Anda di halaman 1dari 25

BAB II

PEMBAHASAN

I. Dampak teknologi informasi dalam meningkatkan patient safety dan


kualitas pelayanan pasien

Beberapa waktu yang lalu Menteri Kesehatan, Dr. Fadilah Supari


mencanangkan gerakan nasional keselamatan pasien (patient safety) di rumah
sakit. Lalu, apa hubungannya dengan teknologi informasi?

Saat ini, berbagai rumah sakit sudah mulai menerapkan sistem informasi
rumah sakit berbasis komputer untuk mendukung manajemen keuangan
(khususnya billing systems). Jika rumah sakit sudah melewati tahap tersebut,
langkah selanjutnya adalah pengembangan sistem informasi klinik. Di sini, peran
penting teknologi informasi tidak lepas dari potensinya untuk mencegah medical
error.

Seperti kita ketahui, ada dua pandangan mengapa error dapat muncul di
rumah sakit.

 error terjadi karena kesalahan individual tenaga kesehatan. 


 kesalahan individual tidak akan muncul jika manajemen memiliki
mekanisme untuk mencegah.

Teknologi informasi dapat berperan dalam mencegah kejadian medical error


melalui tiga mekanisme yaitu:

 pencegahan adverse event
 memberikan respon cepat segera setelah terjadinya adverse event
 melacak serta menyediakan umpan balik

mengenai adverse event dengan rincian sebagai berikut:

1. Pencegahan adverse event

Hasil penelitian klinis memerlukan waktu lama (rata-rata 17 tahun) sampai


diterapkan dalam praktek sehari-hari. Penyediaan fasilitas teknologi informasi
akan mendorong penyebarluasan informasi dengan cepat. Sehingga, sekarang di
berbagai rumah sakit pendidikan mulai tersedia fasilitas Internet agar para
residen dan dokter dapat dengan cepat mengakses perkembangan ilmu
kedokteran terbaru serta menggunakannya (evidence based medicine).
Pencegahan adverse event yang lebih riil adalah penerapan sistem
pendukung keputusan (SPK) yang diintegrasikan dengan sistem informasi klinik.
Berbagai macam contoh SPK mampu memberikan alert kepada dokter yang
muncul secara cepat pada situasi kritis yang kadang membahayakan keselamatan
pasien.
Pada kondisi tersebut, informasi yang lengkap sangat penting dalam
pengambilan keputusan misalnya: 

 nilai laboratorium abnormal


 kecenderungan vital sign
 kontraindikasi pengobatan maupun kegagalan prosedur tertentu. 

Pencegahan adverse event juga dapat dilakukan melalui pengembangan


berbagai aplikasi yang memungkinkan pemberian obat serta dosis secara akurat.
Penggunaan barcode serta barcode reader untuk kemasan obat akan mencegah
kesalahan pengambilan obat.

2. Memberikan respon cepat setelah terjadinya adverse event.

Selanjutnya, sistem informasi klinik yang baik akan mampu memberikan


umpan balik secara cepat jika terjadi kesalahan atau adverse event. Contoh yang
menarik adalah pengalaman penarikan obat rofecoxib (keluaran Merck). Begitu
FDA mengeluarkan rilis mengenai penarikan obat tersebut, salah satu rumah
sakit di AS dengan cepat mengidentifikasi seluruh pasien yang masih
mendapatkan terapi obat tersebut, kemudian memberitahukan secara tertulis
maupun elektronik mengenai penghentian obat tersebut dan memberikan saran
untuk kembali ke rumah sakit agar mendapatkan obat pengganti. 

Semua surat kepada 11 ribuan pasien terkirim sehari kemudian. Dalam


waktu 7 jam dokter yang menggunakan sistem informasi klinikpun tidak akan
menemukan daftar obat tersebut dalam daftar peresepan, karena sudah langsung
dikeluarkan dari database obat.

3. Melacak dan menyediakan umpan balik secara cepat

Teknologi database dan pemrograman saat ini memungkinkan pengolahan


data pasien dalam ukuran terra byte secara cepat. Metode datawarehouse dan
datamining memungkinkan komputer mendeteksi pola-pola tertentu dan
mencurigakan dari data klinis pasien. Metode tersebut relatif tidak memerlukan
operator untuk melakukan analisis, tetapi komputer sendirilah yang akan
memberikan hasil analisis dan interpretasi tersebut.

Oleh karena itu, istilah rekam kesehatan elektronik menjadi kata kunci.
Ketika data rekam medis pasien, obat, protokol klinik, aset rumah sakit
diintegrasikan dalam suatu database elektronik rumah sakit dapat mewujudkan
tiga hal tersebut di atas. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa teknologi informasi
akan membantu dalam pencapaian patient safety melalui upaya-upaya perbaikan
komunikasi, melengkapi program sistem informasi dengan berbagai kalkulasi,
pengembangan sistem pendukung keputusan, respon cepat setelah adverse event
maupun pencegahan adverse event. Disamping itu, upaya pengembangan
arsitektur sistem informasi yang memungkinkan tenaga kesehatan mengakses
pengetahuan kedokteran terbaru.

Namun demikian, ada tiga kendala utama yaitu 

 finansial
 kultural
 ketiadaan standar. 

Berbagai contoh di atas memerlukan investasi finansial yang tidak sedikit.


Di sisi yang lain, banyak rumah sakit yang menganggap teknologi informasi
hanya sebagai komoditas, bukan sebagai sumber daya strategis. Yang
menguntungkan, tenaga kesehatan kita sebenarnya juga semakin aware terhadap
teknologi informasi. Saya mencatat bahwa dokter baru kita saat ini semakin
familiar dengan teknologi informasi dan komunikasi. 
Ketika fasilitas hotspot disediakan di lingkungan kampus, semakin banyak
mahasiswa yang memanfaatkannya baik melalui laptop maupun handheld. Di
Kanada, 50% dokter yang berusia di bawah 35 tahun menggunakan PDA. Hal
ini menunjukkan bahwa difusi teknologi informasi cukup cepat. Faktor kultural
yang dapat menghambat adalah bagaimana mengintegrasikan sistem informasi
klinik ke dalam workflow seorang dokter. Pada tingkat yang lebih tinggi, sampai
sekarang Indonesia belum mendadopsi standar pertukaran data kesehatan secara
elektronik (HL 7)maupun standar data untuk berbagai data klinis dan
keperawatan (SNOMED, LOINC dan NANDA).
Rumah sakit harus seharusnya menerjemahkan patient safety ke dalam
rencana strategis pengembangan sistem informasi rumah sakit. Dimulai dari
pembentukan tim sistem informasi rumah sakit yang akan menerjemahkan bisnis
rumah ke dalam rencana strategis sistem informasi dan teknologi informasi,
pengembangan infrastruktur (mulai dari database pasien elektronik,
workstation), hingga ke pelatihan kepada staf medis, keperawatan dan non
medis. Selain itu, keterlibatan dokter merupakan salah satu kunci utama
keberhasilan penerapan sistem informasi klinik. Pada tingkat yang lebih tinggi,
rumah sakit perlu bekerjasama dengan dinas kesehatan dan pihak asuransi
maupun organisasi untuk sharing data serta melakukan evaluasi pelayanan medis
melalui database rekam medis.

A. Dampak Teknologi Informasi pada Pelayanan Kesehatan

Saat ini perkembangan teknologi begitu pesat. Hampir diseluruh penjuru


dunia menggunakan teknologi informasi. Kehadiran teknologi informasi sangat
berpengaruh bagi kehidupan manusia. Kehadirannya membawa perubahan yang
berarti. Salah satunya bagi saran kesehatan, teknologi sangat membantu dalam
memberikan pelayanan di tempat-tempat kesehatan. 
Teknologi informasi dapat meningkatkan kualitas pelayanan
kesehatan. Teknologi Informasi (TI), atau dalam bahasa inggris dikenal
dengan Information Technologi (IT) adalah istilah umum untuk teknologi
apapun yang membantu manusia dalam membuat, mengubah, menyimpan,
mengonsumsikan atau menyebarkan informasi.
Pelayanan Kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan sendiri atau
secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan
meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta
memulihkan kesehatan perorangan, keluarga, kelompok, dan ataupun
masyarakat (Depkes RI 2009).

1. Teknologi Informasi pada Pelayanan Kesehatan

Teknologi dalam perkembangannya saat ini sudah menunjukkan berbagai


manfaat yang besar disemua bidang. Salah satunya bidang kesehatan, teknologi
informasi memiliki peran yang sangat banyak untuk kemajuan pelayanan
dibidang kesehatan

Salah satu contoh pengaruh teknologi informasi bagi kesehatan adalah pada
saat pendaftaran pasien di rumah sakit, dulu awalnya pendaftaran masih sangat
manual, hanya menggunakan kertas dan polpen, hal tersebut mengakibatkan
pelayanan kepada pasien agak lama. Namun sekarang hampir semua tempat
pelayanan kesehetan menggunakan sistem komputerisasi karena efek dari
perkembangan teknologi informasi.

Pelayanan kepada pasien lebih cepat dan efisien serta tidak membuang
banyak waktu dan tenaga. Contoh lain seperti saat akan melakukan
pengindekan dan pelaporan akan sangat mempermudah petugas, karena data-
data sudah ada di komputer, berbeda dengan yang dahulu masih harus
mengumpulkan berkas-berkas pasien dan mendata kembali.

Upaya-upaya pengembangan teknologi dalam kesehatan banyak dilakukan


oleh tenaga kesehatan yang bergelut di sistem informasi, sehingga nantinya
akan dapat mengembangkan sistem pelayanan kesehatan yang semakin canggih
dan semakin praktis. Salah satu upaya pengembangan teknologi untuk
meningkatkan sistem informasi kesehatan adalah dengan memberikan
pendidikan tentang teknologi informasi pada mahasiswa Rekam Medis. Dalam
perkuliahan seorang perekam medis tidak hanya mempelajari tentang kode
penyakit saja, akan tetapi juga diajarkan tentang teknologi informasi yang
nantinya akan dapat merancang bagaimana pelayanan agar menjadi lebih cepat
dan efisien.

2. Dampak Positif pada Bidang Kesehatan

Perkembangan Teknologi Informasi saat ini dan pada masa yang akan
datang memiliki beberapa dampak positif bagi pelayanan kesehatan atau
dibidang kesehatan. 

Beberapa contoh dampak positif dari perkembangan Teknologi Informasi


bagi kesehatan, diantaranya :

a. Teknologi Komputer

Dengan teknologi komputer kita dapat mencari informasi dan merancang


atau menyusun rancangan untuk alat-alat kedokteran sehingga akan dapat
merubah atau meningkatkan kualitas peralatan medis atau kesehatan. Semua
informasi medis, termasuk yang dihasilkan dari sinar X, tes laboratorium,
dan monitor detak jantung, dapat ditransmisikan ke dokter lain dalam format
digital. Semua itu menggunakan teknologi komputer.
b. Teknologi Transfer Gambar

Dengan adanya teknologi transfer gambar akan mempermudah dan


mempercepat pelayanan dan pekerjaan para dokter serta petugas kesehatan
yang lain. Karena dengan adanya teknologi transfer gambar dokter dapat
mengontrol pasien dari jarak jauh, misalnya transfer hasil CT scan. Hal
tersebut dapat mempercepat pemeriksaan oleh dokter.

c. Penerapan Teknologi Informasi dalam Kesehatan.

Sistem berbasis kartu cerdas (smart card) dapat digunakan juru medis untuk
mengetahui riwayat penyakit pasien yang datang ke rumah sakit karena
dalam kartu tersebut para juru medis dapat mengetahui riwayat penyakit
pasien.

d. Rekam Medik Elektronik dan Perangkat Komputerisasi

Dengan adanya rekam medik elektronik dan komputerisasi ini dapat


mengetahui bagaimana perkembangan kesehatan seseorang, misalnya pada
pasien yang menderita penyakit jantung, dengan alat tersebut dapat dilihat
bagaimana keadaan jantung atau kondisi jantung pasien sehingga nantinya
dapat membuat pasien penyakit jantung bisa mendapatkan obat yang sesuai.

3. Teknologi Informasi dan Rekam Medis (Harapan)

Pada mata kuliah Teknologi Informasi Pada Sarana Pelayanan Kesehatan


kita mempelajari bagaimana membuat atau merancang sebuah sistem untuk
pelayanan kesehatan. Ini merupakan mata kuliah yang sangat berpengaruh
untuk kemajuan sistem pelayanan kesehatan di tempat pelayanan kesehatan.

Walaupun masih mempelajari dasar-dasarnya saja akan tetapi, saya berharap


nantinya bisa mengembangkan dasar-dasar tersebut. Karena nantinya saya akan
kembali ke daerah asal saya dan akan berusaha untuk meningkatkan sistem
pelayan kesehatan yang ada di tempat-tempat pelayanan kesehatan agar lebih
efisien dalam memberikan pelayanan.

Saya juga berhapa bahwa mata kuliah ini tidak hanya mempelajari tentang
mendesain saja, akan tetapi bagaimana cara untuk menjadikan desain yang kita
buat itu nyata atau cara untuk membuat programnya sehingga dapat kita
gunakan atau terapkan langsung, tanpa meminta bantuan dari orang-orang yang
ahli informatika.
II. Peran Kerja Tim untuk Patient Safety

kolaborasi sangatlah penting karena masing-masing tenaga kesehatan


memiliki  pengetahuan,keterampilan,kemampuan, keahlian, dan  pengelaman
yang berbeda alam kolaborasi tim kesehatan, mempunyai tujuan yang sama
yaitu sebuah keselamatan untuk pasien selain itu, kolaborasi tim kesehatan ini
dapat meningkatkan  perorma di berbagai aspek yang berkaitan dengan sistem
pelayan kesehatan semua tenaga kesehatan dituntut untuk memiliki kualifikasi
baik pada  bidangnya masing-masing sehingga dapat mengurangi fakor
kesalahan manusia dalam memberikan pelayanan kesehatan.

Kolaborasi penting bagi terlaksananya patient safety,seperti:

a. Pelayanan kesehatan tidak mungkin dilakukan oleh satu tenaga medis


b. Meningkatnya kesadaran pasien akan kesehatan
c. Dapat mengevaluasi kesalahan yang pernah dilakukan agar tidak
terulang
d. Dapat meminimalisirkan kesalahan.
e. Pasien akan dapat berdiskusi dan berkomunikasi dengan baik, untuk
dapat menyampaikan keinginannya

Manfaat kolaborasi tim kesehatan yaitu:


a. Kemampuan dari pelayanan kesehatan yang berbeda dapat
terintegrasikan sehingga terbentuk tim yang fungsional
b. Kualitas pelayanan kesehatan meningkat sehingga masyarakat mudah
menjangkau pelayanan kesehatan
c. Bagi tim medis saling berbagi pengetahuan dari profesi kesehatan
lainya dan membangun kerja sama yang kompak.
d. Memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas dengan
menggabungkan keahlian unik professional.
e. Memaksimalkan produktifitas serta efektivitas dan efisiensi sumber
daya.
f. Meningkatkan kepuasan profesionalisme, loyalitas, dan kepuasan kerja
g. Peningkatan akses ke berbagai pelayanan kesehatan.
h. Meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan kesehatan
i. Memberikan kejelasan peran dalam berinteraksi antar tenaga kesehatan
professional sehingga saling menghormati dan bekerja bersama.
j. Untuk tim kesehatan memiliki pengetahuan, keterampilan dan
pengalaman
III. Peran Pasien dan Keluarga sebagai Patner di Pelayanan Kesehatan
untuk Mencegah Terjadinya Bahaya dan Adverse events

Pasien yang dirawat di rumah sakit merupakan individu yang sedang


memiliki masalah kesehatan, sehingga dimungkinkan mengalami kesulitan
memenuhi kebutuhan pribadi termasuk menjaga keselamatan sendiri, oleh sebab
itu pasien membutuhkan dukungan dari keluarga dan tim kesehatan yang
merawat.

Rumah Sakit dalam upaya memberikan pelayanan kesehatan melibatkan tim


kerja dari berbagai profesi, maka rumah sakit menyiapkan sistem layanan
terintegrasi yang berfokus pada pasien untuk  memberi pelayanan yang
aman.dengan enam sasaran keselamatan pasien yaitu :

1. Ketepatan identifikasi pasien


2. Komunikasi efektif
3. Pemberian obat secara aman
4. Ketepatan pasien, lokasi dan prosedur operasi
5. Pencegahan infeksi
6. Pencegahan pasien  jatuh.

Dalam melaksanakan program tersebut diperlukan kerja sama antara tim


kesehatan serta pasien dan keluarga

Peran keluarga secara aktif dalam menjaga keselamatan pasien rawat inap
adalah:

1. Memberikan informasi yang benar, jelas, lengkap dan jujur


2. Mengetahui dan melaksanakan kewajiban serta tanggung jawab pasien
maupun keluarga.
3. Mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk hal yang tidak dimengerti.
4. Memahami dan menerima konsekuensi pelayanan.
5. Mematuhi dan menghormati peraturan rumah sakit.
6. Memperlihatkan sikap menghormati dan tenggang rasa dalam proses
bersama tim kesehatan mengelola pasien
7. Memenuhi kewajiban finansial yang disepakati.

Penerapan enam sasaran keselamatan pasien dan peran keluarga dalam menjaga
keselamatan pasien rawat inap di rumah sakit :

1. Ketepatan Identifikasi Pasien


    Pasien  dalam keadaan tidak sadar, gelisah,  mengalami gangguan
penglihatan, gangguan pendengaran, gangguan proses pikir, mendapat
obat  bius, atau gangguan lain tidak mampu melakukan identifikasi
diri dengan benar selain itu pasien yang pindah ruang rawat atau
bertukar tempat tidur saat perawatan di rumah sakit berisiko
mengalami ketidaktepatan identifikasi, maka rumah sakit menyusun
sistem untuk memastikan identifikasi pasien sebagai individu yang
akan menerima pelayanan adalah tepat dan jenis pelayanan atau
pengobatan terhadap individu tersebut adalah sesuai.
Peran Pasien dan keluarga untuk memastikan ketepatan identifikasi
pasien adalah:
a. Memberikan data diri yang tepat pada saat mendaftar sesuai
dokumen data diri yang dimiliki. Data utama yang diperlukan
adalah  nama dan tanggal lahir
b. Selama rawat inap pasien dipakaikan gelang. Pasien dan keluarga
harus memahami fungsi gelang dan patuh menggunakan  gelang
tersebut selama rawat inap karena gelang tersebut dipakai oleh tim
kesehatan guna memastikan kebenaran identitas dan faktor risiko
pasien saat memberikan pelayanan.
 Gelang warna biru untuk laki-laki  dan gelang warna merah
muda untuk perempuan dipakai untuk identifikasi
 Gelang warna merah dipasangkan pada pasien yang memiliki
riwayat alergi
 Gelang warna kuning dipasangkan pada pasien yang memiliki
risiko jatuh
c. Pasien atau keluarga kooperatif saat dilakukan verifikasi identitas 
oleh petugas saat akan melakukan tindakan, memberikan obat,
mengambil preparat untuk pemeriksaan laborat dan lain-lain.

2. Komunikasi efektif

Pasien yang menjalani rawat inap dikelola oleh dokter dan berbagai
profesi lain sebagai tim dengan menerapkan sistem komunikasi yang
efektif untuk memberikan pelayanan. Peran pasien dan keluarga
mewujudkan komunikasi efektif adalah:

a. Menunjuk atau menetapkan anggota keluarga yang diberi


kewenangan untuk berkomunikasi dengan tim kesehatan.
Penunjukkan ini diperlukan untuk memastikan komunikasi
berlangsung efektif dan berkesinambungan, tidak mengalami rantai
komunikasi yang panjang dan kompleks yang berisiko
menyebabkan perubahan makna isi informasi.
b. Memberikan informasi dan data terkait kondisi pasien kepada tim
kesehatan dengan benar dan  jelas.
c. Memberikan informasi pada petugas bila ada kejadian tidak
diharapkan.
d. Meminta informasi yang diperlukan kepada tim kesehatan

3. Pemberian obat secara aman

Pemberian obat merupakan bagian yang mengambil porsi dominan


dalam tata kelola pasien rawat inap. Peran serta keluarga dalam menjamin
keamanan pemberian obat adalah:

a. Memberikan informasi yang lengkap tentang riwayat obat yang


pernah dipergunakan sebelum masuk rumah sakit
b. Memberikan informasi tentang riwayat alergi atau reaksi yang
dialami saat menggunakan obat tertentu
c. Mendukung pengawasan pemberian obat selama rawat  inap dengan
cara memastikan identitas pasien benar, menanyakan jenis obat
yang diberikan, tujuan pemberian, dosis dan waktu pemberian obat

4. Kepastian Tepat-Lokasi, Tepat-Prosedur, Tepat-Pasien Operasi

Tindakan operasi merupakan salah satu prosedur yang mungkin


dilakukan pada pasien untuk mengatasi masalah kesehatannya. Bagian
tubuh yang akan dioperasi bisa meliputi bagian yang bersisi (misalnya
tangan atau kaki kanan dan kiri, mata kanan dan kiri) atau bagian yang
multipel level (misalnya tulang belakang) atau bagian yang multipel
struktur (misalnya jari tangan) dengan demikian diterapkan sistem untuk
memastikan tindakan tepat-lokasi, tepat-prosedur, tepat-pasien
    Salah satu prosedur yang dilakukan sebelum tindakan operasi adalah 
proses verifikasi. Peran pasien dan keluarga dalam proses verifikasi
praoperasi adalah memberikan informasi yang benar dan bekerja sama
secara kooperatif  Proses yang dilakukan meliputi

a. Verifikasi lokasi, prosedur, dan pasien yang benar


Proses ini dilakukan dengan membuat tanda pada lokasi yang
dioperasi. Penandaan lokasi operasi ini melibatkan pasien, dibuat
oleh dokter yang akan melakukan tindakan dan dilaksanakan saat
pasien dalam keadaan sadar .Tanda ini tidak boleh dihapus dan
harus terlihat sampai saat akan disayat.
b. Memastikan bahwa semua dokumen, foto (imaging), hasil
pemeriksaan yang relevan tersedia, diberi label dengan baik
c. Melakukan verifikasi ketersediaan peralatan khusus yang
dibutuhkan.

5. Pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan

Rumah sakit  merupakan tempat yang memungkinkan berkumpulnya


berbagai jenis kuman sedangkan pasien yang sedang dirawat memiliki
daya tahan tubuh relatif rendah dengan demikian diperlukan suatu proses
bersama untuk mencegah timbulnya infeksi lain yang tidak berhubungan
dengan penyakit utama pasien

Peran pasien dan keluarga dalam pengurangan risiko terkait pelayanan


kesehatan adalah

a. Menerapkan prosedur cuci tangan yang benar

Keluarga memiliki kemungkinan sering kontak dengan pasien,  maka


untuk melindungi diri sendiri dan melindungi pasien dari perpindahan
kuman disarankan keluarga menerapkan prosedur cuci tangan yang
benar pada 5 (lima) momen yaitu saat sebelum kontak dengan pasien,
sesudah kontak pasien, sesudah ke toilet, sebelum dan sesudah makan.
Perlu diperhatikan juga bahwa lingkungan sekitar pasien berisiko
terpapar kuman maka disarankan mencuci tangan sesudah kontak
dengan lingkungan pasien (meja, alat tenun, tempat tidur dsb),
Guna memperoleh hasil cuci tangan yang optimal Pasien dan keluarga
disarankan mencermati dan mengikuti petunjuk 6 (enam) langkah
mencuci tangan yang diberikan oleh petugas atau panduan cuci tangan
yang ada di rumahsakit

b. Membatasi pengunjung pasien

Selama pasien dirawat di rumah sakit seyogyanya pasien tidak


berinteraksi dengan banyak orang karena berisiko terpapar kuman dari
pengunjung dalam keadaan pertahanan diri yang relatif rendah dengan
demikian peran keluarga diperlukan untuk membatasi pengunjung
yang kontak dengan pasien
c. Menerapkan etika batuk yang benar

Keluarga dan pengunjung yang batuk berisiko menyebarkan kuman


melalui partikel halus di udara dengan demikian bila sedang
mengalami batuk keluarga perlu menggunakan masker atau
menerapkan tehnik perlindungan yang benar saat batuk yaitu menutup
mulut dan hidung menggunakan lengan.

6. Pengurangan Risiko Pasien Jatuh

Individu yang sedang sakit memiliki keterbatasan dalam pengamanan


diri termasuk menghindari jatuh. Rumah sakit  mengambil tindakan untuk
mengurangi risiko dengan melakukan pengkajian faktor-faktor yang dapat
menyebabkan jatuh seperti, penggunaan obat, gaya jalan dan
keseimbangan, alat bantu berjalan yang digunakan oleh pasien, riwayat
jatuh saat berjalan atau saat istirahat baring di tempat tidur. Peran pasien
dan keluarga dalam mencegah jatuh saat dirawat di rumah sakit adalah

a. Pastikan penanda pasien beresiko jatuh berupa gelang kuning dipakai


pasien
b. Jangan melepas atau memindah kartu kuning yang dipasang petugas
dekat tempat tidur pasien atau di depan kamar pasien karena kartu
tersebut merupakan penanda untuk mewaspadai pasien yang 
beresiko jatuh
c. Keluarga atau pasien perlu memastikan diri untuk memahami
informasi yang diberikan  oleh petugas agar dapat mendukung
tindakan pencegahan jatuh.
Informasi yang perlu diketahui adalah:
- faktor resiko jatuh yang teridentifikasi seperti obat yang
dipergunakan, kesadaran pasien, keseimbangan saat berjalan,dll
- tindakan pencegahan jatuh yang perlu dilakukan
- cara untuk minta bantuan
- cara menggunakan bel atau sarana komunikasi di ruangan.
- cara mengatur pengamanan tempat tidur
- pengggunaan tali pengaman, dll

    Pengelolaan pasien rawat inap tidak hanya mejadi tanggung jawab tim
kesehatan tetapii melibatkan juga pribadi pasien sendiri dan keluarga,
maka setiap bagian perlu menjalankan peran masing-masing sesuai
tugasnya karena proses kerja sama yang baik merupakan dasar yang kuat
untuk memperoleh hasil optimal.

IV. Aplikasi Pengontrolan dan Pencegahan Infeksi, Prosedur Invasif

A. Definisi Pengendalian Infeksi

Infeksi adalah invasi tubuh oleh patogen atau mikroorganisme yang mampu
menyebabkan sakit (Potter & Perry, 2005).
Dalam Kamus Keperawatan disebutkan bahwa infeksi adalah invasi dan
multiplikasi mikroorganisme dalam jaringan tubuh, khususnya yang
menimbulkan cedera seluler setempat akibat metabolisme kompetitif, toksin,
replikasi intraseluler atau reaksi antigen-antibodi. Munculnya infeksi
dipengaruhi oleh beberapa faktor yang saling berkaitan dalam rantai infeksi.
Adanya patogen tidak berarti bahwa infeksi akan terjadi.
Menurut Utama 2006, Infeksi adalah adanya suatu organisme pada jaringan
atau cairan tubuh yang disertai suatu gejala klinis baik lokal maupun sistemik.
Infeksi yang muncul selama seseorang tersebut dirawat di rumah sakit dan mulai
menunjukkan suatu gejala selama seseorang itu dirawat atau setelah selesai
dirawat disebut infeksi nosokomial. Secara umum, pasien yang masuk rumah
sakit dan menunjukkan tanda infeksi yang kurang dari 72 jam menunjukkan
bahwa masa inkubasi penyakit telah terjadi sebelum pasien masuk rumah sakit,
dan infeksi yang baru menunjukkan gejala setelah 72 jam pasien berada dirumah
sakit baru disebut infeksi nosokomial.
Infeksi nosokomial ini dapat berasal dari dalam tubuh penderita maupun luar
tubuh. Infeksi endogen disebabkan oleh mikroorganisme yang semula memang
sudah ada didalam tubuh dan berpindah ke tempat baru yang kita sebut dengan
self infection atau auto infection, sementara infeksi eksogen (cross infection)
disebabkan oleh mikroorganisme yang berasal dari rumah sakit dan dari satu
pasien ke pasien lainnya.

B. Rantai Infeksi

Menurut Perry Potter, 2005 proses terjadinya infeksi seperti rantai yang saling
terkait antar berbagai faktor yang mempengaruhi, Proses tersebut melibatkan
beberapa unsur diantaranya:

1. Reservoir
Merupakan habitat pertumbuhan dan perkembangan mikroorganisme
dapat berupa manusia, binatang, tumbuhan, maupun tanah.
2. Jalan Masuk
Merupakan jalan masuknya mikroorganisme ketempat penampungan
dari berbagai kuman, seperti saluran pencernaan, pernapasan,
pencernaan, kulit dan lain-lain.
3. Inang (host)
Merupakan tempat berkembangnya suatu mikroorganisme yang dapat
didukung oleh ketahanan kuman.
4. Jalan Keluar
Merupakan tempat keluarnya mikroorganisme dari reservoir, seperti
sistem pernapasan, sistem pencernaan, alat kelamin dan lain-lain.
5. Jalur Penyebaran
Merupakan jalur yang dapat menyebarkan berbagai kuman
mikroorganisme ke berbagai tempat, seperti air, makanan, udara dan
lain-lain.

C. Cara Penularan Mikroorganisme

Proses penyebaran mikroorganisme kedalam tubuh, baik pada manusia maupun


hewan dapat melalui berbagai cara di antaranya :
1. Kontak Tubuh
Kuman masuk ke dalam tubuh melalui proses penyebaran secara
langsung maupun tidak langsung. Penyebaran secara langsung melalui
sentuhan dengan kulit, sedangkan secara tidak langsung dapat melalui
benda yang terkontaminasi kuman.
2. Makanan dan Minuman
Terjadinya penyebaran dapat melalui makanan dan minuman yang
telah terkontaminasi, seperti pada penyakit tifus abdominalis penyakit
infeksi cacing, dan lain-lain.
3. Serangga
Contoh proses penyebaran kuman melalui serangga adalah penyebaran
penyakit malaria oleh plasmodium pada nyamuk aedes dan beberapa
penyakit saluran pencernaan yang dapat ditularkan  melalui lalat.
4. Udara
Proses penyebaran kuman melalui udara dapat dijumpai pada
penyebaran penyakit sistem pernapasan (penyebaran kuman
tuberkolosis) atau sejenisnya.

D. Faktor Yang Mempengaruhi  Proses Infeksi

Faktor-faktor yang mempengaruhi proses infeksi adalah:


1. Sumber Penyakit
Sumber penyakit dapat mempengaruhi apakah infeksi berjalan dengan
cepat atau lambat.
2. Kuman Penyebab
Kuman penyebab dapat menentukan jumah mikroorganisme,
kemampuan mikroorganisme masuk kedalam tubuh dan virulensinya.
3. Cara Membebaskan Sumber Dari Kuman
Cara membebaskan kuman dapat menentukan apakah proses infeksi
cepat teratasi atau diperlambat, seperti tingkat keasaman (pH), suhu,
penyinaran (cahaya) dan lain-lain.
4. Cara Penularan
Cara penularan seperti kontak langsung melalui makanan atau udara
dapat menyebabkan penyebaran kuman kedalam tubuh.
5. Cara Masuknya Kuman
Proses penyebaran kuman berbeda tergantung dari sifatnya. Kuman
dapat masuk melalui saluran pernapasan, saluran pencernaan, kulit
dan lain-lain.
6. Daya Tahan Tubuh
Daya tahan tubh yang baik dapat memperlambat proses infeksi atau
mempercepat proses penyembuhan. Demikian pula sebaliknya, daya
tahan tubuh yang buruk dapat memperburuk proses infeksi.

Selain faktor- faktor diatas, terdapat faktor lain seperti status gizi atau nutrisi,
tingkat stress pada tubuh, faktor usia, dan kebiasaan yang tidak sehat.

E. Infeksi Nosokomial

Kata nosokomial berasal dari kata dalam bahasa yunani Nosokomien yang
artinya rumah sakit atau tempat perawatan. Kata itu sendiri berasal dari Norus
artinya penyakit, komeion berarti merawat. Nosokomial diartikan segala sesuatu
yang berasal atau berhubungan dengan rumah sakit atau tempat perawatan.
Infeksi nosokomial adalah infeksi yang terjadi dirumah sakit atau dalam
sistem pelayanan kesehatan yang berasal dari proses penyebaran di sumber
pelayanan kesehatan, baik melalui pasien, petugas kesehatan, pengunjung,
maupun sumber lainnya.
Penyebab Infeksi Nosokomial akan menjadi kuman yang berada di
lingkungan Rumah Sakit atau oleh kuman yang sudah dibawa oleh pasien
sendiri, yaitu kuman Endogen. Dari batasan ini dapat disimpulkaan bahwa
kejadian Infeksi Nosokomial adalah Infeksi yang secara potensial dapat dicegah
atau sebaliknya dapat juga merupakan infeksi yang tidak dapat dicegah.
Infeksi yang terjadi dirumah sakit atau dalam sistem pelayanan kesehatan
yang berasal dari proses penyebaran disumber pelayanan kesehatan, baik
melalui :

1. Pasien
Pasien merupakan unsur pertama yang dapat menyebarkan infeksi
kepada pasien lainnya, petugas kesehatan, pengunjung, atau benda
dan alat kesehatan yang lainnya.
2. Petugas kesehatan
Petugas kesehatan dapat menyebarkan infeksi melalui kontak
langsung yang dapat menularkan berbagai kuman ke tempat lain.
3. Pengunjung
Pengunjung dapat menyebarkan infeksi yang didapat dari luar ke
dalam lingkungan rumah sakit, atau sebaliknya yang dapat dari
dalam rumah sakit keluar rumah sakit.
4. Sumber Lainnya
Yang dimaksud disini adalah lingkungan rumah sakit yang meliputi
lingkungan umum atau kondisi kebersihan rumah sakit atau alat yang
ada dirumah sakit yang dibawa oleh pengunjung atau petugas
kesehatan kepada pasien dan sebaliknya.

Dan pada umumnya infeksi Nosokomial yang mendapat perhatian hanyalah


infeksi yang terjadi pada penderita yang sedang dirawat dirumah sakit. Infeksi
yang tidak diketahui masa inkubasinya yang timbul pada penderita yang dirawat
inap, harus dianggap sebagai infeksi nosokomial sampai dapat dibuktikan secara
klinis ataupun epidemiologis bahwa infeksi dapat dibuktikan secara klinis
ataupun epidiomiologis bahwa infeksi tersebut berasal dari masyarakat.
Infeksi nosokomial dapat secara eksogen atau endogen. Infeksi eksogen
didapat dari mikroorganisme eksternal terhadap individu, yang bukan
merupakan flora normal, contohnya adalah organisme salmonella dan
clostridium tetani. Infeksi endogen dapat terjadi bila sebagian flora normal klien
berubah dan terjadi pertumbuhan yang berlebihan. Contohnya adalah infeksi
yang disebabkan enterokokus, ragi, dan steptokokus. Bila organisme dalam
jumlah cukup yang normalnya ditemukan dalam salah satu rongga atau lapisan
tubuh dipindahkan kebagian tubuh lain, terjadi infeksi endogen. Misalnya
penularan dari enterokokus, normalnya ditemukan dalam feses, dari tangan
kekulit sering mengakibatkan infeksi luka. Jumlah mikroorganisme yang
diperlukan untuk menyebabkan infeksi nosokomial bergantung pada virulensi
organisme, kerentanan hospes dan daerah yang diinfeksi.
Jumlah tenaga pelayanan kesehatan yang kontak langsung dengan pasien,
jenis dan jumlah prosedur invasif terapi resiko yang diterima dan lama
perawatan mempengaruhi resiko terinfeksi. Tempat utama untuk infeksi
nosokomial piratorius, dan pembuluh darah.
Infeksi nosokomial meningkatkan biaya perawatan kesehatan secara
signifikan, lamanya masa rawat diinstitusi layanan kesehatan, meningkatnya
ketidakmampuan, peningkatan biaya antibodi dan masa penyembuhan yang
memanjang yang menambah pengeluaran klien, juga institusi layanan kesehatan
dan badan pemberian dana (misalnya medicare). Seringkali biaya untuk infeksi
nosokomial tidak diganti, oleh sebab itu pencegahan memiliki pengaruh
finansial yang menguntungkan dan merupakan bagian penting dalam
penatalaksanaan perawatan.

Terjadinya infeksi nosokomial adalah karena beberapa factor-faktor :

1. Agen penyakit
Macam-macam agen penyakit dapat berupa kuman, virus, jamur,
parasit atau rickettsia. Dan macam-macam agen penyakit ini
ditentukan pula oleh patogenitasnya, virulensinya, daya invasifnya
dan dosis infeksinya.

2. Reservoir/sumber
Semua kuman ada reseviornya/sumbernya seperti virus, reseviornya
adalah manusia, kuman positif gram manusia, tetapi kuman negatif
dapat manusia dapat juga alam seperti Pseudomonas. Apabila
reseviornya manusia, maka dapat berasal dari traktus respiratorius,
traktus digestivus, traktus urogenitalis, kulit (variola) atau darah
(hepatitis B).Kuman itu akan ada diudara pada debu seperti
Salmonella, pada droplet seperti Mycrobacterium atau pada kulit yang
lepas.

3. Lingkungan
Keadaan udara sangat mempengaruhi seperti kelembapan udara, suhu
dan pergerakan udara atau tekanan udara.

4. Penularan
Penularan adalah perjalanan kuman patogen dari sumber ke hospes.
Ada 4 jalan yang dapat ditempuh:
a.       Kontak langsung (perawat)
b.      Alat (endoskop)
c.       Udara
d.      Vektor (lalat)

5. Hospes
Tergantung port d'entree (tempat masuknya penyakit)
a. Melalui kulit seperti Leptospira atau Staphylococcus.
b. Melalui traktus digestivus seperti Eschericha coli, Shigella,
Salmonela.
c. Melalui traktus respiratoris bagian atas partikel =5µ. Apakah
melalui traktus respiratorius bagian bawah partikel =5µ.
d. Melalui traktus urinarius seperti Klebsiel la pneumoniae.

F. Sterilisasi Dan Desinfeksi

Sterilisasi
Sterilisasi merupakan upaya pembunuhan atau pengahncuran semua bentuk
kehidupan mikroba yang dilakukan dirumah sakit melalui proses fisik maupun
kimiawi. Strelisisasi juga dapat dikatakan sebagai tindakan untuk membunuh
kuman pathogen atau apatogen beserta spora yang terdapat pada alat perawatan
atau kedokteran dengan cara merembus, menggunakan panas tinggi, atau bahan
kimia. Sterilisasai adalah tahap awal yang penting dari proses pengujian
mikrobiologi. Ada 5 metode umum sterilisasi yaitu :
- Sterilisasi uap (panas lembap)
- Sterilisasi panas kering
- Sterilisasi dengan penyaringan
- Sterilisasi gas
- Sterilisasi dengan radiasi

1. Sterilisasi Uap
Sterilisasi uap dilakukan dengan autoklaf menggunakan uap air dalam
tekanan sebagai pensterilnya. Bila ada kelembapan (uap air) bakteri akan
terkoagulasi dan dirusak pada temperature yang lebih rendah dibandingkan bila
tidak ada kelembapan. Mekanisme penghancuran bakteri oleh uap air panas
adalah karena terjadinya denaturasi dan koagulasi beberapa protein esensial dari
organisme tersebut :
Prinsip cara kerja autoklaf
Seperti yang telah dijelaskan sebagian pada bab pengenalan alat, autoklaf
adalah alat untuk mensterilkan berbagai macam alat & bahan yang
menggunakan tekanan 15 psi (2 atm) dan suhu 121 0 C. Untuk cara kerja
penggunaan autoklaf telah disampaikan di depan. Suhu dan tekanan tinggi yang
diberikan kepada alat dan media yang disterilisasi memberikan kekuatan yang
lebih besar untuk membunuh sel dibanding dengan udara panas. Biasanya untuk
mesterilkan media digunakan suhu 121o C dan tekanan 15 lb/in2 (SI = 103,4
Kpa) selama 15 menit. Alasan digunakan suhu 121o C atau 249,8o F adalah
karena air mendidih pada suhu tersebut jika digunakan tekanan 15 psi. Untuk
tekanan 0 psi pada ketinggian di permukaan laut (sea level) air mendidih pada
suhu 100o C, sedangkan untuk autoklaf yang diletakkan di ketinggian sama,
menggunakan tekanan 15 psi maka air akan memdididh pada suhu 121 o C. Ingat
kejadian ini hanya berlaku untuk sea level, jika dilaboratorium terletak pada
ketinggian tertentu, maka pengaturan tekanan perlu disetting ulang. Misalnya
autoklaf diletakkan pada ketinggian 2700 kaki dpl, maka tekanan dinaikkan
menjadi 20 psi supaya tercapai suhu 121o C untuk mendidihkan air. Semua
bentuk kehidupan akan mati jika dididihkan pada suhu 121o C dan tekanan 15
psi selama 15 menit.
Pada saat sumber panas dinyalakan, air dalam autoklaf lama kelamaan akan
mendidih dan uap air yang terbentuk mendesak udara yang mengisi autoklaf.
Setelah semua udara dalam autoklaf diganti dengan uap air, katup uap/udara
ditutup sehingga tekanan udara dalam autoklaf naik. Pada saat tercapai tekanan
dan suhu yang sesuai, maka proses sterilisasi dimulai dantimer mulai
menghitung waktu mundur. Setelah proses sterilisasi selesai, sumber panas
dimatikan dan tekanan dibiarkan turun perlahan hingga mencapai 0 psi. Autoklaf
tidak boleh dibuka sebelum tekanan mencapai 0 psi.
Untuk mendeteksi bahwa autoklaf bekerja dengan sempurna dapat
digunakan mikroba
pengguji yang bersifat termofilik dan memiliki endospora yaitu Bacillus
stearothermophillus,
lazimnya mikroba ini tersedia secara komersial dalam bentuk spore strip. Kertas
spore strip ini dimasukkan dalam autoklaf dan disterilkan. Setelah proses
sterilisai lalu ditumbuhkan pada media. Jika media tetap bening maka
menunjukkan autoklaf telah bekerja dengan baik.

2. Sterilisasi Panas Kering


Sterilisasi panas kering biasanya dilakukan dengan menggunakan oven
pensteril karena panas kering kurang efektif untuk membunuh mikroba
dibandingkan dengan uap air panas maka metode ini memerlukan temperature
yang lebih tinggi dan waktu yang lebih panjang. Sterilisasi panas kering
biasanya ditetapkan pada temperature 160-1700C dengan waktu 1-2 jam.
Sterilisasi panas kering umumnya digunakan untuk senyawa-senyawa yang
tidak efektif untuk disterilkan dengan uap air panas, karena sifatnya yang tidak
dapat ditembus atau tidak tahan dengan uap air.Senyawa-senyawa tersebut
meliputi minyak lemak, gliserin (berbagai jenis minyak), dan serbuk yang tidak
stabil dengan uap air.Metode ini juga efektif untuk mensterilkan alat-alat gelas
dan bedah.
Karena suhunya sterilisasi yang tinggi sterilisasi panas kering tidak dapat
digunakan untuk alat-alat gelas yang membutuhkan keakuratan (contoh:alat
ukur) dan penutup karet atau plastik.

3. Sterilisasi dengan penyaringan


Sterilisasi dengan penyaringan dilakukan untuk mensterilisasi cairan yang
mudah rusak jika terkena panas atu mudah menguap (volatile). Cairan yang
disterilisasi dilewatkan ke suatu saringan (ditekan dengan gaya sentrifugasi atau
pompa vakum) yang berpori dengan diameter yang cukup kecil untuk menyaring
bakteri. Virus tidak akan tersaring dengan metode ini.

4. Sterilisasi gas
Sterilisasi gas digunakan dalam pemaparan gas atau uap untuk membunuh
mikroorganisme dan sporanya. Meskipun gas dengan cepat berpenetrasi ke
dalam pori dan serbuk padat. Sterilisasi adalah fenomena permukaan dan
mikroorganisme yang terkristal akan dibunuh. Sterilisasi gas biasanya digunakan
untuk bahan yang tidak bisa difiltrasi, tidak tahan panas dan tidak tahan radiasi
atau cahaya.

5. Sterilisasi dengan radiasi


Radiasi sinar gama atau partikel elektron dapat digunakan untuk
mensterilkan jaringan yang telah diawetkan maupun jaringan segar. Untuk
jaringan yang dikeringkan secara liofilisasi, sterilisasi radiasi dilakukan pada
temperatur kamar (proses dingin) dan tidak mengubah struktur jaringan, tidak
meninggalkan residu dan sangat efektif untuk membunuh mikroba dan virus
sampai batas tertentu. Sterilisasi jaringan beku dilakukan pada suhu -40o Celsius.
Teknologi ini sangat aman untuk diaplikasikan pada jaringan biologi.
Hal-hal yang perlu diperhatikan pada sterilisasi, di antaranya:
a. Sterilisator (alat untuk mensteril) harus siap pakai, bersih dan masih
berfungsi.
b. Peralatan yang akan disterilisasi harus dibungkus dan diberi label yang
jelas dengan menyebutkan jenis peralatan, jumlah, tanggal pelaksanaan
steril.
c. Penataan alat harus berprinsip semua bagian dapat steril.
d. Tidak boleh menambah peralatan dalam sterilisator sebelum waktu
mensteril selesai.
e. Memindahkan alat steril ke dalam tempatnya dengan korentang steril.
f. Saat mendinginkan alat steril tidak boleh membuka pembungkusnya,
bila terbuka harus dilakukan sterilisasi ulang.

Desinfeksi
Desinfeksi adalah proses pembuangan semua mikroorganisme patogen pada
objek yang tidak hidup dengan pengecualian pada endospora bakteri. Desinfeksi
juga dikatakan suatu tindakan yang dilakukan untuk membunuh kuman patogen
dan apatogen tetapi tidak dengan membunuh spora yang terdapat pada alat
perawatan ataupun kedokteran. Desinfeksi dilakukan dengan menggunakan
bahan desinfektan melalui cara mencuci, mengoles, merendam dan menjcmur
dengan tujuan mencegah terjadinya infeksi, dan mengondisikan alat dalam
keadaan siap pakai.
Kemampuan desinfeksi ditentukan oleh waktu sebelum pembersihan objek,
kandungan rat organik, tipe dan tingkat kontaminasi mikroba, konsentrasi dan
waktu pemaparan, kealamian objek, suhu, dan derajat keasaman (pH).
Disinfektan yang tidak berbahaya bagi permukaan tubuh dapat digunakan dan
bahan ini dinamakan antiseptik. Antiseptik adalah zat yang dapat menghambat
atau menghancurkan mikroorganisme pada jaringan hidup, sedang desinfeksi
digunakan pada benda mati. Desinfektan dapat pula digunakan sebagai
antiseptik atau sebaliknya tergantung dari toksisitasnya.
Desinfektan akan membantu mencegah infeksi terhadap pasien yang berasal
dari peralatan maupun dari staf medis yang ada di RS dan juga membantu
mencegah tertularnya tenaga medis oleh penyakit pasien. Disinfektan dapat
membunuh mikroorganisme patogen pada benda mati.

Kriteria desinfeksi yang ideal:


1. Bekerja dengan cepat untuk menginaktivasi mikroorganisme pada suhu
kamar
2. Aktivitasnya tidak dipengaruhi oleh bahan organik, pH, temperatur dan
kelembaban
3. Tidak toksik pada hewan dan manusia
4. Tidak bersifat korosif
5. Tidak berwarna dan meninggalkan noda
6. Tidak berbau/ baunya disenangi
7. Bersifat biodegradable/ mudah diurai
8. Larutan stabil
9. Mudah digunakan dan ekonomis
10. Aktivitas berspektrum luas

Tujuan dari sterilisasi dan desinfeksi adalah:


1. Mencegah terjadinya infeksi
2. Mencegah makanan menjadi rusak
3. Mencegah kontaminasi mikroorganisme dalam industry
4. Mencegah kontaminasi terhadap bahan- bahan yg dipakai dalam
melakukan biakan murni.
Hasil proses desinfeksi dipengaruhi oleh beberapa faktor:
1. Beban organik (beban biologis) yang dijumpai pada benda.
2. Tipe dan tingkat kontaminasi mikroba.
3. Pembersihan/dekontaminasi benda sbelumnya.
4. Konsentrasi desinfektan dan waktu pajanan.
5. Struktur fisik benda.
6. Suhu dan PH dari proses desinfeksi

Terdapat 3 tingkat desinfeksi:


1. Desinfeksi tingkat tinggi
2. Membunuh semua organisme dengan perkecualian spora bakteri.
3. Desinfeksi tingkat sedang
4. Membunuh bakteri kebanyakan jamur kecuali spora bakteri.
5. Desinfeksi tingkat rendah

Membunuh kebanyakan bakteri beberapa virus dan beberapa jamur tetapi tidak
dapat membunuh mikroorganisme yang resisten seperti basil tuberkel dan
spora bakteri.

Pencegahan Infeksi
Prinsip Pencegahan infeksi, Beberapa definisi dalam pencegahan infeksi, antara
lain adalah:
1. Antiseptik
Antiseptik adalah usaha mencegah infeksi dengan cara membunuh atau
menghambat pertumbuhan mikroorganisme pada kulit atau jaringan tubuh
lainnya.

2. Aseptik
Aseptik adalah semua usaha yang dilakukan dalam mencegah masuknya
mikroorganisme ke dalam tubuh yang mungkin akan menyebabkan
infeksi. Tujuannya adalah mengurangi atau menghilangkan jumlah
mikroorganisme, baik pada permukaan benda hidup maupun benda mati
agar alat-alat kesehatan dapat digunakan dengan aman.

3. Dekontaminasi
Dekontaminasi adalah tindakan yang dilakukan untuk memastikan bahwa
petugas kesehatan dapat menangani secara aman benda-benda (peralatan
medis, sarung tangan, meja pemeriksaan) yang terkontaminasi darah dan
cairan tubuh. Cara memastikannya adalah segera melakukan
dekontaminasi terhadap benda - benda tersebut setelah
terpapar/terkontaminasi darah atau cairan tubuh.

4. Desinfeksi
Tindakan yang tindakan menghilangkan sebagian besar mikroorganisme
penyebab penyakit dari benda mati.

5. Desinfeksi Tingkat Tinggi (DTT)


Suatu proses yang menghilangkan mikroorganisme kecuali beberapa
endospora bakteri pada benda mati dengan merebus, mengukus, atau
penggunaan desinfektan kimia.

V. Penyebab Terjadinya Adverse Events Terkait Prosedur Invasif

B. Pengertian KTD (ADVERSE EVENT)


Suatu peristiwa yang menyebabkan, atau memiliki potensi yang dapat
menyebabkan, atau menyebabkan hal yang terduga atau tidak diinginkan
Sehingga membahayakan keselamatan pengguna alat kesehatan (termasuk
pasien) atau orang lain. (Reporting Adverse Incidents and Disseminating
Medical Device Alerts, Incidents and Disseminating Medical Device
Alerts,MHRA). Kejadian tak terduga atau tidak diinginkan sebagai akibat
negatif dari manajemen di bidang kesehatan, tidak terkait dengan
perkembangan alamiah penyakit atau komplikasi penyakit yang mungkin
terjadi (London Health Sciences Centre).

C. Klasifikasi ADVERSE EVENT


Insiden Adverse Event diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Mengakibatkan kematian atau cedera yang serius disebut kejadian
sentinel
2. Belum sampai terpapar ke pasien disebut ”kejadian nyaris cedera”,
selanjutnya disingkat KNC
3. Sudah terpapar ke pasien, tetapi tidak timbul cedera disebut “Kejadian
Tidak Cedera” selanjutnya disingkat KTC
4. Berpotensi untuk menimbulkan cedera, tetapi belum terjadi insiden
disebut “Kondisi Potensial Cedera” selanjutnya disingkat KPC

D. SITUASI RUMAH SAKIT


Rumah sakit sebagai tempat yankes moderen:
1. Padat modal
2. Padat teknologi
3. Padat karya
4. Padat profesi
5. Padat profesi
6. Padat system
7. Padat mutu
8. Padat KTD yang dpt berakibat cedera atau kematian pasien, apabila
alkes tidak dikelola sesuai standar

VI. Medication Safety

Para pemimpin klinik dan manager senior di organisasi pelayanan kesehatan 


mengimplementasikan sistem untuk mengurangi kejadian kesalahan medikasi,
dan meningkatkan keselamatan dan mutu penggunaan obat-obatan. Klinisi dan
tenaga kesehatan lain menggunakan sistem untuk mengelola obat-obatan secara
aman. Maksud dari standar ini adalah untuk memastikan klinisi yang kompeten
meresepkan, memberikan dan melakukan medikasi yang tepat pada pasien,
dimana pasien telah diinformasikan sebelumya. Kriteria untuk mencapai standar
ini adalah:
1. Governance and systems for medication safety
Organisasi pelayanan kesehatan memiliki mekanisme yang aman
untuk meresepkan, mengeluarkan, menyimpan, administering,
storing, manufacturing, compounding and monitoring efek
pengobatan.
2. Documentation of patient information Tenaga kesehatan secara akurat
mencatat riwayat pengobatan pasien dan riwayat ini selalu tersedia
sepanjang periode perawatan.
3. Medication management process Tenaga kesehatan didukung untuk
memberikan peresepan, melakukan dispensing, menyuplai,
administering, storing, manufacturing dan compounding dan
monitoring obat-obatan.
4. Continuity of medication management Klinisi menyediakan daftar
lengkap pengobatan pasien kepada pasien dan dokter lain yang
merawat pasien pada fase berikutnya.
5. Communicating with patients and carers Tenaga kesehatan
menginformasikan pada pasien tentang pilihan-pilihan, risiko-risiko
dan tangung jawab terhadap rencana pengobatan yang telah disetujui.

Anda mungkin juga menyukai