Anda di halaman 1dari 61

BAB I

PENDAHULUAN

Fraktur atau patah tulang adalah terputus atau hilangnya kontinuitas dari
struktur tulang “epiphyseal plate” serta “cartilage” (tulang rawan sendi). Trauma
yang menyebabkan tulang patah dapat berupa trauma langsung, misalnya benturan
pada lengan bawah yang menyebabkan patah tulang radius dan ulna, dan dapat
berupa trauma tidak langsung, misalnya jatuh bertumpu pada tangan yang
menyebabkan tulang klavikula atau radius distal patah. Akibat trauma pada tulang
bergantung pada jenis trauma, kekuatan dan arahnya.1
Secara garis besar, fraktur dapat diklasifikasikan menjadi fraktur komplit dan
inkomplit. Pada fraktur komplit, tulang benar-benar patah menjadi dua fragmen
atau lebih. Fraktur inkomplit adalah patahnya tulang hanya pada satu sisi saja.
Fraktur komplit dapat dibagi lagi menjadi fraktur transversa, oblik/spiral, impaksi,
kominutif, dan intra-artikular. Fraktur inkomplit dapat dibagi menjadi greenstick
fracture, yang khas pada anak-anak, dan fraktur kompresi, yang biasanya
ditemukan pada orang dewasa. Fraktur avulsi terjadi bila suatu fragmen tulang
terputus dari bagian tulang sisanya yang disebabkan oleh tarikan ligamentum atau
pelekatan tendon yang kuat dan biasnya terjadi akibat dari kontraksi otot secara
paksa.2
Dislokasi adalah suatu keadaan dimana terjadi pergeseran secara total dari
permukaan sendi. Dislokasi ditandai dengan keluarnya bongkol sendi dari
mangkok sendi atau keluarnya kepala sendi dari mangkoknya. Bila hanya
sebagian yang bergeser disebut subluksasi dan bila seluruhnya disebut dislokasi.

1
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 IDENTITAS PASIEN


Nama : Tn. Sulaiman
Umur : 20 Tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Tidak Bekerja
Alamat : RT 03 Desa Sungai Raya
Masuk RS : 10 Juni 2018

2.2 ANAMNESIS
Keluhan utama:
Nyeri pada tungkai kanan bawah sejak 10 jam sebelum masuk rumah
sakit.
Riwayat penyakit sekarang:
Pasien datang dengan keluhan nyeri pada tungkai kanan bawah sejak 10
jam sebelum masuk rumah sakit. Nyeri dirasakan terus menerus dan memberat
ketika pasien menggerakkan kaki kanan nya. Keluhan nyeri disertai luka dengan
darah yang terus mengalir. Keluhan ini berawal ketika pasien mengalami
kecelakaan lalu lintas ± 10 jam SMRS. Saat kejadian pasien dalam keadaan sadar.
Pasien mengatakan bahwa ia sedang mengendarai sepeda motor dan hendak
menyeberang jalan kemudian dari arah kanan melintas mobil dengan kecepatan
tinggi sehingga bagian depan mobil tersebut menabrak kaki kanan pasien.
Kemudian pasien jatuh terpental ± 1 meter. Dengan dibantu oleh warga sekitar,
pasien dibawa ke RSUD KH. Daud Arif untuk dilakukan pembersihan luka dan
pembidaian. Lalu pasien dirujuk ke RSUD Raden Mattaher untuk diberikan
tatalaksana lebih lanjut. Sesampainya di UGD, pasien dalam keadaan sadarkan
diri dan mengeluh nyeri pada kakinya. Keluhan sakit kepala (-), mual dan muntah
(-), kejang (-), keluhan BAK (-), keluhan BAB (-).

2
Riwayat penyakit dahulu:
Riwayat keluhan yang sama (-)
Riwayat Diabetes Melitus (-)
Riwayat Hipertensi (-)

Riwayat penyakit keluarga:


(-)

2.3 Pemeriksaan Fisik


TANDA VITAL
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis (E4/V5/M6)
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 80x/i
RR : 20x/i
Suhu : 36,8 ºC
STATUS GENERALISATA
Kulit
Warna : Sawo matang Suhu : 36,8ºC
Efloresensi : (-) Turgor : Baik
Pigmentasi : Dalam batas normal Ikterus : (-)
Jar. Parut : (-) Edema : (-)
Rambut : rambut tumbuh merata
Kelenjar
Pembesaran Kel. Submandibula : (-)
Jugularis Superior : (-)
Submental : (-)
Jugularis Interna : (-)
Kepala
Bentuk kepala : Normocephali
Ekspresi muka : Tampak sakit sedang

3
Simetris muka : Simetris
Rambut : tampak hitam tumbuh merata
Perdarahan temporal : (-)
Nyeri tekan syaraf : (-)
Mata
Exophthalmus/endopthalmus : (-/-)
Edema palpebra : (-/-)
Conjungtiva anemis : (-/-)
Sklera Ikterik : (-/-)
Pupil : Isokor (+/+)
Lensa : Tidak keruh
Refleks cahaya : (+/+)
Gerakan bola mata : baik kesegala arah
Hidung
Bentuk : Normal Selaput lendir : normal
Septum : Deviasi (-) Penumbatan : (-)
Sekret : (-) Perdarahan : (-)
Mulut
Bibir : sianosis (-)
Gigi geligi : dbn
Gusi : berdarah (-)
Lidah : tremor (-)
Bau pernafasan : dbn
Leher
Kelenjar getah bening : pembesaran (-)
Kelenjar tiroid : pembesaran (-)
Tekanan vena jugularis : (5-2) cm H2O
Thorax
Bentuk : simetris
 Paru-paru
 Inspeksi : ekspansi dinding dada simetris

4
 Palpasi : fremitus taktil normal, nyeri tekan (-), krepitasi (-)
 Perkusi : sonor (+/+)
 Auskultasi : vesikuler, wheezing (-/-), ronkhi (-/-)

 Jantung
 Inspeksi: ictus cordis tidak terlihat
 Palpasi: ictus cordis teraba 2 jari di ICS V linea midclavicula
sinistra
 Perkusi batas jantung
Atas : ICS II Linea parasternalis sinistra
Kanan : ICS III Linea parasternalis dekstra
Kiri : ICS V Linea midklavikularis sinistra
Pinggang jantung : ICS III Linea parasternalis sinistra
 Auskultasi: BJ I dan II reguler, murmur (-), gallop (-)
 Abdomen
 Inspeksi : datar, sikatrik (-), massa (-), bekas operasi (-)
 Palpasi : Nyeri tekan (-), nyeri lepas (-), hepar dan lien tidak
teraba.
 Perkusi : Timpani (+)
 Auskultasi : Bising usus (+) normal
Ekstremitas
Superior Inferior
Edema -/- +/-
Sianosis -/- -/-
Akral dingin -/- +/-
Clubbing finger -/- -/-
Gerak +/+ gerakan terbatas/+
Kekuatan 5/5 1/5
Tonus N/N N/N

STATUS LOKALIS

5
Regio Cruris Dextra
1. Look
Tampak luka robek berukuran 10 cm x 7 cm pada anteromedial cruris
dextra, deformitas (+), bengkak (+), penonjolan tulang (+)
2. Feel
Nyeri tekan (+), krepitasi (+) NVD: sensibilitas baik, pulsasi arteri
dorsalis pedis teraba, CRT < 2 detik
3. Move
Pergerakan aktif dan pasif terbatas oleh karena nyeri

2.4 Pemeriksaan Penunjang


Darah Rutin (10-06-2018)
WBC : 16,08 109/L (4-10)
RBC : 4,66 1012/L (3,50- 5,50)
HGB : 11,8 g/dl (11,0-16,0)
HCT : 35,3 % (35-50)
PLT : 211 109/L (100-300)
MCV : 75,8 fL (88-99)
MCH : 25,3 pg (26-32)
MCHC : 334 g/dl (300-350)
GDS : 122 mg/dl (<200)

6
Foto Rontgen Cruris (10-06-2018)

- Tampak fraktur oblique pada 1/3 bawah os fibula dextra

7
- Tampak dislokasi ankle joint
Kesan : Fraktur oblique 1/3 distal os fibula dextra dan dislokasi ankle joint dextra
2.5 Diagnosa Kerja
Fraktur terbuka os fibula dextra 1/3 distal oblique displaced dan dislokasi
ankle joint dextra

2.6 Penatalaksanaan
1) Non Medikamentosa
- Wound toilet -> explorasi luka
- Pembersihan luka
- Pemasangan Bidai
- Pemasangan Katether
- ORIF
2) Medikamentosa
- IVFD NaCl 0,9% + Ketorolac 1 amp 20 tpm
- Inj. Ceftriaxone 2x1 amp
- Inj. Ranitidin 1x2 gr

2.7 Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad fungsionam : dubia ad bonam

Follow Up Keadaan Pasien


11 Juni 2018
S : pasien mengeluh nyeri pada tungkai kanan bawah
Jadwal operasi tindakan ORIF + Debridement
O:
Kesadaran : CM
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Nadi : 88x/menit
RR : 20x/menit

8
Suhu : 36,1 ºC
A : Fraktur terbuka os fibula dextra 1/3 distal oblique displaced dan
dislokasi ankle joint dextra
P:
- IVFD NaCl 0,9% + Ketorolac 1 amp 20 tpm
- Inj. Ceftriaxone 2x1 amp
- Inj. Ranitidin 1x2 gr

12 Juni 2018
S : pasien mengatakan nyeri pada luka jahitan. VAS: 8
O:
Kesadaran : CM
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Nadi : 80x/menit
RR : 20x/menit
Suhu : 36,5 ºC
A : Post debridement dan pemasangan ORIF regio cruris dextra
P:
- IVFD RL 20gtt
- Ketorolac 3x1 amp
- Inj Ceftriaxone 2x1 gr
- Inj Amikacin 2x1 gr

9
Foto Rontgen Cruris Post-Op

13 Juni 2018
S : pasien mengatakan nyeri pada luka jahitan. VAS: 6
O:
Kesadaran : CM
Tekanan Darah : 130/70 mmHg
Nadi : 72x/menit
RR : 20x/menit
Suhu : 36,7 ºC
A : Post debridement dan pemasangan ORIF regio cruris dextra

10
P:
- IVFD RL 20gtt
- Ketorolac 3x1 amp
- Inj Ceftriaxone 2x1 gr
- Inj Amikacin 2x1 gr

11
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Anatomi

Gambar 3.1 Anatomi Os Tibia dan Os Fibula


Ligament capitis fibulae anterius dan posterius proksimal menciptakan
amphiarthrosis (Articulatio tibiofibularis). Di distal, kedua tulang difiksasi oleh
ligament tibiofibularia anterius dan posterius dalam suatu sindesmosis
(Syndesmosis tibiofibularis). Di antara kedua tulang, membrane interossea cruris
berperan sebagai penstabil tambahan melalui jaringan penyambung dan serabut
kolagen yang padat, yang secara dominan berjalan melintang ke bawah dari tibia
menuju fibula. Bersama dengan facies articularis inferior tibia, malleolus medialis
dan malleolus lateralis membentuk garpu malleolar, yang menjadi socket bagi
articulation talocruralis.4

12
M. tibialis anterior dari kelompok ekstensor bisa dipalpasi di dekat culatio
talocalcaneonavicularis, otot ini berfungsi sebagai supinator, berbeda dengan
ekstensor lainnya. M. extensor digitorum longus berasal dari tibia dan fibula
proksimal, dan M. extensor hallucis longus terletak di antara dua ekstensor lain
tungkai distal. Terkadang, M. ekstensor digitorum longus memperlihatkan
percabangan yang berinsertio di Os metatarsi V dan kadang disebut M. fibularis
tertius. Di bagian distal, tendo-tendo otot ini dipandu oleh penguat fascia tungkai,
yaitu Reticulum musculorum extensorum. Retinacula kaki berfungsi sebagai
penjaga dan mencegah tendo agar tidak mengangkat tulang sewaktu kaki
diekstensi. Kedua otot dari kelompok fibularis (M. fibularis longus et brevis)
termasuk dalam kelompok lateral dan berorigo di fibula proksimal dan distal. 4

Gambar 3.2 Otot-otot tungkai dan kaki

13
Dari lateral, ketiga kelompok otot tungkai bisa terlihat. Di belakang
kelompok ekstensor anterior, tepatnya disebelah lateral, terlihat otot-otot fibularis,
dan di dorsalnya terletak otot-otot fleksor. Karena otot-otot fleksor profundus di
sisi dorsal berbatasan langsung dengan tulang tungkai, hanya otot-otot superficial
(M. triceps surae), M. gastrocnemius, dan M. soleus saja yang bisa terlihat.
Tendo-tendo kelompok fibularis dipandu oleh Retinacula musculorum fibularium.
M. fibularis brevis berinsertio di Os. Metatarsi V, sementara tendo M. fibularis
longus memanjang di bawah telapak kaki dan berinsertio di Os metatarsi I dan Os
cuneiforme mediale, sehingga secara aktif menunjang Arcus plantaris. M extensor
hallucis longus ditemukan di distal di antara M. tibialis anterior dan M. extensor
digitorum longus. 4

A. iliaca externa bercabang dari A. iliaca communis ke anterior Articulatio


sacroiliaca dan terus berlanjut di bawah Lig. Inguinale di dalam lacuna vasorum
sebagai A. femoris. Setelah melintasi Canalis adductorius, arteri ini dinamakan A.
poplitea (memperdarahi Articulatio genus). A. poplitea berjalan turun di bawah
Arcus tendineus musculi solei di antara otot-otot fleksor superficial dan profundus
tungkai lalu membagi diri menjadi A. tibialis posterior yang melanjutkan
perjalanannya, dan A. tibialis anterior yang menembus Membara interossea cruris
untuk mencapai kompartemen ekstensor anterior. Arteri yang terakhir ini berlanjut
sebagai A. dorsalis pedis di dorsum pedis. A. tibialis posterior memberi
percabangan A. fibularis yang kuat ke Malleolus Lateralis dan kemudian berlanjut
melalui Canalis malleolaris di sekitar Malleolus medialis untuk mencapai telapak
kaki. 4

14
Gambar 3.3 Arteri pada ekstremitas bawah

Sistem pembuluh balik V. Saphena Magna yang bertempat ditungkai


bawah dalam fossa poplitea menembus fascia poplitea antara kedua pangkal M.
gastrocnemius bermuara ke V. poplitea Venanya mengikuti arteri, kecuali V.
saphena parva yang mengikuti n. suralis dan kemudian mengikuti n. cutaneus
surae medialis. 4

15
Gambar 3.4 Vena pada ekstremitas bawah

Di samping vena, terdapat sistem pembuluh limfe pengumpul di


superficial dan profunda, beserta kelenjar limfe yang terhubung dengannya.
Sistem ventromedial superficial, beserta V. saphena magma, merupakan drainase
limfatik utama bagi ekstremitas bawah dan mengalir ke dalam kelenjar limfe
inguinal superficial (Nodi lymphoidei inguinales superfisiales). Sistem
dorsolateral yang lebih kecil berjalan parallel dengan V. saphena parva dan
mengalir ke dalam Nodi lymphoidei poplitei superficiales et profundi dan
berlanjut ke dalam Nodi lymphoidei inguinales profundi. Sistem pengumpul
profunda secara langsung mengalir ke dalam kelenjar limfe inguinal dan poplitea
profunda. Sementara sebagian besar drainase venosa dari ekstremitas bawah
terjadi melalui Venae profundae, sebagian besar limfe didrainase oleh pembuluh
limfe superficial. 4

16
3.2 Fraktur
3.2.1 Definisi3
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang,
tulang rawan sendi, tulang rawan epifisis baik bersifat total ataupun parsial yang
umumnya disebabkan oleh tekanan yang berlebihan, sering diikuti oleh kerusakan
jaringan lunak dengan berbagai macam derajat, mengenai pembuluh darah, otot
dan persarafan. Trauma yang menyebabkan tulang patah dapat berupa trauma
langsung dan trauma tidak langsung. Trauma langsung menyebabkan tekanan
langsung pada tulang dan terjadi fraktur pada daerah tekanan. Trauma tidak
langsung, apabila trauma dihantarkan ke daerah yang lebih jauh dari daerah
fraktur, misalnya jatuh dengan tangan ekstensi dapat menyebabkan fraktur pada
klavikula, pada keadaan ini biasanya jaringan lunak tetap utuh.
3.2.2 Etiologi3
1. Cedera dan benturan seperti pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan
puntir mendadak, kontraksi otot ekstrim.
2. Letih karena otot tidak dapat mengabsorbsi energi seperti berjalan kaki
terlalu jauh.
3. Kelemahan tulang akibat penyakit kanker atau osteoporosis pada fraktur
patologis.

Penyebab Fraktur

Tulang bersifat relatif rapuh, namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas
untuk menahan tekanan. Fraktur dapat terjadi akibat:

1. Peristiwa trauma

Sebagian besar fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba dan berlebihan,
yang dapat berupa pemukulan, penghancuran, penekukan, pemuntiran, atau
penarikan. Bila terkena kekuatan langsung, tulang dapat patah pada tempat yang
terkena, jaringan lunaknya juga pasti rusak. Bila terkena kekuatan tak langsung,
tulang dapat mengalami fraktur pada tempat yang jauh dari tempat yang terkena
kekuatan itu, kerusakan jaringan lunak di tempat fraktur mungkin tidak ada.

17
2. Fraktur kelelahan atau tekanan

Keadaan ini paling sering ditemukan pada tibia atau fibula atau metatarsal,
terutama pada atlet, penari, dan calon tentara yang jalan berbaris dalam jarak jauh.

3. Fraktur patologik
Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal kalau tulang itu lemah (misalnya
oleh tumor) atau kalau tulang itu sangat rapuh (misalnya pada penyakit Paget).
Daya pemuntir menyebabkan fraktur spiral pada kedua tulang kaki dalam tingkat
yang berbeda; daya angulasi menimbulkan fraktur melintang atau oblik pendek,
biasanya pada tingkatyang sama. Pada cedera tak langsung, salah satu dari
fragmen tulang dapat menembus kulit; cedera langsung akan menembus atau
merobek kulit diatas fraktur. Kecelakaan sepeda motor adalah penyebab yang
paling lazim.

3.2.3 Klasifikasi
Fraktur merupakan terputusnya kontinuitas struktur tulang. Gejala klinis
yang terjadi pada fraktur adalah pembengkakan, deformitas, kekakuan gerak yang
abnormal, krepitasi, kehilangan fungsi dan rasa sakit. Terdapat dua penyebab
utama yang menyebabkan fraktur yaitu trauma seperti trauma langsung atau tidak
langsung dan peristiwa patologis seperti stress fraktur atau kelemahan tulang.
Secara garis besar fraktur dapat dibagi menjadi fraktur komplit dan fraktur
inkomplit.5,6

A. Fraktur Inkomplit 5,6


Fraktur inkomplit adalah patahnya tulang hanya pada satu sisi saja (terjadi
kerusakan cortex pada satu sisi tulang). Terdapat dua tipe fraktur inkomplit yaitu
fraktur greenstick dan fraktur torus.
1) Fraktur Greenstik adalah fraktur yang sering terjadi pada anak-anak karena
tulang anak-anak yang masih lunak. Fraktur ini terjadi apabila satu sisi
tulang patah dan pada sisi lain bengkok atau melengkung, tulang

18
melengkung disebabkan oleh konsistensinya yang elastik. Periosteumnya
tetap utuh. Fraktur ini biasanya mudah diatasi dan sembuh dengan baik.

53.3 Fraktur Greenstick.

2) Fraktur torus adalah adalah cedera kompresi pada tulang anak-anak.


Tulang elastis tidak terjadi fraktur tapi tulang tersebut membengkok. .

Gambar 3.6 Fraktur Torus

B. Fraktur Komplit 1,5,6


Fraktur komplit adalah patah pada seluruh garis tengah tulang, luas dan
melintang. Fraktur ini bisa menyebabkan tulang terbagi menjadi dua segmen dan

19
biasanya disertai dengan displasia dari fragmen tersebut. Fraktur komplit sering
terjadi pada orang dewasa dan bisa diklasifikasikan berdasarkan :
1) Berdasarkan hubungan dengan dunia luar
a. Fraktur tertutup (Closed Fracture) bila tidak terdapat hubungan antara
fragmen tulang dengan dunia luar. Fraktur tanpa adanya komplikasi, kulit
masih utuh, tulang tidak menonjol melalui kulit.

Gambar 3.7 Fraktur Tertutup


b. Fraktur terbuka (open/ compound fracture) bila terdapat hubungan antara
fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan di kulit. Fraktur
terbuka dibagi menjadi tiga derajat (menurut R.Gustillo), yaitu:

Gambar 3.8 Fraktur Terbuka

20
Secara klinis, fraktur dibagi menurut ada-tidaknya hubungan patahan tulang
dengan dunia luar, yaitu fraktur tertutup dan fraktur terbuka. Fraktur terbuka
memungkinkan masuknya kuman dari luar ke dalam luka. Patah tulang terbuka
dibagi menjadi tiga derajat (Gustilo-Anderson classification), yang ditentukan
oleh berat ringannya luka dan fraktur yang terjadi.

Derajat luka terbuka:

 Tipe I
- Luka kurang dari 1 cm dengan cedera jaringan lunak minimal
- Dasar luka bersih
- Fraktur biasanya melintang sederhana, fraktur oblik pendek dengan
kominusi minimal
 Tipe II
- Luka lebih besar dari 1 cm dengan cedera jaringan lunak moderat
- Fraktur biasanya melintang sederhana, fraktur oblik pendek dengan
kominusi minimal
 Tipe III
Fraktur yang melibatkan kerusakan parah pada jaringan lunak, termasuk
struktur otot, kulit dan neurovaskular. Beberapa pola yang diklasifikasikan
sebagai tipe III:
- Fraktur terbuka segmental (terlepas dari ukuran luka)
- Luka tembak kecepatan tinggi dan luka tembak jarak dekat
- Fraktur terbuka dengan cedera neurovaskular
- Cedera pada orang yang bekerja di pertanian dengan kontaminasi
tanah pada luka (terlepas dari ukuran luka)
- Trauma amputasi
- Fraktur terbuka lebih dari 8 jam
- Korban bencana alam atau korban perang

2) Berdasarkan arah fraktur tulang (Direction of the break)

21
Arah fraktur dikenal juga sebagai garis patah tulang. Seperti yang
dipaparkan pada gambar dibawah ini, arah fraktur bisa terbagi kepada fraktur
transversal, fraktur oblik, fraktur spiral, fraktur impaksi, dan fraktur avulsi.
Fraktur komunitif dan fraktur segmental akan dibahas pada klasifikasi
berdasarkan jumlah fragment.

Gambar 3.9 Pembagian fraktur berdasarkan arah fraktur

a. Fraktur Transversal
Fraktur transversal adalah fraktur yang arah garis patahnya melintang. Pada
fraktur ini, segmen-segmen tulang yang patah apabila direposisi atau direduksi
kembali ke tempatnya semula, maka segmen-segmen tersebut akan stabil, dan
biasanya mudah dikontrol dengan bidai gips.

Gambar 3.10 Fraktur Transversal


b. Fraktur Oblik

22
Fraktur Oblik adalah garis patah miring. Fraktur ini garis patahnya
membentuk sudut terhadap tulang dan cenderung tidak stabil serta sulit untuk
diperbaiki.

Gambar 3.11 Fraktur Oblik


c. Fraktur spiral
Fraktur spiral adalah fraktur yang garis patahnya melingkar. Fraktur ini
biasanya timbul akibat torsi pada ekstremitas. Fraktur ini biasanya hanya
menimbulkan sedikit kerusakan pada jaringan lunak, dan fraktur semacam ini
cenderung cepat sembuh dengan imobilisasi luar.

Gambar 3.12 Fraktur Spiral


d. Fraktur Impaksi
Fraktur kompresi terjadi ketika dua tulang menumbuk tulang ketiga yang
berada di antaranya.

23
Gambar 3.13 Fraktur Impaksi

e. Fraktur Avulsi
Fraktur avulsi adalah pemisahan fragmen tulang (biasanya kecil) di area
perlekatan ligament atau tendon (Gambar 11). Fraktur avulsi sering terjadi di
pergelangan kaki (ankle) dan di jari-jari. Fragmen tulang avulsi agak besar dan
garis fraktur sering terjadi secara transversal karena fraktur avulsi menyebabkan
kerusakan pada struktur perlekatan jaringan lunak.

Gambar 3.14 Fraktur Avulsi

3) Berdasarkan jumlah fragment (The degree of the damage done to the


bone)
a. Fraktur segmental

24
Fraktur segmental terjadi apabila dua fraktur komplit yang terpisah (sering
terpisah secara transversal). Oleh itu, tulang akan terbagi menjadi tiga fragment
besar. Butterfly Fragment adalah fragment segitiga yang besar, sering terjadi di
axis tulang panjang.

Gambar 3.15 Fraktur Segmental


b. Fraktur Kominutif
Fraktur komunitif adalah serpihan-serpihan atau terputusnya keutuhan
jaringan dengan lebih dari dua fragment tulang. Tahap fraktur komunitif
tergantung pada kekuatan gaya yang menyebabkan cedera.

Gambar 3.16 Fraktur Komunitif


c. Fraktur Multipel

25
Fraktur multipel adalah fraktur tulang yang terjadi pada beberapa bagian
tulang yang berlainan.1,7,8

Gambar 3.17 Fraktur Multiple


4) Berdasarkan kedudukan pergeseran fraktur (Displacement of fracture)
Fraktur pergeseran adalah posisi yang abnormal pada fragment fraktur di
bagian distal yang berhubungan dengan tulang proximal. Fraktur penggeseran bisa
menyebabkan peralihan tulang, pemendekan tulang, pembentukan sudut angulasi,
rotasi, dan perubahan alignment seperti yang dilampirkan pada Gambar 16.
Peralihan (distraction) adalah pemisahan pada axis longitudinal tulang yang
ditandai dengan gangguan alignment tulang. Namun, pergeseran (displacement)
adalah tahap dimana fragmen fraktur keluar dari alignment tulang. Angulasi
adalah sudut pada fragmen distal yang diukur dari fragment proximal.
Penggeseran dan angulasi bisa terjadi pada ventral-dorsal plane, lateral-medial
plane atau keduanya.

26
Gambar 3.18 Displacement of Fracture

a. Perubahan alignment (Loss of alignment)


Istillah ‘pergeseran’ (displacement) adalah perubahan alignment tulang di
sepanjang axis tulang. Perubahan alignment sering disertai beberapa derajat
angulasi, rotasi, atau perubahan kepanjangan tulang.
b. Pemendekkan tulang (shortening)
Pergeseran tulang distal kearah proximal menyebabkan pemendekan
(shortening) pada tulang panjang. Pemendekan tulang pada fraktur oblik lebih
parah dibandingkan pemendekan akibat fraktur transversal.
c. Angulasi (Angulation) dan Rotasi (Rotation)
Angulasi merupakan berkaitan dengan arah tulang distal dan terhadap tulang
proximal (Gambar 3.16). Angulasi pada bagian medial dikenal sebagai ‘Varus’
dan angulasi pada pada lateral dikenal sebagai ‘Valgus’.

27
Gambar 3.19 Angulasi dan Rotasi
d. Peralihan tulang (distraction) dan impaksi
Fraktur yang menyebabkan peningkatan panjang tulang. Peningkatan
panjang tulang ini disebabkan oleh pelebaran komponen tulang. Jika terjadi
adalah disebabkan oleh suatu impaksi.

Gambar 3.20 Peralihan tulang dan impaksi

5) Berdasarkan lokasi pada tulang fisis


Tulang fisis adalah bagian tulang yang merupakan lempeng pertumbuhan,
bagian ini relatif lemah sehingga strain pada sendi dapat berakibat pemisahan fisis
pada anak-anak. Fraktur fisis dapat terjadi akibat jatuh atau cedera traksi.
Klasifikasi yang paling banyak digunakan untuk cedera atau fraktur fisis adalah
klasifikasi menurut Salter-Harris:

28
Gambar 3.21 Klasifikasi Salter-Harris
a. Tipe I: fraktur transversal melalui sisi metafisis dari lempeng pertumbuhan,
prognosis sangat baik setelah dilakukan reduksi tertutup.
b. Tipe II: fraktur melalui sebagian lempeng pertumbuhan, timbul melalui
tulang metafisis, prognosis juga sangat baik dengan reduksi tertutup.
c. Tipe III: fraktur longitudinal melalui permukaan artikularis dan episfisis dan
kemudian secara transversal melalui sisi metafisis dari lempeng
pertumbuhan. Prognosis cukup baik meskipun hanya dengan reduksi
antomi.
d. Tipe IV: fraktur longitudinal melalui epifisis, lempeng pertumbuhan dan
terjadi melalui tulang metafisis. Reduksi terbuka biasanya penting dan
mempunyai resiko gangguan pertumbuhan lanjut yang lebih besar.
e. Tipe V: cedera remuk dari lempeng pertumbuhan, insidens gangguan
pertumbuhan lanjut adalah tinggi tidak normal

3.2.4 Penyembuhan Fraktur 9


Proses Penyembuhan Fraktur
Penyembuhan sekunder meliputi respon dalam periostium dan jaringan-
jaringan lunak eksternal. Proses penyembuhan fraktur ini secara garis besar
dibedakan atas 5 fase, yakni fase hematoma (inflamasi), fase proliferasi, fase
kalus, osifikasi dan remodelling.

29
Penyembuhan fraktur terdiri dari 5 fase, yaitu:
1. Fase Inflamasi
Tahap inflamasi berlangsung beberapa hari dan hilang dengan
berkurangnya pembengkakan dan nyeri. Terjadi perdarahan dalam jaringan yang
cidera dan pembentukan hematoma di tempat patah tulang. Ujung fragmen tulang
mengalami devitalisasi karena terputusnya pasokan darah terjadi hipoksia dan
inflamasi yang menginduksi ekpresi gen dan mempromosikan pembelahan sel dan
migrasi menuju tempat fraktur untuk memulai penyembuhan. Produksi atau
pelepasan dari faktor pertumbuhan spesifik, Sitokin, dapat membuat kondisi
mikro yang sesuai untuk :
1. Menstimulasi pembentukan periosteal osteoblast dan osifikasi intra
membran pada tempat fraktur,
2. Menstimulasi pembelahan sel dan migrasi menuju tempat fraktur, dan
3. Menstimulasi kondrosit untuk berdiferensiasi pada kalus lunak dengan
osifikasi endokondral yang mengiringinya.
Berkumpulnya darah pada fase hematom awalnya diduga akibat robekan
pembuluh darah lokal yang terfokus pada suatu tempat tertentu. Namun pada
perkembangan selanjutnya hematom bukan hanya disebabkan oleh robekan
pembuluh darah tetapi juga berperan faktor-faktor inflamasi yang menimbulkan
kondisi pembengkakan lokal. Waktu terjadinya proses ini dimulai saat fraktur
terjadi sampai 2 – 3 minggu.
2. Fase proliferasi
Kira-kira 5 hari masa hematom akan mengalami organisasi, terbentuk
benang-benang fibrin dalam jendalan darah, membentuk jaringan untuk
revaskularisasi, dan invasi fibroblast dan osteoblast. Fibroblast dan osteoblast
(berkembang dari osteosit, sel endotel, dan sel periosteum) akan menghasilkan
kolagen dan proteoglikan sebagai matriks kolagen pada patahan tulang. Terbentuk
jaringan ikat fibrous dan tulang rawan (osteoid). Dari periosteum, tampak
pertumbuhan melingkar. Kalus tulang rawan tersebut dirangsang oleh gerakan
mikro minimal pada tempat patah tulang. Tetapi gerakan yang berlebihan akan

30
merusak struktur kalus. Tulang yang sedang aktif tumbuh menunjukkan potensial
elektronegatif.
Pada fase ini dimulai pada minggu ke 2 – 3 setelah terjadinya fraktur dan
berakhir pada minggu ke 4 – 8.
3. Fase Pembentukan Kalus
Merupakan fase lanjutan dari fase hematom dan proliferasi mulai
terbentuk jaringan tulang yakni jaringan tulang kondrosit yang mulai tumbuh atau
umumnya disebut sebagai jaringan tulang rawan. Sebenarnya tulang rawan ini
masih dibagi lagi menjadi tulang lamellar dan wovenbone. Pertumbuhan jaringan
berlanjut dan lingkaran tulang rawan tumbuh mencapai sisi lain sampai celah
sudah terhubungkan. Fragmen patahan tulang digabungkan dengan jaringan
fibrous, tulang rawan, dan tulang serat matur. Bentuk kalus dan volume
dibutuhkanuntuk menghubungkan efek secara langsung berhubungan dengan
jumlah kerusakan dan pergeseran tulang. Perlu waktu tiga sampai empat minggu
agar fragmen tulang tergabung dalam tulang rawan atau jaringan fibrous. Secara
klinis fragmen tulang tidak bisa lagi digerakkan. Regulasi dari pembentukan kalus
selama masa perbaikan fraktur dimediasi oleh ekspresi dari faktor-faktor
pertumbuhan. Salah satu faktor yang paling dominan dari sekian banyak faktor
pertumbuhan adalah Transforming Growth Factor-Beta 1 (TGF-B1) yang
menunjukkan keterlibatannya dalam pengaturan differensiasi dari osteoblast dan
produksi matriks ekstra seluler. Faktor lain yaitu: Vascular Endothelial Growth
Factor (VEGF) yang berperan penting pada proses angiogenesis selama
penyembuhan fraktur.
Pusat dari kalus lunak adalah kartilogenous yang kemudian bersama
osteoblast akan berdiferensiasi membentuk suatu jaringan rantai osteosit, hal ini
menandakan adanya sel tulang serta kemampuan mengantisipasi tekanan mekanis.
Proses cepatnya pembentukan kalus lunak yang kemudian berlanjut sampai fase
remodelling adalah masa kritis untuk keberhasilan penyembuhan fraktur.
Jenis-jenis Kalus

31
Dikenal beberapa jenis kalus sesuai dengan letak kalus tersebut berada
terbentuk kalus primer sebagai akibat adanya fraktur terjadi dalam waktu 2
minggu .
Bridging (soft) callus, terjadi bila tepi-tepi tulang yang fraktur tidak bersambung.
Medullary (hard) Callus akan melengkapi bridging callus secara perlahan-lahan.
Kalus eksternal berada paling luar daerah fraktur di bawah periosteum periosteal
callus terbentuk di antara periosteum dan tulang yang fraktur.
Interfragmentary callus merupakan kalus yang terbentuk dan mengisi celah
fraktur di antara tulang yang fraktur.
Medullary callus terbentuk di dalam medulla tulang di sekitar daerah fraktur.
4. Fase Konsolidasi
Dengan aktifitas osteoklast dan osteoblast yang terus menerus, tulang yang
immature (woven bone) diubah menjadi mature (lamellar bone). Keadaan tulang
ini menjadi lebih kuat sehingga osteoklast dapat menembus jaringan debris pada
daerah fraktur dan diikuti osteoblast yang akan mengisi celah di antara fragmen
dengan tulang yang baru. Proses ini berjalan perlahan-lahan selama beberapa
bulan sebelum tulang cukup kuat untuk menerima beban yang normal.
5. Fase Remodelling.
Fraktur telah dihubungkan dengan selubung tulang yang kuat dengan
bentuk yang berbeda dengan tulang normal. Dalam waktu berbulan-bulan bahkan
bertahun-tahun terjadi proses pembentukan dan penyerapan tulang yang terus
menerus lamella yang tebal akan terbentuk pada sisi dengan tekanan yang tinggi.
Rongga medulla akan terbentuk kembali dan diameter tulang kembali pada ukuran
semula. Akhirnya tulang akan kembali mendekati bentuk semulanya, terutama
pada anak-anak. Pada keadaan ini tulang telah sembuh secara klinis dan radiologi.

32
\

Gambar 3.22 Proses penyembuhan fraktur


3.2.5 Patofisiologi5,6,7
Fraktur dapat terjadi karena trauma / rudapaksa sehingga dapat menimbulkan luka
terbuka dan tertutup. Fraktur luka terbuka memudahkan mikroorganisme masuk
kedalam luka tersebut dan akan mengakibatkan terjadinya infeksi.5,6
Pada fraktur dapat mengakibatkan terputusnya kontinuitas jaringan sendi, tulang
bahakan kulit pada fraktur terbuka sehingga merangsang nociseptor sekitar untuk
mengeluarkan histamin, bradikinin dan prostatglandin yang akan merangsang
serabut A-delta untuk menghantarkan rangsangan nyeri ke sum-sum tulang
belakang, kemudian dihantarkan oleh serabut-serabut saraf aferen yang masuk ke
spinal melalu “dorsal root” dan sinaps pada dorsal horn. Impuls-impuls nyeri
menyeberangi sum-sum belakang pada interneuron-interneuron dan bersambung
dengan jalur spinal asendens, yaitu spinothalamic tract (STT) dan spinoreticuler
tract (SRT). STT merupakan sistem yang diskriminatif dan membawa informasi
mengenai sifat dan lokasi dari stimulus kepada thalamus kemudian ke korteks
untuk diinterpretasikan sebagai nyeri. 5,6,7
Nyeri bisa merangsang susunan syaraf otonom mengaktifasi norepinephrin, sarap
msimpatis terangsang untuk mengaktifasi RAS di hipothalamus mengaktifkan
kerja organ tubuh sehingga REM menurun menyebabkan gangguan tidur.

33
Akibat nyeri menimbulkan keterbatasan gerak (imobilisasi) disebabkan nyeri
bertambah bila digerakkan dan nyeri juga menyebabkan enggan untuk bergerak
termasuk toiletening, menyebabkan penumpukan faeses dalam colon. Colon
mereabsorpsi cairan faeses sehingga faeses menjadi kering dan keras dan timbul
konstipasi.
Imobilisasi sendiri mengakibatkan berbagai masalah, salah satunya dekubitus,
yaitu luka pada kulit akibat penekanan yang terlalu lama pada daerah bone
promenence.
Perubahan struktur yang terjadi pada tubuh dan perasaan ancaman akan integritas
stubuh, merupakan stressor psikologis yang bisa menyebabkan kecemasan.
Terputusnya kontinuitas jaringan sendi atau tulang dapat mengakibatkan cedera
neuro vaskuler sehingga mengakibatkan oedema juga mengakibatkan perubahan
pada membran alveolar (kapiler) sehingga terjadi pembesaran paru kemudian
terjadi kerusakan pada pertukaran gas, sehingga timbul sesak nafas sebagai
kompensasi tubuh untk memenuhi kebutuhan oksigen.

3.2.6 Diagnosa Fraktur1,7,8


Dalam menegakkan diagnosa fraktur harus disebutkan jenis tulang atau
bagian tulang yang mempunyai nama sendiri, kiri atau kanan, bagian mana dari
tulang (proksimal, tengah atau distal), komplit atau tidak, bentuk garis patah,
bergeser atau tidak bergeser, terbuka atau tertutup dan komplikasi bila ada.
Sebagai contoh:

- Fraktur femur dekstra 1/3 proksimal garis patah oblik dislocatio ad latus
terbuka derajat satu neurovascular distal baik.
- Fraktur humerus sinistra 1/3 distal garis patah oblik dislocatio ad axim
tertutup dengan paralisis nervus radialis.
Anamnesa

Bila tidak ada riwayat trauma, berarti fraktur patologis. Trauma harus
diperinci kapan terjadinya, jenisnya, berat-ringannya trauma, arah trauma dan
posisi pasien atau ekstremitas yang bersangkutan (mekanisme trauma). Jangan

34
lupa untuk meneliti kembali trauma di tempat lain secara sistematik dari kepala,
muka, leher, dada dan perut.

Pemeriksaan Umum

Dicari kemungkinan komplikasi umum, misalnya: syok pada fraktur


multiple, fraktur pelvis atau fraktur terbuka, tanda-tanda sepsis pada fraktur
terbuka terinfeksi.

Pemeriksaan Status Lokalis

Tanda-tanda klinis pada fraktur tulang panjang:

a. Look, cari apakah terdapat:


- Deformitas, terdiri dari penonjolan yang abnormal (misalnya pada
fraktur kondilus lateralis humerus), angulasi, rotasi dan shortening.

- Functio laesa (hilangnya fungsi), misalnya pada fraktur tibia tidak dapat
berjalan.
- Lihat juga ukuran panjang tulang, bandingkan kiri dan kanan.
b. Feel, Palpasi dilakukan secara hati-hati oleh karena penderita biasanya
mengeluh sangat nyeri. Hal-hal yang perlu diperhatikan:
- Temperatur setempat yang meningkat
- Nyeri tekan; nyeri tekan yang superfisial biasanya disebabkan oleh
kerusakan jaringan lunak yang dalam akibat fraktur pada tulang.
- Pemeriksaan vaskuler pada daerah distal trauma berupa palpasi arteri
radialis, arteri dorsalis pedis, arteri tibialis posterior sesuai dengan
anggota gerak yang terkena. Refilling (pengisian) arteri pada kuku.
- Cedera pembuluh darah adalah keadaan darurat yang memerlukan
pembedahan.
c. Move, untuk mencari:
- Krepitasi, terasa bila fraktur digerakkan. Pemeriksaan ini sebaiknya
tidak dilakukan karena menambah trauma.
- Nyeri bila digerakkan, baik pada gerakan aktif atau pasif.

35
- Seberapa jauh gangguan-gangguan fungsi, gerakan-gerakan yang tidak
mampu dilakukan, range of joint movement(derajat dari ruang lingkup
gerakan sendi) dan kekuatan.
Pemeriksaan Radiologi

Pemeriksaan radiologi dilakukan untuk menentukan jenis dan kedudukan


fragmen fraktur. Foto Rontgen harus memenuhi beberapa syarat (rule of two):

 Dua pandangan
Fraktur atau dislokasi mungkin tidak terlihat pada film sinar-X tunggal
dan sekurang-kurangnya harus dilakukan 2 sudut pandang (AP &
Lateral/Oblique)

 Dua sendi
Pada lengan bawah atau kaki, satu tulang dapat mengalami fraktur atau
angulasi. Tetapi angulasi tidak mungkin terjadi kecuali kalau tulang
yang lain juga patah, atau suatu sendi mengalami dislokasi. Sendi-sendi
diatas dan di bawah fraktur keduanya harus disertakan dalam foto sinar-
X.

 Dua tungkai
Pada sinar-X anak-anak epifise dapat mengacaukan diagnosis fraktur.
Foto pada tungkai yang tidak cedera akan bermanfaat.

 Dua cedera
Kekuatan yang hebat sering menyebabkan cedera pada lebih dari 1
tingkat. Karena itu bila ada fraktur pada kalkaneus atau femur perlu
juga diambil foto sinar-X pada pelvis dan tulang belakang.

 Dua kesempatan
Segera setelah cedera, suatu fraktur mungkin sulit dilihat, kalau ragu-
ragu, sebagai akibat resorbsi tulang, pemeriksaan lebih jauh 10-14 hari
kemudian dapat memudahkan diagnosis.

36
Pada foto rontgen terdapat penyambungan fraktur tetapi dalam posisi yang
tidak sesuai dengan keadaan yang normal.
3.2.7 Tatalaksana Fraktur1,7,8,11
Prinsip menangani fraktur adalah mengembalikan posisi patahan tulang ke
posisi semula (reposisi) dan mempertahankan posisi itu selama masa
penyembuhan patah tulang (imobilisasi). Reposisi dilakukan tidak harus mencapai
keadaan sempurna seperti semula karena tulang mempunyai keadaan remodelling
(proses swapugar).
Sebelum dilakukan pengobatan definitif pada suatu fraktur, maka diperlukan:
1. Pertolongan pertama
Pada penderita dengan fraktur yang penting dilakukan adalah membersihkan
jalan napas, menutup luka dengan verban yang bersih dan imobilisasi fraktur
pada anggota gerak yang terkena agar penderita merasa nyaman dan
mengurangi nyeri sebelum diangkut dengan ambulans. Bila terdapat
perdarahan dapat dilakukan pertolongan sebelumnya.
2. Penilaian klinis
Sebelum menilai fraktur itu sendiri, perlu dilakukan penilaian klinis, apakah
luka itu luka tembus tulang, adakah trauma pembuluh darah/saraf ataukah ada
trauma alat-alat dalam yang lain.
3. Resusitasi
Kebanyakan penderita dengan multiple fracture tiba di rumah sakit dengan
syok, sehingga diperlukan resusitasi sebelum diberikan terapi pada frakturnya
sendiri berupa pemberian transfusi darah dan cairan lainnya serta obat-obat
anti nyeri.
Sebelum mengambil keputusan untuk melakukan pengobatan definitif, prinsip
pengobatan ada empat R (4R):
1. Recognition
Prinsip pertama adalah mengetahui dan menilai keadaan fraktur dengan
anamnesis, pemeriksaan klinis dan radiologis. Pada awal pengobatan perlu
diperhatikan lokalisasi fraktur, bentuk fraktur, penentuan teknik yang sesuai
dengan pengobatan dan komplikasi yang mungkin terjadi

37
2. Reduction
Reduksi adalah restorasi fragmen fraktur dilakukan untuk mendapatkan
posisi yang dapat diterima. Pada fraktur intra-artikuler diperlukan reduksi
anatomis dan sedapat mungkin mengembalikan fungsi normal dan mencegah
komplikasi seperti kekakuan, deformitas serta perubahan osteoartritis
dikemudian hari. Posisi yang baik adalah alignment yang sempurna dan
aposisi yang sempurna. Fraktur seperti fraktur klavikula, iga dan fraktur
impaksi dari humerus tidak memerlukan reduksi. Angulasi <50 pada tulang
panjang anggota gerak bawah dan lengan atas dan agulasi sampai 100 pada
humerus dapat diterima. Terdapat kontak sekurang-kurangnya 50% dan over-
riding tidak melebihi 0,5 inchi pada fraktur femur. Adanya rotasi tidak dapat
diterima dimanapun lokalisasi fraktur.1 Reduksi dapat dilakukan berupa
reduksi tertutup atau reduksi terbuka. Reduksi tertutup merupakan
penanganan dengan metode non operatif disebut juga dengan reposisi. Prinsip
reposisi adalah berlawanan dengan arah fraktur. Umumnya reduksi tertutup
digunakan untuk semua fraktur dengan pergeseran fragmen minimal. Reduksi
tertutup berupa manual traction, skin traction, atau sceletal traction. Traksi
adalah pemasangan gaya tarikan kepada bagian tubuh. Tujuan traksi adalah
untuk menangani fraktur, dislokasi atau spasme otot dalam usaha untuk
memperbaiki deformitas dan mempercepat penyembuhan. Traksi manual
adalah traksi yang dilakukan secara manual menggunakan tangan dengan
menarik tulang agar kesegarisan tulang kembali seperti semula. Traksi
manual dilakukan pada fraktur yang stabil atau dislokasi yang disebabkan
splinting. Indikasi dilakukan traksi kulit adalah fraktur pada anak dan fraktur
dewasa atau dislokasi yang membutuhkan jumlah tekanan yang relatif lebih
pendek. Maka dari itu, traksi kulit lebih efektif dengan traksi kulit. pada
orang dewasa, traksi tulang lebih sering digunakan dikarenakan kemungkinan
untuk iritasi berat pada kulit. Sehingga pada orang dewasa, traksi kulit tidak
boleh dilakukan pada fraktur yang membutuhkan 2,7 hingga 3,2 kg tarikan.
Traksi kulit juga tidak dapat diindikasikan pada fraktur yang membutuhkan
traksi >3-4 minggu. Traksi langsung pada tulang dengan menggunakan pins,

38
wires, screw untuk menciptakan kekutan tarikan besar (9-14 kilogram) serta
waktu yang lebih dari empat minggu, serta memiliki tujuan tarikan ke arah
longitudinal serta mengontrol rotasi dari fragmen tulang. Sedangkan reduksi
terbuka dilakukan dengan operasi.
3. Retention
Setelah dilakukan reposisi dilakukan imobilisasi. Retensi (imobilisasi) dapat
berupa pemasangan bidai, fiksasi internal dan fiksasi eksternal. Salah satu
contoh eksternal fiksasi adalah pemasangan gips (Plaster of Paris). Selain
gips, Fiksasi luar (OREF) dilakukan untuk fiksasi fragmen patahan tulang,
dimana digunakan pin baja yang ditusukkan pada fragmen tulang, kemudian
pin baja disatukan secara kokoh dengan batangan logam di kulit luar.
Beberapa indikasi pemasangan fiksasi luar antara lain fraktur dengan
rusaknya jaringan lunak yang berat (termasuk fraktur terbuka), dimana
pemasangan internal fiksasi terlalu berisiko untuk terjadi infeksi, atau
diperlukannya akses berulang terhadap luka fraktur di sekitar sendi yang
cocok untuk internal fiksasi namun jaringan lunak terlalu bengkak untuk
operasi yang aman,fraktur grade II dan III, pasien dengan cedera multiple
yang berat, fraktur tulang panggul dengan perdarahan hebat, atau yang terkait
dengan cedera kepala, fraktur dengan infeksi. Sedangkan pada fiksasi internal
bisa berupa pen di dalam sumsum tulang panjang, bisa juga plat dengan skrup
di permukaan tulang. Keuntungan reposisi secara operatif adalah dapat
dicapai reposisi sempurna, dan bila dipasang fiksasi interna yang kokoh,
sesudah operasi tidak diperlukan pemasangan gips lagi dan segera bisa
dilakukan imobilisasi. Indikasi pemasangan fiksasi interna adalah fraktur
tidak bisa di reduksi kecuali dengan operasi, fraktur intra artikuler, fraktur
yang tidak stabil dan cenderung terjadi displacement kembali setelah reduksi
fraktur dengan penyatuan yang buruk dan perlahan (fraktur femoral neck),
fraktur patologis, fraktur multiple dimana dengan reduksi dini bisa
meminimkan komplikasi, fraktur pada pasien dengan perawatan yang sulit.
Bentuk-bentuk internal fiksasi antara lain plate and screw, intramedullary
nail, oblique transfixion screws, circumferential wire.

39
4. Rehabilitation
Mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal mungkin.
Metode Pengobatan
Fraktur Tertutup
Metode pengobatan fraktur tertutup dibagi dalam :
1. Konservatif, terdiri atas:
 Proteksi tanpa reduksi dan imobilisasi
Pada fraktur dengan dislokasi fragmen patahan yang minimal atau tidak
akan menyebabkan cacat di kemudian hari, cukup dilakukan dengan
proteksi saja, misalnya dengan menggunakan mitela atau sling. Contoh
kasus yang ditangani dengan cara ini adalah fraktur iga, fraktur klavikula
pada anak, dan fraktur vertebra dengan kompresi minimal.
- Imobilisasi dengan bidai eksterna (tanpa reduksi)
-
Imobilisasi luar tanpa reposisi tetapi tetap diperlukan imobilisasi
agar tidak terjadi dislokasi fragmen. Contoh cara ini adalah
pengelolaan patah tulang tungkai bawah tanpa dislokasi yang
penting.1
- Reduksi tertutup dengan manipulasi dan imobilisasi eksterna dengan
gips
Reposisi dengan cara manipulasi yang diikuti dengan imobilisasi. Ini
dilakukan pada patah tulang dengan dislokasi fragmen yang berarti seperti
pada patah tualng radius.
- Reduksi tertutup dengan traksi berlanjut diikuti dengan imobilisasi
- Reduksi tertutup dengan traksi kontinu dan counter traksi
2. Reduksi tertutup dengan fiksasi eksterna atau fiksasi perkutaneus dengan K-
wire
3. Reduksi terbuka dan fiksasi eksterna atau fiksasi interna
4. Eksisi fragmen tulang dan penggantian dengan protesis

Fraktur Terbuka

40
Fraktur terbuka merupakan fraktur dimana terjadi hubungan dengan lingkungan
luar elalui kulit sehingga terjadi kontaminasi bakteri sehingga timbul komplikasi
berupa infeksi. Luka pada kulit dapat berupa tusukan tulang yang tajam keluar
menembus kulit (from within) atau dari luar oleh jarena tertembus misalnya oleh
peluru atau trauma langsung (from without).
Beberapa prinsip dasar penanggulangan fraktur terbuka:
1. Obati fraktur terbuka sebagai suatu kegawatan
2. Adakan evaluasi awaldan diagnosis akan adanya kelainan yang dapat
menyebabkan kematian
3. Segera lakukan debridemen dan irigasi yang baik
4. Ulangi debridemen 24-72 jam berikutnya
5. Stabilisasi fraktur
6. Biarkan luka terbuka antara 5-7 hari
7. Lakukan bone graft autogenous secepatnya
8. Rehabilitasi anggota gerak yang terkena
Tahap-tahap pengobatan fraktur terbuka adalah:
1. Pembersihan luka dengan menggunakan cairan fisiologis NaCl secara
mekanis untuk mengeluarkan benda asing yang melekat
2. Eksisi jaringan mati dan debridemen
3. Pengobatan fraktur itu sendiri
Fraktur dengan luka hebat memerlukan traksi skeletal atau reduksi terbuka
dengan fiksasi eksterna tulang. Fraktur grade II dan III sebaiknya difiksasi
dengan fiksasi eksterna.
4. Penutupan kulit
Apabila fraktur terbukaa diobati dalam waktu periode emas (6-7 jam mulai
dari terjadinya kecelakaan), maka sebaiknya kulit ditutup. Hal ini tidak
dilakukan apabila penutupan membuat kulit sangat tegang. Dapat dilakukan
split thickness skin-graft serta lemasangan drainase isap untuk mencegah
akumulasi cairan serum dan darah pada luka yang dalam. Luka dapat
dibiarkan terbuka setelah beberapa hari tapi tidak lebih dari 10 hari. Kulit
dapat ditutup kembali disebut delayed primary closure.yang perlu mendapat

41
perhatian adalah penutupan kulit tidak dipaksakann sehingga kulit menjadi
tegang.1
5. Pemberian antibiotik
Pemberian antibiotik bertukuan untuk mencegah infeksi. Antibiotik diberikan
dalam disus yang adekuat sebelum, pada saat dan sesudah tindakan operasi.1
6. Pencegahan tetanus
Semua penderita dengan fraktur terbuka perlu diberikan pencegahan tetanus.
Pada penderita yang telah mendapat imunisasi aktif cukup dengan pemberian
toksoid tapi bagi yang belum akan diberikan 250 unit tetanus
immunoglobulin (manusia).

3.2.8 Komplikasi Fraktur


Ada beberapa komplikasi dari fraktur, yaitu:
1. Komplikasi segera
Komplikasi lokal:
a. Komplikasi pada kulit: aberasi, laserasi, luka tusuk, luka tembus
peluru, avulsi,kehilangan kulit, penetrasi kulit oleh fragmen fraktur
b. Komplikasi vaskuler:
- Trauma arteri besar: terputus, kontusi, dan spasme arteri
- Trauma pada vena besar: terputus dan kontusi
- Perdarahan lokal
c. Komplikasi neurologis: otak, sumsum tulang belakang dan saraf
perifer
d. Komplikasi pada otot biasanya tidak bersifat total
e. Komplikasi pada organ
Komplikasi di luar fraktur pada organ lain: Trauma multiple dan syok
hemoragik
2. Komplikasi awal
Komplikasi lokal:

42
a. Komplikasi sisa dari komplikasi yang segera terjadi berupa nekrosis
kulit, gangren, iskemik Volkmann, gas gangren, trombosis vena serta
komplikasi pada alat-alat lain.
b. Komplikasi pada sendi: infeksi oleh karena trauma terbuka
c. Komplikasi pada tulang: osteomielitis pada daerah fraktur terbuka
dan nekrosis avaskuler tualgn biasanya mengenai satu fragmen
Komplikasi di luar pada organ lain: emboli lemak, emboli paru,
pneumonia, tetanus, dan delirium tremens
3. Komplikasi lanjut
Komplikasi lokal:
a. Komplikasi pada sendi: kekakuan sendi yang menetap dsan penyakit
degeneratif sendi pasca trauma
b. Komplikasi pada tulang
- Penyembuhan fraktur yang abnormal:
Malunion : Kelainan penyatuan tulang karena penyerasian yang
buruk menimbulkan deformitas, angulasi atau pergeseran.
Delayed union : Keadaan ini umum terjadi dan disebabkan oleh
banyak faktor, pada umumnya banyak diantaranya mempunyai
gambaran hiperemia dan dekalsifikasi yang terus menerus. Faktor
yang menyebabkan penyatuan tulang tertunda antara lain karena
infeksi, terdapat benda asing, fragmen tulang mati, imobilisasi
yang tidak adekuat, distraksi, avaskularitas, fraktur patologik,
gangguan gizi dan metabolik.
Nonunion : Penyatuan tulang tidak terjadi, cacat diisi oleh jaringan
fibrosa. Kadang – kadang dapat terbentuk sendi palsu pada tempat ini.
Faktor – faktor yang dapat menyebabkan non union adalah tidak
adanya imobilisasi, interposisi jaringan lunak, pemisahan lebar dari
fragmen contohnya patella dan fraktur yang bersifat patologis.
- Gangguan pertumbuhan oleh karena adasnya trauma pada lempeng
epifisis
- Infeksi yang menetap (osteomielitis kronik)

43
- Osteoporosis pasca trauma
- Atrofi Sudeck
- Refraktur
c. Komplikasi pada otot: miositis osifikans pasca trauma dan ruptur tendo
lanjut
d. Komplikasi saraf: Tardy nerve palsy

3.3 Dislokasi 1,10


3.3.1 Definisi
Dislokasi adalah suatu keadaan dimana terjadi pergeseran secara total dari
permukaan sendi. Dislokasi ditandai dengan keluarnya bongkol sendi dari
mangkok sendi atau keluarnya kepala sendi dari mangkoknya. Bila hanya
sebagian yang bergeser disebut subluksasi dan bila seluruhnya disebut dislokasi.

Dislokasi ankle adalah suatu kondisi yang ditandai oleh kerusakan dan
robeknya jaringan ikat sekitar sendi pergelangan kaki dengan perpindahan tulang.
Dikatakan Recurrent apabila terjadi suatu dislokasi berulang sedangkan Habitual
apabila dislokasi dapat diprofokasikan sendiri oleh penderitanya, keadaan ini
bersifat kongenital atau akibat injeksi berkali-kali (biasanya antibiotika) ke dalam
otot

3.3.2 Etiologi

Dari segi Etiologi, dislokasi dapat disebabkan oleh:


 Cedera olah raga. Olahraga yang biasanya menyebabkan dislokasi adalah
sepak bola dan hoki, serta olah raga yang beresiko jatuh misalnya :
terperosok akibat bermain ski, senam, volley. Pemain basket dan pemain
sepak bola paling sering mengalami dislokasi pada tangan dan jari-jari
karena secara tidak sengaja menangkap bola dari pemain lain.
 Trauma yang tidak berhubungan dengan olah raga seperti benturan keras
pada sendi saat kecelakaan motor biasanya menyebabkan dislokasi.
 Terjatuh dari tangga atau terjatuh saat berdansa diatas lantai yang licin

44
 Patologis : terjadinya ‘tear’ ligament dan kapsul articuler yang merupakan
kompenen vital penghubung tulang
3.3.3 Patofisiologi
Cedera akibat olahraga dikarenakan beberapa hal seperti tidak
melakukan pemanasan yang benar sebelum melakukan olahraga sehingga
dapat memicu terjadinya dislokasi, yaitu cedera olahraga yang dapat
menyebabkan terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi
sehingga struktur sendi dan ligamen menjadi rusak. Keadaan selanjutnya
terjadinya kompresi jaringan tulang yang terdorong ke depan sehingga
merobek kapsul atau menyebabkan tepi glenoid menjadi teravulsi
akibatnya tulang berpindah dari posisi yang normal. Keadaan tersebut
dikatakan sebagai dislokasi.
Begitu pula dengan trauma kecelakaan karena kurang tidak hati-
hati dalam melakukan suatu tindakan atau saat sedang berkendara dimana
tidak menggunakan helm atau sabuk pengaman memungkinkan terjadi
dislokasi. Trauma kecelakaan mengkompresi jaringan tulang dari kesatuan
sendi sehingga dapat merusak struktur sendi dan ligamen. Keadaan
selanjutnya yaitu terjadinya penekanan pada jaringan tulang yang
terdorong ke depan sehingga merobek kapsul sehingga tulang dapat
berpindah dari posisi normal dan menyebabkan dislokasi.
3.3.4 Klasifikasi dislokasi
Klasifikasi dislokasi menurut penyebabnya adalah:
1. Dislokasi kongenital
Hal ini terjadi sejak lahir akibat kesalahan pertumbuhan
seseorang, paling sering terlihat pada daerah panggul (hip).
2. Dislokasi spontan atau patologik
Hal ini dapat terjadi akibat penyakit sendi dan atau jaringan
sekitar sendi. misalnya tumor, infeksi, atau osteoporosis tulang. Ini
disebabkan oleh kekuatan tulang yang berkurang.
3. Dislokasi traumatik

45
Dislokasi traumatik adalah suatu kedaruratan ortopedi,
yang memerlukan pertolongan segera. Hal ini membuat sistem
vaskularisasi terganggu, susunan saraf rusak dan serta kematian
dari jaringan. Trauma yang kuat membuat tulang keluar dari posisi
anatomisnya dan mengganggu jaringan lain seperti merusak
struktur sendi, ligamen, saraf, dan sistem vaskular. Seringkali
terjadi pada orang dewasa. Bila tidak ditangani dengan segera
dapat terjadi nekrosis avaskuler (kematian jaringan akibat anoksia
dan hilangnya pasokan darah) dan paralisis saraf.

Dislokasi berdasarkan tipe kliniknya dapat dibagi menjadi :


1. Dislokasi Akut
Umumnya dapat terjadi pada bagian bahu, siku tangan dan
panggul. Dislokasi ini dapat juga disertai nyeri akut serta
pembengkakan di sekitar sendi.
2. Dislokasi Kronis
Dislokasi kronis dapat dibedakan menjadi dislokasi
rekuren, berkepanjangan atau Prolonged dan kebiasaan atau
Habitual. Pada dislokasi rekuren penderita sering mengalami
dislokasi namun tidak dapat mereposisi sendiri. Pada dislokasi
berkepanjangan dapat timbul bila dislokasi akut didiamkan saja
tanpa diberikan perawatan selama berminggu-minggu, sedangkan
untuk dislokasi kebiasaan atau habitual dislocation penderita dapat
berulang-ulang mengalami dislokasi dan dapat mereposisi sendi
tersebut sendiri. Pada dislokasi rekuren dan kebiasaan umumnya
sudah terjadi perubahan bentuk kapsul maupun ligamennya maka
dari itu sendi tersebut menjadi hipermobilitas.
3. Dislokasi Berulang
Jika suatu trauma pada daerah dislokasi sendi diikuti oleh
frekuensi berulang, maka dislokasi akan berlanjut dengan trauma
yang minimal, hal disebut dislokasi berulang. Umumnya terjadi

46
pada sendi bahu (shoulder joint) dan sendi pergelangan kaki atas
(patello femoral joint). Dislokasi berulang biasanya sering
dikaitkan dengan fraktur yang disebabkan oleh berpindahnya ujung
tulang yang patah akibat dari kuatnya trauma, tonus atau kontraksi
otot dan tarikan.

Dislokasi berdasarkan daerah anatomis


1. Dislokasi sendi bahu (shoulder joint)

Gambar 3.23 Dislokasi sendi bahu ( shoulder joint )

2. Dislokasi sendi siku tangan (elbow joint)

47
Gambar 3.24 Dislokasi sendi siku tangan ( elbow joint )
3. Dislokasi sendi panggul (hip joint)
Dislokasi panggul dapat terjadi ketika caput femur keluar dari
daerah acetabulum (socket) pada pelvis. Dislokasi ini dapat terjadi
apabila daerah tersebut mengalami benturan keras seperti pada
kecelakaan mobil ataupun jatuh dari ketinggian tertentu. Pada
kecelakaan mobil, dimana akibat terbenturnya lutut membentur
dashboard sehingga terjadi deselerasi yang cepat dan tekanan
dihantarkan dari femur ke panggul.
Kadang dislokasi pada sendi panggul ini juga dapat disertai
adanya fraktur. Dislokasi pada sendi panggul merupakan jenis
dislokasi yang amat serius dan membutuhkan penanganan yang cepat.
Diagnosis dan terapi yang tepat untuk menghindari akibat jangka
panjang dari hal ini yaitu nekrosis avaskuler dan osteoarthritis.

48
Gambar 3.25 Dislokasi Sendi Panggul

Dislokasi sendi panggul terbagi menjadi dua yaitu dislokasi anterior dan
dislokasi posterior tergantung berat atau tidaknya trauma tersebut.

1. Dislokasi Posterior  90% dislokasi ini terjadi pada daerah panggul,


dimana tulang femur terdorong keluar dari socket atau acetabulum
arah ke belakang (backward direction). Dislokasi posterior ditandai
dengan pergelangan kaki atas (tulang femur) yang berotasi interna dan
adduksi, panggul dalam posisi fleksi namun pada bagian lutut serta
pergelangan kaki bawah justru pada posisi yang berkebalikan.
Biasanya disertai juga dengan penekanan dari nervus ischiadicus.
2. Dislokasi Anterior (Obturator Type)  Dislokasi ini sering
disebabkan tekanan hiperekstensi melawan tungkai yang abduksi
sehingga caput femur terangkat dan keluar dari acetabulum, caput
femur terlihat di depan acetabulum socketnya dengan arah maju ke
depan (forward direction) sehingga daerah panggul mengalami
abduksi dan rotasi eksterna menjauhi dari bagian tengah tubuh.

Klasifikasi Dislokasi Sendi Panggul Anterior menurut Epstein yaitu :


Tipe 1 : Dislokasi superior termasuk pubis dan subspinosa
1A Tidak terdapat fraktur
1B Terdapat fraktur atau impaksi dari caput femur

49
1C Terdapat fraktur dari acetabulum
Tipe 2 : Dislokasi inferior termasuk obturator dan perineal
2A Tidak terdapat fraktur
2B Terdapat fraktur atau impaksi dari caput femur
2C Terdapat fraktur acetabulum

4. Dislokasi sendi lutut (kneecap joint)


Dislokasi patella paling sering disebabkan oleh robeknya
ligamen yang berfungsi untuk menstabilkan dari sendi lutut tersebut.
Ligamen yang paling sering mengalami cedera dalam hal ini yaitu
Ligamentum Krusiatum, dimana hal ini dapat terjadi ketika bagian
lateral dari lutut mengalami suatu tekanan atau benturan keras.
Padahal ligamen ini membutuhkan waktu yang cukup lama untuk
penyembuhannya. Dislokasi sendi lutut atau patella ini dapat
menyebabkan cederanya otot quadriceps, yang akan memperparah
dalam hal ini terutama bila terjadi efusi pada bagian lutut atau dalam
keadaan terlalu cepat melakukan pemanasan, dan terlalu cepat untuk
kembali melakukan suatu aktivitas (olahraga). Dislokasi pada sendi
lutut jarang terjadi. Hal ini terjadi akibat trauma yang cukup besar
seperti terjatuh, tabrakan mobil, dan cedera yang terjadi secara cepat.
Bila sendi lutut mengalami dislokasi, maka akan terlihat terjadinya
deformitas. Bentuk dari kaki akan terlihat bengkok atau mengalami
angulasi. Kadang dislokasi pada sendi lutut ini akan mengalami
relokasi secara sendiri. Lutut dalam hal ini akan menjadi sangat
bengkak dan sakit.

50
Gambar 3.26 Dislokasi Sendi Lutut

5. Dislokasi sendi pergelangan kaki (ankle joint)


Dislokasi pergelangan kaki (ankle) adalah suatu kondisi
dimana rusaknya dan robeknya jaringan konektif di sekitar
pergelangan kaki disertai dengan berubahnya posisi tulang dalam
suatu daerah persendian. Pergelangan kaki terdiri dari dua tulang yaitu
tulang fibula dan tibia yang berdampingan. Kedua tulang ini turut
membangun persendian pada pergelangan kaki. Sendi pergelangan
kaki terdiri atas kapsul sendi dan beberapa ligamen yang membantu
kestabilan dari persendian. Dalam pergerakannya, stretching atau
pemanasan yang berlebihan dapat merusak dari jaringan konektif yang
ada, sehingga tulang pada persendian ini dapat keluar dari posisi
normalnya atau mengalami dislokasi.

Gambar 3.27 Dislokasi Pergelangan Kaki

51
Dislokasi pergelangan kaki biasanya terjadi akibat trauma atau
terjadi dorongan yang keras terhadap tulang pergelangan sehingga
terpisah. Hal ini dapat terjadi akibat benturan langsung, kecelakaan
motor atau pun cedera berat pada pergelangan tersebut (severe sprain).
Mekanisme dari dislokasi ini terjadi sebagai kombinasi dari posisi
plantar flexi pada bagian pergelangan kaki namun kaki juga
mengalami baik inversi maupun eversi agar dapat menahan beban.
Seseorang dengan dislokasi pada pergelangan kakinya
biasanya akan merasakan nyeri yang sangat hebat ketika mengalami
cedera. Nyeri tersebut bahkan dapat membuat pasien tidak dapat
melakukan aktivitas serta menahan beban sama sekali. Nyeri biasanya
dirasakan pada bagian pergelangan kaki namun dapat terjadi
penjalaran nyeri pada bagian kaki sekitarnya. Nyeri sendiri dapat
dirasakan ketika bagian pergelangan kaki tersebut disentuh. Selain
nyeri didapatkan juga bengkak dalam hal ini. Pergerakan dari sendi
lutut ini juga akan semakin terbatas akibat membengkaknya daerah
sendi dalam hal ini. Mati rasa atau kebas dan kesemutan juga dapat
dirasakan.

3.3.5 Diagnosis
1. Anamnesis
Pada anamnesis perlu ditanyakan mengenai adanya riwayat trauma,
bagaimana mekanisme terjadinya trauma, apakah terasa ada sendi yang
keluar, bila trauma minimal, hal ini dapat terjadi pada dislokasi
rekuren atau habitual.

2. Pemeriksaan Fisik
Look
a) Tampak adanya perubahan kontur sendi pada ekstremitas yang
mengalami dislokasi

52
b) Tampak perubahan panjang ekstremitas pada daerah yang
mengalami dislokasi
c) Tampak adanya perubahan warna (lebam) pada daerah yang
mengalami dislokasi sendi
Feel
Didapatkan nyeri tekan pada daerah sendi yang cedera.
Move
Akan terlihat keterbatasan pada pergerakan sendi baik pada pergerakan
sendi secara aktif maupun pasif serta ketidakstabilan pada pergerakan
pasien serta dinilainya kekuatan otot pada daerah persendian.

Selain itu, perlu juga dilakukan pemeriksaan neurologis pada daerah


persendian yang mengalami cedera untuk mengetahui apakah terdapat
cedera persarafan pada daerah tersebut yang dapat menjadi komplikasi
dini dari dislokasi.

3. Pemeriksaan Penunjang
a) X-Ray : dilakukan pemeriksaan berupa foto rontgen pada daerah
dari persendian yang mengalami cedera, hal ini juga dilakukan
guna memastikan apakah terdapat fraktur juga pada tulang di
daerah persendian. Bisa juga dilakukan pemeriksaan radiologi
melalui CT Scan ataupun MRI.

Gambar 3.28 Foto Rontgen Dislokasi

53
b) Arteriogram : hal ini dilakukan guna melihat apakah terdapat
cedera pada pembuluh darah pada daerah persendian yang
mengalami dislokasi.
3.3.6 Gambaran Klinis
 Adanya mati rasa atau tebal dan kesemutan pada daerah persendian
 Adanya rasa nyeri terutama bila sendi tersebut digunakan atau diberikan
beban
 Pergerakan dari sendi yang menjadi sangat terbatas
 Terdapat bengkak dan kebiruan atau memar pada daerah persendian.
 Sendi terlihat tidak pada posisi sebenarnya, adanya perubahan warna
maupun bentuk (adanya deformitas yaitu hilangnya tonjolan tulang yang
normal)
 Dislokasi posterior merupakan kondisi yg paling umum pada dislokasi
ankle. Talus yang bergerak kearah posterior menghasilkan distrupsi
sindemosis tibiofibular ( jenis sendi dengan tulang-tulang yang disatukan
oleh jaringan ikat fibrosa yang membentuk membran atau ligamen
antarulang) pada dislokasi posterior.
 Kondisi dislokasi anterior terjadi akibat tekanan posterior menyebabkan
tibia menjadi dorsofleksi.
 Dislokasi lateral terjadi akibat tekanan inversi atau rotasi internal-
eksternal dari ankle. Kondisi ini sering disertai adanya fraktur maleolus
lateralis atau fraktur tibia.
 Dan dislokasi superior disertai dengan fraktur kalkaneus sehingga perlu
dievaluasi adanya injuri spina.

3.3.7 Penanganan

Penanganan Umum

Penanganan umum untuk semua pasien trauma tetap berpegang pada


prinsip ATLS (Advanced Trauma Life Support) yakni selalu menangani hal-hal

54
yang mengancam nyawa terlebih dahulu meliputi airway, breathing dan
circulation. Pada dislokasi akut jarang diperlukan tindakan terbuka, meskipun
demikian tindakan yang dilakukan dengan paksa harus dilakukan secara hati-hati
karena dapat menyebabkan kerusakan jaringan yang lebih berat ataupun
komplikasi fraktur. Yang perlu diingat adalah dapat terjadi interposisi jaringan
lunak yang menghalangi usaha reposisi kita yang sering kali memaksa kita untuk
melakukan tindakan terbuka ( Crenshaw, 1992)

Dislokasi akut semestinya dilakukan reposisi sesegera mungkin untuk


mencegah komplikasi lebih lanjut, meskipun perlu disadari reposisi yang segera
ini belum menjamin bahwa komplikasi lanjut (seperti fraktur-dislokasi, cedera
saraf, cedera pembuluh darah, dll) tidak akan terjadi. Tindakan reposisi sering kali
memerlukan bantuan anestesi agar tidak terasanya nyeri, meskipun demikian
kadang dapat dilakukan tanpa pembiusan yaitu pada periode shock jaringan.

1. Relokasi : Penanganan yang dilakukan pada saat terjadi dislokasi adalah


melakukan reduksi ringan dengan cara menarik persendian yang
bersangkutan pada sumbu memanjang. Tindakan reposisi ini dapat
dilakukan di tempat kejadian tanpa anastesi. Namun tindakan reposisi
tidak bisa dilakukan dengan reduksi ringan, maka diperlukan reposisi
dengan anastesi lokal dan obat – obat penahan rasa sakit. Reposisi tidak
dapat dilakukan jika penderita mengalami rasa nyeri yang hebat,
disamping tindakan tersebut tidak nyaman terhadap penderita bahkan
dapat menyebabkan syok neurogenik, ataupun menimbulkan fraktur.
Dislokasi sendi dasar misalnya dislokasi sendi panggul memerlukan
anestesi umum terlebih dahulu sebelum direposisi.
2. Imobilisasi : sendi diimobilisasi dengan pembalut, bidai, gips atau traksi
dan dijaga agar tetap dalam posisi stabil, beberapa hari beberapa minggu
setelah reduksi gerakan aktif lembut tiga sampai empat kali sehari dapat
mengembalikan kisaran sendi, sendi tetap disangga saat latihan.
3. Dirujuk : Dislokasi yang kadang disertai oleh cederanya ligamen bahkan
fraktur pada tulang yang dapat semakin memperparah hal tersebut, maka

55
untuk mencegah hal tersebut setelah dilakukan pemeriksaan dan
penanangan awal maka perlu dilakukan rujukan segera kepada spesialis
ortopedi sehingga dapat diperiksa dan ditangani lebih lanjut (dapat
dilakukannya operasi atau tindakan pembedahan)
Indikasi untuk dilakukan operasi atau pembedahan diantaranya :
1. Pada seseorang dengan dislokasi yang disertai fraktur di daerah
sekitar persendian
2. Pada dislokasi yang tidak dapat direposisi secara tertutup
3. Pada dislokasi yang memilki resiko ketidakstabilan dari sendi
berulang, osteonekrosis, serta arthritis pasca trauma
Open reduction

Indikasi

 Bila gagal dicapai reposisi anatomis yang dikehendaki

 Bila hasil reposisi tidak stabil. Biasanya bila ada fragment tulang (fraktur
dilokasi)

 Terjadi cedera saraf setelah tindakan reposisi tertutup

 Adanya cedera vascular sebelum reposisi dan masih tetap terjadi setelah
reposisi

 Kasus lama (neglected case). Operasi dilakukan dengan metode Bristow.


labium glenoid dan kapsul yang robek dan metode Putti-Platt untuk
memendekkan kapsul anterior dan subskapularis dengan perbaikan
tumpang tindih. Metode operasi lain yang dilakukan adalah metode
Bankart untuk memperbaiki.

3.3.8 Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi pada seseorang dengan dislokasi diantaranya

1) Cedera pada saraf yang dapat menyebabkan kelemahan pada daerah


otot yang dipersarafi.

56
2) Cedera pada pembuluh darah di tulang, bahkan dapat menyebabkan
avaskuler nekrosis (osteonekrosis).
3) Fraktur dislokasi, yang akan semakin memperburuk keadaan dari
pasien

3.3.9 Prognosa

Prognosis dislokasi sendi pada umumnya baik apabila tidak terdapat


komplikasi lebih lanjut, dimana hal tersebut didukung dengan dilakukannya
fisioterapi yang rutin pada daerah persendian tersebut sehingga fungsi dari sendi
dapat kembali normal dalam beberapa bulan.

57
BAB IV
ANALISA KASUS
Pasien datang dengan keluhan nyeri pada tungkai bawah sebelah kanan.
Setelah dilakukan anamnesis lebih lengkap, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang maka pasien ini di diagnosis fraktur terbuka os fibula
dextra 1/3 distal oblique displaced dan dislokasi ankle joint dextra
Diagnosa itu sendiri bisa ditegakkan berdasarkan hasil temuan klinis yang
didapat pada anamnesis pasien, lalu temuan yang ditemukan pada
pemeriksaan fisik serta hasil lain yang mendukung dari pemeriksaan
penunjang.
Anamnesis
Berdasarkan anamnesis gejala yang didapatkan pada pasien ini adalah
nyeri pada tungkai bawah sebelah kanan dengan riwayat trauma akibat
kecelakaan lalu lintas dan sulit digerakkan. Berdasarkan pembahasan
pendekatan diagnosis anamnesis sebelumnya, adanya gejala nyeri,
pembengkakan, perdarahan, bone exposed, gangguan fungsi anggota gerak,
dan deformitas.
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik status lokalis di regio cruris dextra didapatkan
untuk look tampak luka robek berukuran 10 cm x 7 cm pada anteromedial
cruris dextra, deformitas, dan bone exposed pada feel didapatkan nyeri tekan
dan krepitasi dan move didapatkan pergerakan aktif dan pasif terbatas oleh
karena nyeri. Hal ini menunjukkan bahwa pada pemeriksaan fisik
menunjukkan gejala fraktur.
Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan radiologi didapatkan gambaran fraktur oblique 1/3
distal os fibula dextra dan dislokasi ankle joint dextra
Diagnosa
Diagnosa pada pasien ini adalah fraktur terbuka os fibula dextra 1/3 distal
oblique displaced dan dislokasi ankle joint dextra

58
Tatalaksana
Selama di rumah sakit terapi yang diberikan kepada pasien berupa terapi
farmakologis dan dilakukan pembidaian. Terapi farmakologis pada pasien ini
meliputi pemberian obat analgetik dan antibiotik yang dilanjutkan dengan
perencanaan pemasangan ORIF.

59
BAB V
KESIMPULAN

Fraktur tidak dapat diprediksi kapan terjadinya dan dimana letaknya. Gejala
klinis yang terjadi pada fraktur adalah pembengkakan, deformitas, kekakuan
gerak yang abnormal, krepitasi, kehilangan fungsi dan rasa sakit. Terdapat dua
penyebab utama yang menyebabkan fraktur yaitu trauma seperti trauma
langsung atau tidak langsung dan peristiwa patologis seperti stress fraktur atau
kelemahan tulang. Fraktur dapat disebabkan oleh peristiwa trauma, fraktur
kelelahan atau tekanan, dan fraktur patologik. Secara garis besar fraktur dapat
dibagi menjadi fraktur komplit dan fraktur inkomplit. Mobilisasi yang tepat
berperan penting dalam percepatan penyembuhan dan pemulihan area yang
pernah mengalami fraktur. Dengan dilakukannya penanganan segera dan tepat
maka fraktur dapat diatasi dan tidak menimbulkan komplikasi. Namun, apabila
fraktur tidak ditangani dengan segera atau penanganan yang salah akan dapat
menimbulkan beberapa komplikasi seperti, Osteomielitis, Nekrosis avaskular,
malunion, delayed union, dan non-union.

60
DAFTAR PUSTAKA

1. De Jong, Wim. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi III. Jakarta: EGC. 2013.
2. Goh Lesley A., Peh Wilfred C. G., Fraktur-klasifikasi,penyatuan, dan
komplikasi dalam : Corr Peter. Mengenali Pola Foto-Foto Diagnostik.
Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 2011. Hal 112-121.
3. Sylvia,Price. dkk. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit
Buku 2. Jakarta:EGC.
4. Puts R and Pabst R.. Ekstremitas Atas dalam: Atlas Anatomi Manusia
Sobotta. Edisi 23. Penerbit Buku Kedokteran EGC Jilid 1. Jakarta. 2013.
Hal 158, 166, 167, dan 169.
5. Paul and Juhl's. Essentials of Radiologic Imaging 7th ed. Lippincott
Williams & Wilkins Publishers : Mexico. 1998.
6. Iain H. Kalfas, M.D. , F.A.C.S Department of Neurosurgery, Section of
Spinal Surgery, Cleveland Clinical Foundation. Principle of Bone Healing
Article 1 Vol. 10. Neurosurg Focus. 2001.
7. Skinner, Harry B. Current Diagnosis & Treatment In Orthopedics. USA:
The McGraw-Hill Companies. 2006.
8. Rasjad, Chairuddin. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Makassar: Bintang
Lamumpatue. 2007.
9. Stage of bone healing after fracture. http://bonesfracture.com/stages-of-
bone-healing-after-fracture/ diakses tanggal 5 Juli 2018
10. Reksoprodjo, S, Fraktur dan dislokasi dalam Kumpulan Kuliah Ilmu
Bedah FKUI, Penerbit Binarupa Aksara, Jakarta, 2014.
11. Byerne T. Zimmer. Traction Handbook. California: University of
California.

61

Anda mungkin juga menyukai