Anda di halaman 1dari 5

OLDY PRIMAHESA / XI MIPA 4 / 28

Jum'at
10-09-2021

- DAMPAK KEBIJAKAN BANGSA BARAT BAGI INDONESIA


A. Kebijakan Pemerintahan

 Kebijakan Pemerintah Portugis


Kebijakan pemerintah Portugis adalah sebagai berikut.
1. Monopoli perdagangan rempah-rempah.
2. Penyebaran Agama Kristen (Gospel).
3. Perlawanan Kerajaan Demak atas Portugis di Sunda Kelapa dan
Malaka.
4. Perlawanan Kesultanan Ternate di Maluku.
5. Perlawanan Kesultanan Aceh.
 Kebijakan Pemerintahan Belanda
Kebijakan pemerintah Belanda adalah sebagai berikut.
1. Monopoli perdagangan rempah-rempah.
2. Campur tangan terhadap masalah internal kerajaan.
3. Ekspansi wilayah demi melancarkan kebijakan Pintu Terbuka.
4. Arogansi Belanda terhadap kerajaan di Nusantara.
5. Adanya praktik diskriminasi terhadap penduduk pribumi.
6. Penderitaan rakyat akibat sistem Tanam Paksa, kebijakan Pintu
Terbuka, serta Politik Etis.
B. Perlawanan terhadap Kolonialisme Sebelum Kesadaran Nasional

Ciri perlawanan sebelum lahirnya kesadaran nasional adalah sebagai berikut.


1. Bersifat lokal.
2. Tergantung pada seorang pemimpin karismatik.
3. Perlawanan menggunakan kekuatan senjata.
4. Mudah dipecah belah.
C. Perang Melawan Kongsi Dagang
Perang melawan kongsi dagang pada abad ke-16 sampai ke-18 adalah
sebagai berikut.
 Perlawanan Aceh Terhadap Portugis dan VOC

Sejak Portugis menduduki Malaka pada tahun 1511, Kerajaan Aceh


merupakan saingannya yang terberat dalam perdagangannya. Persaingan
dagang antara Portugis dan Kerajaan Islam Aceh makin lama makin
meruncing. Untuk menghadapi Portugis, Sultan Aceh mengambil
langkah-langkah sebagai berikut.
1. Kapal-kapal dagangnya yang berlayar disertai prajurit dengan
perlengkapan meriam.
2. Meminta bantuan meriam serta tenaga ahlinya dari Turki. Bantuan
dari Turki ini diperoleh pada tahun 1567.
3. Meminta bantuan dari Jepara (Demak) dan Calicut (India).
Sementara itu, Portugis mempunyai rencana terhadap Aceh sebagai
berikut.
1. Menghancurkan Aceh dengan jalan mengepungnya selama 3 tahun
2. Setiap kapal Aceh yang berlayar di selat Malaka akan disergap dan
dihancurkan.
Di antara raja-raja Kerajaan Aceh yang melakukan perlawanan adalah
Sultan Ali Mughayat Syah (1514–1518), Sultan Alaudin Riayat Syah
(1537–1668), dan Sultan Iskandar Muda (1607–1638). Rencana Portugis
tersebut tidak dapat terlaksana sebab Portugis tidak memilik armada yang
cukup untuk mengawasi Selat Malaka. Ternyata bukan Portugis yang
berhasil menghancurkan kapal-kapal Aceh, tetapi sebaliknya kapal-kapal
Acehlah yang sering mengganggu kapal-kapal Portugis di selat Malaka.
Seringkali armada Aceh menyerang langsung ke markas Portugis di
Malaka. Permusuhan antara Aceh dengan Portugis berlangsung terus
menerus. Kedua pihak saling berusaha untuk menghancurkan, tetapi
sama-sama tidak berhasil. Sampai akhirnya Malaka jatuh ke tangan VOC
(Belanda) pada tahun 1641.
 Perlawanan Rakyat Maluku Terhadap Portugis
Pendudukan Portugis terjadi pada tahun 1521. Pada tahun 1529 terjadi
perlawanan kerajaan Tidore yang disebabkan oleh kapal-kapal Portugis
yang menembaki jung-jung dari Banda yang membeli cengkeh di Tidore.
 Perlawanan Mataram Terhadap VOC

Cita-cita Sultan Agung (1613–1645) adalah sebagai berikut.


1. Mempersatukan seluruh tanah Jawa.
2. Mengusir kekuasaan asing dari tanah Jawa.
Alasan penyerangan ke Batavia adalah sebagai berikut.
1. Tindakan monopoli yang dilakukan VOC.
2. VOC sering menghalang-halangi kapal dagang Mataram yang akan
berdagang ke Malaka.
3. VOC menolak kedaulatan Mataram.
4. Keberadaan VOC di Batavia menjadi ancaman bagi masa depan pulau
Jawa.
Penyerangan Mataram terjadi pada tanggal 22 Agustus 1628 yang
dipimpin oleh Tumenggung Baureksa. Pada tahun 1629 dipimpin oleh
Tumenggung Singaranu, Kiai Dipati Juminah, dan Dipati Purbaya.
Sebagai pengganti Sultan Agung adalah Sunan Amangkurat I. Ia
memerintah pada tahun 1646–1677. Ternyata Raja Amangkurat I
merupakan raja yang lemah dan bahkan bersahabat dengan VOC.
 Perlawanan Banten Terhadap VOC

Perlawanan rakyat Banten terhadap VOC dibangkitkan oleh Sultan


Ageng Tirtayasa dan puteranya yang bernama Pangeran Purbaya (Sultan
Haji). Sultan Ageng Tirtayasa dengan tegas menolak segala bentuk aturan
monopoli VOC dan berusaha mengusir VOC dari Batavia. Pada tahun
1683, VOC menerapkan politik adu domba antara Sultan Ageng Tirtayasa
dengan puteranya hingga terjadi perselisihan yang menyebabkan posisi
Kerajaan Banten menjadi lemah.
 Perlawanan Gowa Terhadap VOC
Di Sulawesi Selatan, perlawanan terhadap kolonialisme Belanda
dilakukan oleh Kerajaan Gowa dan Tallo, yang kemudian bergabung
menjadi Kerajaan Makassar yang merupakan saingan terberat VOC
wilayah Indonesia Timur. Persaingan dagang VOC terasa semakin berat
hingga VOC melakukan upaya yaitu berpura-pura ingin membangun
hubungan baik dan saling menguntungkan.
a. Pertempuran Pertama dan Kedua (1633–1654)
Setelah mendapatkan kesempatan, VOC mulai menunjukkan perilaku
dan niat utamanya, yaitu mulai mengajukan tuntutan kepada Sultan
Hasanuddin. Pertempuran pertama terjadi pada tahun 1633 dan
pertempuran kedua terjadi pada tahun 1654. Kedua pertempuran
tersebut diawali dengan perilaku VOC yang berusaha menghalang-
halangi pedagang yang masuk maupun keluar Pelabuhan Makassar.
Dua kali upaya VOC tersebut mengalami kegagalan karena pelaut
Makassar memberikan perlawanan sengit terhadap kompeni.
b. Pertempuran Ketiga (1666–1667)
Ketika VOC menyerbu Makassar, pasukan kompeni dibantu oleh
pasukan Raja Bone (Aru Palaka) dan Pasukan Kapten Yonker dari
Ambon. Pasukan angkatan laut VOC, yang dipimpin oleh Speelman,
menyerang pelabuhan Makassar dari laut, sedangkan pasukan Aru
Palaka mendarat di Bonthain dan berhasil mendorong suku Bugis agar
melakukan pemberontakan terhadap Sultan Hasanudin serta
melakukan penyerbuan ke Makassar. Pada akhir kesempatan itu,
Sultan Hasanudin terdesak dan dipaksa untuk menandatangani
perjanjian perdamaian di Desa Bongaya pada tahun 1667.
 Perlawanan Pangeran Mangkubumi dan Mas Said

Pada tahun 1743, Paku Buwono II menyerahkan pantai utara pulau Jawa
kepada VOC. Pangeran Mangkubumi dan Mas Said tidak setuju karena
pantai tersebut merupakan pelabuhan dagang yang menjadi sumber
penghasilan bagi Mataram. Dalam pertemuan para bangsawan di istana
pada tahun 1745, Pangeran Mangkubumi dipermalukan oleh Gubernur
Jendral Van Imhoff. Ketika perang mulai berkobar, Paku Buwono II
wafat dan digantikan oleh putranya yang bergelar Paku Buwono III.
Dalam perang melawan VOC, Pangeran Mangkubumi dan Mas Said
menggunakan taktik gerilya. Ketika terjadi pertempuran di sungai
Bogowonto, pasukan VOC banyak yang binasa dan pimpinan VOC De
Clerk juga tewas. VOC akhirnya berhasil membujuk Pangeran
Mangkubumi untuk menandatangani perjanjian giyanti (1755).
a. Perjanjian Giyanti
Isi perjanjian giyanti adalah Kerajaaan Mataram dibagi menjadi 2,
yaitu sebagai berikut.
1. Mataram barat diserahkan kepada Pangeran Mangkubumi dengan
gelar Hamengkubuwono I dan kerajaan dinamakan Kesultanan
Yogyakarta.
2. Mataram timur tetap dikuasai oleh Paku Buwono III dan
kerajaannya dinamakan Kesultanan Surakarta.
b. Perjanjian Salatiga
Untuk menghentikan perlawanan Mas Said, VOC pada tahun 1575
membujuknya untuk mendatangi perjajian salatiga yang isinya
Kerajaan Surakarta dibagi menjadi 2, yaitu sebagai berikut.
1. Bagian barat diperintah oleh Sultan Paku Buwono III dan
wilayahnya disebut Kesunanan.
2. Bagian timur diperintah oleh Mas Said yang bergelar Pangeran
Adipati Mangkunegoro I dan wilayahnya disebut Mangkunegaran.

Anda mungkin juga menyukai