NASKAH PUBLIKASI
Disusun Oleh :
Galuh Farida Pratiwi
NIM : A11501122
ABSTRAK
Latar Belakang : Kecemasan menurut Dongoes (2010) suatu keadaan individu atau kelompok
mengalami kegelisahan dan meningkatnya aktivitas saraf otonom ketika mengalami ancaman yang
tidak jelas. Triase adalah pengelompokan pasien berdasarkan berat cideranya yang harus
diprioritaskan (Siswo, 2015). Hospital Anxiety and Depression Scale (HADS) adalah instrument
yang digunakan untuk melakukan pengukuran tingkat kecemasan Tobing (2012). Tujuan :
Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kecemasan pasien triase kuning di IGD RS
PKU Muhammadiyah Gombong. Metode Penelitian : Penelitian ini merupakan penelitian non-
eksperimen dengan menggunakan desain kolerasional. menggunakan pendekatan cross-sectional
(pendekatan silang). Dianalisis mengguakan analisis univariat dan bivariate menggunakan rumus
chi squar. Hasil : sebagian besar responden pada hasil analisis menggunakan instrumen Kuesioner
Hospital Anxiety and Depression Scale (HADS) di RS PKU Muhammadiyah Gombong. Tingkat
kecemasan normal 24 (24,7%), Kasus ringan 13 (13,4%), kelas kasus sedang 21 (21,6%), kasus
berat 39 (40,2%). Terdapat pengaruh faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kecemasan pasien
triase kuning dengan nilai p-value 0.001 pada setiap variable yang diteliti. Kesimpulan : Terdapat
hubungan terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kecemasan pasien triase kuning
dengan nilai p-value 0.001 pada setiap variable yang diteliti. Yaitu usia, pengalaman, dukungan,
dan pendidikan.
ABSTRACT
Pendahuluan
Rumah sakit adalah suatu tunggu untuk pasien dengan
organisasi social dan kesehatan yang kebutuhan perawatan yang kurang
mempunyai fungsi sebagai pelayanan, mendesak (Igede, 2012). Triase
meliputi pelayanan paripurna adalah pengelompokan pasien
(komperhensif) penyembuhan berdasarkan berat cideranya yang
penyakit (kuratif).Dan juga sebagai harus diprioritaskan ada tidaknya
pencegahan penyakit (preventif gangguan airway, breathing,
)kepada masyarakat (Leading circulation sesuai dengan sarana,
Practices in Emergency Departemen, sumberdaya manusia dan apa yang
2010). terjadi pada pasien (Siswo, 2015).
Instalasi Gawat Darurat Sistem triase yang sering digunakan
merupakan salah satu unit pelayanan dan mudah dalam pengaplikasiannya
di rumah sakit yang memberikan adalah START (simple triage and
pertolongan pertama dan sebagai jalan rapuid treatment) yang penilaiannya
pertama masuknya pasien dengan menggunakan warna. Warna merah
kondisi gawat darurat. Keadaan gawat menunjukkan prioritas tinggi yaitu
darurat adalah suatu keadaan klinis korban yang terancam jiwanya jika
dimana pasien membutuhkan tidak segera mendapatkan
pertolongan medis yang cepat untuk pertolongan pertama. Warna kuning
menyelamatkan nyawa dan kecacatan menunjukkan prioritas tinggi yaitu
lebih lanjut (UU RI No 44 tentang korban moderate dan emergent.
Rumah sakit, 2009). Data kunjungan Warna hijau yaitu korban gawat tetapi
Pasien ke IGD di Indonesia sebanyak tidak darurat meskipun kondisinya
4.402.205 pasien (Keputusan Mentri dalam keadaan gawat ia tidak
Kesehatan,2009). Pelayanan gawat memerlukan tindakan segera.
darurat di Provinsi jawa tengah Terakhir adalah warna hitam yaitu
mengalami peningkatan pada tahun korban yang sudah dalam keadaan
2016-2017 dari98,80% menjadi 100% meninggal (Ramsi, ID, ddk, 2014).
dengan berbagai banyak keluhan Label kuning merupakan salah
pasien yang beraneka ragam (Profil satu indicator warna yang digunakan
Kesehatan Provinsi Jateng, ketika mengidentifikasi, memilah dan
2018).Data kunjunganpasien di IGD menempatkan pasien pada kategori
rumahsakit di prioritas untuk mendapatkan
kabupatenKebumenpadatahun 2017 perawatan sesuai dengan tingkat
mencapai 23.645 kunjungan keparahan dalam system triase. Pada
(ProfilKesehatanProvinsiJateng, label kuning, perawatan pasien dapat
2017). ditunda dalam waktu kurang dari 30
Tindakan perawat di Instalasi menit. Warna kuning termasuk
Gawat Darurat dalam melakukan prioritas tinggi yaitu korban gawat
perawatan pasien harus bertindak dan darurat yang tidak dapat
cepat dan memilah pasien diumasukkan prioritas tertinggi (label
sesuaiprioritas, sehingga merah) maupun prioritas sedang
mengutamakan pasien yang lebih (label hijau) (Ramsi,2014). Pasien
prioritas dan memberikan waktu dengan criteria respirasi 10-30
value 0,024 lebih kecil dari 0,05 kemampuan dalam dan diluar
bahwa terdapap pengaruh antara sekolah dan berlangsung
pendidikan terhadap tingkat sepanjang hidup.Tingkat
kecemasan keluarga pasien pendidikan sangat mempengaruhi
yang dirawat diruang intensif kecemasan, karena tingkat
care RSUD provinsi NTB.Status pendidikan akan mempengaruhi
pendidikan yang rendah penggunaan koping. Hal ini
padaseseorang akan didukung oleh hasil Penelitian
menyebabkan mereka Gallo (1997), yang mendapatkan
lebihmudah mengalami bahwa tingkat pendidikan
kecemasan dibandingkan dengan membuat respon individu lebih
yang berpendidikan tinggi. baik terhadap kecemasan. Dapat
Pendidikan adalah usaha manusia disimpulkan bahwa tingkat
untuk menumbuhkan dan pendidikan rendah akan
mengembangkan potensi potensi cenderung lebih mengalami
rohani sesuai dengan nilai-nilai kecemasan karena pola adaptif
yang ada dalam masyarakat dan yang kurang terhadap hal yang
kebudayaan (Ihsan, 2012). baru dan mengakibatkan pola
Pendidikan merupakan koping yang kurang pula. Maka
salah satu faktor penting untuk semakin rendah tingkat
mendapatkan danmencerna pendidikan maka semakin tinggi
informasi secara lebih tingkat kecemasan, begitu pula
mudah(Videbeck, 2013). Tingkat sebaliknya.
pendidikan yangtinggi pada Hal ini juga didukung
seseorang akan membentuk penelitian yang dilakukan oleh
polayang lebih adaptif terhadap Umi (2012) tentang Faktor-faktor
kecemasan,sedangkan merekan yang mempengaruhi kecemasan
memiliki tingkat pendidikan pasien dalam tindakan
rendah cenderung kemoterapi di rumah sakit dr.
mengalamikecemasan karena moewardi surakarta hasilnya
kurang adaptif terhadaphal- hal kecemasan pasien antara
yang baru. Hal ini didukung pendidikan pasien dengan tingkat
dengan teori Gass dan Curiel kecemasan pasien menjalani
(2011) serta Feist(2009) dimana kemoterapi diperoleh koefisien
tingkat pendidikan yang r=-0,563 dengan nilai p sebesar
lebihtinggi memiliki respon 0,038. Arah korelasi
adaptasi yang lebih baik karena adalah„negatif‟ sehingga uji
respon yang diberikan korelasi bermakna „semakin
lebihrasional dan memengaruhi meningkat tingkat pendidikan
kesadaran dan pemahaman pasien maka ada kecenderungan
terhadap stimulus. tingkat kecemasan pasien
Menurut Tarwoto dan semakin menurun‟ dalam
Wartonah (2013), pendidikan menjalani kemoterapi. Hal ini
adalah salah satu usaha semakin dipekruat oleh
mengembangkan kepribadian dan penelitian yang dilakukan