Anda di halaman 1dari 39

BAB I

PENDAHULUAN

Fraktur humerus sering terjadi pada populasi umum. Insidensi fraktur humerus tercatat
sekitar 7-8% dari seluruh kasus fraktur. 1 Fraktur humerus berdasarkan bentuk anatomisnya
dapat dibagi menjadi 3 bagian yaitu proksimal (45%), diafisis atau midshaft (20%), dan distal
(35%) dari seluruh kejadian fraktur humerus.2

Cedera pada nervus radialis merupakan salah satu komplikasi dari fraktur humerus
namun dapat terjadi disetiap titik sepanjang rute anatomisnya. Cedera ini paling sering terjadi
pada fraktur 1/3 midshaft dari humerus dimana angka kejadianya mencapai 18% dari total
kasus fraktur 1/3 midshaft humerus walaupun paling dikenal karena hubunganya dengan
fraktur bagian distal yang disebut dengan Holstein-Lewis Fraktur yang dapat menjerat atau
melukai saraf saat melewati septum intramuskular dengan manifestasi klinis yang dikenal
dengan wrist drop.2

Laporan kasus ini akan membahas mengenai fraktur 1/3 midshaft humerus beserta
komplikasinya yaitu cedera nervus radialis sebagai syarat untuk memenuhi tugas di Stase
bedah RSKH Pontianak.
BAB II
PENYAJIAN KASUS

2.1 Identitas Pasien


Inisial : Tn. T
Usia : 23 tahun
Tanggal Lahir : 07 Januari 1996
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Suku : Jawa
Pekerjaan : Buruh
Nomor RM : 171796
Masuk RS : 03 Desember 2019
Waktu Pemeriksaan : 04 Desember 06.00 WIB s/d Selesai

2.2 Anamnesis
Keluhan utama: Tidak dapat mengangkat pergelangan tangan kanan
A. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke bangsal Sambiloto dengan keluhan tidak dapat
mengangkat pergelangan tanganya karena terasa lemah pada tangan kanan yang
sulit untuk digerakan sejak ± 3 bulan SMRS. Saat ini pasien merasa baik lengan
atas maupun bawahnya terasa berat dan lemah bahkan sulit untuk menggerakan
jari-jari beserta pergelangan tangan kanannya yang tidak dapat diangkat, nyeri
terkadang dirasakan dengan sensasi seperti tertusuk yang muncul tiba-tiba saat
pasien menggerakan lengan atasnya. Pasien juga mengeluhkan kesemutan dan
kekakuan pada bagian siku hingga pergelangan tanganya. Ujung jari tangan
kanan pasien masih dapat merasakan sensasi saat disentuh maupun ditusuk dan
sedikit digerakan namun dinyatakan pergerakan hanya sedikit dan terbatas hanya
untuk gerakan menggenggam saja dan dirasa tidak mampu untuk melakukan
gerakan berlawanan dari itu seperti meluruskan maupun mengangkat telapak
tanganya.
Pasien sehari SMRS sempat berobat ke Poli orthopedi RSKH untuk
berkonsultasi mengenai kondisinya dan langsung direncanakan untuk dilakukan
oprasi pemasangan plat oleh dokter spesialis orthopedi setelah mengevaluasi
kondisi pasien.

B. Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien mengaku pernah mengalami kecelakaan kerja saat pasien berada di
Malaysia dan sedang bekerja sebagai buruh dipabrik kayu sekitar 3 bulan SMRS,
pasien menyatakan kalau sewaktu dia sedang membersihkan mesin penggiling
kayu yang sedang beroperasi pasien tertimpa oleh alat penggiling sehingga pasien
terjepit dan tangan kanan bagian tengah lengan atasnya tersangkut di mesin
penggiling kayu yang sedang menyala sehingga mengalami perlukaan yang
dalam. Saat tersangkut pasien merasa nyeri yang hebat disertai dengan sensasi
ngilu pada lengan atasnya. Pasien segera ditolong oleh rekan kerjanya dan segera
dibawa ke rumah sakit setempat oleh pihak perusahaan tempat pasien bekerja
setelah dibebat dengan kain pada bagian lukanya untuk mendapatkan penanganan
lanjutan. Sesampainya di RS pasien dinyatakan mengalami patah tulang terbuka
dimana sebagian tulangnya telah hancur dan keluar sehingga diperlukan tindakan
operatif dengan pemasangan plat logam untuk menyatukan tulangnya kembali
dan memerlukan biaya yang cukup besar. Dikarenakan keterbatasan biaya pihak
perusahaan pasien hanya mampu untuk memfasilitasi penanganan awal berupa
tindakan operasi pembersihan dan penutupan otot dan jaringan sekitar tanpa
intervensi terhadap tulang yang telah rusak sehingga pasien perlu untuk
melakukan permohonan pengadaan alat oprasi ke Indonesia yang disponsori oleh
pihak ketenaga kerjaan Malaysia dan RS serta telah direncakan untuk menjalani
oprasi kedua oleh pihak RS di Malaysia apabila alatnya sudah didatangkan karena
pasien pun tidak mampu untuk membayar secara pribadi. Selama 2 bulan pasien
menunggu sembari melakukan perawatan luka dirumah yang dibantu oleh
sepupunya di Malaysia, namun dikarenakan tidak adanya tanggapan dari pihak
ketenaga kerjaan di Indonesia pasien memutuskan untuk pulang ke Indonesia dan
melakukan pengobatan lanjutan dengan menggunakan asuransi kesehatan BPJS
miliknya di Indonesia karena dirasa tidak ada perbaikan dari kondisi tangan
pasien selain dari penurunan sensasi nyeri, malah dirasa memberat karena
semakin sulit untuk digerakan.

C. Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada anggota keluarga inti pasien yang pernah mengalami patah tulang
ataupun keluhan serupa sebelumnya.
D. Riwayat Pengobatan
Pasien jarang sakit dan mengaku jarang mengkonsumsi obat-obatan
sebelumnya. Adapun obat setelah operasi di Malaysia pasien tidak mengetahui
namanya, hanya menyebut jenisnya berupa obat penghilang nyeri dan antibiotik
yang sudah lama habis dan tidak diteruskan oleh pasien.

E. Riwayat Sosial Ekonomi


Pasien merupakan seorang buruh yang bekerja sebagai buruh kasar pabrik
kayu di Malaysia. Pasien mengaku penghasilanya sekitar 2-3 juta dan dianggap
cukup untuk hidup sendirian dan masih bisa menyisihkan beberapa uangnya
untuk ditabung. Pasien belum menikah dan berobat dengan menggunakan
asuransi kesehatan BPJS.

2.3 Pemeriksaan Fisik


a. Pemeriksaan Tanda Vital
Keadaan Umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis (E4V5M6)
Tekanan Darah : 110/80 mmHg
Frekuensi Pernapasan : 18x/menit
Frekuensi Nadi : 80 x/menit
Suhu : 36,8oC
SPO2 : 99%
Skala Nyeri : 2-3 VAS Score

b. Status Generalis
Kepala Normocephal, hematom (-), krepitasi (-)
Mata Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-),
pupil isokor (3mm/3mm), RCL/TL (+/+)

Telinga, Sekret (-/-), swelling (-/-), timpani (intak/intak)

Hidung Simetris, Krepitasi (-/-), Deviasi septum (-/-)


Mulut Bibir sianosis (-), mukosa bibir lembab, gigi-
geligi batas normal, karies dentis (-), lidah
tidak kotor, arkus faring tidak hiperemis, tonsil
tidak membesar, tanda perdarahan (-)
Leher Alignment vertebra simetris, krepitasi (-),
perbesaran KGB (-)
Dinding Dada Pergerakan aktif/pasif Simetris, krepitasi (-/-)
Jantung

Inspeksi Iktus cordis tidak terlihat

Palpasi Iktus cordis teraba di SIC IV LMCS

Perkusi Batas jantung normal

Auskultasi S1 reguler, S2 split tak konstan, murmur (-),


gallop (-)

Paru

Inspeksi Pengembangan dada simetris, jejas (-/-),


retraksi (-/-)

Palpasi Nyeri tekan (-/-), fremitus taktil kanan=kiri,


krepitasi (-/-)

Perkusi Sonor di kedua lapang paru

Auskultasi SND vesikuler, Rhonki (-/-), wheezing (-/-)

Dinding Perut

Inspeksi Datar, tidak ada benjolan, tidak ada hematom,


tidak ada jejas

Auskultasi Bising usus 7x/menit

Perkusi Timpani (+) di seluruh lapang abdomen


Palpasi Soefl, nyeri tekan (-), hepar/lien tidak teraba

Punggung dan Alignment Vertebrae simetris, nyeri


Pinggang ketok/tekan (-), Krepitasi vertebra (-), pelvis
simetris, krepitasi pelvis (-)

Ekstremitas 1 5
2 5
3 5
4 5

5 5
5 5
5 5
5 5

Motorik

Sensorik : Akral Hangat, Sensasi raba (+),


tekan (+), sensasi kesemutan a/r antebrachii
posterior CRT <2”

Kulit Warna Sawo matang, Scar (-), Udem (-),


Hematom (-), Jejas (+) a/r 1/3 medial brachii
dextra, Hipopigmentasi a/r brachii dextra

c. Status Lokalis
At Regio Brachii Dextra
Look : Deformitas Shortening (+), panjang lengan kanan : kiri = 32:34,5 cm
luka terbuka (+) berukuran 3x4 cm dan 2x3 cm,sekitar luka kemerahan
(+), bengkak (+) serpihan jaringan tulang yang keluar (+)
Feel : Nyeri tekan (+) terlokalisir pada 1/3 medial brachii dextra, NVD (+)
baik, sensorik (+), teraba hangat, krepitasi (+), cekungan pada bagian
tepi luka (+)
Move : ROM aktif dan pasif terasa lemah
ROM aktif flexi: 10-15º, aktif ekstensi: 0º
ROM pasif flexi: 45-60º, pasif ekstensi: 45-60º

Dokumentasi pemeriksaan dan tampakan kondisi klinis pasien :


2.4 Pemeriksaan Penunjang
A. Pemeriksaan Hematologi (03/12/19)
WBC : 8.1
RBC : 5.52
HB : 14.6
HCT : 43.4
PLT : 256
BT : 2.30”
CT : 4.30”
SGOT : 24
SGPT : 31
Ureum : 16
Creatinin : 0.77
Anti-HBSAg : Non-Reaktif

B. Pemeriksaan Radiologis (rontgen)


Dari pemeriksaan radiologis didapatkan gambaran 1/3 midshaft humerus
dextra dengan kesan fraktur komplit os humerus tipe segmental yang displaced
dimana bagian proximalnya tertarik kearah lateral dan bagian distalnya kearah
medial. Didapatkan gambaran ankilosis pada bagian elbow dextra.

2.5 Resume
Pasien seorang pria dengan usia 23 tahun datang ke bangsal sambiloto dengan
keluhan utama Wrist drop disertai dengan paresis pada ekstremitas dextra superior
dari brachium hingga keujung digitalis yang dirasakan sejak 3 bulan SMRS. Keluhan
timbul saat pasien mengalami kecelakaan kerja di Malaysia dimana lengan atas
tangan kanan pasien tersangkut dan tergiling oleh mesin yang sedang beroperasi saat
sedang bekerja di pabrik kayu. Saat kejadian pasien langsung meminta pertolongan
dikarenakan sensasi nyeri kuat yang disertai dengan ngilu yang dirasakan oleh pasien.
Pasien sempat menjalani oprasi di malaysia namun dikarenakan keterbatasan biaya
oprasi yang dijalani oleh pasien hanya penyatuan jaringan sekitar luka dengan
debridemen daerah sekitar fraktur saja tanpa disertai pemasangan plat untuk
penyatuan tulang.
Dari pemeriksaan terhadap pasien, terlihat adanya debrimen dari tulang
disertai dengan perlukaan yang sedang mengalami proses pemulihan pada 1/3 medial
regio brachii dextra, pada pemeriksaan fisik didapatkan paresis pada extremitas dextra
disetai dengan gambaran wrist drop. Pada pemeriksaan terlokalisir didapatkan :
Look : Deformitas Shortening ±3 cm dibandingkan dengan regio brachii
sinistra (brachii dextra 32 cm, brachii sinistra 34 cm), open wound (+)
berukuran 3x4 cm dan 2x3 cm, serpihan jaringan tulang yang keluar
(+)
Feel : Nyeri tekan (+) terlokalisir pada 1/3 medial brachii dextra, NVD (+)
baik (sensorik (+), teraba hangat) pada digitorum dextra, krepitasi (+)
pada 1/3 medial brachii dextra, cekungan pada bagian tepi luka (+)
Move : ROM aktif dan pasif terasa lemah
ROM aktif flexi: 0º, aktif ekstensi: 0º
ROM pasif flexi: 0º, pasif ekstensi: 0º
Dari pemeriksaan radiologis didapatkan gambaran 1/3 midshaft humerus
dextra dengan kesan fraktur komplit os humerus tipe segmental yang displaced
dimana bagian proximalnya tertarik kearah lateral dan bagian distalnya kearah medial.

2.6 Diagnosis
- Negleted Non-union Open Fracture Humerus dextra 1/3 midshaft segmental
displaced
- Palsi Nervus Radialis.
- Ankilosis palsu sendi siku kanan.

2.7 Tatalaksana
1) Non-Medikamentosa :
a. Tirah baring
b. Imobilisasi total right arm
c. Fixasi menggunakan elastic band dan arm-sling
d. Edukasi mengenai kondisi pasien
e. Edukasi mengenai tindakan dan persiapan pre-operatif dan operatif
f. Puasa 6 jam sebelum operasi
g. Edukasi prognosis
h. Edukasi menggerakan jari-jari tangan kanan secara aktif dan pasif
i. Edukasi untuk kontrol ulang dan minum obat teratur dirumah
j. Edukasi untuk melakukan rehabilitasi pasca perbaikan fraktur

2) Medikamentosa :
a. Pre-Operatif
i. IVFD RL 20 gtt makro/mnt
ii. Ij. Cefotaxim 1gr/24 jam (profilaxis Pre-operatif)
b. Post-Operatif
i. IVFD RL 20 gtt makro/mnt
ii. Ij. Tramadol amp 100mg/8 jam
iii. Ij. Ketorolac amp 30 mg/8 jam
iv. Ij. Ondansetron amp 4 mg/8 jam
v. Ij. Cefotaxime Vial 1 gr/12 jam
vi. Ij. Gentamicin amp 80 mg/12 jam
vii. Ranitidin amp 50 mg/12 jam
3) Operatif :
Dilakukan prosedural Open Reduction Internal Fixation with Plate and
Screw + Repairing Radial nerve Dextra atas indikasi Negleted Non-union
Open Fracture Humerus dextra 1/3 midshaft segmental displaced disertai
dengan Palsi Nervus Radialis pada tanggal 04 Desember 2019
1. Pasien dibaringkan dengan posisi supine diatas meja operasi
2. Dilakukan anesthesia secara general
3. Dilakukan prosedural asepsis dan drapping brachii dextra
4. Dilakukan insisi pada lateral brachii dextra
5. Dilakukan debridemen pada jaringan sekitar fraktur
6. Dilakukan fiksasi menggunakan plate dan screw pada os humerus
7. Luka operasi dibersihkan dengan NaCl 0,9%
8. Dilakukan eksplorasi terhadap nervus radialis
9. Dilakukan penyambungan nervus radialis
10. Luka operasi dibersihkan dengan NaCl 0,9%
11. Kontrol perdarahan
12. Luka operasi dijahit lapis demi lapis
13. Luka ditutup menggunakan kassa steril
14. Lengan kanan regio-brachii-antebrachii dibalut dengan softband
15. Dipasang gips
16. Dipasang elastis band
17. Operasi selesai

2.8 Prognosis
1) Qua ad vitam : Bonam
2) Qua ad fungsionam : Dubia ad Malam
3) Qua ad sanactionam : Bonam

2.9 Follow Up Perkembangan Pasien Selama di RS

Tanggal Subjective Objective Assesmet Planning


05/12/19 Nyeri post OP KU: tampak lemah  Post  IVFD RL 20 gtt
sedikit, TD: 120/80 mmHg ORIF + makro/mnt
pergelangan HR: 78x/menit Repair  Ij. Tramadol amp 100
tangan kanan RR: 15 x/menit
sulit digerakan, T: 36,7 °C Nervus mg/8 jam
jari tangan Wrist Drop (+) Radialis  Ij. Ketorolac amp 30
kanan lemah.
(H+1) mg/8 jam
 Palsy  Ij. Ondansetron amp 4
nervus mg/8 jam
radialis  Ij. Cefotaxime Vial 1
dextra gr/12 jam
 Ankilosis  Ij. Gentamicin amp 80
palsu mg/12 jam
sendi  Ranitidin amp 50
siku mg/12 jam
kanan  Edukasi menggerakan
jari-jari tangan kanan
secara aktif dan pasif
06/12/19 Nyeri post OP KU: tampak lemah  Post  IVFD RL 20 gtt
sedikit, TD: 110/70 mmHg ORIF + makro/mnt
pergelangan HR: 70x/menit
tangan kanan RR: 16 x/menit Repair  Ij. Tramadol amp 100
sulit digerakan, T: 37,0 °C Nervus mg/8 jam
jari tangan Wrist Drop (+)
Radialis  Ij. Ketorolac amp 30
kanan lemah.
(H+2) mg/8 jam
 Palsy  Ij. Ondansetron amp 4
nervus mg/8 jam
radialis  Ij. Cefotaxime Vial 1
dextra gr/12 jam
 Ankilosis  Ij. Gentamicin amp 80
palsu mg/12 jam
sendi  Ranitidin amp 50
siku mg/12 jam
kanan  Edukasi menggerakan
jari-jari tangan kanan
secara aktif dan pasif
07/12/19 Nyeri post OP KU: tampak lemah  Post  GV
sedikit, TD: 110/70 mmHg ORIF +  BLPL
pergelangan HR: 72x/menit
tangan kanan RR: 18 x/menit Repair  Edukasi Minum obat
sulit digerakan, T: 36,9 °C Nervus teratur dan kontrol
jari tangan Wrist Drop (+)
Radialis ulang
kanan lemah. Bekas luka operasi
tampak baik (H+3)
 Palsy
nervus
radialis
dextra
 Ankilosis
palsu
sendi
siku
kanan

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Humerus
Humerus atau arm bone merupakan tulang terpanjang dan terbesar dari
ekstremitas superior yang bersendi pada bagian proksimal dengan skapula dan pada
bagian distal bersendi pada siku lengan dengan dua tulang, ulna dan radius. 3
Berdasarkan kepentingan klinisnya humerus dibagi menjadi 3 bagian, yaitu :

1. Proksimal Humeri
Pada proksimal humeri, terdapat caput humeri yang setengah bulat dan dilapisi
oleh tulang rawan. Caput humeri merupakan bagian humerus yang berartikulasi
dengan kavitas glenoidalis yang merupakan bagian scapula.3 Arah caput humeri
serong mediosuperior dan sedikit posterior. Caput humeri dipisahkan dengan struktur
di bawahnya oleh collum anatomicum. 2,4 Didapatkan dua tonjolan tulang yang disebut
tuberculum majus dan tuberculum minor. Tuberculum majus mengarah ke lateral dan
melanjutkan diri ke distal sebagai crista tuberculi majoris. Tuberculum minor
mengarah ke anterior dan melanjutkan diri sebagai crista tuberculi minoris. Di antara
kedua tuberculum serta crista tuberculi dibentuk sulcus intertubercularis yang dilapisi
tulang rawan dan dilalui tendon caput longum m. bicipitis.4

Gambar 1. Humerus bagian proximal.5

2. Shaft humeri
Shaft humeri memiliki penampang melintang berbentuk segitiga.
Permukaan shaft humeri dapat dibagi menjadi facies anterior medialis, facies
anterior lateralis dan facies posterior. Pertemuan facies anterior medialis dengan
facies posterior membentuk margo medialis. 2,3 Margo medialis ke arah distal makin
menonjol dan tajam sebagai crista supracondilaris medialis. 3 Pertemuan facies
anterior lateralis dengan facies posterior membentuk margo lateralis. 3 Margo
lateralis ini juga ke arah distal makin menonjol dan tajam sebagai crista
supracondilaris lateralis. Dipertengahan sedikit proksimal facies anterior lateralis
didapatkan tuberositas deltoidea. Di posterior dari tuberositas deltoidea dan di facies
posterior humeri didapatkan sulcus nervi radialis (sulcus spiralis) yang berjalan
superomedial ke inferolateral. Foramen nutricium didapatkan dekat margo
medialis dan merupakan lubang masuk ke canalis nutricium yang mengarah ke
distal.4
Gambar 2. Humerus bagian Medial.5

3. Distal humeri
Distal humeri lebih tipis dan lebar dibandingkan dengan shaft humeri. 2
Margo medialis yang melanjutkan diri sebagai crista supracondilaris medialis
berakhir sebagai epicondilus medialis.3 Demikian pula margo lateralis yang
melanjutkan diri sebagai crista supracondilaris lateralis berakhir sebagai
epicondilus lateralis. Epicondilus medialis lebih menonjol dibandingkan
epicondilus lateralis serta di permukaan posterior epicondilus medialis didapatkan
sulcus nervi ulnaris.4 Diantara kedua epicondilus didapatkan struktur yang dilapisi
tulang rawan untuk artikulasi dengan tulang-tulang antebrachii. Struktur ini
mempunyai sumbu yang sedikit serong terhadap sumbu panjang shaft humeri.
Struktur ini disebut
trochlea humeri di medial dan capitulum humeri di lateral. Trochlea humeri
dilapisi oleh tulang rawan yang melingkar dari permukaan anterior sampai
permukaan posterior dan berartikulasi dengan ulna. Di proksimal trochlea baik di
permukaan anterior maupun di permukaan posterior didapatkan lekukan sehingga
tulang menjadi sangat tipis. Dipermukaan anterior disebut fossa coronoidea dan di
permukaan posterior disebut fossa olecrani. Capitulum humeri lebih kecil
dibandingkan trochlea humeri, dilapisi tulang rawan setengah bulatan dan tidak
mencapai permukaan posterior. Capitulum humeri berartikulasi dengan radius. Di
permukaan anterior capitulum humeri didapatkan fossa radialis.4
Gambar 3. Humerus bagian Distal.5

3.2 Muskuloskletal
Otot-otot yang berhubungan dengan pergerakan dari tulang humerus
meliputi mm. biceps brachii, coracobrachialis, brachialis dan triceps brachii.
Selain itu humerus juga sebagai tempat insersi mm. latissimus dorsi, deltoideus,
pectoralis mayor, teres mayor, teres minor, subscapularis dan tendon insersio mm.
supraspinatus dan infraspinatus.3,4
Gambar 4. humerus dan scapula tampak posterior.4

3.3 Nervus Radialis


Nervus Radialis (C5-C8). Merupakan saraf utama dari fasciculus posterior
yang
mempersarafi otot-otot ekstensor dari regio brachium dan antebrachium. Truncus dari
saraf ini terbentang dari axilla menuju ke sepertiga proksimal dari sulcus biciptalis
medialis dan mengelilingi permukaan dorsal dari os humerus, dimana lokasinya
berdekatan dengan sulcus dari nervus radialis. Pada sepertiga distal regio brachium,
saraf ini berjalan pada bagian fleksor dari regio brachium diantara musculus brachialis
dan brachioradialis. Pada sulcus nervus radialis, saraf ini sangat mudah mengalami
cedera akibat tekanan atau patah tulang karena posisinya sangat dekat dengan tulang.
Saraf ini kemudian menyilang articulus cubiti pada sisi flexor dan bercabang setinggi
caput os radius menjadi dua yaitu rami superficialis dan rami profundus. Rami
superficialis pada regio antebrachium berlanjut pada sisi medial dari musculus
brachioradialis dan berjalan pada sepertiga distal diantara musculus brachioradialis
dan os radius menuju ke sisi ekstensornya untuk mencapai regio manus. Rami
profundusnya menyilang dan menembus musculus supinator dan memberikan
beberapa cabang muskular, dan berlanjut menjadi nervus interosseii posterior. 6 Untuk
regio brachium, nervus radialis memberikan cabangnya yaitu nervus cutaneus
posterior yang melayani kulit pada area ekstensor dari lengan atas, dan nervus
cutaneus lateralis inferior. Pada sepertiga tengah, saraf ini meberikan cabang rami
muscularisnya untuk melayani musculus triceps brachii caput longus, medius, dan
lateral. Cabang untuk musculus triceps caput medialis juga memberikan cabang untuk
musculus anconeus.7
Nervus cutaneus posterior di regio antebrachium melayani kulit pada area
ektensor dari regio antebrachium. Setinggi epicondylus lateralis, rami muscularisnya
terbentang ke musculus brachioradialis dan musculus extensor radialis longus di
pergelangan tangan. Truncus dari nervus ini kemudian bercabang menjadi dua cabang
utama di regio antebrachium. Pada dorsum manus bercabang menjadi rami
superficialis dan nervus digitalis dorsalis. Saraf ini memberikan serat-serat saraf
sensoris pada sisi radial dari dorsum manus, bagian ekstensor dari dari pollux,
phalangis proximal dari digiti II dan III, dan setengah sisi radial dari digiti IV.7
Gambar 5. Nervus radialis dan inervasinya di regio antebrachium.4

Rami profundus memberikan cabang muskular pada musculus extensor carpi


radialis brevis di pergelangan tangan dan musculus supinator saat melewati otot ini.
Setelah itu memberikan cabang muskular untuk otot-otot ekstensor dari manus sampai
musculus extensor digitorum, extensor digiti minimi, extensor carpi ulnaris, abductor
pollicis longus, dan extensor pollicis brevis. Terakhir bercabang menjadi nervus
interosseous posterior yang melayani musculus extensor pollicis longus , dan extensor
indicis.6
Gambar 6. Nervus radialis dan inervasinya di regio antebrachium dan manus.4

3.4 Fraktur Terbuka


Fraktur terbuka mengacu pada gangguan osseous dimana kerusakan pada kulit
dan jaringan lunak yang mendasarinya berkomunikasi langsung dengan fraktur dan
hematomanya. 1/3 dari pasien yang mengalami fraktur terbuka mengalami multipel
injury. Kerusakan jaringan lunak pada fraktur terbuka dapat memiliki 3 konsekuensi
yang penting, antara lain :
18. Kontaminasi pada luka dan fraktur akibat terpapar lingkungan luar.
19. Jaringan lunak yang dalam kondisi hancur, terbuka , dan devaskularisasi akan
meningkatkan kerentanan terhadap infeksi.
20. Penghancuran atau hilangnya pembungkus jaringan lunak dapat
mempengaruhi metode imobilisasi fraktur, membahayakan kontribusi jaringan
disekitarnya terhadap penyembuhan fraktur dan mengakibatkan hilangnya fungsi
dari otot, tendon, saraf, pembuluh darah, ligamen, atau kerusakan kulit.2
Fraktur terbuka merupakan hasil dari rudapaksa (violent force). Energi kinetik
yang diterapkan (0,5MV2) dihamburkan oleh jaringan lunak dan struktur tulang.
Jumlah pergeseran dan pemisahan tulang disarankan sebagai petunjuk derajat cidera
jaringan lunak dan sebanding dengan kekuatan rudapaksa yang diterima.2

Gambar 7. Tipe patah tulang.4

A. Pemeriksaan Fraktur Terbuka


Pemeriksaan awal meliputi ABCDE (airway, breathng, circulation, disability,
dan exposure), apabila teridentifikasi mengancam jiwa segera lakukan inisiasi
resusitasi sebelum melanjutkan evaluasi lanjutan pada kepala, dada, perut, panggul,
dan tulang belakang lalu mengidentifikasi semua cedera pada extremitas. Kaji status
neurovaskular, kerusakan kulit dan jaringan lunak sekitar lokasi cidera. Explorasi
pada luka tidak diindikasikan apabila pasien telah direncanakan untuk menjalani
operasi dengan segera karena dapat mengkontaminasi luka sekaligus meningkatkan
perdarahan. Benda asing yang terlihat jelas dan dan mudah untuk diakses dapat di
singkirkan (dalam kondisi steril) diruang gawat darurat, injeksi sendi dengan saline
steril dapat dilakukan untuk menentukan jalan keluar cairan sendi dari tempat luka
untuk mengevaluasi kemungkinan kerusakan sendi. Lakukan pemeriksaan radiografi
yang diperlukan untuk mengidentifikasi cidera tulang.2
B. Sindrom Kompartemen
Fraktur terbuka tidak menghilangkan kemungkinan timbulnya sindrom
kompartemen terutama dengan trauma tumpul parah atau cidera remuk. Nyeri yang
hebat, penurunan sensasi, nyeri pasif saat meregangkan jari kaki ataupun tangan, dan
penegangan pada extremitas merupakan petunjuk penegakan diagnosis. Kecurigaan
kuat atau pasien yang tidak sadar memerlukan pemantauan tekanan kompartemen.
Tekanan kompartemen 30 mmHg meningkatkan kemungkinan dan dalam 30 mmHg
tekanan darah diastolik (AP) mengindikasikan kompartemen sindrom, fasciotomi
segera harus dilakukan. Denyut nadi distal dapat masih tetap dirasakan meskipun
iskemik saraf dan otot telah berlangsung lama dan kerusakan sudah bersifat
ireversibel.2

C. Klasifikasi Fraktur Terbuka


Gustilo dan Anderson secara prospektif melakukan penelitian dan memfollow
up lebih dari 350 pasien kemudian mengklasifikasikan fraktur terbuka kedalam 3
kategori umum berdasarkan ukuran luka, tingkat kontaminasi, dan kerusakan tulang.8
Berikut adalah klasifikasi dari fraktur terbuka menurut Gustilo-Anderson :

Tabel 1. Klasifikasi fraktur terbuka menurut Gustilo-Anderson.2


Gambar 7. Klasifikasi fraktur terbuka menurut Gustilo-Anderson.4

D. Penatalaksanaan
Di ruang gawat darurat dilakukan survey awal terhadap trauma dan
mendapatkan pemeriksaan awal berupa primary survey beserta dengan resusitasi
terhadap cidera yang bersifat mengancam jiwa :
1. Lakukan evaluasi klinis dan radiografi
2. Atasi perdarahan luka dengan tekanan langsung
3. Berikan antibiotik inisiasi secara parenteral
4. Kaji kerusakan kulit dan jaringan sekitar luka lalu balut dengan perban steril yang
lembab
5. Lakukan reduksi sementara pada fraktur lalu tempatkan di bidai, penjepit, atau
traksi
6. Intervensi operatif : fraktur terbuka merupakan kasus urgensi dalam bidang
ortopedi. Tanpa adanya ancaman non-tungkai (gangguan vaskularisasi maupun
sindrom kompartemen) tindakan operatif dapat ditunda hingga 24 jam. Pasien
harus menjalani eksplorasi luka formal, irigasi, dan debridemen sebelum fiksasi
fraktur definitif.2

Jangan mengirigasi, debridemen, maupun mengeksplorasi luka sewaktu di


ruang gawat darurat jika intervensi operasi segera direncanakan, hal ini dapat
mengakibatkan kontaminasi lebih lanjut dari luka dan memaksa debris maupun
benda asing lainya yang tidak terlihat masuk kedalam luka. Jika penundaan bedah
yang signifikan (24 jam) diantisipasi, irigasi lembut dengan saline normal dapat
dilakukan. Hanya benda asing tak jelas yang mudah diakses yang harus
dibersihkan, fragmen tulang maupun jaringan lainya tidak boleh dilepas dari luka
saat di IGD tidak perduli seberapa jelas dan mudahnya proses pelepasanya.2

E. Komplikasi
A. Infeksi
Fraktur terbuka dapat menyebabkan selulitis ataupun osteomielitis meskipun
didebridemen secara serial dengan agresif, diberi antibiotik yang cermat serta
perawatan luka yang baik. Kontaminasi kotor pada saat cidera merupakan
penyebabnya, meskipun benda asing, jumlah dari jaringan lunak yang terlepas
(bergantung tipe luka), status nutrisi dan cedera multisistem adalah faktor
resiko infeksi.2
B. Sindrom kompartemen yang terlewatkan
Komplikasi yang menghancurkan ini mengakibatkan hilangnya fungsi yang
parah, paling sering terjadi pada lengan bagian bawah, tungkai kaki bagian
bawah dan kaki. Hal ini dapat dihindari dengan indeks kecurigaan yang tinggi
dengan pemeriksaan neurovaskular sekunder disertai dengan pemantauan
tekanan kompartemen, penemuan segera impending sindrom kompartemen
dan pelepasan fascia saat oprasi.2

3.5 Fraktur Midshaft Humerus


A. Epidemiologi
Fraktur midshaft humerus merupakan suatu bentuk fraktur yang umum dimana
kejadianya berkisar antara 3-5% dari seluruh fraktur dengan insidensi 14,5 kasus
per 100.000 populasi per tahun. 2-10% dari fraktur jenis ini merupakan fraktur
terbuka, 60% melibatkan 1/3 tengah dari diafisis, 30% melibatkan 1/3 proximal
diafisis, dan 10% melibatkan 1/3 distal diafisis. Distribusi usia bimodal dengan
puncak pada dekade ketiga terlihat pada laki-laki dan puncaknya pada dekade
ketujuh terlihat pada wanita. 2

B. Mekanisme Cidera
a. Langsung
Trauma langsung ke lengan akibat pukulan atau kecelakaan kendaraan
bermotor menyebabkan patah tulang transversal atau comminuted.
Mekanisme ini merupakan mekanisme yang paling umum dari seluruh
fraktur shaft humerus. 2
b. Tidak langsung
Jatuh pada lengan yang terentang atau cidera akibat rotasi pada fraktur spiral
atau miring, terutama pada pasien geriatri. Paling jarang cedera melempar
dengan kontraksi otot extrem dilaporkan telah menyebabkan fraktur batang
humerus. 2
c. Pola fraktur bergantung dari daya yang teraplikasikan
Kompresif : fraktur humerus proximal atau distal
Bending : fraktur transfersal dari poros humerus
Torsional : fraktur spiral poros humerus
Torsional dan bending : fraktur miring sering disertai dengan gambaran
fragmen berbentuk kupu-kupu. 2

C. Evaluasi Klinis
Pasien dengan fraktur shaft humerus biasanya datang dengan keluhan nyeri,
pembengkakan, deformitas, dan pemendekan pada regio lengan yang terkena.
Pemeriksaan neurovaskular yang cermat sangat penting terutama memperhatikan
fungsi dari nervus radialis. Dalam kasus pembengkakan extrem, pemeriksaan
neurovaskular serial diindikasikan dengan kemungkinan pengukuran tekanan
kompartemen. Pemeriksaan fisik sering menunjukan ketidak stabilan parah dengan
krepitus pada manipulasi lembut. Abrasi jaringan lunak dan laserasi minor harus
dibedakan dari fraktur terbuka. Perpanjangan fraktur terbuka intra-artikular dapat
ditentukan oleh injeksi intra-artikular saline jauh dari situs luka dan mencatat
ekstravasasi cairan dari luka. 2

D. Evaluasi Radiografi
Radiografi AP dan Lateral dari humerus harus didapatkan termasuk sendi bahu
dan siku pada setiap tampilan. Untuk memperoleh tampilan 90 0 dari satu sisi ke sisi
yang lain, pasien, bukan lengan, harus diputar (lateral transthoracic), karena
manipulasi extremitas yang terluka biasanya akan menghasilkan rotasi fragmen
distal saja. Radiografi traksi dapat membantu dalam definisi fraktur dalam kasus
pola fraktur displaced yang parah atau bentuk fraktur comminuted. Tomografi
terkomputasi, CT-Scan tulang, dan MRI jarang diindikasikan kecuali dalam kasus
diduga fraktur patologis. 2

E. Klasifikasi
Untuk mendeskripsikan fraktur shaft humerus perlu diperhatikan beberapa
aspek berikut, yaitu :
1. Terbuka atau tertutup
2. Lokasi : 1/3 bagian proximal, medial, atau distal
3. Derajat : bergeser atau tidak bergeser
4. Arah dan karakteristik : transversus, oblik, spiral, segmental, atau comminuted
5. Kondisi intrinsik dari tulang
6. Ekstensi artikular. 2

F. Penanganan
Tujuanya adalah untuk membentuk penyatuan dengan keselarasan humerus
yang dapat diterima dan mengembalikan pasien ke tingkat fungsi sebelum
mengalami cidera. Karakteristik pasien dan fraktur, termasuk usia pasien dan
tingkat fungsional, adanya cidera terkait, status jaringan lunak, dan pola
fraktur, perlu dipertimbangkan ketika memilih opsi perawatan yang sesuai. 2

1. Non-Operatif
o Persyaratan perawatan non-operatif adalah sebuah pemahaman dari
dokter yang menangani mengenai daya postural serta muskular yang
harus dikendalikan, dedikasi dalam follow up serta tindak lanjut
terhadap pasien, pasien yang kooperatif dan reduksi yang dapat
diterima.
o Mayoritas fraktur shaft humerus (>90% kasus) dapat sembuh tanpa
tindakan operatif
o Mobilisasi berupa 200 angulasi anterior, 300 angulasi varus, serta 3 cm
aposisi bayonet dapat diterima dan tidak akan mengganggu fungsi
maupun penampilan
o Gips gantung : ini memanfaatkan traksi dari gantungan dengan berat
dari gips dan lengan untuk memberi efek reduksi terhadap fraktur.
Indikasinya termasuk fraktur humerus midshaft yang displaced dengan
pemendekan, khususnya pola spiral atau oblik. Pola fraktur yang
transverse atau oblik yang pendek menunjukan kontraindikasi relatif
karena berpotensi mengganggu mempersulit penyembuhan.
o Coaptasi splint : ini memanfaatkan traksi dari gantungan dengan
tekanan hidrostatik untuk memberi efek reduksi terhadap fraktur,
tetapi dengan stabilisasi yang lebih besar dan gangguan yang lebih
sedikit dari gips lengan gantung. Ini diindikasikan untuk perawatan
akut shaft humerus dengan pemendekan minimal dan untuk oblik
memendek atau fraktur melintang pola fraktur yang mungkin bergeser
dengan metode gips gantung. Kekuranganya dapat menimbulkan iritasi
pada aksila dan berpotensi mengalami slip. Metode ini sering diganti
dengan bracing fungsional 1-2 minggu setelah digunakan.
o Imobilisasi thoracobracial (balutan Velpeau) : dignakan untuk pasien
geriatri atau anak-anak yang tidak dapat mentoleransi metode lainya
dan yang memprioritaskan kenyamanan. Ini diindikasikan untuk
fraktur yang tidak displaced atau hanya sedikit bergeser yang ridak
membutuhkan reduksi.
o Shoulder spica cast : aplikasi ini terbatas karena indikasinya memiliki
kesamaan terhadap indikasi tindakan operatif. Ini diindikasikan saat
pola fraktur mengharuskan abduksi yang signifikan dan eksternal rotasi
dari ekstremitas atas. Kekuranganya termasuk sulitnya pemasangan,
berat gips, ketebalan gips, iritasi kulit, ketidak nyamanan pasien, dan
ketidaknyamanan ekstremitas atas.
o Functional bracing : ini menggunakan kompresi jaringan lunak
hidrostatik untuk mempengaruhi dan mempertahankan keselarasan
fraktur sambil memungkinkan gerakan sendi yang berdekatan. Ini
biasanya tindakan lanjut setelah proses cidera pasien berkurang dimana
tidak ada lagi pembengkakan, umumnya digunakan 1-2 minggu setelah
fraktur. Keberhasilanya bergantung pada pasien dan keeratan brace
sehari-hari. Kontraindikasi termasuk cidera jaringan lunak besar,
pasien yang tidak kooperatif dalam mempertahankan keeratan brace
sehingga adekuasi reduksi yang diharapkan tidak tercapai. 2

2. Operatif
Indikasi dari tindakan operatif antara lain :
o Multipel trauma
o Reduksi tertutup tidak adekuat atau terjadinya malunion
o Fraktur patologis
o Adanya cidera vaskular terkait
o Siku mengambang
o Fraktur segmental
o Ekstensi intraartikular
o Fraktur humerus bilateral
o Fraktur terbuka
o Neurologi loss setelah trauma tembus
o Palsy nervus radialis setelah manipulasi fraktur
o Nonunion

Intervensi bedah untuk fraktur shaft humerus termasuk :


A. Open reduction and plate fixation
Ini dikaitakan dengan hasil fungsional terbaik. Memungkinkan reduksi
langsung pada fraktur dan fiksasi yang stabil dari shaft humerus tanpa
mengganggu otot-otot rotator cuff. Radiografi dari humerus yang tidak
cidera, kontralateral humerus dapat digunakan sebagai template pre-
operatif. Plat kompresi dinamis 4,5 mm dengan fiksasi 6-8 korteks
proksimal dan distal ke fraktur biasanya digunakan. Lag screw harus
digunakan sedapat mungkin.
B. Intramedular fixation
Indikasinya termasuk pada fraktur segmental yang membutuhkan
penempatan plat dengan pertimbangan diseksi jaringan lunak sekitar,
fraktur humerus dengan tulang yang sangat osteopenik , dan fraktur
humerus patologis. Prosedur ini berkaitan dengan insidensi nyeri bahu
yang hebat setelah prosedur operasinya. Dua jenis paku intramedular yang
tersedia untuk digunakan yaitu :
1. Paku fleksibel : dasar pemikiranya dengan mengisi kanal dengan
banyak paku untuk mencapai kecocokan interferensi. Paku-paku ini
memiliki stabilitas yang relatif buruk. Penggunaan harus ditujukan
untuk fraktur shaft humerus dengan pola transversal atau komunitif
yang minimal.
2. Paku interlock : paku ini memiliki kemampuan untuk menautkan
bagian proksimal dan distal dan mampu memberikan stabilitas fraktur
rotasi dan aksial. Dengan pemakuan antegrade, nervus axilaris beresiko
mengalami cidera selama pemasangan skrup pengunci proksimal.
Skrup yang menonjol diluar medial korteks berpotensi menimpa
nervus aksilaris selama rotasi eksternal. Pemasangan skrup dari
anterior ke posterior dihindari karena berpotensi menciderai cabang
utama dari nervus aksilaris. Penguncian distal biasanya terdiri dari satu
skrup dibidang anteroposterior dan skrup pengunci distal dapat
dimasukan dari anterior ke posterior atau dari posterior ke anterior
melalui teknik terbuka untuk meminimalkan resiko cidera
neurovaskular. Skrup lateral ke medial beresiko menciderai nervus
cutaneus antebrachial lateral dan nervus radialis.
C. External fixation
Indikasinya termasuk non-union fraktur disertai infeksi, fraktur disertai
luka bakar, fraktur terbuka disertai kehilangan jaringan lunak yang
luas. Komplikasinya termasuk infeksi saluran pin, cidera
neurovaskular, dan non-union. 2

G. Komplikasi
Penyulit yang dapat terjadi pada kasus fraktur shaft humerus ini antara lain :
- Palsy nervus radialis
- Cidera vaskular
- Malunion fraktur. 2

3.6 Palsy Nervus Radialis


1. Etiologi
Nervus radialis paling sering cedera terkait dengan fraktur humerus, paling sering
fraktur spiral diantara 1/3 midshaft dan 1/3 distal dari humerus, selain itu ada
beberapa etiologi lain yang mendasarinya antara lain :
- Kompresi septum intramuskuler lateral
- Pembentukan kalus
- Manipulasi fraktur
- Kompresi dari caput lateral trisep brachii
- Tumor
- Pemasangan manset tensimeter berkepanjangan
- Injeksi intramuskular
- Anomali otot brachioradialis
- Kelumpuhan malam minggu.9

2. Manifestasi klinis
Terjebaknya nervus radialis di lengan dapat menyebabkan banyak tanda dan
gejala, paling sering dikeluhkan meliputi hilangnya kemampuan untuk melakukan
gerakan supinasi dari lengan bawah namun masih bisa melakukan gerakan
ekstensi. Kehilangan kemampuan lengan untuk melakukan gerakan ekstensi
terjadi akibat cederanya nervus radialis di bagian aksila. Defisit motorik termasuk
kehilangan mobilitas pada brachioradialis dan otot supinator, gerakan supinasi
lengan bawah, beserta kehilangan mobilitas pada ekstensor carpi radialis longus
dan brevis yang meluas ke pergelangan tangan. Ketidak mampuan mengangkat
jari pada sendi metacarpophalangeal juga dapat terjadi.
Gerakan ekstensi sendi interphalangeal tetap utuh karena lumbricalis dan
interossei dipersarafi oleh nervus ulnaris. Defisit sensori termasuk kehilangan
sensasi pada bagian lengan bawah, dorsum dari tangan dan tiga setengah jari
bagian lateral. Sensasi pada lengan posterior masih utuh karena dipersarafi oleh
nervus radialis sebelum mencapai diafisis dari humerus. Manifestasi ini sering
disertai dengan sensasi nyeri, kesemutan, dan matu rasa.9
3. Diagnosis
Pemeriksaan klinis adalah alat diagnostik yang fundamental. Semua otot yang
dipersarafi oleh nervus radialis dapat diuji kekuatan dan fungsinya termasuk
trisep. Supinasi lengan dan ekstensi dari pergelangan tangan beserta jari-jari.
Pemeriksaan elektromiografi dan konduksi saraf sangat membantu untuk
menemukan lesi saraf secara anatomis. Pemeriksaan elektrokonduksi harus
dilakukan hanya setelah ditemukanya degenerasi wallerian, sekitar 4 bulan setelah
cedera saraf. Selain itu pemeriksaan penunjang lain yang dapat membantu
penegakan diagnosis yaitu :
- USG. Dapat memvisualisasikan integritas anatomi dengan saraf, membedakan
antara ruptur dari nervus dengan pembentukan neuroma. USG sangat
membantu karena bersifat non-invasif, terjangkaum dan memiliki keuntungan
spesifik dibanding MRI dan prosedur diagnostik lainya.
- Radiografi polos. Dapat mendeteksi fraktur, dislokasi, pembentukan kalus
yang berlebihan dan tumor yang menyebabkan kompresi.
- MRI. Berguna dalam mendeteksi lokasi cidera, keberadaan suatu kondisi
patologis, dan penyakit neurologis saat dicurigai adanya lesi pada saraf.10

4. Penanganan
Kelumpuhan nervus radialis dapat diklasifikasikan menjadi komplit-parsial,
dan primer-sekunder. Sindrom saraf terjepit umumnya bersifat sementara dan
dapat ditangani secara konservatif, NSAID, kortikosteroid, dan
istirahat.maintenens dari ROM secara pasif sangat penting selama terapi.
Eksplorasi secara operatif direkomendasikan pada fraktur terbuka, trauma energi
tinggi, lesi tekan, atau kegagalan pengobatan konservatif. Prognosisnya
tergantung pada luasnya cedera saraf. dengan neuropraxia didapatkan hasil
pemulihan total pada semua kasus. Dalam beberapa kasus, axonotemesis dan
neurotemesis juga dapat menunjukan tanda-tanda pemulihan tetapi paling sering
membutuhkan pembedahan eksplorasi.9

BAB IV
PEMBAHASAN
Berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan terhadap pasien, didapatkan keluhan
utama berupa paresis pada ekstremitas dextra superior yang sulit untuk digerakan dari
brachium hingga ke digitorum serta pergelangan tangan yang tidak dapat melakukan
gerakan ekstensi, terasa berat dan lemah, nyeri terkadang dirasakan dengan sensasi
seperti tertusuk yang muncul tiba-tiba saat pasien menggerakan brachii dextranya.
Keluhan terjadi sekitar 3 bulan SMRS di Malaysia disaat pasien sedang bekerja di
pabrik pengolahan kayu pasien mengalami kecelakaan tertimpa oleh mesih penggiling
kayu yang masih beroperasi dimana kecelakaan kerja tersebut menyebabkan tangan
pasien tergiling oleh mesin tersebut sehingga mengalami open fraktur. Paresis yang
dialami pasien merupakan suatu manifestasi yang disebut dengan wrist drop dimana
hal ini merupakan suatu petunjuk yang jelas dan khas dari adanya kerusakan pada
nervus radialis. Hilangnya suplai nervus radialis akan mengakibatkan defisit motorik
termasuk kehilangan mobilitas pada brachioradialis dan otot supinator, gerakan
supinasi lengan bawah, kehilangan mobilitas pada ekstensor carpi radialis longus dan
brevis yang meluas ke pergelangan tangan serta ketidak mampuan mengangkat jari
pada sendi metacarpophalangeal.
Pasien ini datang sekitar 3 bulan pasca trauma dan tidak mendapatkan
penanganan yang adekuat dikarenakan keterbatasan biaya dan kurangnya pengetahuan
pasien terhadap penyakitnya dimana hal ini merupakan suatu komplikasi pada
frakturnya yang mengakibatkan kondisi negleted. Negleted fraktur atau suatu fraktur
yang tidak ditangani dengan semestinya sehingga menghasilkan keterlambatan dalam
penanganan hingga kecacatan dan dalam kasus ini telah terjadi ankilosis palsu pada
siku pasien, penutupan luka yang tidak sempurna dan non-union fraktur yang terlihat
dari gambaran radiologi.
Pasien ini didiagnosis dengan Negleted Open Fracture Humerus dextra 1/3
midshaft segmental displaced disertai dengan palsi nervus radialis dan ankilosis palsu
sendi siku kanan. Sehari SMRS pasien sempat berobat ke Poli orthopedi RSKH untuk
berkonsultasi mengenai kondisinya dan langsung direncanakan untuk dilakukan
oprasi pemasangan plat oleh dokter spesialis orthopedi setelah mengevaluasi kondisi
pasien. Evaluasi kondisi disini berperan kunci untuk menetapkan dasar tata laksana,
sebenarnya 90% kasus fraktur humerus ditangani tanpa tindakan operatif begitu pula
dengan palsi nervus radialis yang dapat sembuh sendiri dengan terapi konservatif,
namun berdasarkan etiologinya pasien ini membutuhkan tindakan operatif sebagai
penanganan terhadap frakturnya dan repairing nervus radialis untuk memperbaiki
fungsi fisiologisnya yang menghilang akibat trauma yang dialaminya. Intervensi
bedah untuk fraktur shaft humerus termasuk Open reduction and plate fixation. Ini
dikaitakan dengan hasil fungsional terbaik. Memungkinkan reduksi langsung pada
fraktur dan fiksasi yang stabil dari shaft humerus tanpa mengganggu otot-otot rotator
cuff. Radiografi dari humerus yang tidak cidera, kontralateral humerus dapat
digunakan sebagai template pre-operatif. Plat kompresi dinamis 4,5 mm dengan
fiksasi 6-8 korteks proksimal dan distal ke fraktur biasanya digunakan. Lag screw
harus digunakan sedapat mungkin.
Manajemen tatalaksana pada pasien ini dibagi menjadi 2 yaitu non-
medikamentosa dan mendikamentosa dimana terapi medikamentosa dibagi menjadi 3
tahap yaitu pre-operatif, operatif, dan post-operatif. Kedua tatalaksana ini memiliki
peran yang sama penting untuk memperbaiki kondisi pasien dalam proses
penyembuhanya. Dari pemeriksaan yang dilakukan didapatkan bahwasanya pasien
kurang dalam pemahamanya mengenai kondisinya, untuk itu edukasi yang baik dan
jelas perlu diterapkan dari awal hari perawatan hingga pasien dipulangkan.
Imobilisasi dan fiksasi fraktur total dengan teknik balut-bidai dan bed rest
diindikasikan untuk mengoptimalkan kondisi pasien baik pre maupun post operatif
agar meminimalisir gerakan yang dapat mengganggu jaringan sekitar fraktur sehingga
mengakibatkan kerusakan jaringan lebih lanjut dan tidak mengganggu proses
penyembuhan tulang dan jaringan lunak sekitar fraktur. Penanganan awal fraktur
terbuka tetap mengedepankan keadaan umum (life threatening) pasien terlebih dahulu
dilanjutkan dengan pemeriksaan lain dan intervensi lanjutan sesuai indikasi. Hal
penting lainnya dalam penanganan fraktur terbuka adalah untuk mengurangi atau
mencegah terjadinya infeksi. Pemberian antibiotik spektrum luas atau kombinasi
sangat dianjurkan sebagai profilaksis untuk mencegah infeksi dari bakteri gram
negatif dan positif. Kombinasi antibiotik yang dianjurkan adalah golongan
chepalosporin (2 gr/hari) dikombinasikan dengan golongan aminoglikosida (3-5
mg/kgbb/hari) inisial dilanjutkan selama 3 hari berturut-turut. Anti tetanus yang
dikombinasikan dengan TT (apabila riwayat vaksin terakhir lebih dari 5 tahun atau
pasien lupa) juga diindikasikan terhadap semua fraktur terbuka yang terjadi dalam
durasi ideal kurang dari 12 jam dan maksimal 24 jam setelah luka. Pemberian
analgesik juga merupakan indikasi untuk nyeri pada luka post operatif. Setiap pasien
memiliki keunikan dalam persepsinya tentang sensasi nyeri yang memungkinkan
banyak kombinasi dalam pengobatan rasa sakit. Analgesik kombinasi diindikasikan
untuk menghindari inadekuasi dosis yang dapat memicu nyeri kronik, memperpanjang
lama pemberian analgesik, dan tingkat nyeri yang meningkat sehingga memperberat
beban yang ditanggung pasien pasca operasi. Tramadol dan ketorolac merupakan
kombinasi yang sering digunakan pada penanganan nyeri post operatif karena
kombinasi antara kedua jenis ini akan menekan nyeri dari sentral dan perifer.
Tramadol dosis tunggal efektif untuk kasus nyeri berat terkontrol namun kurang
efektif pada nyeri ringan yang terlokalisir. Tramadol digunakan dengan pemberian
100 mg dosis inisiasi dilanjutkan dengan 50 setiap 10-20 menit bila dibutuhkan dalam
1 jam pertama, setelah itu 50-100 mg tiap 4-6 jam dengan dosis harian tidak lebih dari
600 mg. Dosis inisiasi dari ketorolac adalah 10 mg dilanjutkan dengan 10-30 mg/4-6
jam dengan dosis maksimal 90 mg/hari pada dewasa normal dan 60 mg/hari pada
dewasa lanjut usia, pasien dengan gangguan ginjal, atau dengan berat badan kurang
dari 50 kg.
Pasien ini dirawat inap selama 3 hari setelah operasi sebelum dipulangkan,
keluhan yang dirasakan pasien berupa nyeri luka bekas operasi disertai dengan paresis
yang belum ada perbaikan. Pada saat operasi didapatkan nervus radialis yang telah
terputus total dari pasien ini dan telah disambungkan kembali, hanya saja untuk
mengembalikan fungsinya dibutuhkan proses dan waktu untuk rehabilitasi berupa
latihan, imobilisasi, dan terapi sinar dimana hal ini cukup kontradiktif terhadap
kondisi frakturnya untuk itu pasien diedukasikan untuk kontrol ulang mengevaluasi
perkembangan luka bekas operasi dan frakturnya disertai dengan latihan minimal
seperti menggerak-gerakan jarinya tanpa menggerakan lenganya untuk kedepanya
direncanakan rehabilitasi nervus radialis sesuai dengan kondisi frakturnya. Secara
menyeluruh prognosis pasien ini baik karena tidak mengancam nyawa. Namun untuk
mengembalikan fungsi ekstremitas superior dekstranya cukup sulit dilihat dari kondisi
nervus radialis setelah tidak ditangani selama 3 bulan pasca trauma dan posisi
frakturnya. Diharapakan dengan proses rehabilitasi yang disiplin dan terarah pasien
dapat mengembalikan fungsi lenganya.
BAB IV
KESIMPULAN

1. Tn. T 23 tahun datang dengan keluhan lemah pada tangan kanan yang sulit untuk
digerakan sejak ± 3 bulan SMRS akibat kecelakaan kerja.
2. Pasien sempat mendapatkan penanganan namun tidak adekuat di Malaysia sehingga
pasien kembali ke Indonesia untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut
menggunakan asuransi kesehatan BPJS nya.
3. Pasien didiagnosis mengalami :
a. Negleted Non-union Open Fracture Humerus dextra 1/3 midshaft segmental
displaced
b. Palsi Nervus Radialis.
c. Ankilosis palsu sendi siku kanan.
Dan segera dijadwalkan rawat inap untuk segera menjalani tindakan operatif.
4. Pasien dioperasi dengan metode Open Reduction Internal Fixation with Plate and
Screw + Repair Nervus Radialis.
5. Prognosis pada pasien ini antara lain :
Qua ad vitam : Bonam
Qua ad fungsionam : Dubia ad Malam
Qua ad sanactionam : Bonam
6. Pasien ini perlu dikonsultasikan ke spesialis rehabilitasi medis untuk mengembalikan
fungsi dari lengan kananya setelah kondisinya stabil atau perbaikan dari frakturnya.

DAFTAR PUSTAKA
1) Bergdahl C., et all. Epidemiology and Patho-anatomical patern of 2,011 humeral
fractures : Data from the Swedish Fracture Register. BMC Musculoskelet Disord 17, 159
(2016). Published 12 April 2016. Diunduh dari :
http://www.bmcmusculoskeletdisord.biomedcentral.com, pada tanggal 27 Desember
2019.
2) Egol A. K, Koval J. K, Zuckerman D. J., Handbook of Fracture. 4 th Edition.
Philadelphia : LIPPINCOTT WILLIAMS & WILKINS. 2010.
3) Tortora, G. J., Derrickson, B. Principles of Anatomy & Physiology. Edisi ke-12.
Hoboken, NJ : Jhon Wiley & Sons. 2010.
4) Thompson, Jon C. Netter’s Concise Atlas of Orthopaedic Anatomy. 2nd Edition. USA:
Icon Learning System LLC. 2010.
5) Bernstein J, Adler LM, Blank JE, et al. Evaluation of the Neer
system of classification of proximal humeral fractures with computerized tomographic
scans and plain radiographs. J Bone Joint Surg Am. 1996 ; 78:1371–1375. Dalam Journal
of Orthopaedic Trauma. Vol. 32. No. 1. January 2018. Diunduh dari :
http://www.jorthotrauma.com, pada tanggal 27 Desember 2019.
6) Kahle, W. and Frotscher, M. Nervous System and Sensory Organs. 5Th Ed.
Volume 3. Thieme Stuttgart, New York. 2003.
7) Greenstain, B. and Greenstein A. Color Atlas of Neuroscience. Thieme Stuttgart,
New York. 2000.
8) Leopold, S. S., Kim, P. H. Gustilo-Anderson Classification. Clinical Orthopaedics and
related research 470 (11): 3270-3274. Published online 2017 May 9. Diunduh dari :
http://www.ncbi.nlm.nih.gov, pada tanggal 27 Desember 2019.
9) Lateef, T. J., et all. Injury of Radial nerve in the arm : A review. Cureus 10 (2) : e2199.
Published. 16 Februari 2018. Diunduh dari http://www.ncbi.nlm.nih.gov, pada tanggal 27
Desember 2019.
10) Bumbasirevic M., et all. Radial nerve palsy. EFORT open reviews. EOR Volume 1.
Published 9 August 2016. Diunduh dari : http://www.online.boneandjoint.org.uk, pada
tanggal 27 Desember 2019.

Anda mungkin juga menyukai