Anda di halaman 1dari 76

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hidrosefalus adalah suatu gangguan pembentukan, aliran, atau

penyerapan dari cairan serebrospinal sehingga menyebabkan peningkatan dari

volume cairan serebrospinal pada susunan saraf pusat.Kondisi ini juga dapat

disebut sebagai gangguan hidrodinamik dari cairan serebrospinal (Rekate,

2009) Jumlah kasus hidrosefalus di dunia cukup tinggi. Di Negara Amerika

kejadian hidrosefalus dijumpai sekitar 0,5-4 per 1000 kelahiran hidup (Piatt,

2004). Thanman (1984) melaporkan insidensi hidrosefalus antara 0,2- 4 setiap

1000 kelahiran. Di Jepang kejadian hidrosefalus 0,2 per 1000 kelahiran.

Hidrosefalus dapat terjadi pada semua umur. Hidrosefalus infantil; 46%

diantaranya adalah akibat abnormalitas perkembangan otak, 50% karena

perdarahan subaraknoid dan meningitis, dan kurang dari 4% akibat tumor

fossa posterior. Di Indonesia kasus hidrosefalus mencapai kurang lebih 2

kasus dalam 1000 kelahiran (Harsono, 2014).

Menurut penelitian WHO untuk wilayah ASEAN jumlah penderita

Hidrosefalus di beberapa negara adalah sebagai berikut, di Singapura pada

anak 0-9 th : 0,5%, Malaysia: anak 5-12 th 15%, India: anak 2-4 th 4%, di

Indonesia berdasarkan penelitian dari Fakultas Ilmu Kedokteran Universitas

Indonesia terdapat 3%. Berdasarkan pencatatan dan pelaporan yang diperoleh

dari catatan register dari ruangan perawatan IKA 1 RSPAD Gatot Soebroto

dari bulan oktober-desember tahun 2007 jumlah anak yang menderita dengan

1
2

gangguan serebral berjumlah 159 anak dan yang mengalami Hidrosefalus

berjumlah 69 anak dengan persentase 43,39%.

Berdasarkan latar belakang di atas, Penulis tertarik untuk membuat

Laporan tugas Akhir dengan judul Asuhan Keperawatan pada Ny. K dengan

Hidrosefalus di Ruang Angsoka Abdul Wahab Sjahranie Samarinda.

B. Ruang Lingkup Bahasan

Ruang lingkup bahasan pada Laporan Tugas Akhir ini adalah Asuhan

Keperawatan pada Ny. K dengan Hidrosefalus di Ruang Angsoka RSUD

Abdul Wahab Sjahranie Samarinda yang dilaksanakan pada tanggal 28 Juni

2018 sampai dengan 30 Juni 2018.

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Tujuan Umum Penulis berharap mampu menerapkan Asuhan

Keperawatan pada Ny. K dengan Hidrosefalus di Ruang Angsoka RSUD

Abdul Wahab Sjahranie Samarinda

2. Tujuan Khusus

Tujuan Khusus Laporan Tugas Akhir ini adalah sebagai berikut :

a. Melakukan pengkajian pada Asuhan Keperawatan pada Ny. K dengan

Hidrosefalus di Ruang Angsoka RSUD Abdul Wahab Sjahranie

Samarinda.
3

b. Merumuskan diagnosa keperawatan pada Asuhan Keperawatan pada

Ny. K dengan Hidrosefalus di Ruang Angsoka RSUD Abdul Wahab

Sjahranie Samarinda.

c. Menyusun perencanaan keperawatan sesuai dengan diagnosa yang di

tegakkan pada Asuhan Keperawatan pada Ny. K dengan Hidrosefalus

di Ruang Angsoka RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda.

d. Melakukan tindakan keperawatan pada Asuhan Keperawatan pada Ny.

K dengan Hidrosefalus di Ruang Angsoka RSUD Abdul Wahab

Sjahranie Samarinda.

e. Melakukan evaluasi pelaksanaan tindakan keperawatan pada Asuhan

Keperawatan pada Ny. K dengan Hidrosefalus di Ruang Angsoka

RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda.

D. Metode Penulisan

Penulisan Laporan Tugas Akhir ini dilakukan dalam bentuk naratif

yang memberikan gambaran tentang Asuhan Keperawatan pada Ny. K dengan

Hidrosefalus di Ruang Angsoka RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda

dan menggunakan metode sebagai berikut :


4

1. Studi Kepustakaan

Dengan memperoleh informasi-informasi terbaru dan internet

dengan berbagai situs, materi dan literatur-literatur di perpustakaan dan

toko buku mengenal isi dari karya tulis ini.

2. Studi Kasus

Dengan studi kasus menggunakan asuhan keperawatan yang

komprehensif meliputi pengkajian data, analisa data, penetapan diagnosa

keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.

Tehnik pengumpulan data yang dilakukan dalam Laporan Tugas Akhir

ini adalah sebagai berikut :

1. Wawancara

Dengan melakukan tanya jawab kepada pasien, keluarga, dan

perawat ruangan.

2. Observasi

Observasi yaitu dengan melihat secara langsung keadaan dan

kondisi pasien.

3. Data Medical Record Rumah Sakit

Data yang dilakukan berupa jumlah penderita gangguan system

persarafan yang ada dalam satu tahun terakhir.

E. Sistematika Penulisan

Penulisan karya tulis ilmiah ini disusun secara sistematika yang

dimulai dari penyusunan BAB I (pendahuluan) yang terdiri dari latar

belakang, tujuan penulisan, secara spesifik tujuan penulisan karya tulis ilmiah
5

baik umum maupun khusus, metode penulisan, sistematika penulisan.Uraian

penulisan secara garis besar dan BAB I sampai BAB V yang dikemukakan

secara narasi.Penyusunan BAB II (Tinjauan teoritis) yang disusun dan

berbagai topik yaitu konsep dasar medik yang terdiri dari pengertian.anatomi

dan fisiologi, etiologi atau penyebab, patofisiologi (perjalanan penyakit),

mamfestasi klinik atau tanda-tanda dan gejala dan kasus, tes diagnostik,

kemudian penatalaksanaan medik dan komplikasi. Kemudian konsep dasar

keperawatan yang ditulis secara teori yang terdiri dari pengkajian, diagnosa

keperawatan, perencanaan keperawatan, dan perencanaan pulang.Pada BAB

III (pengamatan kasus), yang diawali dengan ilustrasi kasus, setelah itu

pengkajian data , analisa data, penetapan diagnosa keperawatan, perencanaan

keperawatan, pelaksanan keperawatan dan evaluasi. BAB IV (Pembahasan

kasus), berisi analisa kasus yang dikaitkan antara teoritis, medis, dan

perawatan. Dalam bab ini dikelompokkan berdasarkan proses keperawatan,

pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan keperawatan, implementasi

keperawatan dan evaluasi.Penyusunan BAB V akhir dari semua bab berisi

tentang uraian kesimpulan dan hal-hal yang telah dibahas dan saran bagi

pihak-pihak yang terkait dan penyusunan Laporan Tugas Akhir tersebut.


6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Hidrosefalus

1. Definisi

Hidrosefalus (kepala-air, istilah yang berasal dari bahasa Yunani:

“hydro” yang berarti air dan “cephalus” yang berarti kepala; sehingga kondisi

ini sering dikenal dengan “kepala air”) adalah penyakit yang terjadi akibat

gangguan aliran cairan di dalam otak (cairan serebro spinal atau CSS).

Gangguan itu menyebabkan cairan tersebut bertambah banyak yang

selanjutnya akan menekan jaringan otak di sekitarnya, khususnya pusat-pusat

saraf yang vital.

Hidrosefalus adalah suatu keadaan patologis otak yang mengakibatkan

bertambahnya cairan serebrospinalis, disebabkan baik oleh produksi yang

berlebihan maupun gangguan absorpsi, dengan atau pernah disertai tekanan

intrakanial yang meninggi sehingga terjadi pelebaran ruangan-ruangan tempat

aliran cairan serebrospinalis (Suharso,2009).

Hidrosefalus adalah kelainan patologis otak yang mengakibatkan

bertambahnya cairan serebrospinal dengan atau pernah dengan tekanan

intrakranial yang meninggi, sehingga terdapat pelebaran ventrikel (Harsono,

2014:209).Pelebaran ventrikuler ini akibat ketidakseimbangan antara produksi

dan absorbsi cairan serebrospinal.Hidrosefalus selalu bersifat sekunder,

sebagai akibat penyakit atau kerusakan otak.Adanya kelainan-kelainan

6
7

tersebut menyebabkan kepala menjadi besar serta terjadi pelebaran sutura-

sutura dan ubun-ubun (DeVito EE et al, 2007:328).

Hidrocephalus adalah: suatu keadaan patologis otak yang

mengakibatkan bertambahnya cairan cerebrospinal (CSS) dengan atau pernah

dengan tekanan intra kranial yang meninggi sehingga terdapat pelebaran

ruangan tempat mengalirnya CSS (Ngastiyah, 2014).

Hidrocephalus adalah sebuah kondisi yang disebabkan oleh produksi

yang tidak seimbang dan penyerapan dari cairan cerebrospinal (CSS) di dalam

sistem Ventricular.Ketika produksi CSS lebih besar dari penyerapan, cairan

cerebrospinal mengakumulasi di dalam sistem Ventricular (Nining,2008). 

2. Epidemiologi 

Insidensi hidrosefalus antara 0,2-4 setiap 1000 kelahiran. Insidensi

hidrosefalus kongenital adalah 0,5-1,8 pada tiap 1000 kelahiran dan 11%-43%

disebabkan oleh stenosis aqueductus serebri. Tidak ada perbedaan bermakna

insidensi untuk kedua jenis kelamin, juga dalam hal perbedaan

ras.Hidrosefalus dapat terjadi pada semua umur.Pada remaja dan dewasa lebih

sering disebabkan oleh toksoplasmosis. Hidrosefalus infantil; 46% adalah

akibat abnormalitas perkembangan otak, 50% karena perdarahan subaraknoid

dan meningitis, dan kurang dari 4% akibat tumor fossa posterior (Harsono,

2014:211). 
8

3. Etiologi 

Cairan Serebrospinal merupakan cairan jernih yang diproduksi dalam

ventrikulus otak oleh pleksus koroideus, Cairan ini mengalir dalam ruang

subaraknoid yang membungkus otak dan medula spinalis untuk memberikan

perlindungan serta nutrisi(Cristine Brooker:The Nurse’s Pocket Dictionary).

CSS yang dibentuk dalam sistem ventrikel oleh pleksus khoroidalis kembali

ke dalam peredaran darah melalui kapiler dalam piamater dan arakhnoid yang

meliputi seluruh susunan saraf pusat (SSP).Cairan likuor serebrospinalis

terdapat dalam suatu sistem, yakni sistem internal dan sistem eksternal. Pada

orang dewasa normal jumlah CSS 90-150 ml, anak umur 8-10 tahun 100-140

ml, bayi 40-60 ml, neonatus 20-30 ml dan prematur kecil 10-20 ml. Cairan

yang tertimbun dalam ventrikel 500-1500 ml (Harsono, 2014).

Aliran CSS normal ialah dari ventrikel lateralis melalui foramen

monroe ke ventrikel III, dari tempat ini melalui saluran yang sempit

akuaduktus Sylvii ke ventrikel IV dan melalui foramen Luschka dan

Magendie ke dalam ruang subarakhnoid melalui sisterna magna. Penutupan

sisterna basalis menyebabkan gangguan kecepatan resorbsi CSS oleh sistem

kapiler. (DeVito EE et al, 2007:32) 

Hidrosefalus terjadi bila terdapat penyumbatan aliran cairan

serebrospinal (CSS) pada salah satu tempat antara tempat pembentukan CSS

dalam sistem ventrikel dan tempat absorbsi dalam ruang subaraknoid.Akibat

penyumbatan, terjadi dilatasi ruangan CSS diatasnya (Allan H. Ropper, 2005).

Teoritis pembentukan CSS yang terlalu banyak dengan kecepatan absorbsi


9

yang abnormal akan menyebabkan terjadinya hidrosefalus, namun dalam

klinik sangat jarang terjadi. Penyebab penyumbatan aliran CSS yang sering

terdapat pada bayi dan anak ialah :  

a. Kelainan Bawaan (Kongenital) 

a. Stenosis akuaduktus Sylvii

Stenosis akuaduktus Sylvii merupakan penyebab terbayank pada

hidrosefalus bayi dan anak ( 60-90%). Aqueduktus dapat merupakan

saluran yang buntu sama sekali atau abnormal, yaitu lebih sempit dari

biasa. Umumnya gejala hidrosefalus terlihat sejak lahit atau progresif

dengan cepat pada bulan-bulan pertama setelah kelahiran. 

b. Spina Bifida dan Kranium Bifida 

Hidrosefalus pada kelainan ini biasanya yang berhubungan

dengan sindrom Arnould-Jhiari akibat tertariknya medulla spinalis

dengan medulla oblongata dan cerebellum letaknya lebih rendah dan

menutupi foramen magnum sehingga terjadi penyumbatan sebagian

atau total. 

c. Sindrom Dandy-Walker 

Merupakan atresia congenital Luscha dan Magendie yang

menyebabkan hidrosefalus obtruktif dengan pelebaran system ventrikel

terutama ventrikel IV, yang dapat sedemikian besarnya sehingga

merupakan suatu kista yang besar di daerah fosa pascaerior. 


10

d. Kista Araknoid dan Anomali pembuluh darah 

Dapat terjadi congenital tapi dapat juga timbul akibat trauma

sekunder suatu hematoma.

b. Infeksi 

Akibat infeksi dapat timbul perlekatan meningen sehingga dapat

terjadi obliterasi ruangan subarahnoid.Pelebaran ventrikel pada fase akut

meningitis purulenta terjadi bila aliran CSS terganggu oleh obstruksi

mekanik eksudat pirulen di aqueduktus sylviin atau system

basalis.Hidrosefalus banyak terjadi pada klien pasca

meningitis.Pembesaran kepala dapat terjadi beberapa minggu sampai

beberapa bulan sesudah sembuh dari meningitis. Secara patologis terlihat

pelebaran jaringan piamater dan arahnoid sekitar system basalis dan

daerah lain. Pada meningitis serosa tuberkulosa, perlekatan meningen

terutama terdapat di daerah basal sekitar sistem kiasmatika dan

interpendunkularis, sedangkan pada meningitis purunlenta lokasisasinya

lebih tersebar. 

c. Neoplasma 

Hidrosefalus oleh obstruksi mekanik yang dapat terjadi di setiap

tempat aliran CSS.Pengobatannya dalam hal ini di tujukan kepada

penyebabnya dan apabila tumor tidak di angkat, maka dapat di lakukan

tindakan paliatif dengan mengalihkan CSS melalui saluran buatan atau


11

pirau. Pada anak, penyumbatan ventrikel IV atau akuaduktus Sylvii

biasanya suatu glioma yang berasal dari serebelum, penyumbatan bagian

depan ventrikel III disebabkan kraniofaringioma.

d. Perdarahan 

Perdarahan sebelum dan sesudah lahir dalam otak, dapat

menyebabkan fibrosis leptomeningen terutama pada daerah basal otak,

selain penyumbatan yang terjadi akibat organisasi dari darah itu sendiri

(Ropper, 2005:360).

4. Klasifikasi

Klasifikasi hidrosefalus bergantung pada faktor yang berkaitan

dengannya, berdasarkan :

a. Gambaran klinis, dikenal hidrosefalus manifes (overt hydrocephalus) dan

hidrosefalus tersembunyi (occult hydrocephalus).

b. Waktu pembentukan, dikenal hidrosefalus kongenital dan hidrosefalus

akuisita.

c. Proses terbentuknya, dikenal hidrosefalus akut dan hidrosefalus kronik.

d. Sirkulasi CSS, dikenal hidrosefalus komunikans dan hidrosefalus non

komunikans.

Hidrosefalus interna menunjukkan adanya dilatasi ventrikel, hidrosefalus

eksternal menunjukkan adanya pelebaran rongga subarakhnoid di atas

permukaan korteks.Hidrosefalus obstruktif menjabarkan kasus yang


12

mengalami obstruksi pada aliran likuor.Berdasarkan gejala, dibagi menjadi

hidrosefalus simptomatik dan asimptomatik. Hidrosefalus arrested

menunjukan keadaan dimana faktor-faktor yang menyebabkan dilatasi

ventrikel pada saat tersebut sudah tidak aktif lagi. Hidrosefalus ex-vacuo

adalah sebutan bagi kasus ventrikulomegali yang diakibatkan atrofi otak

primer, yang biasanya terdapat pada orang tua. (Harsono, 2014)

Hidrosephalus pada anak atau bayi pada dasarnya dapat di bagi dua:

a. Kongenital

Merupakan Hidrosephalus yang sudah diderita sejak bayi dilahirkan,

sehingga :

1). Pada saat lahir keadaan otak bayi terbentuk kecil.

2). Terdesak oleh banyaknya cairan didalam kepala dan tingginya tekanan

intrakranial sehingga pertumbuhan sel otak terganggu.

b. Didapat

Bayi atau anak mengalaminya pada saat sudah besar, dengan

penyebabnya adalah penyakit-penyakit tertentu misalnya trauma, TBC yang

menyerang otak dimana pengobatannya tidak tuntas.

Pada hidrosefalus di dapat pertumbuhan otak sudah sempurna, tetapi

kemudian terganggu oleh sebab adanya peninggian tekanan

intrakranial.Sehingga perbedaan hidrosefalus kongenital dengan di dapat

terletak pada pembentukan otak dan pembentukan otak dan kemungkinan

prognosanya.
13

Berdasarkan letak obstruksi CSS ( Cairan Serbrospinal ) hidrosefalus

pada bayi dan anak ini juga terbagi dalam dua bagian yaitu :

a. Hydrocephalus komunikan

Apabila obstruksinya terdapat pada rongga subaracnoid, sehingga

terdapat aliran bebas CSS dalam sistem ventrikel sampai ke tempat

sumbatan.Jenis ini tidak terdapat obstruksi pada aliran CSS tetapi villus

arachnoid untuk mengabsorbsi CSS terdapat dalam jumlah yang sangat

sedikit atau malfungsional.Umumnya terdapat pada orang dewasa,

biasanya disebabkan karena dipenuhinya villus arachnoid dengan darah

sesudah terjadinya hemmorhage subarachnoid (klien

memperkembangkan tanda dan gejala – gejala peningkatan ICP).Jenis

ini tidak terdapat obstruksi pada aliran CSS tetapi villus arachnoid

untuk mengabsorbsi CSS terdapat dalam jumlah yang sangat sedikit

atau malfungsional. Umumnya terdapat pada orang dewasa, biasanya

disebabkan karena dipenuhinya villus arachnoid dengan darah sesudah

terjadinya hemmorhage subarachnoid (klien memperkembangkan tanda

dan gejala – gejala peningkatan ICP)

b. Hydrocephalus non komunikan

Apabila obstruksinya terdapat terdapat didalam sistem ventrikel

sehingga menghambat aliran bebas dari CSS.Biasanya gangguan yang

terjadi pada hidrosefalus kongenital adalah pada sistem vertikal

sehingga terjadi bentuk hidrosefalus non komunikan.


14

Biasanya diakibatkan obstruksi dalam sistem ventrikuler yang

mencegah bersikulasinya CSS. Kondisi tersebut sering dijumpai pada

orang lanjut usia yang berhubungan dengan malformasi congenital pada

system saraf pusat atau diperoleh dari lesi (space occuping lesion)

ataupun bekas luka. Pada klien dewasa dapat terjadi sebagai akibat dari

obstruksi lesi pada sistem ventricular atau bentukan jaringan adhesi atau

bekas luka didalam system di dalam system ventricular. Pada klien

dengan garis sutura yang berfungsi atau pada anak–anak dibawah usia

12–18 bulan dengan tekanan intraranialnya tinggi mencapai ekstrim,

tanda–tanda dan gejala–gejala kenaikan ICP dapat dikenali. Pada anak-

anak yang garis suturanya tidak bergabung terdapat pemisahan /

separasi garis sutura dan pembesaran kepala.

c. Hidrocephalus Bertekan Normal ( Normal Pressure Hidrocephalus )

Di tandai pembesaran sister basilar dan fentrikel disertai dengan

kompresi jaringan serebral, dapat terjadi atrofi serebral. Tekanan

intrakranial biasanya normal, gejala – gejala dan tanda – tanda lainnya

meliputi ; dimentia, ataxic gait, incontinentia urine. Kelainan ini

berhubungan dengan cedera kepala, hemmorhage serebral atau

thrombosis, mengitis; pada beberapa kasus (Kelompok umur 60 – 70

tahun) ada kemingkinan ditemukan hubungan tersebut.

 
15

5. Patofisiologi dan Patogenesis

Dikarenakan kondisi CSS yang tidak normal hidrosefalus secara teoritis

terjadi sebagai akibat dari tiga mekanisme yaitu:

a. Produksi likuor yang berlebihan

b. Peningkatan resistensi aliran likuor

c. Peningkatan tekanan sinus venosa

Konsekuensi tiga mekanisme di atas adalah peningkatan tekanan

intrakranial(TIK) sebagai upaya mempertahankan keseimbangan sekresi dan

absorbsi. Mekanisme terjadinya dilatasi ventrikel cukup rumit dan

berlangsung berbeda-beda tiap saat selama perkembangan hidrosefalus.

Dilatasi ini terjadi sebagai akibat dari :

a. Kompresi sistem serebrovaskuler.

b. Redistribusi dari likuor serebrospinalis atau cairan ekstraseluler

c. Perubahan mekanis dari otak.

d. Efek tekanan denyut likuor serebrospinalis

e. Hilangnya jaringan otak.

f. Pembesaran volume tengkorak karena regangan abnormal sutura kranial.

Produksi likuor yang berlebihan disebabkan tumor pleksus

khoroid.Gangguan aliran likuor merupakan awal dari kebanyakan kasus

hidrosefalus. Peningkatan resistensi yang disebabkan gangguan aliran akan

meningkatkan tekanan likuor secara proporsional dalam upaya

mempertahankan resorbsi yang seimbang.


16

Peningkatan tekanan sinus vena mempunyai dua konsekuensi, yaitu

peningkatan tekanan vena kortikal sehingga menyebabkan volume vaskuler

intrakranial bertambah dan peningkatan tekanan intrakranial sampai batas

yang dibutuhkan untuk mempertahankan aliran likuor terhadap tekanan sinus

vena yang relatif tinggi.Konsekuensi klinis dari hipertensi vena ini tergantung

dari komplians tengkorak. (Harsono, 2014:212)

6. Manifestasi Klinis

Tanda awal dan gejala hidrosefalus tergantung pada derajat

ketidakseimbangan kapasitas produksi dan resorbsi CSS (Harsono,

2014).Gejala-gejala yang menonjol merupakan refleksi adanya hipertensi

intrakranial. Manifestasi klinis dari hidrosefalus pada anak dikelompokkan

menjadi dua golongan, yaitu :

a. Hidrosefalus terjadi pada masa neonatus

Meliputi pembesaran kepala abnormal, gambaran tetap hidrosefalus

kongenital dan pada masa bayi.Lingkaran kepala neonatus biasanya adalah

35-40 cm, dan pertumbuhan ukuran lingkar kepala terbesar adalah selama

tahun pertama kehidupan.Kranium terdistensi dalam semua arah, tetapi

terutama pada daerah frontal.Tampak dorsum nasi lebih besar dari

biasa.Fontanella terbuka dan tegang, sutura masih terbuka bebas.Tulang-

tulang kepala menjadi sangat tipis.Vena-vena di sisi samping kepala

tampak melebar dan berkelok. (Peter Paul Rickham, 2003).

b. Hidrosefalus terjadi pada akhir masa kanak-kanak


17

Pembesaran kepala tidak bermakna, tetapi nyeri kepala sebagai

manifestasi hipertensi intrakranial.Lokasi nyeri kepala tidak khas.Dapat

disertai keluhan penglihatan ganda (diplopia) dan jarang diikuti penurunan

visus. Secara umum gejala yang paling umum terjadi pada pasien-pasien

hidrosefalus di bawah usia dua tahun adalah pembesaran abnormal yang

progresif dari ukuran kepala. Makrokrania mengesankan sebagai salah satu

tanda bila ukuran lingkar kepala lebih besar dari dua deviasi standar di atas

ukuran normal. Makrokrania biasanya disertai empat gejala hipertensi

intrakranial lainnya yaitu:

a. Fontanel anterior yang sangat tegang.

b. Sutura kranium tampak atau teraba melebar.

c. Kulit kepala licin mengkilap dan tampak vena-vena superfisial

menonjol.

d. Fenomena ‘matahari tenggelam’ (sunset phenomenon).

Gejala hipertensi intrakranial lebih menonjol pada anak yang lebih

besar dibandingkan dengan bayi. Gejalanya mencakup: nyeri kepala,

muntah, gangguan kesadaran, gangguan okulomotor, dan pada kasus yang

telah lanjut ada gejala gangguan batang otak akibat herniasi tonsiler

(bradikardia, aritmia respirasi) (Harsono, 2014:213)

Kepala bisa berukuran normal dengan fontanela anterior menonjol,

lama kelamaan menjadi besar dan mengeras menjadi bentuk yang

karakteristik oleh peningkatan dimensi ventrikel lateral dan anterior –

posterior diatas proporsi ukuran wajah dan bandan bayi. Puncak orbital
18

tertekan ke bawah dan mata terletak agak kebawah dan keluar dengan

penonjolan putih mata yang tidak biasanya. Tampak adanya dsitensi vena

superfisialis dan kulit kepala menjadi tipis serta rapuh.Uji radiologis :

terlihat tengkorak mengalami penipisan dengan sutura yang terpisah – pisah

dan pelebaran vontanela. Ventirkulogram menunjukkan pembesaran pada

sistim ventrikel . CT scan dapat menggambarkan sistim ventrikuler dengan

penebalan jaringan dan adnya massa pada ruangan Occuptional. Pada bayi

terlihat lemah dan diam tanpa aktivitas normal. Proses ini pada tipe

communicating dapat tertahan secara spontan atau dapat terus dengan

menyebabkan atrofi optik, spasme ekstremitas, konvulsi, malnutrisi dan

kematian, jika anak hidup maka akan terjadi retardasi mental dan fisik.

1. Bayi

a. Kepala menjadi makin besar dan akan terlihat pada umur 3 tahun.

b. Keterlambatan penutupan fontanela anterior, sehingga fontanela

menjadi tegang, keras, sedikit tinggi dari permukaan tengkorak.

c. Tanda – tanda peningkatan tekanan intracranial antara lain :

d. Muntah

e. Gelisah

f. Menangis dengan suara ringgi

g. Peningkatan sistole pada tekanan darah, penurunan nadi, peningkatan

pernafasan dan tidak teratur, perubahan pupil, lethargi – stupor.

h. Peningkatan tonus otot ekstrimitas


19

i. Dahi menonjol bersinar atau mengkilat dan pembuluh-pembuluh

darah terlihat jelas.

j. Alis mata dan bulu mata ke atas, sehingga sclera telihat seolah-olah di

atas Iris

k. Bayi tidak dapat melihat ke atas, “sunset eyes”

l. Strabismus, nystagmus, atropi optic

m.Bayi sulit mengangkat dan menahan kepalanya ke atas.

2. Anak yang telah menutup suturanya :

Tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial :

a. Nyeri kepala

b. Muntah

c. Lethargi, lelah, apatis, perubahan personalitas

d. Ketegangan dari sutura cranial dapat terlihat pada anak berumur 10

tahun

e. Penglihatan ganda, kontruksi penglihatan perifer

f. Strabismus

g. Perubahan pupil
20

7. Pemeriksaan diagnostik

Selain dari gejala-gejala klinik, keluhan pasien maupun dari hasil

pemeriksaan fisik dan psikis, untuk keperluan diagnostik hidrosefalus

dilakukan pemeriksaan-pemeriksaan penunjang yaitu :

1. Rontgen foto kepala

Dengan prosedur ini dapat diketahui:

a. Hidrosefalus tipe kongenital/infantile, yaitu: ukuran kepala, adanya

pelebaran sutura, tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial kronik

berupa imopressio digitate dan erosi prosessus klionidalis posterior.

b. Hidrosefalus tipe juvenile/adult oleh karena sutura telah menutup maka

dari foto rontgen kepala diharapkan adanya gambaran kenaikan

tekanan intrakranial.

2. Transimulasi

Syarat untuk transimulasi adalah fontanela masih terbuka,

pemeriksaan ini dilakukan dalam ruangan yang gelap setelah pemeriksa

beradaptasi selama 3 menit.Alat yang dipakai lampu senter yang

dilengkapi dengan rubber adaptor. Pada hidrosefalus, lebar halo dari tepi

sinar akan terlihat lebih lebar 1-2 cm.

3. Lingkaran kepala

Diagnosis hidrosefalus pada bayi dapat dicurigai, jika penambahan

lingkar kepala melampaui satu atau lebih garis-garis kisi pada chart (jarak

antara dua garis kisi 1 cm) dalam kurun waktu 2-4 minggu. Pada anak

yang besar lingkaran kepala dapat normal hal ini disebabkan oleh karena
21

hidrosefalus terjadi setelah penutupan suturan secara fungsional.

Tetapi jika hidrosefalus telah ada sebelum penutupan suturan kranialis

maka penutupan sutura tidak akan terjadi secara menyeluruh.

4. Ventrikulografi

Yaitu dengan memasukkan konras berupa O2 murni atau kontras

lainnya dengan alat tertentu menembus melalui fontanela anterior

langsung masuk ke dalam ventrikel. Setelah kontras masuk langsung

difoto, maka akan terlihat kontras mengisi ruang ventrikel yang melebar.

Pada anak yang besar karena fontanela telah menutup untuk memasukkan

kontras dibuatkan lubang dengan bor pada kranium bagian frontal atau

oksipitalis.Ventrikulografi ini sangat sulit, dan mempunyai risiko yang

tinggi. Di rumah sakit yang telah memiliki fasilitas CT Scan, prosedur ini

telah ditinggalkan.

5. Ultrasonografi

Dilakukan melalui fontanela anterior yang masih terbuka.Dengan

USG diharapkan dapat menunjukkan system ventrikel yang melebar.

Pendapat lain mengatakan pemeriksaan USG pada penderita hidrosefalus

ternyata tidak mempunyai nilai di dalam menentukan keadaan sistem

ventrikel hal ini disebabkan oleh karena USG tidak dapat menggambarkan

anatomi sistem ventrikel secara jelas, seperti halnya pada pemeriksaan CT

Scan.

6. CT Scan kepala
22

Pada hidrosefalus obstruktif CT Scan sering menunjukkan adanya

pelebaran dari ventrikel lateralis dan ventrikel III. Dapat terjadi di atas

ventrikel lebih besar dari occipital horns pada anak yang besar.Ventrikel

IV sering ukurannya normal dan adanya penurunan densitas oleh karena

terjadi reabsorpsi transependimal dari CSS.

Pada hidrosefalus komunikans gambaran CT Scan menunjukkan

dilatasi ringan dari semua sistem ventrikel termasuk ruang subarakhnoid di

proksimal dari daerah sumbatan.

7. MRI (Magnetic Resonance Imaging)

Untuk mengetahui kondisi patologis otak dan medula spinalis

dengan menggunakan teknik scaning dengan kekuatan magnet untuk

membuat bayangan struktur tubuh. 

8. Penatalaksanaan

Penanganan hidrocefalus masuk pada katagori ”live saving and live

sustaining” yang berarti penyakit ini memerlukan diagnosis dini yang

dilanjutkan dengan tindakan bedah secepatnya. Keterlambatan akan

menyebabkan kecacatan dan kematian sehingga prinsip pengobatan

hidrocefalus harus dipenuhi yakni:

1. Mengurangi produksi cairan serebrospinal dengan merusak pleksus

koroidalis dengan tindakan reseksi atau pembedahan, atau dengan obat

azetasolamid (diamox) yang menghambat pembentukan cairan

serebrospinal. 
23

2. Memperbaiki hubungan antara tempat produksi caira serebrospinal dengan

tempat absorbsi, yaitu menghubungkan ventrikel dengan subarachnoid 

3. Pengeluaran cairan serebrospinal ke dalam organ ekstrakranial, yakni: 

a. Drainase ventrikule-peritoneal 

b. Drainase Lombo-Peritoneal 

c. Drainase ventrikulo-Pleural 

d. Drainase ventrikule-Uretrostomi 

e. Drainase ke dalam anterium mastoid 

f. Mengalirkan cairan serebrospinal ke dalam vena jugularis dan jantung

melalui kateter yang berventil (Holter Valve/katup Holter) yang

memungkinkan pengaliran cairan serebrospinal ke satu arah. Cara ini

merupakan cara yang dianggap terbaik namun, kateter harus diganti

sesuai dengan pertumbuhan anak dan harus diwaspadai terjadinya

infeksi sekunder dan sepsis. 

g. Tindakan bedah pemasangan selang pintasan atau drainase dilakukan

setelah diagnosis lengkap dan pasien telah di bius total. Dibuat sayatan

kecil di daerah kepala dan dilakukan pembukaan tulang tengkorak dan

selaput otak, lalu selang pintasan dipasang. Disusul kemudian dibuat

sayatan kecil di daerah perut, dibuka rongga perut lalu ditanam selang

pintasan, antara ujung selang di kepala dan perut dihubiungakan dengan

selang yang ditanam di bawah kulit hingga tidak terlihat dari luar. 
24

Pengobatan modern atau canggih dilakukan dengan bahan shunt atau

pintasan jenis silicon yang awet, lentur, tidak mudah putus.

Ada 2 macam terapi pintas / “ shunting “: 

1. Eksternal 

CSS dialirkan dari ventrikel ke dunia luar, dan bersifat hanya

sementara. Misalnya: pungsi lumbal yang berulang-ulang untuk terapi

hidrosefalus tekanan normal.

2. Internal 

a. CSS dialirkan dari ventrikel ke dalam anggota tubuh lain :

1). Ventrikulo-Sisternal, CSS dialirkan ke sisterna magna (Thor-

Kjeldsen) 

2). Ventrikulo-Atrial, CSS dialirkan ke sinus sagitalis superior 

3). Ventrikulo-Bronkhial, CSS dialirkan ke Bronhus. 

4). Ventrikulo-Mediastinal, CSS dialirkan ke mediastinum 

5). Ventrikulo-Peritoneal, CSS dialirkan ke rongga peritoneum. 

b. “Lumbo Peritoneal Shunt” 

CSS dialirkan dari Resessus Spinalis Lumbalis ke rongga

peritoneum dengan operasi terbuka atau dengan jarum Touhy secara

perkutan.Teknik Shunting:

1). Sebuah kateter ventrikular dimasukkan melalui kornu oksipitalis

atau kornu frontalis, ujungnya ditempatkan setinggi foramen

Monroe. 

2). Suatu reservoir yang memungkinkan aspirasi dari CSS untuk

dilakukan analisis. 
25

3). Sebuah katup yang terdapat dalam sistem Shunting ini, baik yang

terletak proksimal dengan tipe bola atau diafragma (Hakim, Pudenz,

Pitz, Holter) maupun yang terletak di distal dengan katup berbentuk

celah (Pudenz). Katup akan membuka pada tekanan yang berkisar

antara 5-150 mm, H2O. 

4). Ventriculo-Atrial Shunt. Ujung distal kateter dimasukkan ke dalam

atrium kanan jantung melalui v. jugularis interna (dengan thorax x-

ray ujung distal setinggi 6/7). 

5). Ventriculo-Peritneal Shunt 

a). Slang silastik ditanam dalam lapisan subkutan 

b). Ujung distal kateter ditempatkan dalam ruang peritoneum.

Pada anak-anak dengan kumparan silang yang banyak,

memungkinkan tidak diperlukan adanya revisi walaupun badan

anak tumbuh memanjang. Komplikasi yang sering terjadi pada

shunting: infeksi, hematom subdural, obstruksi, keadaan CSS

yang rendah, ascites akibat CSS, kraniosinostosis. 


26

9. Komplikasi

Komplikasi sering terjadi karena pemasangan VP shunt adalah infeksi

dan malfungsi. Malfungsi disebakan oleh obstruksi mekanik atau perpindahan

didalam ventrikel dari bahan – bahan khusus ( jaringan /eksudat  ) atau ujung

distal dari thrombosis sebagai akibat dari pertumbuhan. Obstruksi VP shunt

sering menunjukan kegawatan dengan manifestasi klinis peningkatan TIK

yang lebih sering diikuti dengan status neurologis buruk. 

Komplikasi yang sering terjadi adalah infeksi VP shunt.Infeksi

umumnya akibat dari infeksi pada saat pemasangan VP shunt.Infeksi itu

meliputi septik, Endokarditis bacterial, infeksi luka, Nefritis shunt, meningitis,

dan ventrikulitis. Komplikasi VP shunt yang serius lainnya adalah subdural

hematoma yang di sebabkan oleh reduksi yang cepat pada tekanan ntrakranial

dan ukurannya. Komplikasi yang dapat terjadi adalah peritonitis abses

abdominal, perforasi organ-organ abdomen oleh kateter atau trokar (pada saat

pemasangan), fistula hernia, dan ilius.

10. Prognosis

Keberhasilan tindakan operatif serta prognosis hidrosefalus ditentukan

ada atau tidaknya anomali yang menyertai, mempunyai prognosis lebih baik

dari hidrosefalus yang bersama dengan malformasi lain (hidrosefalus

komplikata). Prognosis hidrosefalus infatil mengalami perbaikan bermakna

namun tidak dramatis dengan temuan operasi pisau. Jika tidak dioperasi 50-

60% bayi akan meniggal karena hidrosefalus sendiri ataupun penyakit


27

penyerta. Skitar 40% bayi yang bertahan memiliki kecerdasan hampir normal.

Dengan bedah saraf dan penatalaksanaan medis yang baik, sekitar 70%

diharap dapat melampaui masa bayi, sekitar 40% dengan intelek normal, dan

sektar 60% dengan cacat intelek dan motorik bermakna. Prognosis bayi

hidrosefalus dengan meningomilokel lebih buruk.

Hidrosefalus yang tidak diterapi akan menimbulkan gejala sisa,

gangguan neurologis serta kecerdasan. Dari kelompok yang tidak diterapi, 50-

70% akan meninggal karena penyakitnya sendiri atau akibat infeksi berulang,

atau oleh karena aspirasi pneumonia. Namun bila prosesnya berhenti (arrested

hidrosefalus) sekitar 40% anak akan mencapai kecerdasan yang normal (Allan

H. Ropper, 2005).

Pada kelompok yang dioperasi, angka kematian adalah 7%.Setelah

operasi sekitar 51% kasus mencapai fungsi normal dan sekitar 16%

mengalami retardasi mental ringan.Adalah penting sekali anak hidrosefalus

mendapat tindak lanjut jangka panjang dengan kelompok multidisipliner.

(Harsono, 2014)
28

B.  Konsep Asuhan Keperawatanpada Pasien dengan Hidrocefalus

1. Pengkajian

a. Wawancara

1). Data Subjektif          

 Pengertian penyakit oleh keluarga/pasien

 Kemampuan pasien untuk mengerti

 Pernyataan sakit kepala, mual-muntah, kejang

 Pernyataan kepalanya membesar

2). Data Objektif

 Lingkar kepala melebihi normal

 Terjadi peningkatan TIK (mual, muntah, kejang)

 Fortanella/Sutura belum menutup

 Tingkat kesadaran yang bisa diamati adalah gelisah,

disorientasi, lethargi

 Status tanda-tanda vital bervariasi terhadap nadi dan tekanan

darah

b. Riwayat Kesehatan

1). Riwayat trauma sewaktu lahir

2). Riwayat penyakit dahulu, misal: perdarahan sebelum dan sesudah

lahir, infeksi, neoplasma

c. Pemerikasaan fisik

1). Sakit kepala, mual, muntah, kejang


29

2). Penurunan kesadaran yang bisa diamati adalah gelisah,

disorientasi, lethargi

3). Sunset sign pada mata

4). TTV yang bervariasi untuk tiap individu

5). Pembesaran lingkar kepala

d. Pemeriksaan penunjang

1). Pemeriksaan Neurologi, untuk mengetahui status neurologis

pasien, misalnya gangguan kesadaran, motoris/kejang, edema pupil

saraf otak II

2). Pengukuran lingkar kepala, untuk mengetahui Progrestivitas atau

perkembangan lingkar kepala

3). CT Scan, untuk mengetahui adanya kelainan dalam otak dengan

menggunakan radio isotop, radioaktif dan scanner

4). MRI (Magnetic Resonance Imaging), ntuk mengetahui kondisi

patologis otak dan medula spinalis dengan menggunakan teknik

scaning dengan kekuatan magnet untuk membuat bayangan

struktur tubuh

2. Diagnosa Keperawatan

a. Perfusi jaringan cerebral tidak efektif berhubungan dengan

peningkatan volume cairan serebrospinal

b. Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan TIK

c. Resiko infeksi berhubungan dengan pembedahan penempatan shunt


30

d. Ketakutan atau kecemasan berhubungan dengan ancaman terhadap

konsep diri

e. Kurang pengetahuan berhubungan dengan tidak familier dengan

sumber informasi

3. Intervensi Keperawatan (NOC & NIC)

a. Dx I :Perfusi jaringan cerebral tidak efektif berhubungan dengan

peningkatan volume cairan cerebrospinal.

NOC (Status sirkulasi), dengan kriteria hasil :

1). Menunjukkan status sirkulasi ditandai dengan indikator berikut:

 TD sistolik dan diatolik dalam rentang yang diharpkan

 Tidak ada hipotensi otastik

 Tidak ada bising pembuluh darah besar

2). Menunjukkan kemampuan kognitif, ditandai dengan indikator:

 Berkomunikasi dengan jelas dan sesuai dengan usia serta

kepmampuan

 Menunjukkan perhatian, konsentrasi serta orientasi

 Menunjukkan memori jangka lama dan saat ini

 Memproses informasi

 Membuat keputusan dengan benar

Intervensi NIC

1). Pantau hal-hal berikut ini


31

 Tanda – tanda vital

 Sakit kepala

 Tingkat kesadaran dan orientasi

 Diplopia inistagmus, penglihatan kabur, ketajaman penglihatan

 Pemantauan TIK

 Pemantauan TIK dan respon neurologis pasien terhadap

aktivitas perawatan

 Pantau tekanan perfusi jaringan

 Perhatikan perubahan pasien sebagai respon terhadap stimulus

2). Penatalaksanaan sensasi perifer

 Pantau adanya parestes: mati rasa atau adanya rasa kesemutan

 Pantau status cairan termasuk asupan dan haluaran

3). Aktivitas kolaboratif

 Pertahankan parameter termodinamik dalam rentang yang

dianjurkan

 Berikan obat-obatan untuk meningkatkan volume intravaskuler,

sesuai permintaan

 Berikan obat yang menyebabkan Hipertensi untuk

mempertahankan tekanan perfusi serebral sesuai dengan

permintaan

 Tinggikan bagian kepala tempat tidur 0 sampai dengan 45

derajat, bergantung pada kondisi pasien dan permintaan medis

 Berikan loap diuretik dan osmotik, sesuai dengan permintaan.


32

b. Dx II : Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan TIK

NOC :

1). Level nyeri

 Laporan nyeri

 Frekwensi nyeri

 Lamanya nyeri

 Ekspresi wajah terhadap nyeri

 Kegelisahan

 Perubahan TTV

 Perubahan ukuran pupil

2). Kontrol Nyeri

 Menyebutkan faktor penyebab

 Menyebutkan waktu terjadinya nyeri

 Menggunakan analgesik sesuai indikasi

 Menyebutkan gejala nyeri

NIC :

1). Manajemen Nyeri

 Tampilkan pengkajian secara menyeluruh tentang nyeri

termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekwensi, kualitas,

intensitas dan faktor predisposisi nyeri.

 Observasi isyarat non verbal dari ketidaknyamanan, terutama

jika tidak dapat berkomunikasi secara efektif.


33

 Pastikan pasien menerima analgesik yang tepat.

 Tentukan dampak nyeri terhadap kwalitas hidup (misal ; tidur,

aktivitas, dll).

 Evaluasi dengan pasien dan tim kesehatan, efektivitas dari

kontrol nyeri pada masa lalu yang biasa digunakan.

 Kaji pasien dan keluarga untuk mencari dan menyediakan

pendukung.

 Berikan info tentang nyeri, misal; penyebab, berapa lama akan

berakhir dan antisipasi ketidaknyamanan dari prosedur.

 Kontrol faktor lingkungan yang mungkin mempengaruhi

respon pasien untuk ketidaknyamanan (misal : temperatur

rungan cahaya dan kebisingan).

 Ajarkan untuk menggunakan teknik nonfarmokologi (misal :

relaksasi, guided imagery, therapi musik, distraksi, dll).

c. Dx III : Resiko infeksi berhubungan dengan pembedahan penempatan

shutrl

NOC :

1). Kontrol Resiko, Kriteria hasil :

 Dapat memonitor faktor resiko

 Dapat memonitor perilaku individu yang menjadi faktor resiko

 Mengembangkan keefektifan strategi untuk mengendalikan

faktor resiko

 Memodifikasi gaya hidup untuk mengurangi faktor resiko


34

2). Deteksi Resiko, Kritria hasil :

 Mengetahui atau mengungkapkan tanda dan gejala tentang

indikasi resiko.

 Menggunakan sumber untuk menyediakan informasi tentang

resiko potensial.

 Berpartisipasi dalam pemeriksaan.

NIC :

1). Kontrol Infeksi. Aktivitas :

 Gunakan sarung tangn steril

 Pelihara lingkungan yang tetap aseptik.

 Batasi pengunjung

 Beritahu pasien dan keluarga tentang tanda dan gejala infeksi

dan jika terjadi infeksi laporkan kepada petugas kesehatan.

 Anjurkan intake nutrisi yang baik.

2). Identifikasi Resiko.Aktivitas :

 Identifikasi pasien dengan kebutuhan perawatan secara

berkelanjutan

 Menentukan sumber yang finansial.

 Identifikasi sumber agen penyakit untuk mengurangi faktor

resiko.

 Tentukan pelaksanaan dengan treatment medis dan perawatan.

d. Dx IV : Ketakutan atau kecemasan berhubungan dengan ancaman

terhadap konsep diri


35

NOC:

1). Anxiety control

 Monitor intensitas dari cemas

 Mencari informasi untuk menurunkan cemas

 Gunakan teknik relaksasi untuk menurunkan cemas

 Melakukan hubungan sosial untuk memusatkan konsentrasi

 Kontrol respon cemas

2). Coping

 Identifikasi pola koping yang efektif

 Identifikasi pola koping yang tidak efektif

 Kontrol cara pasien dalam mengungkapkan perasaannya

dengan kata – kata

 Laporkan penurunan stress

 Pakai perilaku untuk penurunan stress

NIC

1). penurunan cemas

 ciptakan lingkungan yang tenang untuk mengurangi cemas

 menyediakan informasi yang benar dan jelas tentang diagnosis

dan program perawatan yang diberikan

 kaji penyebab kecemasan pasien

 anjurkan keluarga untuk mendampingi pasien guna mengurangi

kecemasan
36

 identifikasi perubahan tingkat kecemasan pasien

2). teknik ketenangan

 pertahankan kontak mata dengan pasien

 duduk dan berbincang – bincang dengan pasien

 ciptakan suasana yang tenang

 gunakan teknik distraksi

 berikan obat anti cemas

 instruksikan pasien dengan metoda decrease anxiety

(menguurangi cemas)

e. Dx V: Kurang pengetahuan berhubungan dengan tidak familier dengan

sumber informasi.

NOC :

1). Knowledge : Disease Process (1803)

 Kenalkan dengan nama penyakit

 Gambarkan dari proses penyakit

 Jelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi penyakit

 Jelaskan faktor resiko

 Jelaskan efek dari penyakit

 Jelaskan tanda dan gejala

2). Knowledga Illness care (1824

 Proses penyakit

 Pengendalian infeksi
37

 Pengobatan

 Prosedur pengobatan

 Perawatan terhadap penyakit

NIC :

1). Teaching Disease Process. Aktifitas :

 Jelaskan patofisiologi penyakit

 Jelaskan tanda dan gejala dari penyait

 Jelaskan proses penyakit

 Identifikasi kemungkinan penyebab penyakit

 Diskusikan pilihan perawatan

2). Teaching : Prosedur / Treatment. Aktifitas :

 Informasikan kepada pasien kapan dan dimana prosedur

perawatan     dilakukan

 Informasikan kepada pasien tentang berapa lama prosedur

dilakukan

 Jelaskan tujuan dari prosedur / perawatan

 Gambarkan aktifitas sebelum prosedur dilakukan

 Jelaskan prosedur tindakan


38

4. PELAKSANAAN

   Pelaksanaan asuhan keperawatan merupakan realisasi dari pada

rencana tindakan keperawatan yang telah  di tetapkan meliputi tindakan

independent, dependent, interdependent, pada pelaksanaan terdiri dari

beberapa kegiatan validasi, rencana keperawatan, mendokumentasi renca

keperawatan, memberikan asuhan keperawatan dan pengumpulan data. (Susan

Martin, 2007).

5. EVALUASI

Evaluasi merupakan tahap akhir dari suatu proses keperawatan yang

merupakan perbandingan yang sistematis dan terencana (Efendi, 2007).


39

BAB III
LAPORAN KASUS

Pada bab ini penulis akan menguraikan hasil dari asuhan keperawatan

yang dimulai dari pengkajian, perumusan diagnosa keperawatan, perencanaan,

implementasi sampai dengan evaluasi pada Ny. K dengan diagnosa medis

Hidrosefalus/Edema Serebri yang dirawat di Ruang Angsoka RSUD A. W.

Sjahranei Samarinda mulai dari tanggal 22 Juni 2018 sampai dengan tanggal 28

Juni 2018.

A. PENGKAJIAN

Pada tahap pengkajian, penulis mengumpulkan data dengan cara

wawancara kepada klien dan keluarganya, observasi, melihat catatan medik

dan pemeriksaan fisik yang dilakukan pada Ny. K dengan diagnosa medis

Hidrosefalus/Edema Serebri yang dirawat di Ruang Angsoka RSUD A. W.

Sjahranie Samarinda mulai dari tanggal 22 Juni 2018 sampai dengan tanggal

28 Juni 2018.

1. Biodata

Pasien Ny. K, jenis kelamin perempuan, berusia 57 tahun, menikah,

pekerjaan swasta (berdagang), dan beragama Islam. Pendidikan terakhir

pasien adalah Sekolah Dasar.Pasien beralamat di Jl. Sultan Hasanuddin


40

Bontang.Diagnosa Medis pasien adalah Hidrosefalus/Edema Serebri.Klien

masuk Rumah Sakit tanggal 22 Juni 2018 dan pengkajian pada pasien

dilakukan pada tanggal 28 Juni 2018.

2. Riwayat Kesehatan Klien

a. Keluhan utama

Keluhan utama saat dikaji pada tanggal 26 juni 2018 WITA

adalah klien mengalami kelemahan pada anggota badan sebelah kirinya.

b. Riwayat penyakit sekarang

Adapun riwayat penyakit sekarang, yaitu klien masuk Rumah

Sakit karena jatuh di rumahnya dan tidak sadarkan diri.Klien masuk

rumah sakit pada tanggal 22 Juni 2018, dan pada pemeriksaan fisik

ditketahui bahwa klien mengalami Juni 2018.

c. Riwayat penyakit dahulu

Keluarga pasien mengatakan bahwa klien tidak pernah dirawat

di rumah sakit.Keluarga pasien juga mengatakan bahwa pasien hanya

berobat di puskesmas saja.

d. Riwayat penyakit keluarga

Keluarga pasien mengatakan bahwa klien mempunyai riwayat

penyakit tekanan darah tinggi.

3. Pola Aktivitas Sehari-Hari

a. Pola Tidur/Istirahat
41

Klien mengatakan selama di rumah, klien tidur mulai dari pukul

22.00 WITA hingga pukul 05.00 WITA dan jarang tidur siang.Dan

selama di Rumah Sakit, klien mengalami penurunan kesadaran.

b. Pola Eliminasi

Keluarga mengatakan bahwa jika di rumah, klien BAB kurang

lebih satu kali dalam sehari, yaitu pada pagi hari. Dan juga BAK empat

hingga lima kali dalam sehari. Selama di Rumah Sakit, klien terpasang

kateter untuk kegiatan buang air kecilnya.

c. Pola makan dan minum

Di rumah, Keluarga mengatakan selera makan baik, mempunyai

pola makan tiga kali sehari dengan menu nasi, sayur, dan lauk

pauk.Klien terbiasa dengan porsi sedang.Dan klien minum air kurang

lebih delapan hingga sepuluh gelas perhari. Selama di rumah sakit,

klien makan melalui NGT.

d. Personal Higiene

Di rumah, klien mandi tiga kali sehari dengan memakai sabun

dan mencuci rambut sekali dalam sehari dengan menggunakan

shampo.Oral hygiene 2 kali sehari, pagi dan menjelang tidur serta ganti

baju 2 kali sehari, pagi dan sore hari. Sedangkan di RS, Keluarga klien

mengatakan klien mandi dengan cara diseka.

Data Psikososial
42

Keluarga pasien menjelaskan bahwa sebelum sakit, pasien adalah

orang yang terbuka dan selalu berbagi cerita dengan keluarganya.Orang

yang paling dengan pasien adalah suami pasien.Pasien dan keluarga

menggunakan waktu senggang dengan menonton TV saja di rumah.Pasien

akrab dengan tetangganya dan selalu bertegur sapa dengan tetangganya di

rumah.Hubungan dengan tetangga baik hal ini ditunjukkan dengan

banyaknya orang yang menjenguk pasien saat dirawat di rumah sakit.

Sejak masuk rumah sakit, klien mengalami penurunan kesadaran

sehingga tidak bisa berkomunikasi baik dengan keluarga maupun dengan

orang lain. Dampak dirawat di rumah sakit adalah pasien tidak dapat

melaksanakan kegiatan sehari-hari dan tidak bisa berkumpul dengan

keluarga di rumah.Orang terdekat yang bisa dihubungi adalah suami klien.

4. Pemeriksaan Fisik (Inspeksi, Palpasi, Perkusi, Auskultasi)

a. Keadaan umum

Keadaan umum klien sedang, dengan GCS E2V1M3.Keluarga

klien mengatakan klien dalam kondisi tidak sadar.

b. Tanda-tanda vital :

Pada pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan tekanan darah

170/120 mmHg, denyut nadi 88 kali/menit, pernapasan 20 kali/menit,

suhu badan 37,50 C.

c. Kepala
43

Rambut berwarna hitam dengan uban, rambut bersih ttidak

berketombe, agak berbau.Pada kulit kepala tidak ditemukan adanya lesi,

cukup bersih, dan terdapat luka jahitan pada bagian parietal kanan

sepanjang kurang.Tidak ditemukan "Finger print" pada daerah dahi.

Pada konjungtiva mata berwarna merah segar, tidak ada peradangan,

sklera berwarna putih, tidak ada udema pada daerah palpebrae, pupil

anisokor. Pada pemeriksaan daerah telinga, cahaya politzer ada pada

telinga kiri dan kanan, daun telinga simetris, pada telinga kanan terlihat

sedikit serumen, tidak ada nanah maupun tanda-tanda peradangan dari

mukosa telinga.Pada mulut, tidak ada peradangan mukosa, tidak ada

sariawan, tidak ada carries. Gigi kotor dan berbau, mukosa bibir

lembab, tidak ada tanda sianosis dan berwarna merah gelap.Pada

pemeriksaan hidung, tidak ada pernapasan cuping hidung, dan tidak ada

pengeluaran sekret yang berlebihan.

d. Leher.

Pada bagian leher tidak ditemukan adanya pembesaran kelenjar

tirod dan kelenjar getah bening.

e. Dada

Pada pemeriksaan dada, bentuk datar, simetris, pernapasan

vesuler dengan irama teratur, tidak ada retraksi rongga dada, tidak

terdengar suara napas tambahan, BJ I terdengar diantara ICS 2 dan 3

Linea Sternalis kiri dan kanan, BJ II terdengar pada ICS 4 dan 5 daerah
44

Linea Medio Klavikularis kanan, pekak pada daerah jantung dan hepar,

serta sonor pada paru.

f. Abdomen.

Bentuk abdomen datar, bising usus 10 x permenit, tidak ada

pembesaran massa abdomen, tidak ada pembesaran hepar, dan timpani

pada perkusi.

g. Genetalia

Terpasang kateter urine.

h. Tungkai

Tidak ditemukan udema pada tungkai kiri maupun kanan,

simetris.Tonus otot tidak bisa dikaji karena penurunan

kesadaran.Keluarga klien mengatakan klien hanya terbaring di atas

tempat tidur.

i. Punggung

Pada daerah punggung teraba hangat, tidak ditemukan lesi.

j. Lengan

Klien tidak mampu menggerakkan lengan kiri dan kaki

kirinya.Terpasang infus pada lengan kiri klien RL : 20 tetes permenit.

Cappilary Refilling kembali dengan segera.

k. Kulit

Turgor kulit elastis, tidak ada lesi, tidak ada tanda sianosis, agak

kotor dan berminyak.

5. Pemeriksaan Penunjang
45

Klien mendapatkan pemeriksaan penunjang, yaitu pemeriksaan

Laboratorium , sebagai berikut :

6. Penatalaksaan

Pata tanggal 28 Juni 2018, klien mendapatkan infus RL 20

tetes/menit, obat injeksi Ceftriaxon 3 x 1 gram, Dexametason 3 x 1 ampul,

Ranitidin 3 x 1 ampul,Antrain 3 x 1ampul.

7. Data Fokus

a. Data Subyektif

 Keluarga klien mengatakan klien dalam kondisi tidak sadar.

 Keluarga klien mengatakan klien mandi dengan cara diseka.

 Keluarga klien mengatakan klien hanya terbaring di atas tempat

tidur.

b. Data Objektif

 Klien hanya terbaring di atas tempat tidur

 GCS E2V1M3

B. ANALISA DATA

1. Pengelompokkan data I, tanggal 28 Juni 2018.


46

a. Data Subyektif

 Keluarga klien mengatakan klien dalam kondisi tidak sadar.

 Keluarga klien mengatakan klien hanya terbaring di atas tempat

tidur.

b. Data Objektif

 Klien hanya terbaring di atas tempat tidur

 GCS E2V1M3

c. Masalah : Gangguan mobilitas fisik

d. Penyebab : gangguan neuromuscular

2. Pengelompokkan data II, tanggal 28 Juni 2018.

a. Data Subyektif

 Keluarga klien mengatakan klien dalam kondisi tidak sadar.

 Keluarga klien mengatakan klien mandi dengan cara diseka.

 Keluarga klien mengatakan klien hanya terbaring di atas tempat

tidur.

b. Data Objektif

 Klien hanya terbaring di atas tempat tidur

 GCS E2V1M3

c. Masalah : Defisit Perawatan Diri

d. Penyebab : gangguan Neuromuskular

3. Pengelompokkan data III, tanggal 28 Juni 2018.

a. Data Subyektif
47

 Keluarga klien mengatakan klien dalam kondisi tidak sadar.

 Keluarga klien mengatakan klien hanya terbaring di atas tempat

tidur.

b. Data Objektif

 Klien hanya terbaring di atas tempat tidur

 GCS E2V1M3

c. Masalah : Resiko Gangguan integritas kulit

d. Penyebab : penurunan mobilitas

C. Diagnosa Keperawatan

1. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuscular

(D.0054 SDKI)

2. Defisit Perawatan Diri berhubungan dengan gangguan Neuromuskular

(D.0109 SDKI).

3. Resiko Gangguan integritas kulit berhubungan dengan penurunan

mobilitas (D.0139 SDKI).


48

D. Perencanaan

No Diagnosa Kriteria Hasil Intervensi Paraf


Keperawatan
1. Diagnosa Setelah dilakukan 1.1. Monitoring TTV
Keperawatan :
Gangguan tindakan keperawatan sebelum / setelah latihan
mobilitas fisik
berhubungan selama 3 x 24 jam, ROM
dengan
gangguan gangguan mobilitas 1.2. Konsultasikan dengan
neuromuscular.
DS : fisik teratasi dengan fisioterapi tentang rencana
 Keluarga
klien kriteria hasil : ambulasi sesuai
mengataka
n klien  Aktivitas fisik kebutuhan.
dalam
kondisi klien meningkat. 1.3. Ajarkan keluarga tentang
tidak sadar.
 Keluarga  Klien mampu tehnik ambulasi
klien
mengatakan berpindah tempat 1.4. Kaji kemampuan klian
klien mandi
dengan cara secara mandiri dalam melakukan
diseka.
 Keluarga  Klien ambulasi
klien
mengatakan menggunakan alat 1.5. Kaji kemampuan klian
klien hanya
terbaring di bantu untuk dalam melakukan
atas tempat
tidur. mobilisasi m ambulasi
49

1.6. Berikan alat bantu jika


DO
 Klien hanya klien memerlukan
terbaring di
tempat tidur 1.7. Ajarkan keluarga untuk
 GCS E2V1M3
mengubah posisi klien

2.

Defisit Setelah dilakukan


Perawatan Diri
berhubungan tindakan keperawatan
dengan 2.1. Monitoring kemampuan
gangguan selama 3 x 24 jam,
Neuromuskular klien untuk perawatan diri
DS : deficit perawatan diri
 Keluarga klien 2.2. Monitoring kebutuhan
teratasi dengan kriteria
mengatakan klien untuk alat-alat bentu
hasil
klien dalam kebersihan diri, berpakaian,
 Klien terbebas
kondisi tidak berhias, toileting dan
dari bau badan..
sadar. makan.
 Klien tampak 2.3. Sediakan bantuan sampai
 Keluarga klien
segar klien mampu secara utuh
mengatakan
 Klien dapat untuk melakukan self care.
klien mandi
melakukan ADLS 2.4. Dorong klien untuk
dengan cara
dengan bantuan melakukan aktivitas sehari-
diseka.

 Keluarga klien hari sesuai dengan

mengatakan kemampuan yang dimiliki.

klien hanya 2.5. Dorong untuk melakukan

aktivitas secara mandiri,


50

terbaring di tapi beri bantuan ketika

atas tempat klien tidak mampu

DO : melakukannya.

 Klien hanya 2.6. Ajarkan keluarga untuk

terbaring di mendorong kemandirian,

atas tempat dan berikan bantuan hanya

tidur jika klien tidak mampu

 GCS E2V1M3 untuk melakukannya

2.7. Berikan aktivitas rutin

sehari-hari sesuai

kemampuan

2.8. Kolaborasikan dengan

keluarga klien dalam

pemenuhan ADLS klien.


51

3.

Setelah dilakukan

Resiko tindakan keperawatan


Gangguan
integritas kulit selama 3 x 24 jam, 1.1. Anjurkan kepada keluarga
berhubungan
dengan gangguan integritas untuk memberikan pakaian
penurunan
mobilitas kulit tidak terjadi, yang longgar.
DS
 Keluarga dengan kriteria hasil : 1.2. Hindari kerutan pada
klien
mengatakan  Integritas kulit yang tempat tidur.
klien dalam
kondisi tidak baik bisa 1.3. Jaga kebersihan kulit agar
sadar.
 Keluarga dipertahankan tetap bersih dan kering
klien
mengatakan 1.4. Mobilisasi pasien setiap 2
 Melaporkan adanya
klien hanya
terbaring di jam sekali.
gangguan sensasi
atas tempat
tidur. 1.5. Monitor tanda kemerahan
pada daerah kulit
DO
 Klien hanya pada kulit.
yang mengalami
terbaring di
atas tempat 1.6. Oleskan lotion/baby oil
gangguan
tidur
 GCS E2V1M3 pada daerah yang tertekan.
 Klien menggunakan
1.7. Monitor aktivitas dan
alat bantu untuk
mobilitas pasien
mobilisasi
1.8. Monitor status nutrisi

pasien

1.9. Memandikan pasien


52

dengan sabun dan air

hangat

1.10. Inspeksi kulit terutama

pada tulang-tulang yang

menonjol.

1.11. Jaga kebersihan alat

tenun

1.12. Kolaborasi dengan ahli

gizi untuk pemberian

nutrisi tinggi protein,

mineral dan vitamin.

1.13. Monitor kadar albumin.


53

E. Implementasi

2. Diagnosa Keperawatan : Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan

gangguan neuromuscular (D.0054 SDKI)

Tanggal 26 Juni 2018

Pukul 09.00 Wita.

 Monitoring TTV (TD 160/120 mmHg)

 Kaji kemampuan klian dalam melakukan ambulasi (klien memerlukan

bantuan orang lain)

Pukul 14.00 Wita

 Ajarkan keluarga untuk mengubah posisi klien setiap 2 jam.

Tanggal 29 Juni 2018

Pukul 07.30 Wita

 Monitoring TTV (TD 160/110 mmHg)

 Ajarkan keluarga tentang tehnik ambulasi

Pukul 11.00 Wita

 Kaji kemampuan klian dalam melakukan ambulasi

 Damping dan bantu klien saat mobilisasi

Tanggal 30 Juni 2018

Pukul 07.30 Wita

 Monitoring TTV (TD 170/110 mmHg)


54

 Kaji kemampuan klian dalam melakukan ambulasi

 Damping dan bantu klien saat mobilisasi

Pukul 13.00 Wita

 Kaji kemampuan klian dalam melakukan ambulasi

3. Diagnosa Keperawatan :Defisit Perawatan Diri berhubungan dengan

gangguan Neuromuskular (D.0109 SDKI).

Tanggal 28 Juni 2018

Pukul 08.30 Wita

 Monitoring kemampuan klien untuk perawatan diri

 Sediakan bantuan sampai klien mampu secara utuh untuk melakukan

self care.

Pukul 16.00 Wita

 Kolaborasikan dengan keluarga klien dalam pemenuhan ADLS klien

(meyeka pasien)

Tanggal 29 Juni 2018

Pukul 07.30 Wita

 Monitoring kemampuan klien untuk perawatan diri

 Monitoring kebutuhan klien untuk alat-alat bentu kebersihan diri,

berpakaian, berhias, toileting dan makan.

Pukul 17.00 Wita


55

 Sediakan bantuan sampai klien mampu secara utuh untuk melakukan

self care.

 Dorong untuk melakukan aktivitas secara mandiri, tapi beri bantuan

ketika klien tidak mampu melakukannya.

Tanggal 30 Juni 2018

Pukul 07.30 Wita

 Monitoring kemampuan klien untuk perawatan diri

 Sediakan bantuan sampai klien mampu secara utuh untuk melakukan

self care.

Pukul 16.00 Wita

 Dorong klien untuk melakukan aktivitas sehari-hari sesuai dengan

kemampuan yang dimiliki.

 Ajarkan keluarga untuk mendorong kemandirian, dan berikan bantuan

 Kolaborasikan dengan keluarga klien dalam pemenuhan ADLS klien.

4. Diagnosa Keperawatan :Resiko Gangguan integritas kulit berhubungan

dengan peurunan mobilitas (D.0139 SDKI).

Tanggal 28 Juni 2018

Pukul 08.30 Wita

 Monitor tanda kemerahan pada kulit.

 Monitor aktivitas dan mobilitas pasien

 Monitor status nutrisi pasien


56

 Inspeksi kulit terutama pada tulang-tulang yang menonjol.

Pukul 16.00 Wita

 Memandikan pasien dengan sabun dan air hangat

 Oleskan lotion/baby oil pada daerah yang tertekan.

Tanggal 29 Juni 2018

Pukul 07.30 Wita

 Anjurkan kepada keluarga untuk memberikan pakaian yang longgar.

 Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering

 Mobilisasi pasien setiap 2 jam sekali.

Pukul 11.30 Wita

 Monitor tanda kemerahan pada kulit.

 Oleskan lotion/baby oil pada daerah yang tertekan.

Pukul 15.30 Wita

 Monitor status nutrisi pasien

 Monitor kadar albumin.

Tanggal 30 Juni 2018

Pukul 07.30 Wita

 Inspeksi kulit terutama pada tulang-tulang yang menonjol.

 Anjurkan kepada keluarga untuk memberikan pakaian yang longgar.

 Monitor tanda kemerahan pada kulit.

Pukul 13.30 Wita


57

 Monitor aktivitas dan mobilitas pasien

 Monitor status nutrisi pasien

Pukul 16.00 Wita

 Memandikan pasien dengan sabun dan air hangat

 Jaga kebersihan alat tenun


58

F. Evaluasi

Tanggal Dx Evaluasi Paraf


28 juni I S :Keluarga mengatakan tidak ada peningkatan
2018
aktivitas

O : GCS E2V1M3.

A : Masalah klien belum teratasi.

P : Lanjutkan rencana tindakan

1.1. Monitoring TTV sebelum / setelah latihan ROM

1.2. Konsultasikan dengan fisioterapi tentang

rencana ambulasi sesuai kebutuhan.

1.3. Ajarkan keluarga tentang tehnik ambulasi

1.4. Kaji kemampuan klian dalam melakukan

ambulasi

1.5. Kaji kemampuan klian dalam melakukan

ambulasi

1.6. Berikan alat bantu jika klien memerlukan

1.7. Ajarkan keluarga untuk mengubah posisi klien

II S : Keluarga mengatakan klien segar dan wangi.


59

O :Klien terlihat lebih segar.

A : Masalah klien teratasi.

P :Pertahankan tindakan pemenuhan ADLS pada

pasien !

III S : Keluarga tidak ada luka pada bagian punggung

klien.

O :Tidak ada tanda kemerahan.

A : Masalah klien tidak terjadi.

P : Lanjutkan rencana tindakan 3.a s.d 3.m !

1.1. Anjurkan kepada keluarga untuk memberikan

pakaian yang longgar.

1.2. Hindari kerutan pada tempat tidur.

1.3. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan

kering

1.4. Mobilisasi pasien setiap 2 jam sekali.

1.5. Monitor tanda kemerahan pada kulit.

1.6. Oleskan lotion/baby oil pada daerah yang

tertekan.

1.7. Monitor aktivitas dan mobilitas pasien

1.8. Monitor status nutrisi pasien

1.9. Memandikan pasien dengan sabun dan air


60

hangat

1.10. Inspeksi kulit terutama pada tulang-tulang yang

menonjol.

1.11. Jaga kebersihan alat tenun

1.12. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk pemberian

nutrisi tinggi protein, mineral dan vitamin.

1.13. Monitor kadar albumin.


29 juni
2018 I

S :Keluarga mengatakan tidak ada peningkatan

aktivitas

O : GCS E2V1M3.

A : Masalah klien belum teratasi.

P : Lanjutkan rencana tindakan

1.8. Monitoring TTV sebelum / setelah latihan ROM

1.9. Konsultasikan dengan fisioterapi tentang

rencana ambulasi sesuai kebutuhan.

1.10. Ajarkan keluarga tentang tehnik ambulasi

1.11. Kaji kemampuan klian dalam melakukan

ambulasi

1.12. Kaji kemampuan klian dalam melakukan

ambulasi

1.13. Berikan alat bantu jika klien memerlukan

II 1.14. Ajarkan keluarga untuk mengubah posisi klien


61

S : Keluarga mengatakan klien segar dan wangi.

O :Klien terlihat lebih segar.

A : Masalah klien teratasi.

III P :Pertahankan tindakan pemenuhan ADLS pada

pasien !

S : Keluarga tidak ada luka pada bagian punggung

klien.

O :Tidak ada tanda kemerahan.

A : Masalah klien tidak terjadi.

P : Lanjutkan rencana tindakan 3.a s.d 3.m !

3.1. Anjurkan kepada keluarga untuk memberikan

pakaian yang longgar.

3.2. Hindari kerutan pada tempat tidur.

3.3. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan

kering

3.4. Mobilisasi pasien setiap 2 jam sekali.

3.5. Monitor tanda kemerahan pada kulit.

3.6. Oleskan lotion/baby oil pada daerah yang

tertekan.

3.7. Monitor aktivitas dan mobilitas pasien

3.8. Monitor status nutrisi pasien


62

3.9. Memandikan pasien dengan sabun dan air

hangat

3.10. Inspeksi kulit terutama pada tulang-tulang yang


30 Juni
I menonjol.
2018
3.11. Jaga kebersihan alat tenun

3.12. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk pemberian

nutrisi tinggi protein, mineral dan vitamin.

3.13. Monitor kadar albumin.

S :Keluarga mengatakan tidak ada peningkatan

aktivitas

O : GCS E2V1M3.

A : Masalah klien belum teratasi.

P : Lanjutkan rencana tindakan

1.15. Monitoring TTV sebelum / setelah latihan ROM

1.16. Konsultasikan dengan fisioterapi tentang

rencana ambulasi sesuai kebutuhan.

1.17. Ajarkan keluarga tentang tehnik ambulasi

1.18. Kaji kemampuan klian dalam melakukan

II ambulasi

1.19. Kaji kemampuan klian dalam melakukan

ambulasi

1.20. Berikan alat bantu jika klien memerlukan

1.21. Ajarkan keluarga untuk mengubah posisi klien


63

III
S : Keluarga mengatakan klien segar dan wangi.

O :Klien terlihat lebih segar.

A : Masalah klien teratasi.

P :Pertahankan tindakan pemenuhan ADLS pada

pasien !

S : Keluarga tidak ada luka pada bagian punggung

klien.

O :Tidak ada tanda kemerahan.

A : Masalah klien tidak terjadi.

P : Lanjutkan rencana tindakan 3.a s.d 3.m !

3.1. Anjurkan kepada keluarga untuk memberikan

pakaian yang longgar.

3.2. Hindari kerutan pada tempat tidur.

3.3. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan

kering

3.4. Mobilisasi pasien setiap 2 jam sekali.

3.5. Monitor tanda kemerahan pada kulit.

3.6. Oleskan lotion/baby oil pada daerah yang

tertekan.

3.7. Monitor aktivitas dan mobilitas pasien

3.8. Monitor status nutrisi pasien


64

3.9. Memandikan pasien dengan sabun dan air

hangat

3.10. Inspeksi kulit terutama pada tulang-tulang yang

menonjol.

3.11. Jaga kebersihan alat tenun

3.12. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk pemberian

nutrisi tinggi protein, mineral dan vitamin.

3.13. Monitor kadar albumin.

BAB IV

PEMBAHASAN
65

Pada bab ini akan diuraikan tentang penerapan dari asuhan keperawatan

pada Ny. K dengan Hidrosefalus yang rawat inap di ruang Angsoka RSU A.W.

Syahrani Samarinda dan akan dijelaskan sejauh mana kesesuaiannya dengan teori

yang ada. Pada Bab ini juga akan dibahas mengenai penyelesaian dari

kesenjangan yang didapatkan oleh Penulis.

A. Pengkajian

Dari hasil data-data fokus yang diperoleh, ternyata ditemukan adanya

kesenjangan antara aplikasi dan teori yang ada.

Setelah pengkajian dilakukan, selanjutnya data dikumpulkan dalam

bentuk data fokus dan dianalisa sehingga kemudian dapat ditentukan prioritas

masalah yang dihadapi klien. Pada prioritas diagnosa keperawatan, Penulis

menempatkan masalah gangguan mobilitas fisik sebagai masalah utama

karena didasarkan pada kenyataan yang terjadi di lapangan.

B. Diagnosa Keperawatan

Dari hasil analisa data yang dilakukan, Penulis menemukan tiga

diagnosa keperawatan yang dapat ditegakkan berdasarkan hasil analisis data-

data yang diperoleh, yaitu :Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan

gangguan neuromuscular (D.0054 SDKI), Defisit Perawatan Diri berhubungan

dengan gangguan Neuromuskular (D.0109 SDKI), dan Resiko Gangguan


58
integritas kulit berhubungan dengan penurunan mobilitas (D.0139 SDKI).
66

Penulis tidak menemukan satupun dari lima diagnose yang ada pada

teori dikarenakan tidak ada data yang mendukung untuk ditegakkannya

diagnose-diagnosa tersebut. Kelima diagnosa yang tidak ditemukan tersebut

antara lain :

1. Perfusi jaringan cerebral tidak efektif berhubungan dengan peningkatan

volume cairan serebrospinal.

Perfusi jaringan berhubungan dengan peningkatan volume cairan

secebrospinalis tidak diangkat dikarenakan pada klien telah dilakukan

tindakan pemasangan drain yang berarti cairan sudah dapat dialirkan ke

dalam rongga abdomen.

2. Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan TIK.

Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan TIK tidak dapat diangkat

karena tidak ada data verbal dari klien yang mendukung untuk dapat

ditegakkannya diagnose tersebut.

3. Resiko infeksi berhubungan dengan pembedahan penempatan shunt.

Resiko infeksi berhubungan dengan pembedahan penempatan shunt

juga belum dapat diangkat dikarenakan pada klien baru saja dilakukan

operasi sehingga lamanya pemasangan perban pada luka operasi belum

menjadi factor yang mengkhawatirkan untuk terjadinya sebuah infeksi pada

luka operasi.

4. Ketakutan atau kecemasan berhubungan dengan ancaman terhadap konsep

diri.
67

Ketakutan atau kecemasan berhubungan dengan ancaman terhadap

konsep diritidak dapat diangkat karena tidak ada data verbal ataupun tanda-

tanda dari klien yang mendukung untuk dapat ditegakkannya diagnose

tersebut.

5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan tidak familier dengan sumber

informasi.

Diagnosa kurang pengetahuan berhubungan dengan tidak familier

dengan sumber informasi juga tidak dapat diangkat dikarenakan gangguan

verbal yang dialami klien akibat penurunan kesadaran yang menyebabkan

data yang menunjng tidak dapat ditemukan.

C. Perencanaan

Perencanaan merupakan tahap penting dalam asuhan keperawatan,

karena akan menentukan keberhasilan dari pelayanan yang diberikan.

Perencanaan keperawatan yang disusun oleh Penulis sesuai dengan teori yang

ada dengan berdasarkan pada permasalahan keperawatan yang ditemukan pada

Ny. K. Untuk perencanaan keperawatan yang disusun oleh Penulis didasarkan

pada diagnosa yang muncul serta sarana dan prasarana yang ada.

D. Implementasi
68

Pada tahap ini, Penulis berusaha melaksanakan asuhan keperawatan

sesuai dengan rencana yang telah disusun. Tindakan yang banyak dilakukan

pada Ny. K adalah berupa tindakan mandiri perawat dan kolaborasi dengan tim

kesehatan lain yang bersangkutan (ahli gizi, dokter, ahli fisioterapi, dll).

Dalam mengatasi permasalahan yang dialami klien, perlu adanya

komunikasi yang baik dengan keluarga klien, perawat maupun tim kesehatan

lainnya yang berkompeten terhadap upaya peningkatan kesehatan klien.

Dalam pelaksanaan tindakan keperawatan, Penulis menemukan

beberapa faktor penunjang, diantaranya adalah respon keluarga yang terbuka

dan kooperatif, klien berpartisipasi aktif dalam tindakan keperawatan, serta

tanggapan yang baik dari dokter dan perawat ruangan kepada penulis atas

pertanyaan mengenai hal-hal yang berhubungan dengan klien.

Adapun kesulitan yang penulis temui pada saat pelaksanaan asuhan

keperawatan antara lain adalah kurangnya fasilitas (sarana dan prasarana) yang

dimiliki oleh rumah sakit, sehingga tindakan yang dilakukan tidak dapat

diupayakan dengan optimal.

E. Evaluasi

Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang

berkesinambungan dan melibatkan klien dan keluarga. Dari jumlah diagnosa

yang muncul, satu diagnosa yang diatasi yaitu diagnose Defisit Perawatan Diri

berhubungan dengan gangguan Neuromuskular (D.0109 SDKI). Satu diagnose

berhasil dicegah agar tidak terjadi yaitu Resiko Gangguan integritas kulit
69

berhubungan dengan penurunan mobilitas (D.0139 SDKI). Dan satu diagnose

yang belum berhasil diatasi yaitu Gangguan mobilitas fisik berhubungan

dengan gangguan neuromuscular (D.0054 SDKI). Hal ini dikarenakan waktu

pemberian asuhan keperawatan yang terbatas dan juga dengan melihat kondisi

klien yang memerlukan asuhan keperawatan dalam jangka waktu yang cukup

lama untuk mencapai hasil yang optimal dengan berkolaboraasi dengan tim

kesehatan lain sehingga semua permasalahan yang ada dapat diatasi dengan

baik. Untuk itu, Penulis melakukan pendelegasian kepada perawat ruangan

dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapi klien, karena terbatasnya

waktu yang dimiliki oleh perawat serta kurangnya sarana dan prasarana yang

ada dalam menerapkan asuhan keperawatan yang berkualitas pada instansi

(rumah sakit) yang bersangkutan.


70

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan.

Setelah menguraikan penerapan asuhan keperawatan pada dan kemudian

melakukan pembahasan, maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai

berikut :

1. Pada penerapan asuhan keprawatan pada Ny. K dengan Hidrosefalus,

mulai tahap pertama hingga tahap terakhir, Penulis menemukan beberapa

faktor penunjang yang antara lain sikap keluarga yang terbuka dan

kooperatif, serta dukungan dari perawat dan dokter ruangan dimana klien

dirawat. Sementara untuk faktor penghambat penulis menemukan adanya

faktor kondisi klien serta kurangnya sarana dan prasarana yang tersedia

dalam melakukan asuhan keperawatan pada klien.

2. Pada dasarnya perawatan klien dengan Hidrosefalus lebih ditekankan pada

penanganan terhadap gangguan perfusi jaringan serebral dengan tidak

meninggalkan perawatan terhadap masalah-masalah lain yang timbul

mengingat sifat gangguan perfusi jaringan serebral dapat meniimbulkan

efek/dampak yang sangat berbahaya bagi klien jika tidak segera diatasi.

3. Ada kesenjangan antara teori yang bersumber dari beberapa literatur

mengenai asuhan keperawatan pada penderita Hidrosefalus dengan

aplikasinya yang disebabkan karena adanya beberapa faktor yang antara


71

lain faktor fasilitas, sarana dan prasarana dalam melakukan asuhan

keperawatan serta kondisi dari klien itu sendiri.

B. Saran – saran

1. Dalam memberikan asuhan keperawatan secara komprehensif pada Ny. K

selain memperhatikan aspek bio, psiko, sosial, budaya, dan spiritual

hendaknya faktor lingkungan, kondisi sarana dan prasarana rumah sakit

juga perlu mendapatkan perhatian khusus guna peningkatan mutu asuhan

keperawatan yang berkwalitas.

2. Untuk mencegah terjadinya komplikasi pada kasus Ny. K sebaiknya

diarahkan pada peningkatan mutu pelayanan kesehatan yang komprehensif

baik pelayanan medis maupun pelayanan keperawatan dengan didukung

oleh sarana dan prasarana yang menunjang pelaksanaan asuhan

keperawatan.

3. Hendaknya diperlukan kerjasama yang baik antara berbagai pihak yang

berkompeten terhadap upaya peningkatan kesehatan klien sehingga setiap

kesulitan atau kesenjangan yang terjadi antara teori dengan praktek di

lapangan dapat segera diatasi dengan metode yang tepat dan ilmiah.
72

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN NY. K. DENGAN HIDROSEFALUS DI RUANG


ANGSOKA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH ABDUL WAHAB SYAHRANIE

Laporan Tugas Akhir

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan

Ujian Akhir Program Diploma III Keperawatan

Jurusan Keperawatan Politeknik Kesehatan Kemenkes Kalimantan Timur

Oleh :

Maswansyah

NIM. P07220117095

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN KALIMANTAN TIMUR

JURUSAN KEPERAWATAN 2018


73

HALAMAN PERSETUJUAN

JUDUL LTA : ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN NY. K


DENGAN HIDROSEFALUS DI RUANG ANGSOKA
RSUD. ABDUL WAHAB SYAHRANIE SAMARINDA.

NAMA : Maswansyah

NIM : P07220117095

JURUSAN : KEPERAWATAN

PROGRAM STUDI : D-III KEPERAWATAN

Laporan Tugas Akhir ini telah diterima dan disetujui untuk diujikan

Samarinda, .............................

Menyetujui,

Pembimbing,

Ns.Wiyadi,S.Kep.,M.Sc

NIP. 196803151991021002
74

J. Tindakan Keperawatan

Tanggal/ Implementasi Evaluasi Tindakan Paraf


jam
28 Juni
2018

09:30  Monitoring TTV (TD Ds;klien mengatakan nafas


masih sesak
160/120 mmHg) Do:-Dispnea
-RR 25 x/menit
 Kaji kemampuan klian -irama nafas teratur
-klien terlihat sesak
dalam melakukan
09:00 Ds: -
ambulasi (klien Do:-TD 110/70 mmhg
-RR 25 /menit
memerlukan bantuan -Nadi 85 x/menit
-Temp 36,5ºc
10:00 orang lain)
Ds:-klien mengatakan merasa
nyaman dengan posisi
Do:-Klien tampak nyaman
-RR 25 /menit
10:15
Ds:-klien mengatakan bisa
melakukan teknik nafas
dalam dan batuk efektif
Do:-Klien tampak melakukan
teknik nafas dalam dan
10:25
75

batuk efektif
Ds:-
Do:-
10:30

Ds:-
Do:-luka klien tampak kering
dan tidak ada tanda-tanda
infeksi
11:20

Ds:-klien mengatakan terasa


lebih nyaman setelah
relaksasi
Do:-Klien tampak rileks
11:40

Ds:
P-klien mengatakan nyeri
timbul saat bergerak
Q-klien mengatakan nyeri
seperti ditekan
R-klien mengatakan nyeri
di daerah luka WSD
S-klien mengatakan skala
2.6Memberikan obat nyeri “4”
13:00 analgetik(santagesik) T-klien mengatakan nyeri
timbul±5 menit dan timbul
5 s/d 7 x/hari
2.7Mengobservasi tingkat
nyeri setelah pemberian Ds: -
obat Do:-TD 110/70 mmhg
-RR 25 x/menit
-Nadi 83 x/menit
16:00 -Temp 36,3ºc

16:30 Ds: -
Do:-Santagesik 1 tablet

Ds:-klien mengatakan nyeri


berkurang
Do:-Klien tampak rileks
76

Anda mungkin juga menyukai