Anda di halaman 1dari 79

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dikaitkan terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak karena terjadinya gangguan
pertumbuhan otak, sehingga otomatis bila tidak ditangani secara cepat dan tepat akan
menimbulkan gangguan dalam pertumbuhan dan perkembangan yang lebih parah lagi,
bahkan menjadi kasus yang berat dan berakibat fatal, (Darsono : 2005).Hidrosefalus itu
sendiri adalah penimbunan cairan serebrospinal yang berlebihan di dalam
otakHidrosefalus masih merupakan masalah yang sangat penting dalam dunia kesehatan,
terutama bila. Hidrosefalus adalah kelainan patologis otak yang mengakibatkan
bertambahnya cairan serebrospinal dengan atau pernah dengan tekanan intracranial yang
meninggi, sehingga terdapat pelebaran ventrikel (Darsono 2005).Pelebaran ventrikuler ini
akibat ketidakseimbangan antara produksi dan absorbsi cairan serebrospinal. Adanya
kelainan-kelainan tersebut menyebabkan kepala menjadi besar serta terjadi pelebaran
sutura-sutura dan ubun-ubun ( DeVito et al, 2007 ).Secara statistik ditemukan bahwa
dengan penanganan bedah dan penatalaksanaan medis yang baik sekaipun, didapatkan
hanya sekitar 40 % dari penderita hidrosefalus mempunyai kecerdasan yang normal dan
sekitar 60 % mengalami cacat kecerdasan dan fungsi motorik yang bermakna. (Suriadi
dan Yulianti, 2001) Hydrocephalus itu sendiri adalah akumulasi cairan serebro spinal
dalam ventrikel serebral, ruang subaracnoid, ruang subdural (Suriadi dan Yuliani, 2001).

B. Tujuan
1.Tujuan umum

Adapun tujuan umum dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui berbagai hal
yang berhubungan dengan hidrosefalus dan dapat merancang berbagai cara untuk
mengantisipasi masalah serta dapat melakukan asuhan pada kasus hidrosefalus.

2. Tujuan Khusus

1. menjelaskan tentang definisi Hydrocephalus


2. menjelaskan tentang epidemiologi dari hidrosefalus
3. menjelaskan tentang etiologi Hydrocephalus
4. menjelaskan tentang klasifikasi Hydrocephalus
5. menjelaskan tentang patofisiologi dan pathogenesis Hydrocephalus
6. menjelaskan tentang manifestasi Klinis Hydrocephalus
7. menjelaskan tentang pemeriksaan Diagnostik Hydrocephalus
8. menjelaskan tentang penatalaksanaan Hydrocephalus
9. menjelaskan tentang prognosis hidrosefalus
10. menjelaskan tentang asuhan kebidanan Hydrocephalus

1
C. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud tentang definisi Hydrocephalus?


2. Apa yang dimaksud tentang epidemiologi dari hidrosefalus?
3. Bagaimana tentang etiologi Hydrocephalus?
4. Apa saja klasifikasi Hydrocephalus?
5. Bagaimana tentang patofisiologi dan pathogenesis Hydrocephalus?
6. Apa saja tentang manifestasi Klinis Hydrocephalus?
7. Apa saja tentang pemeriksaan Diagnostik Hydrocephalus?
8. Bagaimana tentang penatalaksanaan Hydrocephalus?
9. Apa saja komplikasi Hydrocephalus?
10. Bagaimana tentang prognosis hidrosefalus?
11. Bagaimana tentang asuhan kebidanan Hydrocephalus?

D. Manfaat

2
Bab 2

Tinjauan Materi

A. Definisi

Hidrosefalus adalah kelainan patologis otak yang mengakibatkan bertambahnya cairan


serebrospinal dengan atau pernah dengan tekanan intrakranial yang meninggi, sehingga
terdapat pelebaran ventrikel (Darsono, 2005:209).Hidrocefalus adalah keadaan patologik
otak yang mengakibatkan bertambahnya cairan cerebrospinal dan adanya tekanan
intrakranial (TIK) yang meninggi sehingga terdapat pelebaran ruangan tempat
mengeluarkan likuor (Depkes RI, 1989).

Hydrocephalus berkembang jika aliran serebro spinal terhambat pada tempat sepanjang
perjalanannya, timbulnya hydrocephalus akibat produksi berlebihan cairan serebrospinal
dianggap sebagai proses yang intermitten setelah suatu infeksi atau trauma. Ini dapat
terjadi kelainan yang progresif pada anak – anak yang disebabkan oleh papyloma pleksus
dapat diatasi dengan operasi (Mumenthaler, 1995). Pembagiaan hydrocephalus pada anak
dan bayiHydrocephalus pada anak atau bayi pada dasarnya dibagi menjadi 2 yaitu :

1. Kongenital

Merupakan hydrocphalus yang sudah diderita sejak bayi dilahirkan sehingga pada saat
lahir keadaan otak bayi terbentuk kecil, terdesak oleh banyaknya cairan dalam kepala dan
tingginya tekanan intrakranial sehingga pertumbuhan sel otak terganggu.

2. Non Kongenital

Bayi atau anak mengalaminya pada saat sudah besar dengan penyebabnya yaitu penyakit
– penyakit tertentu misalnya trauma, TBC yang menyerang otak dimana pengobatannya
tidak tuntas.Pada hydrocephalus didapat pertumbuhan otak sudah sempurna, tetapi
kemudian teganggu oleh sebab adanya peninggian tekanan intrakranial sehingga
perbedaan antara hydrocephalus kongenital dan hydrocephalus non kongenital terletak
pad pembentukan otak dan kemungkinan prognosanya.

Berdasarkan letak obstruksi CSF hydrocephalus pada bayi dan anak ini juga dalam 2
bagian, terbagi yaitu;

a. Hydrocephalus Komunikan (kommunucating hydrocephalus),Pada hydrocephalus


Komunikan obstruksinya terdapat pada rongga subarachnoid, sehingga terdapat
aliran bebas CSF dalam sistem ventrikel sampai ke tempat sumbatan.

3
b. Hydricephalus Non komunukan (nonkommunican hydrocephalus),Pada hydrocephalus
nonkomunikan obstruksinya terdapat dalam system ventrikel sehingga menghambat
aliran bebas dari CSF. Biasanya gangguan yang terjadi pada hydrocephalus kongenital
adalah pada sistem ventikel sehingga terjadi bentuk hydrocephalus nonkomunikan.

2.2 Epidemiologi

Insidensi hidrosefalus antara 0,2-4 setiap 1000 kelahiran. Insidensi hidrosefalus


kongenital adalah 0,5-1,8 pada tiap 1000 kelahiran dan 11%-43% disebabkan oleh
stenosis aqueductus serebri. Tidak ada perbedaan bermakna insidensi untuk kedua jenis
kelamin, juga dalam hal perbedaan ras.Hidrosefalus dapat terjadi pada semua umur.Pada
remaja dan dewasa lebih sering disebabkan oleh toksoplasmosis. Hidrosefalus infantil;
46% adalah akibat abnormalitas perkembangan otak, 50% karena perdarahan subaraknoid
dan meningitis, dan kurang dari 4% akibat tumor fossa posterior (Darsono, 2005:211).

2.3 Etiologi

Etiologi Hidrosefalus menurut L.Djoko Listiono (1998 );

1. Sebab-sebab Prenatal

Sebab prenatal merupakan faktor yang bertanggung jawab atas terjadinya hidrosefalus
kongenital yang timbul in- utero ataupun setelah lahir. Seabb-sebab ini mencakup
malformasi ( anomali perkembangan sporadis ), infeksi atau kelainan vaskuler. Pada
sebagian besar pasien banyak yang etiologi tidak dapat diketahui dan untuk ini
diistilahkan sebagai hidrosefalus idiopatik.

2. Sebab-sebab Postnatal

a) Lesi masa menyebabkan peningkatan resistensi aliran liquor serebrospinal dan


kebanyakan tumor berlokasi di fosa posterior.Tumor lain yang menyebabkan hidrosefalus
adalah tumor di daerah mesencephalon. Kista arachnoid dan kista neuroepitalial
merupakn kelompok lesi masa yang menyebabkan aliran gangguan liquor berlokasi di
daerah supraselar atau sekitar foramen magmum.

b) Perdarahan yang disebabkan oleh berbagai kejadian seperti prematur, cedera kepala,
ruptura malformasi vaskuler.

c) Meningitis. Semua meningitis bakterialis dapat menyebabkan hidrosefalus akibat


dari fibrosis leptomeningeal. Hidrosefalus yang terjadi biasanya multi okulasi, hal ini
disebabkan karena keikutsertaan adanya kerusakan jaringan otak

d) Gangguan aliran vena. Biasanya terjadi akibat sumbatan antomis dan fungsional
seperti akhondroplasia dimana terjadi gangguan drainase vena pada basis krani, trombosis
jugularis.

4
Penyebab sumbatan aliran CSF, Penyebab sumbatan aliran CSF yang sering terdapat pada
bayi dan anak – anak. Penyebab penyumbatan aliran CSS yang sering terdapat pada bayi
adalah:

1. Kelainan bawaan

a. Stenosis Aquaductus sylvi

Merupakan penyebab yang paling sering pada bayi/anak (60-90%) Aquaductus dapat
berubah saluran yang buntu sama sekali atau abnormal ialah lebih sempit dari biasanya.
Umumnya gejala Hidrocefalus terlihat sejak lahir/progresif dengan cepat pada bulan-
bulan pertama setelah lahir.

b. Spina bifida dan cranium bifida

Biasanya berhubungan dengan sindrom Arnold-Chiari akibat tertariknya medula spinalis


dengan medula oblongata dan cerebelum, letaknya lebih rendah dan menutupi foramen
magnum sehingga terjadi penyumbatan sebagian/total.

c. Sindrom Dandy-Walker

Merupakan atresia congenital foramen luscha dan mengendie dengan akibat Hidrocefalus
obstruktif dengan pelebran sistem ventrikel terutama ventrikel IV sehingga merupakan
krista yang besar di daerah losa posterior.

d. Kista Arachnoid

Dapat terjadi conginetal membai etiologi menurut usia

e. Anomali Pembuluh Darah

2. Infeksi

Infeksi mengakibatkan perlekatan meningen (selaput otak) sehingga terjadi obliterasi


ruang subarakhnoid,misalnya meningitis.

3) Neoplasma

Hidrosefalus oleh obstruksi mekanik yang dapat terjadi di setiap tempat aliran
CSS.Pengobatannya dalam hal ini di tujukan kepada penyebabnya dan apabila tumor
tidak di angkat, maka dapat di lakukan tindakan paliatif dengan mengalihkan CSS melalui
saluran buatan atau pirau. Pada anak, penyumbatan ventrikel IV atau akuaduktus Sylvii
biasanya suatu glioma yang berasal dari serebelum, penyumbatan bagian depan ventrikel
III disebabkan kraniofaringioma.

4) Perdarahan

5
Perdarahan sebelum dan sesudah lahir dalam otak, dapat menyebabkan fibrosis
leptomeningen terutama pada daerah basal otak, selain penyumbatan yang terjadi akibat
organisasi dari darah itu sendiri (Allan H. Ropper, 2005:360)

2.4 Klasifikasi

Klasifikasi hidrosefalus bergantung pada faktor yang berkaitan dengannya, berdasarkan :

- Gambaran klinis, dikenal hidrosefalus manifes (overt hydrocephalus) dan


hidrosefalus tersembunyi (occult hydrocephalus).

- Waktu pembentukan, dikenal hidrosefalus kongenital dan hidrosefalus akuisita.

- Proses terbentuknya, dikenal hidrosefalus akut dan hidrosefalus kronik.

- Sirkulasi CSS, dikenal hidrosefalus komunikans dan hidrosefalus non


komunikans.

Hidrosefalus interna menunjukkan adanya dilatasi ventrikel, hidrosefalus eksternal


menunjukkan adanya pelebaran rongga subarakhnoid di atas permukaan
korteks.Hidrosefalus obstruktif menjabarkan kasus yang mengalami obstruksi pada aliran
likuor.Berdasarkan gejala, dibagi menjadi hidrosefalus simptomatik dan asimptomatik.
Hidrosefalus arrested menunjukan keadaan dimana faktor-faktor yang menyebabkan
dilatasi ventrikel pada saat tersebut sudah tidak aktif lagi. Hidrosefalus ex-vacuo adalah
sebutan bagi kasus ventrikulomegali yang diakibatkan atrofi otak primer, yang biasanya
terdapat pada orang tua. (Darsono, 2005)

Hidrosephalus pada anak atau bayi pada dasarnya dapat di bagi dua:

1. Kongenital

Merupakan Hidrosephalus yang sudah diderita sejak bayi dilahirkan, sehingga:

a. Pada saat lahir keadaan otak bayi terbentuk kecil.

b. Terdesak oleh banyaknya cairan didalam kepala dan tingginya tekanan intrakranial
sehingga pertumbuhan sel otak terganggu.

2. Didapat

Bayi atau anak mengalaminya pada saat sudah besar, dengan penyebabnya adalah
penyakit-penyakit tertentu misalnya trauma, TBC yang menyerang otak dimana
pengobatannya tidak tuntas.

Pada hidrosefalus di dapat pertumbuhan otak sudah sempurna, tetapi kemudian terganggu
oleh sebab adanya peninggian tekanan intrakranial.Sehingga perbedaan hidrosefalus
kongenital dengan di dapat terletak pada pembentukan otak dan pembentukan otak dan
kemungkinan prognosanya. Berdasarkan letak obstruksi CSS ( Cairan Serbrospinal )
hidrosefalus pada bayi dan anak ini juga terbagi dalam tiga bagian yaitu :

6
1. Hydrocephalus komunikan

Apabila obstruksinya terdapat pada rongga subaracnoid, sehingga terdapat aliran bebas
CSS dalam sistem ventrikel sampai ke tempat sumbatan.Jenis ini tidak terdapat obstruksi
pada aliran CSS tetapi villus arachnoid untuk mengabsorbsi CSS terdapat dalam jumlah
yang sangat sedikit atau malfungsional.Umumnya terdapat pada orang dewasa, biasanya
disebabkan karena dipenuhinya villus arachnoid dengan darah sesudah terjadinya
hemmorhage subarachnoid (klien memperkembangkan tanda dan gejala – gejala
peningkatan ICP).

Jenis ini tidak terdapat obstruksi pada aliran CSS tetapi villus arachnoid untuk
mengabsorbsi CSS terdapat dalam jumlah yang sangat sedikit atau malfungsional.
Umumnya terdapat pada orang dewasa, biasanya disebabkan karena dipenuhinya villus
arachnoid dengan darah sesudah terjadinya hemmorhage subarachnoid (klien
memperkembangkan tanda dan gejala – gejala peningkatan ICP)

2. Hydrocephalus non komunikan

Apabila obstruksinya terdapat terdapat didalam sistem ventrikel sehingga menghambat


aliran bebas dari CSS.Biasanya gangguan yang terjadi pada hidrosefalus kongenital
adalah pada sistem vertikal sehingga terjadi bentuk hidrosefalus non komunikan.Biasanya
diakibatkan obstruksi dalam sistem ventrikuler yang mencegah bersikulasinya CSS.
Kondisi tersebut sering dijumpai pada orang lanjut usia yang berhubungan dengan
malformasi congenital pada system saraf pusat atau diperoleh dari lesi (space occuping
lesion) ataupun bekas luka. Pada klien dewasa dapat terjadi sebagai akibat dari obstruksi
lesi pada sistem ventricular atau bentukan jaringan adhesi atau bekas luka didalam system
di dalam system ventricular. Pada klien dengan garis sutura yang berfungsi atau pada
anak–anak dibawah usia 12–18 bulan dengan tekanan intraranialnya tinggi mencapai
ekstrim, tanda–tanda dan gejala–gejala kenaikan ICP dapat dikenali. Pada anak-anak
yang garis suturanya tidak bergabung terdapat pemisahan / separasi garis sutura dan
pembesaran kepala.

3. Hidrocephalus Bertekan Normal ( Normal Pressure Hidrocephalus )

Di tandai pembesaran sister basilar dan fentrikel disertai dengan kompresi jaringan
serebral, dapat terjadi atrofi serebral. Tekanan intrakranial biasanya normal, gejala –
gejala dan tanda – tanda lainnya meliputi ; dimentia, ataxic gait, incontinentia urine.
Kelainan ini berhubungan dengan cedera kepala, hemmorhage serebral atau thrombosis,
mengitis; pada beberapa kasus (Kelompok umur 60 – 70 tahun) ada kemingkinan
ditemukan hubungan tersebut.

2.5 Patofisiologis dan Pathogenesis

Dikarenakan kondisi CSS yang tidak normal hidrosefalus secara teoritis terjadi sebagai
akibat dari tiga mekanisme yaitu:

1. Produksi likuor yang berlebihan

7
2. Peningkatan resistensi aliran likuor

3. Peningkatan tekanan sinus venosa

Konsekuensi tiga mekanisme di atas adalah peningkatan tekanan intrakranial(TIK)


sebagai upaya mempertahankan keseimbangan sekresi dan absorbsi. Mekanisme
terjadinya dilatasi ventrikel cukup rumit dan berlangsung berbeda-beda tiap saat selama
perkembangan hidrosefalus.

Dilatasi ini terjadi sebagai akibat dari :

1. Kompresi sistem serebrovaskuler.

2. Redistribusi dari likuor serebrospinalis atau cairan ekstraseluler

3. Perubahan mekanis dari otak.

4. Efek tekanan denyut likuor serebrospinalis

5. Hilangnya jaringan otak.

6. Pembesaran volume tengkorak karena regangan abnormal sutura kranial.

Produksi likuor yang berlebihan disebabkan tumor pleksus khoroid.Gangguan aliran


likuor merupakan awal dari kebanyakan kasus hidrosefalus. Peningkatan resistensi yang
disebabkan gangguan aliran akan meningkatkan tekanan likuor secara proporsional dalam
upaya mempertahankan resorbsi yang seimbang. Peningkatan tekanan sinus vena
mempunyai dua konsekuensi, yaitu peningkatan tekanan vena kortikal sehingga
menyebabkan volume vaskuler intrakranial bertambah dan peningkatan tekanan
intrakranial sampai batas yang dibutuhkan untuk mempertahankan aliran likuor terhadap
tekanan sinus vena yang relatif tinggi.Konsekuensi klinis dari hipertensi vena ini
tergantung dari komplians tengkorak. (Darsono, 2005:212)

2.6 Manifestasi Klinis

Tanda awal dan gejala hidrosefalus tergantung pada derajat ketidakseimbangan kapasitas
produksi dan resorbsi CSS (Darsono, 2005).Gejala-gejala yang menonjol merupakan
refleksi adanya hipertensi intrakranial.

Manifestasi klinis dari hidrosefalus pada anak dikelompokkan menjadi dua golongan,
yaitu :

1. Hidrosefalus terjadi pada masa neonatus

Meliputi pembesaran kepala abnormal, gambaran tetap hidrosefalus kongenital dan pada
masa bayi.Lingkaran kepala neonatus biasanya adalah 35-40 cm, dan pertumbuhan
ukuran lingkar kepala terbesar adalah selama tahun pertama kehidupan.Kranium

8
terdistensi dalam semua arah, tetapi terutama pada daerah frontal.Tampak dorsum nasi
lebih besar dari biasa.Fontanella terbuka dan tegang, sutura masih terbuka bebas.Tulang-
tulang kepala menjadi sangat tipis.Vena-vena di sisi samping kepala tampak melebar dan
berkelok. (Peter Paul Rickham, 2003).

2. Hidrosefalus terjadi pada akhir masa kanak-kanak

Pembesaran kepala tidak bermakna, tetapi nyeri kepala sebagai manifestasi hipertensi
intrakranial.Lokasi nyeri kepala tidak khas.Dapat disertai keluhan penglihatan ganda
(diplopia) dan jarang diikuti penurunan visus. Secara umum gejala yang paling umum
terjadi pada pasien-pasien hidrosefalus di bawah usia dua tahun adalah pembesaran
abnormal yang progresif dari ukuran kepala. Makrokrania mengesankan sebagai salah
satu tanda bila ukuran lingkar kepala lebih besar dari dua deviasi standar di atas ukuran
normal.

Makrokrania biasanya disertai empat gejala hipertensi intrakranial lainnya yaitu:

1. Fontanel anterior yang sangat tegang.

2. Sutura kranium tampak atau teraba melebar.

3. Kulit kepala licin mengkilap dan tampak vena-vena superfisial menonjol.

4. Fenomena ‘matahari tenggelam’ (sunset phenomenon).

Gejala hipertensi intrakranial lebih menonjol pada anak yang lebih besar dibandingkan
dengan bayi. Gejalanya mencakup: nyeri kepala, muntah, gangguan kesadaran, gangguan
okulomotor, dan pada kasus yang telah lanjut ada gejala gangguan batang otak akibat
herniasi tonsiler (bradikardia, aritmia respirasi). (Darsono, 2005:213).

Kepala bisa berukuran normal dengan fontanela anterior menonjol, lama kelamaan
menjadi besar dan mengeras menjadi bentuk yang karakteristik oleh peningkatan dimensi
ventrikel lateral dan anterior – posterior diatas proporsi ukuran wajah dan bandan bayi.
Puncak orbital tertekan ke bawah dan mata terletak agak kebawah dan keluar dengan
penonjolan putih mata yang tidak biasanya. Tampak adanya dsitensi vena superfisialis
dan kulit kepala menjadi tipis serta rapuh.Uji radiologis : terlihat tengkorak mengalami
penipisan dengan sutura yang terpisah – pisah dan pelebaran vontanela. Ventirkulogram
menunjukkan pembesaran pada sistim ventrikel . CT scan dapat menggambarkan sistim
ventrikuler dengan penebalan jaringan dan adnya massa pada ruangan Occuptional. Pada
bayi terlihat lemah dan diam tanpa aktivitas normal. Proses ini pada tipe communicating
dapat tertahan secara spontan atau dapat terus dengan menyebabkan atrofi optik, spasme
ekstremitas, konvulsi, malnutrisi dan kematian, jika anak hidup maka akan terjadi
retardasi mental dan fisik.

a. Bayi :

9
1. Kepala menjadi makin besar dan akan terlihat pada umur 3 tahun.

2. Keterlambatan penutupan fontanela anterior, sehingga fontanela menjadi tegang,


keras, sedikit tinggi dari permukaan tengkorak.

3. Tanda – tanda peningkatan tekanan intracranial antara lain :

4. Muntah

5. Gelisah

6. Menangis dengan suara ringgi

7. Peningkatan sistole pada tekanan darah, penurunan nadi, peningkatan pernafasan


dan tidak teratur, perubahan pupil, lethargi – stupor.

8. Peningkatan tonus otot ekstrimitas

9. Dahi menonjol bersinar atau mengkilat dan pembuluh-pembuluh darah terlihat jelas.

10. Alis mata dan bulu mata ke atas, sehingga sclera telihat seolah-olah di atas Iris

11. Bayi tidak dapat melihat ke atas, “sunset eyes”

12. Strabismus, nystagmus, atropi optic

13. Bayi sulit mengangkat dan menahan kepalanya ke atas.

b. Anak yang telah menutup suturanya :

Tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial :

1. Nyeri kepala

2. Muntah

3. Lethargi, lelah, apatis, perubahan personalitas

4. Ketegangan dari sutura cranial dapat terlihat pada anak berumur 10 tahun

5. Penglihatan ganda, kontruksi penglihatan perifer

6. Strabismus

7. Perubahan pupil

2.7 Pemeriksaan Diagnostik

Selain dari gejala-gejala klinik, keluhan pasien maupun dari hasil pemeriksaan fisik dan
psikis, untuk keperluan diagnostik hidrosefalus dilakukan pemeriksaan-pemeriksaan
penunjang yaitu :

10
1. Rontgen foto kepala

Dengan prosedur ini dapat diketahui:

1. Hidrosefalus tipe kongenital/infantile, yaitu: ukuran kepala, adanya pelebaran


sutura, tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial kronik berupa imopressio digitate
dan erosi prosessus klionidalis posterior.

2. Hidrosefalus tipe juvenile/adult oleh karena sutura telah menutup maka dari foto
rontgen kepala diharapkan adanya gambaran kenaikan tekanan intrakranial.

2. Transimulasi

Syarat untuk transimulasi adalah fontanela masih terbuka, pemeriksaan ini dilakukan
dalam ruangan yang gelap setelah pemeriksa beradaptasi selama 3 menit.Alat yang
dipakai lampu senter yang dilengkapi dengan rubber adaptor. Pada hidrosefalus, lebar
halo dari tepi sinar akan terlihat lebih lebar 1-2 cm.

3. Lingkaran kepala

Diagnosis hidrosefalus pada bayi dapat dicurigai, jika penambahan lingkar kepala
melampaui satu atau lebih garis-garis kisi pada chart (jarak antara dua garis kisi 1 cm)
dalam kurun waktu 2-4 minggu. Pada anak yang besar lingkaran kepala dapat normal hal
ini disebabkan oleh karena hidrosefalus terjadi setelah penutupan suturan secara
fungsional.

Tetapi jika hidrosefalus telah ada sebelum penutupan suturan kranialis maka penutupan
sutura tidak akan terjadi secara menyeluruh.

4. Ventrikulografi

Yaitu dengan memasukkan konras berupa O2 murni atau kontras lainnya dengan alat
tertentu menembus melalui fontanela anterior langsung masuk ke dalam ventrikel. Setelah
kontras masuk langsung difoto, maka akan terlihat kontras mengisi ruang ventrikel yang
melebar. Pada anak yang besar karena fontanela telah menutup untuk memasukkan
kontras dibuatkan lubang dengan bor pada kranium bagian frontal atau
oksipitalis.Ventrikulografi ini sangat sulit, dan mempunyai risiko yang tinggi. Di rumah
sakit yang telah memiliki fasilitas CT Scan, prosedur ini telah ditinggalkan.

5. Ultrasonografi

Dilakukan melalui fontanela anterior yang masih terbuka.Dengan USG diharapkan dapat
menunjukkan system ventrikel yang melebar. Pendapat lain mengatakan pemeriksaan
USG pada penderita hidrosefalus ternyata tidak mempunyai nilai di dalam menentukan
keadaan sistem ventrikel hal ini disebabkan oleh karena USG tidak dapat
menggambarkan anatomi sistem ventrikel secara jelas, seperti halnya pada pemeriksaan
CT Scan.

11
6. CT Scan kepala

Pada hidrosefalus obstruktif CT Scan sering menunjukkan adanya pelebaran dari


ventrikel lateralis dan ventrikel III. Dapat terjadi di atas ventrikel lebih besar dari
occipital horns pada anak yang besar.Ventrikel IV sering ukurannya normal dan adanya
penurunan densitas oleh karena terjadi reabsorpsi transependimal dari CSS. Pada
hidrosefalus komunikans gambaran CT Scan menunjukkan dilatasi ringan dari semua
sistem ventrikel termasuk ruang subarakhnoid di proksimal dari daerah sumbatan.

7. MRI (Magnetic Resonance Imaging)

Untuk mengetahui kondisi patologis otak dan medula spinalis dengan menggunakan
teknik scaning dengan kekuatan magnet untuk membuat bayangan struktur tubuh.

2.8 Penatalaksaaan

a. Penanganan hidrocefalus masuk pada katagori ”live saving and live sustaining” yang
berarti penyakit ini memerlukan diagnosis dini yang dilanjutkan dengan tindakan bedah
secepatnya. Keterlambatan akan menyebabkan kecacatan dan kematian sehingga prinsip
pengobatan hidrocefalus harus dipenuhi yakni:

1. Mengurangi produksi cairan serebrospinal dengan merusak pleksus koroidalis


dengan tindakan reseksi atau pembedahan, atau dengan obat azetasolamid (diamox) yang
menghambat pembentukan cairan serebrospinal.

2. Memperbaiki hubungan antara tempat produksi caira serebrospinal dengan tempat


absorbsi yaitu menghubungkan ventrikel dengan subarachnoid

3. Pengeluaran cairan serebrospinal ke dalam organ ekstrakranial, yakni:

a. Drainase ventrikule-peritoneal

b. Drainase Lombo-Peritoneal

c. Drainase ventrikulo-Pleural

d. Drainase ventrikule-Uretrostomi

e. Drainase ke dalam anterium mastoid

f. Mengalirkan cairan serebrospinal ke dalam vena jugularis dan jantung melalui


kateter yang berventil (Holter Valve/katup Holter) yang memungkinkan pengaliran cairan
serebrospinal ke satu arah. Cara ini merupakan cara yang dianggap terbaik namun, kateter
harus diganti sesuai dengan pertumbuhan anak dan harus diwaspadai terjadinya infeksi
sekunder dan sepsis.

12
4. Tindakan bedah pemasangan selang pintasan atau drainase dilakukan setelah
diagnosis lengkap dan pasien telah di bius total. Dibuat sayatan kecil di daerah kepala dan
dilakukan pembukaan tulang tengkorak dan selaput otak, lalu selang pintasan
dipasang.Disusul kemudian dibuat sayatan kecil di daerah perut, dibuka rongga perut lalu
ditanam selang pintasan, antara ujung selang di kepala dan perut dihubiungakan dengan
selang yang ditanam di bawah kulit hingga tidak terlihat dari luar.

5. Pengobatan modern atau canggih dilakukan dengan bahan shunt atau pintasan jenis
silicon yang awet, lentur, tidak mudah putus.

Ada 2 macam terapi pintas/ “ shunting “:

1. Eksternal

CSS dialirkan dari ventrikel ke dunia luar, dan bersifat hanya sementara. Misalnya:
pungsi lumbal yang berulang-ulang untuk terapi hidrosefalus tekanan normal.

2. Internal

a. CSS dialirkan dari ventrikel ke dalam anggota tubuh lain :

§ Ventrikulo-Sisternal, CSS dialirkan ke sisterna magna (Thor-Kjeldsen)

§ Ventrikulo-Atrial, CSS dialirkan ke sinus sagitalis superior

§ Ventrikulo-Bronkhial, CSS dialirkan ke Bronhus.

§ Ventrikulo-Mediastinal, CSS dialirkan ke mediastinum

§ Ventrikulo-Peritoneal, CSS dialirkan ke rongga peritoneum.

b. “Lumbo Peritoneal Shunt”

CSS dialirkan dari Resessus Spinalis Lumbalis ke rongga peritoneum dengan operasi
terbuka atau dengan jarum Touhy secara perkutan.

Teknik Shunting:

1. Sebuah kateter ventrikular dimasukkan melalui kornu oksipitalis atau kornu


frontalis, ujungnya ditempatkan setinggi foramen Monroe.

2. Suatu reservoir yang memungkinkan aspirasi dari CSS untuk dilakukan analisis.

3. Sebuah katup yang terdapat dalam sistem Shunting ini, baik yang terletak proksimal
dengan tipe bola atau diafragma (Hakim, Pudenz, Pitz, Holter) maupun yang terletak di
distal dengan katup berbentuk celah (Pudenz). Katup akan membuka pada tekanan yang
berkisar antara 5-150 mm, H2O.

13
4. Ventriculo-Atrial Shunt. Ujung distal kateter dimasukkan ke dalam atrium kanan
jantung melalui v. jugularis interna (dengan thorax x-ray ® ujung distal setinggi 6/7).

Ventriculo-Peritneal Shunt

a. Slang silastik ditanam dalam lapisan subkutan

b. Ujung distal kateter ditempatkan dalam ruang peritoneum.

Pada anak-anak dengan kumparan silang yang banyak, memungkinkan tidak diperlukan
adanya revisi walaupun badan anak tumbuh memanjang.

Komplikasi yang sering terjadi pada shunting: infeksi, hematom subdural, obstruksi,
keadaan CSS yang rendah, ascites akibat CSS, kraniosinostosis.

b.Farmakologis

Acetazolamide (ACZ) dan furosemid (FUR) mengobati hidrosefalus posthemorrhagic


pada neonatus.Keduanya adalah diuretik untuk mengurangi sekresi dari CSF pada tingkat
koroid pleksus. ACZ dapat digunakan sendiri atau bersama dengan FUR. Kombinasi ini
meningkatkan efektivitas ACZ dalam menurunkan sekresi CSF oleh koroid pleksus.

Jika ACZ digunakan sendiri, tampaknya menurunkan risiko nefrokalsinosis secara


signifikan.Obat untuk pengobatan hidrosefalus adalah kontroversial.Terapi tersebut harus
digunakan hanya sebagai tindakan sementara untuk hidrosefalus posthemorrhagic pada
neonatus.

Karbonat anhidrase inhibitor

Obat ini untuk menghambat enzim yang ditemukan dalam banyak jaringan tubuh yang
mengkatalisis reaksi reversibel di mana karbon dioksida menjadi terhidrasi dan asam
karbonat dehidrasi.Perubahan ini dapat mengakibatkan penurunan produksi CSF oleh
koroid pleksus.

Acetazolamide (Diamox)

Kompetitif reversibel penghambat karbonat anhidrase enzim, yang mengkatalisis reaksi


antara air dan karbon dioksida, sehingga proton dan karbonat.Hal ini memberikan
kontribusi untuk penurunan sekresi CSF oleh koroid pleksus. Mengurangi volume cairan
serebrospinalis: Acetazolamide 25 mg/KgBB/hari PO dibagi dalam 3 dosis. Dosis dapat
dinaikkan 25 mg/KgBB/hari (Maksimal 100 mg/KgBB/hari)

* Diuretik loop

Obat ini untuk meningkatkan ekskresi air dengan mengganggu sistem cotransport klorida-
mengikat, yang hasil dari penghambatan reabsorpsi natrium dan klorida di ascending loop
dari Henle tubulus ginjal dan distal.

Furosemide (Lasix)

14
Mekanisme yang diusulkan untuk menurunkan ICP meliputi turunnya penyerapan
natrium otak, mempengaruhi transportasi air ke dalam sel astroglial oleh pompa
menghambat selular kation-klorida membran, dan penurunan produksi CSF oleh
anhydrase karbonat menghambat.Digunakan sebagai terapi tambahan dengan ACZ dalam
pengobatan hidrosefalus sementara posthemorrhagic pada neonatus.Furosemide 1
mg/KgBB/hari PO dibagi dalam 3-4 dosis Lakukan pemeriksaan serum elektrolit secara
berkala untuk mencegah terjadinya efek samping.

Tindakan bedah

Pembedahan merupakan pilihan terapi yang lebih disukai.Ulangi pungsi lumbal dapat
dilakukan untuk kasus hidrosefalus setelah perdarahan intraventricular, karena kondisi ini
bisa menghilang secara spontan.Jika reabsorpsi tidak dilanjutkan bila kandungan protein
cairan serebrospinal (CSF) kurang dari 100 mg / dL, resorpsi spontan tidak mungkin
terjadi.Lumbal punsi dapat dilakukan hanya dalam kasus-kasus hidrosefalus
berkomunikasi.

Hal-hal yang dapat dilakukan untuk menangani hidrosefalus antara lain :

1. Menggunakan teknologi pintasan seperti silicon

Hal ini penting karena selang pintasan itu ditanam di jaringan otak, kulit dan rongga perut
dalam waktu yang lama bahkan seumur hidup penderita, sehingga perlu dihindarkan efek
reaksi penolakan oleh tubuh.Tindakan bedah pemasangan selang pintasan dilakukan
setelah diagnosis dilengkapi dan indikasi serta syarat dipenuhi. Tindakan dilakukan
terhadap penderita yang dibius otak ada sayatan kecil di daerah kepala dan dilakukan
pembukaan tulang tengkorak dan selaput otak yang selanjutnya selang pintasan ventrikel
dipasang, disusul kemudian dibuat sayatan kecil didaerah perut antara kedua ujung selang
tersebut dihubungkan, dengan sebuah selang pintasan rongga perut antara kedua ujung
selang tersebut dihubungkan, dengan sebuah selang pintasan yang ditanam di bawah kulit
sehingga tidak terlihat dari luar.

2. Teknik neuroendoskopi

Endoskopi dapat digunakan sebagai alat diagnosa dan sekaligus tindakan bedah.VRIES
pada tahun 1978 mengembangkan endoskopi yang canggih, yakni sebuah selang fiber
optik yang dilengkapi dengan peralatan bedah mikro dan sinar laser.Dengan demikian
melalui sebuah lubang di kepala, selang dipadu dengan layar televisi, dioperasikan alat
bedah untuk membuka tumor yang menyumbat rongga ventrikel.

2.9 Komplikasi

Komplikasi sering terjadi karena pemasangan VP shunt adalah infeksi dan malfungsi.
Malfungsi disebakan oleh obstruksi mekanik atau perpindahan didalam ventrikel dari
bahan – bahan khusus ( jaringan /eksudat ) atau ujung distal dari thrombosis sebagai

15
akibat dari pertumbuhan. Obstruksi VP shunt sering menunjukan kegawatan dengan
manifestasi klinis peningkatan TIK yang lebih sering diikuti dengan status neurologis
buruk. Komplikasi yang sering terjadi adalah infeksi VP shunt.Infeksi umumnya akibat
dari infeksi pada saat pemasangan VP shunt.Infeksi itu meliputi septik, Endokarditis
bacterial, infeksi luka, Nefritis shunt, meningitis, dan ventrikulitis. Komplikasi VP shunt
yang serius lainnya adalah subdural hematoma yang di sebabkan oleh reduksi yang cepat
pada tekanan ntrakranial dan ukurannya. Komplikasi yang dapat terjadi adalah peritonitis
abses abdominal, perforasi organ-organ abdomen oleh kateter atau trokar (pada saat
pemasangan), fistula hernia, dan ilius.

2.10 Prognosis

Keberhasilan tindakan operatif serta prognosis hidrosefalus ditentukan ada atau tidaknya
anomali yang menyertai, mempunyai prognosis lebih baik dari hidrosefalus yang bersama
dengan malformasi lain (hidrosefalus komplikata). Prognosis hidrosefalus infatil
mengalami perbaikan bermakna namun tidak dramatis dengan temuan operasi pisau. Jika
tidak dioperasi 50-60% bayi akan meniggal karena hidrosefalus sendiri ataupun penyakit
penyerta. Skitar 40% bayi yang bertahan memiliki kecerdasan hampir normal. Dengan
bedah saraf dan penatalaksanaan medis yang baik, sekitar 70% diharap dapat melampaui
masa bayi, sekitar 40% dengan intelek normal, dan sektar 60% dengan cacat intelek dan
motorik bermakna. Prognosis bayi hidrosefalus dengan meningomilokel lebih buruk.
Hidrosefalus yang tidak diterapi akan menimbulkan gejala sisa, gangguan neurologis
serta kecerdasan. Dari kelompok yang tidak diterapi, 50-70% akan meninggal karena
penyakitnya sendiri atau akibat infeksi berulang, atau oleh karena aspirasi pneumonia.
Namun bila prosesnya berhenti (arrested hidrosefalus) sekitar 40% anak akan mencapai
kecerdasan yang normal (Allan H. Ropper, 2005). Pada kelompok yang dioperasi, angka
kematian adalah 7%.Setelah operasi sekitar 51% kasus mencapai fungsi normal dan
sekitar 16% mengalami retardasi mental ringan.Adalah penting sekali anak hidrosefalus
mendapat tindak lanjut jangka panjang dengan kelompok multidisipliner.

16
BAB 3

ASKEB PADA BAYI DENGAN HIDROSEFALUS NON KOMUNIKAN

Tanggal : 17 Agustus 2014 Jam : 16.00 WIB

Identitas

Nama bayi : Bayi Ny “N”

Umur : 4 bulan

Tgl/Jam/Lahir : 11-06-2012/14.50 WIB/Sptn B

Jenis Kelamin : Perempuan

Berat Badan : 2750 gr

Panjang badan : 46 cm

Nama Ibu : Ny ”I” Nama Ayah : Tn. “D”

Umur : 23 Th Umur : 23 Th

Suku/Kebangsaan : Jawa/Indonesia Suku/Kebangsaan : Jawa/Indonesia

Agama : Islam Agama : Islam

Pendidikan : SMA Pendidikan : SMK

Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Swasta

Alamat rumah : Senden, Peterongan Jombang

S : bayi N jenis kelamin perempuan dengan usia 4 bulan dangan berat badan 8,6 kg,
ibu mengatakan kepala bayi membesar sejak 2 bulan yang lalu dengan bentuk berbenjol-
benjol pada bagian atas dan dahi kepala. Membesar diawali dibagian dahi dan diikuti
dibagian lain. Saat ini bayi tidak bisa memiringkan tubuhnya, hanya bisa berbaring
terlentang dan responya pasif.

O : KU : Buruk , KES : CM, PB : 65 cm, BB : 8,6 Kg, Lingkep : 6,7 cm, kepala :
tampak membesar, Asimetris, berbenjol pada bagian pariental dan frontal, UUB :
Menonjol, Terbuka

Sutura melebar, pada benjolan teraba fluktuasi.

17
Mata : kearah bawah/ sunset fenomena, konjungtiva : pusat,

Telinga : secret (-), hidung : secret (-)

Pemeriksaan CT Scan Kepala : tampak pelebaran berat, fentrikel kanan,

fentrikel kiri, tampak massa di fentrikel IV dengan pelebaran vosa posterior

A : Bayi N 4 bulan dengan Hidrosefalus non komunikan

P :

 Beritahu ibu hasil pemeriksaan.


 Evaluasi Ibu mengetahui hasil pemeriksaan
 Beri terapi ceftriaxone 1 x 250 mg.
 Evaluasi sudah diberikan terapi ceptriaxon.
 Anjurkan ibu untuk memperhatikan gizi dan makanan bayi.
 Evaluasi Ibu mengerti dan mau memperhatikan gizi dan makanan bayinya.
 Anjurkan kepada ibu untuk konsul khusus pada dokter special bedah syaraf agar
bayinya mendapatkan tindakan operatif dalams bentuk pemasangan Vp SHUNT.
 Evaluasi Ibu mengerti dan mau membawa bayinya untuk ke dokter spesialis
bedah syaraf

18
BAB 4

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Jumlah cairan serebrospinal (CSF) dalam rongga serebrospinal yang berlebihan dapat
meningkatkan tekanan sehingga dapat merusak jaringan saraf.Keadaan ini disebut
hydrocephalus yang berarti “kelebihan air dalam kubah tengkorak”. Jadi, hydrocephalus
dapat diakibatkan oleh pembentukan cairan berlebihan oleh pleksus koroideus, absorpsi
yang inadekuat, atau obstruksi aliran keluar pada salah satu ventrikel atau lebih.

Ada dua jenis hydrocephalus : nonkomunikans, yaitu aliran cairan dari sistem ventrikel
ke ruang subarachnoid mengalami sumbatan dan komunikans yaitu tidak ada sumbatan.
Sindroma klinis yang berhhubungan dengan dilatasi yang progresif pada sistem
ventrikuler serebral dan kompresi gabungan dari jaringan – jaringan serebral selama
produksi.CSF yang ada menigkatkan kecepatan absorpsi oleh vilii arachnoid.Akibat
berkelebihannya cairan serebrospinal dan meningkatnya tekanan intrakranial
menyebabkan terjadinya peleburan ruang – ruang tempat mengalirnya cairan.Penyebab
penyumbatan aliran CSF yang sering terjadi pada bayi dan anak adalah kelainan bawaan
(kongenital), infeksi, neoplasma, dan perdarahan.

4.2 Saran

Tindakan alternatif selain oprasi di terapkan khususnya bagi kasus – kasus yang
mengalami sumbatan di dalam system ventrikel.Dalam hal ini maka tindakan terapeutik
semacam ini perlu. Dalam pembuatan makalah ini , masih banyak terdapat kekurangan.
Oleh karena itu, sangat diperlukan kritik dan saran yang membangun agar dalam
pembuatan makalah selanjutnya lebih baik lagi. Selain itu, makalah ini disarankan pula
untuk dijadikan tolak ukur dalam pembuatan makalah-makalah selanjutnya.

19
DAFTAR PUSTAKA

Doenges M.E, ( 1999), Rencana Asuhan keperawtan : pedoman untuk perencanaan dan
pendokumentasian perawatan pasien, EGC, Jakarta

Fauziah, Afroh dan Sudarti. 2012. Asuhan Kebidanan Neonatus, Bayi, dan Anak Balita.
Yogyakarta : Nuha Medika

Hidayat, Alimul, A. Aziz (2006). Pengantar Ilmu Keperawatan Anak I. Jakarta : EGC.

http://www.hydroassoc.org/, diambil pada tanggal 29 Juli 2008 pukul 20.30 Wib.

Lynda Juall Carpenito, ( 2000) Buku Saku : Diagnosa Keperawatan, Ed.8, EGC, Jakarta

Robert M. Kliegman, Ann M.Arvin. 1999. Ilmu Kesehatan Anak. Volume I. Edisi 15.Jakarta
: EGC.

Supartini, Yupi. ( 2004 ). Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta : EGC.

Tucker, Martin Susan (1998). Patien Care Standars :Nursing Process, Diagnosis, and
Outcome (Yasmin, penerjemah). Mosby (sumber asli diterbitkan 1992).

20
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Cacat bawaan adalah suatu kelainan/cacat yang dibawa sejak lahir baik fisik
maupun mental. Cacat bawaan dapat disebabkan akibat kejadian sebelum
kehamilan, selama kehamilan dan saat melahirkan atau masa perinatal. Cacat ini
dapat akibat penyakit genetik, pengaruh lingkungan baik sebelum pembuahan
(bahan mutagenik) maupun setelah terjadi pembuahan (bahan teratogenik).
Bila cacat bawaan terutama malformasi multipel disertai dengan retardasi
mental dan kelainan rajah tangan (dermataoglifi) memberikan kecurigaan kelainan
genetik (kromosomal). Penyakit genetik adalah penyakit yang terjadi akibat cacat
bahan keturunan pada saat sebelum dan sedang terjadi pembuahan. Penyakit
genetik tidak selalu akibat pewarisan dan diwariskan, dapat pula terjadi mutasi
secara spontan yang dipengaruhi oleh lingkungan. Penyakit infeksi dalam
kandungan, pengaruh lingkungan seperti radiasi sinar radioaktif dan
kekurangan/kelebihan bahan nutrisi juga dapat menyebabkan cacat bawaan.
Kelainan bawaan pada neonatus dapat terjadi pada berbagai organ tubuh.
Diantaranya meningokel dan ensefalokel. Meningokel dan ensefalokel merupakan
kelainan bawaan di mana terjadi pemburutan selaput otak dan isi kepala keluar
melalui lubang pada tengkorak atau tulang belakang.
Meningokel biasanya terdapat pada daerah servikal atau daerah torakal
sebelah atas. Kantong hanya berisi selaput otak, sedangkan korda tetap dalam
korda spinalis ( dalam durameter tidak terdapat saraf). Operasi akan mengoreksi
kelainan, sehingga tidak terjadi gangguan sensorik dan motorik dan bayi akan
menjadi normal.Ensefalokel biasanya terjadi pada bagian oksipital. Pada bagian

21
ini terdapat kantong berisi cairan, jaringan saraf, atau sebagian otak. Ensefalokel
akan berkaitan dengan kelainan mental yang berat meskipun sudah dilakukan
operasi.
B. Rumusan Masalah
a. Apa pengertian dari meningokel dan ensefalokel?
b. Bagaimana etiologi dari meningokel dan ensefalokel?
c. Apa saja tanda dan gejala dari meningokel dan ensefalokel?
d. Bagaimana patofisiologi dari meningokel dan ensefalokel?
e. Bagaimana penatalaksanaan dari meningokel dan ensefalokel?
C. Tujuan
a. Untuk mengetahui pengertian meningokel ensefalokel.
b. Untuk mengetahui etiologi dari meningokel ensefalokel.
c. Untuk mengetahui gejala meningokel ensefalokel.
d. Untuk mengetahui patofisiologi meningokel dan ensefalokel.
e. Untuk mengetahui cara penanganan meningokel dan ensefalokel.

22
BAB II
PEMBAHASAN
I. MENINGOKEL
a. Definisi
Meningokel merupakan benjolan berbentuk kista di garis tulang belakang
yang umumnya terdapat di daerah lumbo-sakral. Lapisan meningel berupa
durameter dan arachnoid ke luar kanalis vertebralis, sedangkan medulla spinalis
masih di tempat yang normal. Benjolan ditutup dengan membrane tipis yang
semi-transparan berwarna kebiru-biruan atau ditutup sama sekali oleh kulit yang
dapat menunjukkan hipertrikhosis atau nevus. Pada transiluminasi tidak terlihat
jaringan saraf pusat di dinding benjolan.
Meningokel adalah satu dari tiga jenis kelainan bawaan spina bifida.
Meningokel adalah meningens yang menonjol melalui vertebra yang tidak utuh
dan teraba sebagai suatu benjolan berisi cairan di bawah kulit. Spina bifida
(sumbing tulang belakang) adalah suatu celah pada tulang belakang (vertebra),
yang terjadi karena bagian dari satu atau beberapa vertebra gagal menutup atau
gagal terbentuk secara utuh.
Biasanya terdapat di daerah servikal atau daerah torakal sebelah atas.Kantong
hanya berisi selaput otak, sedangkan korda tetap dalam korda spinalis (dalam
durameter tidak terdapat saraf). Operasi akan mengoreksi kelainan, sehingga tidak
terjadi gangguan sensorik dan motorik dan bayi akan menjadi normal.
b. Etiologi

23
Penyebab terjadinya meningokel adalah karena adanya defek pada penutupan
spina bifida yang berhubungan dengan pertumbuhan yang tidak normal dari korda
spinalis atau penutupnya, biasanya terletak di garis tengah.Risiko melahirkan anak
dengan spina bifida berhubungan erat dengan kekurangan asam folat, terutama
yang terjadi pada awal kehamilan.
Penonjolan dari korda spinalis dan meningens menyebabkan kerusakan pada
korda spinalis dan akar saraf, sehingga terjadi penurunan atau gangguan fungsi
pada bagian tubuh yang dipersarafi oleh saraf tersebut atau dibagian bawahnya.
Gejalanya tergantung kepada letak anatomis dari spina bifida.Kebanyakan
terjadi di punggung bagian bawah, yaitu daerah lumbal atau sakral, karena
penutupan vertebra di bagian ini terjadi paling akhir. Kelainan bawaan lainnya
yang juga ditemukan pada penderita spina bifida: hidrosefalus, siringomielia, serta
dislokasi pinggul.
c. Gejala
Gejalanya bervariasi, tergantung kepada beratnya kerusakan pada korda
spinalis dan akar sarf yang terkena.Beberapa anak memiliki gejala ringan atau
tanpa gejala, sedangkan yang lainnya mengalami kelumpuhan pada daerah yang
dipersarafi oleh korda spinalis maupun akar sarf yang terkena.
Terdapat tiga jenis spina bifida, yaitu :
1) Spina bifida okulta, merupakan spina bifida yang paling ringan. Satu atau
beberapa vertebra tidak terbentuk secara normal, tetapi korda spinalis dan
selaputnya (meningens) tidak menonjol.
2) Meningokel, yaitu meningens menonjol melalui vertebra yang tidak utuh dan
teraba sebagai suatu benjolan berisi cairan di bawah kulit.

3) Mielokel, merupakan jenis spina bifida yang paling berat, dimana korda spinalis
menonjol dan kulit di atasnya tampak kasar dan merah.

Gejala dari spina bifida umumnya berupa penonjolan seperti kantung di


punggung tengah sampai bawah pada bayi baru lahir, jika disinari, kantung
tersebut tidak tembus cahaya, kelumpuhan/kelemahan pada pinggul, tungkai atau
kaki, penurunan sensasi, inkontinensia uri (besar) maupun inkontinensia tinja,

24
korda spinalis yang terkena rentan terhadap infeksi (meningitis). Gejala pada
spina bifida okulta, adalah seberkas rambut pada daerah sakral (panggul bagian
belakang), lekukan pada daerah sakrum.

d. Pencegahan Meningokel

Risiko terjadinya spina bifida bisa dikurangi dengan mengkonsumsi asam


folat. Kekurangan asam folat pada seorang wanita harus dikoreksi sebelum wanita
tersebut hamil, karena kelainan ini terjadi sangat dini. Kepada wanita yang
berencana untuk hamil dianjurkan untuk mengkonsumsi asam folat sebanyak 0,4
mg/hari. Kebutuhan asam folat pada wanita hamil adalah 1 mg/hari.
Pada janin kecukupan asam folat berperan dalam mengurangi risiko
terjadinya kecacatan pada sistem saraf pusat (gangguan pada bumbung
saraf/Neural Tube Defects (NTD) dan cacat lahir lainnya seperti meningokel.
Kelainan-kelainan tersebut disebabkan karena gagalnya tabung saraf tulang
belakang untuk tertutup sebagaimana mestinya pada hari ke-28 pasca konsepsi.

e. Diagnosis
Diagnosis spina bifida, termasuk meningokel ditegakkan berdasarkan gejala
dan hasil pemeriksaan fisik.Pada trimester pertama, wanita hamil menjalani
pemeriksaan darah yang disebut triple screen.Tes ini merupakan tes penyaringan
untuk spina bifida, sindrom down, dan kelainan bawaan lainnya.
Sebanyak 85% wanita yang mengandung bayi dengan spina bifida, akan memiliki
kadar serum alfa petoprotein yang tinggi. Tes ini memiliki angka positif yang
palsu tinggi, karena itu jika hasilnya positif, perlu dilakukan pemeriksaan lanjutan
untuk memperkuat diagnosis.Dilakukan USG yang biasanyadapat menemukan
adanya spina bifida.Kadang-kadang dilakukan amniosentesis (analisa cairan
ketuban).
Setelah bayi lahir, dilakukan pemeriksaan rontgen tulang belakang untuk
menentukan luas dan lokasi kalainan, pemeriksaan USG tulang belakang bisa
menunjukkan adanya kelainan pada korda spinalis maupun vertebra, serta

25
pemeriksaan CT-scan atau MRI tulang belakang kadang-kadang dilakukan untuk
menentukan lokasi dan luasnya kelainan.

f. Pengobatan dan Penanganan Meningokel


1. Tujuan
Mengurangi kerusakan saraf akibat spina bifina dan meningokel, meminimalkan
komplikasi (misalnya infeksi).

2. Terapi Non Farmakologis


- Cegah infeksi perlukaan ensefalokel waktu lahir, menutup luka dengan kasa
steril setelah lahir.
- Untuk membantu memperlancar aliran air kemih bisa dilakukan penekanan
lembut diatas kandung kemih.
- Pembedahan shunting dilakukan untuk menutup lubang yang terbentuk dan
untuk mengobati hidrosefalus.
- Bergerak akan melatih pergerakan sendi tetap terjaga dan untuk memperkuat
fungsi otot.
- Untuk mengobati atau mencegah meningitis, infeksi saluran kemih dan infeksi
lainnya, diberikan antibiotik. Kasus yang berat kadang harus dilakukan
pemasangan kateter.
- Diet kaya serat dan program pelatihan buang air besar bisa membantu
memperbaiki fungsi saluran pencernaan.
3. Untuk mengatasi gejala muskuloskeletal (otot dan kerangka tubuh) perlu
campur tangan dari ortopedi (bedah tulang) maupun terapi fisik.

G. Penatalaksanaan Meningokel
a. Sebelum dioperasi, bayi dimasukkan kedalam incubator dengan kondisi tanpa
baju.
b. Bayi dalam posisi telungkup atau tidur jika kantungnya besar untuk mencegah
infeksi.

26
c. Berkolaborasi dengan dokter anak, ahli bedah dan ahli ortopedi, dan ahli urologi,
terutama untuk tidakan pembedahan, dengan sebelumnya melakukan informed
consent.

Penanganan yang dapat dilakukan pada kelainan ini, antara lain :

a. Untuk spina bifida atau meningokel tidak diperlukan pengobatan.


b. Perbaikan mielomeningokel, kadang-kadang meningokel, melalui pembedahan
diperlukan.
c. Apabila dilakukan perbaikan melalui pembedahan, pemasangan pirau (shunt)
untuk memungkinkan drainase CSS perlu di lakukan untuk mencegah
hidrosefalus dan peningkatan tekanan intrakranial selanjutnya.
d. Seksio sesarea terencana sebelum mulainya persalinan dapat penting
dalam mengurangi kerusakan neurologis yang terjadi pada bayi dengan defek
medula spinalis

II. ENSEPHALOKEL

a. Definisi
Ensephalokel adalah suatu kelainan tabung saraf yang ditandai dengan adanya
penonjolan meningens (selaput otak) dan otak yang berbentuk seperti kantung
melalui suatu lubang pada tulang tengkorak serta ditutupi kulit. Terbanyak di
daerah oksipital.
Ensefalokel terjadi akibat kegagalan menutupnya pembuluh saraf selama
perkembangan janin di awal kehamilan. Akibatnya, terbentuk celah yang dapat
terjadi di sepanjang garis tengah kepala. Bisa di belakang kepala, puncak kepala,
atau di antara dahi dan hidung. Melalui celah inilah, sebagian struktur otak dan
selaput otak keluar. Akibat kelainan ini: kelumpuhan anggota gerak,
keterlambatan perkembangan, retardasi mental, dan kejang berulang.

b. Etiologi

27
Ada beberapa dugaan penyebab penyakit itu diantaranya, infeksi, faktor usia
ibu yang tertalu muda atau tua ketika hamil, mutasi genetik, serta pola makan
yang tidak tepat sehingga mengakibatkan kekurangan asam folat. Langkah
selanjutnya, sebelun hamil, ibu sangat disarankan mengonsumsi asam folat dalam
jumlah cukup.
Ensefalokel disebabkan oleh kegagalan penutupan tabung saraf selama
perkembangan janin.Kegagalan penutupan tabung saraf ini disebabkan oleh
gangguan pembentukan tulang kranium saat dalam uterus seperti kurangnya
asupan asam folat selama kehamilan, adanya infeksi pada saat kehamilan terutama
infeksi TORCH, mutasi gen (terpapar bahan radiologi), obat–obatan yang
mengandung bahan yang terotegenik.
Ensefalokel dapat juga disebabkan oleh defek tulang kepala, biasanya terjadi
dibagian occipitalis, kadang – kadang juga dibagian nasal, frontal, atau parietal.
c. Gejala
Gejala dari ensefalokel, antara lain berupa hidrosefalus, kelumpuahn keempat
anggota gerak (kuadriplegia spastik), gangguan perkembangan, mikrosefalus,
gangguan penglihatan, keterbelakangan mental dan pertumbuhan, ataksia, serta
kejang. Beberapa anak memiliki kecerdasan yang normal. Ensefalokel sering kali
disertai denga kelainan kraniofasial atau kelainan otak lainnya.
d. Pencegahan Ensefalokel Penanganan Ensefalokel
Biasanya dilakukan pembedahan untuk mengembalikan jaringan otak yang
menonjol ke dalam tulang tengkorak, membuang kantung dan memperbaiki
kelainan kraniofasial yang terjadi. Untuk hidrosefalus mungkin perlu dibuat suatu
shunt. Pengobatan lainnya bersifat simtomatis dan suportif.

PENANGANAN PRA BEDAH


a. Cegah infeksi perlukaan ensefalokel waktu lahir, menutup luka dengan kasa
steril setelah lahir.
b. Persiapan operasi dilakukan sedini mungkin untuk mencegah infeksi otak yang
sangat berbahaya.

28
c. Pasca operasi perhatikan luka agar tidak basah, ditarik atau digaruk bayi,
perhatikan mungkin terjadi hidrosefalus, ukur lingkar kepala, pemberian antibiotik
(kolaborasi).

ASUHAN KEBIDANAN
a. Apabila kita menemui bayi yang lahir dengan keadaan ensefalokel, kita bisa
melakukan tindakan. Apabila di rumah sakit kita berkolaborasi dengan dokter.
Tetapi apabila terjadi di tempat praktek atau puskesmas kita harus merujuk ke
pelayanan yang lebih tinggi.
b. Lakukan informed consent, yaitu memberikan informasi tentang hasil
pemeriksaan kepada keluarga pasien bahwa bayi mengalami ensefalokel, yaitu
tidak terbentuknya tengkorak secara sempurna (tengkoraknya berlubang) sehingga
otak keluar dan membentuk benjolan. Hal ini dapat diobati dengan pembedahan
untuk menutup lubang dan mengembalikan otak kedalam kepala serta meminta
persetujuan keluarga pasien untuk dilakukan tindakan operasi dengan memberikan
formulir informed consent.
c. Melakukan perawatan BBL dengan meminimalkan handly (mengurangi
memegangi kepala dengan tangan).
d. Menutup benjolan yang terpapar udara luar dengan kassa steril untuk mencegah
jaringan saraf yang terpapar menjadi kering
e. Melakukan perbaikan KU :
- Memberikan O2 1 L/menit.
- Memberikan ASI yang adekuat.
- Memberikan posisi nyaman.
f. Mengukur lingkar kepala occiput frontalis dan dibuat grafik untuk mengetahui
adanya komplikasi lebih lanjut.
g. Menjelaskan pada ibu tentang keadaan bayinya sehubungan dengan tindakan
operasi yang akan dilakukan.

29
h. Melaksanakan advice dokter.

PRE-OPERASI
a. Memasang infus ditangan kanan/ kiri, kaki kanan/ kiri atau kepala dengan cairan
glukosa 5% dan NaCl 0,1% / tetes/ menit.
b. Memasang kateter.
c. Melakukan skin test.
d. Memberikan antibiotik sebanyak 5 mg/kg/BB setelah diketahui hasil skin test (-).
e. Memberikan sedativa sebanyak 8mg/kg/BB pada saat pasien diberangkatkan ke
OK.
f. Mengganti pakaian pasien dengan pakaian steril dari OK.
g. Memberi tahu perawat OK akan mengirim pasien dengan ensephalokel untuk
dioperasi.
h. Mengantar pasien ke ruang OK.

PERAWATAN PASCA BEDAH


a. Pemberian makan per oral dapat diberikan 4 jam setelah pembedahan.
b. Jika ada drain penyedotan luka, makan harus diperiksa setiap jam untuk
menjamin tidak adanya belitan atau tekukan pada saluran dan terjaganya tekanan
negatif dan wadah.
c. Lingkar kepala diukur dan dibuat grafik sekali atau dua kali seminggu. Sering
kali terdapat peningkatan awal dalam pengukuran setelah penutupan cacat spinal
dan jika peningkatan ini berlanjut dan terjadi perkembangan hidrochephalus,
maka harus diberikan terapi yang sesuai.

HAL YANG HARUS DIPERHATIKAN


a. Perawatan pra bedah neonatus rutin dengan penekanan khusus pada saat
mempertahankan suhu tubuh yang dapat menurun dengan cepat. Pada beberapa

30
pusat tubuh bayi ditempatkan dalam kantong plastik untuk mencegah kehilangan
panas yang dapat terjadi akibat permukaan lesi yang basah.
b. Lingkaran occipito frontalis kepala diukur dan dibuat grafiknya.
c. Akan diminta X-Ray medulla spinalis.
d. Akan diambil photografi dari lesi.
e. Persiapan operasi.
f. Suatu catatan aktifitas otot pada anggota gerak bawah dan sringter anal akan
dilakukan oleh fisioterapi.
g. Pembedahan medulla spinalis yang terpapar ditutupi dengan penutup durameter
dan kulit dijahit diatas dura yang diperbaiki. Jika celah besar, maka perlu
digunakan kulit yang lebih besar untuk menutupi cacat. Pada bayi ini drain sedot
diinsersikan dibawah flap.

Bagi ibu yang berencana hamil, ada baiknya mempersiapkan dari jauh-jauh
hari. Misalnya, mengkonsumsi makanan bergizi serta menambah suplemen yang
mengandung asam folat. Hal itu dilakukan untuk mencegah terjadinya beberapa
kelainan yang bisa menyerang bayi. Sumber asam folat banyak didapatkan dari:

a. Sayuran, seperti bayam, asparagus, brokoli, lobak hijau, selada romaine,


kecambah.
b. Kacang segar atau kering, seperi kacang polong, gandum, biji bunga matahari.
c. Produk biji-bijian yang diperkaya, seperti pasta, sereal, roti.
d. Buah-buahan, seperti: jeruk, tomat, nanas, melon, jeruk bali, pisang, strawberry,
alpukat, pisang.
e. Susu dan produk susu, seperti keju dan yoghurt.
f. Hati.
g. Putih TELUR

III. PENGOBATAN

31
Tujuan dari pengobatan awal spina bifida, termasuk meningokel,dan
ensefalokel adalah mengurangi kerusakan saraf akibat spina bifina, meminimalkan
komplikasi (misalnya infeksi), serta membantu keluarga dalam menghadapi
kelainan ini. Pembedahan dilakukan untuk menutup lubang yang terbentuk dan
untuk mengobati hidrosefalus, kelainan ginjal dan kandung kemih serta kelainan
bentuk fisik yang sering menyertai spina bifida.
Terapi fisik dilakukan agar pergerakan sendi tetap terjaga dan untuk
memperkuat fungsi otot.Untuk mengobati atau mencegah meningitis, infeksi
saluran kemih dan infeksi lainnya, diberikan antibiotik.Untuk membantu
memperlancar aliran air kemih bisa dilakukan penekanan lembutdiatas kandung
kemih.Pada kasus yang berat kadang harus dilakukan pemasangan kateter.Diet
kaya serat dan program pelatihan buang air besar bisa membantu memperbaiki
fungsi saluran pencernaan.
Untuk mengatasi gejala muskuloskeletal (otot dan kerangka tubuh) perlu
campur tangan dari ortopedi (bedah tulang) maupun terapi fisik.Kelainan saraf
lainnya diobati sesuai dengan jenis dan luasnya gangguan fungsi yang terjadi.
Kadang-kadang pembedahan shunting untuk memperbaiki hidrosefalus akan
menyebabkan berkurangnya mielomeningokel secara spontan.

IV. PENCEGAHAN
Risiko terjadinya spina bifida bisa dikurangi dengan mengkonsumsi asam
folat.Kekurangan asam folat pada seorang wanita harus dikoreksi sebelum wanita
tersebut hamil, karena kelainan ini terjadi sangat dini.
Kepada wanita yang berencana untuk hamil dianjurkan untuk mengkonsumsi
asam folat sebanyak 0,4 mg/hari. Kebutuhan asam folat pada wanita hamil adalah
1 mg/hari.
V. PENATALAKSANAAN
1) Sebelum dioperasi, bayi dimasukkan ke dalam inkubator dengan kondisi tanpa
baju.

32
2. Bayi dalam posisi telungkup atau tidur jika kantongnya besar untuk
mencegah infeksi.
3. Berkolaborasi dengan dokter anak, ahli bedah, ahli ortopedi, dan ahli
urologi, terutama untuk tindakan pembedahan, dengan sebelumnya
melakukan informed consent dan informed choice pada keluarga.

Lakukan pengamatan dengan cermat terhadap adanya tanda-tanda hidrosefalus


(dengan mengukur lingkar kepala setiap hari) setelah dilakukan pembedahan atau
juga kemungkinan terjadinya meningitis (lemah, tidak mau minum, mudah
terangsang , kejang, dan ubun-ubun besar menonjol). Selain itu, perhatikan pula
banyak tidaknya gerakan tungkai dan kaki, clbbed feet, retensi urine, dan
kerusakan kulit akibat iritasi urine dan feses.

BAB III
TINJAUAN KASUS
ASUHAN KEBIDANAN PRA BEDAH PADA BAYI NY. W
DENGAN ENSEFALOKEL

Tanggal Pengkajian : 08 September 2013

33
Tempat Pengkajian : Rumah Sakit CA
No. Register : 3422560

I. PENGKAJIAN
A. Data Subyektif
1. Biodata Pasien
Nama : Bayi Ny.W
Tanggal/Jam Lahir : 08 Agustus 2013/16.00 WIB
Alamat : Desa Tegalpingen, Manokwari

2. Biodata Orang tua


Nama Ibu : Ny. W
Umur : 26 Tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : IRT
Alamat : Desa Tegalpingen, Manokwari

Nama Bapak : Tn. P


Umur : 28 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Swasta
Alamat : Desa Tegalpingen, Manokwari

3. Keluhan Utama
Ada benjolan di belakang kepala bayi berbentuk seperti kantung melalui suatu
lubang pada tulang tengkorak serta ditutupi kulit.

4. Riwayat Penyakit
 Riwayat Penyakit Sekarang
Satelah dilahirkan, terdapat sebuah benjolan di belakang kepala bayi. Benjolan
tersebut merupakan suatu kelainan tabung saraf yang ditandai dengan adanya

34
penonjolan meningens (selaput otak) berbentuk seperti kantung melalui suatu
lubang pada tulang tengkorak serta ditutupi kulit.

 Riwayat Penyakit Dahulu :


Berdasarkan hasil pemeriksaan antenatal care pada usia kehamilan 9 minggu
dengan menjalani pemeriksaan darah yang disebut Triple Screen, terdapat sebuah
kelainan bawaan pada janin tersebut.

5. Riwayat Kehamilan
 Go P1 A0, umur kehamilan : 37 minggu
 ANC : 10 kali, di Bidan
 TT : 2 kali (pada kehamilan 24 minggu dan 28 minggu)
 Kenaikan BB : 10 kg

6. Riwayat Persalinan
 Tanggal persalinan : 08 Agustus 2013
 Waktu persalinan : 16.00 WIB
 Penolong Persalinan : Bidan
 Jenis persalinan : Spontan pervaginam
 Lama persalinan
Kala I : ± 7 jam
Kala II : 30 menit
Kala III : 5 menit
Kala IV : 2 jam
 Keadaan air ketuban : kuning agak keruh
 Keadaan umum bayi : kelahiran tunggal, usia kehamilan saat melahirkan 37
minggu, berat badan 2400 gr, panjang badan 49 cm, APGAR score 9/10.

B. Data Obyektif
1. Pemeriksaan Umum

35
 Keadaan umum : Lemah
 Kesadaran : Kompos mentis
 Tanda-tanda vital
Denyut jantung : 120x/mnt
Pernafasan : 40x/mnt
Suhu : 37oC
 Antropometri
BB Lahir : 2900 gram
PB Lahir : 49 cm

2. Pemeriksaan Fisik
a. Kepala
Keadaan Ubun-ubun : lembut, mendatar
Sutura : terpisah
Penonjolan/pencekungan : ada
Lingkar kepala : 40 cm

b. Telinga
Letak/kesimetrisan : simetris
Kelainan : tidak ada

c. Mata
Kesimetrisan : simetris
Tanda-tanda infeksi : tidak ada
Konjungtiva : Anemis
Sklera : Pucat
Kelaianan : tidak ada
Secret : tidak ada
d. Hidung dan Mulut
Kelainan Bawaan : tidak ada
Refleksi menghisap : ada

36
Kesimetrisan : simetris

e. Leher
Pembengkakan : tidak ada
Benjolan : tidak ada

f. Dada
Bentuk : simetris
Putting : menonjol
Napas : Jalan napas bersih
Jantung : normal

g. Bahu, Lengan, dan Tangan


Gerakan : lemah
Kelainan : tidak ada
Bentuk : normal
Kesimetrisan : simetris
Jumlah jari : kaki: 10 jari, tangan : 10 jari

h. Abdomen
Bentuk : simetris

i. Kelamin
Vagina : berlubang
Uretra : berlubang

j. Tungkai dan Kaki


Bentuk : simetris
Gerakan : lemah
Kelainan : tidak ada

37
k. Pungung
Pembengkakan : tidak ada
Spina Bifida : tidak ada

l. Anus
Berlubang : Iya
Verniks : Ada
Warna : kemerahan
II. INTERPRETASI DATA
A. DIAGNOSIS
Bayi Ny. A lahir cukup bulan dengan Meningokel
Dasar : Bayi lahir dengan BB 2900 gr dan PB 49 cm, terdapat sebuah kelainan pada
kepala belakang bayi, yaitu suatu kelainan tabung saraf yang ditandai dengan
adanya penonjolan meningens (selaput otak) berbentuk seperti kantung melalui
suatu lubang pada tulang tengkorak serta ditutupi kulit.

B. MASALAH
Ensefalokel.
Dasar :
a. Gerakan bahu, lengan, tangan, tungkai dan kaki lemah.
b. Terdapat sebuah benjolan di kepala belakang bayi.

C. KEBUTUHAN
Perawatan Pre-Operasi.

III. DIAGNOSA POTENSIAL


Potensial : Infeksi otak yang sangat berbahaya, yaitu terjadi perkembangan hidrochepalus.

IV. TINDAKAN SEGERA


 Menutup luka dengan kassa steril.

38
 Infus dengan cairan glukosa 5% dan NaCl 0,1%.
 Skin test.
 Pemasangan kateter.

V. INTERVENSI
DX/
Tujuan/ kriteria Intervensi Rasionalitas
MSL
DX Tujuan : 1. Jelaskan kepada keluarga Agar keluarga mengetahui
Bayi mendapatkan tentang kondisi anaknya dan memahami tentang
asuhan yang terbaik. berdasarkan hasil kondisi patologis yang
pemeriksaan yang telah sedang dialami bayinya dan
Kriteria : dilakukan. dapat mengambil
Keluarga mengerti. keputusan asuhan yang
baik yang dapat diberikan
pada bayinya.
2. Memberikan dukungan Agar keluarga bayi bisa
emosional dan keyakinan besar hati dan tidak cemas
pada orang tua. dengan keadaan bayinya
yang mengalami kelainan
bawaan ensafalokel.

DX Tujuan : 3. Jelaskan dan minta Agar keluarga mengerti


Bayi mendapatkan persetujuan kepada keluarga dan setuju dilakukan
tindakan operatif. bahwa akan dilakukan tindakan operasi pada bayi
tindakan operasi. mereka.
Kriteria :
Keluarga mengerti dan
setuju.
DX Tujuan : 4. Jelaskan kepada keluarga Agar keluarga mengetahui
Bayi mendapatkan bahwa akan dilakukan bahwa akan dilakukan
tindakan pre-operasi tindakan perawatan pre- tindakan perawatan pre-

39
operasi operatif untuk memperbaiki
Kriteria : kondisi bayi.
Keluarga mengerti.
DX Tujuan : 5. Jelaskan bahwa akan Untuk mencegah terjadinya
Kondisi bayi tidak dilakukan perawatan BBL infeksi dan cidera pada
bertambah buruk. dengan meminimalkan kepala.
handly (mengurangi
Kriteria : memegangi kepala dengan
Kondisi bayi membaik tangan)
sebelum dilakukan 6. Jelaskan bahwa luka pada Untuk mencegah jaringan
operasi. bayi akan ditutup dengan saraf yang terpapar menjadi
kassa steril. kering.
7. Jelaskan akan dilakukan Untuk memenuhi nutrisi
perbaikan KU : dan ketahanan pada tubuh
 Memberikan O2 1 L/menit bayi.
 Memberikan ASI yang
adekuat.
 Memberikan posisi nyaman.
8. Jelaskan akan dilakukan Untuk mengetahui lebih
pengukuran lingkar kepala lanjut tentang kondisi
occiput frontalis dan dibuat benjolan yang ada dikepala
grafik untuk mengetahui belakang bayi.
adanya komplikasi lebih
lanjut.
9. Jelaskan akan dilakukan skin Untuk mengetahui apakah
test. bayi alergi terhadap
antibiotik.
10. Jelaskan akan Untuk mencegah bayi
dilakukan pemasangan infus mengalami dehidrasi.
ditangan kanan dengan cairan

40
glukosa 5% dan NaCl
0,1%/tetes/menit intravena.
11. Jelaskan akan Untuk mengeluarkan urin
dilakukan pemasangan bayi dan tidak terjadi
kateter pada bayi. distensi.
12. Jelaskan akan Untuk mencagah bayi
dilakukan pemberian mengalami infeksi pre
antibiotik sebanyak 15 mg operasi.
setelah diketahui hasil skin
test (-).
13. Jelaskan akan Untuk mengurangi
dilakukan pemberian kecemasan dan mengatasi
sedativa sebanyak 24 mg kejang sebelum
dilakukannya operasi.
14. Jelaskan tindakan Agar bayi mendapatkan
operasi pembedahan medulla tindakan medis yang
spinalis akan dilakukan oleh operatif.
dokter.
VI. IMPLEMENTASI
DX/M
Hari/ tgl jam Implementasi Respon Paraf
SL
DX Senin, 081. Menjelaskan kepada keluarga Keluarga mengerti dan
September tentang kondisi bayi mereka, menerima kondisi bayi
2013. bahwa dari hasil pemeriksaan mereka dan ingin agar
bayinya menderita ensefalokel. anaknya mendapatkan
perawatan yang terbaik.
Pukul: 10.00
2. Memberikan dukungan dan Agar keluarga bayi bisa
WIB
keyakinan pada orang tua. besar hati dan tidak cemas
dengan keadaan bayinya
yang mengalami kelainan

41
bawaan ensafalokel.
3. Menjelaskan dan meminta Keluarga mengerti dan
persetujuan kepada keluarga setuju dilakukan tindakan
bahwa akan dilakukan tindakan operasi untuk bayi mereka.
operasi untuk penatalaksanaan
ensefalokel yang telah
dijadwalkan pada tanggal 10
September 2013, pukul 10.00 -
12.00 WIB.
4. Menjelaskan kepada keluarga Keluarga mengerti dan
bahwa akan dilakukan tindakan setuju dilakukan tindakan
perawatan pre-operasi. untuk perawatan pre-
operasi

5. Melakukan perawatan BBL Keluarga mengerti dan


dengan meminimalkan handly menyetujui untuk
(mengurangi memegangi kepala dilakukan perawatan
dengan tangan) tersebut.

Selasa, 096. Menjelaskan bahwa luka pada Keluarga menyetujui


September bayi akan ditutup dengan kassa dilakukan peutupan luka
2013. steril. pada benjolan dengan
kassa steril.

7. Melakukan perbaikan KU : Keluarga mengerti dan


Pukul :
 Memberikan O2 1 L/menit. menyutujui untuk
10.30 WIB  Memberikan ASI yang adekuat. melakukan perbaikan
 Memberikan posisi nyaman. keadaan umum bayi.

8. Mengukur lingkar kepala occiput Keluarga setuju dilakukan


frontalis dan dibuat grafik untuk tindakan pegukuran lingkar
mengetahui adanya komplikasi kepala occiput frontalis.
lebih lanjut.

42
9. Dilakukan skin test. Keluarga setuju dilakukan
skin test.

10. Melakukan pemasangan Keluarga setuju dilakukan


infus ditangan kanan cairan pemasangan infus.
glukosa 5% dan NaCl
0,1%/tetes/menit intravena.
11. Pemasangan kateter pada Keluarga setuju dilakukan
bayi. pemasangan kateter.

12. Pemberian antibiotik Keluarga setuju dilakukan


sebanyak 15 mg setelah diketahui pemberian antibiotik.
hasil skin test (-).

13. Memberikan sedativa Keluarga setuju dilakukan


sebanyak 24 mg. pemberian sedative.

Jumat,10 14. Menjelaskan kepada Keluarga setuju dilakukan


September keluarga bahwa hari ini akan tindakan pembedahan
2013 dilakukan tindakan pembedahan medulla spinalis oleh
medulla spinalis oleh dokter pada dokter.
pukul 10.00 WIB.
Pukul: 07.00
WIB

VII.EVALUASI
Hari/Tgl/ Jam EVALUASI Paraf

43
Rabu, 10 S : Ibu mengatakan
September 2013
 Mengerti dan menerima kondisi bayinya dan
ingin agar bayinya mendapatkan penanganan
yang terbaik dan setuju dilakukan tindakan
Pukul : 10.00 WIB
operasi.
 Setuju dilakukan tindakan perawatan pre-operasi
pada bayinya.
 Setuju dilakukan tindakan operasi pada bayinya.
 Setuju dilakukan tindakan perawatan pasca-
operasi pada bayinya.
O:

 K/U : Lemah
 Kesadaran : Kompos mentis
 Nadi : 120 x/mnt
 Suhu : 37°C
 Pernapasan : 40 x/mnt
 BB saat lahir : 2900 gr
 Kepala : ada benjolan
 Abdomen : distensi berkurang
 Punggung : tidak ada kelainan
 Lengan,bahu,tangan : Gerakan lemah
 Tungkai dan kaki : Gerakan lemah
 Genetalia : tidak ada kelainan
 Ekstemitas : tidak ada kelainan

A :

 Kondisi bayi sedikit membaik.


P :

 Intervensi dilanjutkan ke tindakan operasi.

44
PRESENTASI KASUS

Meningoencephalocele

I. IDENTITAS PASIEN
No CM : 825735

No Register : 0060760

Nama : By. S

Tanggal Lahir : 13 Februari 2011

Umur : 14 hari

Jenis kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Alamat : Mns. Asan, Lhoksukon

Tanggal masuk : 25 Februari 2011

Tgl masuk NICU : 27 Februari 2011

Tanggal Pemeriksaan : 27 Februari 2011

II. IDENTITAS KELUARGA


AYAH

Nama : Tn. U

Umur : 45 Tahun

Agama : Islam

45
Alamat : Mns. Asan, Lhoksukon

Pekerjaan : Petani

IBU

Nama : Ny. S

Umur : 36 Tahun

Agama : Islam

Alamat : Mns. Asan, Lhoksukon

Pekerjaan : IRT

III. ANAMNESA
( Alloanamnesa: Ibu penderita)

a. Keluhan utama
Benjolan di dahi

b. Keluhan tambahan
Keluar darah dan nanah dari benjolan

c. Riwayat penyakit sekarang


Pasien kiriman dari Rumah Sakit Umum Daerah Cut Meutia dengan
diagnosa Sangkaan Granuloma dan Sekunder Infeksi. Pasien masuk ke
ruang NICU pada tanggal 27 Februari 2011 pukul 19.00 WIB dengan
keluhan adanya benjolan di dahi. Sebelumnya pasien dirawat di ruang
bedah dengan diagnosa Meningokel. Hal ini dialami pasien sejak pasien
dilahirkan. Awalnya benjolan tersebut berukuran kecil, namun semakin
lama semakin membesar hingga berukuran 2 cm. Sekarang benjolan
tersebut mengeluarkan darah dan bernanah. Keluarga pasien mengatakan

46
pasien tidak pernah mengalami kejang atau sesak sejak lahir. Kelainan saat
buang air besar dan buang air kecil tidak dikeluhkan.

d. Riwayat penyakit dahulu


Disangkal

e. Riwayat penyakit keluarga


Disangkal

f. Riwayat pemakaian obat


Disangkal

g. Riwayat kehamilan dan persalinan


Ibu pasien dalam keadaan sehat selama hamil dan melahirkan di
rumah, persalinan ditolong oleh Bidan. Pasien lahir normal dengan
kehamilan cukup bulan, segera menangis dan bernafas spontan. Berat
Badan lahir 2800 gram.

h. Riwayat pemberian makanan


a. Usia 0 - bulan : ASI ad libitum

b. Riwayat perkembangan dan pertumbuhan


a. Pertumbuhan gigi pertama : belum tumbuh
b. Psikomotor
Belum bisa membalikkan badan.

c. Riwayat imunisasi
Os sudah mendapat imunisasi: BCG saat lahir

47
IV. PEMERIKSAAN FISIK
A. STATUS PRESENT
Tanda Vital:

Keadaan umum : baik

Kesadaran : compos mentis

Heart Rate : 138x/mnt

Respiratory rate : 48x/mnt

Suhu : 370C

Data Antropometrik :

Tinggi Badan : 53 Cm

Lingkar Kepala : 30 cm

Berat Badan : 3000 gram

Status Gizi : BBI = BB/TB = LLA ideal =

maka :
kesan :

B. STATUS GENERAL
a) Kepala
 Bentuk : kesan normocephali, benjolan di dahi
 Rambut : bewarna hitam,sukar dicabut
 Mata : pupil bulat isokor, refleks cahaya langsung
(+/+), refleks cahaya tidak langsung (+/+),

48
konjungtiva palpebra inferior pucat (-),
sklera ikterik(-/-)
 Hidung : kesan simetris, nafas cuping hidung (-),
secret(-).
 Mulut
- Bibir : anemis(-/-), sianosis(-/-)
- Mukosa pipi : basah (+)
- Gusi : edema (-), radang (-)
- Lidah : hiperemis (-), tremor (-)
- Geligi : karies dentis (-)
- Tonsil : hiperemis(-)
- Faring : hiperemis(-), edema(-)
 Telinga : serumen (-)

b) Leher
 Bentuk : kesan simetris
 Kelenjar getah bening : teraba (-/-)
 Kelenjar thyroid : teraba (-/-)
 Tekanan vena jugular : TVJ R-2 cm H2O

c) Thorax
 Bentuk dan gerak : kesan simetris
 Tipe pernafasan : abdomino-thorakal
 Retraksi : - suprasternal (-)
- intercostalis (-)

- epigastrik (+)

d) Paru-Paru
 Depan
Palpasi : Fremitus taktil paru kanan = paru kiri

49
Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru Auskultasi
: vesikuler(N/N), Rhonki (-/-), Wheezing(-/-)

 Belakang
Palpasi : Fremitus kanan = kiri

Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru

Auskultasi : Vesikuler (N/N)

Rhonki (-/-) Wheezing(-/-)

e) Jantung
 Inspeksi : Tidak tampak pulsasi ictus cordis
 Palpasi : Teraba pulsasi ictus cordis di ICS V 1 jari
medial linea mid clavicula sinistra
 Perkusi : Batas atas jantung ICS II sinistra
Batas kanan jantung linea parasternal dextra

Batas kiri 1 jari medial linea mid clavicula

sinistra

 Auskultasi : Bunyi jantung I > II, reguler, murmur/gallop (-)

f) Abdomen
 Inspeksi : kesan simetris, gerakan dinding perut
normal.
 Palpasi
Dinding abdomen : distensi(-), nyeri tekan(-)

Hepar : tidak teraba

Lien : tidak teraba

Kandung kemih : kosong

50
 Perkusi : Shiffting dullness (-), undulasi (-)
 Auskultasi : peristaltik usus normal

g) Genetalia : Laki-laki, kelainan kongenital (-)

h) ANUS : (+), kelainan (-)


i) EKSTREMITAS
SUPERIOR INFERIOR
EKSTREMITAS
Kanan Kiri Kanan kiri

Sianotik - - - -

Edema - - - -

Kekuatan 5 5 5 5

Tonus + + + +

Gerakan + + + +

Sensibilitas N N N N

Atrofi otot - - - -

Reflek fisiologis Positif Positif Positif Positif

Reflek patologis Negatif Negatif Negatif Negatif

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG

 Pemeriksaan Darah Rutin Tanggal 16 Februari 2011


Hb : 15,8 gr/dl
Leukosit : 14,8 x 103 /ul
Trombosit : 81 x 103/ul

51
Hematokrit : 46 %

a. Pemeriksaan Darah Tanggal 28 Februari 2011


Hb : 14,6 gr/dl

Leukosit : 17,3 x 103 /ul

Trombosit : 445 x 103/ul

Hematokrit : 42 %

Morfologi darah tepi :

Eosinofil/ Basofil/ Neutrofil batang/ Neutrofil segmen/ Limfosit/


Monosit : 4/ 0/1/46/ 45/4

 Pemeriksaan Darah Tanggal 2 Maret 2011


Bilirubin total : 13,98 mg/dl

Bilirubin direct : 13,11 mg/dl

 Pemeriksaan Darah Tanggal 14 Maret 2011


Hb : 13,3 gr/dl
Leukosit : 14,4 x 103 /ul
Trombosit : 292 x 103/ul
Hematokrit : 37 %
Ct : 7’
Bt : 2’
Ureum : 26 mg/dl
Kreatinin : 0,5 mg/dl
KGDS : 95 mg/dl
Na : 141 meq/L

52
K : 8,5 meq/L
Cl : 114 meq/L

 Pemeriksaan Darah Tanggal 16 Maret 2011


Na : 138 meq/L
K : 6,4 meq/L
Cl : 110 meq/L

 Pemeriksaan Darah Tanggal 16 Maret 2011


Na : 142 meq/L
K : 5 meq/L
Cl : 106 meq/L

 Foto Thorak AP tgl 16 Maret 2011


Kesimpulan : Normal

 CT Scan Kepala/Leher tgl 14 Maret 2011


Hasil :

MSCT Scan kepala irisan axial sejajar dengan OM Line tanpa kontras :

- Tampak area hypodens abnormal di parenkim otak daerah parietal dextra,


massa hypodens di nasofrontalis dextra dan sinistra
- Sistem ventrikel tampak melebar dan asimetris
- Sulci dan gyri sempit
- Tampak deviasi midline struktur ke kiri 1 cm
- Tak tampak kalsifikasi abnormal
- Tak tampak fraktur
- Defect tulang di nasofronmtalis

53
Kesimpulan : Meningoensephalocele daerah nasofrontalis dengan defect di
daerah tersebut, hidrosefalus, deviasi midline, agenesis corpus callosum.

 Kultur jaringan meningokel tgl 1 Maret 2011


- Gram ........... batang
- Terisolasi bakteri patogen Pseudomonas aeruginosa

VI. RESUME

Pasien datang dengan keluhan adanya benjolan di dahi. Hal ini dialami
pasien sejak pasien dilahirkan. Awalnya benjolan tersebut berukuran kecil, namun
semakin lama semakin membesar hingga berukuran 2 cm. Sekarang benjolan
tersebut mengeluarkan darah dan bernanah. Keluarga pasien mengatakan pasien
tidak pernah mengalami kejang atau sesak sejak lahir. Kelainan saat buang air
besar dan buang air kecil tidak dikeluhkan.

Pada pemeriksaan fisik dijumpai keadaan umum baik, keadaan penyakit


baik dan keadaan gizi baik. Pada pemeriksaan kepala dijumpai benjolan di dahi.
Pemeriksaan fisik lain dalam batas normal. Pada pemeriksaan laboratorium
dijumpai leukosit 14,4 x 103 /ul dan pemeriksaan lainnya dalam batas normal.
Pada pemeriksaan foto thorak kesan normal dan foto CT scan kepala kesan
Meningoensephalocele daerah nasofrontalis dengan defect di daerah tersebut,
hidrosefalus, deviasi midline, agenesis corpus callosum.

VII. DIAGNOSA BANDING

1. Meningoensefalokel
2. Meningokel

VIII. DIAGNOSA SEMENTARA

Meningoensefalokel

54
IX. USUL PEMERIKSAAN

- Kultur darah dan jaringan meningoensefalokel

X. PENATALAKSANAAN

 IVFD 4:1 12 gtt/i


 Inj. Ceftriaxone 100 mg/12 jam
 Rawat luka dengan NaCl 0,9 % + Gentamicyn 3 amp
 Bila luka menutup, rencanakan operasi

XII. PROGNOSA

Ad vitam : dubia ad bonam


Ad fungsionam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam

55
XIII. FOLLOW UP

No Tanggal Subjektif Objektif Assessement

1 27/2 s.d 5/3 - Benjolan di Vital Sign: Meningoensefalokel Tera


dahi dan
2011 bernanah Kes : Compos Mentis DD/: - meningokel  I
- Demam  I
- Menangis kuat HR : 116-138 x/i
- Menghisap
Usia: kuat RR : 40-58 x/i Diet:

14-20 hari T : 36,4-38,7 oC  D

Plan
Pemeriksaan Fisik
 K
Kepala : Meningokel

Mata : Pucat (-/-), Ikterik (-/-)

T/H/M : dalam batas normal

Leher : Pembesaran KGB (-)

Thorax : Simetris, Retraksi

Cor : BJ I > BJ II, Reg.,

Bising (-)

Pulmo : Ves (+/+), Rh (-/-),

Wh (-/-)

Abdomen : Soepel, peristaltik (N)

Ekstremitas : Pucat (-/-), Sianosis (-


/-)

BBL : 2800 gram

BBS : 2900-3000 gram

56
No Tanggal Subjektif Objektif Assessment

2 6/3 s.d 12/3 - Benjolan di Vital Sign: Meningoensefalokel Tera


dahi dan
2011 bernanah Kes : Compos Mentis DD/: - meningokel  I
- Menangis kuat  I
- Menghisap HR : 116-144 x/i
kuat
Usia: RR : 36-62 x/i Diet:

21-27 hari T : 36,5-36,8 oC  D

Plan
Pemeriksaan Fisik
 P
Kepala : Meningokel

Mata : Pucat (-/-), Ikterik (-/-)

T/H/M : dalam batas normal

Leher : Pembesaran KGB (-)

Thorax : Simetris, Retraksi

Cor : BJ I > BJ II, Reg.,

Bising (-)

Pulmo : Ves (+/+), Rh (-/-),

Wh (-/-)

Abdomen : Soepel, peristaltik (N)

Ekstremitas : Pucat (-/-), Sianosis (-


/-)

57
BBL : 2800 gram

BBS : 3095-3160 gram

No Tanggal Subjektif Objektif Assessment

3 13/3 s.d 19/3 - Benjolan di Vital Sign: Meningoensefalokel Diet:


dahi
2011 - Menangis kuat Kes : Compos Mentis DD/: - meningokel  D
- Menghisap
kuat HR : 130-1152 x/i
Plan
Usia: RR : 40-48 x/i
 P
28-34 hari T : 36,4-37,1 oC

Pemeriksaan Fisik

Kepala : Meningokel

Mata : Pucat (-/-), Ikterik (-/-)

T/H/M : dalam batas normal

Leher : Pembesaran KGB (-)

Thorax : Simetris, Retraksi

58
Cor : BJ I > BJ II, Reg.,

Bising (-)

Pulmo : Ves (+/+), Rh (-/-),

Wh (-/-)

Abdomen : Soepel, peristaltik (N)

Ekstremitas : Pucat (-/-), Sianosis (-


/-)

BBL : 2800 gram

BBS : 3160-3300 gram

No Tanggal Subjektif Objektif Assessment

4 20/3 s.d 26/3 - Benjolan di Vital Sign: Meningoensefalokel Diet:


dahi
2011 - Menangis kuat Kes : Compos Mentis DD/: - meningokel  D
- Menghisap
kuat HR : 124-144 x/i
- Benjolan di Plan
Usia: seluruh tubuh RR : 36-42 x/i
- Ruam  P
35-41 hari T : 36,7-36,8 oC  K
kemerahan post
tranfusi I

59
Pemeriksaan Fisik Instr

Kepala : Meningokel  E
 C
Mata : Pucat (-/-), Ikterik (-/-)  S

T/H/M : dalam batas normal

Leher : Pembesaran KGB (-)

Thorax : Simetris, Retraksi

Cor : BJ I > BJ II, Reg.,

Bising (-)

Pulmo : Ves (+/+), Rh (-/-),

Wh (-/-)

Abdomen : Soepel, peristaltik (N)

Ekstremitas : Pucat (-/-), Sianosis (-


/-)

BBL : 2800 gram

BBS : 3300-3900 gram

No Tanggal Subjektif Objektif Assessment

60
5 27/3 s.d 3/4 - Benjolan di Vital Sign: Meningoensefalokel Tera
dahi
2011 - Menangis kuat Kes : Compos Mentis DD/: - meningokel  E
- Menghisap  C
kuat HR : 124-153 x/i +  S
- Benjolan di
Usia: seluruh tubuh RR : 40-42 x/i Post op. pemasangan
- Ruam VP Shunt Diet:
42-48 hari T : 36,7-36,8 oC
kemerahan post
tranfusi  D

Pemeriksaan Fisik Tgl.


Kepala : Meningokel 
S
Mata : Pucat (-/-), Ikterik (-/-)

T/H/M : dalam batas normal Th/ p


Leher : Pembesaran KGB (-)  I
 I
Thorax : Simetris, Retraksi
 I
Cor : BJ I > BJ II, Reg.,

Bising (-)

Pulmo : Ves (+/+), Rh (-/-),

Wh (-/-)

Abdomen : Soepel, peristaltik (N)

Ekstremitas : Pucat (-/-), Sianosis (-


/-)

BBL : 2800 gram

BBS : 3900-4000 gram

61
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari pembahasan diatas, dapat disimpulkan bahwa kelainan bawaan pada bayi berupa
meningokel dan ensefalokel. Dimana bahwa meningokel biasanya terdapat pada daerah servikal
atau daerah torakal sebelah atas. Sedangkan ensefalokel biasanya terjadi pada bagian oksipital.
Pada bagian ini terdapat kantong berisi cairan, jaringan saraf, atau sebagian otak. Ensefalokel
akan berkaitan dengan kelainan mental yang berat meskipun sudah dilakukan operasi.

Meningokel adalah meningens yang menonjol melalui vertebra yang tidak utuh dan teraba
sebagai suatu benjolan berisi cairan dibawah kulit. Penyebab terjadinya meningokel adalah
karena adanya defek pada penutupan spina bifida yang berhubungan dengan pertumbuhan yang
tidak normal dari korda spinalis atau penutupnya, biasanya terletak di garis tengah. Resiko
melahirkan anak dengan spina bifida berhubungan erat dengan kekurangan asam folat, terutama
terjadi pada awal kehamilan.

Gejalanya bervariasi, tergantung kepada beratnya kerusakan pada korda spinalis dan akar
saraf yang terkena. Diagnosis spina bifida, termasuk meningokel ditegakkan berdasarkan gejala
dan hasil pemeriksaan fisik.

Tujuan dari pengobatan awal spina bifida, termasuk meningokel adalah mengurangi
kerusakan saraf akibat spina bifida, meminimalkan komplikasi (misalnya infeksi), serta
membantu keluarga dalam menghadapi kelainan ini. Pembedahan dilakukan untuk menutup
lubang yang terbentuk dan untuk mengobati hidrosefalus, kelainan ginjal dan kandung kemih
serta kelainan bentuk fisik yang sering menyertai spina bifida.

Ensefalokel adalah suatu kelainan tabung saraf yang ditandai dengan adanya penonolan
meningens (selaput otak) dan otak yang berbentuk seperti kantung melalui suatu lubang pada
tulang tengkorak.Penyebab ensefalokel diantaranya infeksi, faktor usia ibu yang terlalu muda

62
atau tua ketika hamil, mutasi genetik, serta pola makan yang tidak tepat sehingga mengakibatkan
kekurangan asam folat. Gejala dari ensefalokel, antara lain berupa hidrosefalus, kelumpuhan
keempat anggota gerak (kuadriplegia stastik), mikrosefalus, gangguan penglihatan,
keterbelakangan mental, dan pertumbuhan, ataksia, kejang.

B. Saran
Meningokel dan ensefalokel merupakan kelainan yang berbahaya dan berdampak buruk
pada perkembangan anak. Oleh karena itu, sebagai tenaga kesehatan, khususnya bidan harus
mengetahui dan memahami tentang etiologi, penyebab, penanganan dan pencegahannya. Kepada
wanita yang berencana untuk hamil dianjurkan untuk mengkonsumsi asam folat sebanyak 0,4
mg/hari. Kebutuhan asam folat pada wanita hamil 1 mg/hari. Diharapkan dengan mengkonsumsi
asam folat dapat mengurangi angka resiko terjadinya kelainan meningokel dan ensefalokel.

63
DAFTAR PUSTAKA

FK UI. 1991. Diagnosis Fisis pada Anak. Jakarta : FK UI

Lia Dewi, Vivian Nanny. 2010. Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita. Jakarta: Salemba
Medika

Muslihatun, Wafi Nur. 2010. Asuhan Neonatus Bayi dan Balita. Yogyakarta : Fitramaya

Rosa M. Sacharin. 1996. Prinsip Keperawatan Pediatrik. Jakarta : EGC

BAB I
LANDASAN TEORI

A. Definisi
Istilah atresia berasal dari bahasa Yunani yaitu “a” yang berarti tidak ada dan trepsis yang

64
berarti makanan atau nutrisi.Dalam istilah kedokteran, atresia adalah suatu keadaan tidak adanya
atau tertutupnya lubang badan normal.
Atresia ani adalah malformasi congenital dimana rectum tidak mempunyai lubang keluar
(Walley,1996). Ada juga yang menyebutkan bahwa atresia ani adalah tidak lengkapnya
perkembangan embrionik pada distal anus atau tertutupnya anus secara abnormal (Suriadi,2001).
Sumber lain menyebutkan atresia ani adalah kondisi dimana rectal terjadi gangguan pemisahan
kloaka selama pertumbuhan dalam kandungan.
Jadi, atresia ani adalah kelainan congenital anus dimana anus tidak mempunyai lubang
untuk mengeluarkan feces karena terjadi gangguan pemisahan kloaka yang terjadi saat
kehamilan.
Walaupun kelainan lubang anus akan mudah terbukti saat lahir, tetapi kelainan bisa
terlewatkan bila tidak ada pemeriksaan yang cermat atau pemeriksaan perineum.

B. Etiologi
Etiologi secara pasti atresia ani belum diketahui, namun ada sumber mengatakan kelainan
bawaan anus disebabkan oleh gangguan pertumbuhan, fusi, dan pembentukan anus dari tonjolan
embriogenik.Pada kelainan bawaan anus umumnya tidak ada kelainan rectum, sfingter, dan otot
dasar panggul.Namun demikian pada agenesis anus, sfingter internal mungkin tidak memadai.
Menurut peneletian beberapa ahli masih jarang terjadi bahwa gen autosomal resesif yang
menjadi penyebab atresia ani. Orang tua yang mempunyai gen carrier penyakit ini mempunyai
peluang sekitar 25% untuk diturunkan pada anaknya saat kehamilan. 30% anak yang mempunyai
sindrom genetic, kelainan kromosom atau kelainan congenital lain juga beresiko untuk menderita
atresia ani.Sedangkan kelainan bawaan rectum terjadi karena gangguan pemisahan kloaka
menjadi rectum dan sinus urogenital sehingga biasanya disertai dengan gangguan perkembangan
septum urorektal yang memisahkannya.
C. Faktor predisposisi
Atresia ani dapat terjadi disertai dengan beberapa kelainan kongenital saat lahir seperti :
 Sindrom vactrel (sindrom dimana terjadi abnormalitas pada vertebral, anal, jantung,
trachea, esofagus, ginjal dan kelenjar limfe).
 Kelainan sistem pencernaan.
 Kelainan sistem pekemihan.

65
 Kelainan tulang belakang.

D. Klasifikasi
Secara fungsional, pasien atresia ani dapat dibagi menjadi 2 kelompok besar yaitu :
 Yang tanpa anus tetapi dengan dekompresi adequate traktus gastrointestinalis dicapai
melalui saluran fistula eksterna.
Kelompok ini terutma melibatkan bayi perempuan dengan fistula rectovagina atau
rectofourchette yang relatif besar, dimana fistula ini sering dengan bantuan dilatasi, maka bisa
didapatkan dekompresi usus yang adequate sementara waktu.
 Yang tanpa anus dan tanpa fistula traktus yang tidak adequate untuk jalan keluar tinja.
Pada kelompok ini tidak ada mekanisme apapun untuk menghasilkan dekompresi spontan
kolon, memerlukan beberapa bentuk intervensi bedah segera. Pasien bisa diklasifikasikan lebih
lanjut menjadi 3 sub kelompok anatomi yaitu :
 Anomali rendah
Rectum mempunyai jalur desenden normal melalui otot puborectalis, terdapat sfingter internal
dan eksternal yang berkembang baik dengan fungsi normal dan tidak terdapat hubungan dengan
saluran genitourinarius.
 Anomali intermediet
Rectum berada pada atau di bawah tingkat otot puborectalis; lesung anal dan sfingter eksternal
berada pada posisi yang normal.
 Anomali tinggi
Ujung rectum di atas otot puborectalis dan sfingter internal tidak ada.Hal ini biasanya berhungan
dengan fistuls genitourinarius – retrouretral (pria) atau rectovagina (perempuan).Jarak antara
ujung buntu rectum sampai kulit perineum lebih dari1 cm.
Sedangkan menurut klasifikasi Wingspread (1984), atresia ani dibagi 2 golongan yang
dikelompokkan menurut jenis kelamin.Pada laki – laki golongan I dibagi menjadi 4 kelainan
yaitu kelainan fistel urin, atresia rectum, perineum datar dan fistel tidak ada.Jika ada fistel urin,
tampak mekonium keluar dari orifisium eksternum uretra, mungkin terdapat fistel ke uretra
maupun ke vesika urinaria.Cara praktis menentukan letak fistel adalah dengan memasang kateter
urin.Bila kateter terpasang dan urin jernih, berarti fistel terletak uretra karena fistel tertutup
kateter.Bila dengan kateter urin mengandung mekonuim maka fistel ke vesikaurinaria.Bila

66
evakuasi feses tidak lancar, penderita memerlukan kolostomi segera. Pada atresia rectum
tindakannya sama pada perempuan ; harus dibuat kolostomi. Jika fistel tidak ada dan udara > 1
cm dari kulit pada invertogram, maka perlu segera dilakukan kolostomi.
Sedangkan pada perempuan golongan I dibagi menjadi 5 kelainan yaitu kelainan kloaka,
fistel vagina, fistel rektovestibular, atresia rectum dan fistel tidak ada.Pada fistel vagina,
mekonium tampak keluar dari vagina.Evakuasi feces menjadi tidak lancar sehingga sebaiknya
dilakukan kolostomi.Pada fistel vestibulum, muara fistel terdapat divulva. Umumnya evakuasi
feses lancar selama penderita hanya minum susu. Evakuasi mulai etrhambat saat penderita mulai
makan makanan padat.Kolostomi dapat direncanakan bila penderita dalam keadaan optimal.Bila
terdapat kloaka maka tidak ada pemisahan antara traktus urinarius, traktus genetalis dan jalan
cerna. Evakuasi feses umumnya tidak sempurna sehingga perlu cepat dilakukan kolostomi.Pada
atresia rectum, anus tampak normal tetapi pada pemerikasaan colok dubur, jari tidak dapat masuk
lebih dari 1-2 cm. Tidak ada evakuasi mekonium sehingga perlu segera dilakukan kolostomi.
Bila tidak ada fistel, dibuat invertogram.Jika udara > 1 cm dari kulit perlu segera dilakukan
kolostomi.
Golongan II pada laki – laki dibagi 4 kelainan yaitu kelainan fistel perineum, membran
anal, stenosis anus, fistel tidak ada. Fistel perineum sama dengan pada wanita ; lubangnya
terdapat anterior dari letak anus normal. Pada membran anal biasanya tampak bayangan
mekonium di bawah selaput.Bila evakuasi feses tidak ada sebaiknya dilakukan terapi definit
secepat mungkin. Pada stenosis anus, sama dengan perempuan, tindakan definitive harus
dilakukan. Bila tidak ada fistel dan udara
Sedangkan golongan II pada perempuan dibagi 3 kelainan yaitu kelainan fistel perineum,
stenosis anus dan fistel tidak ada.Lubang fistel perineum biasanya terdapat diantara vulva dan
tempat letak anus normal, tetapi tanda anus yang buntu menimbulkan obstipasi.Pada stenosis
anus, lubang anus terletak di tempat yang seharusnya, tetapi sangat sempit.Evakuasi feses tidak
lancar sehingga biasanya harus segera dilakukan terapi definitive. Bila tidak ada fistel dan pada
invertogram udara

E. Patofisiologi
Anus dan rectum berkembang dari embrionik bagian belakang.Ujung ekor dari bagian
belakang berkembang menjadi kloaka yang merupakan bakal genitoury dan struktur

67
anorektal.Terjadi stenosis anal karena adanya penyempitan pada kanal anorektal.Terjadi atresia
anal karena tidak ada kelengkapan migrasi dan perkembangan struktur kolon antara 7 dan 10
mingggu dalam perkembangan fetal.Kegagalan migrasi dapat juga karena kegagalan dalam
agenesis sacral dan abnormalitas pada uretra dan vagina.Tidak ada pembukaan usus besar yang
keluar anus menyebabkan fecal tidak dapat dikeluarkan sehungga intestinal mengalami obstrksi.

F. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang terjadi pada atresia ani adalah kegagalan lewatnya mekonium
setelah bayi lahir, tidak ada atau stenosis kanal rectal, adanya membran anal dan fistula eksternal
pada perineum (Suriadi,2001). Gejala lain yang nampak diketahui adalah jika bayi tidak dapat
buang air besar sampai 24 jam setelah lahir, gangguan intestinal, pembesaran abdomen,
pembuluh darah di kulit abdomen akan terlihat menonjol (Adele,1996)
Bayi muntah – muntah pada usia 24 – 48 jam setelah lahir juga merupakan salah satu
manifestasi klinis atresia ani. Cairan muntahan akan dapat berwarna hijau karena cairan empedu
atau juga berwarna hitam kehijauan karena cairan mekonium.

G. Pemeriksaan Penunjang
Untuk memperkuat diagnosis sering diperlukan pemeriksaan penunjang sebagai berikut :
a. Pemeriksaan radiologis
Dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya obstruksi intestinal.Pada pemeriksaan
radiologi dengan posisi tegak serta terbalik (dijungkir) dapat dilihat sampai dimana
terdapat penyumbatan.
b. Sinar X terhadap abdomen
Dilakukan untuk menentukan kejelasan keseluruhan bowel dan untuk mengetahui jarak
pemanjangan kantung rectum dari sfingternya.
c. Ultrasound terhadap abdomen
Digunakan untuk melihat fungsi organ internal terutama dalam system pencernaan dan
mencari adanya faktor reversible seperti obstruksi oleh karena massa tumor.
d. CT Scan
Digunakan untuk menentukan lesi.
e. Pyelografi intra vena

68
Digunakan untuk menilai pelviokalises dan ureter.
f. Pemeriksaan fisik rectum
Kepatenan rectal dapat dilakukan colok dubur dengan menggunakan selang atau jari.
g. Rontgenogram abdomen dan pelvis
Juga bisa digunakan untuk mengkonfirmasi adanya fistula yang berhubungan dengan
traktus urinarius. Foto dilakukan setelah bayi berumur >24 jam, karena dalam keadaan
normal seluruh traktus digestivus sudah berisi udara (bayi dibalik selama 5 menit)

H. Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita atresia ani antara lain :

a. Asidosis hiperkioremia.

b. Infeksi saluran kemih yang bisa berkepanjangan.

c. Kerusakan uretra (akibat prosedur bedah).

d. Komplikasi jangka panjang.

- Eversi mukosa anal

- Stenosis (akibat kontriksi jaringan perut dianastomosis)

e. Masalah atau kelambatan yang berhubungan dengan toilet training.

f. Inkontinensia (akibat stenosis awal atau impaksi)

g. Prolaps mukosa anorektal.

h. Fistula kambuan (karena ketegangan diare pembedahan dan infeksi)

(Ngustiyah, 1997 : 248)

I. Penatalaksaan
Penatalaksanaan Medis

69
 Malformasi anorektal dieksplorasi melalui tindakan bedah yang disebut diseksi
posterosagital atau plastik anorektal posterosagital.
 Colostomi sementara dan setelah umur 3 bulan dilakukan koreksi sekaligus.
Perawatan
 Bayi di infus.
 Observasi tanda vital
 Pada atresia ani perlu di terangkan pada ibu atau keluarga bahwa operasi akan
berlangsung 2 tahap yaitu hanya dibuat anus, dan setelah 3 bulan atau lebih dilakukan
koreksi sekaligus.
 Pada anus buatan perlu diperhatikan kebersihan daerah tersebut untuk mencegah infeksi.
 Konsultasi teratur.

BAB II
ASUHAN KEBIDANAN PADA BAYI “R”
UMUR 2 HARI DENGAN ATRESIA ANI
DI RUANG NICU RSUD MATARAM
PADA TANGGAL 23 JUNI 2009

70
Hari/tanggal pengkajian : selasa, 23 Juni 2009
Jam : 16.00 WITA

I. PENGUMPULAN DATA DASAR


A. Data subyektif
1. Biodata
Nama pasien : Bayi “R”
Umur : 2 hari
Jenis kelamin : Laki-laki
Anak : Ke 1
Lahir : Minggu, 21 Juni 2009, pukul 17.00 WITA

Nama Ibu : Ny. T Nama ayah : Tn. J


Umur : 20 tahun Umur : 25 tahun
Suku : Sasak Suku : Sasak
Pendidikan : SMA Pendidikan : SMA
Agama : Islam Agama : Islam
Pekerjaan : Wiraswasta Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Mataram Alamat : Mataram

2. Keluhan utama
Perut bayi kembung, bayi muntah berwarna hijau dan tidak dapat BAB sejak lahir.

3. Riwayat kehamilan dan persalinan


 Riwayat antenatal
a. UK : 38 Minggu
b. Ibu mengatakan memeriksakan kehamilannya secara rutin di puskesmas.
c. Mendapat imunisasi TT lengkap 2x selama hamil
d. Obat-obat yang pernah diminum : Fe, kalk, Vit.C, Vit B6, Vit B1. Diminum sesuai
anjuran

71
e. Tidak ada keluhan selama hamil
f. Ibu tidak ada riwayat alergi terhadap makanan, minuman, maupun obat-obatan.
g. Tidak ada penyakit menular dan berbahaya selama kehamilan dan tidak pernah
mengalami kelainan selama kehamilan.

 Riwayat Natal
a. Ibu merasa sakit perut menjalar ke pinggang mulai tanggal 21 Juni 2009, pukul
12.00 WITA sudah mengeluarkan lendir bercampur darah dan ketuban pecah pada
tanggal 21 Juni 2009 pukul 16.00 WITA dengan warna jernih, bau khas, tidak
bercampur mekonium.
b. Bayi lahir tanggal 21 Juni 2009 pada pukul 17.00 WITA ditolong oleh bidan,
persalinan secara spontan, jenis kelamin laki-laki, bayi lahir dengan letak kepala, bayi
bernafas spontan.

 Riwayat Neonatal
a. Bayi lahir secara : Spontan
b. AS : 7-9
Tabel APGAR Score
NO Aspek yang 1 menit pertama Nilai 5 menit kedua Nilai
diteliti
1 Appreance Ekstremitas biru, 1 Ekstremitas biru, 1
badan merah badan merah
2 Pulse rate >100x/mnt 2 >100x/mnt 2
3 Grimace Tangisan kuat 2 Tangisan kuat 2
4 Activity Ekstremitas fleksi 1 Ekstremitas fleksi 2
sedikit
5 Respiration Tidak teratur 1 Teratur 2
Jumlah 7 9

c. BB : 3000 gram
d. LD : 30 cm

72
e. LK : 32 cm.
f. PB : 50 cm
g. LILA : 11 cm

4. Data Psikososial
 Kontak dini : segera dilakukan setelah bayi lahir.
 Pemberian ASI : setelah lahir, bayi langsung diberikan ASi, reflek menghisap baik.
 Respon orang tua : keluarga sangat senang dengan kelahiran bayi, tetapi ibu merasa
khawatir dengan keadaan bayinya.

B. Data obyektif
1) Keadaan umum : cukup baik
2) Tanda-tanda vital
• denyut jantung : 140 X/menit.
• Respirasi : 40 X/menit.
• Suhu axila :36,5º C
3) Berat badan : 3000 gram
4) Panjang badan : 50 cm
5) Lika/lila : 32 cm/11 cm
6) Pemeriksaan fisik
 Kepala
Kepala simetris, tidak ada luka/lesi, kulit kepala bersih, tidak ada benjolan/tumor,
tidak ada caput succedanium, tidak ada chepal hematom.
 Mata
Simetris, bersih, tidak ada pengeluaran secret, konjungtiva tidak pucat, sclera tidak
ikterus.
 Hidung
Simetris, bersih, tidak ada luka, tidak ada secret, tidak ada pernafasan cuping hidung,
tidak ada pus dan lendir.
 Mulut
Bibir simetris, mukosa lembab, tidak pucat, tidak ada kelainan.

73
 Telinga
Simetris dan matur tulang kartilago berbentuk sempurna.
 Leher
Normal, tidak ada pembengkakan kelenjar thyroid dan kelenjar limfe, tidak ada
kelainan..
 Thoraks/dada
Bentuk dada simetris, putting susu menonjol, pernafasan normal.
 Abdomen
Simetris, perut kembung, tidak terdapat perdarahan pada umbilicus.
 Ektrimitas atas dan bawah
Simetris, tidak fraktur, jumlah jari lengkap, telapak tangan maupun kaki dan kukunya
tidak pucat
 Genitalia
Terdapat lubang uretra, tidak ada kelainan.
 Punggung
Tidak ada penonjolan pada punggung
 Anus
Tidak terdapat anus
 System saraf
Reflek morro (+), reflek hisap (+), reflek menelan (+)
7) Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan radiologi : di temukan terdapat penyumbatan/obstruksi intestinal

II. INTERPRETASI DATA DASAR


A. Diagnosa : Bayi lahir cukup bulan, umur 2 hari dengan atresia ani.
Dasar :
Subyektif : Perut bayi kembung, bayi muntah berwarna hijau dan tidak dapat BAB sejak
lahir.
Obyektif :
a. Nadi : 140 X/menit.
b. Respirasi : 40 X/menit.

74
c. Suhu axsila :36,5º C
Pemeriksaan Fisik :
a. Mata: simetris, Simetris, bersih, tidak ada pengeluaran secret, konjungtiva tidak pucat,
sclera tidak ikterus.
b. Abdomen: Simetris, perut kembung, tidak terdapat perdarahan pada umbilicus.
c. Ekstrimitas (tangan dan kaki); simetris, tidak fraktur, jumlah jari lengkap
d. Anus: tidak terdapat anus
Pemeriksaan penunjang : radiologi ditemukan penyumbatab/obstruksi intestinal.
B. Masalah : Gangguan pemenuhan kebutuhan eliminasi
Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi
C. Kebutuhan :
- Jelaskan pada ibu mengenai keadaan bayi
- Pemenuhan kebutuhan nutrisi bayi
- Persiapan kolostomi sementara

III. IDENTIFIKASI DIAGOSA DAN MASALAH POTENSIAL


Kerusakan uretra, prolaps mukosa anorektal, infeksi saluran kemih, masalah atau
kelambatan yang berhubungan dengan toilet training.

IV. IDENTIFIKASI KEBUTUHAN TINDAKAN SEGERA


 Mandiri : penjelasan tentang keadaan bayi
 Kolaborasi : Kolaborasi dengan tim medis

V. RENCANA TINDAKAN
1. Beritahu ibu tentang keadaan bayinya dan tindakan yang akan dilakukan
2. Observasi Keadaan umum bayi
3. Observasi tanda vital bayi
4. Kolaborasi dengan tim medis untuk pembuatan lubang anus
5. Penuhi kebutuhan nutrisi bayi dengan pemasangan infus

VI. PELAKSANAAN ASUHAN

75
1. Memberitahu ibu tentang keadaan bayinya dan memberitahu tindakan yang akan dilakukan
yaitu melakukan kolostomi sementara agar bayi dapat BAB dan mekonium keluar, kemudian
setelah 3 bulan atau lebih dilakukan operasi kedua.
2. Mengobservasi keadaan umum bayi yaitu keadaan bayi baik, kesadaran composmentis,
reflex bayi baik.
3. Mengobservasi tanda vital bayi yaitu denyut jantung 136x/menit, suhu 36,5°C dan respirasi
36x/menit.
4. Berkolaborasi dengan tim medis untuk pembuatan lubang anus
5. Memenuhi kebutuhan nutrisi bayi dengan pemasangan infus RL.

VII. EVALUASI
1. Ibu mengerti tentang keadaan bayinya
2. Bayi akan segera dilakukan kolostomi
3. Keadaan umum bayi baik, denyut jantung 136x/menit, suhu 36,5°C, respirasi 36x/menit.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam makalah ini telah dijelaskan mengenai Atresia ani, dimana atresia ani merupakan
kelainan congenital anus dimana anus tidak mempunyai lubang untuk mengeluarkan feces
karena terjadi gangguan pemisahan kloaka yang terjadi saat kehamilan.Penyebabnya belum

76
diketahui pasti namun ada sumber mengatakan kelainan bawaan anus disebabkan oleh gangguan
pertumbuhan, fusi, dan pembentukan anus dari tonjolan embriogenik.
Penatalaksanaan yang dapat diberikan pada bayi yang mengalami atresia ani adalah dengan
melakukan kolostomi sementara agar bayi dapat BAB dan mekonium keluar, setelah 3 bulan atau
lebih dilakukan koreksi sekaligus.

77
DAFTAR PUSTAKA

Betz, Cealy L. & Linda A. Sowden. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatrik. Edisike-3.Jakarta :
EGC.

Carpenito, Lynda Juall. 1997. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi ke-6.Jakarta : EGC.

78
79

Anda mungkin juga menyukai