UNIVERSITAS JAMBI
2021
HALAMAN PENGESAHAN
Oleh
G1A117121
Pembimbing
Segala puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala
limpahan rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan laporan CRS
(Case Report Session) ini dengan judul “Hidronefrosis Sinistra Ec. Batu Ureter +
Kista Ovarium Bilateral”. Laporan ini merupakan bagian dari tugas Kepaniteraan
Klinik Senior di Bagian Radiologi RSUD Raden Mattaher Jambi.
Terwujudnya laporan ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan dan dorongan
dari berbagai pihak, oleh karena itu penulis menyampaikan ucapan terima kasih
kepada dr. Ali Imran Lubis, Sp. Rad selaku pembimbing yang telah memberikan
arahan sehingga laporan CRS (Case Report Session) ini dapat terselesaikan
dengan baik dan kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian
laporan.
Penulis menyadari laporan ini masih banyak kekurangannya, untuk itu saran
dan kritik yang bersifat membangun sangat diharapkan oleh penulis. Sebagai
penutup semoga kiranya laporan Case Report Session ini dapat bermanfaat bagi
kita khususnya dan bagi dunia kesehatan pada umumnya.
Penulis
DAFTAR ISI
Daftar Isi.................................................................................................. 4
PENDAHULUAN
Batu saluran kemih terbentuk di sepanjang saluran kemih baik saluran kemih
atas (ginjal dan ureter) dan saluran kemih bawah (kandung kemih dan uretra) yang
dapat menyebabkan nyeri, perdarahan, penyumbatan aliran kemih dan infeksi.
Batu ini bisa terbentuk di dalam ginjal (batu ginjal) maupun di dalam kandung
kemih (batu kandung kemih). Batu ini terbentuk dari pengendapan garam kalsium,
magnesium, asam urat, atau sistein. 1,2
Batu saluran kemih dapat berukuran dari sekecil pasir hingga sebesar buah
anggur. Batu yang berukuran kecil biasanya tidak menimbulkan gejala dan
biasanya dapat keluar bersama dengan urin ketika berkemih. Batu yang berada di
saluran kemih atas (ginjal dan ureter) menimbulkan kolik dan jika batu berada di
saluran kemih bagian bawah (kandung kemih dan uretra) dapat menghambat
buang air kecil. Batu yang menyumbat ureter, pelvis renalis maupun tubulus
renalis dapat menyebabkan nyeri punggung atau kolik renalis (nyeri kolik yang
hebat di daerah antara tulang rusuk dan tulang pinggang yang menjalar ke perut
juga daerah kemaluan dan paha sebelah dalam). Hal ini disebabkan karena adanya
respon ureter terhadap batu tersebut. Ureter akan berkontraksi yang dapat
menimbulkan rasa nyeri yang hebat. Adanya batu ureter mengakibatkan obstruksi
saluran kemih sehingga terjadi hidronefrosis dengan segala akibatnya.3,4,5
Pada laporan ini akan dibahas kasus seorang perempuan dengan keluhan
utama nyeri perut dimana setelah evaluasi didiagnosis Hidronefrosis Sinistra E.C
Batu Ureter dan Kista Ovarium Bilateral.
BAB II
LAPORAN KASUS
2.2 ANAMNESIS
Keluhan utama:
Nyeri hilang-timbul di perut bagian perut bawah kurang lebih 4 bulan yang
lalu.
Riwayat penyakit sekarang:
± 4 bulan SMRS, pasien mengeluhkan nyeri pada pinggang kiri dan perut
bagian bawah, nyeri dirasakan hilang timbul dan tidak membaik dengan istirahat,
nyeri hilang setelah diberi pereda nyeri namun muncul lagi. Keluhan disertai
dengan demam (+) naik turun dan membaik setelah diberi penurun panas, mual
(+) muntah (+), BAK sering frekuensi sedikit-sedikit dengan warna yang keruh,
BAB dalam batas normal, batuk pilek disangkal.
± 7 hari SMRS, keluhan nyeri pinggang kiri dan perut bagian bawah dirasakan
semakin memberat hingga mengganggu aktivitas sehari hari oleh karena itu pasien
dibawa ke RS Muhammad Arifin Sengeti dan dokter di Segeti merujuk pasien ke
RSUD Raden Mattaher.
Riwayat penyakit dahulu:
Riwayat hipertensi ada dan tidak rutin minum obat kurang lebih 1
tahun
Riwayat darah tinggi, kolesterol, asam urat, dan jantung disangkal
Riwayat alergi (-)
STATUS GENERALISATA
Kulit
Warna : Sawo matang Turgor : Baik
Pigmentasi : Dalam batas normal
Jar. Parut : (-)
Edema : (-)
Ikterus : (-)
Kelenjar
Pembesaran Kel. Submandibula : (-)
Jugularis Superior : (-)
Submental : (-)
Jugularis Interna : (-)
Kepala
Bentuk kepala : Normocephal
Ekspresi muka : Tampak sakit sedang
Simetris muka : Simetris
Rambut : normal
Perdarahan temporal : (-)
Nyeri tekan syaraf : (-)
Mata
Exophthalmus/endopthalmus : (-/-)
Edema palpebra : (-/-)
Conjungtiva anemis : (-/-)
Sklera Ikterik : (-/-)
Pupil : Isokor (+/+)
Lensa : Tidak keruh
Reflek cahaya : (+/+)
Gerakan bola mata : Baik kesegala arah
Hidung
Bentuk : Normal Selaput lendir : normal
Septum : Deviasi (-) Penumbatan : (-)
Sekret : (-) Perdarahan : (-)
Mulut
Bibir : Sianosis (-)
Gigi geligi : Dbn
Gusi : Berdarah (-)
Lidah : Tremor (-)
Leher
Kelenjar getah bening : Pembesaran (-)
Kelenjar tiroid : Pembesaran (-)
Thorax
Bentuk : Simetris
Paru-paru
Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris
Palpasi : Fremitus taktil normal, nyeri tekan (-), krepitasi (-)
Perkusi : Sonor (+/+)
Auskultasi : Vesikuler, wheezing (-/-), ronkhi (-/-)
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba 2 jari di ICS V linea
midclavicula sinistra
Perkusi batas jantung
Kanan : ICS III Linea parasternalis dekstra
Kiri : ICS V Linea midklavikularis sinistra
Atas : ICS II Linea parasternalis sinistra
Pinggang jantung : ICS III Linea parasternalis sinistra
Auskultasi : BJ I dan II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : Datar, distensi abdomen (-), nefrostomi sinistra
500cc dalam ±12jam
Auskultasi : Bising usus (+)
Palpasi : Tidak nyeri
Perkusi : Timpani
Ekstremitas atas
Gerakan : Dbn Nyeri sendi : (-)
Akral : Hangat, CRT < 2 detik Edema : (-)
Extremitas bawah
Gerakan : Dbn Nyeri sendi : (-)
Akral : Hangat, CRT < 2 detik Edema : (-)
Hasil :
Hasil :
ginjal sinistra normal, sinistra hidronefrosisi (+) stadium IV
hepar, KE, pancreas, lien, aorta, VU normal
kista : tampak lesi kisti disepta di region ovarium dexsra ukuran 0,8 cm
dan di region ovarium sinistra berukuran 11,0 cm
kesan : hidronefrosis sinitra e.c batu ureter setinggi para sacral ukuran 7
mm, ovarial kista bilateral dextra 8,0 cm dan sinistra ukuran 11,0 cm.
2.5 Diagnosa Kerja
Hidronefrosis sinitra E.C Batu Ureter + Kista Ovarium Bilateral
Diagnosis banding :
Colic Abdomen E.C Peritonium
infeksi saluran kemih atas (pionefrosis)
acute kidney injury
2.6 Penatalaksanaan
a) hidronefrosis e.c batu ureter
IVFD RL 20 tetes permenit
Ceftriaxone 2x1 gr
Ketorolac 3x15 mg
Metronidazole 3x500mg
Omeprazole 1 x 40mg
b) Kista ovarium
IVFD RL 30 Tpm
Persiapan operasi : Inj. Ceftriaxon
Laparatomi (kistektomi)
2.7 Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad fungsionam : dubia ad bonam
Quo ad santionam : dubia ad bonam
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Ginjal
3.1.1 Anatomi
Ginjal merupakan organ yang berbentuk seperti kacang, terdapat sepasang
(masing-masing satu di sebelah kanan dan kiri vertebra) dan posisinya
retroperitoneal. Ginjal kanan terletak sedikit lebih rendah (kurang lebih 1 cm)
dibanding ginjal kiri, hal ini disebabkan adanya hati yang mendesak ginjal sebelah
kanan. Kutub atas ginjal kiri adalah tepi atas iga 11 (vertebra T12), sedangkan
kutub atas ginjal kanan adalah tepi bawah iga 11 atau iga 12. Adapun kutub
bawah ginjal kiri adalah processus transversus vertebra L2 (kira-kira 5 cm dari
krista iliaka) sedangkan kutub bawah ginjal kanan adalah pertengahan vertebra
L3. Dari batas-batas tersebut dapat terlihat bahwa ginjal kanan posisinya lebih
rendah dibandingkan ginjal kiri.2
Unit fungsional ginjal disebut nefron. Nefron terdiri dari korpus renalis
atau Malpighi (yaitu glomerulus dan kapsul Bowman), tubulus kontortus
proksimal, lengkung Henle, tubulus kontortus distal yang bermuara pada tubulus
colectus. Di sekeliling tubulus ginjal tersebut terdapat pembuluh kapiler yaitu
arteriol (yang membawa darah dari dan menuju glomerulus) serta kapiler
peritubulus (yang memperdarahi jaringan ginjal). Berdasarkan letaknya nefron
dapat dibagi menjadi: (1) nefron kortikal, yaitu nefron di mana korpus renalisnya
terletak di korteks yang relatif jauh dari medula serta hanya sedikit saja bagian
lengkung Henle yang terbenam pada medula, dan (2) nefron juxta medula, yaitu
nefron di mana korpus renalisnya terletak di tepi medula, memiliki lengkung
Henle yang terbenam jauh ke dalam medula dan pembuluh-pembuluh darah
panjang dan lurus yang disebut sebagai vasa rekta.3
Gambar 3.4 Perdarahan pada Ginjal
3.1.2 Fisiologi
1. Filtrasi glomerular
2. Reabsorpsi
Zat-zat yang difilltrasi ginjal dibagi dalam 3 bagian yaitu : non elektrolit,
elektrolit dan air. Setelah filtrasi langkah kedua adalah reabsorpsi selektif zat-zat
tersebut kembali lagi zat-zat yang sudah difiltrasi.Hasil sisa metabolisme seperti
urea, kreatinin, asam urat sedikit di reabsorbsi pada tubulus ginjal. Sebaliknya
elektrolit seperti natrium, klorida dan bikarbonat terreabsorbsi dalam jumlah
banyak, hingga kadar elektrolit dalam urin akan rendah. Beberapa zat hasil filtrasi
akan direabsorpsi sepenuhnya, seperti asam amino dan glukosa. Reabsorbsi terjadi
dalam tubulus kontortus proksimal, lengkung henle dan tubulus kontortus distal.
3. Sekresi
3.2 Ureter
Ureter terdiri dari dua saluran pipa masing-masing bersambung dari ginjal
ke vesica urinaria. Panjangnya ±25-30 cm dengan penampang 0,5 cm. Ureter
sebagian terletak pada rongga abdomen dan sebagian lagi terletak pada rongga
pelvis. Panjang ureter sekitar 25 cm yang mengantar kemih dan turun ke bawah
pada dinding posterior abdomen di belakang peritoneum. Di pelvis menurun ke
arah luar dan dalam dan menembus dinding posterior kandung kemih secara
oblik.7
Lapisan dinding ureter terdiri dari:7
1. Dinding luar: jaringan ikat (jaringan fibrosa)
2. Lapisan tengah: lapisan otot polos
3. Lapisan sebelah dalam: lapisan mukosa
4. Lapisan dinding ureter menimbulkan gerakan-gerakan peristaltik yang
mendorong urin masuk ke dalam kandung kemih.7
3.3 Vesica urinaria7
Vesica urinaria atau kandung kemih terletak di belakang simpisis pubis,
berfungsi menampung urin untuk sementara waktu. Vesica urinaria berbentuk
seperti buah pir dan letaknya berada di belakang simfisis pubis di dalam rongga
panggul. Vesica urinaria dapat mengembang dan mengempis. Di dorsal vesica
urinaria, pada laki-laki terdapat rectum dan pada wanita ada uterus, portio
supravaginlis dan vagina. Vesica urinaria inferior pada wanita berhadapan dengan
diafragma pelvis dan pada laki-laki berhadapan dengan prostat.
Terdapat segitiga bayangan yang terdiri atas tiga lubang yaitu dua lubang
ureter dan satu lubang uretra pada dasar kandung kemih yang disebut
trigonum/trigon. Lapisan dinding kandung kemih (dari dalam ke luar): lapisan
mukosa, submukosa, otot polos, lapisan fibrosa. Lapisan otot disebut dengan otot
detrusor. Otot longitudinal pada bagian dalam dan luar lapisan sirkular pada
bagian tengah.
Persarafan utama kandung kemih adalah nervus pelvikus yang berhubungan
dengan medulla spinalis melalui pleksus sakralis terutama berhubungan dengan
medulla spinalis segmen S2 dan S3. Selain nervus pelvikus, terdapat dua tipe
persarafan lain yang penting untuk kandung kemih yaitu serat otot lurik yang
berjalan melalui nervus pudendal menuju sfingter ekstemus. Ini adalah serat saraf
somatik yang mempersarafi dan mengontrol otot lurik pada sfingter. Kandung
kemih juga menerima syaraf simpatis dari rangkaian simpatis melalui nervus
hipogastrikus terutama berhubungan dengan segmen L2 medulla spinalis. Serat
simpatis ini merangsang pembuluh darah dan sedikit mempengaruhi kontraksi
kandung kemih.
Urin dialirkan dari ginjal ke ureter dan kedalam vesica urinaria secara
intermiten oleh gelombang kontraksi peristaltik pelvis renalis dan ureter. Pelvis
renalis mengirim urin ke ureter proksimal. Ureter proksimal menerima bolus urin,
ureter proksimal dilatasi dan urin menstimulasi ureter proksimal berkontraksi saat
ureter distal relaksasi. Sehingga bolus urin mampu dialirkan ke distal.9
Gelombang peristaltic berasal dari koleksi sel-sel pacemaker dalam region
proksimal kaliks renal. Pada manusia, terdapat lokasi pacemaker multiple didalam
kaliks proksimal. Untuk mendorong bolus urin, dinding ureter harus bersentuhan.
Gelombang peristaltic ureter terjadi 2-6 kali per menit dengan tekanan kontraksi
ureter berkisar dari 20-80 cm H2O.9
3.5 Hidronefrosis
Hidronefrosis adalah dilatasi pelvis dan kaliks ginjal pada salah satu atau
kedua ginjal akibat obstruksi. Obstruksi pada aliran normal urin menyebabkan
urin mengalir balik, sehingga tekanandi ginjal meningkat. Jika obstruksi terjadi di
uretra atau kandung kemih, tekanan balik akan mempengaruhi kedua ginjal, tetapi
jika obstruksi terjadi disalah satu ureter akibat adanya batu atau kekakuan, maka
hanya satu ginjal saja yang rusak. Hidronefrosis adalah obstruksi aliran kemih
proksimal terhadap kandung kemih dapat mengakibatkan penimbunan cairan
bertekanan dalam pelviks ginjal dan uretra yang dapat mengakibatkan absorbsi
hebat pada parenkim ginjal.2
Berdasarkan ginjal yang terkena dibagi menjadi:
3.5.3 Patofisiologi
Apapun penyebab dari hidronefrosis, disebabkan adanya obstruksi baik
parsial ataupun intermitten mengakibatkan terjadinya akumulasi urin di piala
ginjal. Sehingga menyebabkan disertasi piala dan kolik ginjal. Pada saat ini atrofi
ginjal terjadi ketika salah satu ginjal sedang mengalami kerusakan bertahap maka
ginjal yang lain akan membesar secara bertahap (hipertrofikompensatori),
akibatnya fungsi renal terganggu.10 Pada tahap awal obstruksi, tekanan intravesica
normal saat vesica urinaria terisi dan tekanan tersebut hanya meningkat saat
miksi. Saat tahap kompensasi, otot-otot dinding vesica urinaria mengalami
hipertrofi dan menebal. Sehingga menyebabkan peningkatan resisten aliran urin
dalam ureter segmen intravesica yang bertujuan untuk mendorong aliran urin
melewati obstruksi. Akibat peningkatan resisten tersebut, terdapat tekanan balik
ke ureter dan ginjal mengakibatkan dilatasi ureter.13
Saat otot-otot polos ureter menebal untuk mendorong urin kebawah dengan
meningkatkan aktivitas peristaltic menyebabkan ureter elongasi dan berkelok-
kelok. Sehingga terbentuk jaringan tali fibrosa. Saat kontraksi, tali fibrosa ini
angulasi ureter sehingga menyebabkan obstruksi sekunder ureter.13
Akibat peningkatan tekanan yang terus menerus dinding ureter menjadi
lemah dan kehilangan kontraksinya menyebabkan dilatasi pada ureter. Pada
pelvis, normalnya tekanan pada pelvis renalis hampir 0. Saat tekanan pada pelvis
renalis meningkat, pelvis renalis dan kaliks berdilatasi. 13
Progresi atrofi hidronefrosis:13
1. Tahap awal perkembangan hidronefrosis tampak pada kaliks. Pada ujung
kaliks yang normal berbentuk konkaf. Akibat adanya peningkatan intrapelvik
menyebabkan fornik menumpul dan membulat. Dengan peningkatan tekanan
intrapelvik secara persiten, papilla menjadi datar dan konveks akibat
peningkatan kompresi dari atrofi iskemik. Perubahan pada parenkim ginjal
akibat kompresi atrofi dari tekanan intrapelvik dan atrofi iskemik dari
perubahan hemodinamik, yang bermanifestasi pada pembuluh darah arcuata.
2. Atrofi disebabkan oleh aliran darah ginjal. Iskemia paling sering tampak pada
area terjauh dari arteri interobularis. Karena peningkatan tekanan balik,
hidronefrosis berprogres yakni sel-sel dekat arteri utama memiliki resistensi
paling besar.
3. Peningkatan tekanan intrapevikal diteruskan hingga ke tubulus. Tubulus
berdilatasi dan sel-sel atrofi akibat iskemia.
Kiri atas : tahap awal. Elongasi dan dilatasi ureter akibat obstruksi ringan
Tengah atas : tahap selanjutnya. Dilatasi dan elongasi lanjut dengan ureter yang
terpuntir.
Kanan atas : pelvis intrarenal, obstruksi mengirim semua tekanan kembali ke
parenkim.
Bawah : pelvis renalis, semua tekanan meningkat
3.5.4 Diagnosis
3.5.4.1 Anamnesis
Gejalanya tergantung pada penyebab penyumbatan, lokasi penyumbatan
serta lamanya penyumbatan.
a. Pasien mungkin asimptomatik jika awitan terjadi secara bertahap. Obstruksi
akut dapat menimbulkan rasa sakit dipanggul dan pinggang. Jika terjadi infeksi
maka disuria, menggigil, demam dan nyeri tekan serta piuria akan terjadi.
Hematuri dan piuria mungkin juga ada. Jika kedua ginjal kena maka tanda dan
gejala gagal ginjal kronik akan muncul, seperti: 9
1. Hipertensi (akibat retensi cairan dan natrium).
2. Gagal jantung kongestif.
3. Perikarditis (akibat iritasi oleh toksik uremi
4. Pruritis (gatal kulit).
5. Butiran uremik (kristal urea pada kulit).
6. Anoreksia, mual, muntah, cegukan.
7. Penurunan konsentrasi, kedutan otot dan kejang.
8. Amenore, atrofi testikuler
b. Jika penyumbatan timbul dengan cepat (hidronefrosis akut), biasanya akan
menyebabkan kolik renalis ( nyeri yang luar biasa di daerah antara tulang rusuk
dan tulang panggul) pada sisi ginjal yang terkena. 9
c. Jika penyumbatan berkembang secara perlahan (hidronefrosis kronis), bisa
tidak menimbulkan gejala atau nyeri tumpul di daerah antara tulang rusuk dan
tulang pinggul). 9
d. Nyeri yang hilang timbul terjadi karena pengisian sementara pelvis renalis atau
karena penyumbatan sementara ureter akibat ginjal bergeser ke bawah. 9
e. Air kemih dari 10% penderita mengandung darah9
f. Sering ditemukan infeksi saluran kemih (terdapat nanah di dalam air kemih),
demam dan rasa nyeri di daerah kandung kemih atau ginjal9
g. Jika aliran air kemih tersumbat, bisa terbentuk batu (kalkulus)9
h. Hidronefrosis bisa menimbulkan gejala saluran pencernaan yang samar-samar,
seperti mual, muntah dan nyeri perut9
i. Gejala ini kadang terjadi pada penderita anak-anak akibat cacat bawaan,
dimana sambungan ureteropelvik terlalu sempit9
j. Jika tidak diobati, pada akhirnya hidronefrosis akan menyebabkan kerusakan
ginjal dan bisa terjadi gagal ginjal9
k. Penyebab obstruksi ekstrinsik (misalnya kompresi ureter akibat malignansi
retroperitoneal) biasanya memiliki onset kronik, dimana obstruksi intrinsic
(batu) seringkali ditandai nyeri hebat dengan onset tiba-tiba9
l. Jika terdapat adanya obstruksi dengan ISK,ditemukan gejala dan tanda
pielonefritis (nyeri punggung, demam) atau sepsis9
Berdasarkan lokasi penyumbatan, gejala klinis hidronefrosis berupa:
a. Traktus urinari atas (ureter dan ginjal)
Gejala yang paling sering dikeluhkan oleh pasien adalah nyeri pada
punggung yang menyebar sepanjang aliran ureter, hematuria total makroskopi,
gejala gastrointestinal, menggigil, demam, rasa panas pada pengeluaran urin,
dan urin berawan dengan onset infeksi. pada hidronefrosis bilateral, terdapat
keluhan nausea, vomitus, penurunan berat badan dan kekuatan, pallor
dikarenakan uremia sekunder.13
b. Traktus urinari bawah (uretra dan vesica urinari)
Gejala primer adalah hesitansi saat memulai BAK, aliran BAK yang
berkurang, terminal dribbling; hematuria parsial. Pada obstruksi traktus urinari
bawah sering disebabkan oleh BPH, neurogenik vesica urinaria dan tumor
vesica urinaria.13
Hidronefrosis dapat unilateral atau bilateral bergantung pada dimana lesi itu
berada. Obstruksi unilateral disebabkan oleh lesi yang berada di atas sambungan
ureter dan vesica, sedangkan obstruksi bilateral biasanya disebabkan oleh lesi
distal dari titik tersebut.
Gambaran urogram : Hidronefrosis dini memberikan gambaran kalik-kalik
yang mendatar (flattening). Perubahan ini reversibel. Hidronefrosis lanjut
memperlihatkan kalik-kalik berupa tongkat (clubbing). Pada tingkat lebih parah
lagi terjadi destruksi parenkim dan pembesaran sistem saluran kemih. Akhirnya
terjadi kantung hidronefrotik.
b. CT-scan Abdomen
3.5.4.4 Tatalaksana10
Untuk pengobatan terhadap hidronefrosis, perlu dicari penyebab dari
penyakit ini sehingga dapat dilakukan diagnosis yang tepat dan terapi yang sesuai
untuk menghilangkan penyebab tersebut. Selain itu, pengobatan juga dilakukan
berdasarkan keluhan yang muncul, misalnya apabila terjadi infeksi dari saluran
kemih dapat diberikan antibiotik untuk mengobati infeksi, apabila terjadi nyeri
dapat diberikan obat-obatan anti-nyeri. Apabila terjadi gangguan terhadap BAK
misalnya tidak dapat atau tidak bisa BAK dapat dilakukan pemasangan kateter
untuk mengurangi gejala-gejala yang dirasakan oleh penderita hidronefrosis.
Dapat juga dilakukan tindakan operatif untuk memperbaiki kelainan dari struktur
Medikamentosa:
Terapi ini ditujukan untuk batu yang ukurannya kurang dari 5 mm diharapkan
dapat keluar dengan spontan dengan tujuan untuk mengurangi nyeri saat
proses pengeluaran batu dengan cara miksi. Pemberian diuretik dapat
digunakan untuk memperlancar aliran urin. Edukasi pasien untuk minum
banyak juga dapat dilakukan untuk memperlancar aliran urin.
Oral alkanizing agents seperti natrium atau kalium bikarbonat dapat
mendisolusikan batu yang bersifat asam. Kontraindikasi obat ini adalah
pasien dengan riwayat gagal jantung atau gagal ginjal.
Non Medikamentosa
ESWL (Extracorporeal Shockwave Lithotripsy) : alat ini dapat memecah
batu ginjal, ureter proksimal atau buli buli tanpa melalui tindakan invasive
dan tanpa pembiusan. Menggunakan shockwave batu dapat dipecahkan.
Pasien dapat merasa nyeri kolik pada proses pemecahan batu.
Kontraindikasi pemecahan batu Menggunakan ESWL adalah pasien hamil,
infeksi saluran kemih dan batu sistein.
PCNL (Percutaneus Nephrolithotomy): menggunakan alat endoskopi ke
sistem kalises melalui insisi pada kulit. Batu kemudian dipecah menjadi
ukuran yang lebih kecil. Metode ini digunakan untuk batu > 2 cm.
Keberhasilan PNL sendiri mencapai 56%. Kontraindikasi meliputi
penggunaan antikoagulan, infeksi saluran kemih yang belum diatasi, tumor
traktus urinarius, kehamilan.1
Litotripsi: menggunakan alat litotriptor dengan akses dari uretra, batu dapat
dipecahkan menjadi fragmen kecil. Pecahan batu dapat dikeluarkan dengan
evakuator Ellik.1
Ureteroskopi (URS): dengan memasukkan alat ureteroskopi per uretram
guna melihat keadaan ureter atau sistem pielokaliks ginjal. Dengan memakai
energi tertentu, batu yang berada di dalam ureter maupun sistem pelvikalises
dapat dipecah melalui tuntunan ureteroskopi/ureterorenoskopi ini.1
Bedah terbuka : di klinik yang belum mempunyai fasilitas yang memadai
untuk tindakan endourologi, laparoskopi, maupun ESWL, pengambilan batu
masih dilakukan melalui pembedahan terbuka. Pembedahan terbuka itu antara
lain adalah pielolitotomi atau nefrolitotomi untuk mengambil batu pada
saluran ginjal. Tidak jarang pasien harus menjalani tindakan nefrektomi atau
pengambilan ginjal karena ginjalnya sudah tidak berfungsi dan berisi nanah
(pionefrosis), korteksnya sudah sangat tipis, atau mengalami pengekurtan
akibat batu yang menimbulkan obstruksi dan infeksi yang menahun.1
Pemasangan DJ-Stent : merupakan pemasangan alat di ureter,satu ekornya
di sistem pelvikokaliks ginjal dan satu lagi di kandung kemih. Fungsinya
untuk mempermudah aliran kencing dari ginjal ke kandung kencing, juga
memudahkan terbawanya serpihan batu saluran kencing. Ketika ujung J-stent
berada di sistema pelvikokaliks maka peristaltik ureter terhenti sehingga
seluruh ureter dilatasi. Lama usia DJ stent bervariasi, umumnya 2 bulan dan
terdapat yang dapat berusia 1 tahun. Jika tidak diberikan keterangan, biasanya
DJ stent berusia 2 bulan. Disarankan DJ stent dicabut atau diganti setelah 2
bulan.
3.5.5. Prognosis
Pembedahan pada hidronefrosis akut biasanya berhasil jika infeksi dapat
dikendalikan dan ginjal berfungsi dengan baik, sedangkan prognosis untuk
hidronefrosis kronis belum bisa dipastikan.16
3.6.2 Epidemiologi
Insiden batu saluran kemih tergantung geografi, iklim, etnik, diet, dan faktor
genetik. Menurut survey, angka batu saluran kemih terjadi pada negara
berkembang sekitar 4-20%. Di Indonesia angka insiden batu saluran kemih masih
belum diketahui, namun diperkirakan 170.000 kasus per tahunnya. Umumnya di
Indonesia banyak ditemukan batu dengan komposisi urat ammonium dan
kalsium.11
3.6.3 Klasifikasi12
Menurut European Association Guideline 2017, batu saluran kemih terbagi
berdasarkan ukuran, lokasi, etiologi karakteristik x-ray.
3.6.3.1 Berdasarkan ukuran
Ukuran batu biasanya diukur dalam 2 atau 3 dimensi dan terbagi dalam
ukuran diameter hingga 5, 5-10, 10-20, dan >20 mm.
3.6.3.2 Berdasarkan lokasi
Batu dibagi berdasarkan lokasi anatomic: kaliks superior, media, dan
inferior; pelvis renalis;ureter proksimal, media, dan distal; dan vesica
urinary.
3.6.3.3 Berdasarkan etiologi
a. Batu non infeksi
1. Kalsium oksalat
2. Kalsium fosfat
3. Asam urat
b. Batu infeksi
1. Magnesium ammonium fosfat
2. Karbonat
3. Ammonium urat
c. Genetik
1. Sistin
2. Xantin
3. 2,8 dihidroxiadenlin
d. Obat-obatan
3.6.3.4 Karakteristik X-ray
Berdasarkan gambaran foto polos abdomen, batu dibagi menjadi:
Tabel 3.1 Karakteristik X-ray Batu Saluran Kemih
3.6.4 Faktor Resiko9
Faktor resiko batu saluran kemih:
a. Faktor intrinsik
Faktor intrinsik antara lain:
1. Herediter (keturunan): penyakit ini diduga diturunkan dari orang
tuanya
2. Umur: penyakit ini paling sering didapatkan pada usia 20-50
tahunan
3. Jenis kelamin: jumlah pasien laki-laki 3 kali lebih banyak
dibandingkan dengan pasien perempuan.
b. Faktor ekstrinsik
Faktor ekstrinsik diantaranya adalah:
1. Geografi: beberapa daerah menunjukkan angka kejadian batu aluran
kemih yang lebih tinggi daripada daerah lain sehingga dikenal
sebagai daerah stone belt (sabuk batu).
2. Iklim dan temperature
3. Asupan air: kurangnya asupan air (<1200 ml/hari) dan tingginya
kadar mineral kalsium pada air yang dikonsumsi, dapat
meningkatkan insiden batu saluran kemih.
4. Diet: diet banyak purin, oksalat, dan kalsium mempermudah
terjadinya penyakit batu saluran kemih. Tingginya asupan garam
menyebabkan hiperkalsuria (mekanisme transport sodium:kalsium).
5. Pekerjaan: penyakit ini sering dijumpai pada orang yang
pekerjaannya banyak duduk atau kurang aktifitas atau sedentary life
3.6.5 Patofisiologi
Pembentukan batu saluran kemih memerlukan keadaan supersaturasi dalam
pembentukan batu. Inhibitor pembentuk batu dijumpai dalam air kemih normal.
Batu kalsium oksalat dengan inhibitor sitrat dan glikoprotein. Beberapa promoter
(reaktan) dapat memacu pembentukan batu seperti asam urat, memacu batu
kalsium oksalat. Aksi reaktan dan inhibitor belum dikenali sepenuhnya. Ada
dugaan proses ini berperan pada pembentukan awal atau atau nukleasi kristal,
progresi kristal atau agregatasi kristal. Misalnya pennambahan sitrat dalam
kompleks kalsium dapat mencegah agregatasi kristal kalsium oksalat dan mungkin
dapat mengurangi risiko agregatasi kristal dalam saluran kemih.10
Batu ginjal dapat terbentuk bila dijumpai satu atau beberapa faktor
pembentuk kristal kalsium dan menimbulkan agregatasi pembentukan batu.
Subyek normal dapat mengekskresikan nukleus kristal kecil. Proses pembentukan
batu dimungkinkan dengan kecenderungan ekskresi agregat kristal yang lebih
besar dan kemungkinan sebagai kristal kalsium oksalat dalam air kemih.10
Proses perubahan kristal yang terbentuk pada tubulus menjadi batu masih
belum sejelas proses pembuangan kristal kristal melalui air kemih yang banyak.
Diperkirakan bahwa agregasi kristal menjadi cukup besar sehingga tertinggal dan
biasanya ditimbun pada duktus kolektikus akhir. Selanjutnya secara perlahan
timbunan akan membesar. Pengendapan ini diperkirakan timbul pada bagian sel
epitel yang mengalami lesi. Kelainan ini kemungkinan disebabkan oleh kristal
sendiri.10
Sekitar 80% pasien batu ginjal merupakan batu kalsium, dan kebanyakan
terdiri dari kalsium oksalat atau agak jarang sebagai kalsium fosfat. Jenis batu
lainnya terdiri dari batu sistin, batu asam urat, dan batu struvit.10
-Usia Nutrisi -Musim Keturunan -Profesi
-Jenis Kelamin -Ras -Mentalitas
Perubahan fisiko-kimiawi
supersaturasi
-Kelainan kristaluria
-Agregatasi kristal
- Pertumbuhan kristal
3.6.7 Diagnosis
3.6.7.1 Anamnesis
Gejala klinis pada penderita BSK bervariasi bergantung kepada adanya
obstruksi, infeksi, dan edema. Keluhan yang disampaikan oleh pasien tergantung
kepada : posisi atau letak batu, besar batu, dan penyulit yang telah terjadi. Nyeri
ini mungkin bisa berupa nyeri kolik ataupun bukan kolik. Nyeri kolik terjadi
karena adanya aktivitas peristaltik otot polos sistem kalises ataupun ureter
meningkat dalam usaha untuk mengeluarkan batu dari saluran kemih. Peningkatan
peristaltik itu menyebabkan tekanan intraluminalnya meningkat sehingga terjadi
perenggangan dari terminal saraf yang memberikan sensasi nyeri. Nyeri non kolik
terjadi akibat peregangan kapsul ginjal karena terjadi hidronefrosis atau infeksi
pada ginjal. Batu saluran kemih dibagian atas biasanya menyebabkan rasa nyeri.
Karakteristik nyerinya tergantung kepada lokasi. Batu yang cukup kecil yang
turun kedalam ureter biasanya akan mengalami kesulitan dan rasa nyeri saat batu
melewati persimpangan ureteropelvik.13
Gejala klinis yang bisa dirasakan oleh pasien BSK adalah :14
a. Rasa Nyeri
Rasa nyeri dapat dirasakan oleh setiap pasien penderita BSK. Rasa nyeri
yang dialami dapat bervariasi tergantuk lokasi nyeri dan letak batu. Rasa nyeri
yang berulang (kolik) tergantung lokasi batu. Bila nyeri mendadak menjadi
akut, disertai rasa nyeri tekan diseluruh area kostovertebral, tidak jarang
disertai mual dan muntah, maka pasien tersebut sedang mengalami kolik ginjal.
Batu yang berada di ureter dapat menyebabkan nyeri yang luar biasa, akut dan
kolik yang menyebar ke paha dan daerah genitalia. Sedangkan, batu kalkuli
staghorn yang besar hanya menimbulkan rasa tidak nyaman dan pegal pada
punggung.
b. Hematuria
Pasien sering mengeluhkan ingin selalu berkemih, namun hanya sedikit
air kemih yang keluar, dan biasanya air kemih disertai dengan darah, maka
pasien tersebut mengalami kolik ureter.
c. Nausea dan vomitus
Obstruksi saluran kemih bagian atas (ginjal dan ureter) seringkali
menyebabkan nausea dan vomitus. Nausea disebabkan innervasi pelvis renalis,
gaster dan intestinal melalui aksis celiac dan nervus vagus.
Manifestasi klinik batu saluran kemih berdasarkan letak batu tersebut:14
a. Batu Pelvis Ginjal
Batu pelvis ginjal dapat bermanifestasi tanpa gejala sampai dengan gejala
berat. Nyeri didaerah pinggang dapat dalam bentuk pegal hingga kolik atau nyeri
yang terus menerus dan hebat karena adanya pionefrosis. Selain itu, didapatkan
adanya nyeri saat menekan atau mengetok daerah arkus kosta pada sisi ginjal yang
terkena. Batu pelvis di ginjal dapat menimbulkan hidronefrosis, sedangkan batu
kaliks umumnya tidak menimbulkan gejala fisik.
b. Batu ureter
Gejala klinis batu ureter berupa gejala kolik yang awalnya di punggung dan
radiasi secara inferior dan anterior. Sekitar 50% pasien disertai perasaan mual
dengan atau tanpa muntah dengan nyeri alih khas. Gejala klinis batu ureter
tergantung pada letak batu ureter tersebut:
a. Batu ureter atas: radiasi ke punggung atau lumbal
b. Batu ureter tengah: radiasi anterior atau posterior
c. Batu pada ureteroplevic junction: nyeri punggung ringan-berat tanpa radiasi ke
paha, gejala miksi iritasi (frekuensi, disuria), nyeri suprapubik, frekuensi
urinari/urgensi, disuria, stranguria, gejala gastrointestinal
d. Batu ureter distal: radiasi ke paha atau testis (laki-laki) atau labia majora
(perempuan).
c. Batu kandung kemih
Manifestasi klinis vesicolithiasis berupa nyeri suprapubik, disuria,
intermitensi, frekuensi, hesitansi, nokturia, dan retensi urin. Tanda klinis yang
sering termasuk hematuria makroskopik dan nyeri menyebar hingga ke ujung
penis, skrotum, perineum, punggung atau panggul. Rasa nyeri seringkali dipicu
oleh pergerakan mendadak dan olahraga.
Pada anak, nyeri menyebabkan anak menarik penis sehingga sering dilihat
penis agak panjang. Bila terjadi infeksi sekunder, selain nyeri, sewaktu miksi juga
akan terdapat nyeri menetap suprapubik.
d. Batu uretra
Batu uretra umumnya merupakan batu yang berasal dari ureter atau kandung
kemih yang oleh aliran kemih sewaktu miksi terbawa ke uretra, tetapi menyangkut
di tempat agak lebar. Tempat uretra yang agak lebar adalah pars prostatika, bagian
permulaan pars bulbosa dan di fosa nafikular.
h. CT-Scan
Beberapa studi menunjukkan bahwa sesitivitas CT-Scan 95-100% dan
spesifitas serta akurasinya lebih superior dibandingkan IVP. Kelebihan CT Scan
yakni:14
a) Mampu menunjukkan patologi lain jika patologi pasien sebenarnya bukan
batu saluran kemih.
b) Cepat (<5 menit)
c) Tidak menggunakan zat kontras
d) Densitas batu mampu memprediksikan komposisi batu dan respons terhadap
shockwave lithotripsy.
Sedangkan, kekurangan CT Scan adalah:
a) Tidak bisa melihat fungsi ginjal seseorang atau derajat obstruksi
b) Kadang-kadang gagal mengungkap batu radiolusen yang jarang ,seperti batu
yang disebabkan oleh penggunaan indinavir and atazanavir dan sulfadiazine.
Sehingga pada kasus ini, IVP lebih baik digunakan dibandingkan CT Scan.
c) Relatif mahal
d) Memiliki radiasi tinggi (tidak dilakukan pada wanita hamil)
B. Batu Ureter15
Kebanyakan batu buli adalah radioopak dan dengan mudah dilihat pada foto
polos abdomen. Batu lain yang mengandung sedikit kalsium, pada foto polos
kelihatan samar-samar. Pemeriksaan sistografi dengan udara atau dengan kontras
opak dapat dilihat garis lingkar batu radiolusen. Batu dalam vesica urinaria dapat
satu atau lebih. Untuk membedakan batu vesica urinaria dengan fekalit, dibuat
foto oblik barium enema.
Pemeriksaan sistografi dan sistoskopi perlu untuk membedakan batu buli-
buli dari penyebab perkapuran lainnya. Batu prostat berbentuk butir-butir kecil
dan berada berhimpitan atau langsung diatas permukaan simfisis pubis pada foto
postero-anterior abdomen bawah.
D. Batu uretra15
Biasanya kecil dan berasal dari batu vesica urinaria atau ureter yang turun
pada waktu miksi.
3.6.8 Tatalaksana
a) Penatalaksanaan Konservatif16
Penatalaksanaan konservatif diberikan pada pasien tanpa riwayat batu
saluran kemih. Penatalaksanaan non-farmakologis dapat mengurangi insiden
rekuren batu per 5 tahun sampai 60%. Penatalaksanaan konservatif berupa :
1. Konsumsi cairan minimal 8-10 gelas per hari dengan tujuan menjaga
volume urin agar berjumlah lebih dari 2 liter per hari.
2. Mengurangi konsumsi protein hewani sekitar 0,8 – 1,0 gram/kgBB/hari
untuk mengurangi insiden pembentukan batu.
3. Diet rendah natrium sekitar 2-3 g/hari atau 80-100 mEq/hari efektif untuk
mengurangi eksresi kalsium pada pasien dengan hiperkalsiuria.
4. Mencegah penggunaan obat-obat yang dapat menyebabkan pembentukan
batu seperti calcitrol, suplemen kalsium, diuretik kuat dan probenecid.
5. Mengurangi makanan yang berkadar oksalat tinggi untuk mengurangi
pembentukan batu. Makanan yang harus dikurangi seperti teh, bayam,
coklat, kacang-kacangan dan lain-lain.
c) Penatalaksanaan Spesifik16
Berdasarkan lokasi batu:
1. Batu ginjal
Tatalaksana batu ginjal menurut European Urology Guideline 2017.
Gambar 3.14 Algoritma tatalaksana batu renal.
2. Batu Ureter
3. Batu Vesicaurinaria
4.
1. Batu Sistin
Pasien dengan batu sistin harus meningkatkan konsumsi cairan agar
mendapatkan urin sekitar 3,5 liter setiap harinya untuk disolusi maksimal
dari batu sistin. Bila pengobatan diatas tidak berhasil dan kadar sistin dalam
urin diatas 3 mmol per hari, maka dapat diberikan tiopronin. Dosis tiopronin
yang digunakan adalah 250 mg per hari.
3.6.9 Prognosis
Batu saluran kemih adalah penyakit seumur hidup. Rata-rata kekambuhan
pada pertama kali batu terbentuk adalah 50% dalam 5 tahun dan 80% dalam 10
tahun. Pasien yang memiliki risiko tinggi kambuh adalah yang tidak patuh dengan
pengobatan, tidak modifikasi gaya hidup, atau ada penyakit lain yang mendaasari.
Fragmen batu yang tersisa pada pembedahan biasanya keluar dengan sendirinya
jika ukuran batu tersebut <4mm.14
3.7.1 Definisi27
Kista adalah kantong berisi cairan, kista seperti balon berisi air, dapat tumbuh
dimana saja dan jenisnya bermacam-macam. Kista yang berada di dalam atau
permukaan ovarium (indung telur) disebut kista ovarium atau tumor ovarium.
3.7.2 Klasifikasi28,29,30,31,32,33
Diantara tumor-tumor ovarium ada yang bersifat neoplastik dan non
neoplastik. Tumor neoplastik dibagi atas tumor jinak dan ganas, dan tumor jinak
dibagi dalam tumor kistik dan solid.
1. Tumor Non Neoplastik
a. Tumor akibat radang
i. Abses ovarial
ii. Abses tubo-ovarial
iii. Kista tubo-ovarial
b. Tumor lain
i. Kista folikel
ii. Kista korpus lutein
iii. Kista teka-lutein
iv. Kista inklusi germinal
v. Kista endometrium
2. Tumor Neoplastik Jinak
a. Kistik
i. Kistoma ovarii simpleks
ii. Kistadenoma ovarii musinosum
iii. Kistadenoma ovarii serosum
iv. Kista endometroid
v. Kista dermoid
b. Solid
i. Fibroma, leiomioma, fibroadenoma, papiloma, angioma, limfangioma
ii. Tumor Brenner
iii. Tumor sisi aderenal (makulinovo-blastoma).
f. Kista Endometrium
Kista ini endometriosis yang berlokasi di ovarium. Akibat proliferasi dari
sel yang mirip dinding endometrium, umumnya berisi darah yang merupakan
hasil peluruhan dinding saat menstruasi.
2. Neoplasia Jinak 28,29,30,31,32,33
a. Kistoma ovarii simpleks
Kista ini mempunyai permukaan rata dan halus, biasanya bertangkai,
seringkali billateral, dan dapat menjadi besar.
b. Kistadenoma musinosum
Asal tumor ini belum diketahui pasti namun diperkirakan berasal dari suatu
teratoma dimana dalam pertumbuhannya satu elemen mengalahkan elemen-
elemen lain.
c. Kistadenoma serosum
Para penulis berpaendapat bahwa kista ini berasal dari epitel permukaan
ovarium (germinal epithelium).
d. Kista endometroid
Kista ini biasanya unilateral dengan permukaan licin, pada dindin
dalamterdapat satu lapisan sel-sel, yang menyerupai lapisan epitel
endometrium.
3.7.5 Diagnosis
3.7.5.1 Anamesis
Pada anamnesa rasa sakit atau tidak nyaman pada perut bagian bawah.
Rasa sakit tersebut akan bertambah jika kista tersebut terpuntir atau terjadi ruptur.
Terdapat juga rasa penuh di perut. Tekanan terhadap alat-alat di sekitarnya dapat
menyebabkan rasa tidak nyaman, gangguan miksi dan defekasi.Dapat terjadi
penekanan terhadap kandung kemih sehingga menyebabkan frekuensi berkemih
menjadi sering.
3.7.5.2 Pemeriksaan fisik
Kista yang besar dapat teraba dalam palpasi abdomen. Walau pada wanita
premonopause yang kurus dapat teraba ovarium normal tetapi hal ini adalah abnormal
jika terdapat pada wanita postmenopause. Perabaan menjadisulit pada pasien yang
gemuk. Teraba massa yang kistik, mobile, permukaan massa umumnya rata. Cervix dan
uterus dapat terdorong pada satu sisi.Dapat juga teraba, massa lain, termasuk fibroid dan
nodul padaligamentum uterosakral, ini merupakan keganasan atau endometriosis.
Padaperkusi mungkin didapatkan ascites yang pasif.
3.7.5.3. Pemeriksaan Penunjang
3.7.5.3.1 Ultrasonografi (USG)
Alat peraba (transducer) digunakan untuk memastikan keberadaan kista,
membantu mengenali lokasinya dan menentukan apakah isi kista cairan atau
padat. Kista berisi cairan cenderung lebih jinak, kista berisi material padat
memerlukan pemeriksaan lebih lanjut.
Dari gambaran USG dapat terlihat:
a. Akan terlihat sebagai struktur kistik yang bulat (kadang-kadang oval) dan
terlihat sangat echolucent dengan dinding yang tipis/tegas/licin, dan di tepi
belakang kista nampak bayangan echo yang lebih putih dari dinding
depannya.
b. Kista ini dapat bersifat unillokuler (tidak bersepta) atau multilokuler
(bersepta-septa).
c. Kadang-kadang terlihat bintik-bintik echo yang halushalus (internal
echoes) di dalam kista yang berasal dari elemen-elemen darah di dalam
kista.
CT-scan tidak sebanding USG dan MRI dalam membantu mengenai kista
ovarium dan massa pelvis. CT-scan memungkinkan pemeriksaan isi ronggan
abdomen dan retroperitonium pada kasus penyakit keganasan ovarium.
Gambar 3.28 CT-scan kista ovarium
3.7.7 Prognosis
Prognosis untuk kista jinak baik.Walaupun penanganan dan pengobatan
kanker ovarium telah dilakukan dengan prosedur yang benar namun hasil
pengobatannya sampai sekarang ini belum sangat menggembirakan termasuk
pengobatan yang dilakukan di pusat kanker terkemuka di dunia sekalipun. Angka
kelangsungan hidup 5 tahun (“5 Years survival rate”) penderita kanker ovarium
stadium lanjut hanya kira-kira 20-30%, sedangkan sebagian besar penderita 60-
70% ditemukan dalam keadaan stadium lanjut sehingga penyakit ini disebut juga
dengan “silent killer”.
BAB IV
ANALISA KASUS
KESIMPULAN
Hidronefrosis adalah dilatasi piala dan kaliks ginjal pada salah satu atau
kedua ginjal akibat obstruksi. Obstruksi pada aliran normal urin menyebabkan
urin mengalir balik, sehingga tekanandi ginjal meningkat. Salah satu penyebab
dari hidronefrosis adalah batu saluran kemih.
Batu saluran kemih atau Urolitiasis dianggap sebagai penyakit multifaktorial
dengan keterlibatan faktor epidemiologis, biokimia, dan genetik. Perubahan
faktor-faktor tersebut, misalnya, status sosial-ekonomi dan kebiasaan diet, dapat
mengakibatkan perubahan epidemiologi urolitiasis di berbagai belahan dunia.
Dalam sifat faktor-faktor inilah mereka terjadi pada waktu yang berbeda, sampai
batas yang berbeda, di berbagai belahan dunia.
Insiden urolitiasis mencapai puncaknya pada populasi berusia di atas 46
tahun. Laki-laki lebih mungkin menderita urolitiasis. Karena kebiasaan diet atau
latar belakang genetik yang berbeda, perbedaan prevalensi di antara ras atau
kebangsaan juga ada. Mutasi genetik lokus spesifik dapat berkontribusi pada
pembentukan berbagai jenis kalkulus. Kebiasaan diet (kurang asupan cairan), serta
faktor iklim (suhu panas dan banyak paparan sinar matahari) memainkan peran
penting dalam pengembangan batu. Penyakit lain, terutama sindrom metabolik,
mungkin juga berkontribusi pada batu saluran kemih.
Keluhan utama pada kista ovarium adalah Perut terasa penuh, berat,
kembung,tekanan pada dubur dan kandung kemih (sulit buang air kecil), haid tak
teratur, nyeri panggul yang menetap atau kambuhan yang dapat menyebar
kepanggul bawah dan paha, nyeri senggama, mual, ingin muntah, atau pergeseran
payudara mirip seperti pada saat hamil. Pada pasien ini didapatkan keluhan nyeri
hilang timbul pada perut bawah sejak 4 bulan yang lalu. Selain itu pasien juga
mengeluhkan beberapa bulan terakhir buang air kecil menjadi sedikit.
Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang pada
penderita ini mengarah pada diagnosis hidronefrosis sinistra e.c batu ureter +
Kista ovarium.
DAFTAR PUSTAKA
1. Dennis G.L. Hydronephrosis and Hydroureter. Available from
http://www.emedicine.medscape.com/art icle/436259-overview. 2011
2. Tanagho, A.E.Smith’s General Urology : Urinary Obstruction and Stasis.
McGraw-Hill: New York. 17th ed : 166, 2010
3. T.M. Wah, M.J. Weston, and H.C. Irving. Case Report: Lower Moiety
PelvicUreteric Junction Obstruction (PUJO) of the Duplex Kidney
Presenting with Pyonephrosis in Adults. The British Journal of Radiology,
76 : 902-912, 2003
4. Purnomo, B.B. Dasar-dasar Urologi, Sagung Seto Jakarta. 2 nd ed : 128-
135 , 2003
5. Kogan, B.A. Smith’s General Urology : Disorder of The Ureter and
Ureteropelvic Junction. McGraw-Hill: New York. 17th ed : 559-560, 2010
30
6. Taghizadeh, A.K. Duplex Kidney, Ureteroceles and Ectopic Ureters.
Available from http://www.pediatricurologybook.com/du plex-
kidney.html, 2011
7. Khan, A.N. Duplicating Collecting System Imaging. Available from http://
http://www.emedicine.medscape.com/art icle/378075-overview. 2011
8. Purnomo BB. Dasar-dasar Urologi. Ed 3. Jakarta: Sagung Seto;2014. Hal.
87,103,109
9. Nahdi T. Nefrolithiasis dan Hidronefrosis Sinistra dengan Infeksi Saluran
Kemih Atas. Jurnal Kedokteran Medula (Universitas Lampung).
2013;1(4):45-46
10. Raheem OA, Khandwala YS, Sur RL, Ghani KR, Denstedt JD. Burden of
Urolithiasis: Trends in Prevalence, Treatments, and Costs. Eur Urol Focus.
2017 Feb;3(1):18–26.
11. Ratu G, Badji A. Profil Analisis Batu Saluran Kemih Di Laboratorium
Patologi Klinik. Ind J Clin Pathol Med Lab. 2018;12(3):114–117.
12. Department of Urology at UNC School of Medicine. Hydronephrosis.
Cited by 15 April 2018. Available from:
https://www.med.unc.edu/urology/patientinfo/peds%20urology-1/what-
we-treat/hydronephrosis
13. Snell RS. Anatomi Klinis Berdasarkan Sistem. Jakarta: EGC; 2012
14. Tortora GJ&Bryan D. Principles of Anatomy and Physiology. 12th Ed.
USA:John Wiley & Sons;2009. P.1023,1090.
15. Guyton, Arthur C. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC; 2007
16. Reynard J, Simon B, & Suzanne B. Oxford Handbook of Urology. 3rd Ed.
China: C&C Offset Printing;2013. P.495,4009.
17. Alwi I, Simon S, Rudy H, Juferdy K, Dicky L. Penatalaksanaan di Bidang
Ilmu Penyakit Dalam Panduan Praktis Klinis. Jakarta: Interna
Publishing; 2015.
18. Trinchieri A. Epidemiology of urolithiasis: an update. Clin Cases Miner
Bone Metab. 2008;5(2):101.
19. EAU. European Association of Urology Guidelines 2017 edition. March
2017 [cited by 13 April 2018]. Available from: http://uroweb.org/wp-
content/uploads/Guidelines_WebVersion_Complete-1.pdf
20. Tanagho EA & Jack WM. Smith's General Urology. 17th ed. New york:Mc
Graw Hill,2008;Hal. 166, 170, 261
21. Dave C. Nephrolithiasis. 14 Dec 2017 [cited by 10 April 2018]. Available
from: https://emedicine.medscape.com/article/437096-overview
22. Rasad S. Radiologi Diagnostik. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia; 2015
23. Sudoyo, W, Setiohadi, B, Alwi I, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam,
Jilid I, Edisi IV. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2006
24. Namdev R. Hydronephrosis. Cited by 13 April 2018. Available from:
https://radiopaedia.org/articles/hydronephrosis-grading-1
25. Lusaya DG. Hydronephrosis and Hydroureter. 09 Oct 2017 [cited by 14
april 2018]. Available from:
https://emedicine.medscape.com/article/436259-clinical
26. Triastuti I. acute kidney injury. 2017 [cited by 12 maret 2021]. available
from:
https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_penelitian_1_dir/08a70046ac0ba7b
966f58b492a7da909.pdf
27. Herlambang. Ultrasonografi Obstetri Dasar : Untuk Mahasiswa
Kedokteran Dan Dokter Umum. 2021;30–2.
28. Fauzi A, Putra M. 2016. Nefrolitiasis. Lampung: Fakultas Kedokteran
Universitas Lampung.
29. De Jong, W., Tumor Ovarium dalam Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2.
Jakarta: EGC.2003:729-730
30. Kumar, Robins. Ovarium dalam Buku Ajar Patologi II Edisi 4. Jakarta:
EGC.2002 :390-393
31. Wiknjosastro H. Tumor Jinak Pada Alat Genital Dalam Buku Ilmu
KandunganEdisi 2., editor: Saifuddin A.B,dkk. Jakarta: Yayasan Bina
PustakaSarwono Prawirohardjo.2005: 345-346.
33. Wiknjosastro H. Buku Ilmu Kandungan Edisi 2., editor: Saifuddin A.B,dkk.
Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.2009