Anda di halaman 1dari 6

1.

Mekanisme Gatal (Pruritus)


Pruritus adalah suatu persepsi akibat terangsangnya serabut mekanoreseptor.
Biasanya impuls berasal dari rangsangan nyeri permukaan ringan, seperti pada
rambatan kutu, bahan iritan, gigitan serangga dan lainnya. Sensasi pruritus biasanya
diikuti dengan refleks menggaruk yang bertujuan untuk memberi sensasi nyeri yang
cukup sehingga sinyal pruritus pada medula spinalis dapat ditekan. Mekanisme
terjadinya pruritus dapat ditimbulkan oleh banyak penyebab namun pada akhirnya
semua mekanisme akan berhubungan dengan pengeluaran histamin sebagai mediator
inflamasi yang menyebabkan pruritus. Histamin dibentuk oleh sel mast jaringan dan
basofil. Pelepasanya dirangsang oleh kompleks antigen antibodi (Ig E), reaksi alergi
tipe I, pengaktifan komplemen, (C3a, C5a), luka bakar, inflamasi, dan beberapa obat.
Histamin melalui reseptor H1 dan peningkatan konsentrasi Ca2+ seluler di endotel
akan menyebabkan endotel melepaskan NO, yang merupakan dilator arteri dan vena.
Melalui reseptor H2 histamin juga meningkatkan permeabilitas protein di kapiler.
Jadi, protein plasma difiltrasi dibawah pengaruh histamin, serta gradien tekanan
onkotik yang melewati dinding kapiler akan menurun sehingga terjadi edema. Ketika
sel mast menghasilkan histamin ia langsung dapat mensensitisasi ujung serabut saraf
C (termasuk saraf tak bermielin yang berfungsi sebagai reseptor rasa nyeri, gatal, dan
geli) yang berada di bagian superfisial kulit. Setelah impuls diterima oleh saraf C,
impuls diteruskan ke serabut radiks dorsalis kemudian diteruskan menuju medula
spinalis. Pada komisura anterior medula spinalis impuls menyilang ke kolumna alba
anterolateral sisi berlawanan kemudian naik ke batang otak atau talamus untuk
diinterpretasikan sebagai sensasi gatal. Sensasi ini kemudian merangsang refleks
menggaruk untuk memberikan sensasi nyeri yang cukup untuk kemudian menekan
sinyal gatal pada medula spinalis.

2. Pemeriksaan penunjang dermatitis


Dermatitis adalah peradangan kulit (epidermis dan dermis) sebagai respon
terhadap pengaruh faktor eksogen dan atau endogen yang cendrung residif dan
menjadi kronis. Dermatitis terbagi atas :
1. Dermatitis kontak
a. Iritan
b. alergik
2. Dermatitis atopik
3. Liken simpleks kronis
4. Dermatitis numularis
5. Dermatitis stasis
6. Dermatitis artefisialis

Dimana pemeriksaan penunjangnya antara lain :


1. Dermatitis kontak merupakan peradangan kulit akibat terpapar oleh bahan
(substansi) yang menempel pada kulit, terbagi atas 2 jenis yaitu dermatitis kontak
iritan (DKI) dan dermatitis kontak alergi (DKA).
a. DKI terjadi akibat paparan oleh bahan yang bersifat iritan (bahan pelarut,
minyak pelumas, detergen, asam, alkali, dan serbuk kayu). Pemeriksaan
diagnostik (pemeriksaan penunjang untuk menegakan diagnosis/gold

1
standar diagnosis) DKI tidak ada, untuk gejala klinis atau UKK nya kurang
lebih sama dengan DKA dan infeksi jamur, untuk itu perlu dilakukan
pemeriksaan eksklusi (pemeriksaan penunjang untuk menyingkirkan
diagnosis lain dengan menggunakan pemeriksaan standar diagnosis
penyakit lain) seperti Patch Test untuk menyingkirkan DKA maupun
pemeriksaan KOH untuk menyingkirkan infeksi oleh jamur. Selain
pemeriksaan eksklusi pemeriksaan histopatologi juga merupakan
pemeriksaan penunjang yang cukup akurat untuk mengarahkan diagnosis
DKI. Dimana didapatkan gambaran intraseluler edema atau spongiosis
(tidak begitu jelas), dan gambaran parakeratosis disertai hiperplasia sedang
sampai berat dan pemanjangan rete ridges juga dapat timbul pada DKI
yang kronik yang tidak ditangani dengan baik.
b. Sedangkan untuk DKA disebabkan oleh paparan benda yang bersifat
alergen dimana penderita memang telah memiliki riwayat alergi khusus
dimana mekanisme terjadinya kelainan kulit mengikuti reaksi imun berupa
reaksi alergi tipe IV, dimana reaksi hipersensitivitas tipe lambat umumnya
24 jam setelah terpajan dengan alergen. Untuk pemeriksaan penunjangnya
dilakukan uji tempel (patch test) dimana pelaksanaanya dilakukan setelah
pasien sembuh (tenang) dan bila mungkin setelah 3 minggu setelah
sembuh dengan tujuan untuk menghilangkan semua mediator alergi dari
tubuh. Uji ini menggunakan antigen spesifik yang disuntikan secara
intradermal. Antigen yang digunakan biasanya yang telah berkontak
dengan individu normal, seperti tetanus, difteria, streptokokus, tuberkulin,
candida albicans, trikofiton, dan proteus. Saat ini sebuah aplikator sekali
pakai yang berisi semua antigen tersebut dengan larutan gliserin sebagai
kontrol, misalnya seperti muti-test CMI (buatan Merieux Institute) sudah
banyak beredar dan digunakan. Hasiluji dibaca setelah 24-48 jam bila
setelah 24 jam hasil test tetap negatif maka cukup aman untuk memberikan
antigen dengan dosis yang lebih kuat. Indurasi yang terjadi harus diraba
dengan jari dan ditandai ujungnya, diukur dalam mm dengan diameter
melintang (a) dan memanjang (b) dimana untuk tiap reaksi (hasil test)
gunakan formula (a+b) : 2. Dinyatakan positif apabila (a+b) : 2 = 2 mm
atau lebih. Untuk morfologi kelainan kulitnya, pada kondisi kronis dapat
terlihat kulit kering, berskuama, papul, likenifikasi, dan mungkin juga
fisur, batasnya tidak jelas.

2. Dermatitis atopik merupakan peradangan kulitkronis dan residif disertai gatal


yang berhubungan dengan atopi (memiliki riwayat alergi seperti asma bronkhial,
rinitis alergi, konjungtivitis alergi, dll). Untuk menegakan diagnosisnya secara
praktis cukup dengan anamnesis dan melihat gambaran klinis. Meskipun demikian
hanifin dan lobitz menentukan kriteria untuk membuat diagnosis dermatitis atopik
secara rinci dimana yang harus terdapat adalah :
a. Pruritus

2
b. Morfologi dan distribusi yang khas (likenifikasi fleksural pada
orang dewasa, gambaran dermatitis dipipi dan ekstensor pada bayi)
c. Kecendrungan menjadi kronis atau kambuh

Ditambah 2 atau lebih tanda dibawah ini :

a. Adanya penyakit atopik


b. Tes kulit tipe cepat yang reaktif
c. Dermografisme putih atau timbul kepucatan pada tes dengan zat
kolinergik
d. Katarak subkapsular anterior

Atau ditambah 4 atau lebih tanda dibawah ini :

a. Xerosis/iktiosis/hiperlinear palmaris
b. Ptiriasis alba
c. Keratosis pilaris
d. Kepucatan fasial/warna gelap infraorbita
e. Peningkatan kadar IgE
f. Keratokonus
g. Kecendrungan mendapat dermatitis non spesifik ditangan
h. Kecendrungan infeksi kulit yang berulang

3. Liken simpleks kronis merupakan peradangan pada kulit kronis, gatal sekali,
sirkumskrip, ditandai dengan kulit tebal, dan garis kulit tampak lebih menonjol
menyerupai kulit batang kayu akibat garukan atau gosokan yang berulang-ulang.
Untuk menegakan diagnosisnya didasarkan gambaran klinis tanpa pemeriksaan
penunjang yang spesifik, dimana gambaran klinisnya umumnya penderita
mengeluh gatal sekali dimana bila timbul pada malam hari dapat mengganggu
tidur. Sensasi gatal umumnya timbul pada waktu istirahat (tanpa melakukan
aktivitas) dan bila muncul sulit ditahan, bahkan sering digaruk sampai luka
sehingga gatal dapat menghilang sementara. Lesi biasanya tunggal, tetapi dapat
pula lebih dari 1. Lokasi biasanya pada daerah tengkuk, sisi leher, tungkai bawah,
pergelangan kaki, skalp, paha bagian medial, lengan bagian ekstensor, skrotum,
dan vulva. Pada stadium awal, kelainan kulit berupa eritema dan edema atau
kelompokan papul. Selanjutnya karna garukan berulangbagian tengah menebal,
kering dan berskuama serta pinggirnya hiperpigmentasi.ukuran lesi lentikular
sampai plakat, bentuknya umumnya lonjong. LSL umumnya lebih sering
ditemukan pada wanita dibanding pria dimana puncak insidensi pada umur 30-50
tahun.

4. Dermatitis numularis merupakan dermatitis berupa lesi berbentuk mata uang


(coin), berbatas tegas dengan efloroesensi berupa papulovesikel, biasanya mudah
pecah sehingga basah (oozing) dimana penegakan diagnosis tidak memiliki
standar pemeriksaan tertentu hanya didasarkan atas gambaran klinis. Keluhan
penderita berupa gatal yang kadang terasa sangat hebat sehingga mengganggu
aktivitas.lesi awal kecil (0,3-1 cm) berupa vesikel atau papuovesikel halus yang

3
kemudian bergabungmembentuk satu bulatan seperti koin, berbatas tegas, sedikit
edematosa dan eritematosa, . lambat launvesikel akan pecah dan terjadi eksudasi,
dan krusta kekuningan, kemudian dapat melebar. Lesi lama berupa likenifikasi
dan skuama. Proses penyembuhan dimulai ditengah sehingga berkesan
menyerupai dermatofitosis. Ukuran lesi bisa mencapai diameter 5cm atau lebih.
Jumlah lesi bisa 1 bisa banyak dan tersebar, bilateral atau simetris dengan ukuran
yang bervariasi dari miliar sampai numular, atau bahkan lebih. Tempat predileksi
tungkai bawah, badan, punggung tangan, dan lengan bawah. Penyakit ini
cendrung kambuh, bahkan ada yang terus-menerus timbul, kecuali dalam periode
pengobatan. Lesi yang kambuh akan muncul pada tempat yang sama.

5. Dermatitis stasis merupakan dermatitis sekunder akibat hipertensi vena


ekstremitas bawah. Penegakan diagnosis tidak memiliki standar pemeriksaan
tertentu hanya didasarkan atas gambaran klinis. Timbul akibat dari tekanan vena
yang meningkat pada tungkai bawah, akan terjadi pelebaran vena atau varises,
edema, purpura, hemosiderois, hiperpigmentasi difus. Edema dan varises mudah
terlihat, bila penderita lama berdiri. Kelainan ini dimulai dari permukaan tungkai
bawah bagian medial atau lateral, diatas maleolus, kemudian secara bertahap akan
meluas keatas. Rasa gatal akan bervariasi sesuai dengan perubahan kulit. Dalam
perjalananya, dermatitis stasis dapat akut, sub-akut, maupun kronis. Bila telah
berlangsung lama, akan terjadi deposit hemosiderin yang berasal dari ekstravasasi
sel darah merah, didermis maupun subkutis selanjutnya akan menyebabkan
sklerosis dan nekrosis jaringan lemak, disebut liposclerosis. Kulit tidak lagi edema
melainkan keras. Dermatitis ini dapat menimbulkan ulkus tersering pada daerah
diatas maleolus bila terkena trauma atau luka infeksi. Ulkusnya disebut ulkus
venosum atau ulkus varikosum. Penderita dermatitis cendrung mengalami infeksi
sekunder dengan mudah, bahkan mungkin berupa selulitis, juga mudah terjadi
dermatitis kontak dan autosensitisasi.

6. Dermatitis artefisialis merupakan dermatitis yang dibuat oleh penderita itu sendiri
akibat dari psikosomatik, misalnya dengan zat kimia (kaustik dan sebagainya),
baik secara fisis maupun mekanis. Lokalisasi terutama didaerah yang dapat
dijangkau oleh tangan. Dermatitis mempunyai tepi angular dan timbul dalam
waktu relatif cepat sebab dibuat secara artifisial. Penegakan diagnosisnya
umumnya dilakukan melalui pendekatan secara psikiatrik.

3. Klasifikasi nyeri
Berdasarkan patofisiologinya nyeri terbagi atas :
1. Nyeri nosiseptif (nyeri inflamasi) yang timbul akibat adanya stimulus mekanis
terhadap nosiseptor.
2. Nyeri neuroseptif yang timbul akibat disfungsi primer pada sistem saraf.
3. Nyeri idiopatik yang timbul dimana kelainan/kondisi patologi tidak dapat
ditemukan.
4. Nyeri psikologik yang timbul tanpa kelainan organik namun penderita mengeluh
dan biasanya keluhan bersifat berubah-ubah.

4
Berdasarkan klasifikasinya nyeri terbagi atas :
1. Nyeri perifer (peripheral pain) merupakan nyeri yang dirasakan akibat adanya
rangsangan dari ujung-ujung saraf terbagi atas 3 jenis yaitu :
a. Superfisial : rangsangan didapat secara kimiawi maupun fisik, umumnya
pada kulit dan mukosa, biasanya terasa nyeri tajam-tajam didaerah
rangsangan
b. Deep : bila didaerah visceral (organ dalam), sendi, pleura, dan peritoneum
terangsang akan timbul rasa nyeri dalam. Umumnya nyeri dalam banyak
berhubungan dengan nyeri alih, keringat, kejang otot didaerah yang
berjauhan dari asal nyerinya.
c. Reffered pain : merupakan sensasi nyeri yang terasa pada daerah yang jauh
dari tempat yang terangsang (nyeri alih), biasanya terlibat pada nyeri
dalam, yang dirasakan atau menyebarkan nyeri kearah superfisial, kadang-
kadang disamping rasa nyeri terjadi kejang pada otot-otot atau kelainan
susunan saraf otonom seperti gangguan vaskuler, berkeringat yang luar
biasa. Penyebaran nyeri yang timbul bisa berupa hiperalgesia (peningkatan
kepekaan terhadap nyeri secara abnormal), hiperasthesia (penigkatan
kepekaan terhadap sentuhan secara abnormal), dan allodynia (sensasi nyeri
yang diakibatkan oleh stimulus tak berbahaya), yang mana perjalanan
nyeri ini dapat berasal dari sistem somatis maupun sistem otonom.
2. Nyeri sentral (central pain) merupakan nyeri yang dirasakan akibat adanya
rangsangan dari sistem-sistem saraf pusat.
3. Nyeri psikologik (psycologic pain) merupakan sensasi nyeri yang tidak dapat
ditemukan penyebabnya secara organik (tanpa kelainan organik) namun penderita
mengeluh merasakanya dari sedang hingga hebat, umumnya keluhan berupa sakit
kepala, sakit perut, dan lainnya.

4. UKK primer dan sekunder


Auk ah gelap~

5. Bentuk dan sediaan obat kulit

Sediaan obat kulit terdiri atas 3 jenis yaitu : topikal, sistemik, dan intralesi. Untuk
sediaan sistemik dan intralesi memiliki sediaan yang sama untuk jenis penyakit
lainnya, namun pada sediaan topikal dengan adanya kemajuan-kemajuan yang pesat
dalam bidang farmasi sediaan ini juga ikut berkembang dengan pesat karna paling
mempengaruhi terutama dalam hasil kesembuhan. Yang menarik perhatian adalah
perubahan cara pengobatan dari nonspesifik dan empirik menjadi pengobatan spesifik
dengan dasar yang rasional.

Sediaan Topikal
Kegunaan dan khasiat pengobatan topikal didapat dari pengaruh fisik dan
kimiawi obat-obatan yang diaplikasikan diatas kulit yang sakit. Pengaruh fisik
antara lain untuk ; mengeringkan, membasahi, melembutkan, lubrikasi,

5
mendinginkan, memanaskan, dan melindungi dari pengaruh buruk dari luar. Prinsip
obat topikal secara umum terbagi 2 yaitu :
a. Bahan dasar (vehikulum)
Merupakan media pilihan yang disediakan sebagai wadah bahan aktif yang
disesuaikan dengan kondisi kulit yang akan diobati. Secara sederhana bahan
dasar dibagi menjadi : cairan, bedak, salap. Dan disamping itu ada pula
sediaan 2 campuran atau lebih bahan dasar yaitu : bedak kocok/lotion
(campuran cairan dan bedak), krim (campuran cairan dan salap), pasta
(campuran bedak dan salap),dan linmen/pasta pendingin (campuran cairan,
bedak, dan salap)
b. Bahan aktif
Merupakan zat aktif yang dimasukan/dicampurkan dalam vehikulum dengan
pertimbangan dasar dan terutama demi efek terapeutiknya. Dapat digunakan
dalam bahan tunggal dapat pula diformulasikan/kombinasi/interaksi dengan 1
atau lebih bahan aktif lain dalam 1 media vehikulum, tergantung dari tujuan
penggunaanya. Khasiat bahan akif topikal dipengaruhi oleh keadaan visiko-
kimia permukaan kulit disamping komposisi formulasi zat yang dipakai.
Penetrasi bahan aktif melalui kulit dipengaruhi oleh beberapa faktor, termasuk
konsentrasi obat, kelarutanya dalam vehikulum, besar partikel, viskositas, dan
evek vehikulum terhadap kulit. Bahan aktif yang digunakan dalam tujuan
terapeutik kulit secara topikal antara lain :
Alumunium asetat
As. Asetat
As. Benzoat
As. Borat
As. Salisilat
As. Undesilenat
As. Vit. A (tretinoin, as. Retinoat)
Benzokain
Benzil benzoat
Camphora
Kortikosteroid topikal
Mentol
Pedofilin
Selenium disulfid
Sulfur
Ter
Tiosulfas natrikus
Urea
Zat antiseptik

Anda mungkin juga menyukai