Anda di halaman 1dari 53

CLINICAL REPORT SESSION (CRS)

* Kepaniteraan Klinik Senior / G1A219040 / Agustus 2019


** Pembimbing

OPEN FRAKTUR OS TIBIA FIBULA DEXTRA 1/3 MEDIAL


OBLIQUE DISPLACED + VULNUS SCISUM CRURIS
DEKTRA

Ulfadiya putri, S.Ked*

Dr. dr. Humaryanto, Sp.OT.M.Kes**

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


BAGIAN ILMU BEDAH
RSUD RADEN MATTAHER PROVINSI JAMBI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
2019
HALAMAN PENGESAHAN

CLINICAL REPORT SESSION (CRS)

OPEN FRAKTUR OS TIBIA FIBULA DEXTRA 1/3 MEDIAL


OBLIQUE DISPLACED + VULNUS SCISUM CRURIS DEKTRA

Disusun Oleh :
Ulfadiya putri, S.Ked
G1A219040

Kepaniteraan Klinik Senior

Bagian/SMF Bedah RSUD Raden Mattaher Prov. Jambi

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Jambi

Laporan ini telah diterima dan dipresentasikan


Pada Agustus 2019

Pembimbing

Dr. dr. Humaryanto, Sp.OT.M.Ke


KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kepada Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Clinical Report Session (CRS) yang
berjudul “Open fraktur os tibia fibula dextra 1/3 medial oblique displaced + Vulnus
scisum anterior cruris dektra” sebagai salah satu syarat dalam mengikuti Kepaniteraan
Klinik Senior di Bagian Ilmu Bedah di Rumah Sakit Umum Daerah Raden Mattaher
Provinsi Jambi.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada Dr. dr. Humaryanto, Sp.OT, M.Kes


yang telah bersedia meluangkan waktu dan pikirannya untuk membimbing penulis
selama menjalani Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Ilmu Bedah di Rumah Sakit
Umum Daerah Raden Mattaher Provinsi Jambi.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan pada Laporan Kasus ini,
sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran untuk menyempurnakan laporan kasus
ini. Penulis mengharapkan semoga Laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi penulis dan
pembaca.

Jambi, Agustus 2019

Ulfadiya putri
BAB I

PENDAHULUAN

Fraktur atau patah tulang adalah terputus atau hilangnya kontinuitas dari struktur
tulang “epiphyseal plate” serta “cartilage” (tulang rawan sendi). Trauma yang
menyebabkan tulang patah dapat berupa trauma langsung, misalnya benturan pada
lengan bawah yang menyebabkan patah tulang radius dan ulna, dan dapat berupa trauma
tidak langsung, misalnya jatuh bertumpu pada tangan yang menyebabkan tulang
klavikula atau radius distal patah. Akibat trauma pada tulang bergantung pada jenis
trauma, kekuatan dan arahnya.1
Secara garis besar, fraktur dapat diklasifikasikan menjadi fraktur komplit dan
inkomplit. Pada fraktur komplit, tulang benar-benar patah menjadi dua fragmen atau
lebih. Fraktur inkomplit adalah patahnya tulang hanya pada satu sisi saja. Fraktur
komplit dapat dibagi lagi menjadi fraktur transversa, oblik/spiral, impaksi, kominutif,
dan intra-artikular. Fraktur inkomplit dapat dibagi menjadi greenstick fracture, yang
khas pada anak-anak, dan fraktur kompresi, yang biasanya ditemukan pada orang
dewasa. Fraktur avulsi terjadi bila suatu fragmen tulang terputus dari bagian tulang
sisanya yang disebabkan oleh tarikan ligamentum atau pelekatan tendon yang kuat dan
biasnya terjadi akibat dari kontraksi otot secara paksa.2
BAB II

LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Pasien


Nama : Tn. Iskandar

Umur : 48 tahun

Jenis Kelamin : Laki-Laki

Status Perkawinan : Menikah

Alamat : RT.06 Dusun dua nalo gedang

Agama : Islam

Tanggal MRS : 21 Agustus 2019

2.2 Anamnesa
Keluhan utama :
Luka pada kaki kanan Akibat terkena mesin pemotong rumput sejak 1 hari
sebelum masuk rumah sakit
Riwayat penyakit sekarang :
Pasien datang dengan keluhan Luka pada kaki kanan akibat terkena mesin
pemotong rumput sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Luka disertai rasa nyeri
dengan darah yang terus mengalir. Nyeri dirasakan terus menerus dan memberat
ketika pasien menggerakkan kaki kanan nya. Keluhan ini berawal ketika pasien
mengalami kecelakaan pada saat bekerja 1 hari sebelum masuk rumah sakit . Pasien
mengatakan bahwa ia sedang berkativitas seperti biasanya mengerjakan pekerjaan
untuk memotong rumput di kebun pada saat memotong rumput tiba tiba pisau mesin
patah dan mengenai kaki kanan pasien, pasien biasanya bekerja sehari – sehari tanpa
menggunakan alat pelidung diri. Pasien tidak mengeluhkan adanya mual dan
muntah, pusing (-), demam (-), sesak (-). Pasien juga mengatakan bahwa pasien juga
masih dalam keadaan sadar, dan masih bisa mengangkat bahu dan lengan kanan
nya, serta masih dapat menggerakkan kaki sebelah kiri. Rasa kesemutan atau rasa
baal (-). kemudian pasien di bawa ke rumah sakit daerah bangko dan dirujuk ke
RSUD Raden Mattaher dengan posisi luka robek sudah di jahit dan di lakukan
imobilisasi dengan menggunakan kayu.

Riwayat penyakit dahulu:


Riwayat keluhan yang sama (-)
Riwayat Diabetes Melitus (-)
Riwayat Hipertensi (-)

Riwayat penyakit keluarga:


(-)

2.1 Pemeriksaan Fisik


Tanda Vital
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis (E4/V5/M6)
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 80x/i
RR : 20x/i
Suhu : 36,5 ºC

Status Generalisata
Kulit
Warna : Sawo matang Suhu : 36,5ºC
Efloresensi : (-) Turgor : Baik
Pigmentasi : Dalam batas normal Ikterus : (-)
Jar. Parut : (-) Edema : (-)
Rambut : rambut tumbuh merata
Kelenjar
Pembesaran Kel. Submandibula : (-)
Jugularis Superior : (-)
Submental : (-)
Jugularis Interna : (-)
Kepala
Bentuk kepala : Normocephali
Ekspresi muka : Tampak sakit sedang
Simetris muka : Simetris
Rambut : tampak hitam tumbuh merata
Perdarahan temporal : (-)
Nyeri tekan syaraf : (-)
Mata
Exophthalmus/endopthalmus : (-/-)
Edema palpebra : (-/-)
Conjungtiva anemis : (-/-)
Sklera Ikterik : (-/-)
Pupil : Isokor (+/+)
Lensa : Tidak keruh
Refleks cahaya : (+/+)
Gerakan bola mata : baik kesegala arah
Hidung
Bentuk : Normal Selaput lendir : normal
Septum : Deviasi (-) Penumbatan : (-)
Sekret : (-) Perdarahan : (-)
Mulut
Bibir : sianosis (-)
Gigi geligi : dbn
Gusi : berdarah (-)
Lidah : tremor (-)
Bau pernafasan : dbn
Leher
Kelenjar getah bening : pembesaran (-)
Kelenjar tiroid : pembesaran (-)
Tekanan vena jugularis : (5-2) cm H2O

Thorax
Bentuk : simetris
Paru-paru
- Inspeksi : ekspansi dinding dada simetris
- Palpasi : fremitus taktil normal, nyeri tekan (-), krepitasi (-)
- Perkusi : sonor (+/+)
- Auskultasi : vesikuler, wheezing (-/-), ronkhi (-/-)

Jantung
- Inspeksi: ictus cordis tidak terlihat
- Palpasi: ictus cordis teraba 2 jari di ICS V linea midclavicula sinistra
- Perkusi batas jantung
- Atas : ICS II Linea parasternalis sinistra
- Kanan : ICS III Linea parasternalis dekstra
- Kiri : ICS V Linea midklavikularis sinistra
- Pinggang jantung : ICS III Linea parasternalis sinistra
- Auskultasi: BJ I dan II reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen
- Inspeksi : datar, sikatrik (-), massa (-), bekas operasi (-)
- Palpasi : Nyeri tekan (-), nyeri lepas (-), hepar dan lien tidak teraba.
- Perkusi : Timpani (+)
- Auskultasi : Bising usus (+) normal
Ekstremitas
Superior Inferior
Edema -/- +/-
Sianosis -/- -/-
Akral dingin -/- -/-
Clubbing finger -/- -/-
Gerak +/+ gerakan terbatas/+
Kekuatan 5/5 1/5
Tonus N/N N/N

STATUS LOKALIS
1. Look
deformitas (+) regio cruris dextra, vulnus scisum ( regio cruris dextra)
diameter 7 cm
2. Feel
Nyeri tekan (+), krepitasi sulit dinilai, akral hangat, CRT < 2 detik
3. Move
Gerakan aktif (sinistra) dan pasif terbatas (dextra), refleks fisiologis ++/++,
refleks patologis -/-

.
2.2 Pemeriksaan Penunjang
Darah Rutin (24-08-2019)
WBC : 11.2 109/L (4-10)
RBC : 3,04 1012/L (3,50- 5,50)
HGB : 8,7 g/dl (11,0-16,0)
HCT : 25,9 % (35-50)
PLT : 352 109/L (100-300)
MCV : 85,1 fL (88-99)
MCH : 28,6 pg (26-32)
MCHC : 336 g/dl (300-350)

Foto Rontgen Cruris (20-08-2019)


Pemeriksaan Radiologi, hasil Pemeriksaan Foto rontgen tibia fibul dextra
2.5 Diagnosis Kerja

Open fraktur os tibia fibula dextra 1/3 medial oblique displaced + Vulnus scisum
anterior cruris dektra

2.6 Tatalaksana Fraktur

1. Non farmakalogis
- dilakukan pembersihan pada area luka, penjahitan luka, luka dibalut
- dilakukan pemasangan spalk

2. Farmakologi
IVFD RL 20 tetes/menit
Inj.Ranitidin 2x1 amp
Inj ceftriaxon 1x2 g
Imobilisasi tibia dengan pemasangan spalk

2.7 Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quoad sanationam : dubia ad bonam

Laporan Operasi
Tanggal : 26- agustus 2019/ 09.35 Wib
Nama : Tn.IS
Operator : Dr.dr.Humaryanto,Sp.OT, M.Kes
1. Posisi telentang
2. Cleansing scrubing reabing
3. Diseksi jaringan sekeliling
4. Tampak fraktur os tibia fibula dextra 1/3 tengah communited displace
5. Di lakukakn reposisi dan fiksasi dengan pemasangan k-wray
6. Cuci luka
7. Rawat perdarahan
8. Jahit luka
9. Tampak vulnus scisum diameter 8 cm sisi anterior cruris dekstra
10. Dilakukan debridement
11. Reposisi dan fiksasi pemasangan k-wray
12. Perdarahan
13. Cuci luka
14. Pasang drain
15. Tutup luka
16. Pasang posterior slop

Follow Up Keadaan Pasien


21 Agustus 2019
S : pasien mengeluh nyeri pada kanan
O:
Kesadaran : CM
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Nadi : 80x/menit
RR : 20x/menit
Suhu : 36,5 ºC
A : Open fraktur os tibia fibula dextra 1/3 medial oblique displaced + Vulnus
scisum anterior cruris dektra

P:
- IVFD Rl 20 tpm
- Inj. Cetorolac 1 amp
- Inj. Tetagam
- Inj. Ceftriaxone 1x2 gr
- Debridemen
- Balut tekan
22 Agustus 2019
S : pasien mengeluh nyeri pada kanan, pusing, serta sensasi seperti di cengkram
di bagian paha kanan
O:
Kesadaran : CM
Tekanan Darah : 130/90 mmHg
Nadi : 72x/menit
RR : 20x/menit
Suhu : 37,6ºC
A : Open fraktur os tibia fibula dextra 1/3 medial oblique displaced + Vulnus
scisum anterior cruris dektra

P:
- IVFD Rl 20 tpm
- Inj. Ceftriaxone 1x2 gr
- Inj. Ranitidine 2x1 amp
- Inj. Metronidazole.
- Po. Pct tab 500 mg
- Debridemen
- Balut tekan

23 Agustus 2019
S : pasien mengeluh nyeri pada kaki kanan, disertai sensasi dicengkram pada
kaki kanan
O:
Kesadaran : CM
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Nadi : 74x/menit
RR : 18/menit
Suhu : 36,2 ºC
A : Open fraktur os tibia fibula dextra 1/3 medial oblique displaced + Vulnus
scisum anterior cruris dektra
P:
- IVFD Rl 20 tpm
- Inj. Ceftriaxone 1x2 gr
- Inj. Ranitidine 2x1 amp
- Inj. Metronidazole.
- Debridemen
- Balut tekan

24 Agustus 2019
S : pasien mengeluh nyeri pada kanan
O:
Kesadaran : CM
Tekanan Darah : 130/80 mmHg
Nadi : 71x/menit
RR : 20/menit
Suhu : 36,8 ºC
A : Open fraktur os tibia fibula dextra 1/3 medial oblique displaced + Vulnus
scisum anterior cruris dektra

P:
- IVFD Rl 20 tpm
- Inj. Ceftriaxone 1x2 gr
- Inj. Ranitidine 2x1 amp
- Inj. Metronidazole.
- Debridemen
- Balut tekan
25 Agustus 2019
S : pasien mengeluh nyeri pada kanan
O:
Kesadaran : CM
Tekanan Darah : 120/70 mmHg
Nadi : 74x/menit
RR : 18/menit
Suhu : 37,1 ºC
A : Open fraktur os tibia fibula dextra 1/3 medial oblique displaced + Vulnus
scisum anterior cruris dektra

P:
- IVFD Rl 20 tpm
- Inj. Ceftriaxone 1x2 gr
- Inj. Ranitidine 2x1 amp
- Debridemen
- Balut tekan

26 Agustus 2019
S : pasien mengeluh nyeri pada kanan
O:
Kesadaran : CM
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Nadi : 86x/menit
RR : 20/menit
Suhu : 36,3 ºC
A : Open fraktur os tibia fibula dextra 1/3 medial oblique displaced + Vulnus
scisum cruris dektra

P:
- IVFD Rl 20 tpm
- Inj. Ceftriaxone 1x2 gr
- Inj. Ranitidine 2x1 amp
- Inj. Cefoperazone 3x1 gr
- Debridemen
- Balut tekan

27 Agustus 2019
S : pasien mengeluh nyeri pada kanan
O:
Kesadaran : CM
Tekanan Darah : 140/80 mmHg
Nadi : 75x/menit
RR : 20/menit
Suhu : 36,5 ºC
A : Open fraktur os tibia fibula dextra 1/3 medial oblique displaced + Vulnus
scisum cruris dektra

P:
- IVFD Rl 20 tpm
- Inj. Ceftriaxone 1x2 gr
- Inj. Ranitidine 2x1 amp
- Inj. Cefoperazone 3x1 gr
- Debridemen
- Balut tekan
28 Agustus 2019
S : pasien mengeluh nyeri
O:
Kesadaran : CM
Tekanan Darah : 130/80 mmHg
Nadi : 81x/menit
RR : 21/menit
Suhu : 36,8 ºC
A : Open fraktur os tibia fibula dextra 1/3 medial oblique displaced + Vulnus
scisum anterior cruris dektra

P:
- IVFD Rl 20 tpm
- Inj. Ceftriaxone 1x2 gr
- Inj. Ranitidine 2x1 amp
- Inj. Cefoperazone 3x1 gr
- Debridemen
- Balut tekan

29 Agustus 2019
S:-
O:
Kesadaran : CM
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Nadi : 71x/menit
RR : 20/menit
Suhu : 36,1 ºC
A : Open fraktur os tibia fibula dextra 1/3 medial oblique displaced + Vulnus
scisum anterior cruris dektra

P:
- IVFD Rl 20 tpm
- Debridemen
- Balut tekan

30 Agustus 2019
S:-
O:
Kesadaran : CM
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Nadi : 81x/menit
RR : 19/menit
Suhu : 36,8 ºC
A : Open fraktur os tibia fibula dextra 1/3 medial oblique displaced + Vulnus
scisum anterior cruris dektra

P:
- IVFD Rl 20 tpm
- Debridemen
- Balut tekan
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Anatomi

Gambar 3.1 Anatomi Os Tibia dan Os Fibula


Ligament capitis fibulae anterius dan posterius proksimal menciptakan
amphiarthrosis (Articulatio tibiofibularis). Di distal, kedua tulang difiksasi oleh
ligament tibiofibularia anterius dan posterius dalam suatu sindesmosis (Syndesmosis
tibiofibularis). Di antara kedua tulang, membrane interossea cruris berperan sebagai
penstabil tambahan melalui jaringan penyambung dan serabut kolagen yang padat, yang
secara dominan berjalan melintang ke bawah dari tibia menuju fibula. Bersama dengan
facies articularis inferior tibia, malleolus medialis dan malleolus lateralis membentuk
garpu malleolar, yang menjadi socket bagi articulation talocruralis.3
M. tibialis anterior dari kelompok ekstensor bisa dipalpasi di dekat culatio
talocalcaneonavicularis, otot ini berfungsi sebagai supinator, berbeda dengan ekstensor
lainnya. M. extensor digitorum longus berasal dari tibia dan fibula proksimal, dan M.
extensor hallucis longus terletak di antara dua ekstensor lain tungkai distal. Terkadang,
M. ekstensor digitorum longus memperlihatkan percabangan yang berinsertio di Os
metatarsi V dan kadang disebut M. fibularis tertius. Di bagian distal, tendo-tendo otot
ini dipandu oleh penguat fascia tungkai, yaitu Reticulum musculorum extensorum.
Retinacula kaki berfungsi sebagai penjaga dan mencegah tendo agar tidak mengangkat
tulang sewaktu kaki diekstensi. Kedua otot dari kelompok fibularis (M. fibularis longus
et brevis) termasuk dalam kelompok lateral dan berorigo di fibula proksimal dan distal. 3

Gambar 3.2 Otot-otot tungkai dan kaki


Dari lateral, ketiga kelompok otot tungkai bisa terlihat. Di belakang kelompok
ekstensor anterior, tepatnya disebelah lateral, terlihat otot-otot fibularis, dan di
dorsalnya terletak otot-otot fleksor. Karena otot-otot fleksor profundus di sisi dorsal
berbatasan langsung dengan tulang tungkai, hanya otot-otot superficial (M. triceps
surae), M. gastrocnemius, dan M. soleus saja yang bisa terlihat. Tendo-tendo kelompok
fibularis dipandu oleh Retinacula musculorum fibularium. M. fibularis brevis
berinsertio di Os. Metatarsi V, sementara tendo M. fibularis longus memanjang di
bawah telapak kaki dan berinsertio di Os metatarsi I dan Os cuneiforme mediale,
sehingga secara aktif menunjang Arcus plantaris. M extensor hallucis longus ditemukan
di distal di antara M. tibialis anterior dan M. extensor digitorum longus. 3

A. iliaca externa bercabang dari A. iliaca communis ke anterior Articulatio


sacroiliaca dan terus berlanjut di bawah Lig. Inguinale di dalam lacuna vasorum sebagai
A. femoris. Setelah melintasi Canalis adductorius, arteri ini dinamakan A. poplitea
(memperdarahi Articulatio genus). A. poplitea berjalan turun di bawah Arcus tendineus
musculi solei di antara otot-otot fleksor superficial dan profundus tungkai lalu membagi
diri menjadi A. tibialis posterior yang melanjutkan perjalanannya, dan A. tibialis
anterior yang menembus Membara interossea cruris untuk mencapai kompartemen
ekstensor anterior. Arteri yang terakhir ini berlanjut sebagai A. dorsalis pedis di dorsum
pedis. A. tibialis posterior memberi percabangan A. fibularis yang kuat ke Malleolus
Lateralis dan kemudian berlanjut melalui Canalis malleolaris di sekitar Malleolus
medialis untuk mencapai telapak kaki. 3
Gambar 3.3 Arteri pada ekstremitas bawah

Sistem pembuluh balik V. Saphena Magna yang bertempat ditungkai bawah


dalam fossa poplitea menembus fascia poplitea antara kedua pangkal M. gastrocnemius
bermuara ke V. poplitea Venanya mengikuti arteri, kecuali V. saphena parva yang
mengikuti n. suralis dan kemudian mengikuti n. cutaneus surae medialis. 3
Gambar 3.4 Vena pada ekstremitas bawah

Di samping vena, terdapat sistem pembuluh limfe pengumpul di superficial dan


profunda, beserta kelenjar limfe yang terhubung dengannya. Sistem ventromedial
superficial, beserta V. saphena magma, merupakan drainase limfatik utama bagi
ekstremitas bawah dan mengalir ke dalam kelenjar limfe inguinal superficial (Nodi
lymphoidei inguinales superfisiales). Sistem dorsolateral yang lebih kecil berjalan
parallel dengan V. saphena parva dan mengalir ke dalam Nodi lymphoidei poplitei
superficiales et profundi dan berlanjut ke dalam Nodi lymphoidei inguinales profundi.
Sistem pengumpul profunda secara langsung mengalir ke dalam kelenjar limfe inguinal
dan poplitea profunda. Sementara sebagian besar drainase venosa dari ekstremitas
bawah terjadi melalui Venae profundae, sebagian besar limfe didrainase oleh pembuluh
limfe superficial. 3
3.2 Fraktur
3.2.1 Definisi4
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang, tulang
rawan sendi, tulang rawan epifisis baik bersifat total ataupun parsial yang umumnya
disebabkan oleh tekanan yang berlebihan, sering diikuti oleh kerusakan jaringan lunak
dengan berbagai macam derajat, mengenai pembuluh darah, otot dan persarafan.
Trauma yang menyebabkan tulang patah dapat berupa trauma langsung dan trauma
tidak langsung. Trauma langsung menyebabkan tekanan langsung pada tulang dan
terjadi fraktur pada daerah tekanan. Trauma tidak langsung, apabila trauma dihantarkan
ke daerah yang lebih jauh dari daerah fraktur, misalnya jatuh dengan tangan ekstensi
dapat menyebabkan fraktur pada klavikula, pada keadaan ini biasanya jaringan lunak
tetap utuh.
3.2.2 Etiologi4
1. Cedera dan benturan seperti pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan puntir
mendadak, kontraksi otot ekstrim.
2. Letih karena otot tidak dapat mengabsorbsi energi seperti berjalan kaki terlalu
jauh.
3. Kelemahan tulang akibat penyakit kanker atau osteoporosis pada fraktur
patologis.

Penyebab Fraktur

Tulang bersifat relatif rapuh, namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk
menahan tekanan. Fraktur dapat terjadi akibat:

1. Peristiwa trauma

Sebagian besar fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba dan berlebihan, yang
dapat berupa pemukulan, penghancuran, penekukan, pemuntiran, atau penarikan. Bila
terkena kekuatan langsung, tulang dapat patah pada tempat yang terkena, jaringan
lunaknya juga pasti rusak. Bila terkena kekuatan tak langsung, tulang dapat mengalami
fraktur pada tempat yang jauh dari tempat yang terkena kekuatan itu, kerusakan jaringan
lunak di tempat fraktur mungkin tidak ada.
2. Fraktur kelelahan atau tekanan

Keadaan ini paling sering ditemukan pada tibia atau fibula atau metatarsal, terutama
pada atlet, penari, dan calon tentara yang jalan berbaris dalam jarak jauh.

3. Fraktur patologik
Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal kalau tulang itu lemah (misalnya oleh
tumor) atau kalau tulang itu sangat rapuh (misalnya pada penyakit Paget). Daya
pemuntir menyebabkan fraktur spiral pada kedua tulang kaki dalam tingkat yang
berbeda; daya angulasi menimbulkan fraktur melintang atau oblik pendek, biasanya
pada tingkatyang sama. Pada cedera tak langsung, salah satu dari fragmen tulang dapat
menembus kulit; cedera langsung akan menembus atau merobek kulit diatas fraktur.
Kecelakaan sepeda motor adalah penyebab yang paling lazim.

3.2.3 Klasifikasi
Fraktur merupakan terputusnya kontinuitas struktur tulang. Gejala klinis yang
terjadi pada fraktur adalah pembengkakan, deformitas, kekakuan gerak yang abnormal,
krepitasi, kehilangan fungsi dan rasa sakit. Terdapat dua penyebab utama yang
menyebabkan fraktur yaitu trauma seperti trauma langsung atau tidak langsung dan
peristiwa patologis seperti stress fraktur atau kelemahan tulang. Secara garis besar
fraktur dapat dibagi menjadi fraktur komplit dan fraktur inkomplit.5,6

A. Fraktur Inkomplit 5,6


Fraktur inkomplit adalah patahnya tulang hanya pada satu sisi saja (terjadi
kerusakan cortex pada satu sisi tulang). Terdapat dua tipe fraktur inkomplit yaitu fraktur
greenstick dan fraktur torus.
1) Fraktur Greenstik adalah fraktur yang sering terjadi pada anak-anak karena tulang
anak-anak yang masih lunak. Fraktur ini terjadi apabila satu sisi tulang patah dan
pada sisi lain bengkok atau melengkung, tulang melengkung disebabkan oleh
konsistensinya yang elastik. Periosteumnya tetap utuh. Fraktur ini biasanya
mudah diatasi dan sembuh dengan baik.
53.3 Fraktur Greenstick.

2) Fraktur torus adalah adalah cedera kompresi pada tulang anak-anak. Tulang
elastis tidak terjadi fraktur tapi tulang tersebut membengkok. .

Gambar 3.6 Fraktur Torus

B. Fraktur Komplit 1,5,6


Fraktur komplit adalah patah pada seluruh garis tengah tulang, luas dan
melintang. Fraktur ini bisa menyebabkan tulang terbagi menjadi dua segmen dan
biasanya disertai dengan displasia dari fragmen tersebut. Fraktur komplit sering terjadi
pada orang dewasa dan bisa diklasifikasikan berdasarkan :
1) Berdasarkan hubungan dengan dunia luar
a. Fraktur tertutup (Closed Fracture) bila tidak terdapat hubungan antara fragmen
tulang dengan dunia luar. Fraktur tanpa adanya komplikasi, kulit masih utuh,
tulang tidak menonjol melalui kulit.

Gambar 3.7 Fraktur Tertutup


b. Fraktur terbuka (open/ compound fracture) bila terdapat hubungan antara fragmen
tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan di kulit. Fraktur terbuka dibagi
menjadi tiga derajat (menurut R.Gustillo), yaitu:

Gambar 3.8 Fraktur Terbuka


Secara klinis, fraktur dibagi menurut ada-tidaknya hubungan patahan tulang dengan
dunia luar, yaitu fraktur tertutup dan fraktur terbuka. Fraktur terbuka memungkinkan
masuknya kuman dari luar ke dalam luka. Patah tulang terbuka dibagi menjadi tiga
derajat (Gustilo-Anderson classification), yang ditentukan oleh berat ringannya luka
dan fraktur yang terjadi.

Derajat luka terbuka:

 Tipe I
- Luka kurang dari 1 cm dengan cedera jaringan lunak minimal
- Dasar luka bersih
- Fraktur biasanya melintang sederhana, fraktur oblik pendek dengan kominusi
minimal
 Tipe II
- Luka lebih besar dari 1 cm dengan cedera jaringan lunak moderat
- Fraktur biasanya melintang sederhana, fraktur oblik pendek dengan kominusi
minimal
 Tipe III
Fraktur yang melibatkan kerusakan parah pada jaringan lunak, termasuk struktur
otot, kulit dan neurovaskular. Beberapa pola yang diklasifikasikan sebagai tipe
III:
- Fraktur terbuka segmental (terlepas dari ukuran luka)
- Luka tembak kecepatan tinggi dan luka tembak jarak dekat
- Fraktur terbuka dengan cedera neurovaskular
- Cedera pada orang yang bekerja di pertanian dengan kontaminasi tanah
pada luka (terlepas dari ukuran luka)
- Trauma amputasi
- Fraktur terbuka lebih dari 8 jam
- Korban bencana alam atau korban perang

2) Berdasarkan arah fraktur tulang (Direction of the break)


Arah fraktur dikenal juga sebagai garis patah tulang. Seperti yang dipaparkan
pada gambar dibawah ini, arah fraktur bisa terbagi kepada fraktur transversal, fraktur
oblik, fraktur spiral, fraktur impaksi, dan fraktur avulsi. Fraktur komunitif dan fraktur
segmental akan dibahas pada klasifikasi berdasarkan jumlah fragment.
Gambar 3.9 Pembagian fraktur berdasarkan arah fraktur

a. Fraktur Transversal
Fraktur transversal adalah fraktur yang arah garis patahnya melintang. Pada
fraktur ini, segmen-segmen tulang yang patah apabila direposisi atau direduksi kembali
ke tempatnya semula, maka segmen-segmen tersebut akan stabil, dan biasanya mudah
dikontrol dengan bidai gips.

Gambar 3.10 Fraktur Transversal


b. Fraktur Oblik
Fraktur Oblik adalah garis patah miring. Fraktur ini garis patahnya membentuk
sudut terhadap tulang dan cenderung tidak stabil serta sulit untuk diperbaiki.
Gambar 3.11 Fraktur Oblik
c. Fraktur spiral
Fraktur spiral adalah fraktur yang garis patahnya melingkar. Fraktur ini biasanya
timbul akibat torsi pada ekstremitas. Fraktur ini biasanya hanya menimbulkan sedikit
kerusakan pada jaringan lunak, dan fraktur semacam ini cenderung cepat sembuh
dengan imobilisasi luar.

Gambar 3.12 Fraktur Spiral


d. Fraktur Impaksi
Fraktur kompresi terjadi ketika dua tulang menumbuk tulang ketiga yang berada
di antaranya.
Gambar 3.13 Fraktur Impaksi

e. Fraktur Avulsi
Fraktur avulsi adalah pemisahan fragmen tulang (biasanya kecil) di area
perlekatan ligament atau tendon (Gambar 11). Fraktur avulsi sering terjadi di
pergelangan kaki (ankle) dan di jari-jari. Fragmen tulang avulsi agak besar dan garis
fraktur sering terjadi secara transversal karena fraktur avulsi menyebabkan kerusakan
pada struktur perlekatan jaringan lunak.

Gambar 3.14 Fraktur Avulsi

3) Berdasarkan jumlah fragment (The degree of the damage done to the bone)
a. Fraktur segmental
Fraktur segmental terjadi apabila dua fraktur komplit yang terpisah (sering
terpisah secara transversal). Oleh itu, tulang akan terbagi menjadi tiga fragment besar.
Butterfly Fragment adalah fragment segitiga yang besar, sering terjadi di axis tulang
panjang.

Gambar 3.15 Fraktur Segmental


b. Fraktur Kominutif
Fraktur komunitif adalah serpihan-serpihan atau terputusnya keutuhan jaringan
dengan lebih dari dua fragment tulang. Tahap fraktur komunitif tergantung pada
kekuatan gaya yang menyebabkan cedera.

Gambar 3.16 Fraktur Komunitif


c. Fraktur Multipel
Fraktur multipel adalah fraktur tulang yang terjadi pada beberapa bagian tulang
yang berlainan.1,7,8

Gambar 3.17 Fraktur Multiple


4) Berdasarkan kedudukan pergeseran fraktur (Displacement of fracture)
Fraktur pergeseran adalah posisi yang abnormal pada fragment fraktur di bagian
distal yang berhubungan dengan tulang proximal. Fraktur penggeseran bisa
menyebabkan peralihan tulang, pemendekan tulang, pembentukan sudut angulasi,
rotasi, dan perubahan alignment seperti yang dilampirkan pada Gambar 16. Peralihan
(distraction) adalah pemisahan pada axis longitudinal tulang yang ditandai dengan
gangguan alignment tulang. Namun, pergeseran (displacement) adalah tahap dimana
fragmen fraktur keluar dari alignment tulang. Angulasi adalah sudut pada fragmen distal
yang diukur dari fragment proximal. Penggeseran dan angulasi bisa terjadi pada ventral-
dorsal plane, lateral-medial plane atau keduanya.
Gambar 3.18 Displacement of Fracture

a. Perubahan alignment (Loss of alignment)


Istillah ‘pergeseran’ (displacement) adalah perubahan alignment tulang di
sepanjang axis tulang. Perubahan alignment sering disertai beberapa derajat angulasi,
rotasi, atau perubahan kepanjangan tulang.
b. Pemendekkan tulang (shortening)
Pergeseran tulang distal kearah proximal menyebabkan pemendekan (shortening)
pada tulang panjang. Pemendekan tulang pada fraktur oblik lebih parah dibandingkan
pemendekan akibat fraktur transversal.
c. Angulasi (Angulation) dan Rotasi (Rotation)
Angulasi merupakan berkaitan dengan arah tulang distal dan terhadap tulang
proximal (Gambar 3.16). Angulasi pada bagian medial dikenal sebagai ‘Varus’ dan
angulasi pada pada lateral dikenal sebagai ‘Valgus’.
Gambar 3.19 Angulasi dan Rotasi
d. Peralihan tulang (distraction) dan impaksi
Fraktur yang menyebabkan peningkatan panjang tulang. Peningkatan panjang
tulang ini disebabkan oleh pelebaran komponen tulang. Jika terjadi adalah disebabkan
oleh suatu impaksi.

Gambar 3.20 Peralihan tulang dan impaksi

5) Berdasarkan lokasi pada tulang fisis


Tulang fisis adalah bagian tulang yang merupakan lempeng pertumbuhan, bagian
ini relatif lemah sehingga strain pada sendi dapat berakibat pemisahan fisis pada anak-
anak. Fraktur fisis dapat terjadi akibat jatuh atau cedera traksi. Klasifikasi yang paling
banyak digunakan untuk cedera atau fraktur fisis adalah klasifikasi menurut Salter-
Harris:

Gambar 3.21 Klasifikasi Salter-Harris


a. Tipe I: fraktur transversal melalui sisi metafisis dari lempeng pertumbuhan,
prognosis sangat baik setelah dilakukan reduksi tertutup.
b. Tipe II: fraktur melalui sebagian lempeng pertumbuhan, timbul melalui tulang
metafisis, prognosis juga sangat baik dengan reduksi tertutup.
c. Tipe III: fraktur longitudinal melalui permukaan artikularis dan episfisis dan
kemudian secara transversal melalui sisi metafisis dari lempeng pertumbuhan.
Prognosis cukup baik meskipun hanya dengan reduksi antomi.
d. Tipe IV: fraktur longitudinal melalui epifisis, lempeng pertumbuhan dan terjadi
melalui tulang metafisis. Reduksi terbuka biasanya penting dan mempunyai resiko
gangguan pertumbuhan lanjut yang lebih besar.
e. Tipe V: cedera remuk dari lempeng pertumbuhan, insidens gangguan
pertumbuhan lanjut adalah tinggi tidak normal

3.2.4 Penyembuhan Fraktur 9


Proses Penyembuhan Fraktur
Penyembuhan sekunder meliputi respon dalam periostium dan jaringan-jaringan
lunak eksternal. Proses penyembuhan fraktur ini secara garis besar dibedakan atas 5
fase, yakni fase hematoma (inflamasi), fase proliferasi, fase kalus, osifikasi dan
remodelling.
Penyembuhan fraktur terdiri dari 5 fase, yaitu:
1. Fase Inflamasi
Tahap inflamasi berlangsung beberapa hari dan hilang dengan berkurangnya
pembengkakan dan nyeri. Terjadi perdarahan dalam jaringan yang cidera dan
pembentukan hematoma di tempat patah tulang. Ujung fragmen tulang mengalami
devitalisasi karena terputusnya pasokan darah terjadi hipoksia dan inflamasi yang
menginduksi ekpresi gen dan mempromosikan pembelahan sel dan migrasi menuju
tempat fraktur untuk memulai penyembuhan. Produksi atau pelepasan dari faktor
pertumbuhan spesifik, Sitokin, dapat membuat kondisi mikro yang sesuai untuk :
1. Menstimulasi pembentukan periosteal osteoblast dan osifikasi intra membran
pada tempat fraktur,
2. Menstimulasi pembelahan sel dan migrasi menuju tempat fraktur, dan
3. Menstimulasi kondrosit untuk berdiferensiasi pada kalus lunak dengan osifikasi
endokondral yang mengiringinya.
Berkumpulnya darah pada fase hematom awalnya diduga akibat robekan
pembuluh darah lokal yang terfokus pada suatu tempat tertentu. Namun pada
perkembangan selanjutnya hematom bukan hanya disebabkan oleh robekan pembuluh
darah tetapi juga berperan faktor-faktor inflamasi yang menimbulkan kondisi
pembengkakan lokal. Waktu terjadinya proses ini dimulai saat fraktur terjadi sampai 2 –
3 minggu.
2. Fase proliferasi
Kira-kira 5 hari masa hematom akan mengalami organisasi, terbentuk benang-
benang fibrin dalam jendalan darah, membentuk jaringan untuk revaskularisasi, dan
invasi fibroblast dan osteoblast. Fibroblast dan osteoblast (berkembang dari osteosit,
sel endotel, dan sel periosteum) akan menghasilkan kolagen dan proteoglikan sebagai
matriks kolagen pada patahan tulang. Terbentuk jaringan ikat fibrous dan tulang rawan
(osteoid). Dari periosteum, tampak pertumbuhan melingkar. Kalus tulang rawan
tersebut dirangsang oleh gerakan mikro minimal pada tempat patah tulang. Tetapi
gerakan yang berlebihan akan merusak struktur kalus. Tulang yang sedang aktif tumbuh
menunjukkan potensial elektronegatif.
Pada fase ini dimulai pada minggu ke 2 – 3 setelah terjadinya fraktur dan
berakhir pada minggu ke 4 – 8.
3. Fase Pembentukan Kalus
Merupakan fase lanjutan dari fase hematom dan proliferasi mulai terbentuk
jaringan tulang yakni jaringan tulang kondrosit yang mulai tumbuh atau umumnya
disebut sebagai jaringan tulang rawan. Sebenarnya tulang rawan ini masih dibagi lagi
menjadi tulang lamellar dan wovenbone. Pertumbuhan jaringan berlanjut dan lingkaran
tulang rawan tumbuh mencapai sisi lain sampai celah sudah terhubungkan. Fragmen
patahan tulang digabungkan dengan jaringan fibrous, tulang rawan, dan tulang serat
matur. Bentuk kalus dan volume dibutuhkanuntuk menghubungkan efek secara
langsung berhubungan dengan jumlah kerusakan dan pergeseran tulang. Perlu waktu
tiga sampai empat minggu agar fragmen tulang tergabung dalam tulang rawan atau
jaringan fibrous. Secara klinis fragmen tulang tidak bisa lagi digerakkan. Regulasi dari
pembentukan kalus selama masa perbaikan fraktur dimediasi oleh ekspresi dari faktor-
faktor pertumbuhan. Salah satu faktor yang paling dominan dari sekian banyak faktor
pertumbuhan adalah Transforming Growth Factor-Beta 1 (TGF-B1) yang
menunjukkan keterlibatannya dalam pengaturan differensiasi dari osteoblast dan
produksi matriks ekstra seluler. Faktor lain yaitu: Vascular Endothelial Growth Factor
(VEGF) yang berperan penting pada proses angiogenesis selama penyembuhan fraktur.
Pusat dari kalus lunak adalah kartilogenous yang kemudian bersama osteoblast
akan berdiferensiasi membentuk suatu jaringan rantai osteosit, hal ini menandakan
adanya sel tulang serta kemampuan mengantisipasi tekanan mekanis. Proses cepatnya
pembentukan kalus lunak yang kemudian berlanjut sampai fase remodelling adalah
masa kritis untuk keberhasilan penyembuhan fraktur.
Jenis-jenis Kalus
Dikenal beberapa jenis kalus sesuai dengan letak kalus tersebut berada terbentuk
kalus primer sebagai akibat adanya fraktur terjadi dalam waktu 2 minggu .
Bridging (soft) callus, terjadi bila tepi-tepi tulang yang fraktur tidak bersambung.
Medullary (hard) Callus akan melengkapi bridging callus secara perlahan-lahan. Kalus
eksternal berada paling luar daerah fraktur di bawah periosteum periosteal callus
terbentuk di antara periosteum dan tulang yang fraktur.
Interfragmentary callus merupakan kalus yang terbentuk dan mengisi celah fraktur di
antara tulang yang fraktur.
Medullary callus terbentuk di dalam medulla tulang di sekitar daerah fraktur.
4. Fase Konsolidasi
Dengan aktifitas osteoklast dan osteoblast yang terus menerus, tulang yang
immature (woven bone) diubah menjadi mature (lamellar bone). Keadaan tulang ini
menjadi lebih kuat sehingga osteoklast dapat menembus jaringan debris pada daerah
fraktur dan diikuti osteoblast yang akan mengisi celah di antara fragmen dengan tulang
yang baru. Proses ini berjalan perlahan-lahan selama beberapa bulan sebelum tulang
cukup kuat untuk menerima beban yang normal.
5. Fase Remodelling.
Fraktur telah dihubungkan dengan selubung tulang yang kuat dengan bentuk
yang berbeda dengan tulang normal. Dalam waktu berbulan-bulan bahkan bertahun-
tahun terjadi proses pembentukan dan penyerapan tulang yang terus menerus lamella
yang tebal akan terbentuk pada sisi dengan tekanan yang tinggi. Rongga medulla akan
terbentuk kembali dan diameter tulang kembali pada ukuran semula. Akhirnya tulang
akan kembali mendekati bentuk semulanya, terutama pada anak-anak. Pada keadaan ini
tulang telah sembuh secara klinis dan radiologi.
\

Gambar 3.22 Proses penyembuhan fraktur


3.2.5 Patofisiologi5,6,7
Fraktur dapat terjadi karena trauma / rudapaksa sehingga dapat menimbulkan luka
terbuka dan tertutup. Fraktur luka terbuka memudahkan mikroorganisme masuk
kedalam luka tersebut dan akan mengakibatkan terjadinya infeksi.5,6
Pada fraktur dapat mengakibatkan terputusnya kontinuitas jaringan sendi, tulang
bahakan kulit pada fraktur terbuka sehingga merangsang nociseptor sekitar untuk
mengeluarkan histamin, bradikinin dan prostatglandin yang akan merangsang serabut
A-delta untuk menghantarkan rangsangan nyeri ke sum-sum tulang belakang, kemudian
dihantarkan oleh serabut-serabut saraf aferen yang masuk ke spinal melalu “dorsal root”
dan sinaps pada dorsal horn. Impuls-impuls nyeri menyeberangi sum-sum belakang
pada interneuron-interneuron dan bersambung dengan jalur spinal asendens, yaitu
spinothalamic tract (STT) dan spinoreticuler tract (SRT). STT merupakan sistem yang
diskriminatif dan membawa informasi mengenai sifat dan lokasi dari stimulus kepada
thalamus kemudian ke korteks untuk diinterpretasikan sebagai nyeri. 5,6,7
Nyeri bisa merangsang susunan syaraf otonom mengaktifasi norepinephrin, sarap
msimpatis terangsang untuk mengaktifasi RAS di hipothalamus mengaktifkan kerja
organ tubuh sehingga REM menurun menyebabkan gangguan tidur.
Akibat nyeri menimbulkan keterbatasan gerak (imobilisasi) disebabkan nyeri bertambah
bila digerakkan dan nyeri juga menyebabkan enggan untuk bergerak termasuk
toiletening, menyebabkan penumpukan faeses dalam colon. Colon mereabsorpsi cairan
faeses sehingga faeses menjadi kering dan keras dan timbul konstipasi.
Imobilisasi sendiri mengakibatkan berbagai masalah, salah satunya dekubitus, yaitu
luka pada kulit akibat penekanan yang terlalu lama pada daerah bone promenence.
Perubahan struktur yang terjadi pada tubuh dan perasaan ancaman akan integritas
stubuh, merupakan stressor psikologis yang bisa menyebabkan kecemasan.
Terputusnya kontinuitas jaringan sendi atau tulang dapat mengakibatkan cedera neuro
vaskuler sehingga mengakibatkan oedema juga mengakibatkan perubahan pada
membran alveolar (kapiler) sehingga terjadi pembesaran paru kemudian terjadi
kerusakan pada pertukaran gas, sehingga timbul sesak nafas sebagai kompensasi tubuh
untk memenuhi kebutuhan oksigen.

3.2.6 Diagnosa Fraktur1,7,8


Dalam menegakkan diagnosa fraktur harus disebutkan jenis tulang atau bagian
tulang yang mempunyai nama sendiri, kiri atau kanan, bagian mana dari tulang
(proksimal, tengah atau distal), komplit atau tidak, bentuk garis patah, bergeser atau
tidak bergeser, terbuka atau tertutup dan komplikasi bila ada. Sebagai contoh:

- Fraktur femur dekstra 1/3 proksimal garis patah oblik dislocatio ad latus terbuka
derajat satu neurovascular distal baik.
- Fraktur humerus sinistra 1/3 distal garis patah oblik dislocatio ad axim tertutup
dengan paralisis nervus radialis.
Anamnesa

Bila tidak ada riwayat trauma, berarti fraktur patologis. Trauma harus diperinci
kapan terjadinya, jenisnya, berat-ringannya trauma, arah trauma dan posisi pasien atau
ekstremitas yang bersangkutan (mekanisme trauma). Jangan lupa untuk meneliti
kembali trauma di tempat lain secara sistematik dari kepala, muka, leher, dada dan
perut.

Pemeriksaan Umum

Dicari kemungkinan komplikasi umum, misalnya: syok pada fraktur multiple,


fraktur pelvis atau fraktur terbuka, tanda-tanda sepsis pada fraktur terbuka terinfeksi.

Pemeriksaan Status Lokalis

Tanda-tanda klinis pada fraktur tulang panjang:

a. Look, cari apakah terdapat:


- Deformitas, terdiri dari penonjolan yang abnormal (misalnya pada
fraktur kondilus lateralis humerus), angulasi, rotasi dan shortening.

- Functio laesa (hilangnya fungsi), misalnya pada fraktur tibia tidak dapat
berjalan.
- Lihat juga ukuran panjang tulang, bandingkan kiri dan kanan.
b. Feel, Palpasi dilakukan secara hati-hati oleh karena penderita biasanya mengeluh
sangat nyeri. Hal-hal yang perlu diperhatikan:
- Temperatur setempat yang meningkat
- Nyeri tekan; nyeri tekan yang superfisial biasanya disebabkan oleh kerusakan
jaringan lunak yang dalam akibat fraktur pada tulang.
- Pemeriksaan vaskuler pada daerah distal trauma berupa palpasi arteri radialis,
arteri dorsalis pedis, arteri tibialis posterior sesuai dengan anggota gerak yang
terkena. Refilling (pengisian) arteri pada kuku.
- Cedera pembuluh darah adalah keadaan darurat yang memerlukan
pembedahan.
c. Move, untuk mencari:
- Krepitasi, terasa bila fraktur digerakkan. Pemeriksaan ini sebaiknya tidak
dilakukan karena menambah trauma.
- Nyeri bila digerakkan, baik pada gerakan aktif atau pasif.
- Seberapa jauh gangguan-gangguan fungsi, gerakan-gerakan yang tidak mampu
dilakukan, range of joint movement(derajat dari ruang lingkup gerakan sendi)
dan kekuatan.
Pemeriksaan Radiologi

Pemeriksaan radiologi dilakukan untuk menentukan jenis dan kedudukan


fragmen fraktur. Foto Rontgen harus memenuhi beberapa syarat (rule of two):

 Dua pandangan
Fraktur atau dislokasi mungkin tidak terlihat pada film sinar-X tunggal dan
sekurang-kurangnya harus dilakukan 2 sudut pandang (AP &
Lateral/Oblique)

 Dua sendi
Pada lengan bawah atau kaki, satu tulang dapat mengalami fraktur atau
angulasi. Tetapi angulasi tidak mungkin terjadi kecuali kalau tulang yang lain
juga patah, atau suatu sendi mengalami dislokasi. Sendi-sendi diatas dan di
bawah fraktur keduanya harus disertakan dalam foto sinar-X.
 Dua tungkai
Pada sinar-X anak-anak epifise dapat mengacaukan diagnosis fraktur. Foto
pada tungkai yang tidak cedera akan bermanfaat.

 Dua cedera
Kekuatan yang hebat sering menyebabkan cedera pada lebih dari 1 tingkat.
Karena itu bila ada fraktur pada kalkaneus atau femur perlu juga diambil foto
sinar-X pada pelvis dan tulang belakang.

 Dua kesempatan
Segera setelah cedera, suatu fraktur mungkin sulit dilihat, kalau ragu-ragu,
sebagai akibat resorbsi tulang, pemeriksaan lebih jauh 10-14 hari kemudian
dapat memudahkan diagnosis.

Pada foto rontgen terdapat penyambungan fraktur tetapi dalam posisi yang
tidak sesuai dengan keadaan yang normal.
3.2.7 Tatalaksana Fraktur1,7,8,11
Prinsip menangani fraktur adalah mengembalikan posisi patahan tulang ke posisi
semula (reposisi) dan mempertahankan posisi itu selama masa penyembuhan patah
tulang (imobilisasi). Reposisi dilakukan tidak harus mencapai keadaan sempurna seperti
semula karena tulang mempunyai keadaan remodelling (proses swapugar).
Sebelum dilakukan pengobatan definitif pada suatu fraktur, maka diperlukan:
1. Pertolongan pertama
Pada penderita dengan fraktur yang penting dilakukan adalah membersihkan jalan
napas, menutup luka dengan verban yang bersih dan imobilisasi fraktur pada
anggota gerak yang terkena agar penderita merasa nyaman dan mengurangi nyeri
sebelum diangkut dengan ambulans. Bila terdapat perdarahan dapat dilakukan
pertolongan sebelumnya.
2. Penilaian klinis
Sebelum menilai fraktur itu sendiri, perlu dilakukan penilaian klinis, apakah luka
itu luka tembus tulang, adakah trauma pembuluh darah/saraf ataukah ada trauma
alat-alat dalam yang lain.
3. Resusitasi
Kebanyakan penderita dengan multiple fracture tiba di rumah sakit dengan syok,
sehingga diperlukan resusitasi sebelum diberikan terapi pada frakturnya sendiri
berupa pemberian transfusi darah dan cairan lainnya serta obat-obat anti nyeri.
Sebelum mengambil keputusan untuk melakukan pengobatan definitif, prinsip
pengobatan ada empat R (4R):
1. Recognition
Prinsip pertama adalah mengetahui dan menilai keadaan fraktur dengan
anamnesis, pemeriksaan klinis dan radiologis. Pada awal pengobatan perlu
diperhatikan lokalisasi fraktur, bentuk fraktur, penentuan teknik yang sesuai dengan
pengobatan dan komplikasi yang mungkin terjadi
2. Reduction
Reduksi adalah restorasi fragmen fraktur dilakukan untuk mendapatkan posisi
yang dapat diterima. Pada fraktur intra-artikuler diperlukan reduksi anatomis dan
sedapat mungkin mengembalikan fungsi normal dan mencegah komplikasi seperti
kekakuan, deformitas serta perubahan osteoartritis dikemudian hari. Posisi yang
baik adalah alignment yang sempurna dan aposisi yang sempurna. Fraktur seperti
fraktur klavikula, iga dan fraktur impaksi dari humerus tidak memerlukan reduksi.
Angulasi <50 pada tulang panjang anggota gerak bawah dan lengan atas dan agulasi
sampai 100 pada humerus dapat diterima. Terdapat kontak sekurang-kurangnya
50% dan over-riding tidak melebihi 0,5 inchi pada fraktur femur. Adanya rotasi
tidak dapat diterima dimanapun lokalisasi fraktur.1 Reduksi dapat dilakukan berupa
reduksi tertutup atau reduksi terbuka. Reduksi tertutup merupakan penanganan
dengan metode non operatif disebut juga dengan reposisi. Prinsip reposisi adalah
berlawanan dengan arah fraktur. Umumnya reduksi tertutup digunakan untuk
semua fraktur dengan pergeseran fragmen minimal. Reduksi tertutup berupa
manual traction, skin traction, atau sceletal traction. Traksi adalah pemasangan
gaya tarikan kepada bagian tubuh. Tujuan traksi adalah untuk menangani fraktur,
dislokasi atau spasme otot dalam usaha untuk memperbaiki deformitas dan
mempercepat penyembuhan. Traksi manual adalah traksi yang dilakukan secara
manual menggunakan tangan dengan menarik tulang agar kesegarisan tulang
kembali seperti semula. Traksi manual dilakukan pada fraktur yang stabil atau
dislokasi yang disebabkan splinting. Indikasi dilakukan traksi kulit adalah fraktur
pada anak dan fraktur dewasa atau dislokasi yang membutuhkan jumlah tekanan
yang relatif lebih pendek. Maka dari itu, traksi kulit lebih efektif dengan traksi
kulit. pada orang dewasa, traksi tulang lebih sering digunakan dikarenakan
kemungkinan untuk iritasi berat pada kulit. Sehingga pada orang dewasa, traksi
kulit tidak boleh dilakukan pada fraktur yang membutuhkan 2,7 hingga 3,2 kg
tarikan. Traksi kulit juga tidak dapat diindikasikan pada fraktur yang membutuhkan
traksi >3-4 minggu. Traksi langsung pada tulang dengan menggunakan pins, wires,
screw untuk menciptakan kekutan tarikan besar (9-14 kilogram) serta waktu yang
lebih dari empat minggu, serta memiliki tujuan tarikan ke arah longitudinal serta
mengontrol rotasi dari fragmen tulang. Sedangkan reduksi terbuka dilakukan
dengan operasi.
3. Retention
Setelah dilakukan reposisi dilakukan imobilisasi. Retensi (imobilisasi) dapat berupa
pemasangan bidai, fiksasi internal dan fiksasi eksternal. Salah satu contoh eksternal
fiksasi adalah pemasangan gips (Plaster of Paris). Selain gips, Fiksasi luar (OREF)
dilakukan untuk fiksasi fragmen patahan tulang, dimana digunakan pin baja yang
ditusukkan pada fragmen tulang, kemudian pin baja disatukan secara kokoh dengan
batangan logam di kulit luar. Beberapa indikasi pemasangan fiksasi luar antara lain
fraktur dengan rusaknya jaringan lunak yang berat (termasuk fraktur terbuka),
dimana pemasangan internal fiksasi terlalu berisiko untuk terjadi infeksi, atau
diperlukannya akses berulang terhadap luka fraktur di sekitar sendi yang cocok
untuk internal fiksasi namun jaringan lunak terlalu bengkak untuk operasi yang
aman,fraktur grade II dan III, pasien dengan cedera multiple yang berat, fraktur
tulang panggul dengan perdarahan hebat, atau yang terkait dengan cedera kepala,
fraktur dengan infeksi. Sedangkan pada fiksasi internal bisa berupa pen di dalam
sumsum tulang panjang, bisa juga plat dengan skrup di permukaan tulang.
Keuntungan reposisi secara operatif adalah dapat dicapai reposisi sempurna, dan
bila dipasang fiksasi interna yang kokoh, sesudah operasi tidak diperlukan
pemasangan gips lagi dan segera bisa dilakukan imobilisasi. Indikasi pemasangan
fiksasi interna adalah fraktur tidak bisa di reduksi kecuali dengan operasi, fraktur
intra artikuler, fraktur yang tidak stabil dan cenderung terjadi displacement kembali
setelah reduksi fraktur dengan penyatuan yang buruk dan perlahan (fraktur femoral
neck), fraktur patologis, fraktur multiple dimana dengan reduksi dini bisa
meminimkan komplikasi, fraktur pada pasien dengan perawatan yang sulit. Bentuk-
bentuk internal fiksasi antara lain plate and screw, intramedullary nail, oblique
transfixion screws, circumferential wire.
4. Rehabilitation
Mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal mungkin.
Metode Pengobatan
Fraktur Tertutup
Metode pengobatan fraktur tertutup dibagi dalam :
1. Konservatif, terdiri atas:
 Proteksi tanpa reduksi dan imobilisasi
Pada fraktur dengan dislokasi fragmen patahan yang minimal atau tidak akan
menyebabkan cacat di kemudian hari, cukup dilakukan dengan proteksi saja,
misalnya dengan menggunakan mitela atau sling. Contoh kasus yang ditangani
dengan cara ini adalah fraktur iga, fraktur klavikula pada anak, dan fraktur
vertebra dengan kompresi minimal.
- Imobilisasi dengan bidai eksterna (tanpa reduksi)
-
Imobilisasi luar tanpa reposisi tetapi tetap diperlukan imobilisasi agar tidak
terjadi dislokasi fragmen. Contoh cara ini adalah pengelolaan patah tulang
tungkai bawah tanpa dislokasi yang penting.1
- Reduksi tertutup dengan manipulasi dan imobilisasi eksterna dengan gips
Reposisi dengan cara manipulasi yang diikuti dengan imobilisasi. Ini dilakukan
pada patah tulang dengan dislokasi fragmen yang berarti seperti pada patah
tualng radius.
- Reduksi tertutup dengan traksi berlanjut diikuti dengan imobilisasi
- Reduksi tertutup dengan traksi kontinu dan counter traksi
2. Reduksi tertutup dengan fiksasi eksterna atau fiksasi perkutaneus dengan K-wire
3. Reduksi terbuka dan fiksasi eksterna atau fiksasi interna
4. Eksisi fragmen tulang dan penggantian dengan protesis
Fraktur Terbuka
Fraktur terbuka merupakan fraktur dimana terjadi hubungan dengan lingkungan luar
elalui kulit sehingga terjadi kontaminasi bakteri sehingga timbul komplikasi berupa
infeksi. Luka pada kulit dapat berupa tusukan tulang yang tajam keluar menembus kulit
(from within) atau dari luar oleh jarena tertembus misalnya oleh peluru atau trauma
langsung (from without).
Beberapa prinsip dasar penanggulangan fraktur terbuka:
1. Obati fraktur terbuka sebagai suatu kegawatan
2. Adakan evaluasi awaldan diagnosis akan adanya kelainan yang dapat menyebabkan
kematian
3. Segera lakukan debridemen dan irigasi yang baik
4. Ulangi debridemen 24-72 jam berikutnya
5. Stabilisasi fraktur
6. Biarkan luka terbuka antara 5-7 hari
7. Lakukan bone graft autogenous secepatnya
8. Rehabilitasi anggota gerak yang terkena
Tahap-tahap pengobatan fraktur terbuka adalah:
1. Pembersihan luka dengan menggunakan cairan fisiologis NaCl secara mekanis
untuk mengeluarkan benda asing yang melekat
2. Eksisi jaringan mati dan debridemen
3. Pengobatan fraktur itu sendiri
Fraktur dengan luka hebat memerlukan traksi skeletal atau reduksi terbuka dengan
fiksasi eksterna tulang. Fraktur grade II dan III sebaiknya difiksasi dengan fiksasi
eksterna.
4. Penutupan kulit
Apabila fraktur terbukaa diobati dalam waktu periode emas (6-7 jam mulai dari
terjadinya kecelakaan), maka sebaiknya kulit ditutup. Hal ini tidak dilakukan
apabila penutupan membuat kulit sangat tegang. Dapat dilakukan split thickness
skin-graft serta lemasangan drainase isap untuk mencegah akumulasi cairan serum
dan darah pada luka yang dalam. Luka dapat dibiarkan terbuka setelah beberapa
hari tapi tidak lebih dari 10 hari. Kulit dapat ditutup kembali disebut delayed
primary closure.yang perlu mendapat perhatian adalah penutupan kulit tidak
dipaksakann sehingga kulit menjadi tegang.1
5. Pemberian antibiotik
Pemberian antibiotik bertukuan untuk mencegah infeksi. Antibiotik diberikan
dalam disus yang adekuat sebelum, pada saat dan sesudah tindakan operasi.1
6. Pencegahan tetanus
Semua penderita dengan fraktur terbuka perlu diberikan pencegahan tetanus. Pada
penderita yang telah mendapat imunisasi aktif cukup dengan pemberian toksoid tapi
bagi yang belum akan diberikan 250 unit tetanus immunoglobulin (manusia).

3.2.8 Komplikasi Fraktur


Ada beberapa komplikasi dari fraktur, yaitu:
1. Komplikasi segera
Komplikasi lokal:
a. Komplikasi pada kulit: aberasi, laserasi, luka tusuk, luka tembus peluru,
avulsi,kehilangan kulit, penetrasi kulit oleh fragmen fraktur
b. Komplikasi vaskuler:
- Trauma arteri besar: terputus, kontusi, dan spasme arteri
- Trauma pada vena besar: terputus dan kontusi
- Perdarahan lokal
c. Komplikasi neurologis: otak, sumsum tulang belakang dan saraf perifer
d. Komplikasi pada otot biasanya tidak bersifat total
e. Komplikasi pada organ
Komplikasi di luar fraktur pada organ lain: Trauma multiple dan syok hemoragik
2. Komplikasi awal
Komplikasi lokal:
a. Komplikasi sisa dari komplikasi yang segera terjadi berupa nekrosis kulit,
gangren, iskemik Volkmann, gas gangren, trombosis vena serta komplikasi
pada alat-alat lain.
b. Komplikasi pada sendi: infeksi oleh karena trauma terbuka
c. Komplikasi pada tulang: osteomielitis pada daerah fraktur terbuka dan
nekrosis avaskuler tualgn biasanya mengenai satu fragmen
Komplikasi di luar pada organ lain: emboli lemak, emboli paru, pneumonia,
tetanus, dan delirium tremens
3. Komplikasi lanjut
Komplikasi lokal:
a. Komplikasi pada sendi: kekakuan sendi yang menetap dsan penyakit
degeneratif sendi pasca trauma
b. Komplikasi pada tulang
- Penyembuhan fraktur yang abnormal:
Malunion : Kelainan penyatuan tulang karena penyerasian yang buruk
menimbulkan deformitas, angulasi atau pergeseran.
Delayed union : Keadaan ini umum terjadi dan disebabkan oleh banyak
faktor, pada umumnya banyak diantaranya mempunyai gambaran hiperemia
dan dekalsifikasi yang terus menerus. Faktor yang menyebabkan penyatuan
tulang tertunda antara lain karena infeksi, terdapat benda asing, fragmen
tulang mati, imobilisasi
yang tidak adekuat, distraksi, avaskularitas, fraktur patologik, gangguan gizi
dan metabolik.
Nonunion : Penyatuan tulang tidak terjadi, cacat diisi oleh jaringan fibrosa.
Kadang – kadang dapat terbentuk sendi palsu pada tempat ini. Faktor –
faktor yang dapat menyebabkan non union adalah tidak adanya imobilisasi,
interposisi jaringan lunak, pemisahan lebar dari fragmen contohnya patella
dan fraktur yang bersifat patologis.
- Gangguan pertumbuhan oleh karena adasnya trauma pada lempeng epifisis
- Infeksi yang menetap (osteomielitis kronik)
- Osteoporosis pasca trauma
- Atrofi Sudeck
- Refraktur
c. Komplikasi pada otot: miositis osifikans pasca trauma dan ruptur tendo lanjut
d. Komplikasi saraf: Tardy nerve palsy
BAB IV

ANALISA KASUS

Pasien datang dengan keluhan nyeri pada kanan. Setelah dilakukan anamnesis lebih
lengkap, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang maka pasien ini di diagnosis
fraktur terbuka os tibia fibula dextra 1/3 medial oblique displaced + vulnus scisum
cruris dextra

Diagnosa itu sendiri bisa ditegakkan berdasarkan hasil temuan klinis yang didapat pada
anamnesis pasien, lalu temuan yang ditemukan pada pemeriksaan fisik serta hasil lain
yang mendukung dari pemeriksaan penunjang.

Anamnesis

Berdasarkan anamnesis gejala yang didapatkan pada pasien ini adalah luka pada kaki
sebelah kanan dengan riwayat trauma akibat kecelakaan pada saat bekerja dan sulit
digerakkan. Berdasarkan pembahasan pendekatan diagnosis anamnesis sebelumnya,
adanya gejala nyeri, pembengkakan, perdarahan, gangguan fungsi anggota gerak, dan
deformitas.

Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik status lokalis di regio cruris dextra didapatkan untuk look
tampak luka robek berukuran 7 cm x 2 cm pada anteromedial cruris dextra, deformitas
pada feel didapatkan nyeri tekan dan move didapatkan pergerakan aktif dan pasif
terbatas oleh karena nyeri. Hal ini menunjukkan bahwa pada pemeriksaan fisik
menunjukkan gejala fraktur.

Pemeriksaan Penunjang

Pada pemeriksaan radiologi didapatkan gambaran fraktur oblique 1/3 medial os tibia
fibula dextra

Diagnosa

Diagnosa pada pasien ini adalah fraktur terbuka os tibia fibula dextra 1/3 medial oblique
displaced + vulnus scisum cruris dektra
Tatalaksana

Selama di rumah sakit terapi yang diberikan kepada pasien berupa terapi farmakologis
dan dilakukan pembidaian. Terapi farmakologis pada pasien ini meliputi pemberian
obat analgetik dan antibiotik yang dilanjutkan dengan perencanaan pemasangan ORIF.
BAB V

KESIMPULAN

Fraktur tidak dapat diprediksi kapan terjadinya dan dimana letaknya. Gejala klinis yang
terjadi pada fraktur adalah pembengkakan, deformitas, kekakuan gerak yang abnormal,
krepitasi, kehilangan fungsi dan rasa sakit. Terdapat dua penyebab utama yang
menyebabkan fraktur yaitu trauma seperti trauma langsung atau tidak langsung dan
peristiwa patologis seperti stress fraktur atau kelemahan tulang. Fraktur dapat
disebabkan oleh peristiwa trauma, fraktur kelelahan atau tekanan, dan fraktur patologik.
Secara garis besar fraktur dapat dibagi menjadi fraktur komplit dan fraktur inkomplit.
Mobilisasi yang tepat berperan penting dalam percepatan penyembuhan dan pemulihan
area yang pernah mengalami fraktur. Dengan dilakukannya penanganan segera dan
tepat maka fraktur dapat diatasi dan tidak menimbulkan komplikasi. Namun, apabila
fraktur tidak ditangani dengan segera atau penanganan yang salah akan dapat
menimbulkan beberapa komplikasi seperti, Osteomielitis, Nekrosis avaskular,
malunion, delayed union, dan non-union.
DAFTAR PUSTAKA
1. De Jong, Wim. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi III. Jakarta: EGC. 2013.
2. Goh Lesley A., Peh Wilfred C. G., Fraktur-klasifikasi,penyatuan, dan
komplikasi dalam : Corr Peter. Mengenali Pola Foto-Foto Diagnostik. Penerbit
Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 2011. Hal 112-121.
3. Puts R and Pabst R.. Ekstremitas Atas dalam: Atlas Anatomi Manusia Sobotta.
Edisi 23. Penerbit Buku Kedokteran EGC Jilid 1. Jakarta. 2013. Hal 158, 166,
167, dan 169.
4. Sylvia,Price. dkk. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Buku 2.
Jakarta:EGC.
5. Paul and Juhl's. Essentials of Radiologic Imaging 7th ed. Lippincott Williams &
Wilkins Publishers : Mexico. 1998.
6. Iain H. Kalfas, M.D. , F.A.C.S Department of Neurosurgery, Section of Spinal
Surgery, Cleveland Clinical Foundation. Principle of Bone Healing Article 1
Vol. 10. Neurosurg Focus. 2001.
7. Skinner, Harry B. Current Diagnosis & Treatment In Orthopedics. USA: The
McGraw-Hill Companies. 2006.
8. Rasjad, Chairuddin. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Makassar: Bintang
Lamumpatue. 2007.
9. Stage of bone healing after fracture. http://bonesfracture.com/stages-of-bone-
healing-after-fracture/ diakses tanggal 5 Juli 2018
10. Reksoprodjo, S, Fraktur dan dislokasi dalam Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah
FKUI, Penerbit Binarupa Aksara, Jakarta, 2014.
11. Byerne T. Zimmer. Traction Handbook. California: University of California.

Anda mungkin juga menyukai