Anda di halaman 1dari 6

A.

Perlawanan Rakyat terhadap Portugis, Spanyol, Inggris, dan VOC


Pada awalnya kedatangan bangsa-bangsa Eropa di Indonesia mendapat sambutan baik dari
rakyat setempat. Dalam perkembangannya, bangsa-bangsa Eropa melakukan monopoli
perdagangan serta turut campur tangan dalam kehidupan masyarakat dan urusan pemerintahan
kerajaan-kerajaan. Tindakan bangsa-bangsa Eropa tersebut sangat mengganggu rakyat sehingga
memicu beberapa perlawanan rakyat sebagai berikut.s
1. Perlawanan Rakyat terhadap Portugis
Portugis merupakan bangsa Eropa pertama yang berhasil mencapai wilayah Kepulauanh
Indonesia. Pada awalnya kedatangan bangsa Portugis di Kepulauan Indonesia bertujuan
mencari daerah penghasil rempah-rempah. Dari beberapa penjelajah Portugis, pada 1515
Alfonso d’Albuquerque berhasil menduduki Malaka yang menjadi tempat penting bagi
perdagangan rempah-rempah. Keberhasilan Portugis menguasai Malaka kemudian memicu
berbagai perlawanan rakyat Indonesia. Beberapa perlawanan terhadap
Portugis sebagai berikut.
a. Perlawanan rakyat Aceh
b. Perlawanan rakyat Maluku
Bagaimana jalannya perlawanan rakyat terhadap Portugis? Untuk
memperdalam pemahaman Anda mengenai materi perlawanan
rakyat terhadap Portugis, pindailah QR Code di samping!
2. Perlawanan Rakyat Minahasa terhadap Spanyol
Pada awalnya tujuan utama bangsa Spanyol di Minahasa adalah
menyebarkan agama Kristen. Dalam perkembangannya, Spanyol membina hubungan
dagang dengan membeli hasil bumi penduduk Minahasa seperti beras dan kelapa.
Kehadiran Spanyol di Minahasa mendominasi kegiatan perdagangan penduduk. Dominasi
Spanyol tersebut memicu perselisihan dengan penduduk Minahasa.
Perang antara rakyat Minahasa dan Spanyol pecah ketika pasukan Spanyol yang berada
di pedalaman Minahasa memukul dan melukai salah seorang pemimpin rakyat Minahasa di
Tomohon. Rakyat menganggap tindakan pasukan Spanyol tersebut melampaui batas serta
menurunkan martabat pemimpin yang dihormati seluruh rakyat Minahasa.
Pada 1644 rakyat Minahasa melakukan penyerangan terhadap orang-orang Spanyol.
Orang-orang Spanyol terdesak dan bertahan di benteng Manado. Rakyat Minahasa
kemudian melakukan pengepungan di benteng Manado. Kondisi tersebut menyebabkan
Spanyol kehabisan bahan makanan sehingga terpaksa memutuskan meninggalkan
Minahasa. Akhirnya perlawanan rakyat Minahasa terhadap kekuasaan Spanyol berhasil
dimenangi oleh rakyat Minahasa.
3. Perlawanan terhadap VOC
Pada 20 Maret 1602 Kerajaan Belanda membentuk organisasi perdagangan bernama
Vereenigde Oost Indische Compagnie/VOC (Persekutuan Dagang Hindia Timur). Pada
mulanya VOC hanya mengurusi perdagangan Belanda di wilayah Hindia Timut (Indonesia).
Dalam perkembangannya, VOC mengendalikan aktivitas perdagangan di wilayah Kepulauan
Indonesia. Tindakan tersebut mendorong munculnya perlawanan rakyat di berbagai wilayah
Kepulauan Indonesia. Untuk mengetahui berbagai perlawanan rakyat terhadap VOC,
perhatikan uraian berikut.
a. Perlawanan Rakyat Maluku
Kemenangan Sultan Baabullah dalam perlawanan menghadapi Portugis
menyebabkan Portugis memindahkan markasnya ke Ambon. Meskipun demikian,
keberadaan Portugis di Ambon tidak berlangsung lama. Pada 1605 VOC berhasil
merebut benteng Nieuw Victoria milik Portugis di Ambon. Dalam perkembangannya,
keberadaan VOC menerapkan praktik monopoli perdagangan rempah-rempah disertai
pelayaran hongi dan pembatasan jumlah tanaman rempah-rempah agar harganya tetap
tinggi (ekstirpasi).
Pada 1635-1646 VOC menghadapi serangan sporadic dari rakyat Hitu yang
dipimpin oleh Kakiali dan Telukabesi. Perlawanan ini meluas sampai ke Ambon.
Selanjutnya, pada 1650 rakyat Ternate di bawah kepemimpinan Kecili Said juga
melakukan perlawanan terhadap VOC. Serangan-serangan tersebut berhasil dipatahkan
karena VOC memiliki persenjataan lebih canggih.
Pada 1680 VOC berhasil menjadikan Tidore sebagai salah satu vassalnya. Akan
tetapi, penempatan Tidore sebagai vassal menimbulkan kebencian Sultan Nuku.
Kebencian tersebut memuncak ketika VOC ikut mencampuri suksesi di Kerajaan Tidore
dengan mengangkat Putra Alam sebagai sultan. Tindakan VOC menyalahi tradisi
kerajaan karena seharusnya Sultan Nuku yang berhak menjadi Sultan Tidore. Sultan
Nuku merasa tertindas atas tindakan VOC kemudian melakukan perlawanan. Pada
akhirnya, Sultan Nuku berhasil membawa kemenangan bagi Tidore dan kembali
menduduki tahta kerajaan. Kemenangan in ijuga berhasil melepaskan Tidore sebagai
vassal VOC.
b. Perlawanan Rakyat Mataram
Sultan Agung merupakan sultan ketiga Kesultanan Mataram dan berkuasa pada 1613-
1645 Masehi. Pada masa pemerintahan Sultan Agung, Mataran berhasil mencapai
puncak kejayaan. Hampir seluruh Pulau Jawa berhasil dikuasai oleh Mataram. Salah satu
wilayah yang belum berhasil ditaklukan Sultan Agung adalah Batavia yang saat itu
dikuasai oleh VOC.
Dalam perkembangannya, Sultan Agung menganggap kedudukan VOC di Batavia sebagai
ancaman. VOC sering menghalang-halangi kapal dagang Mataram yang akan berdagang
ke Malaka. Oleh karena itu, Sultan Agung mengirim pasukan
Mataram ke Batavia untuk menyerang VOC. Serangan Sultan
Agung ke Batavia terajdi dalam dua tahap. Bagaimana
kronologi perlawanan Sultan Agung? Untuk mengetahui
jawabannya, pindailah QR Code di samping.
c. Perlawanan Rakyat Banten
Pada abad XVI Banten merupakan salah satu bandar
perdagangan penting di wilayah Kepulauan Indonesia. Kondisi
tersebut tidak lepas dari letak geografis Banten yang strategis yaitu di pesisir utara Pulau
Jawa. Selain itu, Banten merupakan penghasil lada terbesar di Jawa Barat saat itu oleh
karena itu, banyak pedagang melakukan kegiatan perdagangan di wilayah Banten.
Kemajuan Banten pada masa itu tidak dapat dipisahkan dari kepemimpinan Sultan
Ageng Tirtayasa. Pada masa pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa (1631-1683) Banten
dapat mengungguli Makassar dan Aceh sebagai bandar perdagangan lada terbesar di
Kepulauan Indonesia. Kemajuan Banten sebagai bandar perdagangan telah menciptakan
persaingan baru antara Kerajaan Banten dan VOC. Kedudukan Banten dapat
mengganggu praktik monopoli perdagangan lada yang dilakukan VOC. Sementara itu,
Banten menganggap kedudukan VOC di Batavia mengancam stabilitas dan kedaulatan
kerajaan.
Dalam perkembangannya, VOC berusaha melemahkan peran Banten sebagai bandar
perdagangan dengan melakukan blockade terhadap aktivitas perdagangan di Banten.
VOC melakukan blockade dengan cara melarang jung-jung Tiongkok dan kapal dagang
dari Maluku untuk meneruskan perjalanan menuju Banten. Tindakan VOC tersebut
memicu Sultan Ageng Tirtayasa untuk menyerang kedudukan VOC di Batavia.
Bagaimana jalannya perlawanan Sultan Ageng Tirtayassa
terhadap VOC? Untuk mengetahui jawabannya, Anda dapat
memindai QR Code di samping!
d. Perlawanan Rakyat Makassar
Pada amasa pemerintahan Sultan Hasanuddin (1654-1669)
Kerajaan Makassar (Gowa-Tallo) memiliki peran penting dalam
kegiatan perdagangan di wilayah Indonesia bagian timur. Peran
ini tidak lepas dari keberadaan pelabuhan Somba Opu. Pelabuhan ini menjadi
pendukung utama aktivitas perdagangan di Makassar pada masa itu. Pelabuhan Somba
Opu berkembang menjadi bandar transito yang berperan sebagai penghubung jalur
perdagangan antara Malaka, Jawa, dan Maluku.
Pada masa itu Makassar menjadi pesaing utama VOC dalam aktivitas pelayaran dan
perdagangan di wilayah Indonesia bagian timur. Melihat peran dan posisi Makassar yag
strategis, VOC tertarik untuk menguasai pelabuhan Somba Opu. Dengan menguasai
pelabuhan Somba Opu VOC dapat menerapkan monopoli perdagangan rempah-rempah.
Pada 1666, VOC mengerahkan armada untuk menaklukan Makassar. Dalam perlawanan
tersebut, VOC melancarkan taktik devide et impera. Taktik tersebut diterapkan VOC
dengan cara menjalin kerja sama dengan seorang Pangeran Bugis bernama Aru Palaka.
Tujuan Aru Palaka membantu VOC dalam pernag tersebut adlaah membebaskan
Kerajaan Bone dari kekuasaan Gowa Tallo.
Pasukan Aru Palak berhasil menguasai benteng pertahanan Gowa-Tallo di Barombang.
Kemenangan Aru Palaka sekaligus menandai kemenangan VOC. Kemenangan tersebut
memaksa Sultan Hasanuddin menandatangani perjanjian Bongaya pada 1667. Isi
perjanjian Bongaya sebagai berikut: 1) VOC memperoleh hak monopoli rempah-rempah
di Makassar; 2) VOC diizinkan mendirikan benteng pertahanan di Makassar; 3) Wilayah
kekuasaan Gowa Tallo di luar Makassar menjadi milik VOC; 4) Aru Palaka diakui sebagai
Raja Bone. Semua orang Eropa kecuali Belanda harus meninggalkan Makassar; 5) Gowa
Tallo harus membayar seluruh biaya perang.
Penandatanganan perjanjian Bongaya memungkinkan VOC mengendalikan peran politik
Kerajaan Makassar. Meskipun demikian, VOC tetap tidak mampu mengendalikan dan
memaksakan monopoli perdagangan di perairan Indonesia bagian Timur.
e. Perlawanan Rakyat Riau
Salah satu perlawanan di Riau terhadap VOC dilancarkan oleh Kerajaan Siak Sri
Indrapura. Perlawanan rakyat Siak tersebut dipimpin oleh Sultan Abdul Jalil Muzhaffar
Syah. Dengan gigih rakyat Siak melakukan perlawanan terhadap VOC. Pada 1752-1753
terjadi pertempuran antara pasukan Siak dengan VOC di Pulau Guntung. Dalam
pertempuran tersebut pasukan Siak kesulitan menembus benteng pertahanan VOC.
VOC juga mendatangkan bantuan kekuatan yang terdiri atas oerang-orang Tionghoa.
Panglima perang Siak pun menyerukan pasukannya untuk mundur ke Siak.
Sultan Siak menyadari pasukannya tidak memenangi pertempuran melawan VOC
dengan mudah. Oleh karena itu, bersama panglima perang Sultan Siak mengatur siasat
baru untuk melawan VOC. Siasat perang ini dikenal dengan nama “siasat hadiah Sultan”.
Dalam siasat ini, sultan berpura-pura berdamai dengan VOC. Ajakan damai ini pun
disambut baik oleh VOC. Sesuai rencana, Sultan Siak memberikan isyarat kepada Sultan
Siak yang sebenarnya telah mengepung loji itu. Pasukan Siak segera menyerang pasukan
VOC dan membakar seluruh bangunan loji. Akhirnya, pasukan Siak berhasil memperoleh
kemenangan.
Keberhasilan siasat hadiah sultan ternyata belum mampu mengusir VOC dari Siak.
Kondisi tersebut terjadi karena dalam sebuah perundingan Sultan Siak justru dipaksa
tunduk kepada VOC. VOC memaksa Sultan Siak melakukan kesepakatan yang isinya
sangat merugikan rakyat Siak.
Kerajaan Siak mengalami kemunduran setelah Sultan Abdul Jalil Muzhaffar Syah wafat.
Bahkan, pada akhirnya Kerajaan Siak dipaksa menandatangani kesepakatan dengan
VOC melalui Traktat Siak pada 1858. Apa saja ketentuan kesepakatan tersebut? Carilah
informasinya dari berbagai literature.
f. Perlawanan Etnik Tionghoa
Di bawah kekuasaan VOC Batavia menjelma sebagai pusat perdagangan yag sangat
penting. Saat itu pelabuhan Batavia menjadi pintu keluar masuk berbagai komoditas
yang laku di pasar internasional. Akan tetapi, memasuki abad XVIII perekonomian dunia
mengalami guncangan yang menyebabkan turunnya harga gula. Kondisi ini turut
mempengaruhi perekonomian Kota Batavia. Akibatnya, angka pengangguran Batavia
meningkat. Jumlah penganggruan tersebut diperparah dengan jumlah imigran etnis
Tionghoa. Pemandangan Kota Batavia saat itu diwarnai dengan keberadaan pengemis
di jalan-jalan. Akhirnya, VOC mengeluarkan kebijakan membatasi jumlah imigran etnis
Tionghoa.
Pada 1727, VOC mengeluarkan kebijakan bahwa setiap orang Tionghoa yang telah
tinggal di Batavia selama 10-12 tahun harus memiliki surat izin bermukim yang disebut
permissiebriefjes atau masyarakat menyebutnya “surat pas”. Orang-orang Tionghoa
kemudian berusaha mendapatkan surat izin tersebut. Dalam pelaksanaannya, peraturan
tersebut menimbulkan berbagai penyimpangan, pemerasan, kesewenang-wenangan,
dan korupsi oleh VOC. Tindakan VOC tersebut memicu kemarahan etnis Tionghoa.
Pada 9 Oktober 1740 para serdadu VOC melakukan perampokan dan pembersihan etnis
Tionghoa. Pemukiman etnis Tionghoa di Batavia dibakar. Sementara itu, orang-orang
Tionghoa yang sedang bekerja diseret keluar dari lingkungan permukiman. Mereka
dibantai dengan kejam. Setelah peristiwa 9 Oktober 1740, etnis Tionghoa berusaha
meninggalkan Batavia. Etnik Tionghoa kembali ke Batavia setelah VOC mengeluarkan
izin tinggal kepada etnis Tionghoa di luar tembok Batavia.
4. Perlawanan Rakyat Terhadap Inggris
Inggris menjalankan kekuasaannya di Indonesia pada 1811 setelah berhasil mengalahkan
pasukan gubernur Jenderal Janssens. Sejak saat itu Indonesia berada di bawah kekuasaan
Thomas Stamord Raffle. Dalam menjalankan pemerintahan, Raffles melakukan perubahan di
berbagai bidang. Dalam perkembangannya, kebijakan Raffles tersebut memicu perlawanan
rakyat.
a. Perlawanan Rakyat Jawa
Pemerintahan Inggris di Jawa ditandai dengan pengangkatan Thomas Stamford Raffles
sebagai letnan gubernur Jenderal. Masa pemerintahan Raffles ini berhasil membawa
pengaruh besar terhadap kedudukan Sultan Hamengku Buwono II (Sultan Sepuh).
Thomas Stamford Raffles berupaya memulihkan hak Raja Jawa yang dulunya tidak
didapatkan ketika Daendels berkuasa. Akan tetapi, kepemimpinan Thomas Stamford
Raffles tidak jauh berbeda dengan Daendels.
Keinginan Hamengku Buwono II untuk kembali menduduki takhta Kesultanan
Yogyakarta ditolak oleh Inggris. Inggris lebih memilij Raden Mas Surjo (Hamengku
Buwono III) untuk naik takhta karena ia dinilai lebih ramah dan penurut daripada
ayahnya Hamengku Buwono II). Hamengku Buwono II pun bersikeras dan tidak bersedia
diajak bekerja sama oleh Inggris. Oleh karena itu, Inggris melakukan penyerbuan ke
Keraton Yogyakarta. Dalam waktu singkat Keraton Yogyakarta berhasil dikuasai Inggris.
Tidak hanya di Yogyakarta, di Surakarta pun terjadi perubahan politik yang melibatkan
pemerintahan Inggris. Paku Buwono IV tidak senang campur tangan Inggris dan
mempunyai persepsi yang sama dengan Hamengku Buwono II. Dua orang Raja ini lalu
bekerja sama untuk melakukan perlawanan terhadap Inggris. Akan tetapi, rencana
tersebut diketahui oleh Inggris. Pada Juni 1812 Inggris menyerang Keraton Yogyakarta
dengan bantuan Notokusumo dan putra mahkota Hamengku Buwono III. Paku Buwono
IV tidak mampu berbuat banyak. Sementara itu, Hamengku Buwono II ditangkap dan
dibuang ke Pulau Penang oleh pemerintah Inggris.
b. Perlawanan Rakyat Palembang
Perlawanan rakyat Palembang terhadap Inggris bermula ketika Richard Philips, utusan
Raffles datang ke Palembang untuk mengambil alih kantor sekaligus benteng Belanda di
Palembang dan meminta hak kuasa sultan atas timah di Pulau Bangka. Sultan
Badaruddin menolak permintaan Raffles tersebut dengan merujuk pada surat Rafles
sebelumnya. Isi surat tersebut mengatakan apabila Belanda berhasil diusir, Palembang
akan menjadi kesultanan yang merdeka. Raffles pun akhirnya memilih mengkhianati
janji dalam surat tersebut. Raffles kemudian mengirim ekspedisi perang yang dipimpin
oleh Mayor Jenderal Robert Gillespie pada 1812 ke Palembang.
Untuk menghadapi serangan Inggris, pasukan Sultan Badaruddin membangun benteng
pertahanan di setiap lokasi strategis, salah satunya benteng Kuto Besar. Selain itu,
Sultan Badaruddin mempersiapkan rakit yang dilengkapi dengan Meriam bersenjata api.
Meskipun pertahanan diperkuat, kesultanan Palembang akhirnya jatuh ke tangan
Inggris. Selain itu, adik Sultan yang bernama Pangeran Adipati Ahmad Najamuddin
sebagai komandan perang justru mengkhianati pasukannya. Pada 17 Mei 1812 diadakan
perjanjian dengan Inggris yang menentukan Pangeran Adipati Najamuddin menjadi
Sultan Palembang.
Mengetahui tindakan adiknya, Sultan Badaruddin segera meningglakan Kesultanan
Palembang dan mempersiapkan perlawanan gerilya terhadap Inggris. Inggris kemudian
mengirim serangan untuk menundukkan Sultan Badaruddin. Akan tetapi, serangan
tersebut mengalami kegagalan. Inggris kemudia menempuh jalan diplomasi dengan
mengirim Robinson untuk berunding. Pada 29 Juni 1812 ditandatangani perjanjian
dengan isi sebagai berikut.
1) Menetapkan dan mengakui Sultan Badaruddin sebagai sultan Palembang,
sedangkan Pangeran Adipati Ahmad Najamuddin diturunkan dari tahta.
2) Memperkuat pengakuan kekuasaan Inggris atas Bangka dan Belitung
3) Menanggung biaya ekspedisi sebesar 400 ribu real Spanyol
4) Mengganti kerusakan benteng Belanda sebesar 20 ribu real Spanyol
5) Mengamankan putra sultan ke Batavia
Setelah penandatanganan perjanjian tersebut, dominasi Inggris di Palembang makin
menguat. Pada 4 Agustus 1813 armada Inggris di bawah pimpinan Mayor Colebrooke
tiba di Palembang untuk menurunkan Sultan Badaruddin dari tahtanya dan
mengembalikan tahta tersebut kepada Sultan Najamuddin.

Anda mungkin juga menyukai