Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Fraktur adalah suatu keadaan dimana tulang mengalami patah/ dikontinuitas


jaringan. Fraktur biasanya diakibatkan oleh trauma. Berdasarkan jenisnya, fraktur
dibagidua, yaitu fraktur tertutup dan fraktur terbuka. Sebuah fraktur dikatakan fraktur
tertutup (sederhana) apabila jaringan kulit diatasnya masih utuh, sehingga tidak ada
kontak antara fragmen tulang yang patah dengan lingkungan luar. Namun bila
fragmen tulang yangmengalami fraktur terekspos ke luar, maka disebut fraktur
terbuka (compound). Fraktur terbuka lebih yang cenderung untuk mengalami
kontamin asi dan infeksi daripada fraktur tertutup. Jenis fraktur biasanya
berhubungan dengan mekanisme trauma, misalnya trauma angulasi yang akan
menimbulkan fraktur tipe transversal oblik pendek, sedangkan trauma rotasi akan
menimbulkan trauma tipe spiral. 1
Prinsip penanganan fraktur tidak terlepas dari primary survey untuk
meneemukan dan mengatasi kondisi life threatening yang ada pada pasien, terutama
pada layanan primer. penatalaksaan yang tepat pada pasien fraktur menentukan
outcome nya. Bila dalam penatalaksanaan dan perawatan tepat, tulang yang patah
dapat menyatu kembali dengan sempurna (union). Namun bila penatalaksanaan tidak
tepat, maka fraktur dapat menyatu tidak sempurna (malunion), terlambat menyatu
(delayed union), ataupun tidak menyatu(non union). Perawatan yang baik juga perlu
untuk mencegah terjadinya komplikasi pada pasien fraktur.1
BAB II

LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Pasien


Nama : Tn. HA

Umur : 41 tahun

JenisKelamin : Laki-Laki

Status Perkawinan : Menikah

Alamat : RT.02 Rimbo Bujang

Agama : Islam

Tanggal MRS : 21 Mei 2019

Tanggal Pemeriksaan : 23 Mei 2019

2.2 Anamnesa
Keluhan utama :
Kaki Kiri patah Akibat tertimpa beton sejak 8 jam SMRS
Riwayat penyakit sekarang :

Pasien datang dengan keluhan kaki kiri patah akibat tertimpa beton sejak 8 jam
SMRS. Pasien merupakan pekerja bangunan di Sungai rengas, 8 jam SMRS pasien
masih berkativitas seperti biasanya mengerjakan pekerjaan untuk membuat saluran air
di jalan besar, pada saat pasien berada di dalam saluran air tersebut, beton yang ingin
di tutup ke saluran air tersebut terjatuh dan tertimpa lengan sebelah kanan yang berat
beton tersebut sekitar 1 ton 20 kg, kemudian serpihan beton tersebut melukai
beberapa bagian di bagian dada pasien dan tepi beton tersebut menimpa tungkai kaki
kiri bagian bawah sehingga menjadi robek. Pasien tidak mengeluhkan adanya mual
dan muntah, pusing (-), demam (-), sesak (-). Pasien juga mengatakan bahwa pasien
juga masih dalam keadaan sadar, dan masih bisa mengangkat bahu dan lengan kanan
nya, serta masih dapat menggerakkan kaki sebelah kiri walaupun ada rasa nyeri. Rasa
kesemutan atau rasa baal (-).kemudian os di bawa kepusksesmas dan dirujuk ke
RSUD Raden Mattaher dengan posisi luka robek sudah di jahit dan di lakukan
imobilisasi dengan menggunakan kayu.

Riwayat penyakit dahulu

Os tidak pernah mengalami cidera serupa, tidak ada riwayat operasi, riwayat
hipertensi, DM, alergi tidak ada

Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat penyakit Jantung, Hipertensi, DM, Asma serta alergi obat disangkal

2.3 Pemeriksaan Fisik


a. Primary Survey
Airway : clear, pasien dapat bicara lancar, suara mengorok (-), suara
berkumur (-), suara parau (-)
Breathing : Frekuensi Nafas = 20x/ menit, tipe torakoabdominal
Circulation : Frekuensi nadi = 71x/ menit, reguler, isian cukup,
Tekanan darah = 110/70 mmHg
Disability : GCS 15 E4M6V5, pupil isokor, Refleks Cahaya (+/+),
Exposure : Suhu = 36,0℃

b. Secondary Survey
Status Generalis
Status gizi :
- BB = 60 kg
- TB = 160 cm
- IMT = 23, 43 (baik)
Pemeriksaan kepala dan Leher :
- Kepala : Normocephal, rambut hitam dan tidak mudah dicabut
- Mata : Refleks Cahaya(+/+), pupil isokor Konjungtiva Anemis (-/- ),
Sklera Ikterik (-/-), Edema Palpebra (-), jejas (-)
- THT :
 Telinga : Normotia, Sekret (-/-), Nyeri Tekan Tragus (-)
 Hidung : Sekret (-),Deviasi Septum (-), Nafas Cuping Hidung (-
)
 Mulut : Mukosa Bibir Kering (-), Pucat (-), Sianosis (-),Lidah
Kotor (-)
- Leher : Pembesaran KGB (-), Pembesaran Tiroid (-), JVP 5-2 cmH2O
- Pemeriksaan Thoraks
Paru :
(anterior)
- Inspeksi : bentuk dada normal, gerakan dinding dada simetris,
penggunaan otot-otot bantu pernapasan (-), sela iga melebar (-) spider
nevi(-), jejas (-),vulnus oxcoriatum (+)
- Palpasi : Fremitus Taktil kanan sama dengan kiri, nyeri tekan (-)
- Perkusi : Hipersonor pada kedua paru
- Auskultasi : Vokal Fremitus kanan sama dengan kiri, ronkhi (-),
wheezing (-)

(posterior)

- Inspeksi : bentuk dada normal, gerakan dinding dada simetris,


penggunaan otot-otot bantu pernapasan (-), sela iga melebar (-) spider
nevi(-), jejas (-),vulnus oxcoriatum (-)
- Palpasi : Fremitus Taktil kanan sama dengan kiri, nyeri tekan (-)
- Perkusi : Hipersonor pada kedua paru
- Auskultasi : Vokal Fremitus kanan sama dengan kiri, ronkhi (-),
wheezing (-)
Jantung :

- Inspeksi : pulsasi ictus kordis tidak terlihat


- Palpasi : pulsasi ictus kordis teraba kuat angkat di ICS V linea
midklavikularis sinistra, luas 2 jari
- Perkusi :
o Batas Kanan : ICS IV linea parasternalis dextra
o Batas Kiri : ICS V linea midklavikularis sinistra
o Atas : ICS II linea parasternalis sinistra
- Auskultasi : Bunyi jantung I dan II reguler, gallop (-), murmur (-)

c. Pemeriksaan Abdomen
- Inspeksi : perut datar, kolateral vena (-), jejas (-)
- Auskultasi : bising usus (+) normal
- Palpasi :supel, nyeri tekan (-),nyeri lepas (-),defans muscular (-
), hepar tidak teraba, lien tidak teraba, ginjal tidak
teraba, turgor kulit baik.
- Perkusi : timpani pada seluruh regio abdomen, shifting dullness
(-)
d. Pemeriksaan ekstremitas:
- Superior dextra et sinistra
L : deformitas (-),
F : Nyeri tekan (-), krepitasi (-), akral hangat, CRT < 2 detik
M : Gerakan aktif (sinistra) dan pasif terbatas (dextra), ROM bebas,
refleks fisiologis ++/++, refleks patologis -/-
- Inferior dextra et sinistra
L : jejas (+) (dextra), deformitas (+) regio tibia sinistra, vulnus
laceratum ( regio tibia sinistra) diameter 8 cm
F : Nyeri tekan (+), krepitasi sulit dinilai, akral hangat, CRT < 2
detik
M : Gerakan aktif(dextra)dan pasif terbatas (sinistra), refleks fisiologis
++/++, refleks patologis -/-
Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Radiologi, hasil Pemeriksaan Foto rontgen tibia sinistra dan


clavikula dextra
2.5 Diagnosis Kerja

Close fraktur os clavicula dextra 1/3 medial Comminuted Displace +

Open fraktur os tibia sinistra 1/3 distal grade IIIA transverse displace

2.6 Tatalaksana Fraktur tertutup

1. Non farmakalogis
 dilakukan pembersihan pada area luka, penjahitan luka, luka dibalut
 dilakukan pemasangan spalk
 puasa sebelum operasi
2. Farmakologi
IVFD RL 20 tetes/menit
Inj.Ranitidin 2x1 amp
Inj ceftriaxon 1x2 g
Imobilisasi tibia dengan pemasangan spalk
2.7 Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quoad sanationam : dubia ad bonam

Laporan Operasi
Tanggal : 25- Mei 2019/ 08.40 Wib
Nama : Tn.AH
Operator : dr.Humaryanto,Sp.OT, M.Kes
1. GA
2. Posisi telentang
3. Cleansing scrubing reabing
4. Insisi kutis subkutis fascia daerah subclavicula dextra
5. Diseksi jaringan sekeliling
6. Tampak fraktur os cklavucula dextra 1/3 tengah communited displace
7. Di lakukakn reposisi dan fiksasi dengan pemasangan k-wray
8. Cuci luka
9. Rawat perdarahan
10. Jahit luka
11. Tampak vulnus lacseratum diameter 8 cm sisi medial distal cruris sinistra
transverse displace grade IIIA
12. Dilakukan debridement
13. Reposisi dan fiksasi pemasangan k-wray
14. Perdarahan
15. Cuci luka
16. Pasang drain
17. Tutup luka
18. Pasang posterior slop
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Anatomi Tulang Klavikula
Os clavicula (tulang selangka) berhubungan dengan os sternum di sebelah
medial dan di lateral tulang ini berhubungan dengan os scapula pada acromion yang
dapat diraba sebagai tonjolan di bahu bagian lateral. Tulang ini termasuk jenis tulang
pipa yang pendek, walaupun bagian lateral tulang ini tampak pipih. Bentuknya seperti
huruf S terbalik, dengan bagian medial yang melengkung ke depan, dan bagian lateral
agak melengkung ke belakang. Permukaan atasnya relatif lebih halus dibanding
dengan permukaan inferior. Ujung medial atau ujung sternal mempunyai facies
articularis sternalis yang berhubungan dengan discus articularis sendi atau articulatio
sternoclavicularis.2

Gambar 1. Anatomi Clavicula3

3.2 Patomekanisme
Fraktur clavicula paling sering disebabkan oleh karena mekanisme kompressi
atau penekanan, paling sering karena suatu kekuatan yang melebihi kekuatan
tulang tersebut dimana arahnya dari lateral bahu apakah itu karena jatuh,
keeelakaan olahraga, ataupun kecelakaan kendaraan bermotor.2
Pada daerah tengah tulang clavicula tidak di perkuat oleh otot ataupun
ligament-ligament seperti pada daerah distal dan proksimal clavicula. Clavicula
bagian tengah juga merupakan transition point antara bagian lateral dan bagian
medial. Hal ini yang menjelaskan kenapa pada daerah ini paling sering terjadi
fraktur dibandingkan daerah distal ataupun proksimal.3

Gambar 2. Fraktur Clavicula3

3.3 Diagnosis
Gambaran klinis pada patah tulang klavikula biasanya penderita datang
dengan keluhan jatuh atau trauma. Pasien merasakan rasa sakit bahu dan
diperparah dengan setiap gerakan lengan. Pada pemeriksaan fisik pasien akan
terasa nyeri tekan pada daerah fraktur dan kadang-kadang terdengar krepitasi
pada setiap gerakan. Dapat juga terlihat kulit yang menonjol akibat desakan dari
fragmen patah tulang. Pembengkakan lokal akan terlihat disertai perubahan warna
lokal pada kulit sebagai akibat trauma dan gangguan sirkulasi yang mengikuti
fraktur. Untuk memperjelas dan menegakkan diagnosis dapat dilakukan
pemeriksaan penunjang.4
Evaluasi pada fraktur clavicula yang standar berupa proyeksi anteroposterior
(AP) yang dipusatkan pada bagian tengah clavicula. Pencitraan yang dilakukan
harus cukup luas untuk bisa menilai juga kedua AC joint dan SC joint. Bisa juga
digunakan posisi oblique dengan arah dan penempatan yang baik. Proyeksi AP
20-60° dengan cephalic terbukti cukup baik karena bisa meminimalisir struktur
toraks yang bisa mengganggu pembacaan. Karena bentuk dari clavicula yang
berbentuk S, maka fraktur menunjukkan deformitas multiplanar, yang
menyebabkan susahnya menilai dengan menggunakan radiograph biasa. CT scan,
khususnya dengan 3 dimensi meningkatkan akurasi pembacaan.4

3.4 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada fraktur clavicula ada dua pilihan yaitu dengan tindakan
bedah atau operative treatment dan tindakan non bedah atau konsevatif.5
Pada orang dewasa dan anak-anak biasanya pengobatannya konservatif tanpa
reposisi, yaitu dengan pemasangan mitela. Reposisi tidak diperlukan, apalagi pada
anak karena salah-sambung klavikula jarang menyebabkan gangguan pada bahu,
baik fungsi maupun keuatannya. Kalus yang menonjol kadang secara kosmetik
mengganggu meskipun lama-kelamaan akan hilang dengan proses pemugaran.
Yang penting pada penggunaan mitela ialah letak tangan lebih tinggi daripada
tingkat siku, analgetik, dan latihan gerak jari dan tangan pada hari pertama dan
latihan gerak bahu setelah beberapa hari.6
Tidakan pembedahan dapat dilakukan apabila terjadi hal-hal berikut :5
1. Fraktur terbuka.
2. Terdapat cedera neurovaskuler.
3. Fraktur comminuted.
4. Tulang memendek karena fragmen fraktur tumpang tindih.
5. Rasa sakit karena gagal penyambungan (nonunion).
6. Masalah kosmetik, karena posisi penyatuan tulang tidak semestinya
(malunion).

3.5 Komplikasi
Komplikasi akut :4
- Cedera pembuluh darah
- Pneumouthorax
- Haemothorax
Komplikasi lambat :6
- Mal union: proses penyembuhan tulang berjalan normal terjadi dalam waktu
semestinya, namun tidak dengan bentuk aslinya atau abnormal.
- Non union: kegagalan penyambungan tulang setelah 4 sampai 6 bulan

3.6 Prognosis
Prognosis jangka pendek dan panjang sedikit banyak bergantung pada berat
ringannya trauma yang dialami, bagaimana penanganan yang tepat dan usia
penderita. Pada anak prognosis sangat baik karena proses penyembuhan sangat
cepat, sementara pada orang dewasa prognosis tergantung dari penanganan, jika
penanganan baik maka komplikasi dapat diminimalisir.6

3.7 Anatomi Tulang Tibia


Tibia merupakan tulang medial tungkai bawah yang besar dan berfungsi
menyanggah berat badan. Tibia bersendi di atas dengan Condylus femoris dan
caputfibulae, di bawah dengan talus dan ujung distal fibula. Tibia mempunyai
ujung atas yang melebar dan ujung bawah yang lebih kecil, serta sebuah corpus.
pada ujung atas terdapat condylilateralis dan medialis (kadang-kadang disebut
plateau tibia lateral dan medial), yang bersendi dengan condyli lateralis dan
medialis femoris, dan dipisahkan oleh menisci lateralis dan medialis. Permukaan
atas facies articulares condylorum tibiae terbagi atas area intercondylus anterior
dan posterior di antara kedua area ini terdapat eminentia intercondylus.Pada aspek
lateral condylus lateralis terdapat facies articularis fibularis circularis yang kecil,
dan bersendi dengan Caput fibulae. Pada aspek posterior condylus medialis
terdapat insertio m. semimembranosus.7
Corpus tibiae berbentuk segitiga pada potongan melintangnya, dan
mempunyai tiga margines dan tiga facies. Margines anterior dan medial, serta
facies medialis diantaranya terletak subkutan. Margo anterior menonjol dan
membentuk tulang kering. pada pertemuan antara margo anterior dan ujung atas
tibia terdapat tuberositas, yang merupakan tempat lekat ligamentum patellae.
'argo anterior di bawah membulat, dan melanjutkan diri sebagai malleolus
medialis. Margo lateral atau margo interosseus memberikan tempat perlekatan
untuk membrane interossea. Facies posterior dan corpus tibiae menunjukkan linea
oblique, yang disebut linea musculi solei, untuk tempatnya m.soleus.7
Ujung bawah tibia sedikit melebar dan pada aspek inferiornya terdapat
permukaan sendi berbentuk pelana untuk os.talus. ujung bawah memanjang ke
bawah dan medial untuk membentuk malleolus medialis. Facies lateralis dari
malleolus medialis bersendi dengan talus.Pada facies lateral ujung bawah tibia
terdapat lekukan yang lebar dan kasar untuk bersendi dengan fibula. Musculi dan
ligamenta penting yang melekat pada tibia.7
Gambar Anatomi Tibia.7

3.8 Fraktur
3.8.1 Definisi
Fraktur adalah suatu kondisi terputusnya kontinuitas dari jaringan
tulang yang diakibatkan oleh trauma langsung atau tidak langsung maupun
patologis. Fraktur dapat bersifat tunggal maupun multiple dimana pada
fraktur ini dapat mengenai beberapa tulang yang terjadi secara bersamaan dan
dapat menimbulkan beberapa macam masalah.8

3.8.2 Klasifikasi
Berdasarkan etiologinya, fraktur diklasifikasikan sebagai berikut :8.9
1) Fraktur traumatik : terjadi karena trauma yang tiba-tiba mengenai tulang dengan
kekuatan yang besar dan tulang tidak mampu menahan trauma tersebut sehingga
terjadi patah.
2) Fraktur patologis : terjadi karena kelemahan tulang sebelumnya akibat kelainan
patologis di dalam tulang. Fraktur patologis terjadi pada tulang yang lemah
karena tumor atau proses patologis lainnya. Tulang sering kali tampak penurunan
densitas.
3) Fraktur stress : terjadi karena adanya trauma yang terus menerus pada suatu
tempat tertentu.
Secara umum, keadaan fraktur secara klinis dapat diklasifikasikan sebagai
berikut : 8.9
a) Fraktur tertutup : fraktur yang fragmen tulangnya tidak menembus kulit sehingga
tempat fraktur tidak tercemar oleh lingkungan / tidak mempunyai hubungan
dengan dunia luar.
b) Fraktur terbuka : fraktur yang mempunyai hubungan dengan dunia luar melalui
luka pada kulit dan jaringan lunak depat berbentuk from within (dari dalam) atau
fram without (dari luar). Secara klinis pembagian derajat patah tulang terbuka
dipakai klasifikasi menurut Gustilo dan Anderson, yaitu:
1. Patah tulang terbuka derajat 1
Garis patah sederhana dengan luka kurang atau sama dengan 1 cm bersih
2. Patah tulang terbuka derajat II
Garis patah sederhana dengan luka > 1 cm, bersih, tanpa kerusakan jaringan
lunak yang luas atau terjadinya flap atau avulsi
3. Patah tulang terbuka derajat III
Patah tulang yang disertai dengan kerusakan jaringan lunak luas termasuk
kulit, otot, syaraf, pembuluh darah. Patah tulang ini disebabkan oleh gaya
dengan kecepatan tinggi. Masalah yang berkaitan dengan patah tulang derajat
III:
- Patah tulang segmental dengan tanpa memperhatikan besarnya luka. Ini
terjadi oleh karena gaya dengan kecepatan tinggi.
- Luka tembak.
- Kotor, terjadi di sawah atau tempat kotor.
- Gangguan neurovaskuler.
- Amputasi traumatika.
- Lebih dari 8 jam.
Secara sistematis, Gustilo membaginya lagi dalam:
 Derajat IIIA : bila patah tulang masih dapat ditutup dengan jaringan lunak.
 Derajat IIIB : tulang terbuka, tidak ditutup dengan jaringan lunak, sebab
jaringan lunak termasuk periosteum, sangat berperan dalam proses
penyembuhan. Pada umumnya terjadi kontaminasi serius.
 Derajat IIIC : terdapat kerusakan pembuluh darah arteri.

3.8.3 Manifestasi Klinis


Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas, pemendekan
ekstremitas, krepitasi, pembengkakan local dan perubahan warna. Gejala fraktur
adalah : 8,9
- Nyeri pada daerah fraktur dikarenakan adanya efek mekanis yang menyebabkan
hilangnya kontinuitas jaringan, sehingga timbulnya mobilitas yang bersifat
patologis dan hilangnya fungsi tulang sebagai organ penyangga. Sehingga
menimbulkan rasa nyeri yang sangat. Ketika terjadi kerusakan jaringan atau
gangguan metabolisme jaringan yang menimbulkan rangsang yang cukup maka
akan menyebabkan rasa nyeri. Kemudian akan dilepaskan senyawa-senyawa tubuh
dari sel-sel yang rusak, yang disebut mediator nyeri, yang menyebabkan
perangsangan reseptor nyeri. Mediator nyeri tersebut antara lain ion H+, ion K+,
histamin, asetilkolin, serotonin, bradikinin, dan prostaglan, spasme otot yang
menyertai merupakan pertahanan tubuh untuk meminimalkan pergeseran fragmen
tulang.
- Setelah terjadi fraktur, pergeseran tulang atau fragmen pada ekstremitas tampak
menyebabkan deformitas.
- Pada fraktur tulang panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya akibat
kontraksi otot yang melekat di atas dan bawah tempat fraktur. Fragmen sering kali
melingkupi fragmen lainnya sampai 2,5 – 5 cm.
- Saat bagian fraktur diperiksa dan dilakukan perabaan dapat ditemukan adanya
krepitasi yang muncul karena gesekan antara fragmen satu dengan yang lainnya.
Uji krepitasi dapat mengakibatkan kerusakan jarngan lunak yang lebih berat.
- Pembengkakan dan perubahan warna local pada kulit terjadi sebagai akibat trauma
dan perdarahan yang mengikuti fraktur.

3.8.4 Penyembuhan Fraktur


Proses penyembuhan fraktur pada tulang kortikal terdiri atas lima fase, yaitu:8
a. Fase hematoma
Pada fraktur tulang panjang, pembuluh darah kecil yang melewati
kanalikuli dalam sistem Haversian akan robek pada daerah fraktur dan akan
membentuk hematoma di antara kedua sisi fraktur. Hematoma yang besar
akan diliputi periosteum. Periosteum terdorong dan robek akibat tekanan
hematoma sehingga terjadi ekstravasasi darah ke jaringan lunak. Osteosit
dari daerah fraktur akan kehilangan darah dan mati.
b. Fase proliferasi seluler subperiosteal dan endosteal
Terjadi reaksi jaringan lunak sekitar fraktur sebagai suatu reaksi
penyembuhan karena sel-sel osteogenik berproliferasi dari periosteum
untuk membentuk kalus eksterna serta pada daerah endosteum membentuk
kalus interna sebagai aktivitas seluler dalam kanalis medularis. Setelah
beberapa minggu, kalus dari fraktur akan membentuk massa yang
membentuk jaringan osteogenik.
c. Fase pembentukan kalus (fase union secara klinis)
Setelah pembentukan jaringan seluler yang bertumbuh dari setiap fragmen
sel dasar yang berasal dari osteoblas dan kemudian pada kondroblas
membentuk tulang rawan. Tempat osteoblas diduduki oleh matriks
interseluler kolagen dan perlekatan polisakarida oleh garam kalsium
membentuk suatu tulang yang imatur (woven bone).
d. Fase konsolidasi (fase union secara radiologik)
Woven bone akan membentuk kalus primer dan diubah menjadi tulang
yang lebih matang oleh aktivitas osteoblas yang menjadi struktur lamelar
dan kelebihan kalus akan diresorpsi secara bertahap.
e. Fase remodeling
Jika union sudah lengkap, tulang yang baru membentuk bagian yang
menyerupai bulbus yang meliputi tulang tanpa kanalis medularis.
Kemudian, terjadi resorbsi secara osteoklastik dan tetap terjadi proses
osteoblastik pada tulang dan kalus eksterna secara perlahan menghilang.
Kalus intermediat menjadi tulang kompak dan berisi sistem Haversian dan
kalus bagian dalam akan mengalami peronggaan membentuk ruang
sumsum.

3.8.5 Prinsip dan Metode Pengobatan Fraktur


Secara umum, terdapat 4 prinsip umum pengobatan fraktur, yaitu:8,10,11
a. Recognition (mengenali)
Prinsip pertama adalah mengetahui dan menilai keadaan fraktur dengan
anamnesis, pemeriksan klinis dan radiologis. Pada awal pengobatan perlu
diperhatikan :
- Kerusakan pada tulang dan jaringan lunak
- Mekanisme trauma (tumpul atau tajam, langsung atau tidak langsung)
- Lokalisasi fraktur
- Bentuk fraktur
- Menentukan teknik yang sesuai untuk pengobatan
- Komplikasi yang mungkin terjadi selama dan sesudah pengobatan
b. Reduction (mengembalikan)
Reduksi berarti mengembalikan jaringan atau fragmen ke posisi semula
(reposisi). Restorasi fragmen fraktur dilakukan untuk mendapatkan posisi
yang dapat diterima.
- Alignment yang sempurna
- Aposisi yang sempurna
c. Retention/Retaining
Tindakan mempertahankan hasil reposisi dengan fiksasi (imobilisasi
fraktur). Hal ini akan menghilangkan spasme otot pada ekstremitas yang
sakit sehingga terasa lebih nyaman dan sembuh lebih cepat.
d. Rehabilitation
Mengembalikan aktivitas fungsional dari anggota yang sakit agar dapat
berfungsi semaksimal mungkin.
Metode pengobatan fraktur tertutup antara lain:8,9
1. Konservatif
a. Proteksi untuk mencegah trauma lebih lanjut, misalnya dengan cara
memberikan sling (mitela) pada anggota gerak atas atau tongkat
pada anggota gerak bawah.
b. Imobilisasi dengan bidai eksterna (tanpa reduksi), biasanya
menggunakan plaster of Paris (gips) atau dengan bidai dari plastik
dan metal, diindikasikan untuk fraktur yang perlu dipertahankan
posisinya dalam proses penyembuhan.
c. Reduksi tertutup dengan manipulasi dan imobilisasi eksterna,
menggunakan gips, diindikasikan sebagai bidai pada fraktur untuk
pertolongan pertama, untuk imobilisasi sebagai pengobatan definitif
pada fraktur, imobilisasi untuk mencegah fraktur patologis, sebagai
alat bantu tambahan pada fiksasi interna yang kurang kuat.
d. Reduksi tertutup dengan traksi berlanjut diikuti dengan imobilisasi,
dengan cara traksi kulit dan tulang.
e. Reduksi tertutup dengan traksi kontinu dan counter traksi dengan
menggunakan alat-alat mekanik, seperti bidai Thomas, bidai Brown
Bohler, bidai Thomas dengan Pearson knee flexion attachment.
Tindakan ini untuk reduksi bertahap dan imobilisasi.
Indikasi:
- Bila tidak memungkinkan untuk dilakukan reduksi tertutup
dengan manipulasi dan imobilisasi serta mencegah tindakan
operatif.
- Bila terdapat otot yang kuat mengelilingi fraktur pada tulang
tungkai bawah yang menarik fragmen dan menyebabkan
angulasi, over-riding, dan rotasi yang dapat menimbulkan
malunion, nonunion, delayed union.
- Fraktur yang tidak stabil, oblik, spiral, kominutif pada tulang
panjang.
- Fraktur dengan pembengkakan yang sangat hebat disertai dengan
pergeseran yang hebat serta tidak stabil.
- Fraktur Colles atau fraktur pada orang tua dimana reduksi
tertutup dan imobilisasi eksterna tidak memungkinkan.
Terdapat 4 metode traksi kontinu yang digunakan, yaitu:
1. Traksi kulit
Traksi dengan menggunakan leukoplas yang melekat pada kulit
disertai dengan pemakaian bidai Thomas atau bidai Brown
Bohler.
2. Traksi menetap
Traksi menggunakan leukoplas yang melekat pada bidai Thomas
atau bidai Brown Bohler yang difiksasi pada salah satu bagian
dari bidai Thomas, dilakukan pada fraktur femur yang tidak
bergeser.
3. Traksi tulang
Traksi menggunakan kawat Kirschner (K-wire) dan pin
Steinmann yang dimasukkan ke dalam tulang dan dilakukan
traksi dengan menggunakan berat beban dengan bantuan bidai
Thomas dan bidai Brown Bohler. Tempat untuk memasukkan
pin, yaitu pada bagian proksimal tibia di bawah tuberositas tibia,
bagian distal tibia, trokanter mayor, bagian distal femur pada
kondilus femur, kalkaneus (jarang dilakukan), prosesus
olekranon, bagian distal metakarpal dan tengkorak.
4. Traksi berimbang dan traksi sliding
Traksi yang digunakan pada fraktur femur, menggunakan traksi
skeletal dengan beberapa katrol dan bantalan khusus, biasanya
digunakan bidai Thomas dan Pearson attachment.
Komplikasi dari traksi kontinu, yaitu:
- Penyakit trombo-emboli
- Infeksi kulit superfisial dan reaksi alergi
- Leukoplas yang mengalami robekan sehingga fraktur mengalami
pergeseran
- Infeksi tulang akibat pemasangan pin
- Terjadi distraksi di antara kedua fragmen fraktur
- Dekubitus pada daerah tekanan bidai Thomas, misalnya pada
tuberositas isiadikus
Solo
mon,
Loui
s,
Davi
d
War
wick
,
Selvadurai Nayagam. 2010. Apley’s System of Orthopaedics and Fractures
Ninth Edition. India: Replica Press.

f. Mobilisasi dini untuk menghindari komplikasi akibat tirah baring


lama. Rehabilitasi dimulai dengan mobilisasi bertahap dari tempat
tidur ke kursi dan selanjutnya berdiri dan berjalan.
g. Medikamentosa
- Analgetik: paracetamol 500 mg hingga dosis maksimal 3000 mg
per hari. Bila respons tidak adekuat, dapat ditambahkan dengan
kodein 10 mg. Langkah selanjutnya adalah dengan menggunakan
NSAID seperti ibuprofen 400 mg, 3 kali sehari.
- Antibiotik perioperatif
- Untuk mencegah tromboemboli, dapat diberikan antikoagulan
seperti warfarin, heparin, aspirin (75-325 mg/hari). Sebelum
operasi, antikoagulan dihentikan. Setelah operasi, antikoagulan
diberikan hingga 2-4 minggu atau bila pasien sudah dapat
mobilisasi.
h. Nutrisi
Asupan nutrisi harus diperhatikan untuk mencegah malnutrisi.
Pasien dapat menerima nutrisi enteral dalam 12-24 jam pascaoperasi.
Suplemen protein oral harus diberikan dalam jumlah besar, karena
asupan pada masa pascaoperasi dapat kurang dari seharusnya.
2. Reduksi tertutup dengan fiksasi eksterna atau fiksasi perkutaneus dengan
K-wire
K-wire perkutaneus dapat dimasukkan untuk mempertahankan reduksi
setelah dilakukan reduksi tertutup pada fraktur yang tidak stabil. Dapat
dilakukan pada fraktur leher femur dan pertrokanter dengan memasukkan
batang metal, serta pada fraktur batang femur dengan teknik tertutup dan
hanya membuat lubang kecil pada daerah proksimal femur. Teknik ini
memerlukan bantuan alat rontgen image intensifier (C-arm).
3. Reduksi terbuka dan fiksasi interna atau fiksasi eksterna tulang
Tindakan operasi harus diputuskan dengan cermat dan cepat (dalam satu
minggu) dalam ruangan yang aseptik. Alat-alat yang digunakan dalam
operasi yaitu kawat bedah, kawat Kirschner, screw, screw dan plate, pin
Kuntscher intrameduler, pin Rush, pin Steinmann, pin Trephine (pin
Smith Peterson), plate dan screw Smith Peterson, pin plate teleskopik, pin
Jewett dan protesis.
Selain alat-alat metal, tulang yang mati ataupun hidup dapat pula
digunakan berupa bone graft baik autograft/allograft, untuk mengisi defek
tulang atau pada fraktur yang nonunion. Operasi dilakukan dengan cara
membuka daerah fraktur dan fragmen direduksi secara akurat dengan
penglihatan langsung. Saat ini, teknik operasi yang dikembangkan oleh
grup ASIF (metode AO) yang dilakukan di Swiss dengan menggunakan
peralatan yang secara biomekanik telah diteliti.
Prinsip operasi teknik AO berupa reduksi akurat, reduksi rigid, mobilisasi
dini yang akan memberikan hasil fungsional yang maksimal.
a. Reduksi terbuka dengan fiksasi interna
Indikasi:
- Fraktur intraartikuler
- Reduksi tertutup yang gagal
- Terdapat interposisi jaringan di antara kedua fragmen
- Jika diperlukan fiksasi rigid
- Fraktur dislokasi yang tidak dapat direduksi secara baik dengan
reduksi tertutup
- Fraktur terbuka
- Terdapat kontraindikasi pada imobilisasi eksterna sehingga
diperlukan mobilisasi yang cepat
- Eksisi fragmen yang kecil
- Eksisi fragmen tulang yang kemungkinan mengalami nekrosis
avaskuler
- Fraktur avulsi
- Fraktur epifisis tertentu pada grade III dan IV pada anak
- Fraktur multiple
- Untuk mempermudah perawatan penderita

Solomon, Louis, David Warwick, Selvadurai Nayagam. 2010. Apley’s System of


Orthopaedics and Fractures Ninth Edition. India: Replica Press.
b. Reduksi terbuka dengan fiksasi eksterna
Indikasi:
- Fraktur terbuka grade II dan III
- Fraktur terbuka disertai hilangnya jaringan atau tulang yang hebat
- Fraktur dengan infeksi atau infeksi pseudoartrosis
- Fraktur yang miskin jaringan ikat
- Fraktur tungkai bawah penderita DM
Komplikasi:
- Infeksi (osteomielitis)
- Kerusakan pembuluh darah dan saraf
- Kekakuan sendi bagian proksimal dan distal
- Kerusakan periosteum yang hebat sehingga terjadi delayed union atau
nonunion
- Emboli lemak

4. Eksisi fragmen tulang dengan penggantian dengan protesis


Pada fraktur leher femur atau sendi siku orang tua, biasanya terjadi
nekrosis avaskuler dari fragmen atau nonunion, maka dipasang protesis,
yaitu alat dengan komposisi metal tertentu untuk menggantikan bagian
yang nekrosis. Metilmetakrilat sering digunakan sebagai bahan tambahan.
BAB IV
ANALISIS MASALAH
Pada kasus didapat, Tn. AH umur 41 tahun masuk Rumah Sakit dengan keluhan
sakit pada kaki sebelah kiri sejak 8 jam SMRS. Pada pemeriksaan Fisik Gerakan
ektremitas superior dextra tidak aktif dan pasif terbatas, deformitas (+), jejas (+),
vulnus excoriatum regio clavicula dextra dan nyeri tekan (+).
Gerakan ektremitas inferior sinistra tidak aktif dan pasif terbatas, deformitas (+),
jejas (+), vulnus laceratum regio tibia sinistra dan nyeri tekan (+).
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas tulang dan atau tulang
rawan yang disebabkan karena ruda paksa. Trauma yang menyebabkan tulang patah
dapat berupa trauma langsung dan trauma tidak langsung. Taruma langsung
menyebabkan tekanan langsung pada tulang dan terjadi pada daerah tekanan. Fraktur
yang terjadi biasanya bersifat kuminutif dan jaringan lunak ikut mengalami
kerusakan. Trauma tidak langsung ( indirect ) merupakan suatu kondisi taruma
dihantarkan ke daerah yang lebih jauh dari daerah fraktur. Secara umum keadaan
patah tulang secara klinis dapat diklasifikasikan sebagai berikut Fraktur tertutup
adalah fraktur di mana kult tidak tembus oleh fragmen tulang sehingga lokasi fraktur
tidak tercemar oleh lingkungan atau tidak mempunyai hubungan dengan dunia luar.
Fraktur terbuka adalah fraktur yang mempunyai hubungan dengan dunia luar melalui
luka pada kulit dan jaringan lunak, dapat berbentuk dari dalam atau dari luar.
Estimasi penilaian pada konfigurasi atau sudut patah dari suatu fraktur dapat
dibedakan fraktur transversal, fraktur kumunitif, fraktur oblik, fraktur segmental,
fraktur kompresi, fraktur spiral timbul akibat torsi pada esktremitas. Fraktur-fraktur
ini khas pada cedera terputar sampai tulang patah. Yang menarik adalah bahwa jenis
fraktur rendah energi ini hanya menimbulkan sedikit kerusakan jaringan lunak dan
cenderung cepat sembuh dengan immobilisasi luar. berdasarkan posisi frakur 1/3
proksimal, 1/3 medial dan 1/3 distal.
Pada pasien ini didapatkan close fraktur klavikula dextra 1/3 medial comminuted
displace dan open fraktur tibia sinistra 1/3 distal transverse displace. Penderita
biasanya datang dengan gejala nyeri bertambah hebat disertai pembengkakan pada
daerah tungkai atas dan tidak dapat menggerakkan tungkai. Terdapat deformitas, dan
krepitasi. Penanganan fraktur pada pasien ini adalah imobilisasi menggunakan spalk
pada ekstremitas inferior dan pemasangan bidai pada os klavikula.pada pasien ini di
lakukan metode operasi ORIF dan debridement
BAB V
KESIMPULAN
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang, tulang rawan epifisis dan atau
tulang rawan sendi. Fraktur dapat terjadi akibat peristiwa trauma tunggal, tekanan
yang berulang-ulang, atau kelemahan abnormal pada tulang (fraktur patologik).
Sebagian besar fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba dan
berlebihan, yang dapat berupa pemukulan, penghancuran, penekukan, pemuntiran,
atau penarikan. Fraktur dapat disebabkan trauma langsung atau tidak langsung.
Trauma langsung berarti benturan pada tulang dan mengakibatkan fraktur di tempat
itu. Trauma tidak langsung bila titik tumpu benturan dengan terjadinya fraktur
berjauhan.
Prinsip penanganan fraktur tidak terlepas dari primary survey untuk
menemukan dan mengatasi kondisi life threatening yang ada pada pasien, terutama
pada layanan primer. penatalaksaan yang tepat pada pasien fraktur menentukan
outcome nya. Bila dalam penatalaksanaan dan perawatan tepat, tulang yang patah
dapat menyatu kembali dengan sempurna (union). Namun bila penatalaksanaan tidak
tepat, maka fraktur dapat menyatu tidak sempurna (malunion), terlambat menyatu (
delayed union), ataupun tidak menyatu(non union). Perawatan yang baik juga perlu
untuk mencegah terjadinya komplikasi pada pasien fraktur.
DAFTAR PUSTAKA

1. Apley AG, Solomon Luis. Apley’s System of Orthopaedics and Fracture. 7th
Edition.Jakarta:Widya Medika
2. Wibowo DS, Paryana W. Anggota gerak atas. In: Anatomi Tubuh Manusia.
Bandung: Graha Ilmu Publishing, 2009, p.3-4.
3. Rasjad C. Trauma. In: Pengantar ilmu bedah ortopedi. 6th ed. Jakarta: Yarsif
Watampone, 2009, p. 355-356.
4. Wright M. Clavicle Fracture. [Cited] April, 20th 2010. Available from: URL:
http://www.patient.co.uk/doctor/Fractured-Clavicle.htm Accessed: November
22th 2012.
5. Abbasi D. Clavicle Fractures. [Cited] November, 9th 2012. Available from:
URL: http://www.orthobullets.com/trauma/1011/clavicle-fractures Accessed:
November 22th 2012.
6. Sjmsuhidajat R, Jong WD. Sistem muskuloskeletal. In: Buku ajar ilmu bedah.
2nd ed. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2004, p. 841.
7. Bucholz RW, Heckman JD, Cour-Brown C, at al., eds. Rock Wood and Green.
Fractures in adults.6th ed. Philadelphia Lippincott Wiliiams &
Wilkins;2006.p.2081-93
8. Apley, A.G.,L. Solomon. Buku Ajar Ortopedi Fraktur Sistem Apley. Edisi7.
Jakarta: Widya Medika. 1995.
9. Schwartz. Ortopedi Dalam Intisari prinsip-prinsip Ilmu bedah, Edisi 6, EGC,
Jakarta. 2000.
10. Sjamsuhidajat, R., W.D. Jong.. Buku Ajar Ilmu Bedah Penerbit Buku
Kedokteran. Jakarta. EGC. 2004.
11. Rasjad, Chairuddin. 2003. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi: Bab 14 Trauma.
Makassar: Bintang Lamumpatue.

Anda mungkin juga menyukai