Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kesehatan
berkembang sangat pesat, sehingga menimbulkan peluang sekaligus tantangan
pada mutu pelayanan di rumah sakit. Rumah sakit merupakan organisasi padat
karya dikarenakan banyaknya jenis tenaga profesional maupun tenaga non-
profesional yang terlibat dalam pelayanan di rumah sakit. Persaingan
antarrumah sakit merupakan faktor eksternal yang berpengaruh pada
manajemen rumah sakit yang perlu diperhatikan. Hampir setiap tindakan
medik di rumah sakit terdapat potensi risiko. Banyaknya jenis obat, jenis
pemeriksaan dan prosedur, serta jumlah pasien dan staf rumah sakit yang
cukup besar, merupakan hal yang potensial bagi terjadinya kesalahan medis
(medical errors).

Publikasi WHO pada tahun 2004, mengumpulkan angka penelitian


rumah sakit di berbagai Negara: Amerika, Inggris, Denmark, dan Australia,
ditemukan KTD dengan rentang 3,2-16,6%. Dengan data-data tersebut,
berbagai negara mulai berkonsentrasi melakukan penelitian dan
mengembangkan Sistem Keselamatan Pasien (Depkes RI, 2006). Organisasi
kesehatan dunia (WHO) pada tahun 2011 mengembangkan dan
mempublikasikan Kurikulum Panduan Keselamatan Pasien (Patient Safety
Curriculum Guide), yang menyoroti keselamatan pasien (patient safety),
keterampilan yang berorientasi pada keselamatan pasien, sikap dan perilaku
untuk semua profesional kesehatan.

Patient safety adalah tidak terdapatnya pencegahan terhadap kejadian


yang membawa trauma kepada pasien selama proses perawatan kesehatannya.
Penerapan dari patient safety adalah suatu upaya yang dikoordinasikan untuk
mencegah terjadinya trauma yang disebabkan oleh proses dari perawatan
kesehatan dirinya sendiri selama pasien tersebut dirawat. Berkaitan dengan
patient safety, pelayanan keperawatan memiliki peran yang besar dalam
pelayanan di rumah sakit, bukan hanya dari jumlah tenaga keperawatan yang
banyak akan tetapi pelayanan yang terus menerus dan berkesinambungan.

1
Kinerja perawat dalam penerapan keselamatan pasien berhubungan erat
dengan upaya mencegah KTD terhadap pasien.

Menteri Kesehatan RI pada tahun 2005 mencanangkan gerakan nasional


keselamatan pasien (patient safety) di rumah sakit. Saat ini, berbagai rumah
sakit sudah mulai menerapkan sistem informasi rumah sakit berbasis
komputer untuk mendukung pelayanan kesehatan yang tersedia, peran penting
teknologi informasi juga tidak lepas dari potensinya untuk mencegah medical
error. Teknologi informasi dapat berperan dalam mencegah kejadian medical
error melalui tiga mekanisme yaitu pencegahan adverse event, memberikan
respon cepat segera setelah terjadinya adverse event dan melacak serta
menyediakan umpan balik mengenai adverse event.

1.2 Rumusan masalah


Bagaimana penggunaan teknologi dalam meningkatkan keselamatan
pasien ?

1.3 Tujuan penulisan


Mengidentifikasi penggunaan teknologi dalam meningkatkan keselamatan
pasien.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Penggunaan teknologi dalam peningkatan keselamatan pasien


Penggunaan teknologi informasi dalam pelayanan kesehatan
memberikan kontribusi pada efektifitas pelayanan kesehatan. Seperti yang
disebutkan di latar belakang bahwa teknologi dapat mencegah kejadian
medical error melalui mekanisme berikut:
a) Pencegahan adverse event
Pencegahan adverse event yang lebih riil adalah penerapan sistem
pendukung keputusan (SPK) yang diintegrasikan dengan sistem
informasi klinik. Berbagai macam contoh SPK mampu memberikan alert
kepada dokter yang muncul secara cepat pada situasi kritis yang kadang
membahayakan keselamatan pasien.

Pencegahan adverse event juga dapat dilakukan melalui


pengembangan berbagai aplikasi yang memungkinkan pemberian obat
serta dosis secara akurat. Penggunaan barcode serta barcode reader untuk
kemasan obat akan mencegah kesalahan pengambilan obat.
b) Memberikan respon cepat setelah terjadinya adverse event.
Sistem informasi klinik yang baik akan mampu memberikan
umpan balik secara cepat jika terjadi kesalahan atau adverse event.
Contoh yang menarik adalah pengalaman penarikan obat Rofecoxib
(keluaran Merck). Begitu FDA mengeluarkan rilis mengenai penarikan
obat tersebut, salah satu rumah sakit di AS dengan cepat mengidentifikasi
seluruh pasien yang masih mendapatkan terapi obat tersebut, kemudian
memberitahukan secara tertulis maupun elektronik mengenai
penghentian obat tersebut dan memberikan saran untuk kembali ke
rumah sakit agar mendapatkan obat pengganti. Semua surat kepada 11
ribuan pasien terkirim sehari kemudian. Dalam waktu 7 jam dokter yang
menggunakan sistem informasi klinik pun tidak akan menemukan daftar
obat tersebut dalam daftar peresepan, karena sudah langsung dikeluarkan
dari database obat.
c) Melacak dan menyediakan umpan balik secara cepat
Teknologi database dan pemrograman saat ini memungkinkan
pengolahan data pasien dalam ukuran terra byte secara cepat. Metode
datawarehouse dan datamining memungkinkan komputer mendeteksi
pola-pola tertentu dan mencurigakan dari data klinis pasien. Metode
tersebut relatif tidak memerlukan operator untuk melakukan analisis,
tetapi komputer sendirilah yang akan memberikan hasil analisis dan
interpretasi tersebut. Oleh karena itu, istilah rekam kesehatan elektronik
menjadi kata kunci. Ketika data rekam medis pasien, obat, protokol
klinik, aset rumah sakit diintegrasikan dalam suatu database elektronik
rumah sakit dapat mewujudkan tiga hal tersebut di atas. Dalam hal ini,
terdapat bentuk-bentuk penerapan teknologi dalam melacak dan
menyediakan umpan balik yang diantaranya:
1. Human Factors Engineering (HFE) pada ruang rawat pediatrik. HFE
sama dengan FCC dalam penerapannya pada pasien anak, dimana
keluarga dan perawat bekerja sama untuk menghasilkan peningkatan
kesehatan anaknya yang sedang mengalami hospitalisasi.
2. Computerized Iinformation System (CIS) yang digunakan pada
kamar operasi dan intensive care unit membantu perawat dalam
menentukan dan menghitung beban kerja yang diterimanya langsung.

Namun demikian untuk mengaplikasikan teknologi tersebut dalam


pelayanan banyak hambatan dan kendala yang dihadapi. Tiga faktor
penghambat utama dalam penerapan teknologi informasi pada praktek
klinik sehari-hari, yaitu:
1) Hambatan finansial, pengembangan sistem pendukung keputusan
klinis memerlukan biaya tersendiri;
2) Belum adanya standar, sistem yang ada masih sangat bervariasi;
3) Hambatan kultural, penggunaan teknologi informasi belum dipandang
sebagai suatu hal yang penting bagi para dokter dan manajer
kesehatan. Pada situasi di negara berkembang seperti Indonesia,
menurut pandangan penulis hambatan yang lain adalah penguasan
teknologi informasi oleh para praktisi pelayan kesehatan.

Terkait perkembangan teknologi informasi dan perkembangan pelayanan


kesehatan saat ini tentunya akan berimbas pada tenaga kesehatan dan instansi
pelayanan kesehatan. Petugas kesehatan diharapkan menyadari pentingnya
penerapan teknologi dalam pelayanan kesehatan dan mau belajar untuk bisa
menerapkannya.

Bagi Instansi pelayanan kesehatan, walaupun tidak mudah untuk bisa


menerapkan teknologi dalam pelayanan kesehatan, namun tetap harus dicoba
karena tuntutan jaman dan melihat berbagai manfaat yang bisa diambil. Manajer
pelayanan kesehatan perlu membuat team khusus untuk mengadopsi
perkembangan teknologi, sehingga mereka akan siap dalam menerapkan pada
organisasi pelayanan kesehatan.
Beberapa dari banyak keunggulan teknologi dapat menyediakan
termasuk memfasilitasi komunikasi antara tenaga medis, meningkatkan
keamanan obat, mengurangi potensi kesalahan medis, meningkatkan akses
ke informasi medis, dan mendorong perawatan yang berpusat pada pasien.
Berikut ini adalah beberapa cara teknologi membantu meningkatkan
keselamatan pasien:
1. Memfasilitasi Komunikasi antar Tenaga Medis;
2. Mengurangi Kesalahan Pengobatan;
3. Menyediakan Akses ke Informasi;
4. Meningkatkan Perawatan yang Berpusat pada Pasien.

Informatika dalam pelayanan kesehatan dimulai pada pengelolaan


informasi keuangan yang mulai berkembang era tahun 60-an. Mulai sejak
itu aplikasi komputer untuk pelayanan kesehatan berkembang. Pada akhir
era 60-an Sistim informasi rumah sakit sudah memasukkan data tentang
diagnosa serta informasi lain dalam rencana perawatan pasien. Teknologi
yang digunakan dapat mengurangi kerja dengan kertas (paperwork) dan
meningkatkan komunikasi serta menghemat waktu perawat.

Salah satu awal program komputer yang bagus untuk perawatan


pasien adalah Problem Oriented Medical Record Information System
(PROMIS) yang dibuat oleh DR Lawrence Weed dari University Medical
Center Burlington tahun 1968. Sistem ini menyediakan integrasi berbagai
aspek pelayanan kesehatan termasuk tindakan pada pasien. Sistem ini
menggunakan kerangka kerja POMR ( Problem Oriented Medical
Record). Kemudian dilanjut pada tahun 1969 di Amerika dengan
pembentukan Agency for Healthcare Research and Quality (AHRQ) yang
menginisiasi penggunaan teknologi informasi untuk penelitian di bidang
kesehatan.

Pada tahun 1999, AHRQ melakukan evaluasi terhadap penerapan


informasi, sistem pendukung dalam mengambil keputusan, dan
komputerisasi catatan medis pasien untuk meminimalisir medical error
serta meningkatkan patient safety dan mutu dalam berbagai situasi pasien
yang beragam. Sedangkan pada tahun 2001, penggunaan teknologi
informasi terus dikembangkan oleh AHRQ, seperti menyediakan informasi
klinis yang mendukung patient safety yaitu CLIPS–RFA/ Clinical
Informatics to Promote Patient Safety –Research Solicitations.
Selain di Amerika Serikat, ternyata penggunaan teknologi
informasi juga diterapkan di berbagai belahan negara lain, seperti di
Inggris. Salah satu studi yang dilakukan di Inggris ditemukan bahwa
rumah sakit yang menggunakan sistem Electronic Health Record (EHR)
dan Electronic Medical Record (EMR) memiliki tingkat angka mortalitas
yang rendah dibandingkan dengan rumah sakit yang tidak menggunakan
sistem tersebut. EHR sendiri diyakini dapat membantu mengurangi
kesalahan penginputan peresepan obat dan menyediakan akses untuk
mengambil keputusan klinis dalam alur kerja, serta memberikan
kewaspadaan terhadap terjadinya medication error.
Salah satu komponen penting dalam penerapan EHR di Inggris
adalah tersedianya fitur Clinical Decision Support (CDS) termasuk safety
screening yang otomatis dan notifikasi untuk mengingatkan klinisi
terhadap kesalahan potensial ataupun kontrakdiksi sebelum menuliskan
perawatan dan pengobatan bagi pasien. Penggunaan CDS disampaikan
dapat memberikan output:
 Peningkatan patient safety dan kualitas pelayanan klinis;
 Meningkatnya kepatuhan petugas layanan kesehatan
terhadap guideline;
 Mengurangi terjadinya medication error yang serius.

Berdasarkan hasil analisis dan testing dari Aplikasi Computerized


Maintenance Management System (CMMS) pada Ruang Bedah oleh
Rival Widyananda, Teguh Sutanto, dan Romeo tentang studi kasus di RS.
Petrokimia Gresik dapat disimpulkan bahwa aplikasi tersebut layak
dipergunakan sebab dinilai mampu memberikan solusi terhadap
permasalahan perawatan aset yaitu :

1. Aplikasi CMMS mampu menginventarisasi aset dengan baik


sehingga dapat memberikan informasi aset dengan lengkap seperti
lokasi keberadaan aset, vendor yang digunakan, informasi tanggal
terakhir dilakukan perawatan, interval Preventive Maintenance
perawatan aset, dokumen cara penggunaan aset, dan sparepart aset
tersebut melalui fitur Assets.
2. Aplikasi CMMS mampu memberikan informasi status ketersediaan
aset (availability) ketika aset dibutuhkan, informasi yang ingin
ditampilkan dapat berdasarkan tanggal yang dipilih melalui fitur Report.
3. Aplikasi CMMS mampu mencatat semua perawatan (log work order)
aset berupa informasi penanganan perawatan aset beserta status
perawatan aset tersebut seperti prakiraan tanggal selesai dilakukan
perawatan, tanggal selesai dilakukan perawatan, informasi mengenai
instruksi perawatan aset serta siapa yang menangani pekerjaan
perawatan aset tersebut melalui fitur Work Order dan dapat mencatat
perawatan yang bersifat mendadak (Corrective Maintenance) agar
dapat segera dilakukan perawatan aset, pencatatan tersebut melalui
fitur Job Request.
4. Aplikasi CMMS mampu memberikan laporan hasil dokumentasi
pemeliharaan aset berdasarkan filter tanggal dan tahun serta laporan
status kondisi aset berdasarkan status pekerjaan aset pada Work
Order. Laporan hasil dokumentasi pemeliharaan juga dapat disimpan
berupa file pdf melalui fitur Report (Rival Widyananda, Teguh
Sutanto, Romeo, 2017).

Selain contoh teknologi di atas, terdapat pula bentuk kecanggihan


teknologi lainnya dalam hal kesehatan diantaranya pencetakan 3D dapat
digunakan untuk perawatan gigi khusus atau alat bantu dengar, realitas
virtual yang dapat digunakan untuk membantu pasien dengan PTSD atau
mengurangi kecemasan mereka sebelum atau sesudah operasi, augmented
reality dapat digunakan untuk memengaruhi aplikasi kebugaran dan
kesehatan atau membantu memandu tim bedah.

Penerapan teknologi informasi yang tepat dan sesuai di bidang


kesehatan jelas dapat memberikan manfaat yang nyata bagi upaya
peningkatan mutu pelayanan kesehatan di seluruh dunia. Teknologi
dalam pelayanan kesehatan disebut telehealth. Pada telehealth secara
umum ada dua teknologi yang dalam pelayanan: store forward dan real
time teknologi.

1. Teknologi simpan dan sampaikan (store and forward) misalnya


gambar yang didapatkan dari elektonik seperi teknologi x ray,
dapat dikirimkan pada spesialis untuk diinterpretasi. Gambar
tersebut saja yang berpindah pindah. Radiologi, dermatologi,
patologi adalah contoh spesialisasi yang sangat kelihatan
menggunakan teknologi
2. Teknologi real time
Real time adalah teknologi yang membuat pasien dan provider
berinteraksi dalam waktu yang sama. Banyak alat telekomunikasi
yang memfasilitasi komunikasi dua arah menggunakan teknologi
real time dalam telehealth. Teknologi real time juga dapat membuat
alat untuk menstransimisikan gambar dari tempat yng berbeda.
Misalnya kamera untuk mengobservasi keadaan klien. Teknologi
real time memfasilitasi komunikasi dua arah baik audio maupun
video, yang bisa digunakan dalam telehealth Sebagai kombinasi
real time dan robotik, seorang dokter bedah dapat melakukan
operasi dengan alat operasi khusus dari jarak tertentu. Prosedur ini
disebut dengan telepresence. Telepresence menjadi salah satu sub
bagian dari telehealth. Saat in masih sedang dikembangkan karena
membutuhkan sistem yang 100 % reliable dan bandwith yang
sangat tinggi.

Telenursing adalah bagian dari telehealth. Telenursing menawarkan


program kolabortif dan mengurangi biaya pasien. Sebagai contoh:
konsultasi dengan perawat akan mengurangi angka kejadian masuknnya
pasien dengan keadaan emergency ke Rumah Sakit. Telehealth juga bisa
diaplikasikan dalam pendidikan, dengan mengunjungi satu bagian
dengan bagian lain melalui halaman web. Pengalaman dari praktisi
perawat dapat dipelajari oleh orang lain melalui halaman web. Telehealth
terdiri dari berbagai jenis bentuk dan telah menunjukkan segi
manfaatnya. Beberapa manfaat dari telehealth misalnya : meningkatkan
kualitas pelayanan, mengurangi waktu, meningkatkan produkstifitas
akses, meningkatkan peluang belajar. Ada beberapa isu yang perlu
diperhatikan dalam penyelenggaraan telehealth yaitu :

1. Pembiayaan adalah hambatan dalam penyelenggaraan telehealth.


Meskipun dijumpai bahwa telehealth banyak mempunyai manfaat.
Pemerintah masih kurang dalam mengembangkan telehealth.
2. Aspek legal
Aspek hukum menyatakan bahwa: warga negara harus dilindungi
dari praktek petugas kesehatan yang tidak baik
3. Perhatian dalam apliksi tekhnologi dalam pelayanan kesehatan
adalah keamaan/keselamatan pasien. Sistem pelayanan telehealth
harus bisa menjamin keselamatan bagi pasien. Berkaitan dengan
hal tersebut ANA (American Nursing Association) menerbitkan 3
pedoman telehealth yaitu : Prinsip dasar telehealth pada tahun
1998, kompetensi telehealth tahun 1999 dan mengembangkan
protokol telehealth pada tahun 2001
4. Keamanan data
Telehealth memerlukan pencatatan elektronik (elektronik health
record), yang rawan akan privasi, kerahasiaan dan keamanan data.
Sehingga penyelenggaraan telehealth harus bisa menjamin
keamanan data.
5. Infrastruktur komunikasi
Infrastruktur telekomunikasi merupakn bagian dari telehealth yang
mempunyai biaya dengan prosentase paling besar. Isu yang lain,
adalah alat untuk hubungan antarmuka (interface) akan sulit
menyelenggarakan telehealth jika tidak ada saling hubungan
(interkoneksi) antar alat.
Rumah sakit harus seharusnya menerjemahkan patient safety ke
dalam rencana strategis pengembangan sistem informasi rumah sakit.
Dimulai dari pembentukan tim sistem informasi rumah sakit yang akan
menerjemahkan bisnis rumah ke dalam rencana strategis sistem informasi
dan teknologi informasi, pengembangan infrastruktur (mulai dari database
pasien elektronik, workstation), hingga ke pelatihan kepada staf medis,
keperawatan dan non medis. Dengan begitu resep sukses suatu teknologi
informasi untuk dapat meningkatkan mutu layanan kesehatan adalah
adanya dukungan kultural dan kesiapan semua pihak dalam organisasi
pelayanan kesehatan untuk berubah.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Adverse event atau kejadian tak terduga adalah salah satu contoh
dari kelalaian yang dilakukan oleh tenaga medis dan bisa menyebabkan
keselamatan pasien terganggu. Adverse event ini memiliki banyak
klasifikasi dan bisa disebabkan oleh alat kesehatan, sumber daya manusia,
organisasi, tim, dan individu. Adverse event sendiri bisa dicegah melalui
penerapan budaya keselamatan pasien yang dibarengi dengan kesadaran
diri, sistem pendukung keputusan (SPK) yang diintegrasikan dengan
sistem informasi klinik, aplikasi barcode untuk pengobatan, memfokuskan
intervensi, hingga pemberlakuan sistem tindakan pelaporan utamanya
dalam hal pemberian obat.
Adapun penggunaan teknologi dalam dunia kesehatan akan sangat
membantu apalagi untuk mencegah adverse event. Istilah teknologi dalam
kesehatan disebut telehealth dan memiliki beragam manfaat. Namun,
penggunaan teknologi bisa tak diterapkan dengan baik sebab adanya
hambatan dari segi finansial, belum adanya standar, dan kultural. Resep
sukses dari penggunaan teknologi ini adalah yang digunakan harus mudah
dipahami, efektif, dan tersedia on site dalam pelayanan.

3.2 Saran

Demikian makalah ini kami buat, kami berharap agar bermanfaat bagi yang
membaca makalah ini. Apabila makalah yang kami buat ini ada kesalahan
penyusunan maupun dalam kata kata kami minta maaf yang sebesar besarnya.
Segala kritikan dan saran yang membangun kami terima untuk perbaikan
selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA

Komite Keselamatan Kerja Pasien Rumah Sakit (KKPRS). (2015). Pedoman


Pelaporan Insiden Keselamatan Pasien (IKP) (Patient Safety Incident
Report). Jakarta: Komite Keselamatan Kerja Pasien Rumah Sakit (KKPRS).

Najihah. (2018). Budaya Keselamatan Pasien dan Insiden Keselamatan Pasien di


Rumah Sakit: Literature Review. Makassar: Program Studi Ilmu
Keperawatan Universitas Muslim Indonesia.

Indriarini, Lucia Evi. (2016). “Penerapan Teknologi Informasi Di RS Untuk


Pelayanan Kesehatan Bermutu”.
<http://mutupelayanankesehatan.net/sample-levels/19-headline/2700-
penerapan-teknologi-informasi-di-rs-untuk-pelayanan-kesehatan-bermutu>

Widyananda, Rival, Teguh Sutanto, dan Romeo. (2017). Rancang bangun


aplikasi computerized maintenance management system (cmms) pada ruang
bedah (studi kasus : rs. petrokimia gresik). Jsika, vol. 6(1). Surabaya:
Fakultas Teknologi dan Informatika Institut Bisnis dan Informatika Stikom.

Sudaryanto, Agus dan Irdawati. (2008). Pemanfaatan Tekhnologi dalam


Pelayanan Kesehatan. Berita Ilmu Keperawatan, vol. 1(1), p.48-50.
Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Budiharjo, Andreas. (2008). Pentingnya safety culture di rumah sakit upaya


meminimalkan adverse events. Jurnal Manajemen Bisnis vol. 1(1), p. 53-70.

Parulian, T. S. Patient safety terkait dengan sistim teknologi informasi pada anak
yang mengalami hospitalisasi. p.1-11.

Pinzon, Rizaldy. (2007). Peran teknologi informasi untuk meningkatkan


keamanan pengobatan di rumah sakit. Seminar Nasional Teknologi 2007,
p.1-5.
Ismaniati, Christina. Penggunaan teknologi informasi dan komunikasi dalam
peningkatan kualitas pembelajaran.

Istifada, Rizkiyani, et al. (2017). Pemanfaatan teknologi telehealth pada perawat


di layanan homecare. Nursing Current, vol.5 (1), p. 51-61

Foisey, C. Q. (1 Maret 2017). 4 ways technology is improving patient safety,


Health IT Outcomes, diakses tanggal 09 Oktober 2021,
<https://www.healthitoutcomes.com/doc/ways-technology-improving-
patient-safety-0001>.

Fuad, Anis. (14 September 2005). Teknologi informasi untuk patient safety, Anis
Fuad, diakses tanggal 09 Oktober 2021,
<http://anisfuad.blog.ugm.ac.id/2005/09/14/teknologi-informasi-untuk-
patient-safety/>

Classification of adverse events. North Bristol NHS Trust, diakses tanggal 9


Oktober 2021, <https://www.nbt.nhs.uk/research-innovation/running-your-
study/safety-reposrting/classification-adverse-events

Anda mungkin juga menyukai