Anda di halaman 1dari 21

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN PENDEKATAN

MASALAH PSIKOSOSIAL PASIEN DEPRESI

DI SUSUN OLEH :

KELOMPOK : VI

SEMESTER : VII

PRODI : KEPERAWATAN

HIKMAWATI YOHANA D. KAPITAN WULAN MASAWOY


WENDALINA EFAMUTAM WA SURIYANI KAIMUDIN
MOH. HIJAN TEHUAYO ZULNITA S. SALAMPESSY

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES)
MALUKU HUSADA
KAIRATU
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah Swt, atas rahmat dan hidayahNya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan Makalah Askep Dengan Pendekatan Masalah Psikososial Pasien Depresi.
Semoga makalah ini memberikan informasi yang bermanfaat untuk pengembangan
wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua dan para pembaca dapat memahami
dan mendapatkan pengetahuan yang lebih baik, sehingga dapat diaplikasikan untuk
mengembangkan kompetensi dalam keperawatan.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan, untuk itu kami
selalu bersedia dengan terbuka menerima berbagai saran dan kritik demi perbaikan di masa
mendatang.

Kairatu, 20 November 2020


Penyusun

Kelompok 5
HALAMAN JUDUL

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
B. Tujuan
C. Manfaat

BAB II PEMBAHASAN

A. KONSEP DASAR TEORI


B. ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA

BAB III PENUTUP

A. KESIMPULAN
B. SARAN

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BEAKANG
Lanjut usia adalah sebuah proses yang alami yang tidak bisa dihindari oleh manusia.
Lanjut usia ditandai dengan perubahan pada fisik, emosional, dan kehidupan seksual. Gelaja-
gelaja kemunduran fisik seperti merasa cepat capek, stamina menurun, badan menjadi
membongkok, kulit keriput, rambut memutih, gigi mulai rontok, fungsi pancaindra menurun,
dan pengapuran pada tulang rawan (Maramis, 2016).
Menurut WHO dalam Health in South East-Asia, proporsi penduduk lansia dalam
populasi mengalami perkembangan yang sangat cepat terlebih pada negara di kawasan Asia
Tenggara. Indonesia adalah salah satu negara berkembang yang memiliki umur harapan
hidup penduduk yang semakin meningkat seiring dengan perbaikan kualitas hidup dan
pelayanan kesehatan secara umum. Salah satu tolak ukur kemajuan suatu bangsa seringkali
dinilai dari umur harapan hidup penduduknya (Kosasih, 2005).
Berdasarkan hasil survey dari Badan Pusat Statistik [BPS] (2013) peningkatan usia
harapan hidup dapat dilihat dari semakin meningkatnya populasi lansia dari tahun ke tahun.
Data pada tahun 2010 jumlah lansia sekitar 7,56% dari jumlah penduduk Indonesia dan pada
tahun 2015 meningkat menjadi 8,49%. Populasi lansia diprediksi akan terus meningkat di
tahun-tahun berikutnya. Berdasarkan survey tersebut telah diproyeksi populasi lansia pada
tahun 2020 sebesar 9,99%, pada tahun 2025 meningkat menjadi 11,83% dan terus meningkat
hingga 13,82% pada tahun 2030.
Berdasarkan data diatas menunjukkan bahwa penduduk lansia semakin bertambah dari
tahun demi tahun. Pertambahan tersebut memungkinkan memunculkan berbagai
permasalahan bagi para lansia seperti mulai kehilangan pekerjaan, kehilangan tujuan hidup,
kehilangan teman, risiko terkena penyakit, terisolasi dari lingkungan dan kesepian (Berlian &
Heppy, 2014).
Hal ini akan berdampak pada semakin meningkatnya masalah yang akan dihadapi baik
secara biologis, psikologis dan sosiokultural. Organisasi Kesehatan Dunia World Health
Organization (WHO) telah mengidentifikasi lansia sebagai kelompok masyarakat yang mudah
terserang kemunduran fisik dan mental. Salah satu gangguan mental yang sering dialami
lansia adalah depresi (Nugroho, 2008).
Depresi merupakan salah satu gangguan suasana perasaan (mood) yang mengarah kepada
perasaan kesedihan patologis. Depresi merupakan penyakit mental yang paling sering terjadi
pada pasien berusia di atas 60 tahun atau lansia. (Amir, 2005).
Organisasi kesehatan dunia World Health Organization (WHO) mencatat bahwa depresi
adalah gangguan mental yang umum terjadi di antara populasi. Diperkirakan 121 juta manusia
di muka bumi menderita depresi. Sejauh ini, prevalensi depresi pada lansia di dunia berkisar
8-15 persen dan hasil meta analisis dari laporan negara-negara di dunia mendapatkan
prevalensi rata-rata depresi pada lansia adalah 13,5 persen dengan perbandingan wanita-pria
14,1: 8,6.(Dharmono, 2008).
B. TUJUAN
Memberikan gambaran asuhan keperawatan yang komprehensif terhadap lansia dengan
masalah depresi

C. MANFAAT
1. Memberikan masukan bagi perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya displin ilmu
keperawatan mengenai asuhan keperawatan komprehensif pada lansia dengan masalah
depresi
2. Sebagai pengembangan kemampuan mahasiswa dalam hal perawatan komprehensif dan
menambah pengalaman mahasiswa dalam merawat lansia dengan masalah depresi.
BAB II
PEMBAHASAN
A. KONSEP DASAR TEORI
1. Konsep Teori Lansia
Psikogeriatri atau psikiatri adalah cabang ilmu kedokteran yang memperhatikan
pencegahan, diagnosis, dan terapi gangguan fisik dan psikologis atau psikiatrik pada
lanjut usia. Saat ini disiplin ini sudah berkembang menjadi suatu cabang psikiatrik,
analaog dengan psikiatrik anak. Diagnosis dan terapi gangguan mental pada lanjut usia
memerlukan pengetahuan khusus, karena kemungkinan perbedaan dalam manisfestasi
klinis, pathogenesis dan patofisiologi gangguan mental antara pathogenesis dewasa muda
dan lanjut usia. Faktor penyulit pada pasien lanjut usia juga perlu dipertimbangkan, antara
lain sering adanya penyakit dan kecacatan medis kronis penyerta, pemakaian banyak obat
(polifarmasi) dan peningkatan kerentanan terhadap gangguan kognitif.
Sehubungan dengan meningkatnya populasi usia lanjut, perlu mulai
dipertimbangkan adanya pelayanan psikogeriatrik di rumah sakit yang cukup besar.
Bangsal akut, kronis dan day hospital, merupakan tiga layanan yang mungkin harus
sudah mulai difikirkan.
a. Batasan Lansia
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Lanjut Usia meliputi:
1) Usia pertengahan (Middle Age) ialah kelompok usia 45 sampai 59 tahun.
2) Lanjut usia (Elderly) ialah kelompok usia antara 60 dan 74 tahun.
3) Lanjut usia tua (Old) ialah kelompok usia antara 75 dan 90 tahun.
4) Usia sangat tua (Very Old) ialah kelompok di atas usia 90 tahun.
b. Proses Menua
Pada hakekatnya menjadi tua merupakan proses alamiah yang berarti seseorang
telah melalui tiga tahap kehidupannya yaitu masa kanak-kanak, masa dewasa dan
masa tua (Nugroho, 1992). Tiga tahapan ini berbeda baik secara biologis maupun
secara psikologis. Memasuki masa tua berarti mengalami kemunduran secara fisik
maupun secara psikis. Kemunduran fisik ditandai dengan kulit yang mengendor,
rambut putih, penurunan pendengaran, penglihatan menurun, gerakan lambat, kelainan
berbagai kebutuhan yang memotivasi seluruh perilaku manusia.

2. Teori Psikososial Lansia


a. Definisi
Perkembangan psikososial lanjut usia adalah tercapainya integritas diri yang utuh.
Pemahaman terhadap makna hidup secara keseluruhan membuat lansia berusaha
menuntun generasi berikut (anak dan cucunya) berdasarkan sudut pandangnya. Lansia
yang tidak mencapai integritas diri akan merasa putus asa dan menyesali masa lalunya
karena tidak merasakan hidupnya bermakna (Anonim, 2006). Sedangkan menurut
Erikson yang dikutip oleh Arya (2010) perubahan psikososial lansia adalah perubahan
yang meliputi pencapaian keintiman, generatif dan integritas yang utuh.
1) Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesehatan Psikososial Lansia
Ada beberapa faktor yang sangat berpengaruh terhadap kesehatan psikososial lansia
menurut Kuntjoro (2002), antara lain:
a) Penurunan Kondisi Fisik
Setelah orang memasuki masa lansia umumnya mulai dihinggapi adanya
kondisi fisik yang bersifat patologis berganda (multiple pathology), misalnya
tenaga berkurang, energi menurun, kulit makin keriput, gigi makin rontok,
tulang makin rapuh, dsb. Secara umum kondisi fisik seseorang yang sudah
memasuki masa lansia mengalami penurunan secara berlipat ganda. Hal ini
semua dapat menimbulkan gangguan atau kelainan fungsi fisik, psikologik
maupun sosial, yang selanjutnya dapat menyebabkan suatu keadaan
ketergantungan kepada orang lain. Dalam kehidupan lansia agar dapat tetap
menjaga kondisi fisik yang sehat, maka perlu menyelaraskan kebutuhan-
kebutuhan fisik dengan kondisi psikologik maupun sosial, sehingga mau tidak
mau harus ada usaha untuk mengurangi kegiatan yang bersifat memforsir
fisiknya. Seorang lansia harus mampu mengatur cara hidupnya dengan baik,
misalnya makan, tidur, istirahat dan bekerja secara seimbang.
b) Penurunan Fungsi dan Potensial Seksual
Penurunan fungsi dan potensi seksual pada lanjut usia sering kali
berhubungan dengan berbagai gangguan fisik seperti:
1) Gangguan jantung
2) Gangguan metabolisme, misal diabetes mellitus
3) Vaginitis
4) Baru selesai operasi : misalnya prostatektomi
5) Kekurangan gizi, karena pencernaan kurang sempurna atau nafsu makan
sangat kurang
6) Penggunaan obat-obat tertentu, seperti antihipertensi, golongan steroid,
tranquilizer
Faktor psikologis yang menyertai lansia antara lain:
1) Rasa tabu atau malu bila mempertahankan kehidupan seksual pada lansia.
2) Sikap keluarga dan masyarakat yang kurang menunjang serta diperkuat
oleh tradisi dan budaya .
3) Kelelahan atau kebosanan karena kurang variasi dalam kehidupannya.
4) Pasangan hidup telah meninggal
5) Disfungsi seksual karena perubahan hormonal atau masalah kesehatan jiwa
lainnya misalnya cemas, depresi, pikun dsb.
c) Perubahan Aspek Psikososial
Pada umumnya setelah orang memasuki lansia maka ia mengalami
penurunan fungsi kognitif dan psikomotor. Fungsi kognitif meliputi proses
belajar, persepsi, pemahaman, pengertian, perhatian dan lain-lain sehingga
menyebabkan reaksi dan perilaku lansia menjadi makin lambat. Sementara
fungsi psikomotorik (konatif) meliputi hal-hal yang berhubungan dengan
dorongan kehendak seperti gerakan, tindakan, koordinasi, yang berakibat
bahwa lansia menjadi kurang cekatan.
Dengan adanya penurunan kedua fungsi tersebut, lansia juga mengalami
perubahan aspek psikososial yang berkaitan dengan keadaan kepribadian
lansia. Beberapa perubahan tersebut dapat dibedakan berdasarkan 5 tipe
kepribadian lansia sebagai berikut:
1) Tipe Kepribadian Konstruktif (Construction personalitiy), biasanya tipe ini
tidak banyak mengalami gejolak, tenang dan mantap sampai sangat tua.
2) Tipe Kepribadian Mandiri (Independent personality), pada tipe ini ada
kecenderungan mengalami post power sindrome, apalagi jika pada masa
lansia tidak diisi dengan kegiatan yang dapat memberikan otonomi pada
dirinya
3) Tipe Kepribadian Tergantung (Dependent personalitiy), pada tipe ini
biasanya sangat dipengaruhi kehidupan keluarga, apabila kehidupan
keluarga selalu harmonis maka pada masa lansia tidak bergejolak, tetapi
jika pasangan hidup meninggal maka pasangan yang ditinggalkan akan
menjadi merana, apalagi jika tidak segera bangkit dari kedukaannya.
4) Tipe Kepribadian Bermusuhan (Hostility personality), pada tipe ini setelah
memasuki lansia tetap merasa tidak puas dengan kehidupannya, banyak
keinginan yang kadang-kadang tidak diperhitungkan secara seksama
sehingga menyebabkan kondisi ekonominya menjadi morat-marit.
5) Tipe Kepribadian Kritik Diri (Self Hate personalitiy), pada lansia tipe ini
umumnya terlihat sengsara, karena perilakunya sendiri sulit dibantu orang
lain atau cenderung membuat susah dirinya.
d) Perubahan yang Berkaitan Dengan Pekerjaan
Pada umumnya perubahan ini diawali ketika masa pensiun. Meskipun
tujuan ideal pensiun adalah agar para lansia dapat menikmati hari tua atau
jaminan hari tua, namun dalam kenyataannya sering diartikan sebaliknya,
karena pensiun sering diartikan sebagai kehilangan penghasilan, kedudukan,
jabatan, peran, kegiatan, status dan harga diri. Reaksi setelah orang memasuki
masa pensiun lebih tergantung dari model kepribadiannya seperti yang telah
diuraikan pada point tiga di atas.
Bagaimana menyiasati pensiun agar tidak merupakan beban mental setelah
lansia? Jawabannya sangat tergantung pada sikap mental individu dalam
menghadapi masa pensiun. Dalam kenyataan ada menerima, ada yang takut
kehilangan, ada yang merasa senang memiliki jaminan hari tua dan ada juga
yang seolah-olah acuh terhadap pensiun (pasrah). Masing-masing sikap
tersebut sebenarnya punya dampak bagi masing-masing individu, baik positif
maupun negatif. Dampak positif lebih menenteramkan diri lansia dan dampak
negatif akan mengganggu kesejahteraan hidup lansia. Agar pensiun lebih
berdampak positif sebaiknya ada masa persiapan pensiun yang benar-benar
diisi dengan kegiatan-kegiatan untuk mempersiapkan diri, bukan hanya diberi
waktu untuk masuk kerja atau tidak dengan memperoleh gaji penuh. Persiapan
tersebut dilakukan secara berencana, terorganisasi dan terarah bagi masing-
masing orang yang akan pensiun. Jika perlu dilakukan assessment untuk
menentukan arah minatnya agar tetap memiliki kegiatan yang jelas dan positif.
Untuk merencanakan kegiatan setelah pensiun dan memasuki masa lansia dapat
dilakukan pelatihan yang sifatnya memantapkan arah minatnya masing-masing.
Misalnya cara berwiraswasta, cara membuka usaha sendiri yang sangat banyak
jenis dan macamnya. Model pelatihan hendaknya bersifat praktis dan langsung
terlihat hasilnya sehingga menumbuhkan keyakinan pada lansia bahwa
disamping pekerjaan yang selama ini ditekuninya, masih ada alternatif lain
yang cukup menjanjikan dalam menghadapi masa tua, sehingga lansia tidak
membayangkan bahwa setelah pensiun mereka menjadi tidak berguna,
menganggur, penghasilan berkurang dan sebagainya.
e) Perubahan Dalam Peran Sosial Di Masyarakat
Akibat berkurangnya fungsi indera pendengaran, penglihatan, gerak fisik
dan sebagainya maka muncul gangguan fungsional atau bahkan kecacatan pada
lansia. Misalnya badannya menjadi bungkuk, pendengaran sangat berkurang,
penglihatan kabur dan sebagainya sehingga sering menimbulkan keterasingan.
Hal itu sebaiknya dicegah dengan selalu mengajak mereka melakukan
aktivitas, selama yang bersangkutan masih sanggup, agar tidak merasa terasing
atau diasingkan. Karena jika keterasingan terjadi akan semakin menolak untuk
berkomunikasi dengan orang lain dan kdang-kadang terus muncul perilaku
regresi seperti mudah menangis, mengurung diri, mengumpulkan barang-
barang tak berguna serta merengek-rengek dan menangis bila ketemu orang
lain sehingga perilakunya seperti anak kecil.
Dalam menghadapi berbagai permasalahan di atas pada umumnya lansia
yang memiliki keluarga bagi orang-orang kita (budaya ketimuran) masih sangat
beruntung karena anggota keluarga seperti anak, cucu, cicit, sanak saudara
bahkan kerabat umumnya ikut membantu memelihara (care) dengan penuh
kesabaran dan pengorbanan. Namun bagi mereka yang tidak punya keluarga
atau sanak saudara karena hidup membujang, atau punya pasangan hidup
namun tidak punya anak dan pasangannya sudah meninggal, apalagi hidup
dalam perantauan sendiri, seringkali menjadi terlantar. Disinilah pentingnya
adanya Panti Werdha sebagai tempat untuk pemeliharaan dan perawatan bagi
lansia di samping sebagai long stay rehabilitation yang tetap memelihara
kehidupan bermasyarakat. Disisi lain perlu dilakukan sosialisasi kepada
masyarakat bahwa hidup dan kehidupan dalam lingkungan sosial Panti Werdha
adalah lebih baik dari pada hidup sendirian dalam masyarakat sebagai seorang
lansia
B. Masalah Keperawatan Psikososial Depresi pada pasien Lansia
1. Pengertian
Depresi merupakan suatu gangguan mood. Moodadalah suasana perasaan yang m
eresap dan menetapyang dialami secara internal dan yang mempengaruhiperilaku seseor
ang dan persepsinya terhadap dunia(Sadock & Sadock, 2007).
Depresi adalah gangguan alam perasaan (mood) yang ditandai dengan
kemurungan dan kesedihan yang mendalam dan berkelanjutan sehingga hilangnya
kegairahan hidup, tidak mengalami gangguan dalam menilai realitas (Reality Testing
Ability, masih baik), kepribadian tetap utuh atau tidak mengalami keretakan kepribadian
(Splitting of personality), prilaku  dapat terganggu tetapi dalam batas-batas normal
(Hawari Dadang, 2001).
Depresi adalah suatu jenis keadaan perasaan atau emosi dengan komponen
psikologis seperti rasa sedih, susah, merasa tidak berguna, gagal, putus asa dan
penyesalan atau berbentuk penarikan diri, kegelisahan atau agitasi (Wahyulingsih dan
Sukamto, 2004).
Depresi adalah suatu bentuk gangguan suasana hati yang mempengaruhi
kepribadian seseorang. Depresi juga merupakan perasaan sinonim dengan perasaan sedih,
murung, kesal, tidak bahagia dan menderita. Individu umumnya menggunakan istilah
depresi untuk merujuk pada keadaan atau suasana yang melibatkan kesedihan, rasa kesal,
tidak mempunyai harga diri, dan tidak bertenaga. (Suryantha Chandra, 2002:8)

2. Etiologi
Etiologi diajukan  para  ahli  mengenai depresi pada  usia  lanjut  (Damping,
2003) adalah:
a. Polifarmasi
Terdapat beberapa golongan obat yang dapat menimbulkan depresi, antara lain :
analgetik, obat anti inflamsi nonsteroid, anti hipertensi, anti psikotik, anti kankerdan
lain-lain.
b. Kondisi medis umum
Beberapa kondisi medis umum yang berhubungan dengan depresi adalah gangguan
endokrin, neoplasma, gangguan neurologis dan lain-lain.
c. Teori neurobiology
Para ahli sepakat bahwa faktor genetik berperan pada depresi lansia. Pada beberapa
penelitian juga dotemukan adanya perubahan neuro transmiter pada depresi lansi, seperti
menurunya konsentras serotonin dan lain-lain.
d. Teori psikodinamik
Proses berkabung menghasilkan pendapat bahwa hilanhya objek cinta diintrojeksikan
kedalam individu tersebutsehingga menyatu atau merupakan bagian adari individu itu.
Kemarahan terhadap objek yang hilang tersebut ditujukkan kepada diri sendiri.
e. Teori kognitif dan perilaku
Konsep seligmen tentang learned helplessness menyatakan bahwa terdapat hubungan
anatra kehilangan yang tidak dapat di hindari akibat proses penuaan seperti keadaan
tubuh, fungsi seksual dan sebagainya dengan sensasi passive helphelness pada pasien
lanjut usia.
f. Teori psikoedukatif
Hal-hal yang dipelajari atau diamati individu pada orag tua usia lanjut misalnya
ketidakberdayaan mereka, pengisolasian oleh keluarganya, tiadanya sanak saudara
ataupun perubahan fisikyang diakibatkan oleh proses penuaan dapat memicu
terjadinya depresi pada lanjut usia
g. Dukungan sosial 
Dukungan sosial yang buruk dan kegiatan-kegiatan religius yang kurang dihubungkan
dengan terjadinya depresi pada lansia.

3. Gambaran Klinik
Dalam Gallo & Gonzales (2001) disebutkan gejala-gejala depresi pada lanjut usia yaitu:
a. Kecemasan dan kekhawatiran
b. Keputusasan dan keadaan tidak berdaya
c. Masalah-masalah somatik yang tidak dapat dijelaskan
d. Iritabilitas
e. Kepatuhan yang rendah terhadap terapi medis atau diet
f. Psikosis.
Sedangkan menurut Greg Wilkinson, tanda dan gejala depresi terbagi atas:
1) Suasana Hati
a) Sedih
b) Kecewa
c) Murung
d) Putus Asa
e) Rasa cemas dan tegang
f) Menangis
g) Perubahan suasana hati
h) Mudah tersinggung
2) Fisik
a) Merasa kondisi menurun, lelah
b) Pegal-pegal
c) Sakit
d) Kehilangan nafsu makan
e) Kehilangan berat badan
f) Gangguan tidur
g) Tidak bisa bersantai
h) Berdebar-debar dan berkeringat
i) Agitasi
j) Konstipasi.

4. Tingkatan Depresi pada Lansia


Menurut Depkes RI tahun 2001 tingkatan depresi yaitu:
a. Depresi ringan
Suasana perasaan yang depresif, Kehilangan minat, kesenangan dan mudah lelah,
konsentrasi dan perhatian kurang, harga diri dan kepercayaan diri kurang, perasaan
salah dan tidak berguna, pandangan masa depan yang suram, gagasan dan perbuatan
yang membahayakan diri, tidak terganggu dan nafsu makan kurang.
b. Depresi Sedang
Kesulitan nyata mengikuti kegiatan sosial, pekerjaan dan urusan rumah tangga
c. Depresi berat tanpa gejala manic
Biasanya Gelisah, kehilangan harga diri dan perasaan tidak berguna, keinginan bunuh
diri
Gangguan depresi dibedakan dalam depresi ringan, sedang dan berat sesuai dengan
banyak dan beratnya gejala serta dampaknya terhadap fungsi kehidupan seseorang.
Menurut ICD 10, pada gangguan depresi ada 3 gejala utama yaitu:
a. Mood terdepresi (suasana perasaan hati murung/sedih),
b. Hilang minat atau gairah,
c. Hilang tenaga dan mudah lelah, yang disertai dengan gejala lain seperti:
1) Konsentrasi menurun,
2) Harga diri menurun,
3) Perasaan bersalah,
4) Pesimis memandang masa depan,
5) Ide bunuh diri atau menyakiti diri sendiri,
6) Pola tidur berubah,
7) Nafsu makan menurun

Tabel 2.1Pedoman Berat Ringannya Depresi

Depresi Gejala Gejala lain Fungsi Keterangan


Utama
Ringan 2 2 Baik Distress +
Sedang 2 3 atau 4 Terganggu Berlangsung
minimal 2
minggu
Berat 3 4 Terganggu Intensitas gejala
berat sangat berat
                     Sumber: Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI, 2000

5. Dampak Depresi Pada Lansia
Pada usia lanjut depresi yang berdiri sendiri maupun yang bersamaan dengan penyakit
lain hendaknya ditangani dengan sungguh-sungguh karena bila tidak diobati dapat
memperburuk perjalanan penyakit dan memperburuk prognosis.
Pada depresi  dapat dijumpai hal-hal sepertidibawah ini (Mudjaddid, 2003):
a. Depresi dapat meningkatkan angka kematian pada pasien dengan penyakit
kardiovaskuler
b. Pada depresi timbul ketidakseimbangan hormonal yang dapat memperburuk
penyakit kardiovaskuler (misalnya : peningkatan hormon)
c. Metabolisme serotonin yang terganggu padadepresi akan menimbulkan efek tro
mbogenesis
d. Perubahan suasana hati (mood) berhubungan dengan gangguan respons imunitas
termasuk perubahan fungsi limfosit dan penurunan jumlah limfosit
e. Pada depresi berat terdapat penurunan aktivitas selnatural killer.
f. Pasien depresi menunjukkan kepatuhan yang buruk pada program pengobatan
maupun rehabilitas.

6. Skala Pengukuran Depresi Pada Lanjut Usia


Depresi dapat mempengaruhi perilaku dan aktivitas seseorang terhadap lingkungannya.
Gejala depresi pada lansia diukur menurut tingkatan sesuai dengan gejala yang
termanifestasi. Jika dicurigai terjadi depresi, harus dilakukan pengkajian dengan alat
pengkajian yang terstandarisasi dan dapat dipercayai serta valid dan memang dirancang
untuk diujikan kepada lansia. Salah satu yang paling mudah digunakan untuk
diinterprestasikan diberbagai tempat, baik oleh peneliti maupun praktisi klinis
adalah Geriatric Depression Scale (GDS). Alat ini diperkenalkan oleh Yesavagepada
tahun 1983 dengan indikasi utama pada lanjut usia, dan memiliki keunggulan mudah
digunakan dan tidak memerlukan keterampilan khusus dari pengguna. Instrument GDS
ini memiliki sensitivitas 84 % danspecificity 95 %. Tes reliabilitas alat ini correlates
significantly of 0,85 (Burns, 1999). Alat ini terdiri dari 30 poin pertanyaan dibuat sebagai
alat penapisan depresi pada lansia. GDS menggunakan format laporan sederhana yang
diisi sendiri dengan menjawab “ya” atau “tidak” setiap pertanyaan, yang memrlukan
waktu sekitar 5-10 menit untuk menyelesaikannya. GDS merupakan alat psikomotorik
dan tidak mencakup hal-hal somatik yang tidak berhubungan dengan pengukuran mood
lainnya. Skor 0-10 menunjukkan tidak ada depresi, nilai 11-20 menunjukkan depresi
ringan dan skor 21-30 termasuk depresi sedang/berat yang membutuhkan rujukan guna
mendapatkan evaluasi psikiatrik terhadap depresi secara lebih rinci, karena GDS hanya
merupakan alat penapisan.

7. Penatalaksanaan Depresi Pada usia Lanjut


a. Terapi fisik
1) Obat
Secara umum, semua obat antidepresan sama efektivitasnya. Pemilihan jenis
antidepresan ditentukan oleh pengalaman klinikus dan pengenalan terhadap
berbagai jenis antidepresan. Biasanya pengobatan dimulai dengan dosis separuh
dosis dewasa, lalu dinaikkan perlahan-lahan sampai ada perbaikan gejala.
2) Terapi Elektrokonvulsif (ECT)
Untuk pasien depresi yang tidak bisa makan dan minum, berniat bunuh diri atau
retardasi hebat maka ECT merupakan pilihan terapi yang efektif dan aman. ECT
diberikan 1- 2 kali seminggu pada pasien rawat nginap, unilateral untuk
mengurangi confusion/memory problem.Terapi ECT diberikan sampai ada
perbaikan mood (sekitar 5 - 10 kali), dilanjutkan dengan anti depresan untuk
mencegah kekambuhan.
b. Terapi Psikologik
1) Psikoterapi
Psikoterapi individual maupun kelompok paling efektif jika dilakukan bersama-
sama dengan pemberian antidepresan. Baik pendekatan psikodinamik maupun
kognitif behavior sama keberhasilannya. Meskipun mekanisme psikoterapi tidak
sepenuhnya dimengerti, namun kecocokan antara pasien dan terapis dalam proses
terapeutik akan meredakan gejala dan membuat pasien lebih nyaman, lebih
mampu mengatasi persoalannya serta lebih percaya diri.
2) Terapi kognitif
Terapi kognitif perilaku bertujuan mengubah pola pikir pasien yang selalu negatif
(persepsi diri, masa depan, dunia, diri tak berguna, tak mampu dan sebagainya) ke
arah pola pikir yang netral atau positif. Ternyata pasien usia lanjut dengan depresi
dapat menerima metode ini meskipun penjelasan harus diberikan secara singkat
dan terfokus. Melalui latihan-latihan, tugas-tugas dan aktivitas tertentu terapi
kognitif bertujuan merubah perilaku dan pola pikir.
3) Terapi keluarga
Problem keluarga dapat berperan dalam perkembangan penyakit depresi, sehingga
dukungan terhadap keluarga pasien sangat penting. Proses penuaan mengubah
dinamika keluarga, ada perubahan posisi dari dominan menjadi dependen pada
orang usia lanjut. Tujuan terapi terhadap keluarga pasien yang depresi adalah
untuk meredakan perasaan frustasi dan putus asa, mengubah dan memperbaiki
sikap/struktur dalam keluarga yang menghambat proses penyembuhan pasien.
4) Penanganan Ansietas (Relaksasi)
Teknik yang umum dipergunakan adalah program relaksasi progresif baik secara
langsung dengan instruktur (psikolog atau terapis okupasional) atau melalui tape
recorder. Teknik ini dapat dilakukan dalam praktek umum sehari-hari. Untuk
menguasai teknik ini diperlukan kursus singkat terapi relaksasi.
Penanganan depresi dapat dilakukan pada lansia itu sendiri, keluarga lansia dan
masyarakat, yaitu:
a. Diri Sendiri (Lansia)
1) Berfikir positif
2) Terbuka bila ada masalah
3) Menerima kondiri apa adanya
4) Ikut Kegiatan pengajian
5) Tidur yang cukup
6) Olahraga teratur
7) Optimis
8) Rajin beribadah
9) Latihan relaksasi
10) Ikut beraktivitas dan bekerja sesuai kemampuan
b. Keluarga
1) Dukung lansia tetap berkomunikasi
2) Ajak lansia berdiskuasi setiap minggu sekali
3) Mendengarkan keluahan lansia
4) Berikan bantuan ekonomi
5) Dukung kegiatan lansia
6) Ikut serta anak dan cucu merawat lansia
7) Memberikan kesempatan lansia beraktivitas sesuai dengan kemampuan
c.  Masyarakat
1) Sediakan sarana posbindu untuk pelayanan kesehatan lansia
2) Siapkan tempat dan waktu latihan aktivitas lansia
3) Support group

C. ASUHAN KEPERAWATAN LANSIA DENGAN DEPRESI

1. Pengkajian
a. Identitas diri klien
b. Struktur keluarga : Genoogram
c. Riwayat Keluarga
d. Riwayat Penyakit Klien
Kaji ulang riwayat klien dan pemeriksaan fisik untuk adanya tanda dan gejala karakteristik
yang berkaitan dengan gangguan tertentu yang didiagnosis.
a. Kaji adanya depresi.
b. Singkirkan kemungkinan adanya depresi dengan scrining yang tepat, seperti geriatric
depresion scale.
c. Ajukan pertanyaan-pertanyaan pengkajian keperawatan
d. Wawancarai klien, pemberi asuhan atau keluarga.
Lakukan observasi langsung terhadap:
a. Perilaku.
1) Bagaimana kemampuan klien mengurus diri sendiri dan melakukan aktivitas hidup
sehari-hari?
2) Apakah klien menunjukkan perilaku yang tidak dapat di-terima secara sosial?
3) Apakah klien sering mengluyur danmondar-mandir?
4) Apakah ia menunjukkan sundown sindrom atau perseveration phenomena?
b. Afek
1) Apakah kilen menunjukkan ansietas?
2) Labilitas emosi?
3) Depresi atauapatis?
4)  lritabilitas?
5) Curiga?
6) Tidak berdaya?
7) Frustasi?
c. Respon kognitif
1) Bagaimana tingakat orientasi klien?
2) Apakah klien mengalamikehilangan ingatan tentang hal-hal yang baru saja atau
yang sudah lama terjadi?
3) Sulit mengatasi masalah, mengorganisasikan atau meng-abstrakan?
4) Kurang mampu membuat penilaian?
5) Terbukti mengalami afasia, agnosia atau apraksia?
Luangkan waktu bersama pemberi asuhan atau keluarga
a. Identifikasi pemberian asuhan primer dan tentukan berapa lama ia sudah menjadi
pemberi asuhan dikeluarga tersebut.
b. Identifikasi sistem pendukung yang ada bagi pemberi asuhan dan anggota keluarga yang
lain.
c. Identifikasi pengetahuan dasar tentang perawatan klien dan sumber daya komunitas
(catat hal-hal yang perlu diajarkan).
d. Identifikasi sistem pendukung spiritual bagi keluarga.
e. Identilikasi kekhawatiran tertentu tentang klien dan kekhawatiran pemberiasuhan
tentang dirinya sendiri.

Mengkaji Klien Lansia Dengan Depresi


a. Membina hubungan saling percaya dengan klien lansia
Untuk melakukan pengkajian pada lansiadengan depresi, pertama-tama saudara harus
membina hubungan saling percaya dengan pasien lansia.
Untuk dapat membina hubngan saling percaya, dapat dilakukan hal-hal sebagai berikut:
1) Selalu mengucapkan salam kepada pasien seperti: selamat pagi/siang/sore/malam
atau sesuai dengan konteks agama pasien.
2) Perkenalkan nama saudara (nama panggilan) saudara, termasuk menyampaikan
bahwa saudara adalah perawat yang akan merawat pasien.
3) Tanyakan pula nama pasien dan nama panggilan kesukaannya.
4) Jelaskan tujuan saudara merawat pasien dan aktivitas yang akan dilakukan.
5) Jelaskan pula kapan aktivitas akan dilaksanakan dan berapa lama aktivitas tersebut.
6) Bersikap empati dengan cara:
a) Duduk bersama klien, melakukan kontak mata, beri sentuhan dan
menunjukkan perhatian
b) Bicara lambat, sederhana dan beri waktu klien untuk berpikir dan menjawab
c) Perawat mempunyai harapan bahwa klien akan lebih baik
d) Bersikap hangat, sederhana akan mengekspresikan pengharapan pada klien.

Soal kasus :
Tn. A berumur 65 tahun. Dia tinggal bersama anaknya dalam satu rumah. Istrinya telah
meninggal dunia sekitar 2 tahun yang lalu. Saat pengkajian didapatkan data Tn. A mengatakan
bahwa ia merasa dirinya tidak berguna, tidak berarti tidak mempunyai tujuan hidup dan putus asa
serta cenderung melukai dirinya, muda tersinggung, kehilangan minat dan kegembiraan, sukar
tidur, aktifitasnya mulai berkurang serta mudah lelah dan ia merasa tidak diperhatikan dan tidak
mampu dalam menyelesaikan masalahnya. Data DO yang didapatkan TD : 100/60 mmHg, N :
78x/menit, P : 21x/menit, Suhu : 36,5o C, klien terlihat tampak murung, lemah, malas, cemas,
gerakan tubuh yang terhambat, tubuh yang melengkung dan bila duduk dengan sikap yang
merosot serta gaya jalan yang lambat

1. Analisa Data

Symton Etiologi Problem


DS : Klien mengatakan bahwa Depresi Resiko bunuh diri
ia merasa dirinya tidak
berguna, tidak berarti tidak
mempunyai tujuan hidup dan
putus asa serta cenderung
melukai dirinya.
Klien mengatakan mudah
tersinggung

DO : gerakan tubuh yang


terhambat, tubuh yang
melengkung dan bila duduk
dengan sikap yang merosot
Klien tampak murung, gaya
jalan yang lambat.
DS : klien mengatakan kurang Disfungsi sistem keluarga Koping tidak efektif
di perhatikan.
Klien mengatakan tidak
mampu menyelesaikan
masalah
DO :
Klien tampak murung
DS : Pasien mengatakan Kecemasan Gangguan pola tidur
merasa kehilangan minat dan
kegembiraan, mudah lelah
serta akatifitasnya mulai
berkurang
Klien mengatakan sukar tidur

DO : klien tampak lelah, malas


dan cemas
TD : 100/60 mmHg, N :
78x/menit, P : 21x/menit, Suhu
: 36,5o C,

2. Diagnosa Keperawatan
a. Risiko bunuh diri berhubungan dengan depresi
b. Koping tidak efektif berhubugan dengan disfungsi sitem keluarga
c. Gangguan pola tidur berhubungan denga kecemasan

3. Rencana Tindakan Keperawatan


a. Resiko Bunuh Diri berhubungan dengan depresi
Tujuan:
1) Klien tidak membahayakan dirinya sendiri
2) Pasien mempunyai alternatif penyelesaian masalah yang konstruktif.
Kriteria hasil:
1) Mampu mengungkapkan ide bunuh diri
2) Mengenali cara-cara untuk mencegah bunuh diri
3) Mendemonstrasikan cara menyelesaikan masalah yang konstruktif

No Intervensi Rasional
1 Diskusikan dengan pasien tentang ide-ide Menggali ide dalam pikiran klien
bunuh diri tentang bunuh diri
2 Menggali ide dalam pikiran klien tentang Menggali ide dalam pikiran klien
bunuh diri tentang bunuh diri
3 Bantu pasien mengenali perasaan yang Menggali perasaan pasien tentang
menjadi penyebab timbulnya ide bunuh diri penyebab bunuh diri
4 Ajarkan beberapa alternatif cara Membantu pasien  dalam membentuk
penyelesaian masalah yang konstruktif koping adaptif
5 Bantu pasien untuk memilih cara yang Meringankan masalah pasien
paling tepat untuk menyelesaikan masalah
secara konstruktif
6 Beri pujian terhadap pilihan yang telah Pujian dapat menyenangkan perasaan
dibuat pasien dengan tepat. pasien

Tindakan pada Keluarga


Tujuannya : agar keluarga mampu:
1) Mengidentifikasi tanda-tanda perilaku bunuh diri pasie
2) Menciptakan lingkungan yang aman untuk mencegah perilaku bunuh diri
3) Membantu pasien menggunakan cara penyelesaian masalah yang konstruktif
Tindakan:
1) Diskusikan dengan keluarga tentang tanda-tanda perilaku klien saat muncul ide bunuh
diri
2) Diskusikan tentang cara mencegah perilaku bunuh diri pada pasien:
a) Ciptakan lingkungan yang aman untuk pasien, singkirkan semua benda-benda yang
memiliki potensi untuk membahayakan klien (benda tajam, tali pengikat, ikat
pinggang, dan benda-benda lain yang terbuat dari kaca)
b) Antisipasi penyebab yang dapat membuat pasien bunuh diri
c) Lakukan pengawasan secara terus menerus
d) Anjurkan keluarga meluangkan waktu bersama klien
e) Mendiskusikan dengan keluarga koping positif yang pernah dimiliki klien dalam
menyelesaikan masalah
f) Anjurkan keluarga untuk membantu klien untuk menggunakan koping positif dalam
menyelesaikan masalah
g) Anjurkan keluarga untuk memberikan pujian terhadap penggunaan koping positif yang
telah digunakan oleh klien.

b. Koping tidak efektif berhubungan dengan disfungsi sistem keluarga


Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan lansia merasa tidak stress dan depresi
Kriteria Hasil :
1) Klien dapat meningkatkan harga diri
2) Klien dapat menngunakan dukungan sosial
3) Klien dapat menggunkan obat dengan benar dan tepat
4) Lakukan pengawasan secara terus menerus
5) Anjurkan keluarga meluangkan waktu bersama klien
6) Mendiskusikan dengan keluarga koping positif yang pernah dimiliki klien dalam
menyelesaikan masalah
7) Anjurkan keluarga untuk membantu klien untuk menggunakan koping positif dalam
menyelesaikan masalah.

No Intervensi Rasional
1 Bantu untuk memahami bahwa klien dapat Membangun motivasi pada klien
mengatasi keputusannya
2 Kaji dan kerahkan sumber-sumber internal Individu lebih percaya diri
individu
3 Bantu mengidentifikasi sumber-sumber Menumbuh semangat hidup lansia
harapan (misalnya : hubungan antar Klien dapat menggunakan dukungan
sesama, keyakinan, hal-hal untuk sosial
diselesaikan)
4 Kaji dan manfaatkan sumber-sumber Lansia tidak merasa sendiri
eksternal individu (orang-orang terdekat,
tim pelayanan kesehata, kelompok
pendukung, agama yang dianut)
5 Kaji sistem pendukung keyakinan (nilai Meningkatkan nilai spiritual lansia
keyakinan masa lalu, aktivitas keagamaan,
kepercayaan agama)
6 Lakukan rujukan sesuai indikasi Untuk menangani klien secara cepat
dan tepat
7 Diskusikan tentang obat (nama, dosis, Klien dapat menggunakan obat
frekuensi, efek dan efek samping minum dengan benar dan tepat
obat)
8 Bantu menggunakan obat dengan prinsip 5 Prinsip 5 benar dapat memaksimalkan
benar (benar pasien, obat, dosis, cara, fungsi obat secra efektif
waktu)
9 Anjurkan membicarakan efek dan efek Menambah pengetahuan lansia tentang
samping yang di rasakan efek-efek obat

c. Gangguan Pola Tidur berhubungan dengan kecemasan


Tujuan:
1) Klien mampu mengidentifikasi penyebab gangguan pola tidur
2) Klien mampu memenuhi kebutuhan istirahat dan tidur
Kriteria Hasil:
1) Klien mampu memahami faktor penyebab gangguan pola tidur.
2) Klien mampu memahami rencana khusus untuk menangani atau mengoreksi
penyebab tidur tidak adekuat.
3) Klien mampu menciptakan pola tidur yang adekuat dengan penurunan terhadap
pikiran yang melayang-layang (melamun).
4) Klien tampak atau melaporkan dapat beristirahat yang cukup.

No Intervensi Rasional
1 Observasi tanda-tanda vital klien Untuk mengetahui keadaan umum
pasien
2 Bersama klien mengidentifikasi gangguan Untuk mengetahui apa saja penyebab
pola tidur gangguan pola tidur pada pasien
3 Diskusikan cara-cara utuk memenuhi Mempermudah pasien untuk
kebutuhan tidur (Minum air hangat atau memperoleh kebutuhan tidur yang
susu hangat sebelum tidur, hindarkan baik
minum yang mengandung kafein dan coca
cola, dengarkan musik yang lembut
sebelum
tidur)
4 Anjurkan pasien untuk memilih cara yang Cara-cara yang sesuai dapat
sesuai dengan kebutuhannya mempermudah pasien
5 Berikan lingkungan yang nyaman untuk Agar pasien dapat kualitas tidur yang
meningkatkan tidur. baik

Tindakan untuk Keluarga


Tujuan
1) Keluarga mampu mengidentifikasi tanda dan gejala gangguan pola tidur
2) Keluarga dapat membantu pasien untuk memenuhi kebutuhan tidur
Tindakan
1) Diskusikan dengan keluarga tentang tanda dan gejala gangguan pola tidur pada pasien
2) Anjurkan keluarga untuk menciptakan lingkungan yang tenang untuk memfasilitasi
agar pasien dapat tidur.

DAFTAR PUSTAKA

Martono Hadi dan Kris Pranaka. 2010. Buku Ajar Boedhi-Darmojo GERIATRI. Jakarta: Fakultas
Kedokteran UNIVERSITAS INDONESIA
Depkes R.I. 1999. Kesehatan keluarga, Bahagia di Usia Senja. Jakarta: Medi Media
Nugroho Wahyudi. 1995. Perawatan Usia Lanjut. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai