Anda di halaman 1dari 3

Kerajaan Gowa-Tallo: Letak, Kehidupan, Peninggalan, dan

Keruntuhan Kompas.com - 21/04/2021, 16:36 WIB BAGIKAN:


Komentar Lihat Foto Istana Tamalate, salah satu peninggalan
Kerajaan Gowa-Tallo.(Wikimedia Commons) Penulis Widya
Lestari Ningsih | Editor Nibras Nada Nailufar KOMPAS.com - Di
Sulawesi Selatan terdapat salah satu kerajaan Islam terbesar,
yaitu Kerajaan Gowa-Tallo atau Kerajaan Makassar. Letak
wilayah inti kerajaan ini berada di daerah Kabupaten Gowa,
Sulawesi Selatan. Kerajaan Gowa-Tallo mencapai puncak
kejayaannya pada abad ke-17, ketika kesultanan ini
berkembang sebagai pusat perdagangan dan mengembangkan
berbagai inovasi di bidang pemerintahan, ekonomi, militer, dan
sosial budaya. Awal mula kejayaan kerajaan ini tidak lepas dari
peran Karaeng Patingalloang, seorang mangkubumi yang
menjalankan kekuasaan pada 1639-1654, mendampingi Sultan
Malikussaid yang kala itu masih kecil. Pemimpin kesultanan
Gowa-Tallo yang paling terkenal adalah Sultan Hasanuddin.
Saat Sultan Hasanuddin memerintah, terjadi perlawanan sengit
melawan VOC yang melakukan monopoli perdagangan
rempah-rempah dari Kepulauan Maluku. Baca juga: Kerajaan
Islam di Maluku Dapatkan informasi, inspirasi dan insight di
email kamu. Daftarkan email Sejarah Sejarah Kerajaan Gowa-
Tallo terbagi dalam dua zaman, yaitu periode sebelum
memeluk Islam dan setelah memeluk Islam. Kerajaan Gowa-
Tallo merupakan gabungan dari dua kerajaan yang berasal dari
keturunan sama, yakni Kerajaan Gowa. Pada awalnya, di
wilayah Gowa terdapat sembilan komunitas yang dikenal
dengan nama Bate Salapang atau Sembilan Bendera.
Sembilan komunitas tersebut adalah Tambolo, Lakiung,
Saumata, Parang-parang, Data, Agangjene, Bisei, Kalili, dan
Sero. Dengan berbagai cara, baik damai ataupun paksaan,
sembilan komunitas tersebut membentuk Kerajaan Gowa.
Tomanurung kemudian diangkat menjadi raja dan mewariskan
Kerajaan Gowa kepada putranya, Tumassalangga. Bukti
genealogis dan arkeologis mengisyaratkan bahwa
pembentukan Kerajaan Gowa terjadi pada sekitar tahun 1300,
di mana masyarakat dan penguasanya masih menganut
kepercayaan animisme. Kerajaan Gowa pernah terbelah
menjadi dua setelah masa pemerintahan Tonatangka Lopi
pada abad ke-15. Dua putra Tonatangka Lopi, Batara Gowa
dan Karaeng Loe ri Sero, berebut takhta sehingga terjadilah
perang saudara. Setelah Batara Gowa menang, Karaeng Loe ri
Sero turun ke muara Sungai Tallo dan mendirikan Kerajaan
Tallo. Selama bertahun-tahun, dua kerajaan bersaudara ini
tidak pernah akur. Hingga pada akhirnya, Gowa dan Tallo
bersatu dalam kesepakatan "dua raja tetapi satu rakyat" pada
1565. Setelah bersatu kembali, kerajaan ini disebut Kerajaan
Gowa-Tallo atau Kerajaan Makassar dengan sistem
pembagian kekuasaan. Raja dipilih dari garis keturunan Gowa,
sedangkan perdana menterinya dari keturunan Tallo. Baca
juga: Wilayah Kekuasaan Kerajaan Sriwijaya Kerajaan Gowa-
Tallo pada masa Islam Seiring berkembangnya Gowa-Tallo
menjadi pusat perdagangan di kawasan timur nusantara, para
saudagar muslim mulai berniaga ke wilayah ini. Pada akhir
abad ke-16, Kerajaan Gowa-Tallo memasuki masa Islam dan
berubah menjadi kesultanan. Penguasa Gowa-Tallo pertama
yang memeluk Islam adalah I Mangarangi Daeng Manrabbia
(1593-1639) dengan gelar Sultan Alauddin I. Masa kejayaan
Kerajaan Gowa-Tallo Sultan Hasanuddin atau dijuluki sebagai
Ayam Jantan dari Timur yang naik takhta pada 1653 berhasil
membawa Kerajaan Gowa-Tallo mencapai puncak kejayaan.
Pada masa kejayaannya, kerajaan ini dikenal sebagai negara
maritim yang menjadi pusat perdagangan di Indonesia bagian
timur. Sementara perkembangan kerajaan di bidang sosial
masa pemerintahan Sultan Hasanudin adalah memajukan
pendidikan dan kebudayaan islam sehingga banyak murid yang
belajar agama islam ke Banten. Sultan Hasanuddin adalah
sosok raja yang sangat anti terhadap dominasi asing. Oleh
karena itu, dirinya menentang kehadiran VOC yang kala itu
telah berkuasa di Ambon. Perjuangan melawan penjajah di
daerah Makasar dipimpin oleh Sultan Hasanuddin. Menyadari
kedudukannya semakin terdesak, Belanda berupaya
mengakhiri peperangan dengan melakukan politik adu domba
antara Makassar dengan Kerajaan Bone (daerah kekuasaan
Makassar). Baca juga: Masjid-masjid Peninggalan Kerajaan
Islam dan Ciri-cirinya Keruntuhan Siasat politik adu domba
yang dijalankan Belanda terbukti ampuh. Sebab, Raja Bone
yaitu Aru Palaka, akhirnya mau bersekutu dengan VOC untuk
menghancurkan Makassar. Perang inilah yang kemudian
dikenal dengan nama Perang Makassar. Setelah bertahun-
tahun berperang, Kerajaan Makassar harus mengakui
kekalahannya dan menandatangani Perjanjian Bongaya pada
1667. Dalam perjanjian tersebut, banyak pasal yang merugikan
Makassar, tetapi harus diterima Sultan Hasanuddin. Dua hari
setelah perjanjian itu, Sultan Hasanuddin turun takhta dan
menyerahkan kekuasaan kepada Sultan Amir Hamzah.
Perjanjian Bongaya menjadi awal keruntuhan Kesultanan
Gowa-Tallo. Pasalnya, raja-raja setelah Sultan Hasanuddin
bukanlah raja yang merdeka dalam penentuan politik
kenegaraan. Peninggalan Kerajaan Gowa-Tallo Istana Balla
Lompoa Istana Tamalate Masjid Katangka Benteng Somba
Opu Benteng Fort Rotterdam   Referensi: Amarseto, Binuko.
(2017). Ensiklopedia Kerajaan Islam di Indonesia. Yogyakarta:
Relasi Inti Media.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Kerajaan


Gowa-Tallo: Letak, Kehidupan, Peninggalan, dan Keruntuhan",
Klik untuk baca:  iOS: https://apple.co/3hXWJ0L

Anda mungkin juga menyukai