tak langsung, tulang dapat mengalami
fraktur pada tempat yang jauh dari tempat yang terkena kekuatan itu, kerusakan jaringan
lunak di tempat fraktur mungkin tidak ada.
2. Fraktur kelelahan atau tekanan
Keadaan ini paling sering ditemukan pada tibia atau fibula atau metatarsal, terutama
pada atlet, penari, dan calon tentara yang jalan berbaris dalam jarak jauh.
3. Fraktur patologik
Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal kalau tulang itu lemah (misalnya oleh
tumor) atau kalau tulang itu sangat rapuh (misalnya pada penyakit Paget). Daya
pemuntir menyebabkan fraktur spiral pada kedua tulang kaki dalam tingkat yang
berbeda; daya angulasi menimbulkan fraktur melintang atau oblik pendek, biasanya
pada tingkatyang sama. Pada cedera tak langsung, salah satu dari fragmen tulang dapat
menembus kulit; cedera langsung akan menembus atau merobek kulit diatas fraktur.
Kecelakaan sepeda motor adalah penyebab yang paling lazim.
3.2.3 Klasifikasi
Fraktur merupakan terputusnya kontinuitas struktur tulang. Gejala klinis yang
terjadi pada fraktur adalah pembengkakan, deformitas, kekakuan gerak yang abnormal,
krepitasi, kehilangan fungsi dan rasa sakit. Terdapat dua penyebab utama yang
menyebabkan fraktur yaitu trauma seperti trauma langsung atau tidak langsung dan
peristiwa patologis seperti stress fraktur atau kelemahan tulang. Secara garis besar
fraktur dapat dibagi menjadi fraktur komplit dan fraktur inkomplit.5,6
2) Fraktur torus adalah adalah cedera kompresi pada tulang anak-anak. Tulang
elastis tidak terjadi fraktur tapi tulang tersebut membengkok. .
Tipe I
- Luka kurang dari 1 cm dengan cedera jaringan lunak minimal
- Dasar luka bersih
- Fraktur biasanya melintang sederhana, fraktur oblik pendek dengan kominusi
minimal
Tipe II
- Luka lebih besar dari 1 cm dengan cedera jaringan lunak moderat
- Fraktur biasanya melintang sederhana, fraktur oblik pendek dengan kominusi
minimal
Tipe III
Fraktur yang melibatkan kerusakan parah pada jaringan lunak, termasuk struktur
otot, kulit dan neurovaskular. Beberapa pola yang diklasifikasikan sebagai tipe
III:
- Fraktur terbuka segmental (terlepas dari ukuran luka)
- Luka tembak kecepatan tinggi dan luka tembak jarak dekat
- Fraktur terbuka dengan cedera neurovaskular
- Cedera pada orang yang bekerja di pertanian dengan kontaminasi tanah
pada luka (terlepas dari ukuran luka)
- Trauma amputasi
- Fraktur terbuka lebih dari 8 jam
- Korban bencana alam atau korban perang
a. Fraktur Transversal
Fraktur transversal adalah fraktur yang arah garis patahnya melintang. Pada
fraktur ini, segmen-segmen tulang yang patah apabila direposisi atau direduksi kembali
ke tempatnya semula, maka segmen-segmen tersebut akan stabil, dan biasanya mudah
dikontrol dengan bidai gips.
e. Fraktur Avulsi
Fraktur avulsi adalah pemisahan fragmen tulang (biasanya kecil) di area
perlekatan ligament atau tendon (Gambar 11). Fraktur avulsi sering terjadi di
pergelangan kaki (ankle) dan di jari-jari. Fragmen tulang avulsi agak besar dan garis
fraktur sering terjadi secara transversal karena fraktur avulsi menyebabkan kerusakan
pada struktur perlekatan jaringan lunak.
3) Berdasarkan jumlah fragment (The degree of the damage done to the bone)
a. Fraktur segmental
Fraktur segmental terjadi apabila dua fraktur komplit yang terpisah (sering
terpisah secara transversal). Oleh itu, tulang akan terbagi menjadi tiga fragment besar.
Butterfly Fragment adalah fragment segitiga yang besar, sering terjadi di axis tulang
panjang.
- Fraktur femur dekstra 1/3 proksimal garis patah oblik dislocatio ad latus terbuka
derajat satu neurovascular distal baik.
- Fraktur humerus sinistra 1/3 distal garis patah oblik dislocatio ad axim tertutup
dengan paralisis nervus radialis.
Anamnesa
Bila tidak ada riwayat trauma, berarti fraktur patologis. Trauma harus diperinci
kapan terjadinya, jenisnya, berat-ringannya trauma, arah trauma dan posisi pasien atau
ekstremitas yang bersangkutan (mekanisme trauma). Jangan lupa untuk meneliti
kembali trauma di tempat lain secara sistematik dari kepala, muka, leher, dada dan
perut.
Pemeriksaan Umum
- Functio laesa (hilangnya fungsi), misalnya pada fraktur tibia tidak dapat
berjalan.
- Lihat juga ukuran panjang tulang, bandingkan kiri dan kanan.
b. Feel, Palpasi dilakukan secara hati-hati oleh karena penderita biasanya mengeluh
sangat nyeri. Hal-hal yang perlu diperhatikan:
- Temperatur setempat yang meningkat
- Nyeri tekan; nyeri tekan yang superfisial biasanya disebabkan oleh kerusakan
jaringan lunak yang dalam akibat fraktur pada tulang.
- Pemeriksaan vaskuler pada daerah distal trauma berupa palpasi arteri radialis,
arteri dorsalis pedis, arteri tibialis posterior sesuai dengan anggota gerak yang
terkena. Refilling (pengisian) arteri pada kuku.
- Cedera pembuluh darah adalah keadaan darurat yang memerlukan
pembedahan.
c. Move, untuk mencari:
- Krepitasi, terasa bila fraktur digerakkan. Pemeriksaan ini sebaiknya tidak
dilakukan karena menambah trauma.
- Nyeri bila digerakkan, baik pada gerakan aktif atau pasif.
- Seberapa jauh gangguan-gangguan fungsi, gerakan-gerakan yang tidak mampu
dilakukan, range of joint movement(derajat dari ruang lingkup gerakan sendi)
dan kekuatan.
Pemeriksaan Radiologi
Dua pandangan
Fraktur atau dislokasi mungkin tidak terlihat pada film sinar-X tunggal dan
sekurang-kurangnya harus dilakukan 2 sudut pandang (AP &
Lateral/Oblique)
Dua sendi
Pada lengan bawah atau kaki, satu tulang dapat mengalami fraktur atau
angulasi. Tetapi angulasi tidak mungkin terjadi kecuali kalau tulang yang lain
juga patah, atau suatu sendi mengalami dislokasi. Sendi-sendi diatas dan di
bawah fraktur keduanya harus disertakan dalam foto sinar-X.
Dua tungkai
Pada sinar-X anak-anak epifise dapat mengacaukan diagnosis fraktur. Foto
pada tungkai yang tidak cedera akan bermanfaat.
Dua cedera
Kekuatan yang hebat sering menyebabkan cedera pada lebih dari 1 tingkat.
Karena itu bila ada fraktur pada kalkaneus atau femur perlu juga diambil foto
sinar-X pada pelvis dan tulang belakang.
Dua kesempatan
Segera setelah cedera, suatu fraktur mungkin sulit dilihat, kalau ragu-ragu,
sebagai akibat resorbsi tulang, pemeriksaan lebih jauh 10-14 hari kemudian
dapat memudahkan diagnosis.
Pada foto rontgen terdapat penyambungan fraktur tetapi dalam posisi yang
tidak sesuai dengan keadaan yang normal.
3.2.7 Tatalaksana Fraktur1,7,8,11
Prinsip menangani fraktur adalah mengembalikan posisi patahan tulang ke posisi
semula (reposisi) dan mempertahankan posisi itu selama masa penyembuhan patah
tulang (imobilisasi). Reposisi dilakukan tidak harus mencapai keadaan sempurna seperti
semula karena tulang mempunyai keadaan remodelling (proses swapugar).
Sebelum dilakukan pengobatan definitif pada suatu fraktur, maka diperlukan:
1. Pertolongan pertama
Pada penderita dengan fraktur yang penting dilakukan adalah membersihkan jalan
napas, menutup luka dengan verban yang bersih dan imobilisasi fraktur pada
anggota gerak yang terkena agar penderita merasa nyaman dan mengurangi nyeri
sebelum diangkut dengan ambulans. Bila terdapat perdarahan dapat dilakukan
pertolongan sebelumnya.
2. Penilaian klinis
Sebelum menilai fraktur itu sendiri, perlu dilakukan penilaian klinis, apakah luka
itu luka tembus tulang, adakah trauma pembuluh darah/saraf ataukah ada trauma
alat-alat dalam yang lain.
3. Resusitasi
Kebanyakan penderita dengan multiple fracture tiba di rumah sakit dengan syok,
sehingga diperlukan resusitasi sebelum diberikan terapi pada frakturnya sendiri
berupa pemberian transfusi darah dan cairan lainnya serta obat-obat anti nyeri.
Sebelum mengambil keputusan untuk melakukan pengobatan definitif, prinsip
pengobatan ada empat R (4R):
1. Recognition
Prinsip pertama adalah mengetahui dan menilai keadaan fraktur dengan
anamnesis, pemeriksaan klinis dan radiologis. Pada awal pengobatan perlu
diperhatikan lokalisasi fraktur, bentuk fraktur, penentuan teknik yang sesuai dengan
pengobatan dan komplikasi yang mungkin terjadi
2. Reduction
Reduksi adalah restorasi fragmen fraktur dilakukan untuk mendapatkan posisi
yang dapat diterima. Pada fraktur intra-artikuler diperlukan reduksi anatomis dan
sedapat mungkin mengembalikan fungsi normal dan mencegah komplikasi seperti
kekakuan, deformitas serta perubahan osteoartritis dikemudian hari. Posisi yang
baik adalah alignment yang sempurna dan aposisi yang sempurna. Fraktur seperti
fraktur klavikula, iga dan fraktur impaksi dari humerus tidak memerlukan reduksi.
Angulasi <50 pada tulang panjang anggota gerak bawah dan lengan atas dan agulasi
sampai 100 pada humerus dapat diterima. Terdapat kontak sekurang-kurangnya
50% dan over-riding tidak melebihi 0,5 inchi pada fraktur femur. Adanya rotasi
tidak dapat diterima dimanapun lokalisasi fraktur.1 Reduksi dapat dilakukan berupa
reduksi tertutup atau reduksi terbuka. Reduksi tertutup merupakan penanganan
dengan metode non operatif disebut juga dengan reposisi. Prinsip reposisi adalah
berlawanan dengan arah fraktur. Umumnya reduksi tertutup digunakan untuk
semua fraktur dengan pergeseran fragmen minimal. Reduksi tertutup berupa
manual traction, skin traction, atau sceletal traction. Traksi adalah pemasangan
gaya tarikan kepada bagian tubuh. Tujuan traksi adalah untuk menangani fraktur,
dislokasi atau spasme otot dalam usaha untuk memperbaiki deformitas dan
mempercepat penyembuhan. Traksi manual adalah traksi yang dilakukan secara
manual menggunakan tangan dengan menarik tulang agar kesegarisan tulang
kembali seperti semula. Traksi manual dilakukan pada fraktur yang stabil atau
dislokasi yang disebabkan splinting. Indikasi dilakukan traksi kulit adalah fraktur
pada anak dan fraktur dewasa atau dislokasi yang membutuhkan jumlah tekanan
yang relatif lebih pendek. Maka dari itu, traksi kulit lebih efektif dengan traksi
kulit. pada orang dewasa, traksi tulang lebih sering digunakan dikarenakan
kemungkinan untuk iritasi berat pada kulit. Sehingga pada orang dewasa, traksi
kulit tidak boleh dilakukan pada fraktur yang membutuhkan 2,7 hingga 3,2 kg
tarikan. Traksi kulit juga tidak dapat diindikasikan pada fraktur yang membutuhkan
traksi >3-4 minggu. Traksi langsung pada tulang dengan menggunakan pins, wires,
screw untuk menciptakan kekutan tarikan besar (9-14 kilogram) serta waktu yang
lebih dari empat minggu, serta memiliki tujuan tarikan ke arah longitudinal serta
mengontrol rotasi dari fragmen tulang. Sedangkan reduksi terbuka dilakukan
dengan operasi.
3. Retention
Setelah dilakukan reposisi dilakukan imobilisasi. Retensi (imobilisasi) dapat berupa
pemasangan bidai, fiksasi internal dan fiksasi eksternal. Salah satu contoh eksternal
fiksasi adalah pemasangan gips (Plaster of Paris). Selain gips, Fiksasi luar (OREF)
dilakukan untuk fiksasi fragmen patahan tulang, dimana digunakan pin baja yang
ditusukkan pada fragmen tulang, kemudian pin baja disatukan secara kokoh dengan
batangan logam di kulit luar. Beberapa indikasi pemasangan fiksasi luar antara lain
fraktur dengan rusaknya jaringan lunak yang berat (termasuk fraktur terbuka),
dimana pemasangan internal fiksasi terlalu berisiko untuk terjadi infeksi, atau
diperlukannya akses berulang terhadap luka fraktur di sekitar sendi yang cocok
untuk internal fiksasi namun jaringan lunak terlalu bengkak untuk operasi yang
aman,fraktur grade II dan III, pasien dengan cedera multiple yang berat, fraktur
tulang panggul dengan perdarahan hebat, atau yang terkait dengan cedera kepala,
fraktur dengan infeksi. Sedangkan pada fiksasi internal bisa berupa pen di dalam
sumsum tulang panjang, bisa juga plat dengan skrup di permukaan tulang.
Keuntungan reposisi secara operatif adalah dapat dicapai reposisi sempurna, dan
bila dipasang fiksasi interna yang kokoh, sesudah operasi tidak diperlukan
pemasangan gips lagi dan segera bisa dilakukan imobilisasi. Indikasi pemasangan
fiksasi interna adalah fraktur tidak bisa di reduksi kecuali dengan operasi, fraktur
intra artikuler, fraktur yang tidak stabil dan cenderung terjadi displacement kembali
setelah reduksi fraktur dengan penyatuan yang buruk dan perlahan (fraktur femoral
neck), fraktur patologis, fraktur multiple dimana dengan reduksi dini bisa
meminimkan komplikasi, fraktur pada pasien dengan perawatan yang sulit. Bentuk-
bentuk internal fiksasi antara lain plate and screw, intramedullary nail, oblique
transfixion screws, circumferential wire.
4. Rehabilitation
Mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal mungkin.
Metode Pengobatan
Fraktur Tertutup
Metode pengobatan fraktur tertutup dibagi dalam :
1. Konservatif, terdiri atas:
Proteksi tanpa reduksi dan imobilisasi
Pada fraktur dengan dislokasi fragmen patahan yang minimal atau tidak akan
menyebabkan cacat di kemudian hari, cukup dilakukan dengan proteksi saja,
misalnya dengan menggunakan mitela atau sling. Contoh kasus yang ditangani
dengan cara ini adalah fraktur iga, fraktur klavikula pada anak, dan fraktur
vertebra dengan kompresi minimal.
- Imobilisasi dengan bidai eksterna (tanpa reduksi)
-
Imobilisasi luar tanpa reposisi tetapi tetap diperlukan imobilisasi agar tidak
terjadi dislokasi fragmen. Contoh cara ini adalah pengelolaan patah tulang
tungkai bawah tanpa dislokasi yang penting.1
- Reduksi tertutup dengan manipulasi dan imobilisasi eksterna dengan gips
Reposisi dengan cara manipulasi yang diikuti dengan imobilisasi. Ini dilakukan
pada patah tulang dengan dislokasi fragmen yang berarti seperti pada patah
tualng radius.
- Reduksi tertutup dengan traksi berlanjut diikuti dengan imobilisasi
- Reduksi tertutup dengan traksi kontinu dan counter traksi
2. Reduksi tertutup dengan fiksasi eksterna atau fiksasi perkutaneus dengan K-wire
3. Reduksi terbuka dan fiksasi eksterna atau fiksasi interna
4. Eksisi fragmen tulang dan penggantian dengan protesis
Fraktur Terbuka
Fraktur terbuka merupakan fraktur dimana terjadi hubungan dengan lingkungan luar
elalui kulit sehingga terjadi kontaminasi bakteri sehingga timbul komplikasi berupa
infeksi. Luka pada kulit dapat berupa tusukan tulang yang tajam keluar menembus kulit
(from within) atau dari luar oleh jarena tertembus misalnya oleh peluru atau trauma
langsung (from without).
Beberapa prinsip dasar penanggulangan fraktur terbuka:
1. Obati fraktur terbuka sebagai suatu kegawatan
2. Adakan evaluasi awaldan diagnosis akan adanya kelainan yang dapat menyebabkan
kematian
3. Segera lakukan debridemen dan irigasi yang baik
4. Ulangi debridemen 24-72 jam berikutnya
5. Stabilisasi fraktur
6. Biarkan luka terbuka antara 5-7 hari
7. Lakukan bone graft autogenous secepatnya
8. Rehabilitasi anggota gerak yang terkena
Tahap-tahap pengobatan fraktur terbuka adalah:
1. Pembersihan luka dengan menggunakan cairan fisiologis NaCl secara mekanis
untuk mengeluarkan benda asing yang melekat
2. Eksisi jaringan mati dan debridemen
3. Pengobatan fraktur itu sendiri
Fraktur dengan luka hebat memerlukan traksi skeletal atau reduksi terbuka dengan
fiksasi eksterna tulang. Fraktur grade II dan III sebaiknya difiksasi dengan fiksasi
eksterna.
4. Penutupan kulit
Apabila fraktur terbukaa diobati dalam waktu periode emas (6-7 jam mulai dari
terjadinya kecelakaan), maka sebaiknya kulit ditutup. Hal ini tidak dilakukan
apabila penutupan membuat kulit sangat tegang. Dapat dilakukan split thickness
skin-graft serta lemasangan drainase isap untuk mencegah akumulasi cairan serum
dan darah pada luka yang dalam. Luka dapat dibiarkan terbuka setelah beberapa
hari tapi tidak lebih dari 10 hari. Kulit dapat ditutup kembali disebut delayed
primary closure.yang perlu mendapat perhatian adalah penutupan kulit tidak
dipaksakann sehingga kulit menjadi tegang.1
5. Pemberian antibiotik
Pemberian antibiotik bertukuan untuk mencegah infeksi. Antibiotik diberikan
dalam disus yang adekuat sebelum, pada saat dan sesudah tindakan operasi.1
6. Pencegahan tetanus
Semua penderita dengan fraktur terbuka perlu diberikan pencegahan tetanus. Pada
penderita yang telah mendapat imunisasi aktif cukup dengan pemberian toksoid tapi
bagi yang belum akan diberikan 250 unit tetanus immunoglobulin (manusia).
ANALISA KASUS
Pasien datang dengan keluhan nyeri pada kanan. Setelah dilakukan anamnesis lebih
lengkap, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang maka pasien ini di diagnosis
fraktur terbuka os tibia fibula dextra 1/3 medial oblique displaced + vulnus scisum
cruris dextra
Diagnosa itu sendiri bisa ditegakkan berdasarkan hasil temuan klinis yang didapat pada
anamnesis pasien, lalu temuan yang ditemukan pada pemeriksaan fisik serta hasil lain
yang mendukung dari pemeriksaan penunjang.
Anamnesis
Berdasarkan anamnesis gejala yang didapatkan pada pasien ini adalah luka pada kaki
sebelah kanan dengan riwayat trauma akibat kecelakaan pada saat bekerja dan sulit
digerakkan. Berdasarkan pembahasan pendekatan diagnosis anamnesis sebelumnya,
adanya gejala nyeri, pembengkakan, perdarahan, gangguan fungsi anggota gerak, dan
deformitas.
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik status lokalis di regio cruris dextra didapatkan untuk look
tampak luka robek berukuran 7 cm x 2 cm pada anteromedial cruris dextra, deformitas
pada feel didapatkan nyeri tekan dan move didapatkan pergerakan aktif dan pasif
terbatas oleh karena nyeri. Hal ini menunjukkan bahwa pada pemeriksaan fisik
menunjukkan gejala fraktur.
Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan radiologi didapatkan gambaran fraktur oblique 1/3 medial os tibia
fibula dextra
Diagnosa
Diagnosa pada pasien ini adalah fraktur terbuka os tibia fibula dextra 1/3 medial oblique
displaced + vulnus scisum cruris dektra
Tatalaksana
Selama di rumah sakit terapi yang diberikan kepada pasien berupa terapi farmakologis
dan dilakukan pembidaian. Terapi farmakologis pada pasien ini meliputi pemberian
obat analgetik dan antibiotik yang dilanjutkan dengan perencanaan pemasangan ORIF.
BAB V
KESIMPULAN
Fraktur tidak dapat diprediksi kapan terjadinya dan dimana letaknya. Gejala klinis yang
terjadi pada fraktur adalah pembengkakan, deformitas, kekakuan gerak yang abnormal,
krepitasi, kehilangan fungsi dan rasa sakit. Terdapat dua penyebab utama yang
menyebabkan fraktur yaitu trauma seperti trauma langsung atau tidak langsung dan
peristiwa patologis seperti stress fraktur atau kelemahan tulang. Fraktur dapat
disebabkan oleh peristiwa trauma, fraktur kelelahan atau tekanan, dan fraktur patologik.
Secara garis besar fraktur dapat dibagi menjadi fraktur komplit dan fraktur inkomplit.
Mobilisasi yang tepat berperan penting dalam percepatan penyembuhan dan pemulihan
area yang pernah mengalami fraktur. Dengan dilakukannya penanganan segera dan
tepat maka fraktur dapat diatasi dan tidak menimbulkan komplikasi. Namun, apabila
fraktur tidak ditangani dengan segera atau penanganan yang salah akan dapat
menimbulkan beberapa komplikasi seperti, Osteomielitis, Nekrosis avaskular,
malunion, delayed union, dan non-union.
DAFTAR PUSTAKA
1. De Jong, Wim. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi III. Jakarta: EGC. 2013.
2. Goh Lesley A., Peh Wilfred C. G., Fraktur-klasifikasi,penyatuan, dan
komplikasi dalam : Corr Peter. Mengenali Pola Foto-Foto Diagnostik. Penerbit
Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 2011. Hal 112-121.
3. Puts R and Pabst R.. Ekstremitas Atas dalam: Atlas Anatomi Manusia Sobotta.
Edisi 23. Penerbit Buku Kedokteran EGC Jilid 1. Jakarta. 2013. Hal 158, 166,
167, dan 169.
4. Sylvia,Price. dkk. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Buku 2.
Jakarta:EGC.
5. Paul and Juhl's. Essentials of Radiologic Imaging 7th ed. Lippincott Williams &
Wilkins Publishers : Mexico. 1998.
6. Iain H. Kalfas, M.D. , F.A.C.S Department of Neurosurgery, Section of Spinal
Surgery, Cleveland Clinical Foundation. Principle of Bone Healing Article 1
Vol. 10. Neurosurg Focus. 2001.
7. Skinner, Harry B. Current Diagnosis & Treatment In Orthopedics. USA: The
McGraw-Hill Companies. 2006.
8. Rasjad, Chairuddin. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Makassar: Bintang
Lamumpatue. 2007.
9. Stage of bone healing after fracture. http://bonesfracture.com/stages-of-bone-
healing-after-fracture/ diakses tanggal 5 Juli 2018
10. Reksoprodjo, S, Fraktur dan dislokasi dalam Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah
FKUI, Penerbit Binarupa Aksara, Jakarta, 2014.
11. Byerne T. Zimmer. Traction Handbook. California: University of California.