Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Rumah sakit, menurut definisi, adalah organisasi sosial dan kesehatan yang menyediakan
layanan yang menyuluruh (komprehensif),penegobatan (kuratif), dan pencegahan
penyakit (preventif) penyakit kepada anggota masyarakat. Selain itu, rumah sakit
berfungsi sebagai fasilitas penelitian dan pelatihan bagi para profesional medis. WHO
( Word Healty Organization )
Rumah sakit adalah alat organisasi yang terdiri dari fasilitas medis permanen dan tenaga
medis yang terorganisir secara profesional yang menawarkan layanan medis kepada
pasien, asuhan keperawatan berkelanjutan, serta diagnosis dan pengobatan penyakit.
(Asosiasi Rumah Sakit Amerika, 1974)
Rumah sakit adalah tempat di mana orang sakit mencari dan menerima perawatan medis,
serta tempat di mana mahasiswa kedokteran, perawat, dan profesional perawatan
kesehatan lainnya berpartisipasi dalam pendidikan klinis. (Pena dan Wolper, 1997).
Rumah sakit adalah asosiasi manajemen kesehatan yang menggabungkan layanan
kesehatan individu lengkap yang memberikan layanan jangka panjang, jangka pendek,
dan krisis. (kemenkes RI,2018 )Layanan darurat termasuk dalam salah satunya. Pasien
dengan penyakit atau cedera yang mengancam jiwa, serta pasien dengan disabilitas,
dirawat oleh unit layanan Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit (IGD), yang juga
memberikan perawatan lanjutan bagi pasien yang dirujuk dari fasilitas kesehatan lain. (RI
No. 47, Kemenkes, 2018

Di rumah sakit, Instalasi Gawat Darurat merupakan unit pelayanan yang memberikan
pertolongan pertama dan merupakan tempat pertama yang dituju oleh pasien dengan
kondisi gawat darurat. Situasi krisis adalah apa yang terjadi di mana pasien
membutuhkan bantuan klinis cepat untuk menyelamatkan hidup dan ketidakmampuan
lebih lanjut. (Rumah sakit dicakup oleh UU RI 44 2009).
Ruang Gawat Darurat (IGD) rumah sakit adalah tempat pasien dengan penyakit atau
cedera yang dapat membahayakan nyawa mereka mendapatkan perawatan pertama.
Intervensi medis yang diperlukan segera oleh korban atau pasien darurat untuk
menyelamatkan nyawa dan mencegah kecacatan disebut sebagai layanan darurat.
( Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2016).
Ali (2014) mengatakan bahwa Unit Gawat Darurat (UGD) adalah tempat dimana pasien
yang datang dengan kondisi gawat darurat dapat memperoleh asuhan keperawatan
sementara, perawatan medis, dan pembedahan darurat.
Ruang gawat darurat (UGD) adalah pintu masuk utama ke rumah sakit untuk pasien
gawat darurat. Ini juga merupakan lingkungan perawatan yang unik di mana tim
kesehatan, pasien, dan keluarga terus-menerus dihadapkan pada kejadian tak terduga
terkait kondisi pasien (Hsiao et al., 2016)
Pusat Trauma (IGD) adalah unit klinik yang memberikan layanan krisis untuk mencegah
kesuraman dan membatasi kematian pada semua pasien. ( (2014, Jadmiko)
Kunjungan pasien ke Trauma center (ruang gawat darurat) terus meningkat secara
konsisten. Semua departemen darurat di seluruh dunia mengalami peningkatan. (2015
Bashkin dkk.)
Jumlah pasien yang mengunjungi ruang gawat darurat terus meningkat setiap tahunnya.
Jumlah ruang gawat darurat di semua rumah sakit di seluruh dunia meningkat sekitar
30%. Bashkin et al., 2015).
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2015) melaporkan bahwa 4.402.205 pasien
(13,3% dari seluruh kunjungan rumah sakit umum) mengunjungi unit gawat darurat.
Persepsi pasien atau masyarakat bervariasi tergantung pada pendidikan dan pengalaman.
Apabila harapan pasien seperti pelayanan yang cepat, tanggap, santun, ramah, pelayanan
optimal, dan interaksi yang baik terpenuhi maka pasien puas dengan pelayanan perawat
di IGD. Namun, seringkali pasien atau masyarakat umum menilai kinerja perawat di IGD
kurang mandiri dan lamban. Penilaian tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, salah
satunya adalah pasien dan keluarganya tidak mengetahui prosedur yang digunakan
perawat di ruang gawat darurat untuk merawat pasien (Igede, 2012).

Triase adalah kumpulan pasien mengingat keseriusan luka mereka yang harus
difokuskan pada apakah ada masalah rute penerbangan, pernapasan, dan aliran sesuai
dengan kantor, SDM dan apa yang menimpa pasien. (Siswo, 2015).
Triase adalah salah satu pendekatan yang dilakukan petugas kesehatan untuk memberikan
perawatan darurat kepada pasien berdasarkan pemilihan warna sesuai dengan kebutuhan
dasar manusia. (Ermi, 2019).
Menurut Musliha (2010), triase adalah suatu metode pemilihan atau pemilahan pasien
berdasarkan tingkat kebutuhan terapinya untuk memastikan tidak ada pasien yang tidak
mendapatkan pelayanan medis.
Triase adalah kerangka kerja yang digunakan untuk memilih atau memilah pasien yang
ditunjukkan dengan tingkat krisis mereka, kegiatan ini tergantung pada kebutuhan ABC,
yaitu rute Penerbangan, Pernapasan dan Kursus tertentu. (2018) Permenkes RI No.47)
Triase adalah metode untuk menyortir pasien sesuai dengan kebutuhan terapeutik dan
sumber daya yang tersedia. Perawatan tergantung pada keadaan ABC (rute Penerbangan,
Pernapasan dan Aliran). Pemilahan pasien di lapangan dan di rumah sakit diatur dengan
triase. Pratiwi dan lainnya, 2017).
Pasien dikategorikan menurut prioritas darurat mereka selama triase. Tujuan triase adalah
untuk mengklasifikasikan kondisi darurat pasien menjadi empat kategori: kematian
(hitam), kondisi serius dan non-darurat (merah), kondisi serius dan non-darurat (kuning),
dan kondisi non-darurat dan non-darurat ( hijau). Zahroh et al., 2020)
Triase adalah proses pemilihan pasien berdasarkan urgensi, keparahan, dan prioritas
cederanya, terlepas dari apakah ada gangguan, dengan mempertimbangkan sumber daya
manusia, fasilitas, dan kemungkinan pasien untuk bertahan hidup. Kartikawati 2013)
START (Simple triage and rapid treatment), yang memanfaatkan pemilahan warna,
merupakan sistem triase yang sering digunakan dan mudah diimplementasikan. Korban
yang terancam jiwanya jika tidak segera mendapat pertolongan pertama adalah prioritas
tertinggi, yang ditunjukkan dengan warna merah. Warna kuning menunjukkan bahwa
korban sedang dan baru muncul adalah prioritas tinggi. Warna hijau menunjukkan korban
dalam keadaan darurat, tetapi meskipun kondisinya serius, itu bukan keadaan darurat.
Terakhir, gejala terkait kematian korban dilambangkan dengan warna hitam. Jika Ramsi.
dkk, 2014)
Penentuan kegawatdaruratan pasien mencerminkan bagaimana klinik medik mengawasi
bagian administrasi yang disesuaikan dengan masalah medis pasien (Depkes RI, 2017).
Ketepatan profesional medis dalam memberikan layanan darurat harus memenuhi kriteria
masalah kesehatan, yang dipecah berdasarkan warna (Suhartati et al.). al, 2017)

Dongoes (2006) mendefinisikan kecemasan sebagai suatu keadaan dimana individu atau
kelompok mengalami peningkatan aktivitas saraf otonom sebagai respon terhadap
ancaman yang tidak diketahui.
kecemasan atau ketegangan berupa emosi, perasaan tegang, dan kecemasan (Agung,
2016). Menurut Muyasaroh (2000), kecemasan adalah kondisi mental yang ditandai
dengan perasaan takut, khawatir, dan tidak tenang yang disertai dengan berbagai gejala
fisik. Kecemasan adalah perasaan takut akan sesuatu yang terjadi karena mengantisipasi
bahaya. Ini adalah tanda peringatan yang membantu orang bersiap menghadapi ancaman.
Tuntutan hidup, persaingan, dan musibah dapat berdampak pada kesehatan fisik dan
mental seseorang. Kecemasan atau kecemasan merupakan salah satu dampak psikologis.

Sutejo, 2018). Ketegangan dalam tubuh, pikiran cemas, dan perubahan fisik seperti
peningkatan tekanan darah adalah gejala kecemasan. Seringkali, orang dengan gangguan
kecemasan memiliki masalah atau pikiran yang terus muncul. Mereka mungkin
menghindari keadaan tertentu karena takut. Selain itu, mereka mungkin mengalami gejala
fisik seperti berkeringat, gemetar, pusing, atau detak jantung yang cepat (Hadiansyah,
2020).
Kecemasan dapat mempengaruhi tidak hanya pasien tetapi juga keluarga pasien selama
proses perawatan. Pengurangan kecemasan, peningkatan kualitas perawatan,
pengurangan depresi, dan durasi perawatan semuanya dipengaruhi oleh keterlibatan
keluarga (Amiman et al., 2019)
Ketegangan, kegelisahan, lekas marah, dan kegelisahan adalah gejala kecemasan yang
sering diamati di ruang gawat darurat (Hawari, 2011).

Berdasarkan hasil Studi pendahuluan yang dilakukan Peneliti di Rumah Sakit Umum
Daerah Poso pada tanggal 03 April 2023 diruang instalasi gawat darurat RSUD
Poso,peneliti memperoleh data dari Rekam Medik RSUD Poso bahwa jumlah kunjungan
pasien instalasi gawat darurat dalam 3 (tiga) tahun terakhir mengalami peningkatan
dimana pada tahun 2020 jumlah kunjungan pasien instalasi gawat darurat sebanyak 9.354
orang, pada tahun 2021 jumlah kunjungan pasien instalasi gawat darurat sebanyak 8.450
orang, dan pada tahun 2022 jumlah kunjungan pasien instalasi gawat sebanyak 10.165
orang.
Pada Tahun 2023 diperoleh data kunjungan pasien instalasi gawat darurat dalam 3 (tiga)
bulan terakhir sebanyak 248 orang, pada bulan januari jumlah kunjungan pasien intalasi
gawat darurat sebanyak 87 orang, pada bulan February jumlah kunjungan pasien instalasi
gawat darurat sebanyak 88 orang, dan pada bulan maret jumlah kunjungan pasien
instalasi gawat darurat sebanyak 78 orang.

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan peneliti pada 5 orang keluarga pasien
instalasi gawat darurat , dari ke 5 orang keluarga pasien instalasi gawat darurat tidak ada
yang tau apa itu triase ,dan keluarga merasa mengatakan sangat gelisah saat pasien
lambat di tangani, keluarga mengatakan kenapa yang di dahuluakan di layani orang yang
baru datang sedangkan mereka sudah lebih dahulu datang di RS.

Berdasarkan observasi peneliti keluarga tidak memahami tentang prioritas penanganan


triase sehingga menimbulkan kecemasan pada keluarga,hal ini dibuktikan dengan adanya
keluhan dari beberapa keluarga pasien .serta kurangnya pemahaman dari perawat kepada
keluarga pasien tentang prioritas penanganan triase pasien instalasi gawat darurat.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang sudah diuraikan di atas,maka rumusan masalah yang
didapat yaitu “Apakah ada hubungan pengetahuan keluarga tentang triage terhadap
kecemasan keluarga pasien instalasi gawat darurat RSUD Poso ?

C. Tujuan penelitian

1. Tujuan umum
Diketahuinya hubungan pengetahuan keluarga tentang triase terhadap tingkat
kecemasan keluarga pasien instalasi gawat darurat RSUD Poso

2. Tujuan Khusus
a. Diketahuinya gambaran pengetahuan keluarga pasien tentang triase pasien IGD
RSUD Poso.
b. Diketahuinya gambaran tingakat kecemasan keluarga pasien IGD RSUD Poso

D. Manfaat penelitian

a. Bagi Pendidikan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bemanfaat bagi ilmu Pendidikan,khususnya bagi
ilmu keperawatan serta dapat menjadi bahan pelajaran dan juga bahan referensi
untuk teman-teman mahasiswa dan juga bagi peneliti selanjutnya terkait dengan
masalah hubungan pengetahuan keluarga tentang triase terhadap tingkat kecemasan
keluarga pasien instalasi gawat darurat RSUD Poso

b. Bagi Rumah Sakit dan Perawat


Diharapkan penelitian ini dapat menjadi masukan bagi manajemen keperawatan
rumah sakit terkain pengetahuan keluarga pasien tentang triase terdapat kecemasan
keluarga pasien di IGD. Guna memberikan pemahaman kepada keluarga pasien
tentang prioritas penangana triase,sehingga diharapkan tingkat kecemasan keluarga
dapat berkurang.

c. Bagi peneliti Selanjutnya.


Dengan adanya penelitian ini dapat membantu menyediakan informasi atau referensi
bagi peneliti selanjutnya tentang :hubungan pengetahuan keluarga pasien tetang triase
terhadap kecemasan keluarga pasien IGD RSUD Poso” ,serta sebagai data
pembanding untuk penelitian dengan topik yang sama. dengan menggunakan desain
penelitian yang lebih baik lagi.

Anda mungkin juga menyukai