Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH GAWAT DARURAT

“TRIASE MENURUT ATS (AUSTRALASIAN TRIAGE SCALE)”

DISUSUN OLEH :

1. CHRISTINE BERLIAN C.Y


2. DEWI APRILIA
3. NADYA NURUL AWALIYAH
4. REZA FARTIKA
5. SISKA FEBRYANTI
6. SITI AGIL FADILAH
7. ROBBY RAHMADI
8. ZAIRA AYU SYAFITRI

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN


BERKALA WIDYA HUSADA
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.........................................................................................................................................2
KATA PENGANTAR............................................................................................................................3
BAB I....................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN.................................................................................................................................4
Latar Belakang Makalah....................................................................................................................4
Rumusan Masalah.............................................................................................................................5
Tujuan Penelitian...............................................................................................................................5
BAB II.....................................................................................................................................................6
PEMBAHASAN........................................................................................................................................6
Definisi Triase Menurut ATS.............................................................................................................6
Tujuan triase......................................................................................................................................6
Tujuan Triase.....................................................................................................................................6
Sistem triase......................................................................................................................................7
Prinsip triase......................................................................................................................................7
BAB III................................................................................................................................................15
PENUTUP...........................................................................................................................................15
A. Kesimpulan.................................................................................................................................15
B. Saran...........................................................................................................................................15
KATA PENGANTAR

Puji syukur diucapkan kehadirat Allah Swt. atas segala rahmat-Nya sehingga makalah
ini dapat tersusun sampai selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih terhadap
bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik
pikiran maupun materi.

Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini
bisa pembaca praktikkan dalam kehidupan sehari-hari.

Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam
penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman kami.
Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca
demi kesempurnaan makalah ini.

Depok, 22 Febuari 2024

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang Makalah


Triase pasien di pelayanan kesehatan kegawat daruratan menjadi perhatian khusus
dunia saat ini (Wolf et al, 2018). Triase adalah prosedur penting dalam Instalasi Gawat
Darurat (IGD) yang melibatkan pemilihan pasien berdasarkan prioritas (Phukubye,
2019). Tujuan dan fungsi triase adalah untuk mengidentifikasi pasien dengan kondisi
yang mengancam jiwa atau darurat (Aloyce et al, 2014). Triase akan mengurangi
waktu tunggu dan meningkatkan kualitas perawatan pasien (Afaya, 2017). Kesalahan
dalam penempatan kamar triase dapat merugikan pasien, termasuk keterlambatan
perawatan dan meningkatkan angka kematian di IGD (Ali,2013). Pelayanan kesehatan
kegawat daruratan merupakan hak asasi dan kewajiban yang harus diberikan kepada
setiap orang. Pemerintah dan segenap masyarakat bertanggung jawab dalam
pemeliharaan dan peningkatan kualitas pelayanan kesehatan kegawat daruratan
sebagai bagian utama dari pembangunan kesehatan dan memiliki system pelayanan
yang terstruktur (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2004). Menurut
Undang-Undang RI No. 44 Tahun 2009 pasal 1, Gawat Darurat adalah keadaan klinis
pasien yang membutuhkan tindakan medis segera guna penyelamatan nyawa dan
pencegahan kecacatan lebih lanjut. Instalasi Gawat Darurat (IGD) adalah suatu unit
pelayanan di rumah sakit yang memberikan pelayanan terhadap masyarakat yang
mengalami penyakit akut maupun yang mengalami trauma sesuai dengan standar yang
ditetapkan. Gawat darurat merupakan keadaan dimana pasien memerlukan
pemeriksaan medis segera dan apabila tidak dilakukan pemeriksaan akan berakibat
fatal bagi pasien tersebut (Kartikawati, 2011). Dengan waktu tunggu yang lama
berhubungan erat dengan kualitas triase dan kinerja pelayanan keperawatan di IGD
( Bukhari etal, 2014). IGD memiliki tujuan yaitu melakukan pelayanan kesehatan
secara optimal bagi pasien secara cepat dan tepat serta terpadu dengan penanganan
kegawat daruratan untuk mencegah kematian dan kecacatan (to save life and limb)
dengan waktu penanganan atau respon time selama lima menit dan waktu definitif
yang tidak lebih dari dua jam (Basoki dkk 2008, dalam Yanti dkk, 2011). Dalam
beberapa dekade terakhir, peningkatan frekuensi kunjungan IGD terjadi secara
signifikan di seluruh dunia (Tam HL, 2018). Berbagai laporan dari IGD menyatakan
adanya kepadatan (overcrowding) menyebabkan perlu adanya metode yang efektif
dan efisien dalam penanganan pasien (Shital et al, 2015). Hal ini menyebabkan IGD
mempunyai tekanan dan tanggung jawab besar dalam pengelolaan perawatan pasien
(Wolf et al, 2018). Ketepatan dalam menentukan kriteria triase dapat memperbaiki
prosedur pasien yang datang ke IGD, menjaga sumber daya unit agar dapat fokus
menangani kasus yang benar-benar gawat, dan mengalihkan kasus tidak gawat darurat
ke fasilitas kesehatan yang sesuai (Soontorn et al, 2018). Tekanan dan tanggung jawab
besar akan mempengaruhi kinerja semua petugas kesehatan di IGD (Sherafat A,
2019). Selain itu, fasilitas yang kurang memadai seperti bed pasien, alat-alat kesehatan
yang kurang, jumlah petugas yang kurang memadai serta kecakapan petugas dalam
menangani kasus pasien akan sangat berpengaruh dalam keberhasilan perawatan di
IGD (Ali etal, 2013).

Rumusan Masalah
1. Apa definisi triase ATS?
2. Apa yang dimaksud dengan triase ATS?
3. Apa tujuan triase ATS?

Tujuan Penelitian
1. Mengetahui definisi triase ATS
2. Mengetahui triase ATS dengan jelas
BAB II

PEMBAHASAN
Definisi Triase Menurut ATS
Australasian triage scale (ATS) adalah algoritma triage gawat darurat yang terdiri dari
lima tingkat yang terus dikembangkan di Australia, yang memiliki koefisien
keandalan gabungan adalah 0,428 (95% CI 0,340-0,509).

Triase sendiri berasal dari bahasa bahasa Prancis yaitu trier dan dalam bahasa Inggris
triage kemudian diartikan kedalam bahasa Indonesia yang berarti triase yang memiliki
arti sortir. Jadi triase merupakan suatu proses khusus yang memilah pasien
berdasarkan beratnya suatu cidera atau penyakit untuk menentukan jenis perawatan
atau tindakan gawat darurat. Triage atau triase juga bisa diartikan sebuah
pengelompokan penderita berdasarkan pada beratnya cidera yang dialami dan lebih
diprioritaskan dengan kondisi ada tidaknya ganguaan pada airway, breathing, dan
circulation pasien, dengan mempertimbangkan sarana, sumber daya manusia, dan
probalitas hidup pasien (Wijaya, 2019).

Triase juga memiliki arti sebagai proses dari menyeleksi pasien. Disini tugas perawat
dan dokter adalah bertanggung jawab agar jangan ada pasien yang tidak mendapat
perawatan (Mardalena, 2019).

Triage atau triase memiliki sistem klasifikasi untuk mengidentifikasi tipe pasien yang
memerlukan berbagai level untuk tindakan dan perawatannya. Prioritas pada
klasifikasi ini didasarkan pada pengetahuan, dari data yang tersedia, dan dari situasi
yang terbaru. Huruf atau angka yang sering digunakan dalam klasifikasi triage atau
triase ini adalah sebagai berikut (Dewi, 2011).

1. Prioritas 1 atau emergency


2. Prioritas 2 atau urgent
3. Prioritas 3 atau nonurgent

Tujuan triase

Tujuan dari triage atau triase sendiri adalah :


1. Mencari kondisi yang mengancam nyawa.
2. Mengutamakan pasien yang dilihat dari kondisi kekuatannya.
3. Setelah melakukan pengkajian kita harus menempatkan pasien sesuai dengan
keakutannya atau kegawatannya.
4. Mencari data yang lebih detail tentang keadaan pasien

Tujuan Triase
Tujuan triase menurut (Irman, dkk, 2020) antara lain:
1. Mengidentifikasi kondisi pasien
2. Menetapkan tingkat kegawatan pasien
3. Menetapkan prioritas Tindakan
4. Menempatkan pasien pada lokasi penanganan sesuai kondisi pasien
5. Mendapatkan data yang lengkap
6. Melakukan Tindakan penangana dengan tepat, cepat dan cermat

Sistem triase
Sistem Triase
Sistem triase digunakan untuk pasien yang benar-benar membutuhkan pertolongan
pertama, yakni pasien yang apabila tidak mendapatkan triase segera, dapat
menimbulkan trauma. Berikut empat sistem triase yang sering digunakan (Mardalena,
2016):

 Spot Check
Spot check adalah sistem yang digunakan untuk mengklasifikasi dan mengkaji pasien
dalam waktu dua sampai tiga menit.

 Triase Komprehensif
Sistem triase komprehensif adalah standar dasar yang telah didukung oleh Emergency
Nurse Association (ENA). Sistem ini menekankan penanganan dengan konsep ABC
(Airway control, Breathing support, Circulation support) ketika menghadapi pasien
gawat darurat. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, triage komprehensif
menekankan pada konsep ABC, A (airway control: jalan nafas), B(breathing support:
pernapasan), dan C (circulation support: sirkulasi). Sebenarnya ada tiga elemen lain
selain ABC, yaitu disability of neurity (D), expose (E), full-set of vital sign (F).
Namun demikian, penanganan yang sering digunakan dilapangan adalah penangan
ABC.
 Triage Two-tier
Triase two-tier merupakan Tindakan pertolongan pasien yang melibatkan dua orang
petugas, untuk dilakukan pengkajian lebih rinci. Selain triage two-tier, ada juga triage
bedside. Pasien yang dating langsung ditangani oleh perawat tanpa menunggu petugas
perawat lainnya.
 Triage Expended
Perawat melakukan pertolongan pertama dengan bidai, kompres, atau rawat luka.
Penanganan ini disertai dengan pemeriksaan diagnostik dan pemberian obat.

Prinsip triase
Prinsip Triase
Prinsip triase menurut (Irman, dkk, 2020) antara lain:
1. Triase harus dilakukan segera dan tepat waktu
2. Pengkajian triase harus adekuat, komprehensif dan akurat
3. Ketepatan dan akurasi menjadi kunci dalam proses triase
4. Keputusan triase didasarkan pada temuan pengkajian
5. Kemampuan berespon dengan cepat, tepat dan teliti memungkinkan dapat
menyelamatkan nyawa pasien
6. Informasi yang akurat dan adekuat mengefektifkan perawatan
7. Tindakan pertolongan berdasarkan keakutan, keluhan serta temuan klinis
8. Perawat harus bertanggung jawab pada proses triase
9. Meningkatkan kepuasan pasien
10. Pasien ditempatkan pada area perawatan yang benar dengan sarana pelayanan
yang menunjang
11. Penggunaan sumber daya yang efisien
12. Dokumentasi yang benar

Menurut (Oman, 2008) penilaian triase terdiri dari :


1. Primary survey prioritas (ABC) untuk menghasilkan prioritas I dan seterusnya.
2. Secondary survey pemeriksaan menyeluruh (Head to Toe) untuk menghasilkan
prioritas I, II, III,0 dan selanjutnya..
3. Monitoring korban akan kemungkinan terjadinya perubahan perubahan pada
(A,B,C) derajat kesadaran dan tanda vital lainnya. Perubahan prioritas karena
perubahan kondisi korban. Dalam menangani pasien di IGD, perawat harus
melaksanakan triase sesuai dengan protap pelayanan triase agar penanganan pasien
tidak terlalu lama.
Klasifikasi Triase
Penggolongan atau sistem klasifiksi triage dibagi menjadi beberapa level perawatan.
Level keperawatan didasarkan pada tingkat prioritas, tingkat keakutan, dan klasifikasi
triage (Mardalena, 2016).
Berikut kelima klasifikasi secara lengkap:
1. Klasifikasi Kegawatan Triase
Klasifikasi triase menjadi tiga prioritas. Ketiga prioritas tersebut adalah emergency,
urgent dan nonurgent. Pertimbangan yang dilakukan didasarkan pada keadaan fisik,
psikososial, dan tumbuh kembang. Termasuk, mencakup segala bentuk gejala ringan,
gejala berulang, atau gejala peningkatan. Berikut klasifikasi pasien dalam sistem
triase.
a. Gawat Darurat (Prioritas 1: P1)
Gawat darurat merupakan keadaan yang mengancam nyawa, dimana pasien
membutuhkan tindakan segera. Jika tidak diberi tindakan pasien akan mengalami
kecacatan. Kemungkinan paling fatal, dapat menyebabkan kematian (Wijaya, 2010).
Kondisi gawat darurat disebabkan adanya gangguan ABC
Dapat dan atau mengalami beberapa gangguan lainnya. Gangguan ABC meliputi jalan
napas, pernapasan, dan sirkulasi. Adapun kondisi gawat darurat yang dapat berdampak
fatal, seperti gangguan cardiacarrest, trauma mayor dengan pendarahan, dan
mengalami penurunan kesadaran.
b. Gawat Tidak Darurat (Prioritas 2: P2)
Klasifikasi yang kedua, kondisi gawat tidak darurat. Pasien yang memiliki penyakit
yang mangancam nyawa, namun keadaannya tidak memerlukan tindakan gawat
darurat dikategorikan di prioritas dua. Penanganan ini bisa dilakukan dengan tindakan
resusitasi. Selanjutnya, tindakan dapat diteruskan dengan memberikan rekomendasi ke
dokter spesialis sesuai penyakitnya. Pasien yang termasuk di kelompok P2 antara lain
penderita kanker tahap lanjut. Misalnya kanker serviks, sickle cell, dan banyak lagi,
dan banyak penyakit yang sifatnya mengancam nyawa namun masih ada waktu
penanganan.
C. Darurat Tidak Gawat (Prioritas 3: P3)
Ada situasi dimana pasien mengaami kondisi seperti P1 dan P2. Namun, ada kondisi
pasien darurat tidak gawat. P3 memilki penyakit yang tidak mengancam nyawa,
namun memerlukan tindakan darurat. Jika pasien P3 dalam kondisi sadar dan tidak
mengalami gangguan ABC, maka pasien dapat ditindaklanjuti ke poliklinik. Pasien
dapat diberi terapi definitif, laserasi, otitis media, fraktur minor atau tertutup,dan
sejenisnya.
d. Tidak Gawat Tidak Darurat (Prioritas 4: P4)

Klasifikasi triase ini adalah yang paling ringan di antara triase lainnya. Pasien yang
masuk ke kategori P4 tidak memerlukan tindakan gawat darurat. Penyakit P4 adalah
penyakit ringan. Misalnya, penyakit panu,flu,batuk pilek, dan gangguan seperti
demam ringan.

2. Klasifikasi Tingkat Prioritas


Klasifikasi triase dari tingkat keutamaan atau prioritas, dibagi menjadi empat kategori
warna.
a. Warna Merah
Warna merah digunakan untuk menandai pasien yang harus segera ditangani atau
tingkat prioritas pertama. Warna merah menandakan bahwa pasien dalam keadaan
mengancan jiwa yang menyerang bagian vital. Pasien dengan triase merah
memerlukan tindakan bedah dan resusitasi sebagai langkah awal sebelum dilakukan
tindakan lanjut, seperti operasi atau pembedahan. Pasien bertanda merah, jika tidak
segera ditangani bisa menyebabkan pasien kehilangan nyawanya.
b. Warna Kuning
Pasien yang diberi tanda kuning juga berbahaya dan harus segera ditangani. Hanya
saja, tanda kuning menjadi tingkat prioritas kedua setelah tanda merah. Dampak jika
tidak segera ditangani, akan mengancam fungsi vital organ tibuh bahkan mengancam
nyawanya.

c. Warna Hijau
Warna hijau merupakan tingkat prioritas ketiga. Warna hijau mengisyaratkan bahwa
pasien hanya perlu penanganan dan pelayanan biasa. Dalam artian, pasien tidak dalam
kodisi gawat darurat dan tidak dalam kondisi terancan nyawanya. Pasien yang diberi
prioritas warna hijau menandakan nahwa pasien hanya mengalami luka ringan atau
sakit ringan, misalnya luka supervisial.

d. Warna Hitam
Warna hitam digunakan untuk pasien yang memiliki kemungkinan hidup sangat kecil.
Biasanya, pasien yang mengalami luka atau penyakit parah akan diberikan tanda
hitam. Tanda hitam juga digunakan untuk pasien yang belum ditemukan cara
menyembuhkannya. Salah satu hal yang dapat dilakukan untuk memperpanjang
nyawa pasien adalah dengan terapi suportif. Warna hitam juga diberikan kepada
pasien yang tidak bernapas setelah dilakukan intervensi live saving.

3. Klasifikasi Berdasarkan Tingkat Kedaruratan Triase


Klasifikasi berdasarkan tingkat kedaruratan triase memiliki arti penting sebagai proses
mengkomunikasikan kegawatdaruratan di IGD. Perawat melakukan kajian dan
mengumpulkan data secara akurat dan konsisten. Ada dua cara yang biasa dilakukan.
Pertama, secara validitas. Validitas merupakan tingkat akurasi sistem kedaruratan.
Validitas dilakukan untuk mengetahui tingkatan triase dan membedakan tingkat
kedaruratan sesuai standard. Kedua, reliabilitas, perawat yang menangani pasien sama
dan menentukan tingakat kedaruratan yang sama pula. Kedua cara tersebut sering
digunakan untuk menganalisi dan menentukan kebijakan untuk pasien yang dirawat di
IGD.
4. Klasifikasi Berdasarkan Tingkat Keakutan
a. Kelas I
pasien yang masih mampu menunggu lama tanpa menyebabkan bahaya dan tidak
misalnya, pasien mengalami memar minor.

b. Kelas II
Pasien termasuk kelas dua adalah penyakit ringan, yang tidak membahayakan diri
pasien. Misalnya flu, demam biasa, atau sakit gigi.

c. Kelas III
Pasien yang berada dikelas III, pasien berada dalam kondisi semi mendesak. Pasien
tidak mampu menunggu lebih lama. Pasien hanya mampu menunggu kurang lebih
selama dua jam sebelum pengobatan. Misalnya pasien yang mengalami otitis media.

d. Kelas IV
Adapun pasien yang tidak mampu menahan kurang dari dua jam dikategorikan pasien
kelas IV. Pasien hanya mampu bertahan selama pengobatan, sebelum ditindaklanjuti.
Pasien kelas IV ini termasuk urgen dan mendasar. Misalnya, pasien penderita asma,
fraktur panggul, laserasi berat.

e.Kelas V
Pasien yang berada di kelas V adalah gawat darurat. Apabila pasien diobati terlambat,
dapat menyebabkan kematian, yang termasuk kelas V adalah syok, henti jantung dan
gagal jantung.

5.Klasifikasi Berdasarkan Lokasi Kejadian


a. Triase Pre-Hospital
Triase pre-hospital atau pra rumah sakit merupakan Tindakan penyelamatan pasien
yang telah mengalami gangguan medical ataupun trauma. Triase pre hospital menurut
(Irman, dkk, 2020), sangat penting untuk pasien karena setidaknya pasien memiliki
kesempatan memperoleh perawatan dan fasilitas medis terdekat. Triage pre- hospital
sering terlihat pada kejadian bencana atau musibah massal. Triase ini dilakukan
dengan tujuan penyelamatan korban sebanyak mungkin dengan sumber daya yang
terbatas. Triase yang sering digunakan pada situasi ini yaitu Metode Simple Triage
and Rapid Treatment (START). Metode START digunakan oleh penolong pertama
yang bertugas memilah pasien pada korban bencana dalam waktu 30 detik dengan
melakukan pemeriksaan primer yaitu: Respirasi, Perfusi (mengecek nadi radialis)
dan status mental.
Tugas utama penolong yaitu memeriksa pasien secepat mungkin dan memilah serta
memprioritaskan berdasrkan berat ringannya trauma/cedera, selanjutnya pasien diberi
label agar mudah dikenali oleh penolong lain saat tiba di lokasi bencana.
b. Triase In-Hospital
Menurut (Irman, dkk, 2020) ada 3 tipe umum dalam system triage in hospital:
1) Traffic Director atau Non-Nurse
Traffic Director ini dilakukan oleh petugas yang tidak berijazah, petugas triase
melakukan pengkajian minimal dan terbatas pada keluhan utama melalui pendataan
visual, tidak ada dokumentasi, tidak menggunakan protoko, tidak terdapat standar
operasional prosedur baku yang dijadikan intervensi oleh petugas.
2) Spot Check Triage
Spot Check Triage dilakukan oleh petugas professional seperti perawat atau dokter.
Pengkajian dilakukan secara cepat termasuk riwayat kesehatan juga dikaji, terutama
yang berhubungan dengan keluhan utama. Evaluasi yang dilakukan terbatas dan
bertujuan untuk meyakinkan bahwa pasien yang lebih serius atau cedera mendapat
perawatana wal.
3) Comprehensive Triage
Comprenhesive Triage dilakukan oleh petugas atau perawat atau dengan Pendidikan
yang sesuai dan berpengalama, sudah memiliki standarisasi kemampuan dan pelatihan
yang cukup, kategori prioritas dan protokol standar tertulis dengan lengkap untuk
proses termasuk tes diagnostik.

Jenis-jenis Triase
Menurut (Addiarto, W. dan Wahyusari, S., 2018) yang terdiri dari:
1. Triase di tempat (triase satu)
Merupakan pemilihan korban bencana yang dilakukan di tempat korban ditemukan
atau pada tempat penampungan yang dilakukan oleh tim pertolongan pertama atau
tenaga Kesehatan gawat darurat. Triase di tempat mencakup pemeriksaan,
klasifikasi, pemberian tanda dan pemindahan korban ke pos medis lanjutan.
2. Triase medis (triase dua)
Triase ini dilakukan saat korban memasuki pos medis lanjutan oleh tenaga medis
yang berpengalaman (sebaiknya dipilih dari perawat atau dokter yang dengan
pelatihan PPGD). Tujuan triase medis adalah menentukan tingkat perawatan yang
dibutuhkan oleh korban.

3. Triase evakuasi (triase tiga)


Merupakan triase yang dilakukan tenaga kesehatan di pos medis lanjutan dengan
berkonsultasi dengan Pos Komando dan Rumah Sakit tujuan berdasarkan kondisi
korban, yang mana akan membuat keputusan korban mana yang harus dipindahkan
terlebih dahulu, rumah sakit tujuan, jenis kendaraan dan pengawalan yang akan
dipergunakan.

Kategori Tingkat Triase


Kategori tingkat triase menurut (Irman, dkk, 2020) antara lain:
1. Triase dua tingkat
Dalam sistem triase dua tingkat, pasien dikategorikan sakit atau tidak sakit. Pasien
sakit memerlukan perawatan darurat dengan kondisi yang membahayakan nyawa,
tubuh, dan organ sedangkan pasien yang tidak sakit, tidak menunjukkan tanda-
tanda yang serius, bisa menunggu jika perawatan sedikit tertunda.

2. Triase tiga tingkat


Pada skala ini ada penambahan level yaitu tingkat 1 yang berarti gawat darurat
tertinggi dari tingkat 5 untuk pasien dengan kondisi yang ringan. ACEP dan ENA
merekomendasika sistem triase ini, seperti pada:
a. Canadian Triage and Aculty Scale (CTAS) merupakan sistem tingkatan triase
yang diadopsi dari Kanada. Sekelompok dokter dan perawat di Kanada
mengembangkan skala akuitas dan triase 5 tingkat.
b. Emergency Severity Index (ESI)
Sistem tingkatan triase yang diadopsi dari Amerika Serikat. Sistem ini mewajibkan
perawat memiliki sertifikat atau pernah mengikuti pelatihan triase.
Pasien dikategorika dalam ESI 1 sampai ESI 5 sesuai kondisi pasien ketersediaan
sumber daya rumah sakit. ESI tidak mempertimbangkan diagnosis pada penentuan
kategori dan tidak ada batas waktu kapan dokter menemui pasien.
c. Australian Triage Scale (ATS)
Sistem tingkatan triase yang diadopsi dari Australia. Skala triase ini banyak
digunakan di IGD rumah sakit Australis. Perhitungan waktu dimulai sejak pasien
tiba pertama kali tiba di IGD, pemeriksaan tanda- tanda vital dilakukan hanya jika
perawat mengambil keputusan tingkat kedaruratan triase. Selain itu, proses triase
meliputi pemeriksaan kondisi kegawatandaruratan secara menyeluruh.

d. Manchester Triage System (MTS)


Sistem tingkatan triase yang diadopsi dari Inggris. Sistem ini pada tiap
tingkatannya diberi nama, nomor dan warna sebagai pedoman perawat dalam
memberikan perawatn kepada pasien. Perawat menanyakan kepada pasien dan
jawaban dari pasien menunjukan tingkat kegawatdaruratan pasien.
Merupakan pemilihan korban bencana yang dilakukan di tempat korban ditemukan
atau pada tempat penampungan yang dilakukan oleh tim pertolongan pertama atau
tenaga Kesehatan gawat darurat. Triase di tempat mencakup pemeriksaan,
klasifikasi, pemberian tanda dan pemindahan korban ke pos medis lanjutan.
2. Triase medis (triase dua)
Triase ini dilakukan saat korban memasuki pos medis lanjutan oelh tenaga medis
yang berpengalaman (sebaiknya dipilih dari perawat atau dokter yang dengan
pelatihan PPGD). Tujuan triase medis adalah menentukan tingkat perawatan yang
dibutuhkan oleh korban.
3. Triase evakuasi (triase tiga)
Merupakan triase yang dilakukan tenaga kesehatan di pos medis lanjutan dengan
berkonsultasi dengan Pos Komando dan Rumah Sakit tujuan berdasarkan kondisi
korban, yang mana akan membuat keputusan korban mana yang harus dipindahkan
terlebih dahulu, rumah sakit tujuan, jenis kendaraan dan pengawalan yang akan
dipergunakan.
Setiap tingkat triase mewakili beberapa keluhan dari pasien Triase yang dilakukan
oleh perawatn harus berdadarkan ilmu dan pengalaman tentang proses pemilihan
pasien berdasarkan tingkat kegawat daruratannya. Dalam melaksanakan proses
triase, perawat mengambil keputusan tentang: seberapa lama pasien dapat
menunggu tindakan sebelum perawat melakukan pengkajian secara komprehensif
dan seberapa lama pasienn dapat menunggu untuk selanjutnya dapat diperiksa
dokter yang merawatnya.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
System triage ini digunakan untuk menentukan prioritas penanganan kegawat
daruratan sehingga perawat dapat cepat, tepat dan maksimal memberikan
pertolongan pada pasien yang paling prioritas yaitu pasien yang sangat
mengancam jiwanya.
Tujuan utama adalah untuk mengidentifikasi kondisi mengancam nyawa. Tujuan
triage selanjutnya adalah untuk menetapkan tingkat atau derajat kegawatan yang
memerlukan pertolongan kedaruratan. Sistem triage dikenal dengan system kode 4
warna yang diterima secara internasional. Merah menunjukan perioris tinggi
perawatan atau pemindahan, Kuning menandakam perioritas sedang, hijau
digunakan untuk pasien rawat jalan, dan hitam untuk kasus kematian atau pasien
menjelang ajal. Perawat harus mampu mampu mengkaji dan menggolongkan
pasien dalam waktu 2 - 3 menit.

B. Saran
Setelah mempelajari Perkembangan Triage modern yang salah satunya Triage
Emergency severity Indexs (ESI) dalam system pelayanan kegawatdaruratan,
diharapkan dapat mengambil manfaat untuk bahan pembelajaran penulis dan
pembaca. Kurang lebihnya kami meminta kritik serta saran yangmembangun untuk
memperbaiki karya tulis ilmiah kami

Anda mungkin juga menyukai