PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dikaitkan terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak karena terjadinya gangguan
pertumbuhan otak, sehingga otomatis bila tidak ditangani secara cepat dan tepat akan
menimbulkan gangguan dalam pertumbuhan dan perkembangan yang lebih parah lagi,
bahkan menjadi kasus yang berat dan berakibat fatal, (Darsono : 2005).Hidrosefalus itu
sendiri adalah penimbunan cairan serebrospinal yang berlebihan di dalam
otakHidrosefalus masih merupakan masalah yang sangat penting dalam dunia kesehatan,
terutama bila. Hidrosefalus adalah kelainan patologis otak yang mengakibatkan
bertambahnya cairan serebrospinal dengan atau pernah dengan tekanan intracranial yang
meninggi, sehingga terdapat pelebaran ventrikel (Darsono 2005).Pelebaran ventrikuler ini
akibat ketidakseimbangan antara produksi dan absorbsi cairan serebrospinal. Adanya
kelainan-kelainan tersebut menyebabkan kepala menjadi besar serta terjadi pelebaran
sutura-sutura dan ubun-ubun ( DeVito et al, 2007 ).Secara statistik ditemukan bahwa
dengan penanganan bedah dan penatalaksanaan medis yang baik sekaipun, didapatkan
hanya sekitar 40 % dari penderita hidrosefalus mempunyai kecerdasan yang normal dan
sekitar 60 % mengalami cacat kecerdasan dan fungsi motorik yang bermakna. (Suriadi
dan Yulianti, 2001) Hydrocephalus itu sendiri adalah akumulasi cairan serebro spinal
dalam ventrikel serebral, ruang subaracnoid, ruang subdural (Suriadi dan Yuliani, 2001).
B. Tujuan
1.Tujuan umum
Adapun tujuan umum dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui berbagai hal
yang berhubungan dengan hidrosefalus dan dapat merancang berbagai cara untuk
mengantisipasi masalah serta dapat melakukan asuhan pada kasus hidrosefalus.
2. Tujuan Khusus
1
C. Rumusan Masalah
D. Manfaat
2
Bab 2
Tinjauan Materi
A. Definisi
Hydrocephalus berkembang jika aliran serebro spinal terhambat pada tempat sepanjang
perjalanannya, timbulnya hydrocephalus akibat produksi berlebihan cairan serebrospinal
dianggap sebagai proses yang intermitten setelah suatu infeksi atau trauma. Ini dapat
terjadi kelainan yang progresif pada anak – anak yang disebabkan oleh papyloma pleksus
dapat diatasi dengan operasi (Mumenthaler, 1995). Pembagiaan hydrocephalus pada anak
dan bayiHydrocephalus pada anak atau bayi pada dasarnya dibagi menjadi 2 yaitu :
1. Kongenital
Merupakan hydrocphalus yang sudah diderita sejak bayi dilahirkan sehingga pada saat
lahir keadaan otak bayi terbentuk kecil, terdesak oleh banyaknya cairan dalam kepala dan
tingginya tekanan intrakranial sehingga pertumbuhan sel otak terganggu.
2. Non Kongenital
Bayi atau anak mengalaminya pada saat sudah besar dengan penyebabnya yaitu penyakit
– penyakit tertentu misalnya trauma, TBC yang menyerang otak dimana pengobatannya
tidak tuntas.Pada hydrocephalus didapat pertumbuhan otak sudah sempurna, tetapi
kemudian teganggu oleh sebab adanya peninggian tekanan intrakranial sehingga
perbedaan antara hydrocephalus kongenital dan hydrocephalus non kongenital terletak
pad pembentukan otak dan kemungkinan prognosanya.
Berdasarkan letak obstruksi CSF hydrocephalus pada bayi dan anak ini juga dalam 2
bagian, terbagi yaitu;
3
b. Hydricephalus Non komunukan (nonkommunican hydrocephalus),Pada hydrocephalus
nonkomunikan obstruksinya terdapat dalam system ventrikel sehingga menghambat
aliran bebas dari CSF. Biasanya gangguan yang terjadi pada hydrocephalus kongenital
adalah pada sistem ventikel sehingga terjadi bentuk hydrocephalus nonkomunikan.
2.2 Epidemiologi
2.3 Etiologi
1. Sebab-sebab Prenatal
Sebab prenatal merupakan faktor yang bertanggung jawab atas terjadinya hidrosefalus
kongenital yang timbul in- utero ataupun setelah lahir. Seabb-sebab ini mencakup
malformasi ( anomali perkembangan sporadis ), infeksi atau kelainan vaskuler. Pada
sebagian besar pasien banyak yang etiologi tidak dapat diketahui dan untuk ini
diistilahkan sebagai hidrosefalus idiopatik.
2. Sebab-sebab Postnatal
b) Perdarahan yang disebabkan oleh berbagai kejadian seperti prematur, cedera kepala,
ruptura malformasi vaskuler.
d) Gangguan aliran vena. Biasanya terjadi akibat sumbatan antomis dan fungsional
seperti akhondroplasia dimana terjadi gangguan drainase vena pada basis krani, trombosis
jugularis.
4
Penyebab sumbatan aliran CSF, Penyebab sumbatan aliran CSF yang sering terdapat pada
bayi dan anak – anak. Penyebab penyumbatan aliran CSS yang sering terdapat pada bayi
adalah:
1. Kelainan bawaan
Merupakan penyebab yang paling sering pada bayi/anak (60-90%) Aquaductus dapat
berubah saluran yang buntu sama sekali atau abnormal ialah lebih sempit dari biasanya.
Umumnya gejala Hidrocefalus terlihat sejak lahir/progresif dengan cepat pada bulan-
bulan pertama setelah lahir.
c. Sindrom Dandy-Walker
Merupakan atresia congenital foramen luscha dan mengendie dengan akibat Hidrocefalus
obstruktif dengan pelebran sistem ventrikel terutama ventrikel IV sehingga merupakan
krista yang besar di daerah losa posterior.
d. Kista Arachnoid
2. Infeksi
3) Neoplasma
Hidrosefalus oleh obstruksi mekanik yang dapat terjadi di setiap tempat aliran
CSS.Pengobatannya dalam hal ini di tujukan kepada penyebabnya dan apabila tumor
tidak di angkat, maka dapat di lakukan tindakan paliatif dengan mengalihkan CSS melalui
saluran buatan atau pirau. Pada anak, penyumbatan ventrikel IV atau akuaduktus Sylvii
biasanya suatu glioma yang berasal dari serebelum, penyumbatan bagian depan ventrikel
III disebabkan kraniofaringioma.
4) Perdarahan
5
Perdarahan sebelum dan sesudah lahir dalam otak, dapat menyebabkan fibrosis
leptomeningen terutama pada daerah basal otak, selain penyumbatan yang terjadi akibat
organisasi dari darah itu sendiri (Allan H. Ropper, 2005:360)
2.4 Klasifikasi
Hidrosephalus pada anak atau bayi pada dasarnya dapat di bagi dua:
1. Kongenital
b. Terdesak oleh banyaknya cairan didalam kepala dan tingginya tekanan intrakranial
sehingga pertumbuhan sel otak terganggu.
2. Didapat
Bayi atau anak mengalaminya pada saat sudah besar, dengan penyebabnya adalah
penyakit-penyakit tertentu misalnya trauma, TBC yang menyerang otak dimana
pengobatannya tidak tuntas.
Pada hidrosefalus di dapat pertumbuhan otak sudah sempurna, tetapi kemudian terganggu
oleh sebab adanya peninggian tekanan intrakranial.Sehingga perbedaan hidrosefalus
kongenital dengan di dapat terletak pada pembentukan otak dan pembentukan otak dan
kemungkinan prognosanya. Berdasarkan letak obstruksi CSS ( Cairan Serbrospinal )
hidrosefalus pada bayi dan anak ini juga terbagi dalam tiga bagian yaitu :
6
1. Hydrocephalus komunikan
Apabila obstruksinya terdapat pada rongga subaracnoid, sehingga terdapat aliran bebas
CSS dalam sistem ventrikel sampai ke tempat sumbatan.Jenis ini tidak terdapat obstruksi
pada aliran CSS tetapi villus arachnoid untuk mengabsorbsi CSS terdapat dalam jumlah
yang sangat sedikit atau malfungsional.Umumnya terdapat pada orang dewasa, biasanya
disebabkan karena dipenuhinya villus arachnoid dengan darah sesudah terjadinya
hemmorhage subarachnoid (klien memperkembangkan tanda dan gejala – gejala
peningkatan ICP).
Jenis ini tidak terdapat obstruksi pada aliran CSS tetapi villus arachnoid untuk
mengabsorbsi CSS terdapat dalam jumlah yang sangat sedikit atau malfungsional.
Umumnya terdapat pada orang dewasa, biasanya disebabkan karena dipenuhinya villus
arachnoid dengan darah sesudah terjadinya hemmorhage subarachnoid (klien
memperkembangkan tanda dan gejala – gejala peningkatan ICP)
Di tandai pembesaran sister basilar dan fentrikel disertai dengan kompresi jaringan
serebral, dapat terjadi atrofi serebral. Tekanan intrakranial biasanya normal, gejala –
gejala dan tanda – tanda lainnya meliputi ; dimentia, ataxic gait, incontinentia urine.
Kelainan ini berhubungan dengan cedera kepala, hemmorhage serebral atau thrombosis,
mengitis; pada beberapa kasus (Kelompok umur 60 – 70 tahun) ada kemingkinan
ditemukan hubungan tersebut.
Dikarenakan kondisi CSS yang tidak normal hidrosefalus secara teoritis terjadi sebagai
akibat dari tiga mekanisme yaitu:
7
2. Peningkatan resistensi aliran likuor
Tanda awal dan gejala hidrosefalus tergantung pada derajat ketidakseimbangan kapasitas
produksi dan resorbsi CSS (Darsono, 2005).Gejala-gejala yang menonjol merupakan
refleksi adanya hipertensi intrakranial.
Manifestasi klinis dari hidrosefalus pada anak dikelompokkan menjadi dua golongan,
yaitu :
Meliputi pembesaran kepala abnormal, gambaran tetap hidrosefalus kongenital dan pada
masa bayi.Lingkaran kepala neonatus biasanya adalah 35-40 cm, dan pertumbuhan
ukuran lingkar kepala terbesar adalah selama tahun pertama kehidupan.Kranium
8
terdistensi dalam semua arah, tetapi terutama pada daerah frontal.Tampak dorsum nasi
lebih besar dari biasa.Fontanella terbuka dan tegang, sutura masih terbuka bebas.Tulang-
tulang kepala menjadi sangat tipis.Vena-vena di sisi samping kepala tampak melebar dan
berkelok. (Peter Paul Rickham, 2003).
Pembesaran kepala tidak bermakna, tetapi nyeri kepala sebagai manifestasi hipertensi
intrakranial.Lokasi nyeri kepala tidak khas.Dapat disertai keluhan penglihatan ganda
(diplopia) dan jarang diikuti penurunan visus. Secara umum gejala yang paling umum
terjadi pada pasien-pasien hidrosefalus di bawah usia dua tahun adalah pembesaran
abnormal yang progresif dari ukuran kepala. Makrokrania mengesankan sebagai salah
satu tanda bila ukuran lingkar kepala lebih besar dari dua deviasi standar di atas ukuran
normal.
Gejala hipertensi intrakranial lebih menonjol pada anak yang lebih besar dibandingkan
dengan bayi. Gejalanya mencakup: nyeri kepala, muntah, gangguan kesadaran, gangguan
okulomotor, dan pada kasus yang telah lanjut ada gejala gangguan batang otak akibat
herniasi tonsiler (bradikardia, aritmia respirasi). (Darsono, 2005:213).
Kepala bisa berukuran normal dengan fontanela anterior menonjol, lama kelamaan
menjadi besar dan mengeras menjadi bentuk yang karakteristik oleh peningkatan dimensi
ventrikel lateral dan anterior – posterior diatas proporsi ukuran wajah dan bandan bayi.
Puncak orbital tertekan ke bawah dan mata terletak agak kebawah dan keluar dengan
penonjolan putih mata yang tidak biasanya. Tampak adanya dsitensi vena superfisialis
dan kulit kepala menjadi tipis serta rapuh.Uji radiologis : terlihat tengkorak mengalami
penipisan dengan sutura yang terpisah – pisah dan pelebaran vontanela. Ventirkulogram
menunjukkan pembesaran pada sistim ventrikel . CT scan dapat menggambarkan sistim
ventrikuler dengan penebalan jaringan dan adnya massa pada ruangan Occuptional. Pada
bayi terlihat lemah dan diam tanpa aktivitas normal. Proses ini pada tipe communicating
dapat tertahan secara spontan atau dapat terus dengan menyebabkan atrofi optik, spasme
ekstremitas, konvulsi, malnutrisi dan kematian, jika anak hidup maka akan terjadi
retardasi mental dan fisik.
a. Bayi :
9
1. Kepala menjadi makin besar dan akan terlihat pada umur 3 tahun.
4. Muntah
5. Gelisah
9. Dahi menonjol bersinar atau mengkilat dan pembuluh-pembuluh darah terlihat jelas.
10. Alis mata dan bulu mata ke atas, sehingga sclera telihat seolah-olah di atas Iris
1. Nyeri kepala
2. Muntah
4. Ketegangan dari sutura cranial dapat terlihat pada anak berumur 10 tahun
6. Strabismus
7. Perubahan pupil
Selain dari gejala-gejala klinik, keluhan pasien maupun dari hasil pemeriksaan fisik dan
psikis, untuk keperluan diagnostik hidrosefalus dilakukan pemeriksaan-pemeriksaan
penunjang yaitu :
10
1. Rontgen foto kepala
2. Hidrosefalus tipe juvenile/adult oleh karena sutura telah menutup maka dari foto
rontgen kepala diharapkan adanya gambaran kenaikan tekanan intrakranial.
2. Transimulasi
Syarat untuk transimulasi adalah fontanela masih terbuka, pemeriksaan ini dilakukan
dalam ruangan yang gelap setelah pemeriksa beradaptasi selama 3 menit.Alat yang
dipakai lampu senter yang dilengkapi dengan rubber adaptor. Pada hidrosefalus, lebar
halo dari tepi sinar akan terlihat lebih lebar 1-2 cm.
3. Lingkaran kepala
Diagnosis hidrosefalus pada bayi dapat dicurigai, jika penambahan lingkar kepala
melampaui satu atau lebih garis-garis kisi pada chart (jarak antara dua garis kisi 1 cm)
dalam kurun waktu 2-4 minggu. Pada anak yang besar lingkaran kepala dapat normal hal
ini disebabkan oleh karena hidrosefalus terjadi setelah penutupan suturan secara
fungsional.
Tetapi jika hidrosefalus telah ada sebelum penutupan suturan kranialis maka penutupan
sutura tidak akan terjadi secara menyeluruh.
4. Ventrikulografi
Yaitu dengan memasukkan konras berupa O2 murni atau kontras lainnya dengan alat
tertentu menembus melalui fontanela anterior langsung masuk ke dalam ventrikel. Setelah
kontras masuk langsung difoto, maka akan terlihat kontras mengisi ruang ventrikel yang
melebar. Pada anak yang besar karena fontanela telah menutup untuk memasukkan
kontras dibuatkan lubang dengan bor pada kranium bagian frontal atau
oksipitalis.Ventrikulografi ini sangat sulit, dan mempunyai risiko yang tinggi. Di rumah
sakit yang telah memiliki fasilitas CT Scan, prosedur ini telah ditinggalkan.
5. Ultrasonografi
Dilakukan melalui fontanela anterior yang masih terbuka.Dengan USG diharapkan dapat
menunjukkan system ventrikel yang melebar. Pendapat lain mengatakan pemeriksaan
USG pada penderita hidrosefalus ternyata tidak mempunyai nilai di dalam menentukan
keadaan sistem ventrikel hal ini disebabkan oleh karena USG tidak dapat
menggambarkan anatomi sistem ventrikel secara jelas, seperti halnya pada pemeriksaan
CT Scan.
11
6. CT Scan kepala
Untuk mengetahui kondisi patologis otak dan medula spinalis dengan menggunakan
teknik scaning dengan kekuatan magnet untuk membuat bayangan struktur tubuh.
2.8 Penatalaksaaan
a. Penanganan hidrocefalus masuk pada katagori ”live saving and live sustaining” yang
berarti penyakit ini memerlukan diagnosis dini yang dilanjutkan dengan tindakan bedah
secepatnya. Keterlambatan akan menyebabkan kecacatan dan kematian sehingga prinsip
pengobatan hidrocefalus harus dipenuhi yakni:
a. Drainase ventrikule-peritoneal
b. Drainase Lombo-Peritoneal
c. Drainase ventrikulo-Pleural
d. Drainase ventrikule-Uretrostomi
12
4. Tindakan bedah pemasangan selang pintasan atau drainase dilakukan setelah
diagnosis lengkap dan pasien telah di bius total. Dibuat sayatan kecil di daerah kepala dan
dilakukan pembukaan tulang tengkorak dan selaput otak, lalu selang pintasan
dipasang.Disusul kemudian dibuat sayatan kecil di daerah perut, dibuka rongga perut lalu
ditanam selang pintasan, antara ujung selang di kepala dan perut dihubiungakan dengan
selang yang ditanam di bawah kulit hingga tidak terlihat dari luar.
5. Pengobatan modern atau canggih dilakukan dengan bahan shunt atau pintasan jenis
silicon yang awet, lentur, tidak mudah putus.
1. Eksternal
CSS dialirkan dari ventrikel ke dunia luar, dan bersifat hanya sementara. Misalnya:
pungsi lumbal yang berulang-ulang untuk terapi hidrosefalus tekanan normal.
2. Internal
CSS dialirkan dari Resessus Spinalis Lumbalis ke rongga peritoneum dengan operasi
terbuka atau dengan jarum Touhy secara perkutan.
Teknik Shunting:
2. Suatu reservoir yang memungkinkan aspirasi dari CSS untuk dilakukan analisis.
3. Sebuah katup yang terdapat dalam sistem Shunting ini, baik yang terletak proksimal
dengan tipe bola atau diafragma (Hakim, Pudenz, Pitz, Holter) maupun yang terletak di
distal dengan katup berbentuk celah (Pudenz). Katup akan membuka pada tekanan yang
berkisar antara 5-150 mm, H2O.
13
4. Ventriculo-Atrial Shunt. Ujung distal kateter dimasukkan ke dalam atrium kanan
jantung melalui v. jugularis interna (dengan thorax x-ray ® ujung distal setinggi 6/7).
Ventriculo-Peritneal Shunt
Pada anak-anak dengan kumparan silang yang banyak, memungkinkan tidak diperlukan
adanya revisi walaupun badan anak tumbuh memanjang.
Komplikasi yang sering terjadi pada shunting: infeksi, hematom subdural, obstruksi,
keadaan CSS yang rendah, ascites akibat CSS, kraniosinostosis.
b.Farmakologis
Obat ini untuk menghambat enzim yang ditemukan dalam banyak jaringan tubuh yang
mengkatalisis reaksi reversibel di mana karbon dioksida menjadi terhidrasi dan asam
karbonat dehidrasi.Perubahan ini dapat mengakibatkan penurunan produksi CSF oleh
koroid pleksus.
Acetazolamide (Diamox)
* Diuretik loop
Obat ini untuk meningkatkan ekskresi air dengan mengganggu sistem cotransport klorida-
mengikat, yang hasil dari penghambatan reabsorpsi natrium dan klorida di ascending loop
dari Henle tubulus ginjal dan distal.
Furosemide (Lasix)
14
Mekanisme yang diusulkan untuk menurunkan ICP meliputi turunnya penyerapan
natrium otak, mempengaruhi transportasi air ke dalam sel astroglial oleh pompa
menghambat selular kation-klorida membran, dan penurunan produksi CSF oleh
anhydrase karbonat menghambat.Digunakan sebagai terapi tambahan dengan ACZ dalam
pengobatan hidrosefalus sementara posthemorrhagic pada neonatus.Furosemide 1
mg/KgBB/hari PO dibagi dalam 3-4 dosis Lakukan pemeriksaan serum elektrolit secara
berkala untuk mencegah terjadinya efek samping.
Tindakan bedah
Pembedahan merupakan pilihan terapi yang lebih disukai.Ulangi pungsi lumbal dapat
dilakukan untuk kasus hidrosefalus setelah perdarahan intraventricular, karena kondisi ini
bisa menghilang secara spontan.Jika reabsorpsi tidak dilanjutkan bila kandungan protein
cairan serebrospinal (CSF) kurang dari 100 mg / dL, resorpsi spontan tidak mungkin
terjadi.Lumbal punsi dapat dilakukan hanya dalam kasus-kasus hidrosefalus
berkomunikasi.
Hal ini penting karena selang pintasan itu ditanam di jaringan otak, kulit dan rongga perut
dalam waktu yang lama bahkan seumur hidup penderita, sehingga perlu dihindarkan efek
reaksi penolakan oleh tubuh.Tindakan bedah pemasangan selang pintasan dilakukan
setelah diagnosis dilengkapi dan indikasi serta syarat dipenuhi. Tindakan dilakukan
terhadap penderita yang dibius otak ada sayatan kecil di daerah kepala dan dilakukan
pembukaan tulang tengkorak dan selaput otak yang selanjutnya selang pintasan ventrikel
dipasang, disusul kemudian dibuat sayatan kecil didaerah perut antara kedua ujung selang
tersebut dihubungkan, dengan sebuah selang pintasan rongga perut antara kedua ujung
selang tersebut dihubungkan, dengan sebuah selang pintasan yang ditanam di bawah kulit
sehingga tidak terlihat dari luar.
2. Teknik neuroendoskopi
Endoskopi dapat digunakan sebagai alat diagnosa dan sekaligus tindakan bedah.VRIES
pada tahun 1978 mengembangkan endoskopi yang canggih, yakni sebuah selang fiber
optik yang dilengkapi dengan peralatan bedah mikro dan sinar laser.Dengan demikian
melalui sebuah lubang di kepala, selang dipadu dengan layar televisi, dioperasikan alat
bedah untuk membuka tumor yang menyumbat rongga ventrikel.
2.9 Komplikasi
Komplikasi sering terjadi karena pemasangan VP shunt adalah infeksi dan malfungsi.
Malfungsi disebakan oleh obstruksi mekanik atau perpindahan didalam ventrikel dari
bahan – bahan khusus ( jaringan /eksudat ) atau ujung distal dari thrombosis sebagai
15
akibat dari pertumbuhan. Obstruksi VP shunt sering menunjukan kegawatan dengan
manifestasi klinis peningkatan TIK yang lebih sering diikuti dengan status neurologis
buruk. Komplikasi yang sering terjadi adalah infeksi VP shunt.Infeksi umumnya akibat
dari infeksi pada saat pemasangan VP shunt.Infeksi itu meliputi septik, Endokarditis
bacterial, infeksi luka, Nefritis shunt, meningitis, dan ventrikulitis. Komplikasi VP shunt
yang serius lainnya adalah subdural hematoma yang di sebabkan oleh reduksi yang cepat
pada tekanan ntrakranial dan ukurannya. Komplikasi yang dapat terjadi adalah peritonitis
abses abdominal, perforasi organ-organ abdomen oleh kateter atau trokar (pada saat
pemasangan), fistula hernia, dan ilius.
2.10 Prognosis
Keberhasilan tindakan operatif serta prognosis hidrosefalus ditentukan ada atau tidaknya
anomali yang menyertai, mempunyai prognosis lebih baik dari hidrosefalus yang bersama
dengan malformasi lain (hidrosefalus komplikata). Prognosis hidrosefalus infatil
mengalami perbaikan bermakna namun tidak dramatis dengan temuan operasi pisau. Jika
tidak dioperasi 50-60% bayi akan meniggal karena hidrosefalus sendiri ataupun penyakit
penyerta. Skitar 40% bayi yang bertahan memiliki kecerdasan hampir normal. Dengan
bedah saraf dan penatalaksanaan medis yang baik, sekitar 70% diharap dapat melampaui
masa bayi, sekitar 40% dengan intelek normal, dan sektar 60% dengan cacat intelek dan
motorik bermakna. Prognosis bayi hidrosefalus dengan meningomilokel lebih buruk.
Hidrosefalus yang tidak diterapi akan menimbulkan gejala sisa, gangguan neurologis
serta kecerdasan. Dari kelompok yang tidak diterapi, 50-70% akan meninggal karena
penyakitnya sendiri atau akibat infeksi berulang, atau oleh karena aspirasi pneumonia.
Namun bila prosesnya berhenti (arrested hidrosefalus) sekitar 40% anak akan mencapai
kecerdasan yang normal (Allan H. Ropper, 2005). Pada kelompok yang dioperasi, angka
kematian adalah 7%.Setelah operasi sekitar 51% kasus mencapai fungsi normal dan
sekitar 16% mengalami retardasi mental ringan.Adalah penting sekali anak hidrosefalus
mendapat tindak lanjut jangka panjang dengan kelompok multidisipliner.
16
BAB 3
Identitas
Umur : 4 bulan
Panjang badan : 46 cm
Umur : 23 Th Umur : 23 Th
S : bayi N jenis kelamin perempuan dengan usia 4 bulan dangan berat badan 8,6 kg,
ibu mengatakan kepala bayi membesar sejak 2 bulan yang lalu dengan bentuk berbenjol-
benjol pada bagian atas dan dahi kepala. Membesar diawali dibagian dahi dan diikuti
dibagian lain. Saat ini bayi tidak bisa memiringkan tubuhnya, hanya bisa berbaring
terlentang dan responya pasif.
O : KU : Buruk , KES : CM, PB : 65 cm, BB : 8,6 Kg, Lingkep : 6,7 cm, kepala :
tampak membesar, Asimetris, berbenjol pada bagian pariental dan frontal, UUB :
Menonjol, Terbuka
17
Mata : kearah bawah/ sunset fenomena, konjungtiva : pusat,
P :
18
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Jumlah cairan serebrospinal (CSF) dalam rongga serebrospinal yang berlebihan dapat
meningkatkan tekanan sehingga dapat merusak jaringan saraf.Keadaan ini disebut
hydrocephalus yang berarti “kelebihan air dalam kubah tengkorak”. Jadi, hydrocephalus
dapat diakibatkan oleh pembentukan cairan berlebihan oleh pleksus koroideus, absorpsi
yang inadekuat, atau obstruksi aliran keluar pada salah satu ventrikel atau lebih.
Ada dua jenis hydrocephalus : nonkomunikans, yaitu aliran cairan dari sistem ventrikel
ke ruang subarachnoid mengalami sumbatan dan komunikans yaitu tidak ada sumbatan.
Sindroma klinis yang berhhubungan dengan dilatasi yang progresif pada sistem
ventrikuler serebral dan kompresi gabungan dari jaringan – jaringan serebral selama
produksi.CSF yang ada menigkatkan kecepatan absorpsi oleh vilii arachnoid.Akibat
berkelebihannya cairan serebrospinal dan meningkatnya tekanan intrakranial
menyebabkan terjadinya peleburan ruang – ruang tempat mengalirnya cairan.Penyebab
penyumbatan aliran CSF yang sering terjadi pada bayi dan anak adalah kelainan bawaan
(kongenital), infeksi, neoplasma, dan perdarahan.
4.2 Saran
Tindakan alternatif selain oprasi di terapkan khususnya bagi kasus – kasus yang
mengalami sumbatan di dalam system ventrikel.Dalam hal ini maka tindakan terapeutik
semacam ini perlu. Dalam pembuatan makalah ini , masih banyak terdapat kekurangan.
Oleh karena itu, sangat diperlukan kritik dan saran yang membangun agar dalam
pembuatan makalah selanjutnya lebih baik lagi. Selain itu, makalah ini disarankan pula
untuk dijadikan tolak ukur dalam pembuatan makalah-makalah selanjutnya.
19
DAFTAR PUSTAKA
Doenges M.E, ( 1999), Rencana Asuhan keperawtan : pedoman untuk perencanaan dan
pendokumentasian perawatan pasien, EGC, Jakarta
Fauziah, Afroh dan Sudarti. 2012. Asuhan Kebidanan Neonatus, Bayi, dan Anak Balita.
Yogyakarta : Nuha Medika
Hidayat, Alimul, A. Aziz (2006). Pengantar Ilmu Keperawatan Anak I. Jakarta : EGC.
Lynda Juall Carpenito, ( 2000) Buku Saku : Diagnosa Keperawatan, Ed.8, EGC, Jakarta
Robert M. Kliegman, Ann M.Arvin. 1999. Ilmu Kesehatan Anak. Volume I. Edisi 15.Jakarta
: EGC.
Supartini, Yupi. ( 2004 ). Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta : EGC.
Tucker, Martin Susan (1998). Patien Care Standars :Nursing Process, Diagnosis, and
Outcome (Yasmin, penerjemah). Mosby (sumber asli diterbitkan 1992).
20
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Cacat bawaan adalah suatu kelainan/cacat yang dibawa sejak lahir baik fisik
maupun mental. Cacat bawaan dapat disebabkan akibat kejadian sebelum
kehamilan, selama kehamilan dan saat melahirkan atau masa perinatal. Cacat ini
dapat akibat penyakit genetik, pengaruh lingkungan baik sebelum pembuahan
(bahan mutagenik) maupun setelah terjadi pembuahan (bahan teratogenik).
Bila cacat bawaan terutama malformasi multipel disertai dengan retardasi
mental dan kelainan rajah tangan (dermataoglifi) memberikan kecurigaan kelainan
genetik (kromosomal). Penyakit genetik adalah penyakit yang terjadi akibat cacat
bahan keturunan pada saat sebelum dan sedang terjadi pembuahan. Penyakit
genetik tidak selalu akibat pewarisan dan diwariskan, dapat pula terjadi mutasi
secara spontan yang dipengaruhi oleh lingkungan. Penyakit infeksi dalam
kandungan, pengaruh lingkungan seperti radiasi sinar radioaktif dan
kekurangan/kelebihan bahan nutrisi juga dapat menyebabkan cacat bawaan.
Kelainan bawaan pada neonatus dapat terjadi pada berbagai organ tubuh.
Diantaranya meningokel dan ensefalokel. Meningokel dan ensefalokel merupakan
kelainan bawaan di mana terjadi pemburutan selaput otak dan isi kepala keluar
melalui lubang pada tengkorak atau tulang belakang.
Meningokel biasanya terdapat pada daerah servikal atau daerah torakal
sebelah atas. Kantong hanya berisi selaput otak, sedangkan korda tetap dalam
korda spinalis ( dalam durameter tidak terdapat saraf). Operasi akan mengoreksi
kelainan, sehingga tidak terjadi gangguan sensorik dan motorik dan bayi akan
menjadi normal.Ensefalokel biasanya terjadi pada bagian oksipital. Pada bagian
21
ini terdapat kantong berisi cairan, jaringan saraf, atau sebagian otak. Ensefalokel
akan berkaitan dengan kelainan mental yang berat meskipun sudah dilakukan
operasi.
B. Rumusan Masalah
a. Apa pengertian dari meningokel dan ensefalokel?
b. Bagaimana etiologi dari meningokel dan ensefalokel?
c. Apa saja tanda dan gejala dari meningokel dan ensefalokel?
d. Bagaimana patofisiologi dari meningokel dan ensefalokel?
e. Bagaimana penatalaksanaan dari meningokel dan ensefalokel?
C. Tujuan
a. Untuk mengetahui pengertian meningokel ensefalokel.
b. Untuk mengetahui etiologi dari meningokel ensefalokel.
c. Untuk mengetahui gejala meningokel ensefalokel.
d. Untuk mengetahui patofisiologi meningokel dan ensefalokel.
e. Untuk mengetahui cara penanganan meningokel dan ensefalokel.
22
BAB II
PEMBAHASAN
I. MENINGOKEL
a. Definisi
Meningokel merupakan benjolan berbentuk kista di garis tulang belakang
yang umumnya terdapat di daerah lumbo-sakral. Lapisan meningel berupa
durameter dan arachnoid ke luar kanalis vertebralis, sedangkan medulla spinalis
masih di tempat yang normal. Benjolan ditutup dengan membrane tipis yang
semi-transparan berwarna kebiru-biruan atau ditutup sama sekali oleh kulit yang
dapat menunjukkan hipertrikhosis atau nevus. Pada transiluminasi tidak terlihat
jaringan saraf pusat di dinding benjolan.
Meningokel adalah satu dari tiga jenis kelainan bawaan spina bifida.
Meningokel adalah meningens yang menonjol melalui vertebra yang tidak utuh
dan teraba sebagai suatu benjolan berisi cairan di bawah kulit. Spina bifida
(sumbing tulang belakang) adalah suatu celah pada tulang belakang (vertebra),
yang terjadi karena bagian dari satu atau beberapa vertebra gagal menutup atau
gagal terbentuk secara utuh.
Biasanya terdapat di daerah servikal atau daerah torakal sebelah atas.Kantong
hanya berisi selaput otak, sedangkan korda tetap dalam korda spinalis (dalam
durameter tidak terdapat saraf). Operasi akan mengoreksi kelainan, sehingga tidak
terjadi gangguan sensorik dan motorik dan bayi akan menjadi normal.
b. Etiologi
23
Penyebab terjadinya meningokel adalah karena adanya defek pada penutupan
spina bifida yang berhubungan dengan pertumbuhan yang tidak normal dari korda
spinalis atau penutupnya, biasanya terletak di garis tengah.Risiko melahirkan anak
dengan spina bifida berhubungan erat dengan kekurangan asam folat, terutama
yang terjadi pada awal kehamilan.
Penonjolan dari korda spinalis dan meningens menyebabkan kerusakan pada
korda spinalis dan akar saraf, sehingga terjadi penurunan atau gangguan fungsi
pada bagian tubuh yang dipersarafi oleh saraf tersebut atau dibagian bawahnya.
Gejalanya tergantung kepada letak anatomis dari spina bifida.Kebanyakan
terjadi di punggung bagian bawah, yaitu daerah lumbal atau sakral, karena
penutupan vertebra di bagian ini terjadi paling akhir. Kelainan bawaan lainnya
yang juga ditemukan pada penderita spina bifida: hidrosefalus, siringomielia, serta
dislokasi pinggul.
c. Gejala
Gejalanya bervariasi, tergantung kepada beratnya kerusakan pada korda
spinalis dan akar sarf yang terkena.Beberapa anak memiliki gejala ringan atau
tanpa gejala, sedangkan yang lainnya mengalami kelumpuhan pada daerah yang
dipersarafi oleh korda spinalis maupun akar sarf yang terkena.
Terdapat tiga jenis spina bifida, yaitu :
1) Spina bifida okulta, merupakan spina bifida yang paling ringan. Satu atau
beberapa vertebra tidak terbentuk secara normal, tetapi korda spinalis dan
selaputnya (meningens) tidak menonjol.
2) Meningokel, yaitu meningens menonjol melalui vertebra yang tidak utuh dan
teraba sebagai suatu benjolan berisi cairan di bawah kulit.
3) Mielokel, merupakan jenis spina bifida yang paling berat, dimana korda spinalis
menonjol dan kulit di atasnya tampak kasar dan merah.
24
korda spinalis yang terkena rentan terhadap infeksi (meningitis). Gejala pada
spina bifida okulta, adalah seberkas rambut pada daerah sakral (panggul bagian
belakang), lekukan pada daerah sakrum.
d. Pencegahan Meningokel
e. Diagnosis
Diagnosis spina bifida, termasuk meningokel ditegakkan berdasarkan gejala
dan hasil pemeriksaan fisik.Pada trimester pertama, wanita hamil menjalani
pemeriksaan darah yang disebut triple screen.Tes ini merupakan tes penyaringan
untuk spina bifida, sindrom down, dan kelainan bawaan lainnya.
Sebanyak 85% wanita yang mengandung bayi dengan spina bifida, akan memiliki
kadar serum alfa petoprotein yang tinggi. Tes ini memiliki angka positif yang
palsu tinggi, karena itu jika hasilnya positif, perlu dilakukan pemeriksaan lanjutan
untuk memperkuat diagnosis.Dilakukan USG yang biasanyadapat menemukan
adanya spina bifida.Kadang-kadang dilakukan amniosentesis (analisa cairan
ketuban).
Setelah bayi lahir, dilakukan pemeriksaan rontgen tulang belakang untuk
menentukan luas dan lokasi kalainan, pemeriksaan USG tulang belakang bisa
menunjukkan adanya kelainan pada korda spinalis maupun vertebra, serta
25
pemeriksaan CT-scan atau MRI tulang belakang kadang-kadang dilakukan untuk
menentukan lokasi dan luasnya kelainan.
G. Penatalaksanaan Meningokel
a. Sebelum dioperasi, bayi dimasukkan kedalam incubator dengan kondisi tanpa
baju.
b. Bayi dalam posisi telungkup atau tidur jika kantungnya besar untuk mencegah
infeksi.
26
c. Berkolaborasi dengan dokter anak, ahli bedah dan ahli ortopedi, dan ahli urologi,
terutama untuk tidakan pembedahan, dengan sebelumnya melakukan informed
consent.
II. ENSEPHALOKEL
a. Definisi
Ensephalokel adalah suatu kelainan tabung saraf yang ditandai dengan adanya
penonjolan meningens (selaput otak) dan otak yang berbentuk seperti kantung
melalui suatu lubang pada tulang tengkorak serta ditutupi kulit. Terbanyak di
daerah oksipital.
Ensefalokel terjadi akibat kegagalan menutupnya pembuluh saraf selama
perkembangan janin di awal kehamilan. Akibatnya, terbentuk celah yang dapat
terjadi di sepanjang garis tengah kepala. Bisa di belakang kepala, puncak kepala,
atau di antara dahi dan hidung. Melalui celah inilah, sebagian struktur otak dan
selaput otak keluar. Akibat kelainan ini: kelumpuhan anggota gerak,
keterlambatan perkembangan, retardasi mental, dan kejang berulang.
b. Etiologi
27
Ada beberapa dugaan penyebab penyakit itu diantaranya, infeksi, faktor usia
ibu yang tertalu muda atau tua ketika hamil, mutasi genetik, serta pola makan
yang tidak tepat sehingga mengakibatkan kekurangan asam folat. Langkah
selanjutnya, sebelun hamil, ibu sangat disarankan mengonsumsi asam folat dalam
jumlah cukup.
Ensefalokel disebabkan oleh kegagalan penutupan tabung saraf selama
perkembangan janin.Kegagalan penutupan tabung saraf ini disebabkan oleh
gangguan pembentukan tulang kranium saat dalam uterus seperti kurangnya
asupan asam folat selama kehamilan, adanya infeksi pada saat kehamilan terutama
infeksi TORCH, mutasi gen (terpapar bahan radiologi), obat–obatan yang
mengandung bahan yang terotegenik.
Ensefalokel dapat juga disebabkan oleh defek tulang kepala, biasanya terjadi
dibagian occipitalis, kadang – kadang juga dibagian nasal, frontal, atau parietal.
c. Gejala
Gejala dari ensefalokel, antara lain berupa hidrosefalus, kelumpuahn keempat
anggota gerak (kuadriplegia spastik), gangguan perkembangan, mikrosefalus,
gangguan penglihatan, keterbelakangan mental dan pertumbuhan, ataksia, serta
kejang. Beberapa anak memiliki kecerdasan yang normal. Ensefalokel sering kali
disertai denga kelainan kraniofasial atau kelainan otak lainnya.
d. Pencegahan Ensefalokel Penanganan Ensefalokel
Biasanya dilakukan pembedahan untuk mengembalikan jaringan otak yang
menonjol ke dalam tulang tengkorak, membuang kantung dan memperbaiki
kelainan kraniofasial yang terjadi. Untuk hidrosefalus mungkin perlu dibuat suatu
shunt. Pengobatan lainnya bersifat simtomatis dan suportif.
28
c. Pasca operasi perhatikan luka agar tidak basah, ditarik atau digaruk bayi,
perhatikan mungkin terjadi hidrosefalus, ukur lingkar kepala, pemberian antibiotik
(kolaborasi).
ASUHAN KEBIDANAN
a. Apabila kita menemui bayi yang lahir dengan keadaan ensefalokel, kita bisa
melakukan tindakan. Apabila di rumah sakit kita berkolaborasi dengan dokter.
Tetapi apabila terjadi di tempat praktek atau puskesmas kita harus merujuk ke
pelayanan yang lebih tinggi.
b. Lakukan informed consent, yaitu memberikan informasi tentang hasil
pemeriksaan kepada keluarga pasien bahwa bayi mengalami ensefalokel, yaitu
tidak terbentuknya tengkorak secara sempurna (tengkoraknya berlubang) sehingga
otak keluar dan membentuk benjolan. Hal ini dapat diobati dengan pembedahan
untuk menutup lubang dan mengembalikan otak kedalam kepala serta meminta
persetujuan keluarga pasien untuk dilakukan tindakan operasi dengan memberikan
formulir informed consent.
c. Melakukan perawatan BBL dengan meminimalkan handly (mengurangi
memegangi kepala dengan tangan).
d. Menutup benjolan yang terpapar udara luar dengan kassa steril untuk mencegah
jaringan saraf yang terpapar menjadi kering
e. Melakukan perbaikan KU :
- Memberikan O2 1 L/menit.
- Memberikan ASI yang adekuat.
- Memberikan posisi nyaman.
f. Mengukur lingkar kepala occiput frontalis dan dibuat grafik untuk mengetahui
adanya komplikasi lebih lanjut.
g. Menjelaskan pada ibu tentang keadaan bayinya sehubungan dengan tindakan
operasi yang akan dilakukan.
29
h. Melaksanakan advice dokter.
PRE-OPERASI
a. Memasang infus ditangan kanan/ kiri, kaki kanan/ kiri atau kepala dengan cairan
glukosa 5% dan NaCl 0,1% / tetes/ menit.
b. Memasang kateter.
c. Melakukan skin test.
d. Memberikan antibiotik sebanyak 5 mg/kg/BB setelah diketahui hasil skin test (-).
e. Memberikan sedativa sebanyak 8mg/kg/BB pada saat pasien diberangkatkan ke
OK.
f. Mengganti pakaian pasien dengan pakaian steril dari OK.
g. Memberi tahu perawat OK akan mengirim pasien dengan ensephalokel untuk
dioperasi.
h. Mengantar pasien ke ruang OK.
30
pusat tubuh bayi ditempatkan dalam kantong plastik untuk mencegah kehilangan
panas yang dapat terjadi akibat permukaan lesi yang basah.
b. Lingkaran occipito frontalis kepala diukur dan dibuat grafiknya.
c. Akan diminta X-Ray medulla spinalis.
d. Akan diambil photografi dari lesi.
e. Persiapan operasi.
f. Suatu catatan aktifitas otot pada anggota gerak bawah dan sringter anal akan
dilakukan oleh fisioterapi.
g. Pembedahan medulla spinalis yang terpapar ditutupi dengan penutup durameter
dan kulit dijahit diatas dura yang diperbaiki. Jika celah besar, maka perlu
digunakan kulit yang lebih besar untuk menutupi cacat. Pada bayi ini drain sedot
diinsersikan dibawah flap.
Bagi ibu yang berencana hamil, ada baiknya mempersiapkan dari jauh-jauh
hari. Misalnya, mengkonsumsi makanan bergizi serta menambah suplemen yang
mengandung asam folat. Hal itu dilakukan untuk mencegah terjadinya beberapa
kelainan yang bisa menyerang bayi. Sumber asam folat banyak didapatkan dari:
III. PENGOBATAN
31
Tujuan dari pengobatan awal spina bifida, termasuk meningokel,dan
ensefalokel adalah mengurangi kerusakan saraf akibat spina bifina, meminimalkan
komplikasi (misalnya infeksi), serta membantu keluarga dalam menghadapi
kelainan ini. Pembedahan dilakukan untuk menutup lubang yang terbentuk dan
untuk mengobati hidrosefalus, kelainan ginjal dan kandung kemih serta kelainan
bentuk fisik yang sering menyertai spina bifida.
Terapi fisik dilakukan agar pergerakan sendi tetap terjaga dan untuk
memperkuat fungsi otot.Untuk mengobati atau mencegah meningitis, infeksi
saluran kemih dan infeksi lainnya, diberikan antibiotik.Untuk membantu
memperlancar aliran air kemih bisa dilakukan penekanan lembutdiatas kandung
kemih.Pada kasus yang berat kadang harus dilakukan pemasangan kateter.Diet
kaya serat dan program pelatihan buang air besar bisa membantu memperbaiki
fungsi saluran pencernaan.
Untuk mengatasi gejala muskuloskeletal (otot dan kerangka tubuh) perlu
campur tangan dari ortopedi (bedah tulang) maupun terapi fisik.Kelainan saraf
lainnya diobati sesuai dengan jenis dan luasnya gangguan fungsi yang terjadi.
Kadang-kadang pembedahan shunting untuk memperbaiki hidrosefalus akan
menyebabkan berkurangnya mielomeningokel secara spontan.
IV. PENCEGAHAN
Risiko terjadinya spina bifida bisa dikurangi dengan mengkonsumsi asam
folat.Kekurangan asam folat pada seorang wanita harus dikoreksi sebelum wanita
tersebut hamil, karena kelainan ini terjadi sangat dini.
Kepada wanita yang berencana untuk hamil dianjurkan untuk mengkonsumsi
asam folat sebanyak 0,4 mg/hari. Kebutuhan asam folat pada wanita hamil adalah
1 mg/hari.
V. PENATALAKSANAAN
1) Sebelum dioperasi, bayi dimasukkan ke dalam inkubator dengan kondisi tanpa
baju.
32
2. Bayi dalam posisi telungkup atau tidur jika kantongnya besar untuk
mencegah infeksi.
3. Berkolaborasi dengan dokter anak, ahli bedah, ahli ortopedi, dan ahli
urologi, terutama untuk tindakan pembedahan, dengan sebelumnya
melakukan informed consent dan informed choice pada keluarga.
BAB III
TINJAUAN KASUS
ASUHAN KEBIDANAN PRA BEDAH PADA BAYI NY. W
DENGAN ENSEFALOKEL
33
Tempat Pengkajian : Rumah Sakit CA
No. Register : 3422560
I. PENGKAJIAN
A. Data Subyektif
1. Biodata Pasien
Nama : Bayi Ny.W
Tanggal/Jam Lahir : 08 Agustus 2013/16.00 WIB
Alamat : Desa Tegalpingen, Manokwari
3. Keluhan Utama
Ada benjolan di belakang kepala bayi berbentuk seperti kantung melalui suatu
lubang pada tulang tengkorak serta ditutupi kulit.
4. Riwayat Penyakit
Riwayat Penyakit Sekarang
Satelah dilahirkan, terdapat sebuah benjolan di belakang kepala bayi. Benjolan
tersebut merupakan suatu kelainan tabung saraf yang ditandai dengan adanya
34
penonjolan meningens (selaput otak) berbentuk seperti kantung melalui suatu
lubang pada tulang tengkorak serta ditutupi kulit.
5. Riwayat Kehamilan
Go P1 A0, umur kehamilan : 37 minggu
ANC : 10 kali, di Bidan
TT : 2 kali (pada kehamilan 24 minggu dan 28 minggu)
Kenaikan BB : 10 kg
6. Riwayat Persalinan
Tanggal persalinan : 08 Agustus 2013
Waktu persalinan : 16.00 WIB
Penolong Persalinan : Bidan
Jenis persalinan : Spontan pervaginam
Lama persalinan
Kala I : ± 7 jam
Kala II : 30 menit
Kala III : 5 menit
Kala IV : 2 jam
Keadaan air ketuban : kuning agak keruh
Keadaan umum bayi : kelahiran tunggal, usia kehamilan saat melahirkan 37
minggu, berat badan 2400 gr, panjang badan 49 cm, APGAR score 9/10.
B. Data Obyektif
1. Pemeriksaan Umum
35
Keadaan umum : Lemah
Kesadaran : Kompos mentis
Tanda-tanda vital
Denyut jantung : 120x/mnt
Pernafasan : 40x/mnt
Suhu : 37oC
Antropometri
BB Lahir : 2900 gram
PB Lahir : 49 cm
2. Pemeriksaan Fisik
a. Kepala
Keadaan Ubun-ubun : lembut, mendatar
Sutura : terpisah
Penonjolan/pencekungan : ada
Lingkar kepala : 40 cm
b. Telinga
Letak/kesimetrisan : simetris
Kelainan : tidak ada
c. Mata
Kesimetrisan : simetris
Tanda-tanda infeksi : tidak ada
Konjungtiva : Anemis
Sklera : Pucat
Kelaianan : tidak ada
Secret : tidak ada
d. Hidung dan Mulut
Kelainan Bawaan : tidak ada
Refleksi menghisap : ada
36
Kesimetrisan : simetris
e. Leher
Pembengkakan : tidak ada
Benjolan : tidak ada
f. Dada
Bentuk : simetris
Putting : menonjol
Napas : Jalan napas bersih
Jantung : normal
h. Abdomen
Bentuk : simetris
i. Kelamin
Vagina : berlubang
Uretra : berlubang
37
k. Pungung
Pembengkakan : tidak ada
Spina Bifida : tidak ada
l. Anus
Berlubang : Iya
Verniks : Ada
Warna : kemerahan
II. INTERPRETASI DATA
A. DIAGNOSIS
Bayi Ny. A lahir cukup bulan dengan Meningokel
Dasar : Bayi lahir dengan BB 2900 gr dan PB 49 cm, terdapat sebuah kelainan pada
kepala belakang bayi, yaitu suatu kelainan tabung saraf yang ditandai dengan
adanya penonjolan meningens (selaput otak) berbentuk seperti kantung melalui
suatu lubang pada tulang tengkorak serta ditutupi kulit.
B. MASALAH
Ensefalokel.
Dasar :
a. Gerakan bahu, lengan, tangan, tungkai dan kaki lemah.
b. Terdapat sebuah benjolan di kepala belakang bayi.
C. KEBUTUHAN
Perawatan Pre-Operasi.
38
Infus dengan cairan glukosa 5% dan NaCl 0,1%.
Skin test.
Pemasangan kateter.
V. INTERVENSI
DX/
Tujuan/ kriteria Intervensi Rasionalitas
MSL
DX Tujuan : 1. Jelaskan kepada keluarga Agar keluarga mengetahui
Bayi mendapatkan tentang kondisi anaknya dan memahami tentang
asuhan yang terbaik. berdasarkan hasil kondisi patologis yang
pemeriksaan yang telah sedang dialami bayinya dan
Kriteria : dilakukan. dapat mengambil
Keluarga mengerti. keputusan asuhan yang
baik yang dapat diberikan
pada bayinya.
2. Memberikan dukungan Agar keluarga bayi bisa
emosional dan keyakinan besar hati dan tidak cemas
pada orang tua. dengan keadaan bayinya
yang mengalami kelainan
bawaan ensafalokel.
39
operasi operatif untuk memperbaiki
Kriteria : kondisi bayi.
Keluarga mengerti.
DX Tujuan : 5. Jelaskan bahwa akan Untuk mencegah terjadinya
Kondisi bayi tidak dilakukan perawatan BBL infeksi dan cidera pada
bertambah buruk. dengan meminimalkan kepala.
handly (mengurangi
Kriteria : memegangi kepala dengan
Kondisi bayi membaik tangan)
sebelum dilakukan 6. Jelaskan bahwa luka pada Untuk mencegah jaringan
operasi. bayi akan ditutup dengan saraf yang terpapar menjadi
kassa steril. kering.
7. Jelaskan akan dilakukan Untuk memenuhi nutrisi
perbaikan KU : dan ketahanan pada tubuh
Memberikan O2 1 L/menit bayi.
Memberikan ASI yang
adekuat.
Memberikan posisi nyaman.
8. Jelaskan akan dilakukan Untuk mengetahui lebih
pengukuran lingkar kepala lanjut tentang kondisi
occiput frontalis dan dibuat benjolan yang ada dikepala
grafik untuk mengetahui belakang bayi.
adanya komplikasi lebih
lanjut.
9. Jelaskan akan dilakukan skin Untuk mengetahui apakah
test. bayi alergi terhadap
antibiotik.
10. Jelaskan akan Untuk mencegah bayi
dilakukan pemasangan infus mengalami dehidrasi.
ditangan kanan dengan cairan
40
glukosa 5% dan NaCl
0,1%/tetes/menit intravena.
11. Jelaskan akan Untuk mengeluarkan urin
dilakukan pemasangan bayi dan tidak terjadi
kateter pada bayi. distensi.
12. Jelaskan akan Untuk mencagah bayi
dilakukan pemberian mengalami infeksi pre
antibiotik sebanyak 15 mg operasi.
setelah diketahui hasil skin
test (-).
13. Jelaskan akan Untuk mengurangi
dilakukan pemberian kecemasan dan mengatasi
sedativa sebanyak 24 mg kejang sebelum
dilakukannya operasi.
14. Jelaskan tindakan Agar bayi mendapatkan
operasi pembedahan medulla tindakan medis yang
spinalis akan dilakukan oleh operatif.
dokter.
VI. IMPLEMENTASI
DX/M
Hari/ tgl jam Implementasi Respon Paraf
SL
DX Senin, 081. Menjelaskan kepada keluarga Keluarga mengerti dan
September tentang kondisi bayi mereka, menerima kondisi bayi
2013. bahwa dari hasil pemeriksaan mereka dan ingin agar
bayinya menderita ensefalokel. anaknya mendapatkan
perawatan yang terbaik.
Pukul: 10.00
2. Memberikan dukungan dan Agar keluarga bayi bisa
WIB
keyakinan pada orang tua. besar hati dan tidak cemas
dengan keadaan bayinya
yang mengalami kelainan
41
bawaan ensafalokel.
3. Menjelaskan dan meminta Keluarga mengerti dan
persetujuan kepada keluarga setuju dilakukan tindakan
bahwa akan dilakukan tindakan operasi untuk bayi mereka.
operasi untuk penatalaksanaan
ensefalokel yang telah
dijadwalkan pada tanggal 10
September 2013, pukul 10.00 -
12.00 WIB.
4. Menjelaskan kepada keluarga Keluarga mengerti dan
bahwa akan dilakukan tindakan setuju dilakukan tindakan
perawatan pre-operasi. untuk perawatan pre-
operasi
42
9. Dilakukan skin test. Keluarga setuju dilakukan
skin test.
VII.EVALUASI
Hari/Tgl/ Jam EVALUASI Paraf
43
Rabu, 10 S : Ibu mengatakan
September 2013
Mengerti dan menerima kondisi bayinya dan
ingin agar bayinya mendapatkan penanganan
yang terbaik dan setuju dilakukan tindakan
Pukul : 10.00 WIB
operasi.
Setuju dilakukan tindakan perawatan pre-operasi
pada bayinya.
Setuju dilakukan tindakan operasi pada bayinya.
Setuju dilakukan tindakan perawatan pasca-
operasi pada bayinya.
O:
K/U : Lemah
Kesadaran : Kompos mentis
Nadi : 120 x/mnt
Suhu : 37°C
Pernapasan : 40 x/mnt
BB saat lahir : 2900 gr
Kepala : ada benjolan
Abdomen : distensi berkurang
Punggung : tidak ada kelainan
Lengan,bahu,tangan : Gerakan lemah
Tungkai dan kaki : Gerakan lemah
Genetalia : tidak ada kelainan
Ekstemitas : tidak ada kelainan
A :
44
PRESENTASI KASUS
Meningoencephalocele
I. IDENTITAS PASIEN
No CM : 825735
No Register : 0060760
Nama : By. S
Umur : 14 hari
Agama : Islam
Nama : Tn. U
Umur : 45 Tahun
Agama : Islam
45
Alamat : Mns. Asan, Lhoksukon
Pekerjaan : Petani
IBU
Nama : Ny. S
Umur : 36 Tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : IRT
III. ANAMNESA
( Alloanamnesa: Ibu penderita)
a. Keluhan utama
Benjolan di dahi
b. Keluhan tambahan
Keluar darah dan nanah dari benjolan
46
pasien tidak pernah mengalami kejang atau sesak sejak lahir. Kelainan saat
buang air besar dan buang air kecil tidak dikeluhkan.
c. Riwayat imunisasi
Os sudah mendapat imunisasi: BCG saat lahir
47
IV. PEMERIKSAAN FISIK
A. STATUS PRESENT
Tanda Vital:
Suhu : 370C
Data Antropometrik :
Tinggi Badan : 53 Cm
Lingkar Kepala : 30 cm
maka :
kesan :
B. STATUS GENERAL
a) Kepala
Bentuk : kesan normocephali, benjolan di dahi
Rambut : bewarna hitam,sukar dicabut
Mata : pupil bulat isokor, refleks cahaya langsung
(+/+), refleks cahaya tidak langsung (+/+),
48
konjungtiva palpebra inferior pucat (-),
sklera ikterik(-/-)
Hidung : kesan simetris, nafas cuping hidung (-),
secret(-).
Mulut
- Bibir : anemis(-/-), sianosis(-/-)
- Mukosa pipi : basah (+)
- Gusi : edema (-), radang (-)
- Lidah : hiperemis (-), tremor (-)
- Geligi : karies dentis (-)
- Tonsil : hiperemis(-)
- Faring : hiperemis(-), edema(-)
Telinga : serumen (-)
b) Leher
Bentuk : kesan simetris
Kelenjar getah bening : teraba (-/-)
Kelenjar thyroid : teraba (-/-)
Tekanan vena jugular : TVJ R-2 cm H2O
c) Thorax
Bentuk dan gerak : kesan simetris
Tipe pernafasan : abdomino-thorakal
Retraksi : - suprasternal (-)
- intercostalis (-)
- epigastrik (+)
d) Paru-Paru
Depan
Palpasi : Fremitus taktil paru kanan = paru kiri
49
Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru Auskultasi
: vesikuler(N/N), Rhonki (-/-), Wheezing(-/-)
Belakang
Palpasi : Fremitus kanan = kiri
e) Jantung
Inspeksi : Tidak tampak pulsasi ictus cordis
Palpasi : Teraba pulsasi ictus cordis di ICS V 1 jari
medial linea mid clavicula sinistra
Perkusi : Batas atas jantung ICS II sinistra
Batas kanan jantung linea parasternal dextra
sinistra
f) Abdomen
Inspeksi : kesan simetris, gerakan dinding perut
normal.
Palpasi
Dinding abdomen : distensi(-), nyeri tekan(-)
50
Perkusi : Shiffting dullness (-), undulasi (-)
Auskultasi : peristaltik usus normal
Sianotik - - - -
Edema - - - -
Kekuatan 5 5 5 5
Tonus + + + +
Gerakan + + + +
Sensibilitas N N N N
Atrofi otot - - - -
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
51
Hematokrit : 46 %
Hematokrit : 42 %
52
K : 8,5 meq/L
Cl : 114 meq/L
MSCT Scan kepala irisan axial sejajar dengan OM Line tanpa kontras :
53
Kesimpulan : Meningoensephalocele daerah nasofrontalis dengan defect di
daerah tersebut, hidrosefalus, deviasi midline, agenesis corpus callosum.
VI. RESUME
Pasien datang dengan keluhan adanya benjolan di dahi. Hal ini dialami
pasien sejak pasien dilahirkan. Awalnya benjolan tersebut berukuran kecil, namun
semakin lama semakin membesar hingga berukuran 2 cm. Sekarang benjolan
tersebut mengeluarkan darah dan bernanah. Keluarga pasien mengatakan pasien
tidak pernah mengalami kejang atau sesak sejak lahir. Kelainan saat buang air
besar dan buang air kecil tidak dikeluhkan.
1. Meningoensefalokel
2. Meningokel
Meningoensefalokel
54
IX. USUL PEMERIKSAAN
X. PENATALAKSANAAN
XII. PROGNOSA
55
XIII. FOLLOW UP
Plan
Pemeriksaan Fisik
K
Kepala : Meningokel
Bising (-)
Wh (-/-)
56
No Tanggal Subjektif Objektif Assessment
Plan
Pemeriksaan Fisik
P
Kepala : Meningokel
Bising (-)
Wh (-/-)
57
BBL : 2800 gram
Pemeriksaan Fisik
Kepala : Meningokel
58
Cor : BJ I > BJ II, Reg.,
Bising (-)
Wh (-/-)
59
Pemeriksaan Fisik Instr
Kepala : Meningokel E
C
Mata : Pucat (-/-), Ikterik (-/-) S
Bising (-)
Wh (-/-)
60
5 27/3 s.d 3/4 - Benjolan di Vital Sign: Meningoensefalokel Tera
dahi
2011 - Menangis kuat Kes : Compos Mentis DD/: - meningokel E
- Menghisap C
kuat HR : 124-153 x/i + S
- Benjolan di
Usia: seluruh tubuh RR : 40-42 x/i Post op. pemasangan
- Ruam VP Shunt Diet:
42-48 hari T : 36,7-36,8 oC
kemerahan post
tranfusi D
Bising (-)
Wh (-/-)
61
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan diatas, dapat disimpulkan bahwa kelainan bawaan pada bayi berupa
meningokel dan ensefalokel. Dimana bahwa meningokel biasanya terdapat pada daerah servikal
atau daerah torakal sebelah atas. Sedangkan ensefalokel biasanya terjadi pada bagian oksipital.
Pada bagian ini terdapat kantong berisi cairan, jaringan saraf, atau sebagian otak. Ensefalokel
akan berkaitan dengan kelainan mental yang berat meskipun sudah dilakukan operasi.
Meningokel adalah meningens yang menonjol melalui vertebra yang tidak utuh dan teraba
sebagai suatu benjolan berisi cairan dibawah kulit. Penyebab terjadinya meningokel adalah
karena adanya defek pada penutupan spina bifida yang berhubungan dengan pertumbuhan yang
tidak normal dari korda spinalis atau penutupnya, biasanya terletak di garis tengah. Resiko
melahirkan anak dengan spina bifida berhubungan erat dengan kekurangan asam folat, terutama
terjadi pada awal kehamilan.
Gejalanya bervariasi, tergantung kepada beratnya kerusakan pada korda spinalis dan akar
saraf yang terkena. Diagnosis spina bifida, termasuk meningokel ditegakkan berdasarkan gejala
dan hasil pemeriksaan fisik.
Tujuan dari pengobatan awal spina bifida, termasuk meningokel adalah mengurangi
kerusakan saraf akibat spina bifida, meminimalkan komplikasi (misalnya infeksi), serta
membantu keluarga dalam menghadapi kelainan ini. Pembedahan dilakukan untuk menutup
lubang yang terbentuk dan untuk mengobati hidrosefalus, kelainan ginjal dan kandung kemih
serta kelainan bentuk fisik yang sering menyertai spina bifida.
Ensefalokel adalah suatu kelainan tabung saraf yang ditandai dengan adanya penonolan
meningens (selaput otak) dan otak yang berbentuk seperti kantung melalui suatu lubang pada
tulang tengkorak.Penyebab ensefalokel diantaranya infeksi, faktor usia ibu yang terlalu muda
62
atau tua ketika hamil, mutasi genetik, serta pola makan yang tidak tepat sehingga mengakibatkan
kekurangan asam folat. Gejala dari ensefalokel, antara lain berupa hidrosefalus, kelumpuhan
keempat anggota gerak (kuadriplegia stastik), mikrosefalus, gangguan penglihatan,
keterbelakangan mental, dan pertumbuhan, ataksia, kejang.
B. Saran
Meningokel dan ensefalokel merupakan kelainan yang berbahaya dan berdampak buruk
pada perkembangan anak. Oleh karena itu, sebagai tenaga kesehatan, khususnya bidan harus
mengetahui dan memahami tentang etiologi, penyebab, penanganan dan pencegahannya. Kepada
wanita yang berencana untuk hamil dianjurkan untuk mengkonsumsi asam folat sebanyak 0,4
mg/hari. Kebutuhan asam folat pada wanita hamil 1 mg/hari. Diharapkan dengan mengkonsumsi
asam folat dapat mengurangi angka resiko terjadinya kelainan meningokel dan ensefalokel.
63
DAFTAR PUSTAKA
Lia Dewi, Vivian Nanny. 2010. Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita. Jakarta: Salemba
Medika
Muslihatun, Wafi Nur. 2010. Asuhan Neonatus Bayi dan Balita. Yogyakarta : Fitramaya
BAB I
LANDASAN TEORI
A. Definisi
Istilah atresia berasal dari bahasa Yunani yaitu “a” yang berarti tidak ada dan trepsis yang
64
berarti makanan atau nutrisi.Dalam istilah kedokteran, atresia adalah suatu keadaan tidak adanya
atau tertutupnya lubang badan normal.
Atresia ani adalah malformasi congenital dimana rectum tidak mempunyai lubang keluar
(Walley,1996). Ada juga yang menyebutkan bahwa atresia ani adalah tidak lengkapnya
perkembangan embrionik pada distal anus atau tertutupnya anus secara abnormal (Suriadi,2001).
Sumber lain menyebutkan atresia ani adalah kondisi dimana rectal terjadi gangguan pemisahan
kloaka selama pertumbuhan dalam kandungan.
Jadi, atresia ani adalah kelainan congenital anus dimana anus tidak mempunyai lubang
untuk mengeluarkan feces karena terjadi gangguan pemisahan kloaka yang terjadi saat
kehamilan.
Walaupun kelainan lubang anus akan mudah terbukti saat lahir, tetapi kelainan bisa
terlewatkan bila tidak ada pemeriksaan yang cermat atau pemeriksaan perineum.
B. Etiologi
Etiologi secara pasti atresia ani belum diketahui, namun ada sumber mengatakan kelainan
bawaan anus disebabkan oleh gangguan pertumbuhan, fusi, dan pembentukan anus dari tonjolan
embriogenik.Pada kelainan bawaan anus umumnya tidak ada kelainan rectum, sfingter, dan otot
dasar panggul.Namun demikian pada agenesis anus, sfingter internal mungkin tidak memadai.
Menurut peneletian beberapa ahli masih jarang terjadi bahwa gen autosomal resesif yang
menjadi penyebab atresia ani. Orang tua yang mempunyai gen carrier penyakit ini mempunyai
peluang sekitar 25% untuk diturunkan pada anaknya saat kehamilan. 30% anak yang mempunyai
sindrom genetic, kelainan kromosom atau kelainan congenital lain juga beresiko untuk menderita
atresia ani.Sedangkan kelainan bawaan rectum terjadi karena gangguan pemisahan kloaka
menjadi rectum dan sinus urogenital sehingga biasanya disertai dengan gangguan perkembangan
septum urorektal yang memisahkannya.
C. Faktor predisposisi
Atresia ani dapat terjadi disertai dengan beberapa kelainan kongenital saat lahir seperti :
Sindrom vactrel (sindrom dimana terjadi abnormalitas pada vertebral, anal, jantung,
trachea, esofagus, ginjal dan kelenjar limfe).
Kelainan sistem pencernaan.
Kelainan sistem pekemihan.
65
Kelainan tulang belakang.
D. Klasifikasi
Secara fungsional, pasien atresia ani dapat dibagi menjadi 2 kelompok besar yaitu :
Yang tanpa anus tetapi dengan dekompresi adequate traktus gastrointestinalis dicapai
melalui saluran fistula eksterna.
Kelompok ini terutma melibatkan bayi perempuan dengan fistula rectovagina atau
rectofourchette yang relatif besar, dimana fistula ini sering dengan bantuan dilatasi, maka bisa
didapatkan dekompresi usus yang adequate sementara waktu.
Yang tanpa anus dan tanpa fistula traktus yang tidak adequate untuk jalan keluar tinja.
Pada kelompok ini tidak ada mekanisme apapun untuk menghasilkan dekompresi spontan
kolon, memerlukan beberapa bentuk intervensi bedah segera. Pasien bisa diklasifikasikan lebih
lanjut menjadi 3 sub kelompok anatomi yaitu :
Anomali rendah
Rectum mempunyai jalur desenden normal melalui otot puborectalis, terdapat sfingter internal
dan eksternal yang berkembang baik dengan fungsi normal dan tidak terdapat hubungan dengan
saluran genitourinarius.
Anomali intermediet
Rectum berada pada atau di bawah tingkat otot puborectalis; lesung anal dan sfingter eksternal
berada pada posisi yang normal.
Anomali tinggi
Ujung rectum di atas otot puborectalis dan sfingter internal tidak ada.Hal ini biasanya berhungan
dengan fistuls genitourinarius – retrouretral (pria) atau rectovagina (perempuan).Jarak antara
ujung buntu rectum sampai kulit perineum lebih dari1 cm.
Sedangkan menurut klasifikasi Wingspread (1984), atresia ani dibagi 2 golongan yang
dikelompokkan menurut jenis kelamin.Pada laki – laki golongan I dibagi menjadi 4 kelainan
yaitu kelainan fistel urin, atresia rectum, perineum datar dan fistel tidak ada.Jika ada fistel urin,
tampak mekonium keluar dari orifisium eksternum uretra, mungkin terdapat fistel ke uretra
maupun ke vesika urinaria.Cara praktis menentukan letak fistel adalah dengan memasang kateter
urin.Bila kateter terpasang dan urin jernih, berarti fistel terletak uretra karena fistel tertutup
kateter.Bila dengan kateter urin mengandung mekonuim maka fistel ke vesikaurinaria.Bila
66
evakuasi feses tidak lancar, penderita memerlukan kolostomi segera. Pada atresia rectum
tindakannya sama pada perempuan ; harus dibuat kolostomi. Jika fistel tidak ada dan udara > 1
cm dari kulit pada invertogram, maka perlu segera dilakukan kolostomi.
Sedangkan pada perempuan golongan I dibagi menjadi 5 kelainan yaitu kelainan kloaka,
fistel vagina, fistel rektovestibular, atresia rectum dan fistel tidak ada.Pada fistel vagina,
mekonium tampak keluar dari vagina.Evakuasi feces menjadi tidak lancar sehingga sebaiknya
dilakukan kolostomi.Pada fistel vestibulum, muara fistel terdapat divulva. Umumnya evakuasi
feses lancar selama penderita hanya minum susu. Evakuasi mulai etrhambat saat penderita mulai
makan makanan padat.Kolostomi dapat direncanakan bila penderita dalam keadaan optimal.Bila
terdapat kloaka maka tidak ada pemisahan antara traktus urinarius, traktus genetalis dan jalan
cerna. Evakuasi feses umumnya tidak sempurna sehingga perlu cepat dilakukan kolostomi.Pada
atresia rectum, anus tampak normal tetapi pada pemerikasaan colok dubur, jari tidak dapat masuk
lebih dari 1-2 cm. Tidak ada evakuasi mekonium sehingga perlu segera dilakukan kolostomi.
Bila tidak ada fistel, dibuat invertogram.Jika udara > 1 cm dari kulit perlu segera dilakukan
kolostomi.
Golongan II pada laki – laki dibagi 4 kelainan yaitu kelainan fistel perineum, membran
anal, stenosis anus, fistel tidak ada. Fistel perineum sama dengan pada wanita ; lubangnya
terdapat anterior dari letak anus normal. Pada membran anal biasanya tampak bayangan
mekonium di bawah selaput.Bila evakuasi feses tidak ada sebaiknya dilakukan terapi definit
secepat mungkin. Pada stenosis anus, sama dengan perempuan, tindakan definitive harus
dilakukan. Bila tidak ada fistel dan udara
Sedangkan golongan II pada perempuan dibagi 3 kelainan yaitu kelainan fistel perineum,
stenosis anus dan fistel tidak ada.Lubang fistel perineum biasanya terdapat diantara vulva dan
tempat letak anus normal, tetapi tanda anus yang buntu menimbulkan obstipasi.Pada stenosis
anus, lubang anus terletak di tempat yang seharusnya, tetapi sangat sempit.Evakuasi feses tidak
lancar sehingga biasanya harus segera dilakukan terapi definitive. Bila tidak ada fistel dan pada
invertogram udara
E. Patofisiologi
Anus dan rectum berkembang dari embrionik bagian belakang.Ujung ekor dari bagian
belakang berkembang menjadi kloaka yang merupakan bakal genitoury dan struktur
67
anorektal.Terjadi stenosis anal karena adanya penyempitan pada kanal anorektal.Terjadi atresia
anal karena tidak ada kelengkapan migrasi dan perkembangan struktur kolon antara 7 dan 10
mingggu dalam perkembangan fetal.Kegagalan migrasi dapat juga karena kegagalan dalam
agenesis sacral dan abnormalitas pada uretra dan vagina.Tidak ada pembukaan usus besar yang
keluar anus menyebabkan fecal tidak dapat dikeluarkan sehungga intestinal mengalami obstrksi.
F. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang terjadi pada atresia ani adalah kegagalan lewatnya mekonium
setelah bayi lahir, tidak ada atau stenosis kanal rectal, adanya membran anal dan fistula eksternal
pada perineum (Suriadi,2001). Gejala lain yang nampak diketahui adalah jika bayi tidak dapat
buang air besar sampai 24 jam setelah lahir, gangguan intestinal, pembesaran abdomen,
pembuluh darah di kulit abdomen akan terlihat menonjol (Adele,1996)
Bayi muntah – muntah pada usia 24 – 48 jam setelah lahir juga merupakan salah satu
manifestasi klinis atresia ani. Cairan muntahan akan dapat berwarna hijau karena cairan empedu
atau juga berwarna hitam kehijauan karena cairan mekonium.
G. Pemeriksaan Penunjang
Untuk memperkuat diagnosis sering diperlukan pemeriksaan penunjang sebagai berikut :
a. Pemeriksaan radiologis
Dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya obstruksi intestinal.Pada pemeriksaan
radiologi dengan posisi tegak serta terbalik (dijungkir) dapat dilihat sampai dimana
terdapat penyumbatan.
b. Sinar X terhadap abdomen
Dilakukan untuk menentukan kejelasan keseluruhan bowel dan untuk mengetahui jarak
pemanjangan kantung rectum dari sfingternya.
c. Ultrasound terhadap abdomen
Digunakan untuk melihat fungsi organ internal terutama dalam system pencernaan dan
mencari adanya faktor reversible seperti obstruksi oleh karena massa tumor.
d. CT Scan
Digunakan untuk menentukan lesi.
e. Pyelografi intra vena
68
Digunakan untuk menilai pelviokalises dan ureter.
f. Pemeriksaan fisik rectum
Kepatenan rectal dapat dilakukan colok dubur dengan menggunakan selang atau jari.
g. Rontgenogram abdomen dan pelvis
Juga bisa digunakan untuk mengkonfirmasi adanya fistula yang berhubungan dengan
traktus urinarius. Foto dilakukan setelah bayi berumur >24 jam, karena dalam keadaan
normal seluruh traktus digestivus sudah berisi udara (bayi dibalik selama 5 menit)
H. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita atresia ani antara lain :
a. Asidosis hiperkioremia.
I. Penatalaksaan
Penatalaksanaan Medis
69
Malformasi anorektal dieksplorasi melalui tindakan bedah yang disebut diseksi
posterosagital atau plastik anorektal posterosagital.
Colostomi sementara dan setelah umur 3 bulan dilakukan koreksi sekaligus.
Perawatan
Bayi di infus.
Observasi tanda vital
Pada atresia ani perlu di terangkan pada ibu atau keluarga bahwa operasi akan
berlangsung 2 tahap yaitu hanya dibuat anus, dan setelah 3 bulan atau lebih dilakukan
koreksi sekaligus.
Pada anus buatan perlu diperhatikan kebersihan daerah tersebut untuk mencegah infeksi.
Konsultasi teratur.
BAB II
ASUHAN KEBIDANAN PADA BAYI “R”
UMUR 2 HARI DENGAN ATRESIA ANI
DI RUANG NICU RSUD MATARAM
PADA TANGGAL 23 JUNI 2009
70
Hari/tanggal pengkajian : selasa, 23 Juni 2009
Jam : 16.00 WITA
2. Keluhan utama
Perut bayi kembung, bayi muntah berwarna hijau dan tidak dapat BAB sejak lahir.
71
e. Tidak ada keluhan selama hamil
f. Ibu tidak ada riwayat alergi terhadap makanan, minuman, maupun obat-obatan.
g. Tidak ada penyakit menular dan berbahaya selama kehamilan dan tidak pernah
mengalami kelainan selama kehamilan.
Riwayat Natal
a. Ibu merasa sakit perut menjalar ke pinggang mulai tanggal 21 Juni 2009, pukul
12.00 WITA sudah mengeluarkan lendir bercampur darah dan ketuban pecah pada
tanggal 21 Juni 2009 pukul 16.00 WITA dengan warna jernih, bau khas, tidak
bercampur mekonium.
b. Bayi lahir tanggal 21 Juni 2009 pada pukul 17.00 WITA ditolong oleh bidan,
persalinan secara spontan, jenis kelamin laki-laki, bayi lahir dengan letak kepala, bayi
bernafas spontan.
Riwayat Neonatal
a. Bayi lahir secara : Spontan
b. AS : 7-9
Tabel APGAR Score
NO Aspek yang 1 menit pertama Nilai 5 menit kedua Nilai
diteliti
1 Appreance Ekstremitas biru, 1 Ekstremitas biru, 1
badan merah badan merah
2 Pulse rate >100x/mnt 2 >100x/mnt 2
3 Grimace Tangisan kuat 2 Tangisan kuat 2
4 Activity Ekstremitas fleksi 1 Ekstremitas fleksi 2
sedikit
5 Respiration Tidak teratur 1 Teratur 2
Jumlah 7 9
c. BB : 3000 gram
d. LD : 30 cm
72
e. LK : 32 cm.
f. PB : 50 cm
g. LILA : 11 cm
4. Data Psikososial
Kontak dini : segera dilakukan setelah bayi lahir.
Pemberian ASI : setelah lahir, bayi langsung diberikan ASi, reflek menghisap baik.
Respon orang tua : keluarga sangat senang dengan kelahiran bayi, tetapi ibu merasa
khawatir dengan keadaan bayinya.
B. Data obyektif
1) Keadaan umum : cukup baik
2) Tanda-tanda vital
• denyut jantung : 140 X/menit.
• Respirasi : 40 X/menit.
• Suhu axila :36,5º C
3) Berat badan : 3000 gram
4) Panjang badan : 50 cm
5) Lika/lila : 32 cm/11 cm
6) Pemeriksaan fisik
Kepala
Kepala simetris, tidak ada luka/lesi, kulit kepala bersih, tidak ada benjolan/tumor,
tidak ada caput succedanium, tidak ada chepal hematom.
Mata
Simetris, bersih, tidak ada pengeluaran secret, konjungtiva tidak pucat, sclera tidak
ikterus.
Hidung
Simetris, bersih, tidak ada luka, tidak ada secret, tidak ada pernafasan cuping hidung,
tidak ada pus dan lendir.
Mulut
Bibir simetris, mukosa lembab, tidak pucat, tidak ada kelainan.
73
Telinga
Simetris dan matur tulang kartilago berbentuk sempurna.
Leher
Normal, tidak ada pembengkakan kelenjar thyroid dan kelenjar limfe, tidak ada
kelainan..
Thoraks/dada
Bentuk dada simetris, putting susu menonjol, pernafasan normal.
Abdomen
Simetris, perut kembung, tidak terdapat perdarahan pada umbilicus.
Ektrimitas atas dan bawah
Simetris, tidak fraktur, jumlah jari lengkap, telapak tangan maupun kaki dan kukunya
tidak pucat
Genitalia
Terdapat lubang uretra, tidak ada kelainan.
Punggung
Tidak ada penonjolan pada punggung
Anus
Tidak terdapat anus
System saraf
Reflek morro (+), reflek hisap (+), reflek menelan (+)
7) Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan radiologi : di temukan terdapat penyumbatan/obstruksi intestinal
74
c. Suhu axsila :36,5º C
Pemeriksaan Fisik :
a. Mata: simetris, Simetris, bersih, tidak ada pengeluaran secret, konjungtiva tidak pucat,
sclera tidak ikterus.
b. Abdomen: Simetris, perut kembung, tidak terdapat perdarahan pada umbilicus.
c. Ekstrimitas (tangan dan kaki); simetris, tidak fraktur, jumlah jari lengkap
d. Anus: tidak terdapat anus
Pemeriksaan penunjang : radiologi ditemukan penyumbatab/obstruksi intestinal.
B. Masalah : Gangguan pemenuhan kebutuhan eliminasi
Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi
C. Kebutuhan :
- Jelaskan pada ibu mengenai keadaan bayi
- Pemenuhan kebutuhan nutrisi bayi
- Persiapan kolostomi sementara
V. RENCANA TINDAKAN
1. Beritahu ibu tentang keadaan bayinya dan tindakan yang akan dilakukan
2. Observasi Keadaan umum bayi
3. Observasi tanda vital bayi
4. Kolaborasi dengan tim medis untuk pembuatan lubang anus
5. Penuhi kebutuhan nutrisi bayi dengan pemasangan infus
75
1. Memberitahu ibu tentang keadaan bayinya dan memberitahu tindakan yang akan dilakukan
yaitu melakukan kolostomi sementara agar bayi dapat BAB dan mekonium keluar, kemudian
setelah 3 bulan atau lebih dilakukan operasi kedua.
2. Mengobservasi keadaan umum bayi yaitu keadaan bayi baik, kesadaran composmentis,
reflex bayi baik.
3. Mengobservasi tanda vital bayi yaitu denyut jantung 136x/menit, suhu 36,5°C dan respirasi
36x/menit.
4. Berkolaborasi dengan tim medis untuk pembuatan lubang anus
5. Memenuhi kebutuhan nutrisi bayi dengan pemasangan infus RL.
VII. EVALUASI
1. Ibu mengerti tentang keadaan bayinya
2. Bayi akan segera dilakukan kolostomi
3. Keadaan umum bayi baik, denyut jantung 136x/menit, suhu 36,5°C, respirasi 36x/menit.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam makalah ini telah dijelaskan mengenai Atresia ani, dimana atresia ani merupakan
kelainan congenital anus dimana anus tidak mempunyai lubang untuk mengeluarkan feces
karena terjadi gangguan pemisahan kloaka yang terjadi saat kehamilan.Penyebabnya belum
76
diketahui pasti namun ada sumber mengatakan kelainan bawaan anus disebabkan oleh gangguan
pertumbuhan, fusi, dan pembentukan anus dari tonjolan embriogenik.
Penatalaksanaan yang dapat diberikan pada bayi yang mengalami atresia ani adalah dengan
melakukan kolostomi sementara agar bayi dapat BAB dan mekonium keluar, setelah 3 bulan atau
lebih dilakukan koreksi sekaligus.
77
DAFTAR PUSTAKA
Betz, Cealy L. & Linda A. Sowden. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatrik. Edisike-3.Jakarta :
EGC.
Carpenito, Lynda Juall. 1997. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi ke-6.Jakarta : EGC.
78
79