Anda di halaman 1dari 78

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Rumah Sakit adalah sebuah institusi perawatan kesehatan profesional yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna dengan menyediakan
pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat, dimana pelayanannya disediakan oleh
dokter, perawat, dan tenaga ahli kesehatan lain (UU No.44 tahun 2009). Rumah sakit sebagai
salah satu institusi pelayanan kesehatan memiliki fungsi penting dalam meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat sehingga dituntut untuk selalu meningkatkan mutu pelayanan yang
diberikan. Dalam hal ini semua pihak di dalam rumah sakit saling terkait satu sama lain, mulai
dari manajer, para dokter, dan profesional lainnya serta staf pada umumnya.
Pemerintah, organisasi profesi dan organisasi kemasyarakatan, serta masyarakat luas
perlu turut mengambil peran, karena peningkatan mutu pelayanan di rumah sakit akan
meningkatkan derajat kesehatan bangsa. Pemerintah telah menetapkan UU tentang
Perlindungan Konsumen dan hasil amandemen ke dua UUD 1945 pasal 28H ayat I sehingga
menimbulkan kesadaran masyarakat sebagai penerima jasa pelayanan kesehatan untuk
mendapatkan hak terhadap jaminan mutu pelayanan kesehatan. Kepercayaan masyarakat
terhadap mutu pelayanan kesehatan dapat ditingkatkan dengan adanya status terakreditasi
karena standar-standar yang ditetapkan dalam akreditasi dibuat untuk memenuhi hak-hak
pasien.
Pengaturan penyelenggaraan rumah sakit (seperti yang terdapat dalam UU No.44
tahun 2009) diantaranya bertujuan untuk memberikan perlindungan terhadap keselamatan
pasien, masyarakat, lingkungan rumah sakit dan sumber daya manusia di rumah sakit, serta
meningkatkan mutu dan mempertahankan standar pelayanan rumah sakit. Terkait dengan
tujuan ini, maka isu penyelenggaraan pelayanan rumah sakit yang berkembang dewasa ini
diarahkan terhadap keselamatan pasien (patient safety).
Menurut WHO rumah sakit merupakan suatu organisasi sosial terintegrasi yang
berfungsi menyediakan pelayanan kesehatan yang lengkap bagi masyarakat. Pelayanan
tersebut dapat berupa pelayanan kuratif, promotif, preventif, dan rehabilitatif. Bisnis utama
rumah sakit adalah pelayanan klinik (pelayanan medis, keperawatan dan penunjang medik).
Karena itu penting untuk menjaga mutu/kualitas layanan yang menjadi indikator penting
dalam menilai baik-buruknya rumah sakit yang merupakan salah satu pilar good clinical
governance.
Berdasarkan UU No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit, Peraturan Menteri
Kesehatan No. 659 tahun 2009 tentang Rumah Sakit Indonesia Kelas Dunia, dan SK Menteri
Kesehatan No. 1195 Tahun 2010 tentang Lembaga Akreditasi Rumah Sakit Bertaraf
Internasional menunjukkan bahwa pemerintah tengah melakukan penyempurnaan akreditasi
rumah sakit menuju akreditasi internasional yaitu JCI (Joint Commission International). JCI
adalah suatu organisasi yang independent, nonprofit, dan bukan lembaga pemerintahan yang
berpusat di Amerika Serikat dan merupakan divisi dari Joint Commission
Resources (JCR) cabang dari The Joint Commission. Perbaikan demi perbaikan
dalam mutu pelayanan kesehatan harus dilakukan untuk mendapatkan akreditasi tersebut,
dimulai dari input dalam sistem (yaitu SDM, sarana prasarana, dan sebagainya), proses
berupa komunikasi yang mendukung pencapaian akreditasi, hingga akhirnya mendapatkan
status terakreditasi internasional. Fokus dari akreditasi JCI adalah patient safety yang
tertuang dalam chapter JCI yang utama yaitu International Patient Safety Goal (IPSG).
Patient safety merupakan prioritas utama dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan yang
menjadi tanggung jawab bersama seluruh profesi yang ada di pelayanan kesehatan dan
terkait dengan isu mutu dan citra rumah sakit. Patient safety rumah sakit adalah suatu sistem
yang mencegah terjadinya Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) akibat tindakan yang
dilakukan atau bahkan tidak dilakukan oleh tenaga medis maupun non medis. Sistem
tersebut meliputi: assessment resiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan
dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan
tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya resiko (Depkes,
2008).
Di rumah sakit terdapat berbagai macam obat, prosedur dan tes, serta alat kesehatan
dengan teknologi cangggih yang jumlahnya tidak sedikit. Pelayanan kesehatan yang
diberikan oleh tenaga profesi dan non profesi semakin kompleks seiring dengan
berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal tersebut memungkinkan terjadinya
Kejadian Tidak Diharapkan – KTD (Adverse Event) bila kompleksitas tersebut tidak dikelola
dengan baik.
Perawat sebagai tenaga kesehatan yang jumlahnya terbesar di rumah sakit (sebesar
40–60 %) memiliki jobdesc yang dituntut untuk selalu menerapkan IPSG sehingga memiliki
peran kunci dalam menentukan keberhasilan akreditasi JCI. Sikap perawat dalam
mendukung penerapan IPSG sangat diutamakan untuk menjamin keselamatan pasien.
Asuhan keperawatan memiliki peran yang sangat penting dalam mencegah KTD yang terjadi
pada pasien dan lingkungan keperawatan. Jasa perawat dibutuhkan selama 24 jam oleh
pasien sehingga memiliki waktu kontak paling banyak dibanding tenaga kesehatan lain
untuk berhubungan dengan pasien.
Pada tahun 2000 Institute of Medicine di Amerika Serikat meneliti bahwa dari 33,6
juta pasien rawat inap terdapat 44.000 sampai 98.000 orang meninggal akibat medical error
dan adverse event tindakan medis setiap tahunnya. Publikasi WHO pada tahun 2004,
mengumpulkan angka-angka penelitian rumah sakit di berbagai negara: Amerika, Inggris,
Denmark, dan Australia, ditemukan KTD dengan rentang 3,2 – 16,6% (Depkes,2008). Di
Amerika Serikat, medication error terjadi pada sekitar 1,5 juta orang yang menyebabkan
kematian pada beberapa ribu orang tiap tahunnya dan mengeluarkan biaya sekitar $ 3,5 juta.
Dari hasil survei internasional lima negara yang dilakukan oleh Communio Lectures,
Ramsay Health Care Clinical Governance Unit tahun 2002, pada pasien dewasa yang sakit
dan dirawat menunjukkan 19% percaya bahwa suatu kesalahan telah dibuat, 11% percaya
terjadi kesalahan obat atau dosis, dan 13% percaya bahwa masalah kesehatan yang serius
diderita disebabkan oleh kesalahan dalam pelayanan atau perawatan (Gusti, 2010). Di
Indonesia data tentang KTD apalagi Kejadian Nyaris Cedera (Near Miss) masih langka
(Depkes, 2008). Berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh Ramsay Health Care Clinical
Governance Unit tahun 2005 di bidang keperawatan di suatu rumah sakit swasta di
Indonesia, dari total sampel 236 tenaga keperawatan di rawat inap, sekitar 57 orang (24%)
melakukan kesalahan pemberian obat (Gusti, 2010). Data-data di atas menunjukkan bahwa
banyaknya masalah patient safety yang seharusnya dapat dicegah dengan penerapan chapter
IPSG dalam akreditasi JCI.
Instalasi Gawat Darurat (IGD) adalah salah satu bagian di rumah sakit yang
menyediakan penanganan awal bagi pasien yang menderita sakit dan cedera, yang dapat
mengancam kelangsungan hidupnya. Tujuan dari pelayanan gawat darurat secara umum,
yaitu: mencegah kematian dan kecacatan pada penderita gawat darurat hingga dapat hidup dan
berfungsi kembali dalam masyarakat sebagaimana mestinya, menerima rujukan/merujuk
penderita gawat darurat melalui sistem rujukan untuk memperoleh penanganan yang lebih
memadai, melakukan pertolongan korban musibah massal dan bencana yang terjadi di
dalam maupun di luar rumah sakit.
Pelayanan di IGD merupakan salah satu ujung tombak pelayanan kesehatan di sebuah
rumah sakit. Pelayanan kegawatdaruratan memerlukan penanganan secara terpadu dari
multi disiplin dan multi profesi termasuk pelayanan keperawatan. Pelayanan
kegawatdaruratan saat ini sudah diatur dalam suatu sistem yang dikenal dengan Sistem
Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT) baik SPGDT sehari- hari (SPGDT-S)
dan akibat bencana (SPGDT-B). Sebagai bagian integral pelayanan kegawatdaruratan,
pelayanan keperawatan mengutamakan akses pelayanan kesehatan bagi korban dengan
tujuan untuk mencegah dan mengurangi angka kesakitan, kematian dan kecacatan.
Rumah Sakit Dr.Hasan Sadikin Bandung sebagai Rumah Sakit Pendidikan dan rumah
Sakit Utama Rujukan di Jawa Barat memiliki Instalasi Gawat Darurat. Jumlah pasien di
IGD RSUP Dr Hasan Sadikin Bandung dari bulan September-Nopember 2013 adalah
sebanyak 12.094 dengan rata-rata perbulan 4031 dan rata-rata perhari 133 pasien,
berdasarkan informasi dari petugas di IGD RSUP Dr Hasan Sadikin penyediaan alat
kesehatan tidak sesuai dengan proses pengajuan yang sudah diajukan sesuai standar.
IGD RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung berperan dalam memberikan pelayanan
gawat darurat yang cepat, tepat dan cermat dan terjangkau sesuai kebutuhan masyarakat,
menyiapkan fasilitas sumber daya manusia yang terampil dan bermutu dalam melakukan
pelayanan gawat darurat, meningkatkan mutu tenaga pelayanan khusus gawat darurat secara
berkesinambungan, dan berpartisipasi dalam melaksanakan penelitian di bidang gawat
darurat.
IGD bertugas menyelenggarakan pelayanan medis pasien gawat darurat yaitu pasien
dengan ancaman kematian dan perlu pertolongan segera (critically ill patient), pasien yang
tidak ada ancaman kematian tetapi perlu pertolongan segera (emergency patient) dan
pelayanan pasien tidak gawat tidak darurat yang datang ke IGD selama 24 jam terus
menerus; mengelola pelayanan khusus siaga bencana dan pelayanan medis saat bencana; dan
bersama dengan bagian pendidikan & penelitian mengelola pelatihan penanganan pasien
gawat darurat.
1.2 TUJUAN
1.2.1. Tujuan Umum
Setelah melakukan praktek tata kelola klinik selama 10 hari, mahasiswa Magister
Keperawatan Kritis mampu melakukan kajian situasi dan usulan pemecahan masalah
pada tata kelola klinis di IGD sesuai dengan konsep patient safety dan langkah-langkah
manajemen keperawatan.
1.2.2. Tujuan Khusus
Setelah melakukan praktek aplikasi tata kelola klinik selama 10 hari,
mahasiswa Magister Keperawatan Kritis mampu:
1.2.2.1. Melakukan kajian situasi di IGD dengan pendekatan pilar clinical governence
manajemen resiko klinis (patient safety) difokuskan pada IPSG
1.2.2.2. Menyusun pengelolaan di IGD dengan pendekatan pilar clinical governence
manajemen resiko klinis (patient safety) difokuskan pada IPSG
1.2.2.3. Melaksanakan pengelolaan di IGD dengan pendekatan pilar clinical
governence manajemen resiko klinis (patient safety) difokuskan pada IPSG

1.3 METODE PENULISAN


Penyusunan makalah ini menggunakan metode pendekatan observasi aktif,
penyebaran kuesioner, dan wawancara kepada penyelia, kepala ruangan, staf perawat, dan
staf administrasi di IGD RSHS; studi dokumentasi; dan studi literatur.

1.4 SISTEMATIKA PENULISAN


Sistematika penulisan makalah ini terdiri dari BAB I PENDAHULUAN; latar
belakang, tujuan penulisan, metode penulisan dan sistematika penulisan. BAB II KAJIAN
PUSTAKA; Manajemen Risiko dan Patient Safety, Konsep Instalasi Gawat Darurat, BAB III
KAJIAN SITUASI, BAB IV ANALISA DATA, PERENCANAAN DAN PELAKSANAAN
KEGIATAN BAB V SIMPULAN DAN SARAN.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1. MANAJEMEN RISIKO DAN PATIENT SAFETY

2.1.1. MANAJEMEN RISIKO


Manajemen risiko (risk management) adalah keseluruhan proses mengenai identifikasi
bahaya (hazards identification), penilaian risiko (risk assessment), dan menentukan
pengendaliannya (risk control) (Ramli, 2010). Mengelola risiko harus dilakukan secara
komprehensif melalui pendekatan manajemen risiko sebagaimana terlihat dalam Risk
Management Standard AS/NZS 4360 (Ramli, 2010), yang meliputi:
1. Penentuan Konteks
Penentuan konteks diselaraskan dengan visi dan misi organisasi serta sasaran yang
ingin dicapai dan lebih lanjut ditetapkan pula kriteria risiko yang sesuai bagi organisasi.
2. Identifikasi Risiko
OHSAS 18001 mensyaratkan prosedur identifikasi bahaya dan penilaian risiko terdiri
dari factor internal organisasi dan eksternal organisasi, antara lain individu, barang dan
jasa, kegiatan proses, dan kondisi lingkungan.
3. Penilaian Risiko (Analisa Risiko dan Evaluasi Risiko)
Setelah melakukan identifikasi bahaya dilanjutkan dengan penilaian risiko yang
bertujuan untuk mengevaluasi besarnya risiko serta skenario dampak yang akan
ditimbulkannya. Penilaian risiko digunakan sebagai labgkah saringan untuk menentukan
tingkat risiko ditinjau dari kemungkinan kejadian (likehood) dan keparahan yang dapat
ditimbulkannya (severity).

Tabel 1. Contoh kategori kemungkinan terjadinya risiko (likehood) secara kualitatif (Ramli, 2010)

Tingkat Uraian Contoh Rinci


A Hampir pasti Dapat terjadi setiap saat dalam kondisi
terjadi normal.
B Sering terjadi Terjadi beberapa kali dalam periode waktu
tertentu.
C Dapat terjadi Risiko dapat terjadi namun tidak sering.
D Kadang- Kadang-kadang terjadi.
kadang
E Jarang sekali Dapat terjadi dalam keadaan tertentu.

4. Pengendalian Risiko
a. Eliminasi
Eliminasi adalah teknik pengendalian dengan menghilangkan sumber bahaya.
b. Substitusi
Substitusi adalah teknik pengendalian bahaya dengan mengganti alat, bahan, system
atau prosedur yang berbahaya dengan yang lebih aman atau lebih rendah bahayanya.
c. Pengendalian teknis
Sumber bahaya biasanya berasal dari peralatan atau sarana teknis yang ada di
lingkungan kerja. Karena itu, pengendalian bahaya dapat dilakukan melalui perbaikan
pada desain, penambahan peralatan, dan pemasangan peralatan pengamanan.
d. Pengendalian administrative
Pengendalian bahaya dapat dilakukan secara administrative misalnya dengan mengatur
jadwal kerja, istirahat, cara kerja, atau prosedur kerja yang lebih aman, rotasi, atau
pemeriksaan kesehatan.
e. Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)
Pilihan terakhir untuk mengendalikan bahaya adalah dengan memakai alat pelindung
diri misalnya pelindung kepala, sarung tangan, pelindung pernafasan (respirator atau
masker), pelindung jatuh, dan pelindung kaki. Hal ini disebabkan karena alat
pelindung diri bukan untuk mencegah kecelakaan (reduce likehood) namun hanya
sekadar mengurangi efek atau keparahan kecelakaan (reduce consequences).

2.1.2. PATIENT SAFETY


Patient safety merupakan masalah kesehatan global yang serius. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa di negara maju satu dari sepuluh pasien yang mendapatkan cidera selama
mendapatkan perawatan di rumah sakit. Patient Safety adalah bebas bagi pasien dari
harm/cedera (penyakit, cedera fisik, psikologis, social, penderitaan, cacad, kematian dll) yang
tidak seharusnya terjadi atau cedera yang potensial, terkait dengan pelayanan kesehatan.
Sistem tersebut meliputi: assessment risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang
berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisa insiden, kemampuan belajar dari
insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko.
System tersebut diharapkan dapat mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh
kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak melakukan tindakan yang
seharusnya dilakukan.
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1691/Menkes/Per/VIII/2011 Tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit, keselamatan pasien
rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman yang
meliputi asessmen risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko
pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya
serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko dan mencegah terjadinya
cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak
mengambil tindakan yang seharusnya diambil (Depkes, 2011).
Keselamatan (safety) menjadi isu global termasuk juga untuk rumah sakit. Ada lima
isu penting yang terkait dengan keselamatan (safety) di rumah sakit yaitu : keselamatan pasien
(patient safety), keselamatan pekerja atau petugas kesehatan, keselamatan bangunan dan
peralatan di rumah sakit yang bidsa berdampak terhadap keselamatan pasien dan petugas,
keselamatan lingkungan (green Productivity) yang berdampak terhadap pencemaran
lingkungan dan keselamatan bisnis rumah sakit yang terkait dengan kelangsungan hidup
rumah sakit.
Di rumah sakit banyak terdapat ratusan macam obat, ratusan tes dan prosedur, banyak
alat dengan teknologinya, bermacam – macam jenis tenaga profesi dan nonprofesi yang siap
memberikan pelayanan pasien 24 jam terus menerus. Keberagaman pelayanan tersebut apabila
tidak dikelola dengan baik dapat mengakibatkan kejadian tidak diharapkan. Di Indonesia data
tentang KTD apalagi KNC masih langka, namun dilain pihak terjadi peningkatan tuduhan
“mal praktik” yang belum tentu sesuai dengan pembuktian akhir. Mengingat keselamatan
pasien sudah menjadi tuntutan masyarakat maka pelaksanaan program keselamatan pasien
dirumah sakit perlu dilaksanakan. Karena itu diperlukan acuan yang jelas untuk melaksanakan
keselamatan pasien tersebut.
Standar Keselamatan Pasien di Rumah Sakit
Standar keselamatan pasien di rumah sakit yang disusun mengacu pada “hospital
patient Safety Standars” yang dikeluarkan oleh Joint Commision on Acreditation of healt
organizations, lllinois, USA, tahun 2001, yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi
perumahsakitan di Indonesia. Standar Keselamatan pasien wajib diterapkan oleh rumah sakit.
Standar keselamatan pasien tersebut terdiri dari tujuh standar yaitu:
1. Hak pasien
2. Mendidik pasien dan keluarga
3. Keselamatan pasien dan kesimbungan pelayanan
4. Penggunaan metode – metoda peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan program
peningkatan keselamatan pasien.
5. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien
6. Mendidik staff tentang keselamatan pasien
7. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien

Uraian tujuh standar tersebut diatas adalah sebagai berikut:


Standar I. Hak pasien
Standar : Pasien dan keluarganya mempunyai hak untuk mendapatkan informasi tentang
rencana dan hasil pelayanan termasuk kemungkinan terjadinya kejadian tidak diharapkan.
Kriteria :
a. Harus ada dokter penangung jawab pelayanan
b. Dokter penanggung jawab pelayanan wajib membuat rencana pelayanan
c. Dokter penanggung jawab pelayanan wajib memberikan penjelasan secara jelas dan benar
kepada pasien dan keluarganya tentang rencana dan hasil pelayanan, pengobatan, atau
prosedur untuk pasien termasuk kemungkinan terjadinya kejadian tidak diharapkan

Standar II : Mendidik pasien dan keluarga


Standar : Rumah sakit harus mendidik pasien dan keluarganya tentang kewajiban dan
tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien
Kriteria :
Keselamatan dalam pemberian pelayanan dapat ditingkatkan dengan keterlibatan pasien yang
merupakan patner dalam proses pelayanan. Karena itu, dirumah sakit harus ada system dan
mekanisme mendidik pasien dan keluarganya tentang kewajiban dan tangung jawab pasien
dalam asuhan pasien. Dengan pendidikan tersebut diharapkan pasien dan keluarga dapat :
a. Memberikan informasi yang benar, jelas, lengkap dan jujur
b. Mengetahui kewajiban dan tanggung jawab pasien dan keluarga
c. Mengajukan pertanyaan untuk hal yang tidak dimengerti
d. Memahami dan menerima konsekuensi pelayanan
e. Mematuhi intruksi dan menghormati peraturan rumah sakit
f. Memperlihatkan sikap menghormati dan tenggang rasa
g. Memenuhi kewajiban financial yang disepakati

Standar III : Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan


Standar : Rumah sakit menjamin kesinambiungan pelayanan dan menjamin koordinasi antar
tenaga unit pelayanan.
Kriteria :
a. Terdapat koordinasi pelayanan secara menyeluruh mulai dari saat pasien masuk,
pemeriksaan, diagnose, perencanaan pelayanan, tindakan pengobatan, rujukan dan saat
pasien keluar dari rumah sakit
b. Terdapat koordinasi pelayanan yang disesuaikan dengan kebutuhan pasien dan kelayakan
sumber daya secara berkesinambungan sehingga pada seluruh tahap pelayanan transisi
antar unit pelayanan dapat berjalan dengan baik dan lancar
c. Terdapat koordinasi pelayanan yang mencakup peningkatan komunikasi untuk
memfasilitasi dukungan keluarga, pelayanan keperawatan, pelayanan social, konsultasi dan
rujukan, pelayanan kesehatan primer dan tindak lanjut lainnya.
d. Terdapat komunikasi dan transfer informasi antar profesi kesehatan sehingga dapat
tercapainya proses koordinasi tanpa hambatan, aman dan efektif

Standar IV : Penggunaan metode – metode peningkatan kinerja untuk melakukan Evaluasi


dan program keselamatan pasien
Standar : Rumah sakit harus mendesain proses baru atau memperbaiki proses yang ada,
memonitor dan mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data, menganalisa secara intensif
kejadian tidak diharapkan. Dan melakukan perubahan untuk meningkatkan kinerja serta
keselamatan pasien
Kriteria :
a. Setiap rumah sakit harus melakukan proses perancangan yang baik mengacu pada visi, misi
dan tujuan rumah sakit, kebutuhan petugas pelayanan kesehatan, kaidah klinis terkini,
praktek bisnis yang sehat, faktor lain yang berpotensi risiko bagi pasien sesuai dengan
tujuh langkah menuju keselamatan pasien rumah sakit
b. Setiap rumah sakit harus melakukan pengumpulan data kinerja yang lain terkait dengan :
pelaporan insiden, akreditasi, manajemen resiko, utikisasi, mutu pelayanan, keuangan
c. Setiap rumah skait harus melakukan evaluasi intensif terkait dengan semua KTD, dan
secara proaktif melakukan evaluasi satu proses kasus risiko tinggi.
d. Setiap rumah sakit harus menggunakan semua data dan informasi hasil analisa untuk
menentukan perubahan system yang diperlukan, agar kinerja dan keselamatan pasien
terjamin.

Standar V : Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien


Standar :
a. Pimpinan ,mendorong dan menjamin implementasi program keselamatan pasien secara
terintegrasi dalam organisasi melalui penerapan “ Tujuh Langkah Menuju Keselamatan
Pasien Rumah Sakit”
b. Pimpinan menjamin berlangsungnya program proaktif untuk identifikasi resiko
keselamatan pasien dan program penekanan atau mengurangi KTD
c. Pimpinan mendorong dan menumbuhkan komunikasi dan koordinasi antar unit dan
individu berkaitan dengan pengambilan keputusan tentang keselamatan pasien
d. Pimpinan mengalokasikan sumber daya yang adekuat untuk mengukur, mengkaji, dan
meningkatkan kinerja rumah sakit serta meningkatkan keselamatan pasien
e. Pimpinan mengukur dan mengkaji efektifitas kontribusi dalam meningkatkan kinerja
rumah sakit dan keselamatan pasien.
Kriteria :
a. Terdapat tim antar disiplin ilmu untuk mengelola program keselamatan pasien
b. Terdapat program proaktif untuk indetifikasi resiko identifikasi risiko keselamatan dan
program meminimalkan insiden, yang mencakup jenis – jenis kejadian yang memerlukan
perhatian, mulai dari “Kejadian Nyaris Cedera” (Near miss) sampai dengan “Kejadian
Tidak Diharapkan” (Adverse event).
c. Tersedia mekanisme kerja untuk menjamin bahwa semua komponen dari rumah sakit
terintegrasi dan berpartisipasi dalam program keselamatan pasien
d. Tersedia prosedur “cepat tanggap” terhadap insiden, termasuk asuhan keperawatan pasien
yang terkena musibah, membatasi risiko pada orang lain dan penyampaian informasi yang
benar dan jelas untuk keperluan analisis.
e. Tersedia mekanisme pelaporan internal dan eksternal berkaitan dengan insiden termasuk
penyediaan informasi dengan benar dan jelas tentang analisa akar masalah (RCA)
“KNC/Near miss” dan “kejadian sentinel” pada saat program keselamatan pasien mulai
dilaksanakan
f. Tersedia mekanisme untuk menangani berbagai insiden, misalnya menangani kejadian
sentinel atau kegiatan proaktif untuk memperkecil resiko, termasuk mekanisme untuk
mendukung staff dala kaitannya dengan kejadian sentinel.
g. Terdapat kolaborasi dan komunikasi terbuka secara sukarela antara unit dan antara
pengelola pelayanan di dalam rumah sakit dengan pendekatan disiplin.
h. Tersedia sumber daya dan system informasi yang dibutuhkan dalam perbaikan kinerja
rumah sakit dan perbaikan keselamatan pasien. Termasuk evaluasi berkala terhadap
kecukupan sumber daya tersebut
i. Tersedia sasaran terukur dan pengumpulan informasi menggunakan kriteria objektif untuk
mengevalulasi efektifitas perbaikan kinerja rumah sakit dan keselamatan pasien, termasuk
rencana tindak lanjut dan implementasi

Standar VI : Mendidik staf tentang keselamatan pasien


Standar :
a. Rumah sakit memiliki proses pendidikan, pelatihan dan orientasi untuk setiap jabatan
mencakup keterkaitan jabatan dengan keselamatan pasien secara jelas
b. Rumah sakit menyelenggarakan pendidikan dan pelatiihan yang berkelanjutan untuk
meningkatkan dan memelihara kompetensi staff serta pendekatan interdisipllin dalam
pelayanan pasien
Kriteria:
a. Setiap rumah sakit harus memiliki program pendidikan pelatihan dan orientasi bagi staff
baru yang memuat topic keselamatan pasien sesuai tugasnya masing – masing
b. Setiap rumah sakit mengintegrasikan topic keselamatan pasien dalam setiap kegiatan
inservice training dan member pedoman yang jelas tentang pelaporan insiden
c. Setiap rumah sakit harus menyelenggarakan pelatihan tentang kerjasama kelompok
teamwork guna mendukung pendekatan interdisplin dan kolaboratif dalam rangka melayani
pasien

Standar VII : Komunikasi merupakan kunci bagi staff untuk mencapai keselamatan pasien
Standar :
a. Rumah sakit merencanakan dan mendesain proses manajemen informasi keselamatan
pasien untuk memenuhi kebutuhan informasi internal dan eksternal
b. Transmisi data dan informasi harus tepat waktu dan akurat
Kriteria :
a. Perlu disediakan anggaran untuk merencanakan dan mendesain proses manajemen untuk
memperoleh data dan informasi tentang hal – hal terkait dengan keselamatan pasien
b. Tersedia mekanisme identifikasi masalah dan kendala komunikasi untuk merevisi
manajemen informasi yang ada.

Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien


Mengacu pada standar keselematan pasien,maka rumah sakit harus mendesaign proses
baru atau memperbaiki proses yang ada, memonitor dan mengevaluasi kinerja melalui
pengumpulan data, menganalisa secara intensif kejadian tidak diharapkan, dan melakukan
perubahan untuk meningkatkan kinerja serta keselamatan pasien. Proses perancangan tersebut
harus disesuaikan dengan “Tujuh Langkah Keselamatan Pasien Rumah Sakit”. Berkaitan
dengan hal tersebut maka perlu ada kejelasan perihal tujuah langkah keselamatan pasien
rumah sakit tersebut.
Uraian Tujuh Langkah Menuju Keselamatan pasien Rumah Sakit adalah sebagai
berikut:
1. Bangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien dan ciptakan kepemimpinan dan budaya
yang terbuka dan adil
Langkah penerapannya :
a. Bagi rumah sakit
Pastikan rumah sakit memiliki kebijakan yang menjabarkan apa yang dilakukan staff
segera setelah terjadi insiden, bagaimana langkah – langkah pengumpulan fakta harus
dilakukan dan dukungan apa yang harus diberikan kepada staff, pasien dan keluarga.
- Pastikan rumah sakit memiliki kebijakan yang menjabarkan peran dan akuntabilitas
individual bilamana ada insiden
- Tumbuhkan budaya pelaporan dan belajar dari insiden yang terjadi di rumah sakit
- Lakukan asesmen dengan mengggunakan survey penilaian keselamatan pasien
b. Bagi unit/tim
- Pastikan rekan sekerja anda merasa mampu untuk berbicara mengenai kepedulian
mereka dan berani melaporkan bilamana ada insiden
- Demonstrasikan kepada tim anda ukuran – ukuran yang dipakai di rumah sakit anda
untuk memastikan semua laporan dibuat secara terbuka dan terjadi proses pembelajaran
serta pelaksanaan tindakan/solusi yang tepat

2. Pimpin dan dukung staff anda, bangunlah komitmen dan focus yang kuat dan jelas tentang
keselamatan pasien di rumah sakit anda.
a. Untuk rumah sakit
- Pastikan ada anggota direksi atau pimpinan yagn bertanggung jawab atas keselamatan
pasien
- Identifikasi ditiap bagian rumah sakit, orang – orang yang dapat diandalkan untuk
menjadi penggerak dalam gerakan keselamatan pasien
- Prioritaskan keselamatan pasien dalam agenda rapat direksi/pimpinan maupun rapat –
rapat manajemen rumah sakit
- Masukan keselamatan pasien dalam semua program latihan staff rumah sakit anda dan
pastikan pelatihan ini diikuti dan diukur efektivitasnya.
b. Untuk unit/tim
- Nominasikan penggerakan dalam tim anda sendiri untuk memimpin gerakan
keselamatan pasien
- Jelaskan kepada tim anda relevansi dan pentingnya serta manfaat bagi mereka dengan
menjalankan gerakan keselamatan pasien
- Tumbuhkan sikap kesatria yang menghargai pelaporan insiden
3. Integrasikan aktivitas pengelolaan risiko
Kembangkan system dan proses pengelolaan risiko, serta lakukan identifikasi
assesmen hal yang potensial masalah.
Langkah penerapan :
a. Untuk rumah sakit
- Telaah kembali struktur dan proses yang ada dalam manajemen risiko klinis dan
nonklinis, serta pastikan hal tersebut mencakup dan terintegrasi dengan keselamatan
pasien dan staff
- Kembangkan indikator – indikator kinerja bagi system pengelolaan risiko yang dapat
dimonitor oleh Direksi/Pimpinan rumah sakit
- Gunakan informasi yang benar dan jelas yang diperoleh dari system pelaporan insiden
dan assemen risiko untuk dapat secara proaktif meningkatkan kepedulian terhadap
pasien
b. Untuk unit/tim
- Bentuk forum – forum dalam rumah sakit untuk mendiskusikan isu – isu keselamatan
pasien guna memberikan umpan balik kepada manajemen yang terkait
- Pastikan ada penilaian risiko pada individu pasien dalam proses assemen risiko rumah
sakit
- Lakukan proses assesmen risiko secara teratur, untuk menentukan akseptabilitas setiap
risiko dan ambilah langkah – langkah yang tepat untuk memperkecil risiko tersebut
- Pastikan penilaian risiko tersebut disampaikan sebagai masukan ke proses assesmen dan
pencatatan risiko rumah sakit

4. Kembangkan system pelaporan


Pastikan staff anda agar dengan mudah melaporkan kejadian/insiden, serta rumah sakit
mengatur pelaporan kepada Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS)
Langkah penerapan:
a. Untuk Rumah sakit
Lengkapi rencana implementasi system pelaporan insiden ke dalam maupun keluar, yang
harus dilaporkan ke KPPRS - PERSI
b. Untuk Unit/TIM
Berikan semangat kepada rekan sekerja anda untuk secara aktif melaporkan setiap
kejadian/insiden

5. Libatkan dan berkomunikasi dengan pasien


Kembangkan cara – cara komunikasi yang terbuka dengan pasien
Langkah penerapan:
a. Untuk Rumah Sakit
- Pastikan rumah sakit memiliki kebijakan yang secara jelas menjabarkan cara – cara
komunikasi terbuka selama proses asuhan tentang insiden dengan para pasien dan
keluarga
- Pastikan pasien dan keluarga mereka mendapat informasi yang benar dan jelas bilamana
terjadi insiden
- Berikan dukungan, pelatihan dan dorongan semangat kepada staf agar selalu terbuka
kepada pasien dan keluarganya

b. Untuk TIM/ Unit


- Pastikan tim anda menghargai dan mendukung keterlibatan pasien dan keluarganya jika
terjadi insiden
- Prioritaskan pemberitahuan kepada pasien dan keluarga bilamana terjadi insiden dan
segera berikan kepada mereka informasi yang jelas dan benar – benar tepat
- Pastikan, segera setelah kejadian, tim menunjukan empati kepada pasien dan
keluarganya

6. Belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien


Dorong staff anda untuk melakukan analisa akar masalah untuk belajar bagaimana dan
mengapa kejadian itu timbul.
Langkah – langkah penerapan:
a. Untuk Rumah sakit
- Pastikan staf yang terkait telah terlatih untuk melakukan kajian insiden secara tepat yang
dapat digunakan untuk mengidentifikasi penyebab
- Kembangkan kebijakan yang menjabarkan dengan jelas criteria pelaksanaan analisa akar
masalah (RCA) yang mencakup insiden yang terjadi dan minimum satu kali pertahun
melakukan falirue modes and effects analisis (FMEA) untuk proses risiko tinggi.

b. Untuk unit/TIM
- Diskusikan dalam tim anda pengalaman dari analisa insiden
- Identifikasi unit atau bagian yang lain yang mungkin terkena dampak dimasa depan dan
bagilah pengalaman tersebut secara lebih luas

7. Cegah cedera melalui implementasi system keselamatan pasien


Gunakan informasi yang ada tentang kejadian/masalah untuk melakukan perubahan
pada system pelayanan
a. Untuk Rumah sakit
- Gunakan informasi yang benar dan jelas yang diperoleh dari system pelaporan, assemen
risiko, kajian insiden dan audit serta analisa untuk menentukan solusi setempat
- Solusi tersebut dapat mencakup penjabaran ulang system (struktur dan proses),
penyesuaian pelatihan staff dan/atau kegiatan klinis, termasuk penggunaan instrument
yang menjamin keselamatan pasien
- Lakukan assesmen risiko untuk setiap perubahan yang direncanakan
- Sosialisasikan solusi yang dikembangkan oleh KKPRS – PERSI
- Beri umpan balik kepada staf tentang setiap tindakan yang diambil atas insiden yang
dilaporkan

b. Untuk unit/TIM
- Libatkan tim anda dalam mengembangkan berbagai cara untuk membuat asuhan pasien
menjadi lebih baik dan lebih aman
- Telaah kembali perubahan – perubahan yang dibuat tim anda dan pastikan
pelaksanaannya
- Pastikan tim anda menerima umpan balik atas setiap tindak lanjut tentang insiden yang
dilaporkan

Indikator Patient Safety


Indikator patient safety merupakan ukuran yang digunakan untuk mengetahui tingkat
keselamatan pasien selama dirawat di rumah sakit. Indikator ini dapat digunakan bersama
dengan data pasien rawat inap yang sudah diperbolehkan meninggalkan rumah sakit. Indikator
patient safety bermanfaat untuk menggambarkan besarnya masalah yang dialami pasien
selama dirawat di rumah sakit, khususnya yang berkaitan dengan berbagai tindakan medik
yang berpotensi menimbulkan risiko di sisi pasien. Dengan mendasarkan pada IPS ini maka
rumah sakit dapat menetapkan upaya-upaya yang dapat mencegah timbulnya outcome klinik
yang tidak diharapkan pada pasien (Mulyati dan Sufyan, 2008).
Secara umum indikator patient safety terdiri atas 2 jenis, yaitu indikator patient safety
tingkat rumah sakit dan indikator patient safety tingkat area pelayanan.
a. Indikator tingkat rumah sakit (hospital level indicator) digunakan untuk mengukur potensi
komplikasi yang sebenarnya dapat dicegah saat pasien mendapatkan berbagai tindakan
medik di rumah sakit. Indikator ini hanya mencakup kasus-kasus yang merupakan
diagnosis sekunder akibat terjadinya risiko pasca tindakan medik.
b. Indikator tingkat area mencakup semua risiko komplikasi akibat tindakan medik yang
didokumentasikan di tingkat pelayanan setempat (kabupaten/kota). Indikator ini mencakup
diagnosis utama maupun diagnosis sekunder untuk komplikasi akibat tindakan medik.
Indikator patient safety bermanfaat untuk mengidentifikasi area-area pelayanan yang
memerlukan pengamatan dan perbaikan lebih lanjut, seperti misalnya untuk menunjukkan:
a. Adanya penurunan mutu pelayanan dari waktu ke waktu.
b. Bahwa suatu area pelayanan ternyata tidak memenuhi standar klinik atau terapi
sebagaimana yang diharapkan
c. Tingginya variasi antar rumah sakit dan antar pemberi pelayanan
d. Disparitas geografi antar unit-unit pelayanan kesehatan (pemerintah vs swasta atau urban
vs rural) (Dwiprahasto, 2008).
2.1.3. PELAPORAN INSIDEN
Banyak metode yang digunakan untuk mengidentifikasi risiko, salah satu caranya
adalah dengan mengembangkan system pelaporan Insiden Keselamatan Pasien (IKP) dan
system analisa. Dapat dipastikan bahwa system pelaporan insiden akan mengajak semua orang
dalam organisasi untuk peduli akan bahaya/potensi bahaya yang dapat terjadi kepada pasien.
Pelaporan juga penting digunakan untuk memonitor upaya pencegahan terjadinya error
sehingga dapat mendorong dilakukannya investigasi lebih lanjut.
Pelaporan insiden penting dilakukan karena sebagai awal proses pembelajaran untuk
mencegah kejadian yang sama terulang kembali.
Bagaimana memulainya?
Dibuat suatu system pelaporan insiden di rumah sakit meliputi kebijakan, alur pelaporan,
formulir pelaporan dan prosedur pelaporan yang harus disosialisasikan pada seluruh
karyawan.
Apa yang harus dilaporkan?
Insiden yang dilaporkan adalah kejadian yang sudah tejadi, potensial ataupun nyaris terjadi.
Siapa yang membuat laporan?
Siapa saja atau semua staff RS yang pertama menemukan kejadian
Siapa saja atau semua staff yang terlibat dalam kejadian
Masalah yang dihadapai Dalam laporan insiden?
 Masalah dipersepsikan sebagai “pekerja Perawat”
 Laporan sering disembunyikan/underreport, karena takut disalahkan
 Laporan sering terlambat
 Bentuk laporan miskin data karena adanya budaya blame culture
Bagaimana cara membuat laporan insiden (inciden report)
Karyawan diberikan diberikan pelatihan mengenai system pelaporan insiden mulai dari
maksud, tujuan dan manfaat laporan, alur pelaporan, bagaimana cara mengisi formulir laporan
insiden, kapan harus melaporkan, pengertian – pengertian yang digunakan dalam system
pelaporan dan cara menganalisa laporan.
1. Alur Pelaporan Insiden ke TIM KP di RS (internal)
a. Apabila terjadi suatu insiden (KNC/KTD) di rumah sakit, wajib segera ditindak lanjuti
(dicegah/ditangani) untuk mengurangi dampak atau akibat yang tidak diharapkan.
b. Setelah ditundaklanjuti, segera dibuat laporan insidennya dengan mengisi formullir
laporan insiden pada akhir jam kerja/shift kepada atasan langsung. (paling lambat 2 x
24 jam);jangan menunda laporan.
c. Setelah mengisi laporan, segera serahkan kepada atasan langsung pelapor. (atasan
langsung disepakati sesuai keputusan Manajemen : supervisor/kepala bagian/Instalasi/
Departemen/unit, ketua komite medis, ketau K. SMF)
d. Atasan langsung akan memeriksa laporan dan melakukan grading risiko terhadap
insiden yang dilaporkan
e. Hasil grading akan menentukan bentuk investigasi dan analisa yang akan dilakukan
sebagai berikut :
Grade biru : investigasi sederhana oleh atasan langsung waktu maksimal 1 minggu
Grade hijau : investigasi sederhana oleh atasan langsung waktu maksimal 2 minggu
Grade kuning: investigasi komprehensif/ analisa akar masalah/RCA oleh Tim KPRS,
waktu Maksimal 45 hari
Grade merah : investigasi komprehensif/analisa akar masalah/RCA oleh tim KPRS
waktu Maksimal 45 hari
f. Setelah selesai melakukan investigasi sederhana, laporan hasil investigasi dan laporan
insiden dilaporkan ke TIM KP di RS
g. Tim KP di RS akan menganalisa kembali hasil investigasi dan laporan insiden untuk
menentukan apakah perlu dilakukan investigasi lanjutan (RCA) dengan melakukan
regarding
h. Untuk grade kuning/merah, Tim KPRS akan melakukan Analisa Akar Masalah/Root
cause Analysis /RCA
i. Setelah melakukan RCA,Tim KPRS akan membuat laporan dan rekomendasi untuk
perbaikan serta “pembelajaran” berupa : petunjuk /”Safety alert” untuk mencegah
kejadian yang sama terulang kembali
j. Hasil RCA, rekomendasi dan rencana kerja dilaporkan kepada Direksi
k. Rekomendasi untuk “perbaikan dan pembelajaran” diberikan umpan balik kepada unit
kerja terkait
l. Unit kerja membuat analisa dan trend kejadian di satuan kerjanya masing – masin
m. Monitoring dan evaluasi perbaikan oleh tim KP RS
2. Alur Pelaporan Insiden Keselamatan pasien ke TIM KKP – RS (eksternal)
a. Laporan hasil investigasi sederhana/analisa akar masalah/RCA yang terjadi pada pasien
dilaporkan oleh Tim KPRS (internal)/pimpinan RS ke KKP-RS dengan mengisi
formulir laporan Insiden Keselamatan Pasien
b. Laporan dikirim ke KKP-RS lewat POS atau kurir ke alamat :

Sekretariar KKP-RS : kantor PERSI : jl. Boulevard Artha Gading Blok A-7 No. 28.
Kelapa Gading-Jakarta Utara 14240. Telp. (021) 45845303/304

3. Analisa Matrixs Grading Risiko


Penilaian matriks risiko adalah suatu metode analisa kualitatif untuk menentukan derajat
risiko suatu insiden berdasarkan dampak dan probabilitasnya.
a. Dampak (Consequences)
Penilaian dampak/akibat suatu insiden adalah seberapa berat akibat yang dialami
pasien mulai dari tidak ada cedera sampai meninggal. (tabel 1)
b. Probabilitas/frekuensi / likelihood
Penilaian tingkat probabilitas/frekeunsi risiko adalah seberapa seringnya insiden
tersebut terjadi (tabel 2)
Tabel 2. Penilaian dampak klinis/konsekuensi/severity
Tingkat
Deskripsi Dampak
Risiko
Tidak Tidak ada cedera
1
siginifikan
 Cedera ringan missal luka lecet
2 Minor
 Dapat diatasi dengan pertolongan pertama
 Cedera sedang, missal luka robek
 Berkuranganya fungsi motorik/sensorik/psikologis atau
3 Moderat intelektual (reversible), tidak berhubungan dengan
penyakit
 Setiap kasus yang memperpanjang perawatan
 Cedera luas/berat mis. Cacad, lumpuh
 Kehilangan fungsi motorik/sensorik/psikologis atau
4 Mayor
intelektual (irreversible)/tidak berhubungan dengan
penyakit
5 Katastropik Kematian yang tidak berhubungan dengan penyakitnya
Tabel 3. Penilaian Probabilitas/frequensi
Tingkat Risiko Deskripsi
1 Sangat jarang/rate (> 5 tahun/kali)
2 Jarang / Unlikely (>2-5 tahun/kali)
3 Mungkin / Posible ( 1-2 tahun/kali)
4 Sering/ Likely (beberapa kali/tahun)
5 Sangat sering / Almost Certain (tiap minggu/bulan)

Setelah nilai dampak dan probabilitas dikatahui, dimasukan dalam table matriks Grading
Risiko untuk menghitung skor risiko dan mencari warna bands risiko.
c. Skor Risiko
SKOR RISIKO = Dampak X Probability

Cara menghitung skor risiko :


Untuk menentukan skor risiko digunakan matriks grading risiko (table 3) :
1) Tetapkan frekuensi pada kolom kiri
2) Tetapkan dampak pada baris kea rah kanan
3) Tetapkan warna bandsnya, berdasarkan pertemuan antara frekuensi dan dampak skor
risiko akan menentukan prioritas risiko, jika pada asesmen risiko ditentukan dua
insiden dengan hasil skor risiko yang nilainya sama, maka untuk memilih skalal
priprotasnya, dapat menggunakan warna bands risiko.
Skala prioritas Bands risiko adalah :
Bands Biru : Rendah/low
Bands Hijau : Sedang/moderate
Bands Kuning : Tinggi/High
Bands Merah : Investigasi Komprehensif /RCA

d. Bands Risiko
Bands risiko adalah derajat risiko yang digambarkan dalam empat warna yaitu: biru,
hijau, kuning dan merah. Warna Bands akan menentukan investigasi yang akan
dilakukan : tabel 3.
Bands Biru dan Hijau : Investigasi sederhana
Bands Kuning dan Merah : Investigasi Komprehensif/ RCA

Tabel 4. Matriks Grading Risiko


Tdk
Minor Moderat Mayor Katastropik
Probabilitas signifikan
2 3 4 5
1
Sangat sering terjadi
(tiap minggu/bulan) Moderat Moderat Tinggi Ekstrim Ekstrim
5
Sering terjadi
(beberapa kali/thn) Moderat Moderat Tinggi Ekstrim Ekstrim
4
Mungkin terjadi
(1 - < 2 kali/thn) Rendah Moderat Tinggi Ekstrim Ekstrim
3
Jarang terjadi
(>2 - < 5 kali/thn) Rendah Rendah Moderat Tinggi Ekstrim
2
Sangat jarang terjadi
(> 5 kali/tahun) Rendah Randah Moderat Tinggi Ekstrim
1
Action
Clinical manager/lead Detailed review and Immediate review
Can be manage by
clinical should asses the urgent treatment and action required at
prosedur
consequencess agents cost should be undertaken board level. Director
Accept risk
of the treating the risk by senior management must be informed

Tabel 5. Tindakan sesuai Tingkat dan Bands risiko


Level / Bands Tindakan
Ekstrim/Sering/Tinggi Risiko ekstrim dilakukan RCA paling lama 45 hari, membutuhkan
tindakan segera, perhatian sampai ke Direktur
High/tinggi Risiko tinggi , dilkukan RCA paling lama 45 hari kaji dengan detil
dan perlu tindakan segera serta membutuhkan perhatian Top
manajemen
Moderat (sedang) Risiko sedang, dilakukan investigasi sederhana paling lama 2
minggu. Manajer / pimpinan klinis sebaiknya menilai dampak
terhadap biaya dan kelola risiko
Low (rendah) Risiko rendah dilakukan investigasi paling lama 1 minggu,
diselesaikan dengan prosedur rutin
4. Petunjuk Pengisian Laporan Insiden keselamatan Pasien (IKP)
Formulir laporan insiden terdiri dari dua macam:
a. Formulir laporan insiden (internal)
Adalah formulir laporan yang dilaporkan ke Tim KP di RS dalam waktu maksimal
2 X 24 jam/akhir jam kerja/shift. Laporan ini berisi : data pasien, rincian kejadian,
tyindakan yang dilakukan saat insiden, akibat insiden, pelapor dan penilaian
grading.
b. Formulir laporan insiden keselamatan pasien (eksternal)
Adalah Formulir laporan yang dilaporkan ke KKP-RS setelah dilakukan analisa dan
investigasi

2.1.4. INTERNATIONAL PATIENT SAFETY GOAL (IPSG)


IPSG disusun dengan cara yang sama seperti standar JCI lainnya. Keselamatan pasien
(patient safety) rumah sakit adalah suatu sistem di mana rumah sakit membuat asuhan pasien
lebih aman. Sistem tersebut meliputi asesmen resiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang
berhubungan dengan resiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari
insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya resiko.
Sistem tersebut diharapkan dapat mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan
akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak melakukan tindakan yang seharusnya
dilakukan (Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah sakit, Depkes R.I. 2008).
Tujuan :
1. Terciptanya budaya keselamatan pasien di rumah sakit
2. Meningkatnya akutanbilitas rumah sakit terhadap pasien dan masyarakat
3. Menurunnya kejadian tidak diharapkan (KTD) di rumah sakit
4. Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi pengulangan kejadian
tidak diharapkan

IPSG terdiri dari 3 komponen :


1. Standar, merupakan prinsip
2. Deskripsi, merupakan penjelasan standar
3. ME (Measurable element), merupakan kebutuhan rinci dari standar dan nilai skor
berdasarkan ME. Semua ME (Measurable element) dirata-ratakan untuk mendapatkan skor
standar, semua standar dirata-ratakan untuk mendapatkan skor chapter, dan semua chapter
dirata-ratakan untuk mendapatkan skor total.

Tabel 6. Standar IPSG

Goals, Requirements, Intents, and Measurable Elements

Goal Identify Patient 1. Patient are identified Identifikasi pasien adalah proses
1 Correctly using two patient pencatatan data pasien yang benar
identifiers, not sehingga dapat menetapkan dan
including the use of the mempersamakan data tersebut
patient's room number dengan individu yang
or location bersangkutan. Identifikasi
dilakukan mulai pendaftaran
hingga keluar rumah sakit.
Identifikasi dilakukan dengan min.
2 cara identifikasi, yaitu nama
lengkap dan tanggal lahir pasien
atau nomor rekam medis. Nomor
kamar dan nama ruangan tidak
boleh dipakai. Untuk pasien yang
tidak sadar melalui gelang tangan.

2. Patient are Pasien diidentifikasi sebelum


identified before diberi obat, darah, maupun produk
administering dari darah.
medications, blood, or Pemberian obat : mengetahui jenis
blood products obat, khasiat, efek samping, kontra
indikasi, dosis umum, dan cara
pemberian obat. Siapkan obat
sesuai instruksi yang ada dalam
DO (Daftar Obat). Lakukan
prinsip 5 Benar dan 1
Dokumentasi (benar pasien, benar
obat, benar dosis, benar cara,
benar waktu, benar dokumentasi).
Perawat saksi memberi paraf pada
kolom abu-abu dan yang memberi
obat pada kolom putih bila obat
sudah diberi.

3. Patient are identified Pasien diidentifikasi sebelum


before taking blood and diambil darah dan spesimen lain
other specimens for untuk uji klinis.
clinical testing. Pemberian transfusi darah :
lakukan double check dengan
perawat lain: instruksi dokter,
nama, tanggal lahir, dan golongan
darah pasien, jenis, jumlah darah
dan nomor harus sesuai dengan
form permintaan, form cross
match, dan yang tertulis di
kantong darah dan cek tanggal dan
jam kadaluarsa. Sebelum transfusi
cek tanda vital: tekanan darah,
nadi, pernafasan, suhu, dan skor
nyeri serta keadaan umum pasien.
Setelah transfusi cek tanda vital:
reaksi alergi serta keluhan pasien
setiap 15 menit untuk jam pertama
selanjutnya setiap jam sampai
dengan transfusi selesai dan
dokumentasikan dalam lembar
grafik observasi.Sampel lab: beri la
bel pasien pada formulir
pemeriksaan laboratorium.
4. Patients are Pasien diidentifikasi sebelum
identified before diberi perawatan dan prosedur.
providing treatments Misalnya operasi : Serah terima
and procedures. dari ruangan dilakukan oleh penata
anestesi/perawat bedah dengan
perawat ruangan, cek dokumen
pasien pada status pasien dan
checklist pre dan post operasi.

5. Policies and Adanya SOP sebagai kebijakan


procedures support dan / atau prosedur yang
consistent practice in mendukung praktik yang konsisten
all situation and di semua situasi dan lokasi.
locations.

Goal Improve 1. The complete verbal Instruksi verbal, instruksi via


2 Effective and telephone order or telepon, atau hasil tes penunjang
Communication test result is written klinis ditulis oleh penerima
down by the receive of instruksi. Obat: ditulis di kolom
the order or test result. "instruksi obat via telepon" di
halaman terakhir dari DO. Tes
penunjang klinis yang penting
meliputi: tes laboratorium yang
CITO/segera, pemeriksaan
radiologi, elektrokardiogram
(EKG), pemeriksaan lain yang
memerlukan respon yang cepat.
Penunjang medis (laboratorium,
radiologi) : ditulis secara lengkap
di catatan perkembangan integrasi.

2. The complete verbal Instruksi verbal, instruksi via


and telephone order or telepon, atau hasil tes penunjang
test result is read back klinis dibacakan kembali oleh
by the receiver of the penerima instruksi. Read back
order or test result. ditulis dengan lengkap dan jelas.
Tulis "read back +" di catatan
perkembangan terintegrasi dengan
tinta warna merah.

3. The order or test Verifikasi oleh pemberi instruksi


result is confirmed by dalam waktu 1x24 jam sejak
the individual who gave instruksi diberikan dengan cara
the order or test result. tanda tangan instruksi yang telah
ditulis sebelumnya.

4. Policies and Adanya SOP sebagai kebijakan


procedures support dan / atau prosedur yang
consistent practice in mendukung praktek yang
verifying the accuracy konsisten dalam memverifikasi
of verbal and telephone akurasi komunikasi verbal dan
communications. telepon.

Goal Improve the 1. Policies and /or Adanya SOP sebagai kebijakan
3 Safety of High- procedures are dan /atau prosedur yang
Alert developed to address dikembangkan untuk identifikasi
Medications identification, alamat, lokasi, pelabelan, dan
location, labeling, and penyimpanan obat resiko tinggi
storage of high-alert
medications.

2. The policies and /or SOP tersebut diimplementasikan


procedures are
implemented.

3. Concentrated Lakukan verifikasi terhadap


electrolytes are not konsentrasi obat, kecepatan
present in patient care pemberian dan jalur IV yang
units unless clinically digunakan.
necessary and actions Pemberian obat yang berisiko
are taken to prevent tinggi sebaiknya dengan
inadvertent infusion/syringe pump dan
administration in those kecepatan pemberian harus selalu
areas where permitted dimonitor.
by policy Penyimpanan obat yang berisiko
tinggi harus terpisah dan diberi
label berwarna merah.

4. Concentrated Obat yang berisiko tinggi antara


electrolytes that are lain : insulin, opiat dan narkotika,
store in patient care injeksi kalium chloride (KCl),
unit are clearly labeled antikoagulan intravena (heparin),
and stored in a maner natrium chloride (NaCl) 3%,
that restricts access. potassium chloride, potasium
fosfat, sodium korida > 0,9%,
MgSO4 40% dan Dextrose 40%.
Konsentrat elektrolit yang
disimpan di unit perawatan pasien
dengan jelas diberi label dan
disimpan dalam lemari dengan
akses khusus.
Goal The 1. The organization Gunakan tanda lingkaran (o) untuk
4 Organization uses an instantly memberi tanda pada lokasi operasi
develops an recognizable mark for dan libatkan pasien dalam
approach to surgical site memberi tanda.
Ensure Correct- identification and
Site, Correct- involves the patient in
Procedure, the marking process.
Correct-Patient 2. The organization Lakukan “surgical safety
Surgery uses a checklist or checklist” dengan benar pada
other process to verify semua pasien yang akan dilakukan
preoperatively the prosedur operasi.
correct site, correct Lakukan checklist terhadap
procedure, and correct kelengkapan dokumen medis
patient and that all (termasuk informed consent),
documents and pemeriksaan radiologi dan alat-alat
equipment needed are operasi yang akan digunakan.
on hand, correct and Benar sisi, benar pasien, dan benar
functional. prosedur juga harus dipastikan
pada prosedur endoskopi, aspirasi
perkutan, biopsy, katerisasi
jantung dan vaskuler serta
tindakan invasive lainnya
3. The full surgical Lakukan “Time Out” sebelum
team conducts and incisi pembedahan. “Time out” ini
documents a time-out harus berupa pengecekan aktif
procedure just before (secara lisan), dilakukan di sisi di
starting a surgical mana tindakan itu akan dilakukan
procedure dan melibatkan semua anggota tim
dari operasi/ prosedur, termasuk
pula dari pasien, bila
memungkinkan
4. Policies and Adanya SOP sebagai kebijakan
procedures are prosedur pembedahan dan / atau
developed that will prosedur yang dikembangkan yang
support uniform akan mendukung proses seragam
processes to ensure the untuk memastikan sisi yang benar,
correct site, correct prosedur yang benar, dan pasien
procedure, and correct yang benar.
patient, including
medical and dental
procedures done in
settings other that the
operating theatre
Goal Reduce the Risk 1. The organization has Seluruh pihak di rumah sakit telah
5 of Health Care- adopted or adapted mengadopsi atau menyesuaikan
Associated currently published and dengan pedoman kebersihan
Infections generally accepted tangan yang telah dipublikasikan
hand hygiene dan diterima secara umum.
guidelines. Tangan merupakan media
penyebaran bakteri patogen yang
paling sering.
Cuci tangan adalah faktor
terpenting untuk mencegah
penyebaran bakteri patogen dan
resistensi terhadap antibiotika.
2. The organization Seluruh pihak di rumah sakit telah
implements an effective menerapkan program kebersihan
hand hygiene program tangan yang efektif.
Cuci tangan pada saat : sebelum
menyentuh pasien, sebelum
melakukan tindakan aseptik,
sebelum terkontaminasi dengan
cairan tubuh pasien dan setelah
melakukan tindakan-tindakan
invasive, setelah menyentuh
pasien, setelah menyentuh daerah
sekitar pasien.
3. Policies and /or Adanya SOP sebagai kebijakan
procedures are dan /atau prosedur yang
developed that support dikembangkan dalam mendukung
continued reduction of pengurangan perawatan kesehatan
health care-associated terkait infeksi
infections.
Goal Reduce the Risk 1. The organization Kaji pasien resiko jatuh dengan
6 of Patient Harm implements a process form pengkajian pasien resiko
Resulting from for the initial jatuh pada setiap pasien masuk
Falls assessment of patients rawat.
for fall risk and Lakukan pengkajian ulang risiko
reassessment of patient jatuh setiap 3 hari atau sewaktu-
when indicated by a waktu bila ada perubahan antara
change in condition, lain : mendapatkan medikasi baru
medications, among yang dapat berisiko pasien jatuh,
other. pasca tindakan atau prosedur yang
mengurangi mobilitas pasien,
mengalami perubahan perilaku,
tingkat kesadaran atau kondisi
klinis, setelah pasien jatuh, pindah
dari unit satu ke unit lainnya
2. Measures are implemented Untuk pasien dengan resiko jatuh
to reduce fall risk for those dengan level 2 dipasang gelang
assessed to be at risk warna hijau. Letakkan papan
resiko jatuh pada meja pasien atau
pada papan di atas kepala pasien.
Jelaskan pada keluarga. Pasang
pagar pengaman tempat tidur.
Gunakan pengikat tangan atau baju
apollo sesuai kondisi. Dekatkan bel
ke pasien dan jelaskan
penggunaannya kepada pasien dan
keluarga. Lakukan observasi tiap 2-
3 jam sekali. Saat observasi pastikan
posisi pasien aman dan nyaman,
misal: posisi tidur tidak merosot,
bagian tubuh tidak keluar pagar
tempat tidur, dan lain-lain. Pastikan
lingkungan pasien aman (rem
tempat tidur terkunci, pagar tempat
tidur terpasang, lantai tidak basah,
penerangan cukup) sebelum
meninggalkan pasien.
Dokumentasikan pada catatan
perkembangan terintegrasi tentang
kondisi dan tindakan yang
dilakukan pada setiap ronde dan
laporkan ke penanggungjawab
shift. Beritahukan keluarga bahwa
pasien harus ada yang menunggu.
Beritahukan keluarga untuk
menginformasikan kepada
perawat apabila ada pergantian
keluarga yang menunggu agar
dapat dijelaskan kembali
pengamanan yang dilakukan agar
pasien tidak jatuh. Beritahu
penunggu bila meninggalkan
pasien harus memberitahu
perawat.
3. Measures are Kaji ulang setelah 3 hari. Pastikan
monitored for results, semua tindakan pencegahan sudah
both succesful fall dilakukan, gunakan checklist
injury reduction and intervensi keperawatan pasien
any unintended related yang beresiko jatuh.
consequences.
4. Policies and/or Adanya SOP sebagai kebijakan
procedures support dan / atau prosedur yang
continued reduction of mendukung pengurangan resiko
risk of patient harm pasien jatuh yang membahayakan.
resulting from falls in
the organization.

2.2. STANDAR PELAYANAN INSTALASI GAWAT DARURAT


2.2.1 Kebijakan, Strategi, Tujuan dan Sasaran
1. Pengembangan dan penerapan standar pelayanan keperawatan gawat darurat di rumah
sakit, dilaksanakan dalam upaya penurunan angka kematian dan kesakitan melalui
peningkatan mutu pelayanan keperawatan.
2. Pengembangan dan peningkatan kemampuan teknis dan manajerial tenaga
keperawatan dalam pelayanan keperawatan gawat darurat rumah sakit untuk
terwujudnya kompetensi yang diperlukan di instalasi gawat darurat.
3. Penerapan stándar pelayanan keperawatan gawat darurat di rumah sakit memerlukan
dukungan dari berbagai pihak terkait.

Strategi dalam Penerapan Stándar Pelayanan Keperawatan Gawat Darurat


1. Mengoptimalkan pendayagunaan sumber daya yang ada dan
pengembangannya
2. Meningkatkan kemampuan teknis dan manajerial.
3. Meningkatkan kerjasama tim
4. Terpenuhinya sarana, prasarana, peralatan dan Sumber Daya Manusia (SDM)
kesehatan sesuai standar
Tujuan Penerapan Standar Pelayanan Keperawatan Gawat Darurat
Umum :
Meningkatkan mutu pelayanan keperawatan gawat darurat di IGD sesuai standar.
Khusus :
1. Adanya perencanaan pelayanan keperawatan gawat darurat.
2. Adanya pengorganisasian pelayanan keperawatan gawat darurat
3. Adanya pelaksanaan pelayanan keperawatan gawat darurat
4. Adanya asuhan keperawatan gawat darurat
5. Adanya pembinaan pelayanan keperawatan gawat darurat
6. Adanya pengendalian mutu pelayanan keperawatan gawat darurat
Sasaran
1. Pengelola pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan: Dinas Kesehatan Provinsi,
Kabupaten/ Kota, rumah sakit
2. Pengelola pelayanan keperawatan di rumah sakit
3. Tenaga keperawatan yang bertugas di instalasi gawat darurat
4. Pengambil keputusan tingkat pusat dan daerah
5. Organisasi profesi kesehatan
6. Institusi pendidikan keperawatan dan institusi pendidikan kesehatan lainnya
Indikator Standar
Standar I :
Perencanaan Pelayanan Keperawatan Gawat Darurat di Rumah Sakit
1. Ketenagaan
Pernyataan:
Perencanaan ketenagaan perawat gawat darurat mencakup kebutuhan tenaga, peran
dan fungsi tenaga perawat gawat darurat serta memenuhi kualifikasi tenaga perawat
gawat darurat berdasarkan kompetensi yang telah ditentukan.
Rasional:
Tenaga perawat yang sesuai dengan kebutuhan, peran dan fungsi serta memenuhi
kualifikasi kompetensi yang ditentukan akan dapat menjamin kualitas pelayanan gawat
darurat di IGD rumah sakit yang diberikan.
Kriteria Struktur :
Ada kebijakan pimpinan rumah sakit yang mengatur kualifikasi perawat yang
bertugas di instalasi gawat darurat:
1) Perawat Pelaksana
Kualifikasi:
Pendidikan D3 keperawatan dengan pengalaman klinik dua (2) tahun Ners
dengan pengalaman klinik 1 tahun di Rumah Sakit dan sudah tersertifikasi
Emergency nursing basic 2
Kompetensi yang harus dimiliki:
a) Mampu menguasai basic assessment primary survey dan secondary survey.
b) Mampu memahami triase dan retriase.
c) Mampu memberikan asuhan keperawatan kegawatdaruratan; pengkajian,
diagnosa, perencanaan, memberikan tindakan keperawatan, evaluasi dan
tindak lanjut.
d) Mampu melakukan tindakan keperawatan: live saving antara lain resusitasi
dengan atau tanpa alat, stabilisasi.
e) Mampu memahami terapi definitif.
f) Mampu menerapkan aspek etik dan legal.
g) Mampu melakukan komunikasi terapeutik kepada pasien/ keluarga.
h) Mampu bekerjasama didalam tim.
i) Mampu melakukan pendokumentasian/ pencatatan dan pelaporan
2) Ketua Tim (Penanggung jawab Shift)
Seorang perawat yang bertanggung jawab dan berwenang terhadap tenaga
pelaksana keperawatan dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien
di gawat darurat, yang bertanggung jawab kepada kepala ruangan IGD
Kualifikasi Ketua Tim IGD Level III dan IV:
a) D3 keperawatan dengan pengalaman lima (5) tahun di IGD dan sudah
tersertifikasi emergency nursing basic 2 dan pelatihan gawat darurat
advance lainnya
b) Ners dengan pengalaman tiga (3) tahun di IGD dan sudah memiliki
sertifikat emergency nursing basic 2 dan pelatihan gawat darurat advance
lainnya
c) S2 keperawatan dengan pengalaman satu (1) tahun di IGD dan sudah
tersertifikasi emergency nursing basic 2 dan pelatihan gawat darurat
advance lainnya
Kompetensi yang harus dimiliki :
a) Memiliki kemampuan sebagai perawat pelaksana
b) Mampu mengelola pelayanan asuhan keperawatan
c) Mampu menjaga mutu asuhan keperawatan
Kualifikasi Ketua Tim IGD Level I dan II:
a) D3 keperawatan dengan pengalaman kerja dua (2) tahun di IGD dan sudah
memiliki sertifikat emergency nursing basic 2
b) Ners dengan pengalaman kerja satu (1) tahun di IGD dan sudah memiliki
sertifikat emergency nursing basic 2
Kompetensi yang harus dimiliki :
a) Memiliki kemampuan sebagai perawat pelaksana
b) Mampu mengelola pelayanan asuhan keperawatan
c) Mampu menjaga mutu asuhan keperawatan
d) Mampu melakukan triase
3) Perawat Kepala Ruangan
Perawat profesional yang bertanggung jawab dan berwenang dalam
mengelola pelayanan keperawatan di instalasi gawat darurat dan secara
operasional bertanggung jawab kepada kepala IGD
Kualifikasi Kepala Ruangan IGD level III dan IV:
Minimal Ners, pengalaman sebagai perawat pelaksana tiga (3) tahun di IGD,
pengalaman menjadi ketua tim dua (2) tahun dan sudah memiliki sertifikat
emergency nursing basic 2 dan pelatihan gawat darurat advance lainnya serta
pelatihan manajemen
Kompetensi yang harus dimiliki dan dibuktikan dengan sertifikat:
a) Memiliki kemampuan sebagai ketua tim
b) Mampu menjamin tersedianya tenaga keperawatan yang kompeten di
rumah sakit
c) Mampu mengorganisasi dan mengkoordinasi semua kegiatan keperawatan
gawat darurat dan bencana
d) Mampu membuat perencanaan dan melakukan pengembangan
keperawatan serta pelayanan gawat darurat
e) Mampu melakukan kolaborasi dan koordinasi dengan tim dan tenaga
kesehatan lain
f) Mampu melakukan fungsi manajemen dalam menggerakkan tim kesehatan
untuk mencapai tujuan
g) Mampu menjaga mutu asuhan keperawatan
Kualifikasi perawat Kepala Ruangan IGD Level I dan II:
a) Ners pengalaman kerja sebagai perawat pelaksana satu (1) tahun di IGD,
pengalaman sebagai ketua tim dua (2) tahun, memiliki sertifikat
emergency nursing basic 2 dan pelatihan manajemen
b) D 3 keperawatan pengalaman kerja sebagai perawat pelaksana dua (2)
tahun di IGD, pengalaman sebagai ketua tim dua (2) tahun, memiliki
sertifikat emergency nursing basic 2, dan pelatihan manajemen
Kompetensi yang dimiliki:
Kompetensi yang harus dimiliki dan dibuktikan dengan sertifikat:
a) Memiliki kemampuan sebagai ketua tim
b) Mampu menjamin tersedianya tenaga keperawatan yang kompeten di
rumah sakit
c) Mampu mengorganisasi dan mengkoordinasi semua kegiatan keperawatan
gawat darurat dan bencana
d) Mampu melakukan pengembangan keperawatan dan pelayanan kesehatan
pada umumnya
e) Mampu melakukan kolaborasi dan koordinasi dengan tim dan tenaga
kesehatan lain
f) Mampu melakukan fungsi manajemen dalam menggerakkan tim kesehatan
untuk mencapai tujuan
g) Mampu menjaga mutu asuhan keperawatan
4) Ada kebijakan pimpinan tentang perencanaan kebutuhan tenaga perawat
mengacu pada fungsi pelayanan instalasi gawat darurat rumah sakit,
berdasarkan pada: rata-rata jumlah pasien per hari, jumlah jam perawatan per
hari (tingkat beban kerja), serta jam efektif perawat perhari serta kompleksitas
dari kasus yang ditangani di instalasi gawat darurat (IGD) rumah sakit.
5) Semua perawat yang memberikan pelayanan keperawatan gawat darurat di
IGD memiliki Surat Tanda Registrasi (STR).
Kriteria Proses:
a) Menyusun rencana kebutuhan tenaga perawat berdasarkan rata-rata jumlah
pasien perhari, jumlah jam perawatan perhari (tingkat beban kerja), serta
jam efektif perawat perhari serta kompleksitas dari kasus yang ditangani di
instalasi gawat darurat (IGD) rumah sakit
b) Menjadi tim rekruitmen tenaga perawat yang memberikan pelayanan gawat
darurat.
c) Menyusun rencana program pengembangan SDM melalui pendidikan dan
pelatihan berkelanjutan, program pengembangan profesi.
Kriteria Hasil :
a) Tersedia tenaga keperawatan di gawat darurat sesuai kebutuhan yang
ditetapkan dengan kualifikasi yang dipersyaratkan.
b) Adanya dokumen perencanaan kebutuhan tenaga perawat dan
pengembangannya
c) Adanya tenaga perawat yang terlibat dalam tim rekruitmen tenaga perawat
di pelayanan keperawatan gawat darurat di rumah sakit

2. Sarana, prasarana dan peralatan IGD Rumah Sakit


Pernyataan:
Sarana, prasarana dan peralatan merupakan bagian yang akan memfasilitasi dan
mendukung semua kegiatan pelayanan keperawatan gawat darurat di rumah sakit,
sehingga dapat menjamin terlaksananya kegiatan dengan lancar dan terstandar.
Sedangkan pengelolaan sarana, prasarana, peralatan kesehatan dan logistik yang
tepat dan cepat, mendukung terwujudnya pelayanan keperawatan gawat darurat di
rumah sakit yang berkualitas.
Rasional:
Tersedianya sarana, prasarana, peralatan kesehatan dan logistik, untuk menjamin
terlaksananya pelayanan keperawatan gawat darurat di rumah sakit yang berkualitas,
efektif dan efisien.
Kriteria Struktur:
a) Adanya kebijakan pimpinan rumah sakit yang mengatur sarana, prasarana dan
peralatan kesehatan serta logistik dalam pelayanan gawat darurat di rumah sakit
b) Adanya standar sarana, prasarana dan peralatan kesehatan serta logistik
c) Adanya mekanisme/ alur permintaan penggunaan dan pemeliharaan peralatan
serta logistik
d) Adanya perencanaan sarana prasarana dan peralatan yang melibatkan tenaga
perawat.
e) Adanya area dekontaminasi pada IGD level IV dan IGD rumah sakit di daerah
berisiko
f) Adanya tempat penyimpanan sarana kesehatan dan logistik yang sesuai standar
yang berlaku
g) Adanya tenaga yang bertanggung jawab dalam pemeliharaan dan tersedianya
jadwal pemeliharaan secara berkala.
h) Adanya SPO penggunaan dan pemeliharaan peralatan
i) Adanya sistem isolasi untuk pasien infeksius (H1N1, H5N1, SARS)
Kriteria Proses:
a) Menyusun rencana kebutuhan sarana, prasarana dan peralatan kesehatan dan
logistik berdasarkan spesifikasi yang dipersyaratkan di pelayanan keperawatan
gawat darurat
b) Menjadi tim teknis dalam pengadaan sarana, prasarana, peralatan kesehatan dan
logistik di instalasi gawat darurat.
c) Melaksanakan pemantauan terhadap pemeliharaan sarana, prasarana serta
peralatan kesehatan dan uji fungsi (kalibrasi) secara teratur dan berkala.
d) Melaksanakan sistem isolasi untuk pasien yang menderita penyakit sangat menular
dan mematikan (H1N1, H5N1, SARS)
Kriteria Hasil:
a) Tersedianya sarana, prasarana, peralatan kesehatan dan logistik siap pakai sesuai
Kebutuhan
b) Adanya dokumen inventaris sarana, prasarana, peralatan kesehatan dan logistik
c) Adanya dokumen frekuensi pemakaian dan pemeliharaan peralatan kesehatan
secara priodik/berkala
d) Adanya dokumen hasil kalibrasi peralatan kesehatan
e) Adanya sistem isolasi untuk pasien yang menderita penyakit sangat menular dan
mematikan (H1N1, H5N1, SARS)

Standar II: Pengorganisasian Pelayanan Keperawatan Gawat Darurat


Pernyataan:
Pengorganisasian pelayanan keperawatan gawat darurat di instalasi gawat darurat
(IGD) harus memberikan pelayanan 24 jam dalam sehari dan tujuh hari dalam
seminggu. Pengorganisasian pelayanan keperawatan gawat darurat didasarkan pada
organisasi fungsional yang terdiri dari unsur pimpinan dan unsur pelaksana, yang
bertanggung jawab dalam pelaksanaan pelayanan terhadap pasien gawat darurat,
dengan tujuan tercapainya mutu pelayanan IGD Rumah Sakit yang optimal.
Rasional:
Pengorganisasian yang baik di IGD Rumah Sakit dan tim yang handal menjamin
kesinambungan pelayanan yang berkualitas, efektif dan efisien.
Kriteria Struktur:
a) Adanya kebijakan pimpinan rumah sakit tentang pelayanan keperawatan gawat
darurat yang mencakup pembentukan organisasi, tatalaksana pelayanan di IGD dan
Monitoring evaluasi.
b) Adanya kebijakan pimpinan rumah sakit tentang sistem rujukan pasien gawat
darurat
c) Adanya struktur organisasi dan hubungan tata kerja gawat darurat
d) Adanya standar penetapan uraian tugas, tanggung jawab serta kewenangan perawat
kepala ruangan, ketua tim dan pelaksana di gawat darurat.
e) Adanya SPO penatalaksanaan bencana baik internal dan eksternal
f) Adanya kebijakan pendelegasian kewenangan melakukan tindakan medik yang
bukan live saving diatur oleh kebijakan pimpinan rumah sakit setempat atau komite
medik secara tertulis
Kriteria Proses:
a) Melaksanakan tugas sesuai dengan uraian tugas, tanggung jawab dan kewenangan
perawat dalam pelayanan IGD
b) Melakukan koordinasi dengan anggota tim kesehatan lain
c) Melakukan koordinasi dengan tim keperawatan di pelayanan IGD
d) Melaksanakan asuhan sesuai dengan metode penugasan yang ditetapkan
e) Melaksanakan penanganan bencana baik internal maupun eksternal sesuai SPO
f) Melaksanakan delegasi kewenangan untuk melakukan tindakan medik yang bukan
live saving diatur oleh kebijakan pimpinan rumah sakit setempat atau komite medik
Kriteria Hasil:
a) Terlaksananya pelayanan keperawatan gawat darurat di IGD sesuai uraian tugas,
tanggung jawab dan kewenangan tertulis
b) Terlaksananya koordinasi dengan anggota tim keperawatan dan anggota tim
kesehatan lain
c) Terlaksananya sistem rujukan pasien gawat darurat
d) Terlaksananya penanganan bencana baik bencana internal maupun eksternal
e) Terlaksananya delegasi kewenangan untuk melakukan tindakan medik yang bukan
live saving diatur oleh kebijakan pimpinan rumah sakit setempat atau komite medik

Standar III : Pelaksanan Pelayanan Keperawatan Gawat darurat


Pernyataan:
Bantuan yang diberikan pada pasien gawat darurat bertujuan untuk penyelamatan
nyawa dan mencegah kecacatan menggunakan pendekatan proses keperawatan di IGD
rumah sakit
Rasional:
Pelaksanaan pelayanan keperawatan gawat darurat dengan menggunakan pendekatan
proses keperawatan gawat darurat dengan cepat, tepat, dan cermat sesuai standar untuk
penyelamatan nyawa dan mencegah kecacatan.
Kriteria struktur:
a) Ada kebijakan pimpinan rumah sakit tentang penerapan Standar Asuhan
Keperawatan (SAK) 10 kasus kegawatdaruratan yang menyebabkan kematian serta
10 masalah utama keperawatan gawat darurat.
b) Ada kebijakan pimpinan rumah sakit tentang Standar Prosedur Operasional (SPO)
gawat darurat sebagai pendukung pelaksanaan pelayanan keperawatan gawat
darurat.
c) Ada standar asuhan keperawatan gawat darurat meliputi pengkajian, diagnosa/
masalah keperawatan, perencanaan, intervensi dan evaluasi, minimal pada sepuluh
(10) masalah utama keperawatan gawat darurat.
d) Ada Standar Prosedur Operasional (SPO) kegawatdaruratan klinis yang ditetapkan
oleh pimpinan rumah sakit
e) Ada SPO manajerial yang berisikan alur pelayanan gawat darurat sehari-hari,
bencana internal dan eksternal yang ditetapkan oleh pimpinan rumah sakit
f) Ada metode penugasan perawat yang ditetapkan (manajemen kasus/ primer) di
pelayanan gawat darurat.
Kriteria Proses:
a) Melaksanakan Standar Asuhan Keperawatan (SAK) pada 10 kasus
kegawatdaruratan yang menyebabkan kematian dan 10 masalah utama keperawatan
gawat darurat.
b) Melaksanakan pelayanan keperawatan gawat darurat sesuai Standar Prosedur
Operasional (SPO)
c) Melaksanakan asuhan keperawatan gawat darurat meliputi pengkajian, diagnosa
keperawatan, perencanaan, intervensi dan evaluasi
d) Melaksanakan SPO manajerial yang berisikan alur pelayanan gawat darurat sehari-
hari, bencana internal dan eksternal.
e) Melaksanakan kolaborasi dalam pelaksanaan asuhan keperawatan dengan tim
kesehatan lain
Kriteria Hasil:
a) Semua perawat melaksanakan SPO Klinis maupun SPO Manajerial
b) Ada dokumen/catatan hasil pelaksanaan asuhan keperawatan tiap pasien yang
mencerminkan penerapan SAK
c) Perawat menangani pasien dan keluarganya secara komprehensif

Standar IV : Asuhan keperawatan Gawat Darurat


Asuhan keperawatan gawat darurat adalah rangkaian kegiatan praktek keperawatan
kegawat daruratan, diberikan oleh perawat yang kompeten untuk memberikan asuhan
keperawatan di IGD rumah sakit . Proses keperawatan terdiri atas lima langkah meliputi
pengkajian, diagnosa keperawatan, rencana tindakan keperawatan, intervensi keperawatan
dan evaluasi.
1. Pengkajian keperawatan
Pernyataan:
Proses pengumpulan data primer dan sekunder terfokus tentang status kesehatan pasien
gawat darurat di rumah sakit secara sistematik, akurat, dan berkesinambungan.
Rasional:
Pengkajian primer dan sekunder terfokus, sistematis, akurat, dan berkesinambungan
memudahkan perawat untuk menetapkan masalah kegawatdaruratan pasien dan
rencana tindakan cepat, tepat, dan cermat sesuai standar.
Kriteria struktur:
a) Ada format pengkajian yang baku untuk pengkajian keperawatan gawat darurat ,
di rumah sakit.
b) Ada petunjuk teknis penggunaan formulir pengkajian keperawatan gawat darurat di
rumah sakit
c) Ada sistem triase yang dapat digunakan pada pengkajian keperawatan gawat darurat
di rumah sakit sehari-hari, baik bencana internal maupun eksternal.
d) Ada alat untuk pengkajian keperawatan gawat darurat meliputi : jam dengan jarum
detik, stetoskop, termometer, tensimeter, pen light (lampu senter), defibrilator,
pulse oxymetry, & EKG.
Kriteria Proses:
a) Melakukan triase
b) Melakukan pengumpulan data melalui primary dan secondary survey pada kasus
gawat darurat di rumah sakit, serta bencana internal dan eksternal.
1) Primary survey :
Airway atau dengan kontrol servikal.
Breathing dan ventilasi
Circulation dengan kontrol perdarahan
Dissability pada kasus trauma, “Defibrilation, Drugs, Differential Diagnosis”
pada kasus non trauma
Exposure pada kasus trauma, EKG , “Electrolite Imbalance” pada kasus non
trauma
2) Secondary survey :
Pengkajian head to toe terfokus, adalah pengkajian komprehensif sesuai dengan
keluhan utama pasien.
- Melakukan re-triase
- Mengumpulkan data hasil dari pemeriksaan penunjang medik.
- Mengelompokkan dan menganalisa data secara sistematis.
- Melakukan pendokumentasian dengan menggunakan format pengkajian
baku.
Kriteria hasil:
a) Adanya dokumen pengkajian keperawatan gawat darurat yang telah terisi dengan
benar ditandatangani, nama jelas, diberi tanggal dan jam pelaksanaan.
b) Adanya rumusan masalah / diagnosa keperawatan gawat darurat.
2. Masalah/diagnosa keperawatan
Pernyataan:
Masalah/diagnosa keperawatan gawat darurat merupakan keputusan klinis perawat
tentang respon pasien terhadap masalah kesehatan aktual maupun resiko yang
mengancam jiwa.
Rasional:
Masalah/ diagnosa keperawatan yang ditegakkan merupakan dasar penyusunan
rencana keperawatan dalam penyelamatan jiwa dan mencegah kecatatan.
Kriteria struktur:
Ada daftar masalah/ diagnosa keperawatan gawat darurat.
Kriteria proses:
Menetapkan masalah/diagnosa keperawatan mencakup : masalah, penyebab, tanda dan
gejala (PES/ PE) berdasarkan prioritas masalah.
Prioritas masalah keperawatan gawat darurat:
a) Gangguan jalan nafas
b) Tidak efektifnya bersihan jalan nafas
c) Pola nafas tidak efektif
d) Gangguan pertukaran gas
e) Penurunan curah jantung
f) Gangguan perfusi jaringan perifer
g) Gangguan rasa nyaman
h) Gangguan volume cairan tubuh
i) Gangguan perfusi serebral
j) Gangguan termoregulasi
Kriteria hasil:
Ada dokumentasi masalah/ diagnosa keperawatan gawat darurat.
3) Perencanaan
Pernyataan:
Serangkaian langkah yang bertujuan untuk menyelesaikan masalah/ diagnosa
keperawatan gawat darurat berdasarkan prioritas masalah yang telah ditetapkan baik
secara mandiri maupun melibatkan tenaga kesehatan lain untuk mencapai tujuan yang
telah ditetapkan.
Rasional:
Rencana tindakan keperawatan gawat darurat digunakan sebagai pedoman dalam
melakukan tindakan keperawatan yang sistematis dan efektif.
Kriteria struktur:
a) Adanya rumusan tujuan dan kriteria hasil
b) Adanya rumusan rencana tindakan keperawatan
Kriteria proses:
a) Menetapkan tujuan tindakan keperawatan penyelamatan jiwa dan pencegahan
kecacatan sesuai dengan kriteria SMART
b) Menetapkan rencana tindakan dari tiap-tiap diagnosa keperawatan
c) Mendokumentasikan rencana keperawatan.
Kriteria hasil:
a) Tersusunnya rencana tindakan keperawatan gawat darurat yang mandiri dan
kolaboratif.
b) Ada rencana tindakan keperawatan didokumentasikan pada catatan keperawatan
4) Pelaksanaan tindakan keperawatan
Pernyataan:
Perawat melaksanakan tindakan keperawatan yang telah diidentifikasi dalam rencana
asuhan keperawatan gawat darurat.
Rasional:
Perawat mengimplementasikan rencana asuhan keperawatan gawat darurat untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Kriteria Struktur:
a) Ada rencana tindakan berdasarkan prioritas
b) Ada standar asuhan keperawatan gawat darurat di rumah sakit baik sehari-hari
maupun bencana.
c) Ada Standar Prosedur Operasional klinis
d) Tersedia format tindakan keperawatan
e) Ada kebijakan tentang informed consent disertai format yang baku.
f) Ada kebijakan di rumah sakit tentang pendelegasian tindakan medis.
Kriteria Proses:
a) Melakukan tindakan keperawatan mengacu pada standar prosedur operasional yang
telah ditentukan sesuai dengan tingkat kegawatan pasien, berdasarkan prioritas
tindakan:
Pelayanan keperawatan gawat darurat rumah sakit:
1) Melakukan triase
2) Melakukan tindakan penanganan masalah penyelamatan jiwa dan pencegahan
kecacatan
3) Melakukan tindakan sesuai dengan masalah keperawatan yang muncul.
Contoh: Jalan nafas tidak efektif.
Mandiri
- Monitor pernafasan : rate, irama, pengembangan dinding dada, ratio inspirasi
maupun ekspirasi, penggunaan otot tambahan pernafasan, bunyi nafas, bunyi
nafas abnormal dengan atau tanpa stetoskop
- Melakukan pemasangan pulse oksimetri
- Observasi produksi sputum, jumlah, warna, kekentalan
- Lakukan jaw thrust (khusus pasien dengan dugaan cedera servikal), chin lift,
atau head tilt
- Berikan posisi semi fowler, atau
- Berikan posisi miring aman
- Ajarkan pasien untuk nafas dalam dan batuk efektif
- Berikan air minum hangat sesuai kebutuhan
- Lakukan phisioterapi dada sesuai indikasi
- Lakukan suction bila perlu
- Lakukan pemasangan Oro Pharingeal Airway (OPA), Nasopharyngeal
Airway (NPA), Laryngeal Mask Airway (LMA)
Kolaborasi
- Beri obat sesuai indikasi: bronchodilator, mukolitik, anti biotik, steroid
- Pemasangan endo tracheal tube (ETT)
b) Melakukan monitoring respon pasien terhadap tindakan keperawatan
c) Mengutamakan prinsip keselamatan pasien (patient safety), dan privacy
d) Menerapkan prinsip standar baku (standar precaution).
e) Mendokumentasikan tindakan keperawatan.
Kriteria Hasil:
a) Adanya dokumen tentang tindakan keperawatan serta respons pasien.
b) Ada dokumen tentang pendelegasian tindakan medis (standing order).

5) Evaluasi
Pernyataan:
Penilaian perkembangan kondisi pasien setelah dilakukan tindakan keperawatan gawat
darurat mengacu pada kriteria hasil.
Rasional:
Hasil evaluasi menggambarkan tingkat keberhasilan tindakan keperawatan gawat
darurat.
Kriteria Struktur:
a) Ada tujuan dan kriteria hasil yang telah ditetapkan
b) Adanya catatan perkembangan pasien dari tiap masalah/ diagnosa keperawatan
Kriteria Proses:
a) Melakukan evaluasi terhadap respon pasien pada setiap tindakan yang diberikan
(evaluasi proses).
b) Melakukan evaluasi dengan cara membandingkan hasil tindakan dengan tujuan dan
kriteria hasil yang ditetapkan (evaluasi hasil)
c) Melakukan re-evaluasi dan menentukan tindak lanjut
d) Mendokumentasikan respon klien terhadap intervensi yang diberikan.
Kriteria Hasil:
Ada dokumen hasil evaluasi menggunakan pendekatan SOAP pada tiap masalah/
diagnosa keperawatan

Standar V: Pembinaan pelayanan Keperawatan Gawat Darurat


Pernyataan:
Pembinaan pelayanan keperawatan gawat darurat meliputi pembinaan terhadap
manajemen keperawatan, penerapan asuhan keperawatan, peningkatan pengetahuan
serta keterampilan keperawatan gawat darurat di RS dan berkesinambungan.
Rasional:
Pembinaan pelayanan keperawatan gawat darurat dapat meningkatkan profesionalisme
perawat sehingga menjamin tercapainya pelayanan keperawatan yang berkualitas
Kriteria Struktur:
a) Adanya kebijakan pimpinan tentang pembinaan pelayanan keperawatan gawat
darurat.
b) Adanya mekanisme bimbingan teknis pelayanan keperawatan gawat darurat
c) Adanya program peningkatan pengetahuan dan ketrampilan perawat gawat darurat
(formal dan informal)
d) Adanya reward dan punishment (penghargaan dan sanksi) bagi perawat di gawat
darurat
Kriteria Proses:
a) Merencanakan dan melaksanakan program bimbingan teknis, peningkatan
kemampuan, penerapan asuhan gawat darurat secara berkala.
b) Melaksanakan pembinaan pelayanan pelayanan gawat darurat yang meliputi :
manajemen keperawatan, penerapan asuhan keperawatan, peningkatan pengetahuan
serta keterampilan keperawatan gawat darurat di RS dan berkesinambungan.
c) Memberikan reward (jasa keperawatan) dan punishment (sanksi) sesuai ketentuan
d) Melaksanakan pemantauan dan evaluasi kinerja secara periodik.
e) Melaksanakan tindak lanjut hasil pembinaan.
f) Melaksanakan pembinaan masalah etik profesi
Kriteria hasil:
a) Adanya peningkatan kinerja yang dibuktikan dengan dokumen kinerja perawat.
b) Adanya dokumen laporan penyelesaian masalah.
c) Adanya dokumen bimbingan teknis terhadap pelayanan keperawatan gawat darurat.
d) Adanya reward dan punishment.
e) Adanya dokumen penanganan masalah etik profesi.

Standar VI : Pengendalian Mutu Pelayanan Keperawatan Gawat Darurat


Pernyataan:
Pemantauan, penilaian pelayanan keperawatan serta tindak lanjutnya yang dilakukan
secara terus menerus untuk menjaga mutu pelayanan keperawatan gawat darurat.
Rasional:
Pengendalian mutu pelayanan keperawatan menjamin keselamatan, menurunkan angka
kematian dan kecacatan serta meningkatkan kepuasan pasien.
Kriteria Struktur:
a) Adanya kebijakan pimpinan sarana kesehatan tentang program keselamatan pasien
(Patient safety).
b) Adanya kebijakan tentang program pengendalian mutu keperawatan gawat darurat.
c) Adanya indikator kinerja klinis pelayanan gawat darurat:
1) Waktu tanggap pelayanan di gawat darurat ( response time )
2) Angka kematian pasien ≤ 24 jam
3) Kepuasan pelanggan
Kriteria Proses:
a) Melaksanakan pemantauan mutu dengan menggunakan instrumen yang terstandar
b) Melaksanakan upaya keselamatan pasien
c) Mendokumentasikan upaya keselamatan pasien dan pengendalian mutu
d) Menyusun program perbaikan kendali mutu pelayanan gawat darurat
Kriteria Hasil:
a) Ada dokumen hasil pelaksanaan keselamatan pasien dan perawat.
b) Ada dokumen hasil evaluasi pelaksanaan keselamatan pasien.
c) Waktu tanggap pelayanan gawat darurat (response time) ≤ 5 menit
d) Angka kematian pasien ≤ 24 jam ≤ dua per seribu dan kepuasan pelanggan ≥ 70%.

BAB III
KAJIAN SITUASI TATA KELOLA KEPERAWATAN

3.1. TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT UMUM HASAN SADIKIN


Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung berdiri pada tahun 1920 oleh pemerintah
Belanda dan selesai pada tahun 1923, pada tanggal 15 Oktober 1923 diresmikan dengan nama
“Het Algemenee Bandoengsche Ziekenhius” dan berdasarkan keputusan Menkes No.
124/Men/Kes/SK/IV/1978 RSHS berstatus rumah sakit rujukan puncak (Top Referral
Hospital) untuk daerah Jawa Barat dan sekitarnya. RSHS merupakan rumah sakit pendidikan
pusat rujukan tertinggi di Jawa Barat. Pada tahun 2006 Rumah Sakit Hasan Sadikin menjadi
BLU (Badan Layanan Umum), ketentuan ini berlaku sampai sekarang.

3.1.1.VISI, MISI, NILAI-NILAI, DAN MOTO RSUP Dr. HASAN SADIKIN


BANDUNG
 Visi RSHS adalah menjadi rumah sakit Indonesia kelas dunia yang unggul dalam
pelayanan, pendidikan dan penelitian.
 Misi RSHS adalah melaksanakan pelayanan kesehatan paripurna dan prima yang
terintegrasi dengan pendidikan dan penelitian.
 Nilai-nilai yang dipegang RSHS adalah Profesional, Respek, Integritas, Manusiawi, dan
Amanah.
 Moto RSHS adalah kesehatan anda menjadi prioritas kami.

Menurut Instruksi MenKes RI No 828/Menkes/VII/1999 dalam Djoko Wijono (2000)


yang dimaksud dengan Prima adalah bermutu tinggi dan memuaskan, yang dijabarkan
sebagai berikut:
 Pelayanan keperawatan diutamakan untuk memenuhi kebutuhan dasar klien dan keluarga
secara cepat dan tanggap
 Mengupayakan paparan yang jelas atau informasi yang tepat
 Setiap prosedur atau tata cara dilakukan secara tepat, konsisten dan konsekuensi sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku
 Tersedia loket informasi dan kotak saran bagi penerima pelayanan
 Penanganan proses pelayanan sedapat mungkin dilakukan oleh petugas yang berwenang,
kompeten, mampu, terampil dan profesional sesuai spesifikasi tugasnya.
 Menciptakan pola pelayanan kesehatan yang tepat sesuai dengan sifat dan jenis pelayanan
 Penanganan proses pelayanan sedapat mungkin dilakukan oleh petugas yang berwenang,
kompeten, mampu, terampil dan profesional sesuai spesifikasi tugasnya
 Menciptakan pola pelayanan kesehatan yang tepat dan sesuai dengan sifat dan jenis
pelayanan
 Biaya dan tarif pelayanan harus ditetapkan secara wajar dengan memperhitungkan
kemampuan masyarakat
 Pemberian pelayanan dilakukan secara tertib, teratur dan adil
 Kebersihan dan sanitasi lingkungan, tempat dan fasilitas pelayanan harus dijamin

3.1.2. MISI, MOTO, FALSAFAH, DAN TUJUAN BIDANG KEPERAWATAN RSUP


Dr. HASAN SADIKIN BANDUNG.
Misi bidang keperawatan adalah memberikan pelayanan dibidang keperawatan yang
holistik, bermutu, dan memuaskan bagi pasien dan keluarga (Moto bidang keperawatan adalah
kepuasan anda kebanggaan kami).
Falsafah bidang keperawatan adalah manusia adalah makhluk yang unik dan holistik
yang berhak memperoleh pelayanan yang bermutu dari seorang perawat melalui ilmu dan kiat
keperawatan untuk meningkatkan kualitas hidupnya.
Tujuan bidang keperawatan adalah menyelenggarakan kegiatan pelayanan, pendidikan,
penelitian keperawatan serta mengikuti perkembangan IPTEK keperawatan dalam
memberikan pelayanan yang bermutu dan memuaskan bagi pasien dan keluarganya.

3.2. KAJIAN SITUASI RUANG INSTALASI GAWAT DARURAT RSUP Dr.


HASAN SADIKIN BANDUNG

3.2.1. Visi Dan Misi IGD RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung
Visi IGD RSHS adalah menjadikan instalasi gawat darurat yang unggul dalam
pelayanan, prima dalam pelatihan dan pendidikan dalam kegawatdaruratan dan tangkas dalam
penanganan bencana.
Misi IGD RSHS adalah sebagai berikut :
1. Memberikan pelayanan gawat darurat yang cepat, tepat dan teliti untuk semua kasus.
2. Meningkatkan kualitas tenaga pelayanan IGD dalam profesi dan komunikasi.
3. Meningkatkan kerja sama dengan bagian dan instalasi-instalasi di TRSHS untuk
meningkatkan kualitas pelayanan di IGD.
4. Menyiapkan dan melatih SDM yang terampil dan tangkas dalam pelayanan gawat darurat
baik internal maupun eksternal RSHS.
5. Berpartisipasi dalam melakukan penelitian di bidang gawat darurat.
6. Meningkatkan kesiapan dan kualitas tim tanggap bencana yang siap untuk dikirim
kemanapun.
7. Berpartisipasi dalam pelayanan VVIP dan pelayanan khusus yang berkaitan dengan acara
kenegaraan di Jawa Barat.

3.2.2. Pelayanan IGD RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung


Gedung IGD RSHS terdiri dari tiga lantai dengan ruang tambahan (suplement wing)
dan berada pada lokasi yang cukup strategis dengan akses yang mudah dijangkau.
Fokus telaah ruang Instalasi Gawat darurat (IGD) adalah orang-orang yang berada
dalam semua rentang usia dengan gangguan seluruh sistem tubuh yang sedang dalam keadaan
gawat darurat.

Jenis pelayanan yang diberikan antara lain:


1. Pelayanan Medis dan Bencana
Pelayanan diberikan oleh sumber daya manusia yang profesional, terdiri dari dokter-
dokter spesialis yang on site (berada di tempat) yaitu dokter spesialis bedah, spesialis
kebidanan, spesialis anak, spesialis penyakit dalam, dan spesialis anestesi.
Perawat IGD adalah perawat yang sudah terlatih penanganan penderita gawat darurat
bersertifikat. Dari total perawat IGD lantai 1 sejumlah 64 orang perawat, pelatihan yang
pernah diikuti adalah sebagai berikut: Pelatihan Perawat Gawat Darurat (PPGD) basic II
sebanyak 100%, Bantuan Hidup Dasar (BHD): 100%, Emergency Nursing (EN): 3,6%, Basic
Trauma Cardiac Life Support (BTCLS): 1,8%, dan Advance Cardiac Life Support (ACLS):
6.3%. Hal ini telah sesuai dengan Standar Pelayanan Minimal (SPM) IGD menurut
KepMenKes No.129/Menkes/SK/II/2008.
IGD memiliki struktur organisasi keperawatan dengan uraian tugas yang jelas,
memiliki standar asuhan keperawatan kegawatdaruratan, memiliki SOP tindakan keperawatan
dan memiliki alur pelayanan yang jelas.
IGD lantai 1 terdiri dari pelayanan 24 jam untuk triage, pertolongan pertama,
resusitasi, tindakan kasus bedah, tindakan kasus anak, tindakan kasus medikal, serta ditunjang
oleh pelayanan radiologi 24 jam dan laboratorium 24 jam.
IGD lantai 2 terdiri dari pelayanan Rawat Gabung, dengan monitor tanda-tanda vital,
intermediate high care (IHC), pelayanan kebidanan dan perinatologi.
Pelayanan rawat inap sementara (48 jam) yang terdiri dari kelas I, kelas II, dan isolasi.
2. Pelayanan Administrasi
Pelayanan administrasi terdiri dari: pendaftaran, pembuatan status rawat inap,
administrasi askes sosial, jamkesmas, jamkesda, gakinda, kontraktor dan Pembayaran bekerja
sama dengan bank.
3. Pelayanan Ambulans
IGD memiliki dua unit ambulan service dengan kru yang terdiri dari dokter, perawat
dan sopir yang terampil dalam penanganan gawat darurat.
4. Pendidikan dan Pelatihan
Selain untuk pelayanan, IGD juga menjadi tempat untuk program pendidikan dokter
spesialis, program pendidikan dokter umum, praktikan mahasiswa keperawatan, praktikan
mahasiswa kesehatan lainnya. Jumlah mahasiswa yang banyak dan sirkulasi mahasiswa yang
tinggi (1-2 minggu) merupakan dampak dari hal tersebut.
Berdasarkan hasil informasi dari koordinator pendidik keperawatan di IGD, terdapat
program pendidikan berkelanjutan untuk perawat di IGD RSUP Dr Hasan Sadikin Bandung,
dimana setiap tahunnya diprogram 5 orang perawat untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang
Sarjana Keperawatan (Ners).
Pelatihan-pelatihan yang diselenggarakan oleh IGD di dalam maupun di luar IGD,
diantaranya adalah: GELS (General Emergency Life Support) bagi dokter, PPGD basic 1 bagi
perawat, PPGD basic 2 bagi perawat, PPGD untuk orang awam.

3.2.3. Hasil Kajian Situasi di IGD RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung
Berdasarkan hasil kajian situasi tanggal 12-15 Desember 2013 didapatkan data sebagai
berikut:
1. Manajemen Risiko dan Patient Safety

Konteks yang diunggulkan di IGD RSHS dalam pelaksanaan manajemen resiko adalah
sebagai berikut:
- IGD RSHS telah melakukan pemisahan limbah yang terdiri dari:
 Limbah medis infeksius: bekas balutan, sarung tangan bekas, botol bekas obat, potongan
tubuh, sediaan darah, specimen tubuh. Limbah medis ini dibuang ke tempat sampah
medis yang dilapisi kantong plastic kuning.
 Limbah medis tajam: jarum suntik bekas, jarum infus, pisau bedah. Limbah tersebut
dibuang ke kontainer khusus yang tidak dapat tembus (puncture proof) dan tidak dapat
digunakan ulang.
 Limbah non medis: kertas, sisa makanan, daun-daunan dibuang ke tempat sampah
dengan kantong plastik warna hitam.

- Komponen kewaspadaan lain yang menjadi perhatian IGD RSHS adalah:


 Setelah selesai melakukan tindakan, peralatan yang terkontaminasi dilakukan
dekontaminasi dengan cara merendam dengan larutan klorin kemudian baru dicuci.
Peralatan perawatan pasien dicuci dan disterilkan dengan baik,
 Pengendalian lingkungan dilakukan dengan memisahkan pasien pada bagian-bagian
yaitu bagian resusitasi, bagian medik, bagian anak, dan bagian bedah.
 Penanganan linen dikelola oleh pekarya.
 Penanganan limbah dikelola oleh RSHS.
 Penempatan pasien pada bagian-bagian di IGD disesuaikan dengan kondisi klinis
pasien.
 Perawat melakukan penyuntikan dengan aman agar terhindar dari resiko tertusuk jarum.
 IGD RSHS sudah menerapkan etika batuk di ruangan dan juga sudah menempelkan
poster etika batuk di ruang IGD
- Hasil kajian yang didapatkan tentang pelaksanaan patient safety oleh perawat
IGD RSHS pada tanggal 12-15 Desember 2013 adalah sebagai berikut:
 Perawat melakukan briefing setiap hari untuk pengumpulan data kinerja yang antara lain
terkait dengan pelaporan insiden, akreditasi, manajemen risiko, utilisasi, mutu
pelayanan, dan keuangan.
 Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien, kepala ruangan IGD
RSHS mendorong dan menumbuhkan komunikasi dan koordinasi antar unit dan
individu berkaitan dengan pengambilan keputusan tentang keselamatan pasien
disampaikan saat briefing.
 Mendidik staf tentang keselamatan pasien, perawat IGD RSHS mengikuti pendidikan
dan pelatihan patient safety melalui pendidikan dan pelatihan yang diselenggarakan oleh
rumah sakit
 Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien, perawat
IGD RSHS selalu mengkomunikasikan kegiatan-kegiatan yang terjadi dalam setiap shift
dan melakukan operan langsung ke pasien ketika pergantian shift.
 Pengisian form pengkajian pasien jatuh telah dilakukan oleh perawat dan berdasarkan
observasi semua form pengkajian telah diisi (100%).
 Penghitungan ketenagaan di IGD menggunakan rumus DepKes dan berdasarkan
penghitungan ketenagaan dengan menggunakan rumus DepKes (2005), jumlah tenaga
perawat di IGD sudah mencukupi yaitu 111 orang.
 SOP berupa gambar cuci tangan ada tetapi tidak semua tempat cuci tangan dilengkapi
dengan SOP berupa gambar cuci tangan.
 Belum adanya area dekontaminasi di IGD, area ini diperlukan untuk pasien-pasien yang
mengalami keracunan, sebelum masuk dan mendapatkan perawatan di IGG perlu
dilakukan dekontaminasi sehingga tidak menyebabkan kontaminasi (keracunan) pada
petugas kesehatan dan pasien lain.
 Berdasarkan hasil observasi didapatkan data belum maksimalnya penggunaan gelang
kuning sebagai salah satu bentuk identitas pada pasien yang beresiko jatuh.

Indikator yang menunjukkan kinerja perawat dalam pelayanan kegawatdaruratan


diantaranya adalah response time, decision time, dan angka kematian yang terjadi di instalasi
gawat darurat.
Tabel 7. Respon Time dan Decision Time di IGD RSHS
selama bulan Agustus s.d. Nopember 2013

No. Bulan Respon Time Decision Time


< 2 menit > 2 menit < 2 jam > 2 Jam
1. Agustus 100% 0% 14% 86%
2. Oktober 100% 0% 13% 87%
3. November 100% 0% 77% 23%
Rata-rata 100% 0% 35% 65%

Tabel 8. Angka kematian di IGD RSHS selama bulan September s.d Nopember 2013

Jumlah Pasien Jumlah Kematian


No. Bulan % Kematian IGD
IGD Pasien
1. September 3634 94 2.59%
2. Oktober 3779 90 2.38%
3. Nopember 4681 102 2.18%
12094 286 2.37%

Tabel 8. Jumlah Kunjungan Pasien IGD selama bulan September-Oktober 2013

Jumlah Kunjungan Pasien IGD RSHS


Tanggal Tahun 2013
September Oktober November
1 111 123 113
2 128 130 123
3 105 122 109
4 119 132 136
5 126 116 127
6 107 120 131
7 108 110 126
8 124 121 133
9 125 108 123
10 133 100 81
11 118 109 166
12 116 105 124
13 136 123 105
14 129 125 117
15 112 112 82
16 111 138 144
17 115 154 105
18 103 136 113
19 119 109 139
20 123 121 95
21 132 143 120
22 131 134 120
23 139 106 144
24 141 118 117
25 107 133 142
26 132 112 126
27 131 131 151
28 126 145 134
29 114 110 118
30 113 102 117
31 131
Jumlah 3634 3779 4681
Rata-rata 122 126 156

Kapasitas di tiap ruangan lantai I untuk menampung pasien


a. Ruang triage : 3 tempat tidur
b. Ruang resusitasi : 3 tempat tidur
c. Ruang Bedah : 8 tempat tidur
d. Ruang Medik : 8 tempat tidur
e. Ruang Anak : 12 tempat tidur
Terdiri dari:
- Tempat tidur biasa: 7 tempat tidur
- Tempat tidur neonatal: 3 tempat tidur
- Inkubator: 2 tempat tidur
Berdasarkan hasil kajian situasi tanggal 12-15 Desember 2013 didapatkan data
kapasitas ruangan tidak menentukan jumlah pasien yang diterima di ruang IRD (kapasitas
tidak terbatas), setelah dilakukan penilaian dan tindakan awal di ruangan triase, pasien akan
dimasukkan ke dalam ruangan berdasarkan klasifikasi penyakitnya. Jika ruangan yang sesuai
dengan penyakitnya pasien penuh, maka pasien dirawat dengan menggunakan brankard yang
ditaruh di depan ruangan masing-masing sesuai dengan penyakit pasien.
Berdasarkan hasil wawancara dengan dengan Kepala Pekarya pada tanggal 12
Desember 2013 didapatkan data mengenai brankard sebagai berikut; total brankard : 79 buah,
dari jumlah tersebut yang memiliki sebanyak 22 buah dan yang tidak memiliki kunci sebanyak
57 buah. Brankard yang ada di lantai I IGD terdiri dari 2 jenis yang berwarna hijau (brankard
baru yang memiliki kunci) sebanyak 12 buah, yang biasa (brankard lama) sebanyak 67 buah.
Berdasarkan wawancara dengan penyelia, IGD RS Dr. Hasan Sadikin sering menjadi
“puskesmas besar” dimana banyak kasus-kasus yang sebenarnya tidak perlu dibawa dan
dirawat ke RSUP dan juga rujukan dari RSUD yang indikasinya tidak tepat sehingga
menyebabkan jumlah pasien yang banyak. Perlu adanya kebijakan tentang rujukan balik ke
rumah sakit yang merujuk ketika kondisi pasien sudah memenuhi syarat. Kasus false
emergency tinggi yaitu sebanyak 68%.
Dalam melaksanakan asuhan keperawatan yang berkesinambungan, perawat IGD
RSHS melakukan briefing setiap hari yang diikuti oleh pengawas ruangan, kepala ruangan,
wakil kepala ruangan, perawat pelaksana, dan pekarya. Sebelum melakukan briefing, setiap
perawat pelaksana antar shift juga telah melakukan ronde keperawatan di setiap bagian dari
IGD sehingga asuhan keperawatan yang telah dan akan dilakukan selanjutnya dapat
disampaikan dengan terstruktur saat briefing (adanya collective culture yang bersifat share
expertise)
Dalam melaksanakan asuhan terhadap pasien di IGD melibatkan multidisiplin ilmu
yaitu dokter, perawat dan tenaga farmasi. Dalam pelaksanaan kolaborasi antara perawat dan
dokter dilakukan langsung di setiap bagian perawatan pasien di IGD. Namun belum terlihat
adanya tindakan kolaborasi dengan tenaga farmasi (apoteker) dalam melaksanakan fungsi
nya.
Sedangkan pelaksanaan kolaborasi antara perawat dan pasien/keluarga pasien sudah
berjalan dengan baik. Perawat menyampaikan hasil pemeriksaan dan rencana tindakan yang
akan dilakukan untuk pasien kepada pasien/keluarga pasien sampai tentang biaya perawatan.
Perawat juga melibatkan dan menghargai keputusan yang dipilih pasien/keluarga pasien
untuk menerima atau menolak tindakan yang akan diberikan untuk pasien. Disini perawat
terlihat respek dalam menghadapi keluhan pasien. Namun untuk pelaksanaan interdisiplin
belum terlaksana dengan baik, hal ini terlihat dalam observasi langsung yang dilakukan
kelompok bahwa masih terdapatnya fenomena fragmentasi dalam menentukan terapi medis
pada pasien dari berbagai disiplin ilmu (anastesi, cardio,anak dll), walaupun telah dilakukan
pendokumentasian dilembar terintegrasi (adanya Expert culture yang bersifat personal
autonomy)

2. Sumber Daya Manusia dan Pengembangan serta Profesional Development


Secara keseluruhan (lantai 1, lantai 2, lantai 3, SW) jumlah perawat ruang IGD
sebanyak 111 (dengan level pendidikan S2 Kep 2 orang, S1 Keperawatan 23 orang D3
keperawatan 72, D3 kebidanan 11 orang, D4 kebidanan 2 orang dan bidan D1 1 orang),
pekarya 25 orang, tenaga Tata usaha 2 orang, tenaga medis 26 (10 dokter umum, 5 staf
koordinasi, 8 brigade siaga bencana dan 3 orang spesialis)
Khusus jumlah keseluruhan pegawai IGD di lantai I sebanyak 62 orang yang terdiri dari:
 Pengawas, kepala ruangan, pengawas logistic, dan pelaksana asuhan keperawatan.
 46 orang perempuan dan 16 orang laki-laki.
 33 orang pendidikan terakhir D3 keperawatan, sebanyak 7 orang pendidikan terakhir S1dan
sebanyak 1 orang berpendidikan terakhir S2 untuk tenaga yang berstatus PNS, sedangkan
untuk tenaga non PNS terdiri dari 13 orang berpendidikan terakhir D3 keperawatan,
sebanyak 8 orang perawat sedang mengikuti pendidikan S1.

Tabel 9. Jumlah Perawat IGD berdasarkan status kepegawaian dan tingkat pendidikan
LANTAI PNS NON PNS SEDANG TOTAL
PENDIDIKAN
D1 D3 D3 D4 S1 S2 D3 D3 S1
Bidan Kep Keb Keb Kep Keb
LT 1 33 7 1 13 8 62
LT 2 1 9 7 2 1 1 8 4 2 35
LT 3 1 1 2
SW 6 1 2 3 12
1 49 7 2 1 1 23 4 13 111

Dalam pengembangan jenjang karir perawat, IGD RSHS menggunakan standar


pengembangan jenjang karir professional perawat klinik tingkat I, II, III, IV, dan V yang
dibedakan dari tingkat pendidikan dan golongan kepegawaian.
Pengaturan tenaga keperawatan dibagi menjadi 4 tim jaga, dimana pembagian tim
adalah sebagai berikut:
Tim 1: terdiri dari 13 orang
Tim 2: terdiri dari 12 orang
Tim 3: terdiri dari 12 orang
Tim 4 terdiri dari 12 orang
Masing-masing tim mempunyai tugas jaga pada satu shift (pagi, sore, malam, atau
libur) dan dibagi ke dalam 4 ruangan (triase sebanyak 1 orang perawat, medik I sebanyak 2
orang perawat, medik II sebanyak 2 orang perawat, bedah sebanyak 2 orang perawat, anak
sebanyak 1 orang perawat, resusitasi sebanyak 2 orang perawat.
Selanjutnya dalam usaha untuk meningkatkan kemampuan teknis, teoritis, konseptual,
dan moral karyawan, perawat IGD RSHS diberikan kesempatan untuk mengikuti seminar,
pelatihan dan pendidikan lanjutan formal yang diikuti secara individu maupun jalur kerjasama
dari rumah sakit. Saat pelaksanaan tata kelola, diketahui terdapat 5 orang perawat per tahun
yang dikirim untuk mengikuti pendidikan lanjutan dari jenjang Diploma III ke Sarjana (Strata
I) melalui jalur kerja sama RSHS dengan Universitas Padjadjaran.

3. International Patient Safety Goal (IPSG)


IGD RSHS juga mengunggulkan sasaran keselamatan patient safety yang terdiri dari:
ketepatan identifikasi pasien, peningkatan komunikasi yang efektif, peningkatan keamanan
obat yang harus diwaspadai, kepastian tepat lokasi, tepat prosedur, pengurangan risiko infeksi
terkait pelayanan kesehatan, dan pengurangan risiko pasien jatuh. Berdasarkan kuesioner
mengenai pengetahuan tentang IPSG, motivasi perawat, supervisi, pengaruh organisasi, dan
perilaku perawat dalam penerapan IPSG yang disebarkan tanggal 12 Desember 2013 kepada
seluruh perawat di IGD lantai 1, kuesioner yang diserahkan kembali tepat waktu sebanyak 44
kuesioner dan sebanyak 42 kuesioner yang digunakan untuk analisa data karena dua kuesioner
tidak diisi dengan lengkap. Dari hasil analisa pengolahan data kuisioner yang disebarkan
kepada perawat, didapatkan data sebagai berikut:
a. Karakteristik responden

Tabel 10. Karakteristik Reponden ruang IGD lantai 1

Variabel Kategori Frekuensi Persentase (%)


(orang)
Jenis Kelamin Perempuan 33 78.6
Laki-Laki 9 21.4
Pendidikan D3 35 83.3
S1 3 7.1
Ners 4 9.4
Lama Kerja < 5 tahun 7 16.7
5-10 tahun 11 26.2
>10 tahun 24 56.1

Jam Kerja 20-39 jam 3 7.1


40-59 jam 39 92.9
Pelatihan ≤ 2kali 30 71.4
>2 kali 12 28.6
Sosialisasi Tidak 9 21.4
Ya 33 78.6

Berdasarkan tabel 10 diatas dapat dilihat jenis kelamin responden sebagian besar
adalah perempuan (78.6%), pendidikan responden sebagian besar adalah D3 Keperawatan
(83.3%), lama kerja sebagian besar adalah > 10 tahun (56.1%), jam kerja sebagian besar
adalah antara 40-59 jam (92.9%), mengikuti pelatihan patient safety sebagian besar ≤2 kali
(71.4%), dan keikutsertaan perawat terhadap sosialisasi terkait mutu rumah sakit sebagian
besar pernah mengikuti (78.6%).

b. Pengetahuan perawat tentang IPSG

Berdasarkan data diatas dapat dilihat pengetahuan perawat IGD lantai 1 tentang IPSG
sebagian besar tinggi (54.76%).
c. Motivasi Perawat

Berdasarkan data diatas dapat dilihat motivasi perawat untuk bertindak berdasarkan
IPSG sebagian besar tinggi (66.67%).

d. Supervisi

Berdasarkan data diatas dapat dilihat pendapat perawat mengenai pengawasan


(supervisi) terhadap kinerja perawat dalam menerapkan IPSG adalah seimbang antara yang
berpendapat tinggi dan berpendapat rendah (50%).

e. Pengaruh Organisasi
Berdasarkan data diatas dapat dilihat pendapat perawat tentang pengaruh tempat
bekerja perawat adalah sebagian besar rendah (52.38%).

f. Perilaku Penerapan IPSG

Berdasarkan data diatas dapat dilihat penilaian perawat mengenai perilaku penerapan
IPSG pada diri perawat sebagian besar perilaku penerapan IPSG adalah rendah (88.10%).

Tabel 10. Perilaku penerapan IPSG per goal

Goal Nilai
1. Ketepatan identifikasi pasien 72.29

2. Peningkatan komunikasi yang efektif 76.20

3.Peningkatan keamanan obat yang harus 79.52


diwaspadai
5.Pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan 87.02
kesehatan

6.Pengurangan risiko pasien jatuh 75.73

Berdasarkan tabel 10 diatas, hasil analisa penilaian perawat mengenai perilaku


penerapan IPSG masing-masing goal dapat dilihat bahwa hasil perilaku yang tertinggi adalah
pada goal ke 5 (pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan) dengan nilai 87.02.

Berdasarkan hasil observasi terhadap 10 orang perawat pada tanggal 12-14 Desember
2013 di IGD lantai 1 mengenai perilaku penerapan IPSG didapatkan hasil sebanyak 3 orang
perawat (30%) memiliki perilaku penerapan IPSG yang tinggi, sedangkan sebanyak 7 orang
perawat (70%) memiliki perilaku penerapan IPSG yang rendah.
BAB IV
ANALISA DATA, PERENCANAAN DAN PELAKSANAAN KEGIATAN

4.1.ANALISIS SWOT
Strengthness (kekuatan) Weakness (kelemahan)
1. Memiliki visi dan misi yang jelas. 1. Komunikasi dengan tim kesehatan belum
2. Lokasi RSHS dan IGD di pusat kota dan optimal/masih terkotak-kotak.
pusat rujukan di Jawa Barat 2. Belum adanya area dekontaminasi.
3. Sebagai RS pendidikan dan memiliki MOU 3. Dari 79 brankard yang dimiliki IGD hanya
dengan institusi pendidikan kedoteran dan 22 yang memiliki kunci
keperawatan. 4. Decision time > 2 jam pada bulan Agustus
4. SDM (perawat, medis, penunjang) cukup mencapai 86% dan bulan Oktober
sudah sesuai kebutuhan mencapai 87%
5. Memiliki SDM S2 Kep 1 orang, S1 Kep 7 5. Tidak semua ruangan memiliki SOP cuci
orang, D3 46 orang (di lantai 1) tangan di dekat tempat cuci tangan
6. Memiliki program pengembangan SDM 6. Berdasarkan hasil kuesioner dari 42
perawat didapatkan hanya 12 (28.6%) yang
sudah mendapatkan pelatihan mengenai
yang jelas. Program pendidikan patient safety lebih dari 2 kali dalam 5
berkelanjutan sudah dibuat dengan rencana tahun terakhir
menyekolahkan ke jenjang S1 5 orang per 7. Berdasarkan hasil kuesioner dari 42
tahun perawat didapatkan 22 (52.4%) menyatakan
7. Kualifikasi pendidikan minimal D3 dengan pengaruh organisasi rendah
sertifikasi pelatihan PPGD basic II dan 8. Berdasarkan hasil kuesioner dari 42
BHD perawat didapatkan mayoritas perilaku
8. Memiliki struktur organisasi keperawatan penerapan IPSG rendah sebanyak 37
dengan uraian tugas yang jelas perawat (88.1%)
9. Memiliki standar asuhan keperawatan 9. Berdasarkan hasil observasi terhadap 10
kegawatdaruratan. orang perawat didapatkan 7 orang perawat
10. Memiliki SOP tindakan keperawatan (70%) memiliki penerapan perilaku IPSG
11. Memiliki alur pelayanan yang jelas. rendah.
12. Angka respon time < 5 menit 100% 10.Belum maksimalnya penggunaan gelang
13. Briefing dilakukan setiap pagi kuning sebagai salah satu bentuk identitas
14. Pengisian resiko jatuh pada format pada pasien yang beresiko jatuh.
pengkajian 100% terisi
15. Berdasarkan penghitungan ketenagaan
dengan menggunakan rumus Depkes
(2005), jumlah tenaga perawat di IGD
sudah mencukupi yaitu 111 orang
16. Berdasarkan hasil kuesioner didapatkan
dari 42 perawat, yang memiliki motivasi
tinggi sejumlah 28 (66.67%)
17. Berdasarkan hasil kuesioner didapatkan
dari 42 perawat 33 (78.6%) sudah
mendapatkan sosialisasi mengenai patient
safety
Opportunities (peluang) Threats (Ancaman)
1. Kebijakan RSHS tentang peningkatan 1. Masyarakat semakin kritis terhadap
jenjang pendidikan. pelayanan yang diberikan.
2. Kebijakan RSHS menjadi BLU (Badan 2. Kesadaran hukum masyarakat yang makin
Layanan Umum). meningkat
3. Kebijakan pemerintah (KeMenKes) 3. Banyaknya mahasiswa praktikan dengan
mengenai penerapan patient safety sirkulasi yang tinggi (1-2 minggu).
4. Kebijakan pemerintah mengenai Indonesia 4. Tingginya kunjungan pasien IGD yang
sehat 2015 mencapai ± 133 orang/hari
5. Kebijakan RSHS mengenai penerapan 5. Belum adanya kebijakan tentang rujukan
IPSG dari JCI balik ke rumah sakit pengirim.
6. IGD RSHS menjadi target untuk lahan 6. Masih banyak pasien kasus false
praktek mahasiswa keperawatan dan emergency yang masuk IGD sebesar 68%
kedokteran 7. Masih ada sistem rujukan dari RS daerah
yang tidak tepat ke IGD.

4.2.MATRIKS EVALUASI
a. Matriks Evaluasi Faktor Internal (IFE)
Bobot
Faktor-faktor strategi Internal Bobot Rating X
Rating
Strenghts (kekuatan)
1. Terdapat visi dan misi IGD yang jelas 1,0 4 4
2. Lokasi RSHS dan IGD di pusat kota dan pusat
rujukan di Jawa Barat 1,0 4 4
3. Sebagai RS pendidikan dan memiliki MOU dengan
institusi pendidikan kedoteran dan keperawatan.
0,5 4 2
4. Memiliki program pengembangan SDM yang jelas.
0.8 4 3,2
5. SDM (perawat, medis, penunjang) cukup sudah
sesuai kebutuhan
0.7 3 2.1
6. Kualifikasipendidikan minimal D3 dengan sertifikasi
pelatihan PPGD.
0.8 4 3,2
Bobot
Faktor-faktor strategi Internal Bobot Rating X
Rating
7 Memiliki SDM S2 Kep 1 orang, S1 Kep 7 orang, D3
46 orang
0.7 3 2.1
8. Memiliki struktur organisasi keperawatan dengan
uraian tugas yang jelas
0.6 4 2,4
9. Memiliki standar asuhan keperawatan
kegawatdaruratan.
1 3 3
10. Memiliki SOP tindakan keperawatan
1 3 3
11. Memiliki alur pelayanan yang jelas.
1 4 4
12. Angka respon time < 5 menit sebanyak 100%
1 4 4
13. Adanya briefing yang terprogram setiap pagi
(pertukaran shift malam ke pagi) yang dihadiri oleh
semua bagian baik penyelia ruang IGD, kepala
ruangan, wakil, dan perawat pelaksana, maupun
pekarya dan TU. 1 3 3
14.Pengisian resiko jatuh pada format pengkajian 100%
terisi 1 4 4
15.Berdasarkan penghitungan ketenagaan dengan
menggunakan rumus Depkes (2005), jumlah tenaga
perawat di IGD sudah mencukupi yaitu 111 orang
0.5 3 1.5
16.Berdasarkan hasil kuesioner didapatkan dari 42
perawat, yang memiliki motivasi tinggi sejumlah 28
(66.67%) 0,7 3 2,1
17. Berdasarkan hasil kuesioner didapatkan dari 42
perawat 33 (78.6%) sudah mendapatkan sosialisasi
mengenai patient safety 0,5 3 1,5
TOTAL 49.1

b. Matriks Evaluasi faktor Eksternal (EFE


Matriks)
Bobot
Weakness (kelemahan) Bobot Rating X
Rating
1. Komunikasi dengan tim kesehatan belum
optimal/masih terkotak-kotak. 0,7 4 2,8
2. Belum terdapat area dekontaminasi.. 0,8 4 3,2
3. Dari 79 brankar yang dimiliki IGD hanya 22 yang
0,8 3 2,4
Bobot
Faktor-faktor strategi Internal Bobot Rating X
Rating
memiliki kunci

4. Decision time > 2 jam pada bulan Oktober mencapai


87%
0,5 3 1,5
5. Tidak semua ruangan memiliki SOP cuci tangan di
dekat tempat cuci tangan
1 4 4
6. Berdasarkan hasil kuesioner dari 42 perawat
didapatkan hanya 12 (28.6%) yang sudah
mendapatkan pelatihan mengenai patient safety.
1 3 3
7. Berdasarkan hasil kuesioner dari 42 perawat
didapatkan 22 (52.4%) menyatakan pengaruh
organisasi rendah
0.5 2 1
8. Berdasarkan hasil observasi terhadap 10 orang
perawat didapatkan 7 (70%) orang perawat memiliki
penerapan perilaku IPSG rendah.
1 3 3
9. Berdasarkan hasil kuesioner dari 42 perawat
didapatkan mayoritas perilaku penerapan IPSG
rendah sebesar 37 (88.1%)
0,7 3 2,1
10. Belum maksimalnya penggunaan gelang kuning
sebagai salah satu bentuk identitas pada pasien yang
beresiko jatuh
1 3 3
TOTAL 26

b. Matriks Evaluasi Faktor Eksternal (EFE Matriks)

Bobot
Faktor-faktor strategi eksternal Bobot Rating X
Rating
Opportunities (peluang)
1. Kebijakan RSHS tentang peningkatan jenjang
1,0 4 4
pendidikan staf.
2. Kebijakan RS menggunakan Ruang IGD
sebagai tempat praktik mahasiswa kedokteran 0,7 4 2,8
dan keperawatan.
3. Kebijakan pemerintah (KeMenKes) mengenai 0,5 4 2,0
Bobot
Faktor-faktor strategi eksternal Bobot Rating X
Rating
penerapan patient safety
4. Kebijakan RSHS menjadi BLU (Badan
Layanan Umum). 0,2 3 0,6

5. Kebijakan pemerintah mengenai Indonesia


0,5 3 1,5
sehat 2015
6. Adanya kewenangan dari Kepala Ruangan
untuk mengatur sistem reward dan punishment 0,8 4 3.2

TOTAL 14.1
Threats (Ancaman)
1. Masyarakat semakin kritis terhadap pelayanan
yang diberikan. 1 3 3
2. Tingginya tuntutan hukum yang ditujukan
0,8 3 2,4
kepada rumah sakit dan petugas kesehatan.
3. Banyaknya mahasiswa praktikan dengan
0,5 3 1,5
sirkulasi yang tinggi (1-2 minggu).
4. Tingginya kunjungan pasien IGD mencapai ±
0,7 2 1,4
133 orang per hari
5. Masih banyak pasien kasus false emergency
0.7 3 2,1
yang masuk IGD sebesar 68%
6. Belum adanya kebijakan tentang rujukan balik
0,5 2 1,0
ke rumah sakit pengirim
7. Masih ada sistem rujukan dari RS daerah yang
0.5 2 1.0
tidak tepat ke IGD
TOTAL 12.4

Keterangan:
Justifikasi bobot berdasarkan kepentingan data dengan skala:

0,0 1,0
Tidak penting Sangat penting

Rating dari nilai 4 (outstanding) sampai dengan 1 (poor)


POSISI IGD DALAM DIAGRAM ANALISIS SWOT

14.1

KUADRAN 1
26 49.1

13.4
KETERANGAN:
Berdasarkan diagram diatas maka posisi IRD RSHS berada pada kuadran I. Maka
strategi yang dapat digunakan agar IGD tetap eksis adalah dengan strategi agresif. Dimana
IGD dapat mendayagunakan kekuatan yang dimiliki dan memanfaatkan peluang yang ada.
Namun dalam menerapkan strategi yang agresif, IGD juga harus berhati-hati karena IGD
memiliki kelemahan yang cukup besar pula yaitu dengan skor 26. Sehingga dengan
kekuatan internal yang ada diharapkan dapat menutupi kelemahan yang ada dalam
menghadapi ancaman yang timbul dari luar.
4.3.PLAN OF ACTION (POA)
NO MASALAH TUJUAN KEGIATAN SUMBER
DAYA
1 Penerapan IPSG Tujuan Jangka 1. Menempatkan SPO Penyelia
Rendah: Panjang berupa gambar hand Kepala Ruangan
- Tidak semua Semua perawat hygine di masing- Ketua Tim
ruangan mampu masing tempat cuci Perawat
mempunyai menerapkan IPSG tangan Pelaksana
petunjuk/gambar dengan seksama 2. Melakukan pengkajian
hand hygine faktor-faktor
- Decision time > 2 Tujuan Jangka penerapan IPSG pada
jam pada bulan Pendek perawat
Agustus 86% dan Setelah 3. Melakukan
bulan Oktober implementasi identifikasi terhadap
2013 mencapai program: faktor-faktor yang
87% - Terdapat SPO berpengaruh pada
- Berdasarkan hasil berupa gambar penerapan IPSG yang
kuesioner yang jelas tentang rendah
sebanyak 37 hand hygine 4. Mendokumentasikan
perawat dari 42 disetiap tempat frekuensi pelatihan
(88.1%) dan hasil cuci tangan perawat tentang
observasi - Terdapat patient safety
sebanyak 7 dari 10 dokumentasi 5. Mengusulkan sistem
perawat memiliki yang jelas tentang reward dan
perilaku penerapan keikutsertaan punishment dalam
IPSG yang rendah pelatihan patient penerapan IPSG
- Hasil kuesioner, safety 6. Mengusulkan
hanya 12 dari 42 - Terdapat follow pembuatan ganjalan
perawat (28.6%) up mengenai brankard dengan
yang sudah pengaruh menggunakan bahan
mendapatkan organisasi yang tersedia
pelatihan patient terhadap perilaku 7. Melakukan recalling
safety sebanyak penerapan patient tentang penerapan
lebih dari 2 kali safety IPSG
dalam 5 tahun - Terdapat proses 8. Merumuskan resolusi
- Berdasarkan hasil recalling yang jelas tentang
kuesioner dari 42 mengenai organisasi dan
perawat pentingnya IPSG komunikasi yang
didapatkan 22 - Terdapat resolusi tertata di UGD
(52.4%) yang jelas tentang 9. Pembuatan draft
menyatakan fungsi organisasi petunjuk pelaksanaan
pengaruh di IGD (juklak) dan petunjuk
organisasi rendah - Setiap perawat teknis (juknis)
- Dari 79 brankard memiliki pengisian decision
yang dimiliki IGD pengetahuan dan time
hanya 22 yang pemahaman yang
memiliki kunci sama tentang
decision time

4.4.PELAKSANAAN KEGIATAN DI RUANG IGD


No. Hari/Tanggal Jam Pelaksanaan Kegiatan
1. Kamis/19 08.00- - Mempersiapkan gambar cuci tangan dengan
Desember 2013 13.00 menggunakan sabun dan handrubs
- Melakukan penyerahan gambar cuci tangan
secara simbolis kepada perawat ruangan IRD
- Melakukan penempelan gambar cuci tangan
di ruang IRD lantai 1
2 Jumat/20 Desember 08.00- - Mempersiapkan draft juklak dan juknis
2013 11.00 pencatatan decision time
BAB V
PENUTUP

5.1. SIMPULAN
Pelaksanaan tata kelola keperawatan di Ruang IGD lantai 1 RSUP Dr. Hasan
Sadikin dilakukan dari tanggal 10-20 Desember 2013 dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Ruang IGD telah melakukan pelayanan medis dan bencana dengan dukungan sumber
daya manusia yang professional yaitu dokter spesialis, perawat yang sudah terlatih dan
bersertifikat pada Penanganan Penderita Gawat Darurat (PPGD), Emergensi Nursing
(EN), Basic Trauma Cardiac Life Support (BTCLS) dan Advanced Cardiac Life
Support (ACLS).
2. Ruang IGD melakukan pelayanan administrasi, pelayanan ambulan dengan personil
yang terampil.
3. Ruang IGD telah melaksanakan program pengembangan staf khususnya staf
keperawatan.
4. Ruang IGD telah melakukan pendekatan interdisiplin dan kolaborasi yaitu perawat dan
perawat telah melakukan briefing setiap pagi hari (antar shift) agar pelaksanaan
asuhan keperawatan berkesinambungan, perawat dan dokter telah melakukan
kolaborasi langsung disetiap bagian perawatan, kolaborasi antar perawat ataupun
dokter kepada pasien/keluarga telah terlaksana dengan cara menyampaikan hasil
pemeriksaan dan rencana tindakan.
5. Dari hasil kuesioner didaptkan sebagian besar perawat memiliki pengetahuan yang
tinggi tentang patient safety.
6. Dari hasil kajian situasi dengan kuesioner dan observasi didapatkan sebagian besar
perawat memiliki perilaku penerapan IPSG yang rendah.

5.2. SARAN
1. Perlunya perencanaan yang terprogram dan nyata tentang pemenuhan sumber daya
manusia dan pemenuhan sarana dan prasarana dalam menunjang pelaksanaan
pelayanan di ruang IGD.
2. Perlunya peningkatan motivasi diri bagi petugas kesehatan khususnya perawat dalam
menerapkan perilaku manajemen resiko dan patient safety
3. Perlunya peningkatan dukungan pelaksanaan manajemen resiko dan patient safety
baik berupa sarana dan kebijakan.
4. Perlunya dilaksanakan penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku
penerapan patient safety pada perawat di ruang IGD.
5. Perlunya pelatihan tentang patient safety yang berkesinambungan dan diikuti oleh
semua perawat secara bergiliran dan adanya sosialisasi/sharing setelah pelatihan.
DAFTAR PUSTAKA

Aditama, T.Y. (2003). Manajemen Administrasi Rumah Sakit, UI Pres, Jakarta.

A Guide for RCA Team Patient Safety Centre Queensland Health (2009).

Agency for Healthcare Research and Quality. (2004). AHRQ’S Patient Safety
Initiative:Building Foundations, Reducing Risk an Interim Report to the United
State Committee on Appropriations (No.4-RG005).

Aprilia,S. (2011). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perawat dalam Penerapan IPSG


(International Patient Safety Goal) pada akreditasi JCI (Joint Commission
International) di Instalasi Rawat Inap RS Swasta X tahun 2011. Skripsi. Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.

Care Quality Comission. (2009). National Study : The right information, in the
right place, at the right time (A study of how healthcare organisations manage
personal date). Diakses tanggal 25 Juni 2013. Tersedia di
archive.cqc.org.uk/_db/_documents/Info_governance_FINAL_PDF.pdf.

Dee. A.G. (1996), Manajemen Keperawatan Suatu Pendekatan Sistem, Edisi 2, Alih
Bahasa : Dika Coopey, M., Nix, Mp. 2006. Quality.Vol. 21, No. 3, pp. 195–202.
Lippincott Williams & Wilkins, Inc Translating Research Into Evidence-based
Nursing Practice and Evaluating Effectiveness. Journal Nursing Care.

Departemen Kesehatan RI. (2006). Standar Ketenagaan di Unit Pelayanan Keperawatan


Intensif.

Departemen Kesehatan RI. (2009). Sistem Kesehatan Nasional.


http://www.depkes.go.id/downloads/SKN%20final.pdf (Diakses Tanggal 27 Junir
2013).

Departemen Kesehatan RI. (2011). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia


Nomor 1691/Menkes/Per/VII/2011 Tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit,
http://kars.or.id/index.php? (Diakses tanggal 22 September 2013).

Gillies. (2000). Nursing Management: A System Approach. Philadelphia, USA. W.B


Saunders Company.

Isa, M, dkk. (2013). Resiko Manajement (Risk Management) diakses pada


ehttp://avicennaedu.wordpress.com/2013/03/26/resiko-manajemen-risk-
management/ pada tanggal 01 Oktober 2013.
Joint Commission International, (2010), Patient Safety in Intensive Care Unit,
http://www.jointcommissioninternational.org/ (Diakses tanggal 30 September
2013).

Joint Commission International. (2012). International Patient Safety Goals.


http://www.jointcommissioninternational.org/Common/PDFs/JCI
%20Accreditation/International_Patient_Safety_Goals_9Feb2012.pdf (Diakses
Tanggal 29 Juni 2013).

Jones, Bartlet. (2004). Implementing Evidence Base Nursing Practice: An Overview.

Kiarie, P. (2011). Patient Safety in Intensive Care Unit-A Literature Review. Turku
Uviversity of Applied Sciences.

Mulyati, L. dan Sufyan. A. (2008). Pengembangan Budaya Patient Safety dalam Praktik
Keperawatan. http://www.stikku.ac.id. (Diakses Tanggal 01 Oktober 2013).

Ramli, S. (2010). Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Jakarta : Dian
Rakyat.

RCA Tools NPSA (2009).

Swansburg, R. (2001). Pengembangan Staf Keperawatan: Suatu Komponen


Pengembangan Sumber Daya Manusia. Jakarta. EGC

U.S Department of Health and Human Services. (2008). Elements of Professional


Development System For Early Care and Education: A simplify Framework and
Definition. Occ-archive.org (Diakses Tanggal 1 Juli 2013).

Utarini, A. (2011). Tingkat Salah Tindakan Medis Sangat Tinggi. www.pikiran-


rakyat.com/node/153074. (Diakses tanggal 30 September 2013).

World Heatlh Organization, (2012). 10 Facts on Patient Safety,


http://www.who.int/features/factfiles/patient_safety/patient_safety_facts/en/
index9.html, (Diakses tanggal i Juli 2013).

Anda mungkin juga menyukai