Anda di halaman 1dari 3

Nama : Nur Ainun Azizah

Nim: P00320020028

Kelas : 1A keperawaran

Tugas 2 Farmakologi

1. Contoh kasus adverse drug event


Keselamatan pasien menjadi isu terkini dalam pelayanan kesehatan rumah sakit sejak tahun 2000
yang didasarkan atas makin meningkatnya kejadian yang tidak diharapkan (KTD) atau adverse event.
Adverse event merupakan suatu peristiwa yang dapat menyebabkan hal yang tak terduga atau tidak
diinginkan sehingga membahayakan keselamatan pengguna alat kesehatan termasuk pasien atau orang
lain. Klasifikasi adverse event adalah kejadian nyaris cedera (KNC), kejadian tidak cedera (KTC) dan
sentinel (kematian atau cedera). Contoh dari KTD seperti medication error, flebitis, dekubitus, infeksi
daerah operasi, dan pasien jatuh dengan cidera (Suhartono, 2013; Suryani et al., 2011)
WHO (World Health Organitation) tahun 2004 mengumpulkan angka-angka penelitian rumah sakit
di berbagai negara yaitu Amerika, Inggris, Denmark dan Australia dan ditemukan kejadian tidak
diharapkan (KTD) dengan rentang 3,2% –16,6%. Data tersebut menjadi pemicu di berbagai negara untuk
melakukan penelitian dan pengembangan sistem keselamatan pasien (Astuti, 2013). Kasus kejadian tidak
diharapkan (KTD) juga terjadi di Indonesia, yang tercermin dari studi yang dilakukan oleh Fakultas
Kedokteran Universitas Gadjah Mada antara tahun 2001-2003, menunjukkan tingkat kesalahan
pengobatan (medication error) di Indonesia cukup tinggi. Terdapat kesalahan pengobatan mencapai
angka 5,07%, sebanyak 0,25% berakhir fatal hingga kematian (Elrifda et al., 2011).

Contoh kasus
An. Az. di Rumah Sakit S, umur 3 tahun pada tanggal 20 Oktober 2018, pasien di rawat diruangan
melati Rs. S dengan diagnosa Demam kejang . Sesuai order dokter infus pasien harusdiganti dengan didrip
obat Penitoin namun perawat yang tidak mengikuti operan jaga langsungmengganti infuse pasien tanpa
melihat bahwa terapi pasien tersebut infusnya harus didrip obat penitoin. Beberapa menit kemudian
pasien mengalami kejang-kejang, untung keluarga pasien cepatmelaporkan kejadian ini sehingga tidak
menjadi tambah parah dan infusnya langsung diganti danditambah penitoin.B.
Dalam kasus ini terlihat jelas bahwa kelalaian perawat dapat membahayakan keselamatan
pasien.Seharusnya saat pergantian jam dinas semua perawat memiliki tanggung jawab untuk
mengikutioperan yang bertujuan untuk mengetahui keadaan pasien dan tindakan yang akan dilakukan
maupundihentikan. Supaya tidak terjadi kesalahan pemberian tindakan sesuai dengan kondisi pasien.Pada
kasus ini perawat juga tidak menjalankan prinsip 6 benar dalam pemberian obat. Seharusnya perawat
melihat terapi yang akan diberikan kepada pasien sesuai order, namun dalam hal ini perawattidak
menjalankan prinsip benar obat.Disamping itu juga, terkait dengan hal ini perawat tidak mengaplikasikan
konsep patient safetydengan benar, terbukti dari kesalahan akibat tidak melakukan tindakan yang
seharusnya dilakukanyang menyebabkan ancaman keselamatan pasien.

Sumber: Nursey, Septi Machelia Champaca. 2018 PENATALAKSANAAN ENAM SASARAN


KESELAMATAN PASIEN DALAM MENCEGAH ADVERSE EVENT DI RUMAH SAKIT. Jurnal Keperawatan Suaka
Insan(JKSI). Vol 3(2)
Contoh Kasus Korban Adverse Events (scribd.com)
2. Contoh kasus adverse drug reaction
Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh
infeksi virus Human Immunodeficiency Virus (HIV). Virus ini menyebabkan kerusakan atau penurunan
pada sistem kekebalan tubuh manusia (Thorp, 2008). Virus ini ditemukan dalam 2 bentuk utama yaitu
HIV-1, yang paling umum di seluruh dunia, dan HIV-2, yang paling umum di Afrika Barat (Dyke et al, 2006).
Jumlah penderita HIV/AIDS di dunia mengalami peningkatan. Hal ini dapat dilihat dari data
UNAIDS report pada akhir tahun 2012, yang menunjukkan terdapat 35,3 juta penderita HIV, dengan
perkiraan 32,1 juta orang dewasa dengan usia 15 - 49 tahun di seluruh dunia hidup dengan HIV.Data dari
Departemen Kesehatan (Depkes) triwulan Juli - September 2013, di Indonesia diperkirakan terdapat
118.792 orang dengan HIV positif. Di Kota Cirebon, Prevalensi (jumlah kasus dibagi jumlah penduduk
dikali 100 persen), penderita HIV AIDS menempati ranking pertama se-Jawa Barat (Anonim, 2013).
Kombinasi antiretroviral merupakan dasar pelaksanaan pemberian terapi antiretroviral terhadap
pasien HIV/AIDS, karena dapat mengurangi resistensi, menekan replikasi HIV secara efektif sehingga
penularan, infeksi oportunistik, dan komplikasi lainnya dapat dihindari serta meningkatkan kualitas dan
harapan hidup dari pasien HIV/AIDS. Terapi secara dini dapat melindungi sistem kekebalan tubuh dari
kerusakan oleh virus HIV (Montessori et al, 2004). Masalah yang muncul dari penggunaan obat
antiretroviral (ARV) salah satunya adalah munculnya reaksi obat yang tidak dikehendaki (adverse drug
reaction). Adverse drug reaction (ADR) adalah reaksi obat yang merugikan, timbul efek yang tidak
diinginkan pada dosis terapi. Beberapa adverse drug reaction yang sering muncul setelah penggunaan
obat antiretroviral (ARV) adalah mual, ruam, nyeri perut, hiperlaktasemia dan asidosis laktat, lipodistrofi,
hiperlipidemia, anemia atau neutropenia (Anonim, 2004). Penelitian McLigeyo dkk, Silva dan Alchieri,
menemukan terjadinya efek lipodistrofi karena penggunaan obat anti retroviral pada pengobatan
HIV/AIDS di Kenya dan Brazil (McLigeyo et al, 2012; Silva, 2013). Penelitian dari Qamariyah dkk (2012)
menyebutkan bahwa ADR yang sering terjadi pada penderita AIDS adalah keluhan nafsu makan yang
menurun (90%), sakit kepala (80%), sulit tidur (80%) dan mual (70%).
Penelitian Ramadian dan Riztriawan (2010) yang dilakukan di salah satu rumah sakit umum di
Jakarta menemukan terjadinya adverse drug reaction dari penggunaan antiretroviral berupa anemia,
mual, fatigue, rash (kulit kemerahan), neuropati, peningkatan enzim AST/ALT, hiperlaktat. Studi yang
dilakukan di Nigeria pada April 2009 – Desember 2010 menemukan ADR dari penggunaan terapi ARV yang
paling banyak terjadi adalah ruam kulit, neuropati perifer dan sakit kepala (Kenneth et al, 2013). Studi
yang dilakukan di Brazil pada tahun 2001 – 2003 menemukan ADR yang banyak terjadi adalah mual dan
muntah (Menezes et al, 2006). Studi yang dilakukan di Douala pada Januari 2003 – Desember 2009
menemukan terjadinya ADR neuropati perifer, sakit kepala, insomnia, gangguan gastrointestinal,
lipodistrofi dan anemia karena penggunaan terapi antiretroviral (Henry & Simon, 2012).
Farmasis memiliki peranan penting dalam keberhasilan suatu terapi. Salah satu tanggung jawab
profesi seorang farmasis adalah memberikan layanan kefarmasian yang berorientasi pada pasien, yang
disebut dengan pharmaceutical care (asuhan kefarmasian). Dalam terapi obat pasien, seorang farmasis
diharapkan dapat mengidentifikasi masalah-masalah yang berkaitan dengan penggunaan obat (Drug
Related Problems) baik yang telah terjadi atau yang berpotensi untuk terjadi. Dengan penurunan kejadian
adverse drug reaction (ADR) maka dapat meningkatkan kepatuhan penggunaan obat pada pasien
(Anonim, 2004).
RSUD Gunung Jati Cirebon merupakan rumah sakit tipe B Pendidikan. Sebagai salah satu rumah
sakit rujukan se-Wilayah III Cirebon bagi orang dengan HIV dan AIDS (ODHA), rumah sakit ini memiliki
fasilitas pelayanan obat anti retroviral. Pasien dengan HIV/AIDS memiliki ruang perawatan khusus yang
bernama Klinik Seroja. Pelayanan kesehatan terhadap pasien dengan obat anti retroviral di RSUD Gunung
Jati Cirebon dilaksanakan atas dasar Surat Keputusan Direktur RSUD Gunung Jati Cirebon, Nomor:
443.05/Kep.104-RSUD.GJ/2007, tanggal 8 Oktober 2007, tentang Pembentukan Kembali Tim
Penanggulangan AIDS di RSUD Gunung Jati Cirebon. Berdasarkan laporan perkembangan HIV/AIDS
triwulan II tahun 2012, jumlah pasien HIV/AIDS di RSUD Gunung Jati Cirebon adalah sebanyak 116 pasien
dewasa dan 6 pasien anak ( Anonim, 2012). Penelitian ini bertujuan melakukan analisis untuk mengetahui
data demografi pasien, jenis regimen ARV, lama terapi ARV, dan jenis adverse drug reaction (ADR) yang
terjadi pada pengobatan pasien HIV/AIDS di RSUD Gunung Jati Cirebon.

Sumber: Hidayat Nur Rahmi, Syamsudin Abdillah, Sesilia A. keban. 2016. Analisis Adverse Drug
Reactions Obat Anti Retroviral pada Pengobatan Pasien HIV/AIDS Di RSUD Gunung Jati Cirebon tahun
2013. Pharmaciana. Vol 6(1)

Anda mungkin juga menyukai