Anda di halaman 1dari 76

Case Report Session (CRS)

*Kepaniteraan Klinik Senior/G1A117121

**Pembimbing/dr. Ali Imran Lubis, Sp. Rad

HIDRONEFROSIS SINISTRA E.C BATU URETER +

KISTA OVARIUM BILATERAL

Heta Apriana, S. Ked*

dr. Ali Imran Lubis, Sp. Rad **

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR BAGIAN RADIOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS JAMBI

2021
HALAMAN PENGESAHAN

Case Report Session(CRS)

HIDRONEFROSIS SINISTRA EC. BATU URETER +

KISTA OVARIUM BILATERAL

Oleh

Heta Apriana, S.Ked

G1A117121

Sebagai Syarat Dalam Mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior

Bagian Radiologi RSUD Raden Mattaher

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Jambi


Laporan ini telah diterima dan dipresentasikan

Jambi, agustus 2021

Pembimbing

dr. Ali Imran Lubis, Sp.Rad


KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala
limpahan rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan laporan CRS
(Case Report Session) ini dengan judul “Hidronefrosis Sinistra Ec. Batu Ureter +
Kista Ovarium Bilateral”. Laporan ini merupakan bagian dari tugas Kepaniteraan
Klinik Senior di Bagian Radiologi RSUD Raden Mattaher Jambi.

Terwujudnya laporan ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan dan dorongan
dari berbagai pihak, oleh karena itu penulis menyampaikan ucapan terima kasih
kepada dr. Ali Imran Lubis, Sp. Rad selaku pembimbing yang telah memberikan
arahan sehingga laporan CRS (Case Report Session) ini dapat terselesaikan
dengan baik dan kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian
laporan.

Penulis menyadari laporan ini masih banyak kekurangannya, untuk itu saran
dan kritik yang bersifat membangun sangat diharapkan oleh penulis. Sebagai
penutup semoga kiranya laporan Case Report Session ini dapat bermanfaat bagi
kita khususnya dan bagi dunia kesehatan pada umumnya.

Jambi, Agustus 2021

Penulis
DAFTAR ISI

Halaman Pengesahan ............................................................................. 2

Kata Pengantar ........................................................................................ 3

Daftar Isi.................................................................................................. 4

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................... 5

BAB II STATUS PASIEN ...................................................................... 6

BAB III TINJAUAN PUSTAKA ......................................................... 12

BAB IV ANALISIS KASUS ................................................................ 24

BAB V KESIMPULAN ........................................................................ 26

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................... 27


BAB I

PENDAHULUAN

Batu saluran kemih terbentuk di sepanjang saluran kemih baik saluran kemih
atas (ginjal dan ureter) dan saluran kemih bawah (kandung kemih dan uretra) yang
dapat menyebabkan nyeri, perdarahan, penyumbatan aliran kemih dan infeksi.
Batu ini bisa terbentuk di dalam ginjal (batu ginjal) maupun di dalam kandung
kemih (batu kandung kemih). Batu ini terbentuk dari pengendapan garam kalsium,
magnesium, asam urat, atau sistein. 1,2
Batu saluran kemih dapat berukuran dari sekecil pasir hingga sebesar buah
anggur. Batu yang berukuran kecil biasanya tidak menimbulkan gejala dan
biasanya dapat keluar bersama dengan urin ketika berkemih. Batu yang berada di
saluran kemih atas (ginjal dan ureter) menimbulkan kolik dan jika batu berada di
saluran kemih bagian bawah (kandung kemih dan uretra) dapat menghambat
buang air kecil. Batu yang menyumbat ureter, pelvis renalis maupun tubulus
renalis dapat menyebabkan nyeri punggung atau kolik renalis (nyeri kolik yang
hebat di daerah antara tulang rusuk dan tulang pinggang yang menjalar ke perut
juga daerah kemaluan dan paha sebelah dalam). Hal ini disebabkan karena adanya
respon ureter terhadap batu tersebut. Ureter akan berkontraksi yang dapat
menimbulkan rasa nyeri yang hebat. Adanya batu ureter mengakibatkan obstruksi
saluran kemih sehingga terjadi hidronefrosis dengan segala akibatnya.3,4,5

Ovarium mempunyai fungsi yang sangat krusial pada reproduksi dan


menstruasi. Gangguan pada ovarium dapat menyebabkan terhambatnya
pertumbuhan, perkembangan dan kematangan sel telur. Gangguan yang paling
sering terjadi adalah kista ovarium, sindrom ovarium polikistik, dan kanker
ovarium. Kista ovarium merupakan salah satu bentuk penyakit reproduksi yang
banyak menyerang wanita.6,7

Kista adalah pertumbuhan berupa kantung (pocket, pouch) yang tumbuh


dibagian tubuh tertentu. Kista ovarium adalah suatu kantung yang berisi cairan
atau materi semisolid yang tumbuh dalam ovarium. Sebagian besar kista tidak
menimbulkan gejala yang nyata, namun sebagian lagi menimbulkan masalah
seperti rasa sakit dan perdarahan. Bahkan kista ovarium yang malignan tidak
menimbulkan gejala pada stadium awal.6,7

Pada laporan ini akan dibahas kasus seorang perempuan dengan keluhan
utama nyeri perut dimana setelah evaluasi didiagnosis Hidronefrosis Sinistra E.C
Batu Ureter dan Kista Ovarium Bilateral.
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 IDENTITAS PASIEN


Nama : Ny. Yulisma
Umur : 59 Tahun
Jenis kelamin : perempuan
Pekerjaan : pensiun
Alamat :Jl. Lintas Timur Rt. 13 Kel. Sengeti Kec. Sekernan,
Jambi
Agama : islam
Bangsa : Indonesia
Masuk RS : 19 Juli 2021

2.2 ANAMNESIS
Keluhan utama:
Nyeri hilang-timbul di perut bagian perut bawah kurang lebih 4 bulan yang
lalu.
Riwayat penyakit sekarang:
± 4 bulan SMRS, pasien mengeluhkan nyeri pada pinggang kiri dan perut
bagian bawah, nyeri dirasakan hilang timbul dan tidak membaik dengan istirahat,
nyeri hilang setelah diberi pereda nyeri namun muncul lagi. Keluhan disertai
dengan demam (+) naik turun dan membaik setelah diberi penurun panas, mual
(+) muntah (+), BAK sering frekuensi sedikit-sedikit dengan warna yang keruh,
BAB dalam batas normal, batuk pilek disangkal.
± 7 hari SMRS, keluhan nyeri pinggang kiri dan perut bagian bawah dirasakan
semakin memberat hingga mengganggu aktivitas sehari hari oleh karena itu pasien
dibawa ke RS Muhammad Arifin Sengeti dan dokter di Segeti merujuk pasien ke
RSUD Raden Mattaher.
Riwayat penyakit dahulu:
 Riwayat hipertensi ada dan tidak rutin minum obat kurang lebih 1
tahun
 Riwayat darah tinggi, kolesterol, asam urat, dan jantung disangkal
 Riwayat alergi (-)

Riwayat penyakit keluarga:


 Riwayat keluhan serupa (-)

2.3 Pemeriksaan Fisik


TANDA VITAL
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan darah : 130/70 mmHg
Nadi : 90 x/menit
RR : 21 x/menit
Suhu : 36,7 ºC
Spo2 : 98%

STATUS GENERALISATA
Kulit
Warna : Sawo matang Turgor : Baik
Pigmentasi : Dalam batas normal
Jar. Parut : (-)
Edema : (-)
Ikterus : (-)
Kelenjar
Pembesaran Kel. Submandibula : (-)
Jugularis Superior : (-)
Submental : (-)
Jugularis Interna : (-)

Kepala
Bentuk kepala : Normocephal
Ekspresi muka : Tampak sakit sedang
Simetris muka : Simetris
Rambut : normal
Perdarahan temporal : (-)
Nyeri tekan syaraf : (-)

Mata
Exophthalmus/endopthalmus : (-/-)
Edema palpebra : (-/-)
Conjungtiva anemis : (-/-)
Sklera Ikterik : (-/-)
Pupil : Isokor (+/+)
Lensa : Tidak keruh
Reflek cahaya : (+/+)
Gerakan bola mata : Baik kesegala arah

Hidung
Bentuk : Normal Selaput lendir : normal
Septum : Deviasi (-) Penumbatan : (-)
Sekret : (-) Perdarahan : (-)
Mulut
Bibir : Sianosis (-)
Gigi geligi : Dbn
Gusi : Berdarah (-)
Lidah : Tremor (-)
Leher
Kelenjar getah bening : Pembesaran (-)
Kelenjar tiroid : Pembesaran (-)
Thorax
Bentuk : Simetris
 Paru-paru
 Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris
 Palpasi : Fremitus taktil normal, nyeri tekan (-), krepitasi (-)
 Perkusi : Sonor (+/+)
 Auskultasi : Vesikuler, wheezing (-/-), ronkhi (-/-)
 Jantung
 Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
 Palpasi : Ictus cordis teraba 2 jari di ICS V linea
midclavicula sinistra
 Perkusi batas jantung
Kanan : ICS III Linea parasternalis dekstra
Kiri : ICS V Linea midklavikularis sinistra
Atas : ICS II Linea parasternalis sinistra
Pinggang jantung : ICS III Linea parasternalis sinistra
 Auskultasi : BJ I dan II reguler, murmur (-), gallop (-)
 Abdomen
 Inspeksi : Datar, distensi abdomen (-), nefrostomi sinistra
500cc dalam ±12jam
 Auskultasi : Bising usus (+)
 Palpasi : Tidak nyeri
 Perkusi : Timpani

Ekstremitas atas
Gerakan : Dbn Nyeri sendi : (-)
Akral : Hangat, CRT < 2 detik Edema : (-)
Extremitas bawah
Gerakan : Dbn Nyeri sendi : (-)
Akral : Hangat, CRT < 2 detik Edema : (-)

2.4 Pemeriksaan Penunjang


Hematologi ( 19/7/2021 )
Nilai
pemeriksaan Hasil Satuan Keterangan
rujukan
Hematologi rutin
Hemoglobin 12,1 13.4 – 17.1 g/dL L
Hematokrit 35.6 34.5 – 54 %
Eritrosit 4.07 4.5 – 5.5 X10^6/uL
MCV 87,3 80 – 96 fL
MCH 29,8 27 – 31 Pg
MCHC 34,1 32 – 36 g/dL
RDW 11.7 %
Trombosit 226. 150 – 450 X10^3/uL
PCT .180 0.150 – 0.400 %
MPV 7,96 7.2 – 11.1 fL
PDW 22,5 9 – 13 fL H
Leukosit 16.2 4.0 – 10.0 X10^3/uL H
Hitung jenis
Neutrofil 14.2 X10^3/uL
Limfosit 1.55 X10^3/uL
Monosit .424 X10^3/uL
Eosinofil .036 X10^3/uL
Basofil .056 X10^3/uL
Neutrofil% 87,3 50 – 70 % H
Limfosit% 9.55 18 – 42 % L
Monosit% 2.61 2 – 11 %
Eosinofil% .222 1–3 % L
Basofil% .343 0-2 %

Kimia klinik ( 19/7/2021 )


Nilai
pemeriksaan Hasil Satuan Keterangan
rujukan
Glukosa darah
Glukosa darah
134 <200 mg/dl
sewaktu
Faal hati
SGOT 21 15 – 37 u/l
SGPT 39 14 – 63 u/l
Elektrolit
Natrium 141.0 135 – 147 mmol/L
Kalium 4.52 3.34 – 5.10 mmol/L
Kimia klinik
Faal ginjal ( 7/3/2021 )
pemeriksaan Hasil Nilai rujukan Satuan Keterangan
Ureum 25 15 – 39 mg/dL H
Kreatinin 1.11 0,55 – 1,3 mg/dL H
USG Abdomen

Hasil :

 tampak adanya calculus dengan hiperechoic shadow pada renal sinistra


dan hidronefrosis dengan pelebaran pelvis renalis
 Tampak kista papiler ovarium
 hepar, KE, pancreas, lien, aorta, VU normal
CT SCAN ABDOMEN KONTRAS

Hasil :
 ginjal sinistra normal, sinistra hidronefrosisi (+) stadium IV
 hepar, KE, pancreas, lien, aorta, VU normal
 kista : tampak lesi kisti disepta di region ovarium dexsra ukuran 0,8 cm
dan di region ovarium sinistra berukuran 11,0 cm
kesan : hidronefrosis sinitra e.c batu ureter setinggi para sacral ukuran 7
mm, ovarial kista bilateral dextra 8,0 cm dan sinistra ukuran 11,0 cm.
2.5 Diagnosa Kerja
 Hidronefrosis sinitra E.C Batu Ureter + Kista Ovarium Bilateral

Diagnosis banding :
 Colic Abdomen E.C Peritonium
 infeksi saluran kemih atas (pionefrosis)
 acute kidney injury

2.6 Penatalaksanaan
a) hidronefrosis e.c batu ureter
 IVFD RL 20 tetes permenit
 Ceftriaxone 2x1 gr
 Ketorolac 3x15 mg
 Metronidazole 3x500mg
 Omeprazole 1 x 40mg
b) Kista ovarium
 IVFD RL 30 Tpm
 Persiapan operasi : Inj. Ceftriaxon
 Laparatomi (kistektomi)

2.7 Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad fungsionam : dubia ad bonam
Quo ad santionam : dubia ad bonam
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Ginjal
3.1.1 Anatomi
Ginjal merupakan organ yang berbentuk seperti kacang, terdapat sepasang
(masing-masing satu di sebelah kanan dan kiri vertebra) dan posisinya
retroperitoneal. Ginjal kanan terletak sedikit lebih rendah (kurang lebih 1 cm)
dibanding ginjal kiri, hal ini disebabkan adanya hati yang mendesak ginjal sebelah
kanan. Kutub atas ginjal kiri adalah tepi atas iga 11 (vertebra T12), sedangkan
kutub atas ginjal kanan adalah tepi bawah iga 11 atau iga 12. Adapun kutub
bawah ginjal kiri adalah processus transversus vertebra L2 (kira-kira 5 cm dari
krista iliaka) sedangkan kutub bawah ginjal kanan adalah pertengahan vertebra
L3. Dari batas-batas tersebut dapat terlihat bahwa ginjal kanan posisinya lebih
rendah dibandingkan ginjal kiri.2

Gambar 3.1 Anatomi Letak Ginjal


Gambar 3.2 Anatomi Letak Ginjal

Gambar 3.2 Anatomi Ginjal

Adapun bagian – bagian ginjal, terdiri dari3

 Korteks, merupakan bagian ginjal yang di dalamnya terdiri dari korpus


renalis/Malpighi (glomerulus dan kapsul Bowman), tubulus kontortus
proksimal dan tubulus kontortus distal.
 Medula, terdiri dari 9 – 14 pyramid. Di dalamnya terdiri dari tubulus
rektus, lengkung henle dan tubulus pengumpul (ductus colligent).
 Columna renalis, merupakan bagian korteks diantara pyramid ginjal.
 Proc. Renalis, merupakan bagian pyramid atau medulla yang menonjol ke
arah korteks.
 Hilus renalis, merupakan suatu bagian dimana pembuluh darah,
serabut saraf atau duktus memasuki/meninggalkan ginjal.
 Papilla renalis, merupakan bagian penghubung antara duktus
pengumpul dan calix minor.
 Calix minor, merupakan percabangan dari calix mayor.
 Calix mayor, merupakan percabangan dari pelvis renalis.
 Pelvis renalis/ Piala ginjal, merupakan bagian penghubung antara
calix mayor dan ureter.
 Ureter, merupakan saluran yang membawa urin menuju vesica urinaria

Gambar 3.3 Nephrone

Unit fungsional ginjal disebut nefron. Nefron terdiri dari korpus renalis
atau Malpighi (yaitu glomerulus dan kapsul Bowman), tubulus kontortus
proksimal, lengkung Henle, tubulus kontortus distal yang bermuara pada tubulus
colectus. Di sekeliling tubulus ginjal tersebut terdapat pembuluh kapiler yaitu
arteriol (yang membawa darah dari dan menuju glomerulus) serta kapiler
peritubulus (yang memperdarahi jaringan ginjal). Berdasarkan letaknya nefron
dapat dibagi menjadi: (1) nefron kortikal, yaitu nefron di mana korpus renalisnya
terletak di korteks yang relatif jauh dari medula serta hanya sedikit saja bagian
lengkung Henle yang terbenam pada medula, dan (2) nefron juxta medula, yaitu
nefron di mana korpus renalisnya terletak di tepi medula, memiliki lengkung
Henle yang terbenam jauh ke dalam medula dan pembuluh-pembuluh darah
panjang dan lurus yang disebut sebagai vasa rekta.3
Gambar 3.4 Perdarahan pada Ginjal

Ginjal diperdarahi oleh a/v renalis. A. renalis merupakan percabangan dari


aorta abdominal, sedangkan v.renalis akan bermuara pada vena cava inferior.
Setelah memasuki ginjal melalui hilus, a.renalis akan bercabang menjadi arteri
sublobaris yang akan memperdarahi segmen-segmen tertentu pada ginjal, yaitu
segmen superior, anterior-superior, anterior-inferior, inferior serta posterior.2

Ginjal memiliki persarafan simpatis dan parasimpatis. Untuk persarafan


simpatis ginjal melalui segmen T10-L1 atau L2, melalui n.splanchnicus major,
n.splanchnicus imus dan n.lumbalis. Saraf ini berperan untuk vasomotorik dan
aferen viseral. Sedangkan persarafan simpatis melalui n.vagus.2

3.1.2 Fisiologi

Fungsi ginjal selain mengatur keseimbangan biokimia tubuh dengan cara


mengatur keseimbangan air, konsentrasi garam dalam darah dan asam basa ginjal
juga berperan dalam produksi hormon seperti:4
 Eritropoietin: menstimulasi produksi eritrosit di sumsum tulang. Eritropoietin
disekresikan saat ginjal mengalami hipoksia. Hampir semua hormon
eritropoietin yang terdapat dalam darah disekresi oleh ginjal.
 1,25-Dihydroxyvitamin D3 (calcitriol): merupakan bahan aktif dari vitamin D.
Prekursor vitamin D terhidroksilasi di ginjal. Calcitriol adalah vitamin esensial
untuk meregulasi kalsium deposisi pada tulang dan kalsium reabsorbsi dalam
traktus digestivus. Calcitriol juga mempunyai peran penting dalam refulasi
kalsium dan fosfat.
 Renin: berfungsi sebagai regulator tekanan arteri jangka pendek. Renin bekerja
pada jalur angiotensin untuk meningkatkan tekanan vaskuler dan produksi
aldosteron.
 Prostaglandin: berfungsi sebagai vasokonstriktor dan regulasi garam dan air.

3.1.3 Pembentukan Urin:4

Gambar 3.5 Mekanisme Pembentukan Urine

1. Filtrasi glomerular

Pembentukan kemih dimulai dengan filtrasi plasma pada glomerulus, seperti


kapiler tubuh lainnya, kapiler glomerulus secara relatif bersifat impermeabel
terhadap protein plasma yang besar dan cukup permeabel terhadap air dan larutan
yang lebih kecil seperti elektrolit, asam amino, glukosa, dan sisa nitrogen. Aliran
darah ginjal (RBF = Renal Blood Flow) adalah sekitar 22% dari curah jantung
atau sekitar 1100 ml/menit. Sekitar seperlima dari plasma atau sekitar 125
ml/menit dialirkan melalui glomerulus ke kapsul Bowman. Ini dikenal dengan laju
filtrasi glomerulus (GFR = Glomerular Filtration Rate). Gerakan masuk ke
kapsula bowman’s disebut filtrat. Tekanan filtrasi berasal dari perbedaan tekanan
yang terdapat antara kapiler glomerulus dan kapsula bowman’s, tekanan
hidrostatik darah dalam kapiler glomerulus mempermudah filtrasi dan kekuatan
ini dilawan oleh tekanan hidrostatik filtrat dalam kapsula bowman’s serta tekanan
osmotik koloid darah. Filtrasi glomerulus tidak hanya dipengaruhi oleh tekanan-
tekanan koloid diatas namun juga oleh permeabilitas dinding kapiler.

2. Reabsorpsi

Zat-zat yang difilltrasi ginjal dibagi dalam 3 bagian yaitu : non elektrolit,
elektrolit dan air. Setelah filtrasi langkah kedua adalah reabsorpsi selektif zat-zat
tersebut kembali lagi zat-zat yang sudah difiltrasi.Hasil sisa metabolisme seperti
urea, kreatinin, asam urat sedikit di reabsorbsi pada tubulus ginjal. Sebaliknya
elektrolit seperti natrium, klorida dan bikarbonat terreabsorbsi dalam jumlah
banyak, hingga kadar elektrolit dalam urin akan rendah. Beberapa zat hasil filtrasi
akan direabsorpsi sepenuhnya, seperti asam amino dan glukosa. Reabsorbsi terjadi
dalam tubulus kontortus proksimal, lengkung henle dan tubulus kontortus distal.

3. Sekresi

Sekresi tubular melibatkan transport aktif molekul-molekul dari aliran darah


melalui tubulus kedalam filtrat. Banyak substansi yang disekresi tidak terjadi
secara alamiah dalam tubuh (misalnya penisilin). Substansi yang secara alamiah
terjadi dalam tubuh termasuk asam urat dan kalium serta ion-ion hidrogen.
Pada tubulus kontortus distal, transport aktif natrium sistem carier yang juga
telibat dalam sekresi hidrogen dan ion-ion kalium tubular. Dalam hubungan ini,
tiap kali carier membawa natrium keluar dari cairan tubular, cariernya bisa
hidrogen atau ion kalium kedalam cairan tubular “perjalanannya kembali” jadi,
untuk setiap ion natrium yang diabsorpsi, hidrogen atau kalium harus disekresi
dan sebaliknya. Pilihan kation yang akan disekresi tergantung pada konsentrasi
cairan ekstratubular (CES) dari ion-ion ini (hidrogen dan kalium). Pengetahuan
tentang pertukaran kation dalam tubulus distalis ini membantu kita memahami
beberapa hubungan yang dimiliki elektrolit dengan lainnya. Sebagai contoh, kita
dapat mengerti mengapa bloker aldosteron dapat menyebabkan hiperkalemia atau
mengapa pada awalnya dapat terjadi penurunan kalium plasma ketika asidosis
berat dikoreksi secara teurapeutik.

3.2 Ureter
Ureter terdiri dari dua saluran pipa masing-masing bersambung dari ginjal
ke vesica urinaria. Panjangnya ±25-30 cm dengan penampang 0,5 cm. Ureter
sebagian terletak pada rongga abdomen dan sebagian lagi terletak pada rongga
pelvis. Panjang ureter sekitar 25 cm yang mengantar kemih dan turun ke bawah
pada dinding posterior abdomen di belakang peritoneum. Di pelvis menurun ke
arah luar dan dalam dan menembus dinding posterior kandung kemih secara
oblik.7
Lapisan dinding ureter terdiri dari:7
1. Dinding luar: jaringan ikat (jaringan fibrosa)
2. Lapisan tengah: lapisan otot polos
3. Lapisan sebelah dalam: lapisan mukosa
4. Lapisan dinding ureter menimbulkan gerakan-gerakan peristaltik yang
mendorong urin masuk ke dalam kandung kemih.7
3.3 Vesica urinaria7
Vesica urinaria atau kandung kemih terletak di belakang simpisis pubis,
berfungsi menampung urin untuk sementara waktu. Vesica urinaria berbentuk
seperti buah pir dan letaknya berada di belakang simfisis pubis di dalam rongga
panggul. Vesica urinaria dapat mengembang dan mengempis. Di dorsal vesica
urinaria, pada laki-laki terdapat rectum dan pada wanita ada uterus, portio
supravaginlis dan vagina. Vesica urinaria inferior pada wanita berhadapan dengan
diafragma pelvis dan pada laki-laki berhadapan dengan prostat.
Terdapat segitiga bayangan yang terdiri atas tiga lubang yaitu dua lubang
ureter dan satu lubang uretra pada dasar kandung kemih yang disebut
trigonum/trigon. Lapisan dinding kandung kemih (dari dalam ke luar): lapisan
mukosa, submukosa, otot polos, lapisan fibrosa. Lapisan otot disebut dengan otot
detrusor. Otot longitudinal pada bagian dalam dan luar lapisan sirkular pada
bagian tengah.
Persarafan utama kandung kemih adalah nervus pelvikus yang berhubungan
dengan medulla spinalis melalui pleksus sakralis terutama berhubungan dengan
medulla spinalis segmen S2 dan S3. Selain nervus pelvikus, terdapat dua tipe
persarafan lain yang penting untuk kandung kemih yaitu serat otot lurik yang
berjalan melalui nervus pudendal menuju sfingter ekstemus. Ini adalah serat saraf
somatik yang mempersarafi dan mengontrol otot lurik pada sfingter. Kandung
kemih juga menerima syaraf simpatis dari rangkaian simpatis melalui nervus
hipogastrikus terutama berhubungan dengan segmen L2 medulla spinalis. Serat
simpatis ini merangsang pembuluh darah dan sedikit mempengaruhi kontraksi
kandung kemih.

3.4 Fisiologi Traktus Urinari


Ginjal merupakan organ utama yang bekerja pada sistem urinari. Ginjal
memiliki fungsi yaitu: 7
a) Regulasi komposisi ion darah
Ginjal membantu meregulasi kadar ion dalam darah, terutama ion Sodium
(Na-), potassium (K-), kalsium (Ca2+) , Klorida (Cl-), Fosfat (HPO42-).
b) Regulasi pH darah
Ginjal ekskresi sejumlah ion hydrogen kedalam urin dan menjaga ion
bikarbonat, yang merupakan buffer penting bagi ion hydrogen.
c) Regulasi volume darah
Ginjal mengatur volume darah dengan eliminasi air didalam urin. Peningkatan
volume darah meningkatkan tekanan darah, begitu juga sebaliknya.
d) Regulasi tekanan darah
Ginjal membantu regulasi tekanan darah dengan sekresi enzim rennin, yang
mengaktivasi jalur rennin-angiotensin-aldosteron. Peningkatan rennin
menyebabkan peningkatan tekanan darah.
e) Memantau osmolaritas darah
Dengan meregulasi hilangnya air dan solute di urin, ginjal memantau
osmolaritas darah mendekati 300 miliosmol per liter (mOsm/liter).
f) Produksi hormone
Ginjal memproduksi 2 hormon. Kalsitriol, bentuk aktif dari vitamin D,
membantu regulasi homeostasis kalsium dan eritropoietin, stimulasi produksi
eritrosit.
g) Regulasi kadar glukosa darah
Ginjal mampu menggunakan asam amino glutamine dalam glukoneogenesis.
sintesis glukosa baru. ginjal juga melepaskan glukosa kedalam darah untuk
memantau kadar glukosa darah normal.
Ginjal menjalankan fungsi yang vital sebagai pengatur volume dan
komposisi kimia darah dan lingkungan dalam tubuh dengan mengekresikan zat
terlarut dan air secara selektif. Fungsi vital ginjal dicapai dengan filtrasi
plasma darah melalui glomerulus dengan reabsorpsi sejumlah zat terlarut dan
air dalam jumlah yang sesuai di sepanjang tubulus ginjal. Kelebihan zat
terlarut dan air di eksresikan keluar tubuh dalam urin melalui sistem pengumpulan
urin.8
Ginjal mendapatkan darah yang harus disaring dari arteri. Ginjal kemudian
akan mengambil zat-zat yang berbahaya dari darah. Zat-zat yang diambil dari
darah pun diubah menjadi urin.8
Tiga proses utama akan terjadi di nefron dalam pembentukan urin, yaitu
filtrasi, reabsorpsi, dan sekresi.
a. Filtrasi : kapsula bowman dari badan malphigi menyaring darah dalam
glomerulus yang mengandung air, garam , gula, urea dan zat bermolekul
besar (protein dan sel darah) sehingga dihasilkan filtrate glomerulus (urin
primer). Di dalam filtrate ni terlarut zat seperti glukosa, asam amno dan
garam-garam.8
b. Reabsorbsi : zat dalam urin primer yang masih berguna akan direabsorbsi di
tubulus kontortus proksimal yang akan menghasilkan filtrat tubulus (urin
sekunder) dengan kadar urea tinggi.
c. Sekresi : pada tubulus kontortus distal, pembuluh darah menambahkan zat
lain yang tidak digunakan dan teradi reabsorbsi aktif ion Na+, dan Cl-,
sekresi H+ dan K+. lalu disalurkan ke tubulus kolektifus ke pelvis renalis.
Gambar 3.6 Fisiologi Ginjal. Sumber: Tortora,2009

Urin dialirkan dari ginjal ke ureter dan kedalam vesica urinaria secara
intermiten oleh gelombang kontraksi peristaltik pelvis renalis dan ureter. Pelvis
renalis mengirim urin ke ureter proksimal. Ureter proksimal menerima bolus urin,
ureter proksimal dilatasi dan urin menstimulasi ureter proksimal berkontraksi saat
ureter distal relaksasi. Sehingga bolus urin mampu dialirkan ke distal.9
Gelombang peristaltic berasal dari koleksi sel-sel pacemaker dalam region
proksimal kaliks renal. Pada manusia, terdapat lokasi pacemaker multiple didalam
kaliks proksimal. Untuk mendorong bolus urin, dinding ureter harus bersentuhan.
Gelombang peristaltic ureter terjadi 2-6 kali per menit dengan tekanan kontraksi
ureter berkisar dari 20-80 cm H2O.9

3.5 Hidronefrosis

3.5.1 Definisi dan Klasifikasi

Hidronefrosis adalah dilatasi pelvis dan kaliks ginjal pada salah satu atau
kedua ginjal akibat obstruksi. Obstruksi pada aliran normal urin menyebabkan
urin mengalir balik, sehingga tekanandi ginjal meningkat. Jika obstruksi terjadi di
uretra atau kandung kemih, tekanan balik akan mempengaruhi kedua ginjal, tetapi
jika obstruksi terjadi disalah satu ureter akibat adanya batu atau kekakuan, maka
hanya satu ginjal saja yang rusak. Hidronefrosis adalah obstruksi aliran kemih
proksimal terhadap kandung kemih dapat mengakibatkan penimbunan cairan
bertekanan dalam pelviks ginjal dan uretra yang dapat mengakibatkan absorbsi
hebat pada parenkim ginjal.2
Berdasarkan ginjal yang terkena dibagi menjadi:

1. Hidronefrosis unilateral, apabila hidronefrosis terjadi pada satu ginjal.


2. Hidronefrosis bilateral, apabila hidronefrosis terjadi pada kedua ginjal

Berdasarkan tingkat keparahan dibagi menjadi:

1. Hidronefrosis ringan: tanpa gejala, fungsi ginjal tidak terganggu, dapat


sembuh setelah umur 1 tahun.
2. hidronefrosis sedang: fungsi ginjal tidak menurun, derajat pembesaran
ginjal tidak bertambah buruk.
3. Hidronefrosis berat: terdapat gangguan fungsi ginjal, infeksi, nyeri, dan
perdarahan.

Berdasarkan gambaran radiologi dari hidronefrosis. Ada 4 grade


hidronefrosis, antara lain :

1. Hidronefrosis derajat 1. Dilatasi pelvis renalis tanpa dilatasi kaliks. Kaliks


berbentuk blunting, alias tumpul.
2. Hidronefrosis derajat 2. Dilatasi pelvis renalis dan kaliks mayor. Kaliks
berbentuk flattening, alias mendatar.
3. Hidronefrosis derajat 3. Dilatasi pelvis renalis, kaliks mayor dan kaliks
minor. Tanpa adanya penipisan korteks. Kaliks berbentuk clubbing, alias
menonjol.
4. Hidronefrosis derajat 4. Dilatasi pelvis renalis, kaliks mayor dan kaliks
minor. Serta adanya penipisan korteks Calices berbentuk
ballooning alias menipis .
3.5.2 Etiologi9
Penyebab hidronefrosis:
1. Unilateral
a. Obstruksi batu ureter
b. Obstruksi pelvioureter junction
c. Obstruksi ureter akibat karsinoma sel transisional
1. Bilateral
a. Obstruksi vesica urinaria
b. BPH
c. Kanker prostat
d. Sriktur uretra
e. Detrusor sphincter dyssynergia atau disorders of sex development
f. Katup uretra posterior
g. Obstruksi ureter bilateral pada tingkat memasuki vesica urinaria
h. Kanker servikal
i. Kanker prostat.
j. Kanker rectal.
k. Neuropati vesica urinaria (trauma medulla spinalis, spina bifida).
l. Inflamasi periureter.
m. Fibrosis retroperitoneal.
n. Idiopatik.
o. Obat-obatan: methysergide, hydralazine, haloperidol, LSD, methyldopa,
beta blockers, phenacetin, amphetamines.
p. Zat kimia : talcum.
q. Malignansi retroperitoneal (limfoma, metastasis. Misalnya ca mammae),
post kemoterapi.
r. Infeksi (TB, Sifilis, Gonorea, ISK kronik).
s. Sarcoidosis.
t. Hidronefrosis akibat kehamilan (efek relaksan progesterone terhadap otot
polos, obstruksi ureter oleh fetus).
u. Obstruksi pelvioureter junction bilateral.
v. Batu ureter bilateral.

3.5.3 Patofisiologi
Apapun penyebab dari hidronefrosis, disebabkan adanya obstruksi baik
parsial ataupun intermitten mengakibatkan terjadinya akumulasi urin di piala
ginjal. Sehingga menyebabkan disertasi piala dan kolik ginjal. Pada saat ini atrofi
ginjal terjadi ketika salah satu ginjal sedang mengalami kerusakan bertahap maka
ginjal yang lain akan membesar secara bertahap (hipertrofikompensatori),
akibatnya fungsi renal terganggu.10 Pada tahap awal obstruksi, tekanan intravesica
normal saat vesica urinaria terisi dan tekanan tersebut hanya meningkat saat
miksi. Saat tahap kompensasi, otot-otot dinding vesica urinaria mengalami
hipertrofi dan menebal. Sehingga menyebabkan peningkatan resisten aliran urin
dalam ureter segmen intravesica yang bertujuan untuk mendorong aliran urin
melewati obstruksi. Akibat peningkatan resisten tersebut, terdapat tekanan balik
ke ureter dan ginjal mengakibatkan dilatasi ureter.13
Saat otot-otot polos ureter menebal untuk mendorong urin kebawah dengan
meningkatkan aktivitas peristaltic menyebabkan ureter elongasi dan berkelok-
kelok. Sehingga terbentuk jaringan tali fibrosa. Saat kontraksi, tali fibrosa ini
angulasi ureter sehingga menyebabkan obstruksi sekunder ureter.13
Akibat peningkatan tekanan yang terus menerus dinding ureter menjadi
lemah dan kehilangan kontraksinya menyebabkan dilatasi pada ureter. Pada
pelvis, normalnya tekanan pada pelvis renalis hampir 0. Saat tekanan pada pelvis
renalis meningkat, pelvis renalis dan kaliks berdilatasi. 13
Progresi atrofi hidronefrosis:13
1. Tahap awal perkembangan hidronefrosis tampak pada kaliks. Pada ujung
kaliks yang normal berbentuk konkaf. Akibat adanya peningkatan intrapelvik
menyebabkan fornik menumpul dan membulat. Dengan peningkatan tekanan
intrapelvik secara persiten, papilla menjadi datar dan konveks akibat
peningkatan kompresi dari atrofi iskemik. Perubahan pada parenkim ginjal
akibat kompresi atrofi dari tekanan intrapelvik dan atrofi iskemik dari
perubahan hemodinamik, yang bermanifestasi pada pembuluh darah arcuata.
2. Atrofi disebabkan oleh aliran darah ginjal. Iskemia paling sering tampak pada
area terjauh dari arteri interobularis. Karena peningkatan tekanan balik,
hidronefrosis berprogres yakni sel-sel dekat arteri utama memiliki resistensi
paling besar.
3. Peningkatan tekanan intrapevikal diteruskan hingga ke tubulus. Tubulus
berdilatasi dan sel-sel atrofi akibat iskemia.

gambar 3.7 Mekanisme dan akibat obstruksiSumber: Tanagho,2008

Kiri atas : tahap awal. Elongasi dan dilatasi ureter akibat obstruksi ringan
Tengah atas : tahap selanjutnya. Dilatasi dan elongasi lanjut dengan ureter yang
terpuntir.
Kanan atas : pelvis intrarenal, obstruksi mengirim semua tekanan kembali ke
parenkim.
Bawah : pelvis renalis, semua tekanan meningkat

3.5.4 Diagnosis
3.5.4.1 Anamnesis
Gejalanya tergantung pada penyebab penyumbatan, lokasi penyumbatan
serta lamanya penyumbatan.
a. Pasien mungkin asimptomatik jika awitan terjadi secara bertahap. Obstruksi
akut dapat menimbulkan rasa sakit dipanggul dan pinggang. Jika terjadi infeksi
maka disuria, menggigil, demam dan nyeri tekan serta piuria akan terjadi.
Hematuri dan piuria mungkin juga ada. Jika kedua ginjal kena maka tanda dan
gejala gagal ginjal kronik akan muncul, seperti: 9
1. Hipertensi (akibat retensi cairan dan natrium).
2. Gagal jantung kongestif.
3. Perikarditis (akibat iritasi oleh toksik uremi
4. Pruritis (gatal kulit).
5. Butiran uremik (kristal urea pada kulit).
6. Anoreksia, mual, muntah, cegukan.
7. Penurunan konsentrasi, kedutan otot dan kejang.
8. Amenore, atrofi testikuler
b. Jika penyumbatan timbul dengan cepat (hidronefrosis akut), biasanya akan
menyebabkan kolik renalis ( nyeri yang luar biasa di daerah antara tulang rusuk
dan tulang panggul) pada sisi ginjal yang terkena. 9
c. Jika penyumbatan berkembang secara perlahan (hidronefrosis kronis), bisa
tidak menimbulkan gejala atau nyeri tumpul di daerah antara tulang rusuk dan
tulang pinggul). 9
d. Nyeri yang hilang timbul terjadi karena pengisian sementara pelvis renalis atau
karena penyumbatan sementara ureter akibat ginjal bergeser ke bawah. 9
e. Air kemih dari 10% penderita mengandung darah9
f. Sering ditemukan infeksi saluran kemih (terdapat nanah di dalam air kemih),
demam dan rasa nyeri di daerah kandung kemih atau ginjal9
g. Jika aliran air kemih tersumbat, bisa terbentuk batu (kalkulus)9
h. Hidronefrosis bisa menimbulkan gejala saluran pencernaan yang samar-samar,
seperti mual, muntah dan nyeri perut9
i. Gejala ini kadang terjadi pada penderita anak-anak akibat cacat bawaan,
dimana sambungan ureteropelvik terlalu sempit9
j. Jika tidak diobati, pada akhirnya hidronefrosis akan menyebabkan kerusakan
ginjal dan bisa terjadi gagal ginjal9
k. Penyebab obstruksi ekstrinsik (misalnya kompresi ureter akibat malignansi
retroperitoneal) biasanya memiliki onset kronik, dimana obstruksi intrinsic
(batu) seringkali ditandai nyeri hebat dengan onset tiba-tiba9
l. Jika terdapat adanya obstruksi dengan ISK,ditemukan gejala dan tanda
pielonefritis (nyeri punggung, demam) atau sepsis9
Berdasarkan lokasi penyumbatan, gejala klinis hidronefrosis berupa:
a. Traktus urinari atas (ureter dan ginjal)
Gejala yang paling sering dikeluhkan oleh pasien adalah nyeri pada
punggung yang menyebar sepanjang aliran ureter, hematuria total makroskopi,
gejala gastrointestinal, menggigil, demam, rasa panas pada pengeluaran urin,
dan urin berawan dengan onset infeksi. pada hidronefrosis bilateral, terdapat
keluhan nausea, vomitus, penurunan berat badan dan kekuatan, pallor
dikarenakan uremia sekunder.13
b. Traktus urinari bawah (uretra dan vesica urinari)
Gejala primer adalah hesitansi saat memulai BAK, aliran BAK yang
berkurang, terminal dribbling; hematuria parsial. Pada obstruksi traktus urinari
bawah sering disebabkan oleh BPH, neurogenik vesica urinaria dan tumor
vesica urinaria.13

3.5.4.2 Pemeriksaan Fisik18


Pada saat palpasi, jika ginjal teraba menunjukkan adanya hidronefrosis
berat. Serta pada hidronefrosis bilateral, tampak edema ekstremitas inferior. Pada
palpasi juga dapat ditemukan vesica urinaria distensi yang menandakan adanya
obstruksi traktus urinaria bawah.
Pada perkusi ditemukan adanya nyeri ketok sudut kostovertebra pada sisi
yang terkena. Pemeriksaan rectal toucher didapatkan adanya atoni pada spingter
ani (akibat kerusakan akar saraf sacral) atau pembesaran prostat jinak dan ganas.
Serta ditemukan distensi vesica urinaria. Sedangkan pemeriksaan vagina
kemungkinan didapatkan adanya kanker serviks sebagai etiologi obstruksi saluran
kemih.

3.5.4.3 Pemeriksaan Penunjang18


a. Hitung sel darah lengkap
Leukositosis menandakan infeksi akut. Anemia dapat disebabkan adanya
proses akut (misalnya, kehilangan darah) atau proses kronik (misalnya,
insufisiensi renal kronik, malignansi).
b. Pemeriksaan kimia darah
Pada hidronefrosis bilateral, ditemukan peningkatan ureum dan kreatinin.
Secara normal, rasio ureum: kreatinin adalah 10: 1. Pada hidronefrosis bilateral
dan ekstravasasi urin didapatkan rasio ureum:kreatinin adalah 20: 1 – 40: 1.
Selain itu juga ditemukan hiperkalemia dan asidosis pada insufisiensi renal.
c. Radiologi
a. USG

Gambar 3.8 radiologi hidronefrosis pada USG ginjal


Sumber: Tanogha,2008

Hidronefrosis dapat unilateral atau bilateral bergantung pada dimana lesi itu
berada. Obstruksi unilateral disebabkan oleh lesi yang berada di atas sambungan
ureter dan vesica, sedangkan obstruksi bilateral biasanya disebabkan oleh lesi
distal dari titik tersebut.
Gambaran urogram : Hidronefrosis dini memberikan gambaran kalik-kalik
yang mendatar (flattening). Perubahan ini reversibel. Hidronefrosis lanjut
memperlihatkan kalik-kalik berupa tongkat (clubbing). Pada tingkat lebih parah
lagi terjadi destruksi parenkim dan pembesaran sistem saluran kemih. Akhirnya
terjadi kantung hidronefrotik.
b. CT-scan Abdomen

A. Potongan Koronal. B. Potongan Sagital C. Potongan Transversal

Gambar 3.9 CT-scan abdomen menunjukkan hidronefrosis dan megaureter ginjal


kanan dengan ginjal kiri tampak normal.

3.5.4.4 Tatalaksana10
Untuk pengobatan terhadap hidronefrosis, perlu dicari penyebab dari
penyakit ini sehingga dapat dilakukan diagnosis yang tepat dan terapi yang sesuai
untuk menghilangkan penyebab tersebut. Selain itu, pengobatan juga dilakukan
berdasarkan keluhan yang muncul, misalnya apabila terjadi infeksi dari saluran
kemih dapat diberikan antibiotik untuk mengobati infeksi, apabila terjadi nyeri
dapat diberikan obat-obatan anti-nyeri. Apabila terjadi gangguan terhadap BAK
misalnya tidak dapat atau tidak bisa BAK dapat dilakukan pemasangan kateter
untuk mengurangi gejala-gejala yang dirasakan oleh penderita hidronefrosis.
Dapat juga dilakukan tindakan operatif untuk memperbaiki kelainan dari struktur
Medikamentosa:

 Terapi ini ditujukan untuk batu yang ukurannya kurang dari 5 mm diharapkan
dapat keluar dengan spontan dengan tujuan untuk mengurangi nyeri saat
proses pengeluaran batu dengan cara miksi. Pemberian diuretik dapat
digunakan untuk memperlancar aliran urin. Edukasi pasien untuk minum
banyak juga dapat dilakukan untuk memperlancar aliran urin.
 Oral alkanizing agents seperti natrium atau kalium bikarbonat dapat
mendisolusikan batu yang bersifat asam. Kontraindikasi obat ini adalah
pasien dengan riwayat gagal jantung atau gagal ginjal.
Non Medikamentosa
 ESWL (Extracorporeal Shockwave Lithotripsy) : alat ini dapat memecah
batu ginjal, ureter proksimal atau buli buli tanpa melalui tindakan invasive
dan tanpa pembiusan. Menggunakan shockwave batu dapat dipecahkan.
Pasien dapat merasa nyeri kolik pada proses pemecahan batu.
Kontraindikasi pemecahan batu Menggunakan ESWL adalah pasien hamil,
infeksi saluran kemih dan batu sistein.
 PCNL (Percutaneus Nephrolithotomy): menggunakan alat endoskopi ke
sistem kalises melalui insisi pada kulit. Batu kemudian dipecah menjadi
ukuran yang lebih kecil. Metode ini digunakan untuk batu > 2 cm.
Keberhasilan PNL sendiri mencapai 56%. Kontraindikasi meliputi
penggunaan antikoagulan, infeksi saluran kemih yang belum diatasi, tumor
traktus urinarius, kehamilan.1
 Litotripsi: menggunakan alat litotriptor dengan akses dari uretra, batu dapat
dipecahkan menjadi fragmen kecil. Pecahan batu dapat dikeluarkan dengan
evakuator Ellik.1
 Ureteroskopi (URS): dengan memasukkan alat ureteroskopi per uretram
guna melihat keadaan ureter atau sistem pielokaliks ginjal. Dengan memakai
energi tertentu, batu yang berada di dalam ureter maupun sistem pelvikalises
dapat dipecah melalui tuntunan ureteroskopi/ureterorenoskopi ini.1
 Bedah terbuka : di klinik yang belum mempunyai fasilitas yang memadai
untuk tindakan endourologi, laparoskopi, maupun ESWL, pengambilan batu
masih dilakukan melalui pembedahan terbuka. Pembedahan terbuka itu antara
lain adalah pielolitotomi atau nefrolitotomi untuk mengambil batu pada
saluran ginjal. Tidak jarang pasien harus menjalani tindakan nefrektomi atau
pengambilan ginjal karena ginjalnya sudah tidak berfungsi dan berisi nanah
(pionefrosis), korteksnya sudah sangat tipis, atau mengalami pengekurtan
akibat batu yang menimbulkan obstruksi dan infeksi yang menahun.1
 Pemasangan DJ-Stent : merupakan pemasangan alat di ureter,satu ekornya
di sistem pelvikokaliks ginjal dan satu lagi di kandung kemih. Fungsinya
untuk mempermudah aliran kencing dari ginjal ke kandung kencing, juga
memudahkan terbawanya serpihan batu saluran kencing. Ketika ujung J-stent
berada di sistema pelvikokaliks maka peristaltik ureter terhenti sehingga
seluruh ureter dilatasi. Lama usia DJ stent bervariasi, umumnya 2 bulan dan
terdapat yang dapat berusia 1 tahun. Jika tidak diberikan keterangan, biasanya
DJ stent berusia 2 bulan. Disarankan DJ stent dicabut atau diganti setelah 2
bulan.

3.5.5. Prognosis
Pembedahan pada hidronefrosis akut biasanya berhasil jika infeksi dapat
dikendalikan dan ginjal berfungsi dengan baik, sedangkan prognosis untuk
hidronefrosis kronis belum bisa dipastikan.16

3.6 Batu Saluran Kemih


3.6.1 Definisi
Batu Saluran Kemih (BSK) adalah penyakit dimana didapatkan masa keras
seperti batu yang terbentuk di sepanjang saluran kemih, baik saluran kemih atas
(ginjal dan ureter) dan saluran kemih bawah (kandung kemih dan uretra), yang
dapat menyebabkan nyeri, perdarahan, penyumbatan aliran kemih, dan infeksi.
Batu ini bisa terbentuk di dalam ginjal (batu ginjal) maupun di dalam kandung
kemih (batu kandung kemih).10

3.6.2 Epidemiologi
Insiden batu saluran kemih tergantung geografi, iklim, etnik, diet, dan faktor
genetik. Menurut survey, angka batu saluran kemih terjadi pada negara
berkembang sekitar 4-20%. Di Indonesia angka insiden batu saluran kemih masih
belum diketahui, namun diperkirakan 170.000 kasus per tahunnya. Umumnya di
Indonesia banyak ditemukan batu dengan komposisi urat ammonium dan
kalsium.11

3.6.3 Klasifikasi12
Menurut European Association Guideline 2017, batu saluran kemih terbagi
berdasarkan ukuran, lokasi, etiologi karakteristik x-ray.
3.6.3.1 Berdasarkan ukuran
Ukuran batu biasanya diukur dalam 2 atau 3 dimensi dan terbagi dalam
ukuran diameter hingga 5, 5-10, 10-20, dan >20 mm.
3.6.3.2 Berdasarkan lokasi
Batu dibagi berdasarkan lokasi anatomic: kaliks superior, media, dan
inferior; pelvis renalis;ureter proksimal, media, dan distal; dan vesica
urinary.
3.6.3.3 Berdasarkan etiologi
a. Batu non infeksi
1. Kalsium oksalat
2. Kalsium fosfat
3. Asam urat
b. Batu infeksi
1. Magnesium ammonium fosfat
2. Karbonat
3. Ammonium urat
c. Genetik
1. Sistin
2. Xantin
3. 2,8 dihidroxiadenlin
d. Obat-obatan
3.6.3.4 Karakteristik X-ray
Berdasarkan gambaran foto polos abdomen, batu dibagi menjadi:
Tabel 3.1 Karakteristik X-ray Batu Saluran Kemih
3.6.4 Faktor Resiko9
Faktor resiko batu saluran kemih:
a. Faktor intrinsik
Faktor intrinsik antara lain:
1. Herediter (keturunan): penyakit ini diduga diturunkan dari orang
tuanya
2. Umur: penyakit ini paling sering didapatkan pada usia 20-50
tahunan
3. Jenis kelamin: jumlah pasien laki-laki 3 kali lebih banyak
dibandingkan dengan pasien perempuan.
b. Faktor ekstrinsik
Faktor ekstrinsik diantaranya adalah:
1. Geografi: beberapa daerah menunjukkan angka kejadian batu aluran
kemih yang lebih tinggi daripada daerah lain sehingga dikenal
sebagai daerah stone belt (sabuk batu).
2. Iklim dan temperature
3. Asupan air: kurangnya asupan air (<1200 ml/hari) dan tingginya
kadar mineral kalsium pada air yang dikonsumsi, dapat
meningkatkan insiden batu saluran kemih.
4. Diet: diet banyak purin, oksalat, dan kalsium mempermudah
terjadinya penyakit batu saluran kemih. Tingginya asupan garam
menyebabkan hiperkalsuria (mekanisme transport sodium:kalsium).
5. Pekerjaan: penyakit ini sering dijumpai pada orang yang
pekerjaannya banyak duduk atau kurang aktifitas atau sedentary life

3.6.5 Patofisiologi
Pembentukan batu saluran kemih memerlukan keadaan supersaturasi dalam
pembentukan batu. Inhibitor pembentuk batu dijumpai dalam air kemih normal.
Batu kalsium oksalat dengan inhibitor sitrat dan glikoprotein. Beberapa promoter
(reaktan) dapat memacu pembentukan batu seperti asam urat, memacu batu
kalsium oksalat. Aksi reaktan dan inhibitor belum dikenali sepenuhnya. Ada
dugaan proses ini berperan pada pembentukan awal atau atau nukleasi kristal,
progresi kristal atau agregatasi kristal. Misalnya pennambahan sitrat dalam
kompleks kalsium dapat mencegah agregatasi kristal kalsium oksalat dan mungkin
dapat mengurangi risiko agregatasi kristal dalam saluran kemih.10
Batu ginjal dapat terbentuk bila dijumpai satu atau beberapa faktor
pembentuk kristal kalsium dan menimbulkan agregatasi pembentukan batu.
Subyek normal dapat mengekskresikan nukleus kristal kecil. Proses pembentukan
batu dimungkinkan dengan kecenderungan ekskresi agregat kristal yang lebih
besar dan kemungkinan sebagai kristal kalsium oksalat dalam air kemih.10
Proses perubahan kristal yang terbentuk pada tubulus menjadi batu masih
belum sejelas proses pembuangan kristal kristal melalui air kemih yang banyak.
Diperkirakan bahwa agregasi kristal menjadi cukup besar sehingga tertinggal dan
biasanya ditimbun pada duktus kolektikus akhir. Selanjutnya secara perlahan
timbunan akan membesar. Pengendapan ini diperkirakan timbul pada bagian sel
epitel yang mengalami lesi. Kelainan ini kemungkinan disebabkan oleh kristal
sendiri.10
Sekitar 80% pasien batu ginjal merupakan batu kalsium, dan kebanyakan
terdiri dari kalsium oksalat atau agak jarang sebagai kalsium fosfat. Jenis batu
lainnya terdiri dari batu sistin, batu asam urat, dan batu struvit.10
-Usia Nutrisi -Musim Keturunan -Profesi
-Jenis Kelamin -Ras -Mentalitas

Kelainan Gangguan Infeksi saluran Kelainan Faktor


Morfologi aliran air keruh kemih Metabolik Genetik

Ekskresi bahan pembentuk Ekskresi inhibitor


batu meningkat kristal menurun

Perubahan fisiko-kimiawi
supersaturasi

-Kelainan kristaluria
-Agregatasi kristal
- Pertumbuhan kristal

Batu Saluran Kemih

Gambar 3.10 Aspek Umum Pembentukan Batu Saluran Kemih

3.6.6 Komposisi Batu

Batu saluran kemih pada umumnya mengandung unsur: kalsium oksalat


atau kalsium fosfat, asam-urat, magnesium-amonium-fosfat (MAP), xanthin, dan
sistin, silikat dan senyawa lainnya.

3.6.6.1 Batu Kalsium


Batu jenis ini merupaka paling banyak dijumpai, yaitu ± 70-80% dari
seluruh batu saluran kemih. Kandungan batu jenis ini terdiri atas kalsium oksalat,
kalsium fosfat, atau campuran kedua komposisi tersebut.
Faktor terjadinya batu kalsium:
1. Hiperkalsuri, yaitu kadar kalsium didalam urin lebih besar dari 250-300 mg/24
jam. Terdapat 3 macam penyebab hiperkalsuri, antara lain:
a. Hiperkalsuri absorbtif karena adanya peningkatan absorbsi kalsium
melalui usus.
b. Hiperkalsuri renal terjadi karena adanya gangguan kemampuan
reabsorbsi kalsium melalui tubulus ginjal.
2. Hiperkalsuri resorptif adaya peningkatan resorbsi kalsium.Hiperoksaluri adalah
ekskresi oksalat urin melebihi 45 gram per hari. Keadaan ini dijumpai pada
pasien dengan gangguan usus sehabis menjalani pembedahan usus dan pasien
yang banyak mengkonsumsi makanan kaya oksalat diantaranya adalah teh,
kopi instan, minuman soft drink, kokoa, arbei, jeruk sitrun dan sayuran
berwarna hijau.
3. Hiperurikosuria adalah kadar asam urat didalam urin yang melebihi 850 mg/24
jam. Asam urat yang berlebihan didalam urin bertindak sebagai inti batu/nidus
untuk terbentuknya batu kalsium oksalat. Sumber asam urat didalam uri berasal
dari makanan yang mengandug banyak purin maupun berasal dari metabolism
endogen.
4. Hipositraturia. Didalam urin, sitrat bereaksi dengan kalsium membentuk
kalsium sitrat sehingga menghalagi ikatan kalsium dengan oksalat atau fosfat.
Hal ini dimungkinkan karena ikatan kalsium sitrat lebih mudah larut daripada
kalsium oksalat. Oleh karena itu, sitrat dapat bertindak sebagai penghambat
pembentukan batu kalsium. Hipositraturi dapat terjadi pada penyakit asidosis
tubuli ginjal atau renal tubular asidosis, sindrom malabsorbsi, atau pemakaian
diuretic golongan thiazide dalam jangka waktu lama.
5. Hipomagnesuria. Magnesium juga bertindak sebagai penghambat timbulnya
batu kalsium, karena didalam urin magnesium bereaksi dengan oksalat menjadi
magnesium oksalat sehingga mencegah ikatan kalsium dengan oksalat.
Penyebab tersering hipomagnesuria adalah penyakit inflamasi usus
(Inflammatory Bowel Disease) diikuti dengan gangguan malabsorbsi.
3.6.6.2 Batu Struvit
Batu struvit disebut juga sebagai batu infeksi. Karena terbentuknya batu ini
disebabkan oleh adanya infeksi saluran kemih. Kuman penyebab infeksi ini adalah
kuman golongan pemecah urea atau urea splitter yang dapat menghasilkan enzim
urease dan merubah urin menjadi bersuasana basa melalui hidrolisis urea menjadi
amoniak. Suasana basa ini memudahkan garam-garam magnesium, ammonium,
fosfat dan karbonat membentuk batu magnesium ammonium fosfat (MAP) dan
karbonat apatit. Kuman-kuman yang termasuk pemecah urea adalah: Proteus spp.,
Klebsiella, Serratia, Enterobacter, Pseudomonas, dan Staphylococcus.
3.6.6.3 Batu Asam Urat
Batu asam urat merupakan 5-10% dari seluruh batu saluran kemih. Diantara
75-80% batu asam urat terdiri atas asam urat murni dan sisanya merupakan
campuran kalsium oksalat. Penyakit batu ini banyak diderita oleh pasien penyakit
gout, mieloproliferatif, pengobatan antikanker, penggunaan obat urikosurik
diantaranya adalah sulfinpirazone, thiazide, dan salisilat. Kegemukan, peminum
alcohol, dan diet tinggi protein memiliki peluang lebih besar mendapatkan
penyakit batu ini.
Sumber asam urat berasal dari diet yang mengandung purin dan metabolism
endogen didalam tubuh. Degradasi purin didalam tubuh melalui asam inosinat
dirubah menjadi hipoxantin. Dengan bantuan enzim xantn oksidase, hipoxanthin
diubah menjadi xanthin yang akhirnya dirubah menjadi asam urat.
Asam urat relative tidak larut didalam urin seingga pada keadaan tertentu
mudah sekali membentuk Kristal asam urat dan membentuk batu asam urat.
Faktor yang menyebabkan terbentuknya asam urat adalah urin terlalu asam (pH
urin <6), volume urin jumlahnya sedikit (<2 liter/hari) atau dehidrasi, dan
hiperurikosuri atau kadar asam urat yang terlalu tinggi.
Ukuran batu asam urat bervariasi mulai dari ukuran kecil sampai ukuran
besar sehingga membentuk batu staghorn yang mengisi seluruh pelvikalises
ginjal. Batu asam urat bentuknya halus dan bulat seringkali keluar spontan. Batu
asam urat murni bersifat radiolusen, sehingga pada pemeriksaan IVU tampak
sebagai bayangan filling defect pada saluran kemih. Pada USG memberikan
gambaran bayangan akustik (acoustic shadowing).
3.6.6.4 Batu Jenis Lain
Batu sistin didapatkan karena kelainan etabolism sistin, yaitu kelainan
dalam absorbs sistin di mukosa usus. Batu xanthin terbentuk karena penyakit
bawaan berupa defisiensi enzim xanthin oksidase yang mengkatalisis perubahan
hipoxanthin menjadi xanthin dan xanthin menjadi asam urat. Pemakaian antasida
yang mengandung silikat (magnesium silikat atau aluminometilsalisilat) yang
berlebihan dan dalam jangka waktu lama menyebabkan timbulnya batu silikat.

3.6.7 Diagnosis

3.6.7.1 Anamnesis
Gejala klinis pada penderita BSK bervariasi bergantung kepada adanya
obstruksi, infeksi, dan edema. Keluhan yang disampaikan oleh pasien tergantung
kepada : posisi atau letak batu, besar batu, dan penyulit yang telah terjadi. Nyeri
ini mungkin bisa berupa nyeri kolik ataupun bukan kolik. Nyeri kolik terjadi
karena adanya aktivitas peristaltik otot polos sistem kalises ataupun ureter
meningkat dalam usaha untuk mengeluarkan batu dari saluran kemih. Peningkatan
peristaltik itu menyebabkan tekanan intraluminalnya meningkat sehingga terjadi
perenggangan dari terminal saraf yang memberikan sensasi nyeri. Nyeri non kolik
terjadi akibat peregangan kapsul ginjal karena terjadi hidronefrosis atau infeksi
pada ginjal. Batu saluran kemih dibagian atas biasanya menyebabkan rasa nyeri.
Karakteristik nyerinya tergantung kepada lokasi. Batu yang cukup kecil yang
turun kedalam ureter biasanya akan mengalami kesulitan dan rasa nyeri saat batu
melewati persimpangan ureteropelvik.13
Gejala klinis yang bisa dirasakan oleh pasien BSK adalah :14
a. Rasa Nyeri
Rasa nyeri dapat dirasakan oleh setiap pasien penderita BSK. Rasa nyeri
yang dialami dapat bervariasi tergantuk lokasi nyeri dan letak batu. Rasa nyeri
yang berulang (kolik) tergantung lokasi batu. Bila nyeri mendadak menjadi
akut, disertai rasa nyeri tekan diseluruh area kostovertebral, tidak jarang
disertai mual dan muntah, maka pasien tersebut sedang mengalami kolik ginjal.
Batu yang berada di ureter dapat menyebabkan nyeri yang luar biasa, akut dan
kolik yang menyebar ke paha dan daerah genitalia. Sedangkan, batu kalkuli
staghorn yang besar hanya menimbulkan rasa tidak nyaman dan pegal pada
punggung.
b. Hematuria
Pasien sering mengeluhkan ingin selalu berkemih, namun hanya sedikit
air kemih yang keluar, dan biasanya air kemih disertai dengan darah, maka
pasien tersebut mengalami kolik ureter.
c. Nausea dan vomitus
Obstruksi saluran kemih bagian atas (ginjal dan ureter) seringkali
menyebabkan nausea dan vomitus. Nausea disebabkan innervasi pelvis renalis,
gaster dan intestinal melalui aksis celiac dan nervus vagus.
Manifestasi klinik batu saluran kemih berdasarkan letak batu tersebut:14
a. Batu Pelvis Ginjal
Batu pelvis ginjal dapat bermanifestasi tanpa gejala sampai dengan gejala
berat. Nyeri didaerah pinggang dapat dalam bentuk pegal hingga kolik atau nyeri
yang terus menerus dan hebat karena adanya pionefrosis. Selain itu, didapatkan
adanya nyeri saat menekan atau mengetok daerah arkus kosta pada sisi ginjal yang
terkena. Batu pelvis di ginjal dapat menimbulkan hidronefrosis, sedangkan batu
kaliks umumnya tidak menimbulkan gejala fisik.
b. Batu ureter
Gejala klinis batu ureter berupa gejala kolik yang awalnya di punggung dan
radiasi secara inferior dan anterior. Sekitar 50% pasien disertai perasaan mual
dengan atau tanpa muntah dengan nyeri alih khas. Gejala klinis batu ureter
tergantung pada letak batu ureter tersebut:
a. Batu ureter atas: radiasi ke punggung atau lumbal
b. Batu ureter tengah: radiasi anterior atau posterior
c. Batu pada ureteroplevic junction: nyeri punggung ringan-berat tanpa radiasi ke
paha, gejala miksi iritasi (frekuensi, disuria), nyeri suprapubik, frekuensi
urinari/urgensi, disuria, stranguria, gejala gastrointestinal
d. Batu ureter distal: radiasi ke paha atau testis (laki-laki) atau labia majora
(perempuan).
c. Batu kandung kemih
Manifestasi klinis vesicolithiasis berupa nyeri suprapubik, disuria,
intermitensi, frekuensi, hesitansi, nokturia, dan retensi urin. Tanda klinis yang
sering termasuk hematuria makroskopik dan nyeri menyebar hingga ke ujung
penis, skrotum, perineum, punggung atau panggul. Rasa nyeri seringkali dipicu
oleh pergerakan mendadak dan olahraga.
Pada anak, nyeri menyebabkan anak menarik penis sehingga sering dilihat
penis agak panjang. Bila terjadi infeksi sekunder, selain nyeri, sewaktu miksi juga
akan terdapat nyeri menetap suprapubik.
d. Batu uretra
Batu uretra umumnya merupakan batu yang berasal dari ureter atau kandung
kemih yang oleh aliran kemih sewaktu miksi terbawa ke uretra, tetapi menyangkut
di tempat agak lebar. Tempat uretra yang agak lebar adalah pars prostatika, bagian
permulaan pars bulbosa dan di fosa nafikular.

3.6.7.2 Pemeriksaan Fisik


Tanda dan gejala penyakit batu saluran kemih ditentukan oleh letaknya,
besarnya dan morfologinya. Walaupun demikian, penyakit ini mempunyai tanda
umum, yaitu hematuria, baik hematuria nyata maupun mikroskopik. Selain itu,
bila disertain infeksi saluran kemih dapat ditemukan kelainan endapan urin.1 Nyeri
di daerah pinggang dapat dalam bentuk pegal hingga kolik atau nyeri yang terus
menerus dan hebat karena adanya pionefrosis. Nyeri tekan atau ketok pada daerah
arkus kosta pada sisi ginjal yang terkena.1
Pada pasien dengan urosepsis tampak gejala demam, hipotensi, dan
vasodilatasi kutaneus. Serta adanya piuria, leukositosis atau bakteriuria
kemungkinan adanya nfeksi saluran kemih atau berpotensi pionefrosis. Sehingga
diperlukan dekompresi emergensi pada traktus urinarius yang obstruksi, resusitasi
cairan intravena secara massif, dan antibiotic intravena. Pada hidronefrosis berat
dan obstruktif kalkuli jangka panjang seringkali pada palpasi abdomen teraba
massa.14
a. Batu ginjal
Pada perkusi didapatkan nyeri ketok CVA, tidak terdapat tanda-tanda
peristoneal, serta pada auskultasi didapatkan bunyi usus menurun. Pada
pemeriksaan tanda vital didapatkan takikardia dan hipertensi.14
b. Batu ureter
Nyeri dapat berpindah tergantung migrasi batu ureter.14
c. Batu kandung kemih
Pada pemeriksaan fisik yang sering ditemukan berupa nyeri tekan
suprapubik, rasa penuh, dan vesica urinaria distensi yang mampu teraba saat
palpasi.14

3.6.7.3 Pemeriksaan Penunjang


a. Urinalisis14
Adanya hematuria makroskopik dan mikroskopik ditemukan pada 85%
pasien dengan batu saluran kemih. Tidak adanya hematuria mikroskopik tidak
mengeliminasi diagnosis kolik renalis. Jika leukosit >10 sel per LPB atau lebih
banyak dari jumlah eritrosit, maka curiga ISK. Piuria (>5 leukosit/LPB pada
specimen setrifus) pada pasien ureterolithiasis maka merupakan tanda-tanda
infeksi hidronefrosis.
Kadang-kadang dapat ditemukan kristal-kristal urin seperti kalsium
oksalat. Asam urat, atau sistin yang dapat menentukan komposisi batu. Jika pH
urin >7 curiga adanya organism pemecah urea seperti Proteus, Pseudomonas atau
Klebsiella dan batu struvit. pH urin <5 menandakan batu asam urat.
b. Pemeriksaan darah lengkap
Leukositosis ringan seringkali tampak selama serangan kolik renal. Nilai
RBC yang menurun menandakan adanya perdarahan berat sedang terjadi atau
penyakit kronis.14
c. Pemeriksaan faal ginjal
Untuk mencari kemungkinan terjadi penurunan fungsi ginjal1
d. Pemeriksaan elektrolit
Untuk menentukan faktor penyebab timbulnya batu saluran kemih (antara
lain: kalsium, oksalat, fosfat, maupun urat didalam darah maupun didalam urin).1
e. Ultrasonografi (USG)
Ultrasonografi seringkali digunakan untuk menentukan adanya batu renal.
USG memiliki kelebihan berupa mudah mengidentifikasi batu asam asam urat,
sistin dan batu pada ureterovesical junction. Serta USG tidak memerlukan kontras
dan mampu mendeteksi hidronefrosis. Namun, dalam diagnosis batu ureter distal
USG cenderung kurang akurat daripada IVP maupun CT Scan. Selain itu, USG
juga tidak terlalu bagus untuk batu-batu berukuran kecil (misalnya <5 mm) dan
tidak mampu mengevaluasi fungsi ginjal.14
Pada EAU Guideline 2017, merekomendasikan USG sebagai alat diagnostic
pencitraan primer dikarenakan USG aman, ada dimanapun, dan tidak mahal. USG
memiliki sensitivitas 45% dan spesifitas 94% untuk batu ureter dan spesivitas
45% dan spesifitas 88% untuk batu ginjal.12

f. Foto polos abdomen atau Blass Nier Overzicht (BNO)


Sensitivitas dan spesifitas BNO adalah 44-77% dan 80-87%. BNO berguna
dalam membedakan batu radiolusen dan radioopak. Batu-batu jenis kalsium
oksalat dan kalsium fosfat bersifat radio-opak dan paling sering dijumpai antara
batu jenis lain, sedangkan batu asam urat bersifat non opak (radiolusen).12

g. Pielografi intravena (IVP)


Pemeriksaan ini bertujuan menilai keadaan anatomi dan fungsi ginjal. Selain
itu IVU dapat mendeteksi adanya batu semi opak ataupun batu non opak yang
tidak dapat terlihat oleh foto polos perut. Jika IVU belum dapat menjelaskan
keadaan sistem saluran kemih akibat adanya penurunan fungsi ginjal, sebagai
gantinya adalah pemeriksaan pielografi retrograde.1
Kelebihan IVP adalah tersedia secara luas, tidak mahal, dan menunjukkan
system urinary secara jelas sehingga pada hidronefrosis ringan sangat berguna.
Serta IVP mampu menunjukkan spesifik batu dan batu non opak sebagai filling
defect. Namun, IVP kurang sensitif dibandingkan CT Scan non contrast .
European Association of Urology merekomendasikan CT non kontras untuk
konfirmasi diagnosis pasien dengan nyeri pinggang akut.14
Selain kelebihan, IVP juga memiliki kerugian yakni memerlukan zat kontas,
gagal menunjukkan alternative lain jika tidak ditemukan batu sehingga
menyebabkan penundaan dalam diagnosis kerja, seringkali hasil IPV false-
negative pada batu yang terletak di ureteropelvic junction. Pemeriksaan IVP tidak
boleh dilakukan pada pasien-pasien berikut :14
a. Dengan alergi kontras media
b. Dengan level kreatinin serum > 200μmol/L (>2mg/dl)
c. Dalam pengobatan metformin
d. Dengan myelomatosis

h. CT-Scan
Beberapa studi menunjukkan bahwa sesitivitas CT-Scan 95-100% dan
spesifitas serta akurasinya lebih superior dibandingkan IVP. Kelebihan CT Scan
yakni:14
a) Mampu menunjukkan patologi lain jika patologi pasien sebenarnya bukan
batu saluran kemih.
b) Cepat (<5 menit)
c) Tidak menggunakan zat kontras
d) Densitas batu mampu memprediksikan komposisi batu dan respons terhadap
shockwave lithotripsy.
Sedangkan, kekurangan CT Scan adalah:
a) Tidak bisa melihat fungsi ginjal seseorang atau derajat obstruksi
b) Kadang-kadang gagal mengungkap batu radiolusen yang jarang ,seperti batu
yang disebabkan oleh penggunaan indinavir and atazanavir dan sulfadiazine.
Sehingga pada kasus ini, IVP lebih baik digunakan dibandingkan CT Scan.
c) Relatif mahal
d) Memiliki radiasi tinggi (tidak dilakukan pada wanita hamil)

3.6.7.4 Gambaran Radiologi Batu Saluran Kemih


A. Batu ginjal15
Gambaran klinis batu di dalam traktus urinarius bermacam-macam. Batu
kecil di dalam kalik tidak selalu memberikan keluhan, jadi dapat tanpa gejala.
Keluhan yang paling banyak bila batu berada di dalam ureter. Batu besar yang
mengisi sistem pelviokalik (batu staghorn) dapat merusak seluruh ginjal.
Biasanya terjadi peradangan dan obstruksi. Gambaran klinis yang lazim adalah
kolik ureter, hematuria, dan radang traktus urinarius.

Gambar 3.11 Radiologi Batu Ginjal

Penilaian batu ginjal, penting diperhatikan :


1. Jumlah, densitas, dan bayangan batu
2. Lokasi
3. Komplikasi (obstruksi, parut ginjal atau pembentukan striktur)
4. Terjadinya anomali
5. Nefrokalsinosis
Yang penting adalah pemeriksaan pielografi intravena. Pemeriksaan tambahan
lain dapat diperoleh dari UFG, CT-Scan, dan radionuklir.

B. Batu Ureter15

Gambar 3.12 Radiologi Batu Ureter


Gambaran radioopak tampak pada foto polos. Pemeriksaan PIV untuk
menentukan lokasinya dan akan terlihat pelebaran ureter proksimal dari batu.
Gambaran radiolusen tidak tampak pada foto polos, pada PIV tampak luput isi
(filling defect) pada ureter, dengan kemungkinan pelebaran bagian proksimalnya.

C. Batu Vesica Urinaria16

Gambar 3.13 Radiologi Batu Vesica Urinaria.

Kebanyakan batu buli adalah radioopak dan dengan mudah dilihat pada foto
polos abdomen. Batu lain yang mengandung sedikit kalsium, pada foto polos
kelihatan samar-samar. Pemeriksaan sistografi dengan udara atau dengan kontras
opak dapat dilihat garis lingkar batu radiolusen. Batu dalam vesica urinaria dapat
satu atau lebih. Untuk membedakan batu vesica urinaria dengan fekalit, dibuat
foto oblik barium enema.
Pemeriksaan sistografi dan sistoskopi perlu untuk membedakan batu buli-
buli dari penyebab perkapuran lainnya. Batu prostat berbentuk butir-butir kecil
dan berada berhimpitan atau langsung diatas permukaan simfisis pubis pada foto
postero-anterior abdomen bawah.

D. Batu uretra15
Biasanya kecil dan berasal dari batu vesica urinaria atau ureter yang turun
pada waktu miksi.
3.6.8 Tatalaksana
a) Penatalaksanaan Konservatif16
Penatalaksanaan konservatif diberikan pada pasien tanpa riwayat batu
saluran kemih. Penatalaksanaan non-farmakologis dapat mengurangi insiden
rekuren batu per 5 tahun sampai 60%. Penatalaksanaan konservatif berupa :
1. Konsumsi cairan minimal 8-10 gelas per hari dengan tujuan menjaga
volume urin agar berjumlah lebih dari 2 liter per hari.
2. Mengurangi konsumsi protein hewani sekitar 0,8 – 1,0 gram/kgBB/hari
untuk mengurangi insiden pembentukan batu.
3. Diet rendah natrium sekitar 2-3 g/hari atau 80-100 mEq/hari efektif untuk
mengurangi eksresi kalsium pada pasien dengan hiperkalsiuria.
4. Mencegah penggunaan obat-obat yang dapat menyebabkan pembentukan
batu seperti calcitrol, suplemen kalsium, diuretik kuat dan probenecid.
5. Mengurangi makanan yang berkadar oksalat tinggi untuk mengurangi
pembentukan batu. Makanan yang harus dikurangi seperti teh, bayam,
coklat, kacang-kacangan dan lain-lain.

Gambar 3.13 Algoritma Penatalaksanaan Non-Invasif Batu Saluran Kemih


b) Tindakan
a. Extracorporeal shock-wave lithotripsy (ESWL)12
Extracorporeal shock-wave lithotripsy merupakan alat pemecah batu ginjal,
batu ureter proksimal atau batu buli tanpa melakukan tindakan invasive dan
pembiusan. Batu dipecah menjadi fragmen kecil-kecil sehingga mudah
dikeluarkan melalui saluran kemih. Seringkali pecahan batu yang keluar
menimbulkan nyeri kolik dan hematuria. Kontraindikasi ESWL:
1. Kehamilan
2. Diathesis perdarahan
3. ISK tidak terkontrol
4. Malformasi skeletal berat
5. Obesitas berat
6. Obstruksi anatomic distal batu
7. Aneurisma arteri di batu
(untuk batu proksimal ginjal dan uretra <2 cm)
b. Endourologi
Tindakan endourologi adalah tindakan invasive minimal untuk
mengeluarkan batu saluran kemih yang terdiri dari memecah batu, kemudian
mengeluarkannya dari saluran kemih melalui alat yang dimasukkan
langsung kedalam saluran kemih. Alat ini dimasukkan melalui uretra atau
melalui insisi kecil (perkutan).
Beberapa tindakan endouruologi:
1. Percutaneous Nephrolitotomy (PNL)
PNL adalah usaha mengeluarkan batu yang berada didalam saluran
ginjal dengan cara memasukkan alat endoskopi ke system kalises
melalui insisi kulit.1
Pasien yang menggunakan terapi antikoagulan harus dimonitor hati-
hati preoperasi dan post operasi. Obat antikoagulan harus dihentikan
sebelum PNL. Kontraindikasi lainnya termasuk ISK tidak diobati,
tumor pada akses traktus, kehamilan dan potensi tumor ginjal
malignan.12
2. Litotripsi
Litotripsi adalah memecah batu buli atau batu uretra dengan
memasukkan alat pemecah batu (litotroptor) kedalam buli-buli.
Pecahan batu dikeluarkan dengan evakuator Ellik.1
3. Ureteroskopi/Uretero-renoskopi
Ureteroskopi/Uretero-renoskopi adalah memasukkan alat ureteroskopi
per uretra guna melihat keadaan ureter atau system pielokaliks ginjal.
Dengan menggunakan energy tertentu, batu yang berada didalam
ureter maupun system pelvikalises dpat dipecah melalui tuntunan alat
ini.1
4. Ekstraksi dormia
Ekstraksi dormia adalah mengeluarkan batu ureter dengan
1
menjaringnya melalui alat keranjang Dormia.
c. Laparoskopi dan Open Surgery
Pembedahan terbuka antara lain pielolitotomi atau nefrolitotomi untuk
mengambil batu pada saluran ginjal, dan ureterolitotomi utuk batu di
ureter.1 Jika telah dilakukan PNL namun tidak berhasil, atau jika
talaksana endourologi tidak juga berhasil. Maka open/laparocopy
surgery merupakan pilihan terapi.12

c) Penatalaksanaan Spesifik16
Berdasarkan lokasi batu:
1. Batu ginjal
Tatalaksana batu ginjal menurut European Urology Guideline 2017.
Gambar 3.14 Algoritma tatalaksana batu renal.
2. Batu Ureter

Gambar 3.14 Algoritma tatalaksana batu ureter

3. Batu Vesicaurinaria
4.

Gambar 3.16 Tatalaksana batu vesica urinaria


Berdasarkan komposisi batu:
1. Batu Kalsium
Untuk absorptive hypercalciuria tipe I dapat diberikan diuretik tiazid
25-50 mg untuk menurunkan kadar kalsium dalam urin sampai 150 mg/hari.
Alternatif lain yang dapat diberikan yaitu chlorthalidone 25-50 mg,
indapamide 1,25-2,5 mg/hari. Pada tipe II, dilakukan restriksi diet kalsium
600 mg/hari. Restriksi diet natrium juga penting untuk menurunkan
hiperkalsiuria.

Gambar 3.17 Mikroskopik Batu Kalsium

2. Batu Asam Urat


Untuk pasien dengan batu asam urat, penatalaksanaan harus dilakukan
adalah penatalaksanaan konservatif dibantu dengan pemberian obat-obatan.
Pemberian acetazolamide 250-500 mg pada malam hari akan berguna untuk
mengontrol pH urin. Allupurinol diberikan apabila kadar asam urat dalam
darah diatas 800 mg/hari dan pH urin diatas 6,5. Suplementasi kalium sitrat
berguna untuk menjaga pH urin tetap bersifat alkali sekitar 6,5. Kadar pH
dalam urin harus tetap dijaga agar tidak naik sampai keatas 7, untuk
mengurangi resiko terbentuknya batu kalsium fosfat
Gambar 3.18 Mikroskopik Batu Asam Urat

1. Batu Sistin
Pasien dengan batu sistin harus meningkatkan konsumsi cairan agar
mendapatkan urin sekitar 3,5 liter setiap harinya untuk disolusi maksimal
dari batu sistin. Bila pengobatan diatas tidak berhasil dan kadar sistin dalam
urin diatas 3 mmol per hari, maka dapat diberikan tiopronin. Dosis tiopronin
yang digunakan adalah 250 mg per hari.

Gambar 3.19 Mikroskopik Batu Sistin

3.6.9 Prognosis
Batu saluran kemih adalah penyakit seumur hidup. Rata-rata kekambuhan
pada pertama kali batu terbentuk adalah 50% dalam 5 tahun dan 80% dalam 10
tahun. Pasien yang memiliki risiko tinggi kambuh adalah yang tidak patuh dengan
pengobatan, tidak modifikasi gaya hidup, atau ada penyakit lain yang mendaasari.
Fragmen batu yang tersisa pada pembedahan biasanya keluar dengan sendirinya
jika ukuran batu tersebut <4mm.14

3.7 Kista Ovarium

3.7.1 Definisi27

Kista adalah kantong berisi cairan, kista seperti balon berisi air, dapat tumbuh
dimana saja dan jenisnya bermacam-macam. Kista yang berada di dalam atau
permukaan ovarium (indung telur) disebut kista ovarium atau tumor ovarium.

3.7.2 Klasifikasi28,29,30,31,32,33
Diantara tumor-tumor ovarium ada yang bersifat neoplastik dan non
neoplastik. Tumor neoplastik dibagi atas tumor jinak dan ganas, dan tumor jinak
dibagi dalam tumor kistik dan solid.
1. Tumor Non Neoplastik
a. Tumor akibat radang
i. Abses ovarial
ii. Abses tubo-ovarial
iii. Kista tubo-ovarial
b. Tumor lain
i. Kista folikel
ii. Kista korpus lutein
iii. Kista teka-lutein
iv. Kista inklusi germinal
v. Kista endometrium
2. Tumor Neoplastik Jinak
a. Kistik
i. Kistoma ovarii simpleks
ii. Kistadenoma ovarii musinosum
iii. Kistadenoma ovarii serosum
iv. Kista endometroid
v. Kista dermoid
b. Solid
i. Fibroma, leiomioma, fibroadenoma, papiloma, angioma, limfangioma
ii. Tumor Brenner
iii. Tumor sisi aderenal (makulinovo-blastoma).

1. Kista Ovarium Non-Neoplastik 28,29,30,31,32,33


a. Tumor Akibat Radang
Tumor ini biasanya disebabkan oleh proses infeksi yang terjadi pada
adneksa. Tumor ini cukup jarang. Proses pembentukan tumor ini didahului
oleh masuknya bakteri kedalam uterus yang berlanjut ke bagian salfing dan
menuju ke adneksa. Kemudian terjadilah infeksi dan terjadi proses
imunologis sehingga terbentuk abses.
b. Kista Folikel
Kista ini berasal dari folikel de graff yang tidak sampai berovulasi, namun
tumbuh terus menjadi kista folikel, atau dari beberapa folikel primer yang
setelah bertumbuh di bawah pengaruh estrogen tidak mengalami proses
atresia yang lazim, melainkan membesar menjadi kista.bisa di dapati satu
kista atau beberapa dan besarnya biasanya berdiameter 1-1 ½cm.Dalam
menangani tumor ovarium timbul persoalan apakah tumor yang dihadapi itu
neoplasma atau kista folikel. Umumnya jika diameter tumor tidak lebih dari 5
cm, dapat di tunggu dahulu karena kista folikel dalam 2 bulan akan hilang
sendiri.
Kista folikuler secara tipikal kecil dan timbul dari folikel yang tidak
sampai saat menopause, sekresinya akan terlalu banyak mengandung estrogen
sebagai respon terhadap hipersekresi FSH (folikel stimulating hormon) dan
LH (luteinizing hormone) normalnya ditemui saat menopause berdiameter 1 -
10 cm (folikel normal berukuran limit 2,5 cm); berasal dari folikel ovarium
yang gagal mengalami involusi atau gagal meresorpsi cairan. Dapat multipel
dan bilateral. Biasanya asimtomatik.
Gambar 3.20 Kista Folikel.

c. Kista Korpus Lutein


Dalam keadaan normal korpus luteum lambat laun mengecil dan menjadi
korpus albikans. Kadang-kadang korpus luteum akan mempertahankan diri
(korpus luteum persisten); perdarahan yang terjadi di dalamnya akan
menyebabkan kista, berisi cairan berwarna merah coklat karena darah
tua. Pada pembelahan ovarium kista korpus luteum memberi gambaran yang
khas.Dinding kista terdiri atas lapisan berwarna kuning, terdiri atas sel-sel
luteum yang berasal dari sel-sel teka. Penanganan kista luteum ini menunggu
sampai kista hilang sendiri. Dalam hal ini dilakukan operasi atas dugaan
kehamilan ektopik terganggu, kista korpus luteum diangkat tanpa
mengorbankan ovarium.

Gambar 3.21 Kista Teka Lutein


d. Kista Teka Lutein
Kista biasanya bilateral dan sebesar tinju. Pada pemeriksaan mikroskopik
terlihat luteinisasi sel-sel teka.Tumbuhnya kista ini ialah akibat pengaruh
hormone koriogonadrotropin yang berlebihan.
Kista granulosa lutein yang terjadi di dalam korpus luteum indung telur
yang fungsional dan membesar bukan karena tumor, disebabkan oleh
penimbunan darah yang berlebihan saat fase pendarahan dari siklus
menstruasi.
Kista teka-lutein biasanya berisi cairan bening, berwarna seperti jerami;
biasanya berhubungan dengan tipe lain dari growth indung telur, serta terapi
hormon.

Gambar 3.22 Kista Teka Lutein


e. Kista Inklusi Germinal
Terjadi karena invaginasi dan isolasi bagian-bagian terkecil dari epitel
germinativum pada permukaan ovarium. Biasanya terjadi pada wanita usia
lanjut dan besarnya jarang melebihi 1 cm. Kista terletak di bawah permukaan
ovarium, dindingnya terdiri atas satu lapisan epitel kubik atau torak rendah,
dan isinya cairan jernih dan serous.

f. Kista Endometrium
Kista ini endometriosis yang berlokasi di ovarium. Akibat proliferasi dari
sel yang mirip dinding endometrium, umumnya berisi darah yang merupakan
hasil peluruhan dinding saat menstruasi.
2. Neoplasia Jinak 28,29,30,31,32,33
a. Kistoma ovarii simpleks
Kista ini mempunyai permukaan rata dan halus, biasanya bertangkai,
seringkali billateral, dan dapat menjadi besar.
b. Kistadenoma musinosum
Asal tumor ini belum diketahui pasti namun diperkirakan berasal dari suatu
teratoma dimana dalam pertumbuhannya satu elemen mengalahkan elemen-
elemen lain.
c. Kistadenoma serosum
Para penulis berpaendapat bahwa kista ini berasal dari epitel permukaan
ovarium (germinal epithelium).

Gambar 3.24 Kistadenoma serosum

d. Kista endometroid
Kista ini biasanya unilateral dengan permukaan licin, pada dindin
dalamterdapat satu lapisan sel-sel, yang menyerupai lapisan epitel
endometrium.

Gambar 3.25 Kista Endometroid


e. Kista dermoid
Sebenernya kista dermoid adalah satu teratoma kistik yang jinak di
manastruktur-struktur ektodermal dengan diferensiasi sempurna, seperti
epitel kulit,rambut, gigi, dan produk glandula sebasea.

Gambar 3.26 Kista Dermoid

3. Tumor ovarium ganas 28,29,30,31,32,33


a. Kistik
Kistadenokarsinoma musinosum, kistadenokarsinoma serosum, dan
epidermoidkarsinoma
b. Solid
Karsinoma endometroid dan mesonefroma.

3.7.3 Faktor Resiko


Penyebab kista ovarium dan beberapa faktor resiko berkembangnya
ovarium adalah wanita yang biasanya memiliki :
a. Riwayat kista ovarium terdahulu
b. Siklus haid tidak teratur
c. Perut buncit
d. Menstruasi di usia dini (11 tahun atau lebih muda)
e. Sulit hamil
f. Penderita Hipotiroid
g. Penderita kanker payudara yang pernah menjalani kemoterapi.
3.7.4 Patofisiologi 28,29,30,31,32,33
Setiap hari, ovarium normal akan membentuk beberapa kista kecil yang
disebut Folikel de Graff. Pada pertengahan siklus, folikel dominan dengan
diameter lebih dari 2.8 cm akan melepaskan oosit mature. Folikel yang ruptur
akan menjadi korpus luteum, yang pada saat matang memiliki struktur 1,5-2 cm
dengan kista ditengah-tengah. Bila tidak terjadi fertilisasi pada oosit, korpus
luteum akan mengalami fibrosis dan pengerutan secara progresif. Namun bila
terjadi fertilisasi, korpus luteum mula-mula akan membesar kemudian secara
gradual akan mengecil
selama kehamilan.
Kista ovari yang berasal dari proses ovulasi normal disebut kista
fungsional dan selalu jinak. Kista dapat berupa folikular dan luteal yang kadang-
kadang disebut kista theca-lutein. Kista tersebut dapat distimulasi oleh
gonadotropin, termasuk FSH dan HCG.
Kista fungsional multiple dapat terbentuk karena stimulasi gonadotropin
atau sensitivitas terhadap gonadotropin yang berlebih. Pada neoplasia tropoblastik
gestasional (hydatidiform mole dan) dan kadang-kadang pada kehamilan multiple
dengan diabetes, hcg menyebabkan kondisi yang disebut hiperreaktif lutein.
Pasien dalam terapi infertilitas, induksi ovulasi dengan menggunakan
gonadotropin menyebabkan sindrom hiperstimulasi ovari, terutama bila disertai
dengan pemberian HCG.
Kista neoplasia dapat tumbuh dari proliferasi sel yang berlebih dan tidak
terkontrol dalam ovarium serta dapat bersifat ganas atau jinak. Neoplasia yang
ganas dapat berasal dari semua jenis sel dan jaringan ovarium. Sejauh ini,
keganasan paling sering berasal dari epitel permukaan (mesotelium) dan sebagian
besar lesi kistik parsial. Jenis kista jinak yang serupa dengan keganasan ini adalah
kistadenoma serosa dan mucinous. Tumor ovari ganas yang lain dapat terdiri dari
area kistik, termasuk jenis ini adalah tumor sel granulosa dari sex cord sel dan
germ cel tumor dari germ sel primordial. Teratoma berasal dari tumor germ sel
yang berisi elemen dari 3 lapisan germinal embrional; ektodermal, endodermal,
dan mesodermal. Endometrioma adalah kista berisi darah dari endometrium
ektopik. Pada sindroma ovari pilokistik, ovarium biasanya terdiri folike-lfolikel
dengan multipel kistik berdiameter 2-5 mm, seperti terlihat dalam sonogram.

3.7.5 Diagnosis
3.7.5.1 Anamesis
Pada anamnesa rasa sakit atau tidak nyaman pada perut bagian bawah.
Rasa sakit tersebut akan bertambah jika kista tersebut terpuntir atau terjadi ruptur.
Terdapat juga rasa penuh di perut. Tekanan terhadap alat-alat di sekitarnya dapat
menyebabkan rasa tidak nyaman, gangguan miksi dan defekasi.Dapat terjadi
penekanan terhadap kandung kemih sehingga menyebabkan frekuensi berkemih
menjadi sering.
3.7.5.2 Pemeriksaan fisik
Kista yang besar dapat teraba dalam palpasi abdomen. Walau pada wanita
premonopause yang kurus dapat teraba ovarium normal tetapi hal ini adalah abnormal
jika terdapat pada wanita postmenopause. Perabaan menjadisulit pada pasien yang
gemuk. Teraba massa yang kistik, mobile, permukaan massa umumnya rata. Cervix dan
uterus dapat terdorong pada satu sisi.Dapat juga teraba, massa lain, termasuk fibroid dan
nodul padaligamentum uterosakral, ini merupakan keganasan atau endometriosis.
Padaperkusi mungkin didapatkan ascites yang pasif.
3.7.5.3. Pemeriksaan Penunjang
3.7.5.3.1 Ultrasonografi (USG)
Alat peraba (transducer) digunakan untuk memastikan keberadaan kista,
membantu mengenali lokasinya dan menentukan apakah isi kista cairan atau
padat. Kista berisi cairan cenderung lebih jinak, kista berisi material padat
memerlukan pemeriksaan lebih lanjut.
Dari gambaran USG dapat terlihat:
a. Akan terlihat sebagai struktur kistik yang bulat (kadang-kadang oval) dan
terlihat sangat echolucent dengan dinding yang tipis/tegas/licin, dan di tepi
belakang kista nampak bayangan echo yang lebih putih dari dinding
depannya.
b. Kista ini dapat bersifat unillokuler (tidak bersepta) atau multilokuler
(bersepta-septa).
c. Kadang-kadang terlihat bintik-bintik echo yang halushalus (internal
echoes) di dalam kista yang berasal dari elemen-elemen darah di dalam
kista.

Gambaran 3.27 Kista pada USG


3.7.5.3.2 Foto Roentgen
Pemeriksaan ini bertujuan untuk menentukan adanya hidrotoraks.
Pemeriksaan pielogram inravena dan pemasukan bubur barium pada kolon dapat
untuk menentukan apakah tumor bearasal dari ovarium atau tidak, misalnya tumor
bukan dari ovarium yang terletak di daerah pelvis seperti tumor kolon sigmoid.

3.7.5.3.3 Pemeriksaan CT-scan

CT-scan tidak sebanding USG dan MRI dalam membantu mengenai kista
ovarium dan massa pelvis. CT-scan memungkinkan pemeriksaan isi ronggan
abdomen dan retroperitonium pada kasus penyakit keganasan ovarium.
Gambar 3.28 CT-scan kista ovarium

3.7.5.3.4 Pemeriksaan Lab


Pemeriksaan lab dapat berguna sebagai screening maupun diagnosis
apakah kista tersebut bersifat jinak atau ganas. Berikut pemeriksaan yang umum
dilakukan untuk mendiagnosis kista ovarium.
a. Pemeriksaan Beta-HCG: Pemeriksaan ini digunakan untuk screening awal
apakah wanita tersebut hamil atau tidak. Pemeriksaan ini dapat
menyingkirkan kemungkinan kehamilan ektopik.
b. Pemeriksaan Darah Lengkap: Untuk sebuah penyakit keganasan, dapat
diperkirakan melalui LED. Parameter lain seperti leukosit, HB, HT juga
dapat membantu pemeriksa menilai keadaan pasien.
c. Urinalisis: Urinalisis penting untuk mencari apakah ada kemungkinan lain
baik batu saluran kemih, atau infeksi dan untuk menyingkirkan diagnosis
banding.
d. Pemeriksaan Tumor Marker: Tumor marker spesifik pada keganasan
ovarium adalah CA125. CEA juga dapat diperiksa, namun CEA kurang
spesifik karena marker ini juga mewakili keganasan kolorektal, uterus dan
ovarium.

3.7.5.3.5 Pemeriksaan Patologi Anatomi


Merupakan pemeriksaan untuk memastikan tingkat keganasan dari tumor
ovarium. Pemeriksaan ini biasanya dilakukan bersama dengan proses operasi,
kemudian sampel difiksasi dan diperiksa
dibawah mikroskop.
3.7.6 Penatalaksanaan Kista
a. Observasi dan Manajemen Gejala
Jika kista tidak menimbulkan gejala, maka cukup dimonitor (dipantau)
selama 1-2 bulan, karena kista fungsional akan menghilang dengan
sendirinya setelah satu atau dua siklus haid. Tindakan ini diambil jika tidak
curiga ganas. Apabila terdapat nyeri, maka dapat diberikan obat-obatan
simptomatik seperti penghilang nyeri NSAID.
b. Operasi
Jika kista membesar, maka dilakukan tindakan pembedahan, yakni
dilakukan pengambilan kista dengan tindakan laparoskopi atau laparotomi.
Biasanya kista yang ganas tumbuh dengan cepat dan pasien mengalami
penurunan berat badan yang signifikan. Akan tetapi kepastian suatu kista itu
bersifat jinak atau ganas jika telah dilakukan pemeriksaan Patologi Anatomi
setelah dilakukan pengangkatan kista itu sendiri melalui operasi. Biasanya
untuk laparoskopi diperbolehkan pulang pada hari ke-3 atau ke-4,
sedangkan untuk laparotomi diperbolehkan pulang pada hari ke-8 atau ke-9.
Indikasi umum operasi pada tumor ovarium melalui screening USG
umumnya dilakukan apabila besar tumor melebihi 5cm baik dengan gejala
maupun tanpa gejala. Hal tersebut diikuti dengan pemeriksaan patologi
anatomi untuk memastikan keganasan sel dari tumor tersebut.

3.7.7 Prognosis
Prognosis untuk kista jinak baik.Walaupun penanganan dan pengobatan
kanker ovarium telah dilakukan dengan prosedur yang benar namun hasil
pengobatannya sampai sekarang ini belum sangat menggembirakan termasuk
pengobatan yang dilakukan di pusat kanker terkemuka di dunia sekalipun. Angka
kelangsungan hidup 5 tahun (“5 Years survival rate”) penderita kanker ovarium
stadium lanjut hanya kira-kira 20-30%, sedangkan sebagian besar penderita 60-
70% ditemukan dalam keadaan stadium lanjut sehingga penyakit ini disebut juga
dengan “silent killer”.
BAB IV
ANALISA KASUS

Pasien perempuan usia 59 tahun, usia pasien merupakan faktor resiko


dalam pembentukan batu saluran kemih, dimana batu saluran kemih sering
diderita usia 30-50 tahun. Pasien dari RS Muhammad Arifin Sengeti dan dokter di
Segeti merujuk pasien ke RSUD Raden Mattaher. ± 7 hari SMRS, pasien
mengeluhkan nyeri pada pinggang kiri dan perut bagian bawah, nyeri dirasakan
hilang timbul dan tidak membaik dengan istirahat, nyeri hilang setelah diberi
pereda nyeri namun muncul lagi.
Nyeri kolik pada pasien dirasakan karena peningkatan peristaltik ureter
dalam usaha untuk mengatasi obstruksi yang terjadi (seperti akibat batu).
Peningkatan peristaltik tersebut menyebabkan tekanan intraluminalnya meningkat
sehingga terjadi peregangan dari terminal saraf yang memberikan sensasi nyeri.
Lokasi nyeri pada perut kiri bawah yang menjalar ke supra simfisis dapat menjadi
ciri khas adanya batu saluran kemih pada ureter distal. Nyeri yang dirasakan dapat
bervariasi pada tiap individu tergantung ukuran, lokasi batu dan derajat obstruksi
serta anatomi tiap individu.
Awalnya sejak ± 4 SMRS pasien sering merasa nyeri pada area pinggang
kiri yang hilang timbul tidak menentu keluhan disertai dengan demam (+) naik
turun dan membaik setelah diberi penurun panas, BAK sering frekuensi sedikit-
sedikit dengan warna yang keruh, BAB dalam batas normal, batuk pilek disangkal
Nafsu makan tidak menurun, riwayat penyakit jantung, paru, ginjal, hati, dan DM
(-), riwayat penyakit kista di keluarga disangka.
Pasien ini mengalami gejala obstruktif dan gejala iritatif saluran kemih
yang dikenal dengan LUTS (Lower Urinary Tract Symptoms). Gejala obstruktif
pada saluran kemih yaitu mengedan ketika miksi (straining), menunggu pada awal
miksi (hesitancy), pancaran melemah (weakness), miksi terputus (intermitten), dan
tidak lampias setelah miksi. Sedangkan gejala iritatif meliputi rasa ingin miksi
yang tidak bisa ditahan (urgency), sering miksi (frequency), sering miksi pada
malam hari (nocturia), dan nyeri ketika miksi (dysuria). Adanya warna urin yang
agak kemerahan dapat menandakan terjadinya hematuria akibat dari iritasi
mukosa ureter.
Mual, muntah (+), mual pada pasien dapat disebabkan karena adanya
renogastric reflex. Pada saat terjadi distensi pelvis renal dan ureter menyebabkan
peningkatan tekanan sphincter pylorus. Distensi pelvis renal dan ureter
menstimulasi regangan reseptor pada dinding pelvis renalis atau ureter. Impuls
saraf kemudian menemukan jalur menuju gaster melalui plexus celiac.
Berkontribusi pada pleksus ginjal renalis adalah cabang-cabang dari ganglion
aortikorenal, ganglia seliaka, pleksus aorta, dan toraks terendah serta saraf
splanchnic lumbar pertama. Serat eferen dari pleksus diteruskan ke ginjal dan
memasok pembuluh darah dan jaringan ginjal, sementara beberapa serat aferen
otonom berjalan dengan distribusi saraf simpatis dan beberapa dengan saraf
vagus. Impuls dari pelvis renalis atau ureter melewati ginjal ke pleksus seliaka dan
kemudian sepanjang saraf vagus ke sfingter pilorus.
Pada pemeriksaan fisik vital sign didapatkan tekanan darah 130/70 mmHg
didapatkan kesan pre-hipertensi. Pemeriksaan abdomen didapatkan nyeri tekan
perut kiri bawah dan supra simfisis. Pada pemeriksaan urologis didapatkan nyeri
ketok CVA kiri, hal tersebut terjadi karena distensi pada kapsul ginjal akibat
adanya obstruksi pada traktus urinarius.
Pada pemeriksaan penunjang :
1. pemeriksaan darah rutin didapatkan pasien mengalami anemia ringan yang
mungkin sebabkan oleh adanya iritasi pada saluran kemih, dan pasien juga
mengalami leukositosis yang diduga disebabkan adanya inflamasi yang
menyertai oleh karena adanya obstruksi dan stasis urin.
2. pemeriksaan USG abdomen didapatkan hasil :
 tampak adanya calculus dengan hiperechoic shadow pada renal dextra
dan hidronefrosis dengan pelebaran pelvis renalis,
 Tampak kista papiler ovarium
 hepar, KE, pancreas, lien, aorta, VU normal.
pemeriksaan Ultrasonografi (USG) merupakan pemeriksaan yang tepat untuk
dilakukan pada penderita hydronephrosis karena pemeriksaan ini tidak bersifat
non invasive sehingga aman dilakukan, pada pemeriksaan USG ini memiliki
tujuan untuk melihat ukuran dari ginjal dan kandung kemih. Dan USG dapat
menuntukan letak dan batas tumor kistik atau solid, cairan dalam rongga perut
bebas dan tidak. USG juga alat diagnostic imagin yang utama untuk kista
ovarium.
3. CT- scan abdomen kontras di dapatkan hasil :
 ginjal sinistra normal, dextra hidronefrosisi (+) stadium 1 atau 2.
 hepar, KE, pancreas, lien, aorta, VU normal
 kista : tampak lesi kisti disepta di region ovarium dexsra ukuran 0,8 cm
dan di region ovarium sinistra berukuran 11,0 cm
 kesan : hidronefrosis dextra e.c batu ureter setinggi para sacral ukuran 7
mm, ovarial kista bilateral dextra 8,0 cm dan sinistra ukuran 11,0.
Pemeriksaan CT-Scan untuk mengidentifikasi kista ovarium dan massa pelvik,
CT-scan kurang baik dibandingkan dengan MRI. CT-Scan dapat dipakai untuk
mengidentifikasi organ intaabdomen dan retroperitoneum dalam kasus keganasan
ovarium. Dan pemeriksaan CT-Scan dapat menentukan letak batu urolitiasis.
Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang maka
pasien didiagnosa mengalami hidronefrosis sinistra a.c batu ureter dan kista
ovarium bilateral.
Setelah diagnosa sudah ditegakkan, maka dilakukan penatalaksaan lebih
lanjut pada pasien. Pada pasien ini akan ditatalaksana dengan IVFD RL 20 tpm
sebagai hidrasi dan akses memasukkan obat, antibiotik Ceftriaxone 2x1gr,
analgetik paracetamol 3x500 mg, ranitidine 50 mg/12 jam sebagai terapi
simtomatik. Dan dilakukan pemasangan DJ Stent agar aliran urin dari ginjal ke
kandung kemih tetap lancar, dan pembengkakan ginjal berkurang, serta Stent
ditempatkan untuk mencegah atau meredakan penyumbatan pada ureter. Setelah
operasi batu, potongan-potongan kecil batu dapat jatuh ke ureter dan
menyumbatnya, menyebabkan rasa sakit yang parah dan kadang-kadang infeksi.
Stent memungkinkan ureter melebar, yang memudahkan batu atau fragmen batu
untuk lewat.

Untuk terapi kista ovarium :


Observasi dan Manajemen Gejala
Jika kista tidak menimbulkan gejala, maka cukup dimonitor (dipantau)
selama 1-2 bulan, karena kista fungsional akan menghilang dengan
sendirinya setelah satu atau dua siklus haid. Tindakan ini diambil jika tidak
curiga ganas. Apabila terdapat nyeri, maka dapat diberikan obat-obatan
simptomatik seperti penghilang nyeri NSAID.
Operasi
Jika kista membesar, maka dilakukan tindakan pembedahan, yakni
dilakukan pengambilan kista dengan tindakan laparoskopi atau laparotomi.
Biasanya kista yang ganas tumbuh dengan cepat dan pasien mengalami
penurunan berat badan yang signifikan. Akan tetapi kepastian suatu kista itu
bersifat jinak atau ganas jika telah dilakukan pemeriksaan Patologi Anatomi
setelah dilakukan pengangkatan kista itu sendiri melalui operasi. Biasanya
untuk laparoskopi diperbolehkan pulang pada hari ke-3 atau ke-4,
sedangkan untuk laparotomi diperbolehkan pulang pada hari ke-8 atau ke-9.
Indikasi umum operasi pada tumor ovarium melalui screening USG
umumnya dilakukan apabila besar tumor melebihi 5cm baik dengan gejala
maupun tanpa gejala. Hal tersebut diikuti dengan pemeriksaan patologi
anatomi untuk memastikan keganasan sel dari tumor tersebut.
BAB V

KESIMPULAN

Hidronefrosis adalah dilatasi piala dan kaliks ginjal pada salah satu atau
kedua ginjal akibat obstruksi. Obstruksi pada aliran normal urin menyebabkan
urin mengalir balik, sehingga tekanandi ginjal meningkat. Salah satu penyebab
dari hidronefrosis adalah batu saluran kemih.
Batu saluran kemih atau Urolitiasis dianggap sebagai penyakit multifaktorial
dengan keterlibatan faktor epidemiologis, biokimia, dan genetik. Perubahan
faktor-faktor tersebut, misalnya, status sosial-ekonomi dan kebiasaan diet, dapat
mengakibatkan perubahan epidemiologi urolitiasis di berbagai belahan dunia.
Dalam sifat faktor-faktor inilah mereka terjadi pada waktu yang berbeda, sampai
batas yang berbeda, di berbagai belahan dunia.
Insiden urolitiasis mencapai puncaknya pada populasi berusia di atas 46
tahun. Laki-laki lebih mungkin menderita urolitiasis. Karena kebiasaan diet atau
latar belakang genetik yang berbeda, perbedaan prevalensi di antara ras atau
kebangsaan juga ada. Mutasi genetik lokus spesifik dapat berkontribusi pada
pembentukan berbagai jenis kalkulus. Kebiasaan diet (kurang asupan cairan), serta
faktor iklim (suhu panas dan banyak paparan sinar matahari) memainkan peran
penting dalam pengembangan batu. Penyakit lain, terutama sindrom metabolik,
mungkin juga berkontribusi pada batu saluran kemih.
Keluhan utama pada kista ovarium adalah Perut terasa penuh, berat,
kembung,tekanan pada dubur dan kandung kemih (sulit buang air kecil), haid tak
teratur, nyeri panggul yang menetap atau kambuhan yang dapat menyebar
kepanggul bawah dan paha, nyeri senggama, mual, ingin muntah, atau pergeseran
payudara mirip seperti pada saat hamil. Pada pasien ini didapatkan keluhan nyeri
hilang timbul pada perut bawah sejak 4 bulan yang lalu. Selain itu pasien juga
mengeluhkan beberapa bulan terakhir buang air kecil menjadi sedikit.
Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang pada
penderita ini mengarah pada diagnosis hidronefrosis sinistra e.c batu ureter +
Kista ovarium.
DAFTAR PUSTAKA
1. Dennis G.L. Hydronephrosis and Hydroureter. Available from
http://www.emedicine.medscape.com/art icle/436259-overview. 2011
2. Tanagho, A.E.Smith’s General Urology : Urinary Obstruction and Stasis.
McGraw-Hill: New York. 17th ed : 166, 2010
3. T.M. Wah, M.J. Weston, and H.C. Irving. Case Report: Lower Moiety
PelvicUreteric Junction Obstruction (PUJO) of the Duplex Kidney
Presenting with Pyonephrosis in Adults. The British Journal of Radiology,
76 : 902-912, 2003
4. Purnomo, B.B. Dasar-dasar Urologi, Sagung Seto Jakarta. 2 nd ed : 128-
135 , 2003
5. Kogan, B.A. Smith’s General Urology : Disorder of The Ureter and
Ureteropelvic Junction. McGraw-Hill: New York. 17th ed : 559-560, 2010
30
6. Taghizadeh, A.K. Duplex Kidney, Ureteroceles and Ectopic Ureters.
Available from http://www.pediatricurologybook.com/du plex-
kidney.html, 2011
7. Khan, A.N. Duplicating Collecting System Imaging. Available from http://
http://www.emedicine.medscape.com/art icle/378075-overview. 2011
8. Purnomo BB. Dasar-dasar Urologi. Ed 3. Jakarta: Sagung Seto;2014. Hal.
87,103,109
9. Nahdi T. Nefrolithiasis dan Hidronefrosis Sinistra dengan Infeksi Saluran
Kemih Atas. Jurnal Kedokteran Medula (Universitas Lampung).
2013;1(4):45-46
10. Raheem OA, Khandwala YS, Sur RL, Ghani KR, Denstedt JD. Burden of
Urolithiasis: Trends in Prevalence, Treatments, and Costs. Eur Urol Focus.
2017 Feb;3(1):18–26.
11. Ratu G, Badji A. Profil Analisis Batu Saluran Kemih Di Laboratorium
Patologi Klinik. Ind J Clin Pathol Med Lab. 2018;12(3):114–117.
12. Department of Urology at UNC School of Medicine. Hydronephrosis.
Cited by 15 April 2018. Available from:
https://www.med.unc.edu/urology/patientinfo/peds%20urology-1/what-
we-treat/hydronephrosis
13. Snell RS. Anatomi Klinis Berdasarkan Sistem. Jakarta: EGC; 2012
14. Tortora GJ&Bryan D. Principles of Anatomy and Physiology. 12th Ed.
USA:John Wiley & Sons;2009. P.1023,1090.
15. Guyton, Arthur C. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC; 2007
16. Reynard J, Simon B, & Suzanne B. Oxford Handbook of Urology. 3rd Ed.
China: C&C Offset Printing;2013. P.495,4009.
17. Alwi I, Simon S, Rudy H, Juferdy K, Dicky L. Penatalaksanaan di Bidang
Ilmu Penyakit Dalam Panduan Praktis Klinis. Jakarta: Interna
Publishing; 2015.
18. Trinchieri A. Epidemiology of urolithiasis: an update. Clin Cases Miner
Bone Metab. 2008;5(2):101.
19. EAU. European Association of Urology Guidelines 2017 edition. March
2017 [cited by 13 April 2018]. Available from: http://uroweb.org/wp-
content/uploads/Guidelines_WebVersion_Complete-1.pdf
20. Tanagho EA & Jack WM. Smith's General Urology. 17th ed. New york:Mc
Graw Hill,2008;Hal. 166, 170, 261
21. Dave C. Nephrolithiasis. 14 Dec 2017 [cited by 10 April 2018]. Available
from: https://emedicine.medscape.com/article/437096-overview
22. Rasad S. Radiologi Diagnostik. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia; 2015
23. Sudoyo, W, Setiohadi, B, Alwi I, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam,
Jilid I, Edisi IV. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2006
24. Namdev R. Hydronephrosis. Cited by 13 April 2018. Available from:
https://radiopaedia.org/articles/hydronephrosis-grading-1
25. Lusaya DG. Hydronephrosis and Hydroureter. 09 Oct 2017 [cited by 14
april 2018]. Available from:
https://emedicine.medscape.com/article/436259-clinical
26. Triastuti I. acute kidney injury. 2017 [cited by 12 maret 2021]. available
from:
https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_penelitian_1_dir/08a70046ac0ba7b
966f58b492a7da909.pdf
27. Herlambang. Ultrasonografi Obstetri Dasar : Untuk Mahasiswa
Kedokteran Dan Dokter Umum. 2021;30–2.
28. Fauzi A, Putra M. 2016. Nefrolitiasis. Lampung: Fakultas Kedokteran
Universitas Lampung.
29. De Jong, W., Tumor Ovarium dalam Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2.
Jakarta: EGC.2003:729-730
30. Kumar, Robins. Ovarium dalam Buku Ajar Patologi II Edisi 4. Jakarta:
EGC.2002 :390-393
31. Wiknjosastro H. Tumor Jinak Pada Alat Genital Dalam Buku Ilmu
KandunganEdisi 2., editor: Saifuddin A.B,dkk. Jakarta: Yayasan Bina
PustakaSarwono Prawirohardjo.2005: 345-346.
33. Wiknjosastro H. Buku Ilmu Kandungan Edisi 2., editor: Saifuddin A.B,dkk.
Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.2009

Anda mungkin juga menyukai