Anda di halaman 1dari 8

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Tinjauan Pustaka
1. Rumah Sakit
Menurut WHO rumah sakit adalah suatu bagian menyeluruh
dari organisasi sosial dan medis berfungsi memberikan pelayanan
kesehatan yang lengkap kepada masyarakat, baik pengobatan, maupun
pemulihan, rumah sakit juga merupakan pusat latihan tenaga kesehatan,
serta untuk penelitian biososial (Budi, 2011). Sedangkan pengertian
rumah sakit sesuai dengan Undang-Undang No. 44 Tahun 2009 tentang
Rumah Sakit, rumah sakit yaitu institusi pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna
yang menyediakan pelayanan berupa rawat inap, rawat jalan, dan gawat
darurat.
Dalam hal ini rumah sakit memiliki kewajiban memberikan
pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, antidiskriminasi, dan efektif
dengan mengutamakan kepentingan pasien sesuai dengan standar
pelayanan rumah sakit. Selain itu, seperti dijelaskan dalam Undang
Undang Nomor 44 tahun 2009 pasal 29 rumah sakit juga berkewajiban
membuat, melaksanakan dan menjaga mutu pelayanan kesehatan
sebagai acuan dalam melayani pasien, melaksanakan fungsi sosial,
melaksanakan sistem rujukan, serta melaksanakan program pemerintah
di bidang kesehatan baik secara regional maupun nasional.
Menurut Hatta (2013) tujuan yang paling utama dalam
pelayanan

kesehatan

adalah

menghasilkan

outcome

yang

menguntungkan pasien, provider dan masyarakat. Pencapaian outcome


yang diinginkan sangat tergantung dari mutu pelayanan kesehatan
(rumah sakit). Dikembangkannya konsep clinical governance sebagai
manajemen klinis untuk penjagaan (quality assurance) dan peningkatan
mutu (quality improvement) rumah sakit.

10

2. Rekam Medis
a. Pengertian Rekam Medis
Menurut Permenkes 269/MENKES/PER/2008 Bab I pasal I
tentang Rekam Medis adalah berkas yang berisikan catatan dan
dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan,
tindakan, dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien
selama episode perawatan. Sedangkan menurut teori Huffman
(1994) rekam medis merupakan rekaman atau catatan mengenai
siapa, apa, mengapa, bilamana, dan bagaimana pelayanan yang
diberikan kepada pasien selama masa perawatan, yang memuat
pengetahuan mengenai pasien dan pelayanan yang diperoleh serta
memuat informasi yang cukup untuk mengidentifikasi pasien,
membenarkan diagnosis & pengobatan serta merekam hasilnya.
Rekam medis dapat diartikan sebagai kumpulan dari faktafakta yang berhubungan mengenai kesehatan dan kehidupan pasien
termasuk di dalamnya riwayat penyakit dan tindakan baik saat ini
maupun pada masa lampau yang dituliskan tenaga professional di
bidang kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan kepada
pasien (Huffman, 1994).
b. Kegunaan Rekam Medis
Rekam medis dibuat untuk tertib administrasi di rumah sakit
yang merupakan salah satu faktor penentu dalam rangka upaya
peningkatan pelayanan kesehatan (Rustiyanto, 2009).
Rekam medis adalah salah satu bagian dari pelayanan non
medis di rumah sakit yang juga menjadi tolok ukur mutu pelayanan
kesehatan di rumah sakit. Rekam medis dapat digunakan sebagai
sumber informasi untuk keperluan pengobatan pasien maupun
kepentingan pihak manajemen. Menurut Hatta (2013) informasi yang
baik, adekuat dan berguna sangat penting dalam menolong
seseorang dalam kondisi tertentu, informasi yang komprehensif
sebelum melakukan intervensi klinis dapat memperbaiki outcome
pelayanan kesehatan.
Menurut Hatta (2013), unit pelayanan kesehatan mengenal
tiga sumber data utama yaitu berkas administrasi, hasil pendataan

11

pasien dan rekam medis pasien. Sumber data tersebut dapat terpadu
dalam satu sistem melalui manajemen informasi kesehatan sehingga
mudah

diakses

untuk

dapat

dievaluasi

dan

dianalisis

bagi

kepentingan perencanaan dan perbaikan dan peningkatan mutu


informasi kesehatan dan pelayanan kesehatan pada umumnya.

3. Peran Perekam Medis


Sesuai

dengan

Permenkes

55

tahun

2013

tentang

Penyelenggaraan Pekerjaan Perekam Medis, manajemen pelayanan


Rekam Medis dan Informasi Kesehatan yaitu kegiatan menjaga,
memelihara dan melayani rekam medis baik secara manual maupun
elektronik sampai menyajikan informasi kesehatan di rumah sakit,
asuransi kesehatan, fasilitas pelayanan kesehatan dan lainnya yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan dan menjaga rekaman.
Menurut Hatta (2013), unit pelayanan kesehatan mengenal tiga
sumber data utama yaitu berkas administrasi, hasil pendataan pasien
dan rekam medis pasien. Rekam medis yang dimaksud adalah berkas
yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas pasien,
pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang telah
diberikan kepada pasien. Sumber data tersebut dapat terpadu dalam
satu sistem melalui manajemen informasi kesehatan sehingga mudah
diakses untuk dapat dievaluasi dan dianalisis bagi kepentingan
perencanaan dan perbaikan dan peningkatan mutu informasi kesehatan
dan pelayanan kesehatan pada umumnya.
Hal ini terkait bahwa peran perekam medis berkewajiban menjaga,
memelihara dan melayani rekam medis yang baik. Sedangkan clinical
pathway termasuk dalam catatan dan dokumen yang memuat identitas
pasien,

pemeriksaan, pengobatan yang diberikan, tindakan dan

pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien. Dalam hal ini sudah
seharusnya perekam medis menjaga, menyimpan clinical pathway dalam
dokumen rekam medis pasien.

12

4. Clinical Pathways
Clinical

Pathways

adalah

sebuah

perencanaan

pelayanan

multidisiplin terdiri dari intervensi pelayanan yang disusun oleh


profesional kesehatan yang bertanggungjawab atas pelayanan pasien.
Ini digunakan oleh profesional pemberi pelayanan kesehatan sebagai
pedoman pelayanan, koordinasi, pelaksanaan, monitor, dokumentasi,
dan review dari setiap pelayanan secara berkelanjutan (Cheah, 1998).
Clinical pathway merupakan aplikasi sehari-hari sejak mulai perawatan
sampai pasien pulang rawat (Hatta, 2013).
Pendekatan dan tujuan dari clinical pathway konsisten dengan
manajemen kualitas dan peningkatan kualitas klinis secara terusmenerus (Cheah, 2000). Beberapa ahli telah menunjukkan bahwa
menggunakan clinical pathway dan pedoman praktek klinis dapat
meningkatkan hasil klinis dan kualitas perawatan pasien dengan
mengurangi variasi dalam proses klinis (Cheah, 2000).
5. Standar dan Kriteria dalam Manajemen Mutu Klinis
Menurut Hatta (2013), standar adalah suatu tingkat dari pelayanan
yang diharapkan, biasanya disusun oleh ikatan atau asosiasi profesi
sebagai suatu metode optimal dalam pengobatan atau diagnosis.
Standar adalah suatu tingkat kepuasan yang diharapkan. Kriteria adalah
unsur-unsur penentu dalam pelayanan kesehatan dimana aspek dari
mutu pelayanan dapat dibandingkan yang dapat berupa pernyataan
tertulis yang jelas dari suatu nilai dan kepercayaan dalam mutu
pelayanan kesehatan. Kriteria dibagi menjadi dua yaitu kriteria implisit
dan kriteria eksplisit. Kriteria eksplisit dapat menjadi dasar untuk
penilaian mutu. Kriteria eksplisit harus dapat diukur dan reliable.

6. Lama Perawatan
Menurut Sudra (2010), lama perawatan adalah jumlah hari
kalender di mana pasien mendapatkan perawatan rawat inap di rumah
sakit, sejak tercatat sebagai pasien rawat inap (admisi) hingga keluar
rumah sakit (discharge). Kondisi pasien keluar bisa dalam keadaan hidup

13

maupun mati. Pasien yang belum keluar dari rumah sakit belum dapat
dihitung lama perawatannya.
Lama dirawat (LD) adalah jumlah hari yang terhitung sejak
pasien masuk sampai pasien keluar dari rumah sakit. Pengertian lama
rawat inap atau Length Of Stay (LOS) adalah rentang atau periode waktu
sejak pasien diterima masuk ke rumah sakit hingga berakhirnya proses
pengobatan secara administrative oleh suatu sebab tertentu. Berakhirnya
proses perawatan pasien dapat terjadi karena dinyatakan sembuh,
meninggal, rujuk / alih rawat ke rumah sakit lain, atau pulang paksa.
Lama rawat dihitung dalam satuan hari. Rerata lama rawat dihitung dari
jumlah hari rawat dari masing-masing pasien dibagi dengan jumlah
pasien keluar baik hidup atau mati. Rerata lama rawat merupakan
indicator untuk mengukur efisiensi mutu pelayanan rumah sakit (Depkes
RI, 1995).
Menurut Sudra (2010), semakin panjang lama perawatan maka
bisa menunjukkan kinerja kualitas medis yang kurang baik karena pasien
harus dirawat lebih lama. Nilai LOS ideal secara umum yang disarankan
yaitu 3 12 hari.
7. Bedah Sesar
Bedah sesar adalah suatu persalinan buatan, dimana janin
dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding perut dan dinding Rahim
dengan syarat Rahim dalam keadaan utuh serta berat janin diatas 500
gram (Wiknjosastro et al., 2010). Indikasi dilakukannya bedah sesar
meliputi indikasi ibu dan indikasi bayi. Indikasi ibu diantaranya panggul
sempit absolut, tumor-tumor yang terdapat di jalan lahir yang
menimbulkan

obstruksi,

stenosis

serviks/vagina,

plasenta

previa,

disproporsi sefalopelvik, dan rupture uteri membakat. Sedangkan indikasi


pada bayi adalah kelainan letak dan gawat janin.
Komplikasi pada ibu akibat bedah sesar perlu dianggap serius
karena ibu berhubungan langsung dengan tindakan operasi. Di Amerika
serikat sekitar 70-an, persentase dilakukannya bedah sesar berkisar 5,5
persen dari seluruh persalinan. Periode akhir 80-an meningkat menjadi
20,3 persen. Di Brazil bahkan mencapai 31,6 persen (Victoria et al.,

14

1990). Di kota meksiko diperkirakan bedah sesar terjadi pada hari 1 dari
5 persalinan di rumah sakit (Perez-escamilla et al., 1996).
8. Bedah Sesar Elektif
Berdasarkan kegawatan, indikasi bedah sesar dapat dibagi
menjadi 2, yaitu elektif dan emergency. Bedah sesar elektif didefinisikan
sebagai bedah sesar yang dapat ditunda untuk satu atau beberapa hari
(Capeless et al., 2008). Bedah sesar elektif dijadwalkan pada usia
kehamilan antara 39-40 minggu. Tujuan tindakan ini adalah untuk
mencegah kehamilan lewat waktu (postterm) yang akan mengakibatkan
morbiditas dan mortalitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan
persalinan tepat waktu (aterm). Bedah sesar elektif meminimalkan risiko
komplikasi yang sering terjadi pada bedah sesar emergency. Risiko
pendarahan akibat atonia uteri juga dapat dikurangi dengan bedah sesar
elektif (Norwitz et al., 2008). Bedah sesar elektif di Indonesia
menunjukkan banyaknya tingkat resiko yang dialami oleh ibu hamil.
9. Panduan Praktik Klinis
Panduan Praktik Klinis adalah suatu pernyataan yang sistematis
yang digunakan untuk membantu provider dan pasien membuat
keputusan tentang pelayanan kesehatan yang sesuai untuk suatu kondisi
klinis yang spesifik (Hatta, 2013). Panduan praktik klinis yaitu pedoman
penatalaksanaan terhadap suatu penyakit dan merupakan standar
pelayanan minimal yang dikuasai oleh tenaga medis.
B. Landasan Teori
Landasan teori yang digunakan untuk penerapan clinical pathway di
dalam penelitian ini adalah Hatta (2013), standar adalah suatu tingkat dari
pelayanan yang diharapkan, biasanya disusun oleh ikatan atau asosiasi
profesi sebagai suatu metode optimal dalam pengobatan atau diagnosis.
Standar adalah suatu tingkat kepuasan yang diharapkan. Kriteria adalah
unsur-unsur penentu dalam pelayanan kesehatan dimana aspek dari mutu
pelayanan dapat dibandingkan yang dapat berupa pernyataan tertulis yang
jelas dari suatu nilai dan kepercayaan dalam mutu pelayanan kesehatan.

15

Kriteria dibagi menjadi dua yaitu kriteria implisit dan kriteria eksplisit. Kriteria
eksplisit dapat menjadi dasar untuk penilaian mutu. Kriteria eksplisit harus
dapat diukur dan reliable. Kriteria eksplisit pada penelitian ini adalah lama
perawatan pasien. Kriteria disesuaikan dengan standar protokol klinis atau
clinical pathway.
Dalam era JKN yang diterapkan sejak tanggal 1 Januari 2014.
clinical pathway merupakan salah satu persyaratan utama pengendali biaya
dan

pengendali

mutu

layanan

pasien

dalam

sistem

pembayaran

berdasarkan case-mix INA-CBGs (Permenkes RI Nomor 27 tahun 2014


tentang Juknis Sistem INA-CBGs). Clinical pathway dapat menentukan hasil
yang diharapkan atau diantisipasi hasil perawatan, oleh karena itu clinical
pathway digunakan sebagai alat untuk pelaksanaan proses dan hasil audit.
C. Kerangka Konsep
Kerangka konsep penelitian pada dasarnya adalah kerangka
hubungan konsep-konsep yang ingin diamati atau diukur melalui penelitianpenelitian yang akan dilakukan (Notoatmodjo, 2012). Berdasarkan masalah
dan tujuan penelitian yang telah ditetapkan serta didukung landasan teori
diatas, maka dapat dibuat suatu kerangka konsep sebagai acuan peneliti
dalam penelitian yang dilakukan sebagai berikut :
Penerapan clinical
pathway pasien
bedah sesar elektif
di RSUD Wates.

Kesesuaian lama
dirawat (LOS) dari
berkas rekam medis
dengan clinical
pathway

Prosentase
kesesuaian hasil
lama
rawat
berdasarkan
standar
lama
rawat
clinical
pathway bedah
sesar elektif

Gambar 1. Kerangka konsep

Penyebab lama
dirawat (LOS)
tidak sesuai
dengan standar
LOS clinical
pathway

16

D. Pertanyaan Penelitian
1. Apa karakteristik clinical pathway bedah sesar elektif di RSUD Wates?
2. Bagaimana prosentase kesesuaian hasil lama rawat (LOS) pasien bedah
sesar elektif berdasarkan standar lama rawat clinical pathway di RSUD
Wates?
3. Apa penyebab lama dirawat (LOS) tidak sesuai dengan standar clinical
pathway bedah sesar elektif di RSUD Wates?
4. Bagaimana prosentase kesesuaian pengisian lama dirawat (LOS) clinical
pathway bedah sesar elektif dengan berkas rekam medis pasien?

Anda mungkin juga menyukai