1
standar diagnosis) DKI tidak ada, untuk gejala klinis atau UKK nya kurang
lebih sama dengan DKA dan infeksi jamur, untuk itu perlu dilakukan
pemeriksaan eksklusi (pemeriksaan penunjang untuk menyingkirkan
diagnosis lain dengan menggunakan pemeriksaan standar diagnosis
penyakit lain) seperti Patch Test untuk menyingkirkan DKA maupun
pemeriksaan KOH untuk menyingkirkan infeksi oleh jamur. Selain
pemeriksaan eksklusi pemeriksaan histopatologi juga merupakan
pemeriksaan penunjang yang cukup akurat untuk mengarahkan diagnosis
DKI. Dimana didapatkan gambaran intraseluler edema atau spongiosis
(tidak begitu jelas), dan gambaran parakeratosis disertai hiperplasia sedang
sampai berat dan pemanjangan rete ridges juga dapat timbul pada DKI
yang kronik yang tidak ditangani dengan baik.
b. Sedangkan untuk DKA disebabkan oleh paparan benda yang bersifat
alergen dimana penderita memang telah memiliki riwayat alergi khusus
dimana mekanisme terjadinya kelainan kulit mengikuti reaksi imun berupa
reaksi alergi tipe IV, dimana reaksi hipersensitivitas tipe lambat umumnya
24 jam setelah terpajan dengan alergen. Untuk pemeriksaan penunjangnya
dilakukan uji tempel (patch test) dimana pelaksanaanya dilakukan setelah
pasien sembuh (tenang) dan bila mungkin setelah 3 minggu setelah
sembuh dengan tujuan untuk menghilangkan semua mediator alergi dari
tubuh. Uji ini menggunakan antigen spesifik yang disuntikan secara
intradermal. Antigen yang digunakan biasanya yang telah berkontak
dengan individu normal, seperti tetanus, difteria, streptokokus, tuberkulin,
candida albicans, trikofiton, dan proteus. Saat ini sebuah aplikator sekali
pakai yang berisi semua antigen tersebut dengan larutan gliserin sebagai
kontrol, misalnya seperti muti-test CMI (buatan Merieux Institute) sudah
banyak beredar dan digunakan. Hasiluji dibaca setelah 24-48 jam bila
setelah 24 jam hasil test tetap negatif maka cukup aman untuk memberikan
antigen dengan dosis yang lebih kuat. Indurasi yang terjadi harus diraba
dengan jari dan ditandai ujungnya, diukur dalam mm dengan diameter
melintang (a) dan memanjang (b) dimana untuk tiap reaksi (hasil test)
gunakan formula (a+b) : 2. Dinyatakan positif apabila (a+b) : 2 = 2 mm
atau lebih. Untuk morfologi kelainan kulitnya, pada kondisi kronis dapat
terlihat kulit kering, berskuama, papul, likenifikasi, dan mungkin juga
fisur, batasnya tidak jelas.
2
b. Morfologi dan distribusi yang khas (likenifikasi fleksural pada
orang dewasa, gambaran dermatitis dipipi dan ekstensor pada bayi)
c. Kecendrungan menjadi kronis atau kambuh
a. Xerosis/iktiosis/hiperlinear palmaris
b. Ptiriasis alba
c. Keratosis pilaris
d. Kepucatan fasial/warna gelap infraorbita
e. Peningkatan kadar IgE
f. Keratokonus
g. Kecendrungan mendapat dermatitis non spesifik ditangan
h. Kecendrungan infeksi kulit yang berulang
3. Liken simpleks kronis merupakan peradangan pada kulit kronis, gatal sekali,
sirkumskrip, ditandai dengan kulit tebal, dan garis kulit tampak lebih menonjol
menyerupai kulit batang kayu akibat garukan atau gosokan yang berulang-ulang.
Untuk menegakan diagnosisnya didasarkan gambaran klinis tanpa pemeriksaan
penunjang yang spesifik, dimana gambaran klinisnya umumnya penderita
mengeluh gatal sekali dimana bila timbul pada malam hari dapat mengganggu
tidur. Sensasi gatal umumnya timbul pada waktu istirahat (tanpa melakukan
aktivitas) dan bila muncul sulit ditahan, bahkan sering digaruk sampai luka
sehingga gatal dapat menghilang sementara. Lesi biasanya tunggal, tetapi dapat
pula lebih dari 1. Lokasi biasanya pada daerah tengkuk, sisi leher, tungkai bawah,
pergelangan kaki, skalp, paha bagian medial, lengan bagian ekstensor, skrotum,
dan vulva. Pada stadium awal, kelainan kulit berupa eritema dan edema atau
kelompokan papul. Selanjutnya karna garukan berulangbagian tengah menebal,
kering dan berskuama serta pinggirnya hiperpigmentasi.ukuran lesi lentikular
sampai plakat, bentuknya umumnya lonjong. LSL umumnya lebih sering
ditemukan pada wanita dibanding pria dimana puncak insidensi pada umur 30-50
tahun.
3
kemudian bergabungmembentuk satu bulatan seperti koin, berbatas tegas, sedikit
edematosa dan eritematosa, . lambat launvesikel akan pecah dan terjadi eksudasi,
dan krusta kekuningan, kemudian dapat melebar. Lesi lama berupa likenifikasi
dan skuama. Proses penyembuhan dimulai ditengah sehingga berkesan
menyerupai dermatofitosis. Ukuran lesi bisa mencapai diameter 5cm atau lebih.
Jumlah lesi bisa 1 bisa banyak dan tersebar, bilateral atau simetris dengan ukuran
yang bervariasi dari miliar sampai numular, atau bahkan lebih. Tempat predileksi
tungkai bawah, badan, punggung tangan, dan lengan bawah. Penyakit ini
cendrung kambuh, bahkan ada yang terus-menerus timbul, kecuali dalam periode
pengobatan. Lesi yang kambuh akan muncul pada tempat yang sama.
6. Dermatitis artefisialis merupakan dermatitis yang dibuat oleh penderita itu sendiri
akibat dari psikosomatik, misalnya dengan zat kimia (kaustik dan sebagainya),
baik secara fisis maupun mekanis. Lokalisasi terutama didaerah yang dapat
dijangkau oleh tangan. Dermatitis mempunyai tepi angular dan timbul dalam
waktu relatif cepat sebab dibuat secara artifisial. Penegakan diagnosisnya
umumnya dilakukan melalui pendekatan secara psikiatrik.
3. Klasifikasi nyeri
Berdasarkan patofisiologinya nyeri terbagi atas :
1. Nyeri nosiseptif (nyeri inflamasi) yang timbul akibat adanya stimulus mekanis
terhadap nosiseptor.
2. Nyeri neuroseptif yang timbul akibat disfungsi primer pada sistem saraf.
3. Nyeri idiopatik yang timbul dimana kelainan/kondisi patologi tidak dapat
ditemukan.
4. Nyeri psikologik yang timbul tanpa kelainan organik namun penderita mengeluh
dan biasanya keluhan bersifat berubah-ubah.
4
Berdasarkan klasifikasinya nyeri terbagi atas :
1. Nyeri perifer (peripheral pain) merupakan nyeri yang dirasakan akibat adanya
rangsangan dari ujung-ujung saraf terbagi atas 3 jenis yaitu :
a. Superfisial : rangsangan didapat secara kimiawi maupun fisik, umumnya
pada kulit dan mukosa, biasanya terasa nyeri tajam-tajam didaerah
rangsangan
b. Deep : bila didaerah visceral (organ dalam), sendi, pleura, dan peritoneum
terangsang akan timbul rasa nyeri dalam. Umumnya nyeri dalam banyak
berhubungan dengan nyeri alih, keringat, kejang otot didaerah yang
berjauhan dari asal nyerinya.
c. Reffered pain : merupakan sensasi nyeri yang terasa pada daerah yang jauh
dari tempat yang terangsang (nyeri alih), biasanya terlibat pada nyeri
dalam, yang dirasakan atau menyebarkan nyeri kearah superfisial, kadang-
kadang disamping rasa nyeri terjadi kejang pada otot-otot atau kelainan
susunan saraf otonom seperti gangguan vaskuler, berkeringat yang luar
biasa. Penyebaran nyeri yang timbul bisa berupa hiperalgesia (peningkatan
kepekaan terhadap nyeri secara abnormal), hiperasthesia (penigkatan
kepekaan terhadap sentuhan secara abnormal), dan allodynia (sensasi nyeri
yang diakibatkan oleh stimulus tak berbahaya), yang mana perjalanan
nyeri ini dapat berasal dari sistem somatis maupun sistem otonom.
2. Nyeri sentral (central pain) merupakan nyeri yang dirasakan akibat adanya
rangsangan dari sistem-sistem saraf pusat.
3. Nyeri psikologik (psycologic pain) merupakan sensasi nyeri yang tidak dapat
ditemukan penyebabnya secara organik (tanpa kelainan organik) namun penderita
mengeluh merasakanya dari sedang hingga hebat, umumnya keluhan berupa sakit
kepala, sakit perut, dan lainnya.
Sediaan obat kulit terdiri atas 3 jenis yaitu : topikal, sistemik, dan intralesi. Untuk
sediaan sistemik dan intralesi memiliki sediaan yang sama untuk jenis penyakit
lainnya, namun pada sediaan topikal dengan adanya kemajuan-kemajuan yang pesat
dalam bidang farmasi sediaan ini juga ikut berkembang dengan pesat karna paling
mempengaruhi terutama dalam hasil kesembuhan. Yang menarik perhatian adalah
perubahan cara pengobatan dari nonspesifik dan empirik menjadi pengobatan spesifik
dengan dasar yang rasional.
Sediaan Topikal
Kegunaan dan khasiat pengobatan topikal didapat dari pengaruh fisik dan
kimiawi obat-obatan yang diaplikasikan diatas kulit yang sakit. Pengaruh fisik
antara lain untuk ; mengeringkan, membasahi, melembutkan, lubrikasi,
5
mendinginkan, memanaskan, dan melindungi dari pengaruh buruk dari luar. Prinsip
obat topikal secara umum terbagi 2 yaitu :
a. Bahan dasar (vehikulum)
Merupakan media pilihan yang disediakan sebagai wadah bahan aktif yang
disesuaikan dengan kondisi kulit yang akan diobati. Secara sederhana bahan
dasar dibagi menjadi : cairan, bedak, salap. Dan disamping itu ada pula
sediaan 2 campuran atau lebih bahan dasar yaitu : bedak kocok/lotion
(campuran cairan dan bedak), krim (campuran cairan dan salap), pasta
(campuran bedak dan salap),dan linmen/pasta pendingin (campuran cairan,
bedak, dan salap)
b. Bahan aktif
Merupakan zat aktif yang dimasukan/dicampurkan dalam vehikulum dengan
pertimbangan dasar dan terutama demi efek terapeutiknya. Dapat digunakan
dalam bahan tunggal dapat pula diformulasikan/kombinasi/interaksi dengan 1
atau lebih bahan aktif lain dalam 1 media vehikulum, tergantung dari tujuan
penggunaanya. Khasiat bahan akif topikal dipengaruhi oleh keadaan visiko-
kimia permukaan kulit disamping komposisi formulasi zat yang dipakai.
Penetrasi bahan aktif melalui kulit dipengaruhi oleh beberapa faktor, termasuk
konsentrasi obat, kelarutanya dalam vehikulum, besar partikel, viskositas, dan
evek vehikulum terhadap kulit. Bahan aktif yang digunakan dalam tujuan
terapeutik kulit secara topikal antara lain :
Alumunium asetat
As. Asetat
As. Benzoat
As. Borat
As. Salisilat
As. Undesilenat
As. Vit. A (tretinoin, as. Retinoat)
Benzokain
Benzil benzoat
Camphora
Kortikosteroid topikal
Mentol
Pedofilin
Selenium disulfid
Sulfur
Ter
Tiosulfas natrikus
Urea
Zat antiseptik