Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Instalasi Gawat Darurat (IGD) adalah salah satu bagian (unit) yang

memberikan pelayanan kesehatan pada rumah sakit. IGD adalah pintu utama

rumah sakit yang mengedepankan pertolongan dengan cepat dan tepat

terhadap keselamatan pasien (Ashour et al, 2016). IGD merupakan peranan

penting yang memberikan penanganan pertama terhadap pasien yang

mengalami kondisi sakit atau cedera akut untuk membutuhkan pertolongan

pertama (Ashour et al, 2016).

Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2017 terdapat

beberapa penyakit yang dianggap penyakit gawat darurat dan penyumbang

kematian terbanyak di dunia diantaranya adalah penyakit jantung iskemik 7,4

juta (13,2%); stroke 76,7 juta (11,9 %); penyakit paru obstruktif kronik 3,1

juta jiwa (5,6 %); infeksi pernafasaan bawah 3,1 juta (5,5 %); dan kanker 1,6

juta (2,9 %). Kasus cedera atau kecelakaan memberikan angka kematian

mencapai 1,2 juta. Data tersebut menunjukkan banyaknya pasien dengan

kasus gawat darurat yang masuk ke rumah sakit yang memerlukan

pertolongan dengan segera agar tidak terjadinya kecacatan dan kematian.

Pada tahun 2018 jumlah kunjungan di IGD sebanyak 18.250.250 jiwa

(13,1% dari jumlah total kunjungan). Jumlah yang signifikan ini kemudian

1
2

memerlukan perhatian yang cukup besar dengan pelayanan pasien gawat

darurat dan pada tahun 2019 jumlah kunjungan di IGD sebanyak 27.251.031

jiwa (18,1% dari jumlah total kunjungan) (WHO, 2020).

Di Indonesia data kunjungan pasien ke Instalasi Gawat Darurat (IGD) di

Indonesia pada Tahun 2017 sebanyak 8.597,00 (15,5% dari total seluruh

kunjungan) jumlah Rumah Sakit Umum sebanyak 2.247 dan Rumah Sakit

Khusus sebanyak 587 dari total 2.834 Rumah sakit (Kemenkes RI, 2017).

Indonesia merupakan salah satu negara di ASEAN dengan akumulasi

kunjungan pasien ke Instalasi Gawat Darurat yang tinggi. Data menunjukkan

jumlah pasien yang berkunjung ke Instalasi Gawat Darurat mencapai

4.402.205 pasien pada tahun 2017 (Kementrian Kesehatan RI, 2019). Angka

tersebut merupakan akumulasi dari 12% kunjungan Instalasi Gawat Darurat

yang berasal dari rujukan RSU yaitu 1.033 unit dan 1.319 unit RS lainnya.

Kemudian, pada tahun 2018, di Jawa Tengah terdapat kunjungan pasien ke

RS sebanyak 1.990.104 pasien (Riskesdas, 2018).

Di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, jumlah kunjungan pasien ke

IGD dalam rentang waktu tiga tahun lalu yaitu pada tahun 2019 jumlah

kunjungan pasien mencapai 41.980 pasien. Tahun 2020 berjumlah 61.890

pasien. Dan tahun 2021 berjumlah 73.021 pasien (Profil Dinas Kesehatan

Kepulauan Bangka Belitung, 2022).

Data pada tahun 2019 yang di dapat bahwa waktu tunggu pasien

sebelum mendapatkan penanganan di IGD dihitung berdasarkan jumlah


3

pasien per tahunnya yaitu sebelum mendapatkan penanganan dari perawat

pasien harus menunggu selama enam menit. Tahun 2020 waktu tunggu pasien

sebelum mendapatkan penanganan dari perawat selama delapan menit. Dan

tahun 2021 waktu tunggu pasien sebelum mendapat penanganan selama lima

menit. Karena menurut data pelayanan kurangnya jumlah tenaga perawat dan

banyaknya tuntutan beban kerja perawat yang mengakibatkan waktu tanggap

perawat terhadap penanganan pasien di IGD sedikit melambat (Profil Dinas

Kesehatan Kepulauan Bangka Belitung, 2022).

Prevalensi kunjungan pasien ke IGD RSUD Depati Hamzah Kota

Pangkalpinang pada tahun 2019 berjumlah sebanyak 6.789 pasien (6,1%),

pada tahun 2020 berjumlah sebanyak 10.214 pasien (6,05%) dan pada tahun

2021 berjumlah sebanyak 11.486 pasien (6,3%) (Data Rekam Medis RSUD

Depati Hamzah Kota Pangkalpinang, 2022).

Kecemasan adalah kondisi psikologis seseorang yang penuh dengan rasa

takut dan khawatir, dimana perasaan takut dan khawatir akan sesuatu hal

yang belum pasti akan terjadi. Kecemasan berasal dari bahasa Latin (anxius)

dan dari bahasa Jerman (anst), yaitu suatu kata yang digunakan untuk

menggambarkan efek negatif dan rangsangan fisiologis (Muyasaroh et al.

2020). Menurut American Psychological Association (APA) dalam

(Muyasaroh et al. 2020), kecemasan merupakan keadaan emosi yang muncul

saat individu sedang stress, dan ditandai oleh perasaan tegang, pikiran yang
4

membuat individu merasa khawatir dan disertai respon fisik (jantung berdetak

kencang, naiknya tekanan darah, dan lain sebagainya).

Pelayanan IGD mengacu pada konsep triase dimana pasien akan dilayani

berdasarkan tingkat kegawat daruratannya. Secepat apapun pasien datang ke

IGD, namun masih ada kondisi pasien lain yang lebih gawat, maka IGD akan

memprioritaskan pasien yang kondisinya lebih gawat daripada pasien yang

datang dahulu tersebut (Rankin et al, 2013).

Triase adalah prosedur penting dalam Instalasi Gawat Darurat (IGD)

yang melibatkan pemilihan pasien berdasarkan prioritas (Phukubye, 2019).

Tujuan dan fungsi triase adalah untuk mengidentifikasi pasien dengan kondisi

yang mengancam jiwa atau darurat (Aloyce et al, 2014).

Length of Stay (LOS) merupakan lamanya seorang pasien dirawat pada

satu periode perawatan, LOS untuk di Indonesia, pelayanan minimal bahwa

pelayanan IGD dilakukan selama 24 jam penuh, 7 hari terhadap kasus gawat

darurat, resusitasi dan stabilisasi (life saving). Waktu tunggu pasien saat

kedatangan pasien < 5 menit. Pada kondisi kepadatan pasien manajemen IGD

dapat menerapkan lama rawat < 6 – 8 jam. Waktu tunggu yang lama dan

Length of Stay (LOS) di IGD yang panjang dapat mengindikasikan tingkat

kegawatan pasien, hal ini disebabkan banyak dan kompleksnya tindakan dan

monitoring yang harus dilakukan, termasuk pemeriksaan penunjang untuk

menegakkan diagnosa. Hal tersebut akan berdampak pada lamanya perawatan

pasien di IGD dan meningkatkan kecemasan keluarga pasien, sebelum pasien


5

dinyatakan stabil dan layak untuk dipindahkan ke ruang perawatan (Mayhew,

L., and Smith, D., 2016).

Penelitian yang dilakukan oleh Marti (2016) menemukan karakteristik

responden menurut Length of Stay di IGD, mayoritas responden mendapatkan

penanganan di IGD dalam waktu kurang dari 1 jam. Dari analisa bivariat

antara level triase terhadap Length of Stay di Instalasi Gawat Darurat,

didapatkan nilai p < 0.00 (< 0.05) dengan koefisien korelasi sebesar 0.327.

Secara statistik disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara

level triase dan Length of Stay di Instalasi Gawat Darurat.

Pada dasarnya kecemasan adalah kondisi psikologis seseorang yang

penuh dengan rasa takut dan khawatir, dimana perasaan takut dan khawatir

akan sesuatu hal yang belum pasti akan terjadi. Kecemasan berasal dari

bahasa Latin (anxius) dan dari bahasa Jerman (anst), yaitu suatu kata yang

digunakan untuk menggambarkan efek negatif dan rangsangan fisiologis

(Muyasaroh et al. 2020).

Kondisi gawat darurat merupakan suatu keadaan klinis dimana pasien

membutuhkan pertolongan medis yang cepat untuk menyelamatkan nyawa

dan mencegah kecacatan lebih lanjut (Jamaluddin, 2019). Salah satu

pelayanan yang dilakukan oleh perawat di Instalasi Gawat Darurat adalah

tindakan triage. Triage berfungsi untuk membagi pasien dalam beberapa

kelompok berdasarkan beratnya cidera yang dialami. Oleh sebab itu perawat

di IGD dituntut melakukan tindakan triage dengan tepat dalam waktu yang
6

singkat. Salah satu faktor yang mempengaruhi ketepatan tindakan triage dari

seorang perawat ialah tingkat pengetahuannya. Tingkat pengetahuan perawat

merupakan suatu ilmu yang mandasar dan salah satu komponen yang sangat

berpengaruh pada pemberian tindakan Triage (Machelia, 2019).

Kondisi gawat darurat juga akan menimbulkan suatu kecemasan yang

dialami keluarga pasien yang berada di ruang Instalasi Gawat Darurat (IGD).

Kegawatdaruratan juga menjadi salah satu bagian yang sering dialami dalam

kehidupan sehari-hari. Kondisi gawat merupakan sesuatu yang mengancam

nyawa meliputi kasus trauma berat, akut miokard infark, sumbatan jalan

nafas, tension pneumothorax, luka bakar disertai trauma inhalasi, sedangkan

darurat yaitu perlu mendapatkan penanganan atau tindakan dengan segera

untuk menghilangkan ancaman nyawa korban, seperti cedera vertebra, fraktur

terbuka, trauma capitis tertutup , dan appendicitis akut. Kecemasan yang

dialami keluarga pasien biasanya terkait dengan nyeri yang dirasakan maupun

berbagai macam prosedur atau tindakan asing yang harus dijalani pasien. Hal

ini akan meningkatkan hormon adrenalin. Jika hormon adrenalin disekresi

berlebihan maka kecemasan dapat meningkat, denyut jantung juga meningkat

(Musliha, 2018).

Bila kecemasan yang dialami oleh keluarga tidak dapat diatasi dengan

baik maka akan mengakibatkan peningkatan kecemasan pasien. Peningkatan

kecemasan pasien tersebut akan berakibat, pasien menjadi ketakutan dan akan

memperburuk kondisi pasien. Hal ini dikarenakan keluarga sebagai support


7

system yang utama dalam mendukung proses kesembuhan dari pasien

(Kholifah, 2014). Menurut insiden diatas semakin tinggi tingkat

kegawatdaruratan (triase) semakin meninggi pula tingkatan kecemasan

keluarga pasien.

Suatu tindakan medis menyelamatkan jiwa dapat mendatangkan

kecemasan, karena terdapat ancaman integritas tubuh (de Araujo, 2014).

Kecemasan sendiri terkait dengan masalah kesehatan yang mendasarinya bagi

sejumlah besar orang. Kecemasan merupakan tanda dan gejala atau indikator

pertama bahwa anda memiliki penyakit medis. Dalam beberapa kasus pula,

kecemasan disebabkan oleh kondisi medis yang memerlukan perawatan

(Tirto Jiwo, 2012). Kecemasan merupakan reaksi terhadap penyakit karena

dirasakan sebagai suatu ancaman, ketidaknyamanan akibat nyeri dan

keletihan, perubahan diet, berkurangnya kepuasan seksual, timbulnya krisis

finansial, frustasi dalam mencapai tujuan kebingungan dan ketidakpastian

masa kini dan masa depan (Brunner & Suddarth, 2014).

Sehingga dapat disimpulkan bahwa apabila pasien tidak segera di

lakukan tindakan medis akan muncul rasa kecemasan karena sebagai

ancaman untuk kesehatanya. Disini kadang timbul rasa emosi dan cemas

tentang tindakan medis yang tidak kunjung dilakukan saat dilakukan triage.

Keluarga mengalami kecemasan yang tinggi ketika pasien berisiko

meninggal. Kecemasan yang tinggi muncul akibat beban yang harus diambil

dalam pengambilan keputusan dan pengobatan yang terbaik bagi pasien.


8

Kecemasan yang tinggi muncul akibat beban yang harus di ambil dalam

pengambilan keputusan dan pengobatan yang terbaik bagi pasien. Faktor

resiko yang berhubungan dengan kecemasan anggota keluarga dalam keadaan

kritis maupun gawat darurat adalah jenis kekerabatan dengan klien, tingkat

pendidikan, pengetahuan keluarga pasien, tipe perawatan klien, kondisi medis

klien, pertemuan keluarga dengan tim perawat, cara penanggulangan, dan

kebutuhan keluarga (McAdam & Puntillo, 2019).

Sebagai tenaga kesehatan yang salah satu fungsi edukasi dan informasi

dengan cara memberikan informasi tentang tindakan perawatan yang

diperlukan, informasi tentang kondisi pasien, rencana perawatan dan

prognosis. Dukungan yang maksimal untuk memenuhi kebutuhan keluarga

memberikan perubahan yang positif bagi keluarga pasien. Salah satu faktor

yang dapat mengurangi perasaan cemas pada keluarga adalah adanya

dukungan informasi yang jelas dan akurat dari tenaga medis berkaitan dengan

adanya penyakit yang diderita oleh pasien beserta tindakan yang dapat

diambil untuk keselamatan pasien. Keluarga dari pasien menginginkan

perawatan yang terbaik untuk anggota keluarganya. Hal tersebut tentunya

memberikan dorongan bagi tim perawatan untuk dapat meyakinkan keluarga

bahwa pasien sedang diberikan perawatan yang terbaik dan maksimal

(Bailey, et al, 2019)

Survey awal yang dilakukan peneliti di IGD RSUD Depati Hamzah Kota

Pangkalpinang, masih ditemukan komplain dan data memanjangnya Length


9

of Stay (LOS) dari target 6 jam yang telah ditetapkan. Data supervisi IGD

bulan November 2022 mencatat jumlah 1.071 kasus, dari jumlah tersebut

sebanyak 833 orang menghabiskan waktu lebih dari 6 jam di IGD, kemudian

dari jumlah tersebut sebanyak 496 menunggu lebih dari 12 jam, kondisi ini

mengindikasikan adanya faktor yang berhubungan dengan Length of Stay

(LOS) pasien sehingga terjadi penumpukan pasien, berdampak negatif pada

kondisi pasien, petugas maupun pihak rumah sakit. Keselamatan pasien

menjadi fokus utama karena berhubungan dengan penurunan kualitas

perawatan dan peningkatan kesalahan medis di IGD pada kondisi crowding

Data lain ditemukan klasifikasi pasien di IGD pada periode November

2022 terdiri dari 5 klasifikasi, dimana jumlah kunjungan pasien prioritas 1

sebagai pasien sangat gawat darurat (kondisi pasien yasng membutuhkan

resusitasi jantung paru) mencapai 124 kasus. Prioritas 2 sebagai kasus gawat

darurat mencapai 258 kasus, prioritas 3 sebagai kasus tapi tidak darurat

mencapai 687 kasus, prioritas 4 dan 5 termasuk kasus tidak gawat dan tidak

darurat masing-masing mencapai 494 kasus dan 201 kasus.

Berdasarkan data diatas terlihat adanya peningkatan jumlah kunjungan

pasien ke IGD RSUD Depati Hamzah Kota Pangkalpinang dari tahun ke

tahun, sehingga peneliti tertarik untuk meneliti tentang hubungan antara

Triase, Length Of Stay dan Response Time terhadap kecemasan keluarga

pasien di IGD RSUD Depati Hamzah Kota Pangkalpinang Tahun 2022.

B. Rumusan Masalah
10

Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas, terlihat dari jumlah

kunjungan pasien yang meningkat tiap tahunnya maka akan mempengaruhi

waktu tunggu yang sering dikeluhkan oleh pasien dan keluarga pasien, yaitu

dari awal pasien tiba di IGD sampai dengan selesai pelayanan di IGD,

sehingga menunggu dapat meningkatkan reaksi emosional pasien dan

keluarga seperti kecemasan. Maka rumusan masalah dalam penelitian ini

adalah bagaimana hubungan antara Triase, Length Of Stay dan Response Time

terhadap kecemasan keluarga pasien di IGD RSUD Depati Hamzah Kota

Pangkalpinang Tahun 2022?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan antara Triase, Length Of Stay dan

Response Time terhadap kecemasan keluarga pasien di IGD RSUD Depati

Hamzah Kota Pangkalpinang Tahun 2022.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui hubungan antara triase terhadap kecemasan

keluarga pasien di IGD RSUD Depati Hamzah Kota Pangkalpinang

Tahun 2022.

b. Untuk mengetahui hubungan antara Length Of Stay terhadap

kecemasan keluarga pasien di IGD RSUD Depati Hamzah Kota

Pangkalpinang Tahun 2022.


11

c. Untuk mengetahui hubungan antara Response Time terhadap

kecemasan keluarga pasien di IGD RSUD Depati Hamzah Kota

Pangkalpinang Tahun 2022.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Peneliti

a. Untuk memperoleh pengalaman dan menambah wawasan serta

meningkatkan ilmu khususnya di bidang penelitian.

b. Untuk dapat menambah ilmu pengetahuan dalam suatu proses belajar

mengenai hubungan antara Triase, Length Of Stay dan Response Time

terhadap kecemasan keluarga pasien di IGD.

2. Bagi Institusi Pendidikan

a. Untuk menambah informasi dan bahan pustaka mengenai hubungan

antara Triase, Length Of Stay dan Response Time terhadap kecemasan

keluarga pasien di IGD.

b. Untuk informasi bagi mahasiswa selanjutnya yang ingin melakukan

penelitian tentang hubungan antara Triase, Length Of Stay dan

Response Time terhadap kecemasan keluarga pasien di IGD.

3. Bagi Institusi Kesehatan

Hasil Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan menjadi bahan

pertimbangan dalam menyusun kebijakan guna meningkatkan mutu

pelayanan kesehatan khususnya pada pasien yang datang ke IGD RSUD

Depati Hamzah Kota Pangkalpinang dan dapat mengurangi resiko


12

kecacatan dan kematian dan agar tenaga kesehatan dapat mengedukasi

keluarga pasien untuk mengurangi kecemasan.

Anda mungkin juga menyukai