Anda di halaman 1dari 386

FAKTOR PENYEBAB PENGEMBALIAN BERKAS KLAIM

RAWAT INAP OLEH BPJS KESEHATAN DI RUMAH


SAKIT MITRA SEHAT SITUBONDO

SKRIPSI

oleh

SITI ZULAIKHA
NIM G41151266

PROGRAM STUDI REKAM MEDIK


JURUSAN KESEHATAN
POLITEKNIK NEGERI JEMBER
2019
FAKTOR PENYEBAB PENGEMBALIAN BERKAS KLAIM RAWAT
INAP OLEH BPJS KESEHATAN DI RUMAH
SAKIT MITRA SEHAT SITUBONDO

SKRIPSI

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Terapan
Kesehatan (S.Tr. Kes) di Program Studi Rekam Medik Jurusan Kesehatan

oleh

SITI ZULAIKHA
NIM G41151266

PROGRAM STUDI REKAM MEDIK


JURUSAN KESEHATAN
POLITEKNIK NEGERI JEMBER
2019

ii
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIDKAN TINGGI
POLITEKNIK NEGERI JEMBER
JURUSAN KESEHATAN

FAKTOR PENYEBAB PENGEMBALIAN BERKAS KLAIM RAWAT


INAP OLEH BPJS KESEHATAN DI RUMAH SAKIT
MITRA SEHAT SITUBONDO

Siti Zulaikha (G41151266)

Telah diuji pada tanggal 24 Januari 2019


Telah Dinyatakan Memenuhi Syarat

Ketua Penguji,

dr. Novita Nuraini, M.A.R.S


NIP. 19841107 201012 2 002

Sekretaris Penguji, Anggota Penguji,

Rossalina Adi Wijayanti, S. KM, M.Kes Indah Muflihatin, S. Si, T, M. Kes


NIP. 19840219 201504 2 002 NIP. 19830328 201703 2 001

Mengetahui,

Ketua Jurusan Kesehatan

Sustin Farlinda, S. Kom., MT


NIP. 19720204 200112 2 003

iii
HALAMAN PERSEMBAHAN

Dengan rasa syukur kepada Allah S.W.T yang senantiasa memberikan


kemudahan dan kelancaran dalam proses pengerjaan skripsi sehingga dapat
terselesaikan dengan baik dan tepat waktu. Skripsi ini dibuat sebagai persembahan
rasa terima kasih kepada:
1. Kedua orang tua saya yaitu bapak saya Jumain dan ibu saya Ngatini.
2. Kakak kandung saya Agustiningsih, kakak ipar saya Alan Ramdhan Eka
Diansyah, dan keponakan saya Zahra Auliya Diansyah.
3. Rossalina Adi Wijayanti, S. KM, M. Kes. selaku dosen pembahas dua dan
dosen pembimbing untuk kesabaran dan bimbingannya selama ini.
4. dr. Novita Nuraini, M.A.R.S. selaku dosen pembahas satu.
5. Indah Muflihatin, S.Si.T, M.Kes. selaku dosen pembahas tiga.
6. Almamater Program Studi Rekam Medik Politeknik Negeri Jember, tempat
menuntut ilmu.
7. Teman-teman Cetar atas nama Fira Ludianti, Dyah Ayu Puspitasari, Fenti
Lisa Umami, dan Novita Dinar.
8. Teman-teman Griya Kos No. 71 atas nama Amelia Agustiningrum, Afida
Turrohmah Maulidiyah, Dena Yola Vita, Elma Khoirotun Nafiah, dan Resta
Yuliani.
9. Vitrianto selaku teman debat dalam segala hal.
10. Calon imamku siapapun itu nantinya yang telah digariskan oleh Allah
S.W.T.
11. Teman-teman PKL di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang atas nama Yulita
Rahmatillah, Retita Larasati, Nonik Aisyah Rohman, Mery Widyastutik,
Aula Dina Rahmah, Dewi Wardah, Lailatu Taufiqoh, Nur Holila Musdolifa,
Fenti Lisa Umami
12. Teman-teman satu angkatan yang telah menemani dan selalu menyemangati
saya.

iv
HALAMAN MOTTO

“Kejujuran, Kedisiplinan, Ikhtiar, dan Doa tidak akan membohongi sebuah hasil”
(Siti Zulaikha)

“Nothing imposible in this world”


(Nelson Mandela)

“Adalah kebodohan jika kita melakukan hal yang sama berulang kali dan
menunggu hasil yang berbeda”
(Albert Einstein)

v
HALAMAN PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :


Nama : Siti Zulaikha
NIM : G41151266
Menyatakan dengan sebenar–benarnya bahwa segala pernyataan dalam
skripsi saya yang berjudul “Faktor Penyebab Pengembalian Berkas Klaim Rawat
Inap oleh BPJS Kesehatan di Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo” merupakan
gagasan dan hasil karya saya sendiri dengan arahan komisi pembimbing dan
belum pernah diajukan dalam bentuk apa pun pada perguruan tinggi manapun.
Semua data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan
dapat di periksa kebenarannya. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari
karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam naskah dan
dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Jember, 27 Mei 2019

Siti Zulaikha
NIM G41151266

vi
The Causal Factor of The Returning Care Claim Document by Health
Insurance at Mitra Sehat Hospital in Situbondo (Siti Zulaikha)

Siti Zulaikha
Medical Record Study Program
Department of Health

ABSTRACT
Health refund was an essential thing of JKN implementation which was
implemented in the hospital by health insurance through claim submission.
Nevertheless, those proposed files was not always stated as qualified by health
insurance so that the claim document was returned. It happened at Mitra Sehat
hospital in Situbondo, the claim document was returned by health insurance. The
impact of claim file return was queue claim and diagnose rates decline. The
purpose of this research was to know the causal factor of inpatient claim
document return by health insurance at Mitra Sehat hospital in Situbondo. The
kind of research that is used by the researcher is qualitative, data collecting
through interview toward 5 informants, observation, and documentation. The
result of this research showed that cause of claim document return was caused by
incomplete claim document and coding rule in corresponding. The incomplete of
checklist existence, small of room claim, no SOP claim, scanner less and human
resource, unimplemented claim implementation monitoring suggestion to
minimize the returning claim document was implemented a direction toward claim
officer intensively, room utilization maximally, file racks providing, physician
query providing, SOP claim preparation, scanner and human resource addition
and meeting implementation routinely.

Keywords: claim document, returns, nonconformities, incompleteness, problem


trees

vii
Faktor Penyebab Pengembalian Berkas Klaim Rawat oleh BPJS Kesehatan
di Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo (Siti Zulaikha)

Siti Zulaikha
Program Studi Rekam Medik
Jurusan Kesehatan

ABSTRAK

Pembiayaan kesehatan merupakan bagian terpenting dari implementasi JKN yang


diselenggarakan di rumah sakit oleh BPJS Kesehatan melalui pengajuan klaim.
Namun tidak semua berkas yang diajukan dikatakan layak oleh BPJS Kesehatan
sehingga terjadi pengembalian berkas klaim. Hal ini terjadi di Rumah Sakit Mitra
Sehat Situbondo, berkas klaim rawat inap di Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo
dikembalikan oleh BPJS Kesehatan. Dampak pengembalian berkas klaim yaitu
klaim pending dan penurunan tarif diagnosis. Tujuan penelitian ini untuk
mengetahui faktor penyebab pengembalian berkas klaim rawat inap oleh BPJS
Kesehatan di RS Mitra Sehat Situbondo. Jenis penelitian yang digunakan adalah
kualitatif, pengumpulan data melalui wawancara kepada 5 informan. observasi,
dan dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyebab pengembalian
berkas klaim disebabkan ketidaklengkapan berkas klaim dan ketidaksesuaian
kaidah koding. Ketidaklengkapan dan ketidaksesuaian kaidah koding disebabkan
oleh pengetahuan petugas kurang, tidak adanya checklist, ruangan klaim sempit,
SOP klaim belum ada, kurangnya scanner dan SDM dan monitoring pelaksanaan
klaim belum terlaksana. Saran untuk meminimalisir terjadinya pengembalian
berkas klaim adalah diadakannya arahan kepada petugas klaim secara intensif,
pemanfaatan ruangan secara maksimal, penyediaan rak berkas, disediakan
physician query, penyusunan SOP klaim, penambahan scanner dan SDM serta
pelaksanaan rapat rutin

Kata Kunci: berkas klaim, pengembalian, ketidaksesuaian, ketidaklengkapan,


pohon masalah

viii
RINGKASAN

Faktor Penyebab Pengembalian Berkas Klaim Rawat Inap oleh BPJS


Kesehatan di Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo, Siti Zulaikha, NIM
G41151266, Tahun 2019, 367 hlm, Rekam Medik, Politeknik Negeri Jember,
Rossalina Adi Wijayanti, S. KM, M.Kes (Pembimbing).

BPJS Kesehatan bekerjasama dengan rumah sakit milik pemerintah maupun


swasta dengan membuat Perjanjian Kerja Sama (PKS). PKS antar pihak adalah
suatu hubungan hukum yang resmi dan sah, mencakup hak dan kewajiban para
pihak yang harus dipatuhi selama masa perjanjian. Rumah sakit berhak menerima
pembayaran klaim atas pelayanan yang diberikan kepada peserta dan BPJS
Kesehatan wajib melakukan pembayaran klaim kepada faskes atau PPK. Klaim
BPJS Kesehatan adalah pengajuan biaya perawatan pasien peserta BPJS oleh
pihak rumah sakit kepada pihak BPJS Kesehatan, dilakukan secara kolektif dan
ditagihkan kepada pihak BPJS Kesehatan setiap bulannya. Proses klaim ini sangat
penting bagi rumah sakit sebagai penggantian biaya pasien asuransi yang telah
berobat.
Rumah Sakit (RS) Mitra Sehat Situbondo merupakan rumah sakit yang
ditetapkan sebagai rumah sakit tipe C pada tahun 2017. Jumlah kunjungan pasien
di RS Mitra Sehat Situbondo setiap tahunnya mengalami peningkatan. studi
pendahuluan tanggal 11 Mei 2018 dengan petugas JKN didapatkan laporan bahwa
sejak RS Mitra Sehat Situbondo bekerjasama dengan BPJS Kesehatan,
manajemen keuangan mengalami hambatan sehingga proses pelayanan menjadi
terganggu. Hal tersebut dikarenakan terjadi pengembalian berkas klaim oleh BPJS
Kesehatan. Pengembalian berkas klaim ini paling banyak terjadi pada berkas
rawat inap daripada berkas klaim rawat jalan dengan perbandingan 1:11.
Pengembalian berkas klaim oleh BPJS Kesehatan disebabkan oleh dua hal yakni
berkas klaim tidak lengkap dan ketidaksesuaian kaidah koding. Ketidaklengkapan
berkas kaim dan ketidaksesuaian kaidah koding dapat disebabkan oleh faktor
human, organization, technology, planning, organizing, actuating, dan
controlling.

ix
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisa faktor penyebab
pengembalian berkas klaim rawat inap oleh BPJS Kesehatan di Rumah Sakit
Mitra Sehat Situbondo. Jenis penelitian yang digunakan yaitu kualitatif.
Pengumpulan data dilakukan denganmelakukan wawancara mendalam, observasi,
dan dokumentasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah berkas yang dikembalikan
hampir setiap bulannya terjadi dengan rata-rata sebesar 13.065% dari 595 berkas
yang diklaimkan. Petugas pendaftaran sering salah dalam menginputkan tanggal
masuk dan keluar pada SEP sehingga berkas harus dikembalikan. Petugas koding
juga menyatakan bahwa petugas masih sering terjadi kekeliriuan entri berkas
klaim yang tidak layak seperti kasus KLL yang tidak ditanggung oleh BPJS
Kesehatan. Petugas koding masih kebingungan untuk membedakan mana yang
termasuk kasus KLL dan mana yang tidak termasuk kasus KLL. Berdasarkan
faktor human terkait ketidaklengkapan berkas klaim adalah kurangnya
pemahaman tentang regulasi kelengkapan berkas klaim, rata-rata karyawan masih
baru sehingga belum ada pengalaman, dan kurangnya jumlah verifikator internal.
Berdasarkan faktor organization terkait ketidaklengkapan berkas klaim adalah
berkas hilang karena rak/kerabjang berkas klaim tidak ada dan ruangan sempit
sehingga sesak apabila melakukan proses pengecekan berkas klaim. Berdasarkan
faktor technology terkait ketidaklengkapan berkas klaim adalah kurangnya
scanner dan karyawan masih belum bisa mengatasi terjadinya error sehingga
apabila terjadi error hingga 2 hari akan menghambat kerja input data
Berdasarkan faktor planning terkait ketidaklengkapan berkas klaim adalah
belum optimalnya SOP pengisian berkas rekam medis, tidak ada sosialisasi
pengisian rekam medis, dan belum ada SOP kelengkapan berkas klaim.
Berdasarkan faktor organizing terkait ketidaklengkapan berkas klaim adalah
belum optimal keterlibatan antara dokter, perawat, dan perekam medis, belum
jelas dan rinci job description-nya. Berdasarkan faktor actuating terkait
ketidaklengkapan berkas klaim adalah belum ada reward dan punishment,
pengarahan hanya pada saat awal bekerja saja. Berdasarkan faktor controlling
terkait ketidaklengkapan berkas klaim adalah belum diadakan rapat rutin minimal
6 bulan atau 1 tahun sekali sehingga tidak ada kebijakan baru.
x
Koding yang tidak sesuai menurut BPJS Kesehatan yaitu N20.2 (Batu
saluran kencing+ISK), K30 (Dispepsia), A16.0 (TB+PPOK), A09
(GEA+Thypoid), K81.9 (Cholecystitis + cholelithiasis). Berdasarkan faktor
human terkait ketidaksesuaian kaidah koding adalah belum paham tentang
regulasi diagnosa apa saja yang dapat diklaimkan ke BPJS Kesehatan, kurang
pahamnya clinical pathway dan terminologi medis, kurangnya keterampilan
membaca tulisan dokter. Berdasarkan faktor organization terkait ketidaksesuaian
kaidah koding adalah kurang konsentrasinya karyawan dalam bekerja karena
ruangan sempit. Berdasarkan faktor technology terkait ketidaksesuaian kaidah
koding adalah belum bridging antara v-klaim dan e-klaim. Berdasarkan faktor
planning terkait ketidaksesuaian kaidah koding adalah tidak mengetahui SOP
pengkodingan, belum ada sosialisasi SOP, dan tidak ada rencana strategis terkait
pengembalian berkas klaim karena ketidaksesuaian kaidah koding. Berdasarkan
faktor organizing terkait ketidaksesuaian kaidah koding adalah ruangan sempit.
Berdasarkan faktor actuating terkait ketidaksesuaian kaidah koding adalah tidak
ada reward dan punishment, dan pengarahan hanya pada saat awal bekerja saja.
Berdasarkan faktor controlling terkait ketidaksesuaian kaidah koding adalah
belum ada rapat rutin untuk evaluasi program sehingga nantinya akan muncul
kebijakan baru. Upaya perbaikan yang dapat dilakukan adalah pembuatan SOP
pengklaiaman, sosialisasi SOP, penambahan karyawan, pengajuan proposal untuk
pelebaran ruangan, penambahan scanner, memperjelas job description, membuat
checklist, diadakan reward seperti penambahan hari cuti atau hadiah kecil setiap
tahunnya dan punishment seperti peringatan baik secara lisan maupun tertulis.

xi
PRAKATA

Puji syukur kehadirat Allah S.W.T yang telah melimpahkan rahmat, taufik, dan
hidayah-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penyusunan Skripsi
yang berjudul “Faktor Penyebab Pengembalian Berkas Klaim Rawat Inap oleh
BPJS Kesehatan di Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo” dengan baik dan lancar.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Saiful Anwar, S. TP. MP, selaku Direktur Politeknik Negeri Jember.
2. Sustin Farlinda, S. Kom., MT, selaku Ketua Jurusan Kesehatan.
3. Faiqatul Hikmah, S.KM., M. Kes, selaku Ketua Program Studi Rekam
Medik yang telah memberikan kesempatan kepada peneliti untuk
melanjutkan studi dan membantu dalam proses pendidikan.
4. Rossalina Adi Wijayanti, S. KM., M.Kes, selaku pembimbing yang telah
memberikan motivasi, kesempatan, dan waktunya untuk membimbing
peneliti hingga terselesaikannya skripsi ini.
5. Keluarga dan saudara – saudara yang memberikan dukungan dan motivasi
untuk memperlancar terselesainya skripsi ini.
6. Teman–teman Program Studi Rekam Medik Politeknik Negeri Jember
angkatan 2015 yang telah mendukung dan membantu dalam penyelesaian
Skripsi ini.
Peneliti menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, baik dari segi isi
maupun cara penyusunannya. Oleh sebab itu, peneliti mengharapkan kritik dan
saran dari berbagai pihak demi kesempurnaan skripsi ini. Peneliti berharap,
semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan.

xii
PERNYATAAN
PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH
UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya:

Nama : Siti Zulaikha


NIM : G41151266s
Program Studi : Rekam Medik
Jurusan : Kesehatan

Demi pengembangan Ilmu Pengetahuan, saya menyetujui untuk memberikan


kepada UPT. Perpustakaan Politeknik Negeri Jember, Hak Bebas Royalti Non-
Eksklusif (Non-Exclusive Royalty Free Right) atas Karya Ilmiah berupa Skripsi
saya yang berjudul :

FAKTOR PENYEBAB PENGEMBALIAN BERKAS KLAIM RAWAT


INAP OLEH BPJS KESEHATAN DI RUMAH SAKIT
MITRA SEHAT SITUBONDO

Dengan Hak Bebas Royalti Non-Eksklusif ini UPT. Perpustakaan Politeknik


Negeri Jember berhak menyimpan, mengalih media atau format, mengelola dalam
bentuk Pangkalan Data (Database), mendistribusikan karya dan menampilkan
atau mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis
tanpa perlu meminta ijin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai
penulis atau pencipta.
Saya bersedia untuk menanggung secara pribadi tanpa melibatkan pihak
Politeknik Negeri Jember. Segala bentuk tuntutan hukum yang timbul atas
Pelanggaran Hak Cipta dalam Karya ilmiah ini.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Jember
Pada Tanggal : 27 Mei 2019
Yang menyatakan,

Nama : Siti Zulaikha


NIM : G41151266

xiii
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN SAMPUL
HALAMAN JUDUL ............................................................................................. ii
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................. iii
HALAMAN PERSEMBAHAN .......................................................................... iv
HALAMAN MOTTO ........................................................................................... v
HALAMAN PERNYATAAN.............................................................................. vi
ABSTRACT .......................................................................................................... vii
ABSTRAK .......................................................................................................... viii
RINGKASAN ....................................................................................................... ix
PRAKATA ........................................................................................................... xii
PERNYATAAN .................................................................................................. xiii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... xiv
DAFTAR TABEL .............................................................................................. xix
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xx
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xxii
DAFTAR SINGKATAN ................................................................................... xxv

BAB 1. PENDAHULUAN .................................................................................... 1


1.1 Latar Belakang .................................................................................... 1
1.2 Tujuan Penelitian ................................................................................ 6
1.2.1 Tujuan Umum........................................................................... 6
1.2.2 Tujuan Khusus .......................................................................... 6
1.3 Manfaat Penelitian .............................................................................. 7
1.3.1 Bagi Peneliti .............................................................................. 7
1.3.2 Bagi Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo ................................ 7
1.3.3 Politeknik Negeri Jember ......................................................... 7

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 8


2.1 Penelitian Terdahulu ........................................................................... 8

xiv
2.1.1 Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Taliana D. Malonda 8
2.1.2 Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Estri Aditya Pradani 8
2.2 State of the Art .................................................................................... 9
2.3 Rumah Sakit ...................................................................................... 10
2.3.1 Definisi Rumah Sakit .............................................................. 10
2.3.2 Tugas dan Fungsi Rumah Sakit .............................................. 11
2.3.3 Jenis dan Klasifikasi Rumah Sakit.......................................... 12
2.4 Rekam Medis .................................................................................... 14
2.4.1 Definisi Rekam Medis ............................................................ 14
2.4.2 Aspek Rekam Medis ............................................................... 14
2.5 BPJS Kesehatan ................................................................................ 15
2.5.1 Definisi BPJS Kesehatan ........................................................ 15
2.5.2 Visi dan Misi BPJS Kesehatan ............................................... 16
2.6 Klaim................................................................................................. 17
2.6.1 Definisi Klaim......................................................................... 17
2.6.2 Jenis Klaim ............................................................................. 18
2.6.4 Verifikasi di Kantor (Vedika) ................................................. 19
2.6.5 Penting dan Dampak Klaim BPJS Kesehatan......................... 45
2.6.6 Indikator Penelitian ................................................................. 45
2.7 Pohon Masalah .................................................................................. 51
2.7.1 Definisi Pohon Masalah .......................................................... 51
2.7.2 Tujuan Pembuatan Pohon Masalah......................................... 52
2.7.3 Langkah Pembuatan Pohon Masalah ...................................... 52
2.7.4 Kelebihan dan Kekurangan Pohon Masalah ........................... 54
2.7.5 Kekurangan Pohon Masalah ................................................... 55
2.8 Brainstorming ................................................................................... 55
2.9 Kerangka Konsep .............................................................................. 58

BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN ........................................................... 60


3.1 Jenis Penelitian.................................................................................. 60
3.2 Unit Analisis ..................................................................................... 60
3.3 Definisi Istilah ................................................................................... 61
xv
3.4 Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data ........................................ 69
3.4.1 Teknik Pengumpulan Data...................................................... 69
3.4.2 Instrumen Pengumpulan Data ................................................. 69
3.5 Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................ 69
3.5.1 Lokasi Penelitian..................................................................... 69
3.5.2 Waktu Penelitian ..................................................................... 70
3.6 Analisis Data ..................................................................................... 70
3.7 Tahapan Penelitian ............................................................................ 71
3.8 Uji Keabsahan Data .......................................................................... 73

BAB 4. PEMBAHASAN ..................................................................................... 74


4.1 Gambaran Umum Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo ................... 74
4.1.1 Profil Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo ............................ 74
4.1.2 Sejarah Berdirinya Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo ....... 74
4.1.3 Visi, Misi, Tujuan, Struktur Organisasi, dan Data Rumah Sakit
Mitra Sehat Situbondo ............................................................ 75
4.1.4 Gambaran Alur Klaim BPJS Kesehatan di Rumah Sakit Mitra
Sehat Situbondo ...................................................................... 76
4.2 Identifikasi Pengembalian Berkas Klaim Rawat Inap oleh BPJS
Kesehatan di RS Mitra Sehat Situbondo.......................................... 80
4.3 Identifikasi Berkas yang Tidak Lengkap Menurut BPJS Kesehatan
sehingga Terjadi Pengembalian Berkas Klaim Rawat Inap di RS
Mitra Sehat Situbondo ..................................................................... 83
4.4 Identifikasi Faktor Penyebab Ketidaklengkapan Berkas Klaim Rawat
Inap Berdasarkan Faktor Human, Technology, dan Organization .. 93
4.4.1 Faktor Penyebab dari Segi Human Berdasarkan
Ketidaklengkapan Berkas Klaim Rawat Inap ........................ 94
4.4.2 Faktor Penyebab dari Segi Organization Berdasarkan
Ketidaklengkapan Berkas Klaim Rawat Inap ...................... 111
4.4.3 Faktor Penyebab dari Segi Technology Berdasarkan Penyebab
Ketidaklengkapan Berkas Klaim Rawat Inap ...................... 116

xvi
4.5 Identifikasi Faktor Penyebab Ketidaklengkapan Berkas Klaim Rawat
Inap Berdasarkan Faktor Planning, Organizing, Actuating, dan
Controlling ..................................................................................... 123
4.5.1 Faktor Penyebab Ketidaklengkapan Berkas Klaim Rawat Inap
dari Segi Planning ................................................................ 123
4.5.2 Faktor Penyebab Level Kedua dari Segi Organizing
Berdasarkan Penyebab Level Pertama Ketidaklengkapan
Berkas Klaim Rawat Inap..................................................... 128
4.5.3 Faktor Penyebab dari Segi Actuating Berdasarkan
Ketidaklengkapan Berkas Klaim Rawat Inap ...................... 133
4.5.4 Faktor Penyebab dari Segi Controlling Berdasarkan
Ketidaklengkapan Berkas Klaim Rawat Inap ...................... 138
4.6 Identifikasi Koding yang Tidak Sesuai Menurut BPJS Kesehatan
sehingga Terjadi Pengembalian Berkas Klaim Rawat Inap di RS
Mitra Sehat Situbondo ................................................................... 141
4.7 Identifikasi Faktor Penyebab Ketidaksesuaian Kaidah Koding
Berdasarkan Faktor Human, Technology, dan Organization ........ 144
4.7.1 Faktor Penyebab dari Segi Human Berdasarkan Penyebab
Ketidaksesuaian Kaidah Koding .......................................... 144
4.7.2 Faktor Penyebab dari Segi Organization Berdasarkan
Penyebab Ketidaksesuaian Kaidah Koding .......................... 154
4.7.3 Faktor Penyebab dari Segi Technology Berdasarkan Penyebab
Ketidaksesuaian Kaidah Koding .......................................... 158
4.8 Identifikasi Faktor Penyebab Ketidaksesuaian Kaidah Koding
Berdasarkan Faktor Planning, Organizing, Actuating, dan
Controlling ..................................................................................... 162
4.8.1 Identifikasi Faktor Penyebab dari Segi Planning Berdasarkan
Ketidaksesuaian Kaidah Koding .......................................... 162
4.8.2 Identifikasi Faktor Penyebab Ketidaksesuaian Kaidah Koding
dari Segi Organizing Berdasarkan Ketidaksesuaian Kaidah
Koding .................................................................................. 166

xvii
4.8.4 Identifikasi Faktor Penyebab Ketidaksesuaian Kaidah Koding
dari Segi Controlling Berdasarkan Ketidaksesuaian Kaidah
Koding .................................................................................. 173
4.9 Analisis Faktor Penyebab Pengembalian Berkas Klaim Rawat Inap
oleh BPJS Kesehatan di Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo
Menggunakan Pohon Masalah ....................................................... 175
4.10 Menentukan Pemecahan Masalah Pengembalian Berkas Klaim
Rawat Inap oleh BPJS Kesehatan di RS Mitra Sehat Situbondo
dengan Menggunakan Metode Brainstrorming ............................. 184

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................ 201


5.1 Kesimpulan ..................................................................................... 201
5.2 Saran ............................................................................................... 203

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 204


DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... 219

xviii
DAFTAR TABEL

Halaman
1.1 Data Berkas Rawat Inap yang Mengalami Pengembalian Berkas Klaim oleh
BPJS Kesehatan di Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo Tahun 2018 ............ 2

1.2 Data Penyebab Pengembalian Berkas Klaim oleh BPJS Kesehatan di RS Mitra
Sehat Situbondo Tahun 2018 ........................................................................... 3

2.1 Persamaan dan Perbedaan Karya Tulis Ilmiah.................................................. 9

2.2 Perbedaan Verifikasi Konvensional dan Vedika............................................. 20

2.3 Permasalahan Koding...................................................................................... 24

3.1 Data Subjek Penelitian di RS Mitra Sehat Situbondo terkait Faktor Penyebab
Pengembalian Berkas Klaim Rawat Inap oleh BPJS Kesehatan ................... 60

3.2 Definisi Istilah ................................................................................................. 61

3.3 Jadwal Kegiatan .............................................................................................. 70

4.1 Data Pengembalian Berkas Klaim Rawat Inap oleh BPJS Kesehatan di RS
Mitra Sehat Situbondo bulan September – Desember Tahun 2018 ............... 80

4.2 Hasil Analisis Kelengkapan Berkas Klaim BPJS Kesehatan Pasien Rawat Inap
Bulan September – Desember Tahun 2018 di Rumah Sakit Mitra Sehat
Situbondo dilihat dari kelengkapan lembar klaim rawat inap........................ 84

4.3 Gambaran Kelengkapan Berkas, Validitas Isi, dan Waktu Pengajuan Berkas
Klaim Rawat Inap 1 Kasus Persalinan bulan Oktober Tahun 2018 ............... 87

4.4 Gambaran Kelengkapan Berkas, Validitas Isi, dan Waktu Pengajuan Berkas
Klaim Rawat Inap 1 Kasus ISK bulan Desember Tahun 2018 ...................... 90

4.5 Tabel Masa Kerja Informan Penelitian Tahun 2019 ..................................... 105

4.6 Masa Kerja Informan Penelitian Tahun 2019 ............................................... 107

4.7 Ketidaksesuaian Kaidah Koding antara Verifikator Internal Rumah Sakit


dengan Verifikator BPJS Kesehatan Tahun 2018 ........................................ 141

4.8 Hasil Upaya Perbaikan Masalah Tahun 2018 ............................................... 185

4.9 Menyusun Standar Beban Kerja.................................................................... 193

xix
DAFTAR GAMBAR

Halaman
2.1 Masalah Utama................................................................................................ 53

2.2 Penyebab Level Pertama ................................................................................. 53

2.3 Penyebab Level Kedua .................................................................................... 53

2.4 Penyebab Level Kedua .................................................................................... 54

2.5 Pohon Masalah secara Keseluruhan ................................................................ 54

2.6 Kerangka Konsep (Doha dan Darmawan) ...................................................... 58

3.1 Tahapan Penelitian .......................................................................................... 71

4.1 Alur Klaim BPJS di Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo.............................. 77

4.2 Pohon Masalah dari Faktor Human .............................................................. 110

4.3 Pohon Masalah Faktor Organization ............................................................ 115

4.4 Pohon Masalah Faktor Technology ............................................................... 122

4.5 Pohon Masalah Faktor Planning ................................................................... 126

4.6 Pohon Masalah Faktor Organizing ............................................................... 131

4.7 Pohon Masalah Faktor Actuating .................................................................. 137

4.8 Pohon Masalah Faktor Controlling ............................................................... 140

4.9 Pohon Masalah Faktor Human ...................................................................... 153

4.10 Pohon Masalah Faktor Organization .......................................................... 157

4.11 Pohon Masalah Faktor Technology ............................................................. 161

4.12 Pohon Masalah Faktor Planning ................................................................. 165

4.13 Pohon Masalah Faktor Organizing ............................................................. 168

4.14 Pohon Masalah Faktor Actuating ................................................................ 172

4.15 Pohon Masalah Faktor Controlling ............................................................. 174

xx
4.16 Penyebab Level Pertama ............................................................................. 175

4.17 Pohon Masalah Pengembalian Berkas Klaim karena Ketidaklengkapan


Berkas Klaim ............................................................................................. 177

4.18 Pohon Masalah Pengembalian Berkas Klaim karena Ketidaksesuaian Kaidah


Koding ....................................................................................................... 181

4.19 Checklist Kelengkapan Berkas Klaim ......................................................... 191

xxi
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
1. Permohonan Observasi, Wawancara dan Brainstorming ............................... 219

2. Lembar Persetujuan Setelah Penjelasan (PSP) Petugas Pendaftaran 1 ........... 220

3. Lembar Persetujuan Setelah Penjelasan (PSP) Petugas Pendaftaran 2 ........... 223

4. Lembar Persetujuan Setelah Penjelasan (PSP) Verifikator Internal 1 ............ 224

5. Lembar Persetujuan Setelah Penjelasan (PSP) Verifikator Internal 2 ............ 227

6. Lembar Persetujuan Setelah Penjelasan (PSP) Verifikator Internal 3 ............ 229

7. Lembar Persetujuan Setelah Penjelasan (PSP) Petugas Entri Data 1 ............. 231

8. Lembar Persetujuan Setelah Penjelasan (PSP) Petugas Entri Data 2 ............... 232

9. Lembar Persetujuan Setelah Penjelasan (PSP) Petugas Entri Data 3 ............. 234

10. Lembar Persetujuan Setelah Penjelasan (PSP) Kepala Rekam Medis .......... 237

11. Lembar Pedoman Wawancara....................................................................... 239

12. Lembar Wawancara ...................................................................................... 240

13. Lembar Hasil Wawancara Ketidaklengkapan Berkas Klaim oleh Verifikator


Internal Berdasarkan Faktor Human ............................................................ 241

14. Lembar Hasil Wawancara Ketidaklengkapan Berkas Klaim dan


Ketidaksesuaian Kaidah koding oleh Verifikator Internal Berdasarkan Faktor
Organization ................................................................................................ 249

15. Lembar Hasil Wawancara Ketidaklengkapan Berkas Klaim oleh Petugas


Pendaftaran dan Verifikator Internal Berdasarkan Faktor Technology ....... 252

16. Lembar Hasil Wawancara Ketidaklengkapan Berkas Klaim oleh Verifikator


Internal Berdasarkan Faktor Planning ......................................................... 257

17. Lembar Hasil Wawancara Ketidaklengkapan Berkas Klaim dan


Ketidaksesuaian Kaidah Koding oleh Verifikator Internal Berdasarkan Faktor
Organizing ................................................................................................... 260

xxii
18. Lembar Hasil Wawancara Ketidaklengkapan Berkas Klaim dan
Ketidaksesuaian Kaidah Koding oleh Verifikator Internal Berdasarkan Faktor
Actuating ...................................................................................................... 264

19. Lembar Hasil Wawancara Ketidaklengkapan Berkas Klaim dan


Ketidaksesuaian Kaidah Koding oleh Verifikator Internal Berdasarkan Faktor
Controlling ................................................................................................... 266

20. Lembar Hasil Wawancara Ketidaklengkapan Berkas Klaim oleh Petugas


Pendaftaran Berdasarkan Faktor Human ..................................................... 268

21. Lembar Hasil Wawancara Ketidaklengkapan Berkas Klaim oleh Petugas


Pendaftaran Berdasarkan Faktor Organization ............................................ 274

22. Lembar Hasil Wawancara Ketidaklengkapan Berkas Klaim oleh Petugas


Pendaftaran Berdasarkan Faktor Planning .................................................. 276

23. Lembar Hasil Wawancara Ketidaklengkapan Berkas Klaim oleh Petugas


Pendaftaran Berdasarkan Faktor Organizing ............................................... 278

24. Lembar Hasil Wawancara Ketidaklengkapan Berkas Klaim oleh Petugas


Pendaftaran Berdasarkan Faktor Actuating.................................................. 281

25. Lembar Hasil Wawancara Ketidaklengkapan Berkas Klaim oleh Petugas


Pendaftaran Berdasarkan Faktor Controlling .............................................. 284

26. Lembar Hasil Wawancara Ketidaksesuaian Kaidah Koding oleh Verifikator


Internal Berdasarkan Faktor Human ............................................................ 286

27. Lembar Hasil Wawancara Ketidaksesuaian Kaidah Koding oleh Verifikator


Internal Berdasarkan Faktor Technology ..................................................... 291

28. Lembar Hasil Wawancara Ketidaksesuaian Kaidah Koding oleh Verifikator


Internal Berdasarkan Faktor Planning ......................................................... 293

29. Lembar Hasil Wawancara Ketidaksesuaian Kaidah Koding oleh Petugas Entri
Data Berdasarkan Faktor Human ................................................................. 295

30. Lembar Hasil Wawancara Ketidaksesuaian Kaidah koding oleh Petugas Entri
Data Berdasarkan Faktor Technology .......................................................... 300

31. Lembar Hasil Wawancara Ketidaksesuaian Kaidah Koding oleh Petugas Entri
Data Berdasarkan Faktor Planning .............................................................. 305

32. Lembar Hasil Wawancara Ketidaksesuaian Kaidah Koding oleh Petugas Entri
Data Berdasarkan Faktor Organizing .......................................................... 307

xxiii
33. Lembar Hasil Wawancara Ketidaksesuaian Kaidah Koding oleh Petugas Entri
Data Berdasarkan Faktor Controlling .......................................................... 309

34. Lembar Wawancara Pengambilan Kebijakan ............................................... 311

35. Lembar Wawancara Kepala Keuangan dan Kepegawaian ........................... 314

36. Lembar Wawancara Ketidaklengkapan Berkas dan Ketidaksesuaian Kaidah


Koding.......................................................................................................... 315

37. Lembar Observasi ......................................................................................... 319

38. Lembar Observasi Kedisiplinan dan Kaidah Koding.................................... 322

39. Lembar Observasi Kelengkapan Berkas Klaim 1 ......................................... 324

40. Lembar Observasi Kelengkapan Berkas Klaim 2 ......................................... 327

41. Daftar Hadir Brainstorming .......................................................................... 330

42. Pedoman dan Hasil Brainstorming ............................................................... 331

43. Hasil Brainstorming ...................................................................................... 332

44. Dokumentasi Penelitian ................................................................................ 340

45. Formulir Evaluasi Kelengkapan Berkas Klaim Rawat Inap ......................... 343

46. SOP Evaluasi Kelengngkapan Berkas Klaim ............................................... 344

47. SOP Pengkodingan Pasien JKN .................................................................... 347

48. SOP Pendaftaran Pasien JKN Rawat Inap .................................................... 349

49. SOP Penerbitan SEP ..................................................................................... 352

50. Buku Petunjuk Aplikasi Surat Eligibilitas Peserta ........................................ 356

51. Petunjuk Teknik E-Klaim INA-CBGs 5.2 .................................................... 357

52. Surat Pernyataan............................................................................................ 358

53. Biodata Peneliti ............................................................................................. 359

xxiv
DAFTAR SINGKATAN

Depkes : Departemen Kesehatan


RI : Republik Indonesia
JKN : Jaminan Kesehatan Nasional
SJSN : Sistem Jaminan Kesehatan Nasional
BPJS : Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
PKS : Perjanjian Kerja Sama
Persi : Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia
PPK : Penyedia Pelayanan Kesehatan
RS : Rumah Sakit
INA-CBG’s : Indonesia Case Base Groups
KLL : Kecelakaan Lalu Lintas
dkk : dan kawan-kawan
SOP : Standar Operasional Prosedur
CMG’s : Casemix Main Groups
IJP : Instalasi Jaminan Pembiayaan
NGT : Nominal Group Technique
CARL : Capability Accessibility Readiness and Leverage
Menkes : Menteri Kesehatan
PT Taspen : Persero Terbatas Tabungan dan Asuransi Pensiun
PT Jamsostek : Persero Terbatas Jaminan Sosial Tenaga Kerja
PT Asabri : Persero Terbatas Angkatan Bersenjata Republik Indonesia
PT Askes : Persero Terbatas Asuransi Kesehatan
RITP : Rawat Inap Tingkat Pertama
RJTP : Rawat Jalan Tingkat Pertama
RJTL : Rawat Jalan Tingkat Lanjutan
RITL : Rawat Inap Tingkat Lanjutan
FPK : Formulir Pengajuan Klaim
COB : Coordination of Benefit
SEP : Surat Eligibilitas Peserta
DPJP : Dokter Penanggung Jawab Poli
xxv
LUPIS : Luar Paket INA CBGs
BOA : Brand Office Aplication
SDM : Sumber Daya Manusia
UGD : Unit Gawat Darurat
HOT : Human, Organization, Technology
POAC : Planning, Organizing, Actuating, Controlling
SIMRS : Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit
RSUD : Rumah Sakit Umum Daerah
UU : Undang-Undang
Permenkes : Peraturan Menteri Kesehatan
SK : Surat Keputusan
RSUP : Rumah Sakit Umum Provinsi
PPDS : Program Pendidikan Dokter Spesialis
ICD-10 : International Statistical Classification of Diseases and Related
Health Problems revisi ke 10
ICD-9-CM : International Classification of Diseases, 9th Revision, Clinical
Modification
IT : Information Technology
PBI : Penerima Bantuan Iuran
Vedika : Verifikasi di Kantor/Verifikasi Digital Klaim
CABG : Coronary Artery Bypass Graft
KTP : Kartu Tanda Penduduk
KK : Kartu Keluarga
MRS : Masuk Rumah Sakit
DBD : Demam Berdarah
TPPRI : Tempat Pendaftaran Pasien Rawat Inap
DM : Diabetes Melistus
NIDDM : Non-Insulin-Dependent Diabetes Melitus
IDDM : Insulin-Dependent Diabetes Melitus
IGD : Instalasi Gawat Darurat
PPA : Profesional Pemberi Asuhan

xxvi
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Rumah sakit merupakan institusi pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang
menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat (Depkes RI,
2009a). Penyelenggaran pelayanan kesehatan di rumah sakit mempunyai
karakteristik dan organisasi yang sangat kompleks, ditambah dengan
ditetapkannya program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) pada Januari 2014.
Sistem Jaminan Kesehatan Nasional (SJSN) di Indonesia mewajibkan setiap
penduduk memiliki akses terhadap pelayanan kesehatan yang menyeluruh dan
bermutu agar dapat melangsungkan hidup (Depkes RI, 2004). JKN
diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.
BPJS Kesehatan bekerjasama dengan rumah sakit milik pemerintah maupun
swasta dengan membuat Perjanjian Kerja Sama (PKS). PKS antar pihak adalah
suatu hubungan hukum yang resmi dan sah, mencakup hak dan kewajiban para
pihak yang harus dipatuhi selama masa perjanjian. Menteri Kesehatan Republik
Indonesia (2014a) menjelaskan bahwa rumah sakit berhak menerima pembayaran
klaim atas pelayanan yang diberikan kepada peserta dan BPJS Kesehatan wajib
melakukan pembayaran klaim kepada faskes atau PPK.
Klaim BPJS Kesehatan adalah pengajuan biaya perawatan pasien peserta
BPJS oleh pihak rumah sakit kepada pihak BPJS Kesehatan, dilakukan secara
kolektif dan ditagihkan kepada pihak BPJS Kesehatan setiap bulannya (Ardhitya,
2015). Proses klaim ini sangat penting bagi rumah sakit sebagai penggantian biaya
pasien asuransi yang telah berobat. Persi (2016) menyatakan bahwa aliran kas
rumah sakit terganggu akibat permasalahan dalam pembayaran klaim.
Selanjutnya, Shobirin (2017) menambahkan bahwa terhambatnya pembayaran
kewajiban pengawas, pemasok, dan memangkas biaya pemeliharaan salah satunya
dikarenakan pengembalian berkas klaim oleh BPJS. Oleh sebab itu, upaya
pencegahan pengembalian berkas klaim diperlukan agar proses pembayaran klaim
tidak terhambat sehingga pelayanan rumah sakit dapat berjalan optimal.

1
2

Rumah Sakit (RS) Mitra Sehat Situbondo merupakan rumah sakit yang
ditetapkan sebagai rumah sakit tipe C pada tahun 2017. Jumlah kunjungan pasien
di RS Mitra Sehat Situbondo setiap tahunnya mengalami peningkatan. Jumlah
pasien umum RS Mitra Sehat Situbondo pada tahun 2017 mengalami penurunan
dan jumlah pasien asuransi mengalami peningkatan yang signifikan. Pasien rawat
umum tercatat sebanyak 20% dari total pasien sedangkan jumlah pasien BPJS
Kesehatan sebesar 80%.
Hasil wawancara yang telah dilakukan pada studi pendahuluan tanggal 11
Mei 2018 dengan petugas JKN didapatkan laporan bahwa sejak RS Mitra Sehat
Situbondo bekerjasama dengan BPJS Kesehatan, manajemen keuangan
mengalami hambatan sehingga proses pelayanan menjadi terganggu. Hal tersebut
dikarenakan terjadi pengembalian berkas klaim oleh BPJS Kesehatan.
Pengembalian berkas klaim ini paling banyak terjadi pada berkas rawat inap
daripada berkas klaim rawat jalan dengan perbandingan 1:11. Hasil dokumentasi
diperoleh data berkas rawat inap yang mengalami pengembalian berkas klaim
rawat inap oleh BPJS Kesehatan pada bulan Januari sampai April 2018 sebagai
berikut.
Tabel 1.1 Data Berkas Rawat Inap yang Mengalami Pengembalian Berkas Klaim
oleh BPJS Kesehatan di Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo Tahun
2018

Berkas yang Tidak di


Berkas yang di Kembalikan
Kembalikan oleh BPJS
Bulan oleh BPJS Kesehatan Total
Kesehatan
Jumlah Persentase Jumlah Persentase
Januari 196 82,35% 42 17,65% 238
Februari 149 74,13% 52 25,87% 201
Maret 189 89,15% 23 10,85% 212
April 190 84,40% 35 15,60% 225
Sumber: RS Mitra Sehat Situbondo, 2018.

Berdasarkan Tabel 1.1 tersebut diketahui bahwa pengembalian berkas klaim


rawat inap setiap bulannya selalu terjadi. Pengembalian berkas klaim rawat inap
tertinggi terjadi pada bulan Februari sebesar 25,87% sedangkan persentase
pengembalian berkas klaim rawat inap terendah terjadi pada bulan Maret sebesar
10,85%. Pengembalian berkas klaim ini dapat mempengaruhi pengelolaan
3

keuangan rumah sakit karena hampir 80% pendapatan rumah sakit berasal dari
klaim JKN.
Pengembalian berkas klaim oleh BPJS Kesehatan disebabkan oleh dua hal
yaitu berkas klaim tidak lengkap dan ketidaksesuaian kaidah koding (BPJS
Kesehatan, 2017). Kedua penyebab ini juga terjadi di RS Mitra Sehat Situbondo.
Hasil dokumentasi dan observasi yang didapatkan dari lembar serah terima klaim
BPJS Kesehatan, didapatkan data penyebab pengembalian berkas klaim sebagai
berikut.
Tabel 1.2 Data Penyebab Pengembalian Berkas Klaim oleh BPJS Kesehatan di RS
Mitra Sehat Situbondo Tahun 2018

Penyebab Pengembalian Berkas Klaim oleh BPJS Kesehatan


Bulan Berkas Klaim Tidak Lengkap Kaidah Koding Tidak Sesuai Total
Jumlah Persentase Jumlah Persentase
Januari 30 71,43% 12 28,57% 42
Februari 41 78,85% 11 21,15% 52
Maret 23 100% 0 0% 23
April 25 71,43% 10 28,57% 35
Sumber: RS Mitra Sehat Situbondo, 2018.

Tabel 1.2 menjelaskan bahwa rata-rata penyebab tertinggi penggembalian


berkas klaim disebabkan oleh berkas klaim tidak lengkap sebesar 80,43%
kemudian karena kaidah koding tidak sesuai sebesar 19,57%. Dampak
ketidaklengkapan berkas klaim yaitu terjadinya penundaan pembayaran oleh BPJS
Kesehatan sedangkan dampak ketidaksesuaian kaidah koding dapat
mengakibatkan pengembalian uang ke BPJS Kesehatan yang sebelumnya telah
masuk ke rumah sakit sehingga terjadi penundaan pembayaran sampai koding
sudah dibenarkan. Sebagian besar kaidah koding yang tidak sesuai dapat
menurunkan tarif diagnosa.
Manaida, dkk. (2017) menjelaskan bahwa masih banyak perawat dan DPJP
yang sering salah dalam mengisi tanggal masuk dan keluar perawatan, hal ini
tidak terlalu penting namun verifikator BPJS Kesehatan sangat teliti dalam
melakukan verifikasi berkas klaim. Hal ini sejalan dengan penuturan petugas
pendaftaran di RS Mitra Sehat Situbondo, petugas pendaftaran sering salah dalam
menginputkan tanggal masuk dan keluar pada SEP sehingga berkas harus
dikembalikan. Windari dan Kristijono (2016) juga menjelaskan bahwa terdapat
4

kode yang salah pada kasus fraktur. Kesalahan kode tersebut karena kurangnya
kode tambahan karakter (tertutup atau terbuka) sehingga menyebabkan
pengembalian berkas klaim. Hasil wawancara kepada petugas koding juga
menyatakan bahwa petugas masih sering terjadi kekeliriuan entri berkas klaim
yang tidak layak seperti kasus KLL yang tidak ditanggung oleh BPJS Kesehatan.
Petugas koding masih kebingungan untuk membedakan mana yang termasuk
kasus KLL dan mana yang tidak termasuk kasus KLL.
Ruangan kerja untuk proses pengklaiman yang sempit juga menghambat
proses klaim karena petugas merasa tidak nyaman (Nurdiah dan Iman, 2016). Hal
ini selaras dengan penuturan petugas JKN di RS Mitra Sehat Situbondo yang
menyatakan bahwa ruangan sempit sehingga penumpukan berkas dimana–mana
yang dapat mengindikasi terjadinya kehilangan berkas sebelum diklaimkan ke
BPJS Kesehatan. Jika berkas klaim hilang maka RS dapat kehilangan penggantian
pembiayaan oleh BPJS Kesehatan. Apabila ruangan tidak nyaman maka dapat
mengurangi konsentrasi petugas dalam bekerja.
Susahnya jaringan juga mempengaruhi proses pengentrian data BPJS
Kesehatan. Sophia dan Darmawan (2017) menyatakan bahwa keterlambatan klaim
disebabkan aplikasi dan jaringan internet sering bermasalah, aplikasi belum
bridging anatara INA-CBG’s dan SIMRS, dan masih ada rumah sakit yang belum
memiliki billing system. Begitu pula yang dikatakan oleh petugas entri data bahwa
sering terjadi loading dan error pada proses grouping sehingga petugas harus
reload berulang-ulang dan membutuhkan waktu 5-10 menit agar dapat tersimpan.
Kurangnya jumlah printer juga menghambat proses klaim karena printer untuk
rawat jalan dan rawat inap jadi satu. Keterlambatan pencetakan SEP maksimal 3
hari sehingga apabila melebihi batas, SEP tidak dapat dicetak. Hal ini akan
mempengaruhi kelengkapan berkas klaim.
Berjalan tidaknya SOP terkait klaim juga dapat mempengaruhi
pengembalian berkas klaim oleh BPJS Kesehatan. Hal ini dipertegas oleh
Setyaningsih (2017) yang menyatakan bahwa petugas tidak selalu melaksanakan
SOP karena kesibukan dan banyaknya pekerjaan yang dijalankan. Berdasarkan
hasil wawancara, SOP terkait proses klaim, misalnya SOP Pengkodingan, di RS
Mitra Sehat Situbondo masih belum optimal karena menumpuknya pekerjaan.
5

Petugas koding menyatakan bahwa kadang langkah-langkah dalam mengkoding


tidak sama dengan yang ada di SOP karena sibuknya petugas.
Nurdiah dan Iman (2016) menjelaskan bahwa terbentuk tim khusus untuk
pengelolaan klaim sangat membantu proses klaim namun tugas dan fungsinya
masih belum terperinci sehingga petugas kadangkala mengerjakan lebih dari satu
pekerjaan. Hasil wawancara dan observasi di RS Mitra Sehat Situbondo
menjelaskan bahwa mulai dibentuk tim JKN pada awal tahun 2018. Tim JKN ini
terdiri dari tim assembling, entri data, koding, verifikator internal, dan distributor
berkas namun pembagian tugasnya masih belum terperinci dan belum ada SK
terkait rincian tugas dari direktur.
Membangkitkan semangat etos kerja sangat diperlukan untuk peningkatan
kinerja petugas. Hal ini diungkapkan Malonda, dkk. (2016) bahwa tidak ada
reward dan kompensasi dari atasan sehingga motivasi dalam bekerja kurang.
Begitu pula yang dikatakan oleh petugas assembling dan koding bahwa belum ada
reward bagi petugas yang rajin dalam bekerja sehingga petugas merasa hasil
kerjanya belum dihargai padahal pekerjaan yang dilakukan tidak ada dalam job
description.
Berjalan atau tidaknya evaluasi juga berpengaruh pada pengembalian berkas
klaim. Belum dilakukannya pengawasan secara rutin memicu kelalaian petugas
medis maupun non medis terhadap kelengkapan berkas klaim padahal
kelengkapan berkas klaim salah satu syarat penggantian biaya pengobatan (Nindy,
dkk., 2018). Hal ini sama seperti kondisi di RS Mitra Sehat Situbondo yang
dijelaskan oleh kepala rekam medis bahwa belum pernah dilakukan pengawasan
baik dari pihak rumah sakit maupun BPJS Kesehatan, memang ada rapat namun
rapat baru diadakan jika ada masalah saja.
Berdasarkan permasalahan tersebut, ketidaklengkapan berkas klaim dan
ketidaksesuaian kaidah koding masih sering terjadi. Sehingga ketidaklengkapan
berkas klaim dan ketidaksesuaian kaidah koding dimungkinkan disebabkan oleh
faktor human, organization, technology, planning, organizing, actuating, dan
controlling. Sehingga peneliti ingin menyelesaikan permasalahan tersebut dengan
pohon masalah. Pohon masalah digunakan untuk mengetahui struktur
persoalannya sehingga dapat diketahui sumber persoalan yang perlu diatasi atau di
6

intervensi (Solihin, 2012). Sehingga peneliti tertarik mengambil judul, “Faktor


Penyebab Pengembalian Berkas Klaim Rawat Inap oleh BPJS Kesehatan di
Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo.”

1.1 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang tersebut maka dapat dirumuskan masalah,
“Bagaimana faktor penyebab pengembalian berkas klaim rawat inap oleh BPJS
Kesehatan di Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo?”

1.2 Tujuan Penelitian


1.2.1 Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa faktor penyebab pengembalian
berkas klaim rawat inap oleh BPJS Kesehatan di Rumah Sakit Mitra Sehat
Situbondo.

1.2.2 Tujuan Khusus


a. Mengidentifikasi berkas klaim rawat inap yang mengalami pengembalian
berkas klaim oleh BPJS Kesehatan di RS Mitra Sehat Situbondo.
b. Mengidentifikasi berkas yang tidak lengkap menurut BPJS Kesehatan
sehingga terjadi pengembalian berkas klaim rawat inap di RS Mitra Sehat
Situbondo.
c. Mengidentifikasi faktor penyebab ketidaklengkapan berkas klaim rawat inap
berdasarkan faktor human, technology, dan organization.
d. Mengidentifikasi faktor penyebab ketidaklengkapan berkas klaim rawat inap
berdasarkan faktor planning, organizing, actuating, dan controlling.
e. Mengidentifikasi koding yang tidak sesuai menurut BPJS Kesehatan
sehingga terjadi pengembalian berkas klaim rawat inap di RS Mitra Sehat
Situbondo.
f. Mengidentifikasi faktor penyebab ketidaksesuaian kaidah koding
berdasarkan faktor human, technology, dan organization.
7

g. Mengidentifikasi faktor penyebab ketidaksesuaian kaidah koding


berdasarkan faktor planning, organizing, actuating, dan controlling.
h. Menganalisis faktor penyebab pengembalian berkas klaim rawat inap oleh
BPJS Kesehatan menggunakan pohon masalah
i. Menentukan pemecahan masalah pengembalian berkas klaim rawat inap
oleh BPJS Kesehatan di RS Mitra Sehat Situbondo dengan menggunakan
metode Brainstrorming.

1.3 Manfaat Penelitian


1.3.1 Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan keahlian
peneliti dalam faktor penyebab pengembalian berkas klaim rawat inap oleh BPJS
Kesehatan di Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo.

1.3.2 Bagi Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo


Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sebuah informasi dan bahan
masukan bagi rumah sakit dalam membuat strategi terkait klaim sehingga
pengembalian berkas klaim rawat inap oleh BPJS Kesehatan dapat dihindari.

1.3.3 Politeknik Negeri Jember


Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi pengembangan
penelitian yang berhubungan dengan faktor penyebab pengembalian berkas klaim
rawat inap oleh BPJS Kesehatan.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Terdahulu


2.1.1 Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Taliana D. Malonda
Malonda (2015) dalam jurnalnya berjudul, “Analisis Pengajuan Klaim
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan di RSUD Dr. Sam
Ratulangi Tondano” menyatakan bahwa Program Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial (BPJS) Kesehatan sebagai tindak lanjut dari pada Jaminan Kesehatan
Nasional (JKN) bertujuan untuk pembiayaan kesehatan. Sehingga dalam rangka
memahami dengan jelas dan lengkap sistem kesehatan maka perlulah dipahami
pula tentang subsistem pembiayaan kesehatan. Namun kenyataanya hal ini masih
kurang dimengerti dan dipahami sepenuhnya dimana masih terdapat permasalahan
antara pelayanan kesehatan yang diterima dengan tuntutan pengajuan klaim dan
rumah sakit, yaitu pengajuan klaim tidak sesuai dengan prosedur dan tarif dalam
Perjanjian Kerjasama (PKS) sehingga menimbulkan masalah bagi RSUD Dr. Sam
Ratulangi Tondano. Tujuan penelitian ini adalah menganalisa pengajuan klaim
BPJS Kesehatan di RSUD Dr. Sam Ratulangi Tondano. Penelitian ini
menggunakan metode kualitatif.
Penelitian informan didasarkan pada prinsip kesesuaian (appropiatenesis)
dan kecukupan (adequency). Penelitian ini dilakukan di RSUD Dr. Sam Ratulangi
Tondano. Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa masih terdapat
beberapa masalah dalam koordinasi dan kerja tim serta keterlambatan penyerahan
dan tidak lengkapnya dokumen serta belum adanya billing system menyebabkan
terhambatnya pembayaran klaim BPJS.

2.1.2 Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Estri Aditya Pradani


Pradani (2017) dalam jurnalnya berjudul, “Keterlambatan Pengumpulan
Berkas Verifikasi Klaim BPJS di RS Bhayangkara Semarang” bertujuan untuk
menganalisis akar masalah dan solusi terbaik keterlambatan pengumpulan berkas
verifikasi klaim BPJS ke IJP (Instalasi Jaminan Pembiayaan) di rumah sakit.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif yang menggunakan

8
9

metode Focus Group Discussion, diagram Fishbone dan pertanyaan “5 Why”


untuk mencari akar masalah. Setelah diketahui akar masalah dilakukan pemilihan
alternatif solusi dengan metode Nominal Group Technique (NGT) dan Capability
Accessibility Readiness and Leverage (CARL). Kegiatan ini melibatkan 2 staf
manajemen, 3 staf IJP, 2 petugas apotik, dan 7 perawat IGD, rawat jalan dan
rawat inap. Hasil penelitian ini adalah solusi terbaik berupa pembuatan umpan
balik tertulis oleh IJP untuk seluruh unit pelayanan rawat jalan dan rawat inap
yang diharapkan dapat mengatasi keterlambatan pengumpulan berkas verifikasi
klaim BPJS ke IJP.

2.2 State of the Art


Tabel 2.1 Persamaan dan Perbedaan Karya Tulis Ilmiah

Materi Taliana D. Malonda Estri Aditya Pradani Siti Zulaikha


(2015) (2017) (2018)
Judul Analisis Pengajuan Keterlambatan Faktor Penyebab
Klaim Badan Pengumpulan Berkas Pengembalian Berkas
Penyelenggara Jaminan Verifikasi Klaim BPJS di Klaim Rawat Inap oleh
Sosial (BPJS) RS Bhayangkara BPJS Kesehatan di
Kesehatan di RSUD Dr. Semarang Rumah Sakit Mitra
Sam Ratulangi Tondano Sehat Stubondo
Variabel Manusia, sarana Man, method, machine, human, organization,
Penelitian prasarana, dan kebijakan. material, dan money. technology, planning,
organizing, actuating,
controlling
Metode Kualitatif Deskriptif kualitatif Kualitatif
Subjek a. Direktur RS 1 orang Staf manajemen, staf IJP, Petugas klaim rawat
b. Kepala Ruangan 2 petugas apotik, dan jalan, petugas klaim
orang perawat IGD, rawat jalan rawat inap, kepala
c. Kepala RM 1 orang dan rawat inap rekam medis, koder,
d. DPJP 1 orang petugas assembling,
e. Perawat Pelaksana petugas pendaftaran.
1orang
f. Petugas RM 1 orang
g. Petugas Koder/
Petugas Entry Data 1
orang,
h. Petugas Verifikator 2
orang.

Perbedaan dari penelitian sebelumnya yaitu terletak pada variabel yang


diteliti. Peneliti nantinya akan membedakan faktor penyebab penundaan
10

pembayaran klaim berkas rawat inap oleh BPJS Kesehatan. Penyebab penundaan
pembayaran klaim karena adanya ketidaklengkapan berkas klaim dan kesalahan
koding. Akar permasalahan ini akan digali dengan mengidentifikasi penyebab
mendasar terjadinya penundaan pembayaran klaim yang meliputi faktor human,
technology, organization, planning, organizing, actuating, dan controlling.

2.3 Rumah Sakit


2.3.1 Definisi Rumah Sakit
Menkes (2006) menjelaskan bahwa rumah sakit adalah suatu fasilitas
pelayanan kesehatan perorangan yang menyediakan rawat inap dan rawat jalan
yang memberikan pelayanan kesehatan jangka pendek dan jangka panjang yang
terdiri dari observasi, diagnostik, terapeutik, dan rehabilitatif untuk orang-orang
yang mederita sakit, cidera, dan melahirkan. Rumah sakit merupakan institusi
pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan
secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat
darurat (Depkes RI, 2009). Rumah Sakit merupakan salah satu pelayanan jasa
yang dalam melakukan aktivitasnya, tidak boleh lepas dari perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi (Gunawan dan Djati, 2011).
Berdasarkan pengertian tersebut, rumah sakit melakukan beberapa jenis
pelayanan diantaranya pelayanan medik, pelayanan penunjang medik, pelayanan
perawatan, pelayanan rehabilitasi, pencegahan dan peningkatan kesehatan,
sebagai tempat pendidikan dan atau pelatihan medik dan para medik, sebagai
tempat penelitian dan pengembangan ilmu dan teknologi bidang kesehatan serta
untuk menghindari risiko dan gangguan kesehatan sebagaimana yang dimaksud,
sehingga perlu adanya penyelenggaan kesehatan lingkungan rumah sakit sesuai
dengan persyaratan kesehatan. Salah satu perusahaan industri jasa yang
membutuhkan komputer sebagai alat pemrosesan dan penyajian informasi adalah
Rumah Sakit. Rumah Sakit sebagai salah satu sektor industri jasa yang
memberikan pelayanan kepada pasien merupakan sektor yang berkembang
dengan cepat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk (Susilowati, 2017).
11

2.3.2 Tugas dan Fungsi Rumah Sakit


Berdasarkan Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2009), rumah sakit
mempunyai tugas memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna.
Pasal 5 disebutkan bahwa untuk menjalankan tugas tersebut, rumah sakit
mempunyai fungsi sebagai berikut:
a. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai
dengan standar pelayanan rumah sakit.
b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan
kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis.
c. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam
rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan.
d. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi
bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan
memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan.
Adapun tugas serta fungsi rumah sakit, yaitu:
a. Memberi pelayanan medis.
b. Memberi pelayanan penunjang medis.
c. Memberi pelayanan kedokteran kehakiman.
d. Memberi pelayanan medis khusus.
e. Memberi pelayanan rujukan kesehatan.
f. Memberi pelayanan kedokteran gigi.
g. Memberi pelayanan sosial.
h. Memberi penyuluhan kesehatan.
i. Memberi pelayanan rawat jalan, rawat inap, rawat darurat dan rawat
intensif.
j. Memberi pendidikan medis secara umum dan khusus.
k. Memberi fasilitas untuk penelitian dan pengembangan ilmu kesehatan.
l. Membantu kegiatan penyelidikan epidemiologi.
Oleh karena itu rumah sakit mulai bekerja keras untuk meningkatkan mutu
pelayanan guna bersaing ditingkat global (Barlian, 2016).
12

2.3.3 Jenis dan Klasifikasi Rumah Sakit


Rumah sakit dapat dibagi berdasarkan jenis pelayanan dan pengelolaannya
(Depkes RI, 2009) sebagai berikut:
a. Berdasarkan jenis pelayanan yang diberikan, rumah sakit dikategorikan
dalam Rumah Sakit Umum dan Rumah Sakit Khusus.
1) Rumah Sakit Umum adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan
kesehatan pada semua bidang dan jenis penyakit.
2) Rumah Sakit Khusus adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan pada
satu bidang atau satu jenis penyakit tertentu berdasarkan displin ilmu,
golongan umur, organ, jenis penyakit atau kekhususan lainnya.
b. Berdasarkan pengelolaannya, rumah sakit dapat dibagi menjadi rumah sakit
publik dan rumah sakit privat:
1) Rumah sakit publik dapat dikelola oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah dan
Badan Hukum yang bersifat nirlaba :
a) Rumah sakit publik yang dikelola oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah
diselenggarakan berdasarkan pengelolaan Badan Layanan Umum atau
Badan Layanan Umum Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
b) Rumah sakit publik yang dikelola Pemerintah dan Pemerintah Daerah tidak
dapat dialihkan menjadi Rumah Sakit Privat.
2) Rumah sakit privat dikelola oleh badan hukum dengan tujuan profit yang
berbentuk Perseroan Terbatas atau Persero.
Penyelenggarakan pelayanan kesehatan secara berjenjang dan fungsi
rujukan, rumah sakit umum dan rumah sakit khusus diklasifikasikan berdasarkan
fasilitas dan kemampuan pelayanan kesehatan (Depkes RI, 2009), sebagai berikut:
a. Rumah Sakit Umum
1) Rumah Sakit Umum Kelas A
Rumah sakit umum kelas A adalah rumah sakit umum yang mempunyai
fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) spesialis dasar,
5 (lima) spesialis penunjang medik, 12 (dua belas) spesialis lain dan 13 (tiga
belas) sub spesialistik.
13

2) Rumah Sakit Umum Kelas B


Rumah sakit kelas B adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas
dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) spesialis dasar, 4
(empat) spesialis penunjang medik, 8 (delapan) spesialis lain dan 2 (dua) sub
spesialis dasar.
3) Rumah Sakit Umum Kelas C
Rumah sakit umum kelas C adalah rumah sakit umum yang mempunyai
fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) spesialis dasar
dan 4 (empat) spesialis penunjang medik.
4) Rumah Sakit Umum Kelas D
Rumah sakit umum kelas D adalah rumah sakit yang mempunyai fasilitas
dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 2 (dua) spesialis dasar.
b. Rumah Sakit Khusus
1) Rumah Sakit Khusus Kelas A
Rumah sakit khusus kelas A adalah rumah sakit khusus yang mempunyai
fasilitas dan kemampuan paling sedikit pelayanan medik spesialis dan pelayanan
medik subspesialis sesuai kekhususan yang lengkap.
2) Rumah Sakit Khusus Kelas B
Rumah sakit khusus kelas B adalah rumah sakit khusus yang mempunyai
fasilitas dan kemampuan paling sedikit pelayanan medik spesialis dan pelayanan
medik subspesialis sesuai kekhususan yang terbatas.
3) Rumah Sakit Khusus Kelas C
Rumah sakit khusus kelas C adalah rumah sakit khusus yang mempunyai
fasilitas dan kemampuan paling sedikit pelayanan medik spesialis dan pelayanan
medik subspesialis sesuai dengan kekhususan yang minimal.

2.3.4 Hak dan Kewajiban Rumah Sakit pada Era JKN


Adapun hak rumah sakit sebagai faskes diantaranya (Menkes, 2014):
a. Mendapatkan informasi tentang kepesertaan, prosedur pelayanan,
pembayaran, dan proses kerja sama dengan BPJS Kesehatan.
14

b. Menerima pembayaran klaim atas pelayanan yang diberikan kepada peserta


paling lambat 15 (lima belas) hari kerja sejak dokumen klaim diterima
lengkap.
Kewajiban dari rumah sakit terdiri atas:
a. Memberikan pelayanan kesehatan kepada peserta sesuai ketentuan yang
berlaku.
b. Memberikan laporan pelayanan sesuai waktu dan jenis yang telah
disepakati.

2.4 Rekam Medis


2.4.1 Definisi Rekam Medis
Rekam medis adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang
identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan, dan pelayanan lain yang
telah diberikan kepada pasien (Menkes, 2008). Departemen Kesehatan (2004b)
menyebutkan bahwa rekam medis adalah berkas yang berisi catatan dan dokumen
tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan, dan pelayanan lain
yang telah diberikan kepada pasien. Gemala R. Hatta (2012: 73), rekam medis
adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas pasien,
pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain kepada pasien di sarana
pelayanan kesehatan.

2.4.2 Aspek Rekam Medis


Rekam medis memiliki tujuh aspek (Depkes RI, 2004c) yaitu:
a. Aspek administrasi
Rekam medis mempunyai arti administrasi karena isinya menyangkut
tindakan berdasarkan wewenang dan tanggung jawab bagi tenaga kesehatan.
b. Aspek medis
Rekam medis mempunyai nilai medis karena catatan tersebut dipakai
sebagai dasar merencanakan pengobatan dan perawatan yang akan diberikan.
15

c. Aspek hukum
Rekam medis mempunyai nilai hukum karena isinya menyangkut masalah
adanya jaminan kepastian hukum atas dasar keadilan dalam usaha menegakkan
hukum serta bukti untuk menegakkan keadilan.
d. Aspek keuangan
Rekam medis dapat menjadi bahan untuk menetapkan pembayaran biaya
pelayanan kesehatan.
e. Aspek penelitian
Rekam medis mempunyai nilai penelitian karena mengandung data atau
informasi sebagai aspek penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan di
bidang kesehatan.
f. Aspek pendidikan
Rekam medis mempunyai nilai pendidikan karena menyangkut data
informasi tentang perkembangan kronologi pelayanan medik terhadap pasien yang
dapat dipelajari.
g. Aspek dokumentasi
Rekam medis mempunyai nilai dokumentasi karena merupakan sumber
yang harus didokumentasikan yang dipakai sebagai bahan pertanggungjawaban
dan laporan.

2.5 BPJS Kesehatan


2.5.1 Definisi BPJS Kesehatan
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) adalah badan hukum publik
yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial. BPJS terdiri dari
BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. Hal ini disebabkan oleh penerapan
BPJS yang mengaburkan alur layanan yang selama ini berjalan (Firdaus dan
Dewi, 2015). Program BPJS dibagi menjadi lima jenis program jaminan sosial
dan penyelenggaraan yang dibuat dalam dua program penyelenggaraan yaitu:
a. Program yang diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan dengan programnya
adalah jaminan kesehatan yang berlaku mulai 1 Januari 2014.
16

b. Program yang diselenggarakan oleh BPJS Ketenagakerjaan dengan


programnya adalah jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan
pensiun, dan jaminan kematian yang dimulai 1 Juli 2015.
BPJS Kesehatan adalah badan hukum yang dibentuk untuk
menyelenggarakanprogram jaminan kesehatan. BPJS adalah peleburan empat
bahan usaha milik negara menjadi satu badan hukum, empat badan usaha yang
dimaksud adalah PT Taspen, PT Jamsostek, PT Asabri, dan PT Askes. BPJS ini
berbentuk seperti asuransi, nantinya semua warga Indonesia diwajibkan untuk
mengikuti program ini. Peserta BPJS Kesehatan dibagi menjadi 2 kelompok yaitu:
a. PBI (Penerima Bantuan Iuran) jaminan kesehatan yaitu peserta jaminan
kesehatan bagi fakir miskin dan orang tidak mampu sebagaimana
diamanatkan Undang – Undang SJSN yang iurannya dibayarkan oleh
pemerintah sebagai peserta program jaminan kesehatan. Peserta PBI adalah
fakir miskin yang ditetapkan oleh pemerintah dan diatur melalui Peraturan
Pemerintahan.
b. Bukan PBI jaminan kesehatan.

2.5.2 Visi dan Misi BPJS Kesehatan


Program yang dijalankan oleh pemerintah ini mempunyai visi dan misi, visi
dan misi dari program BPJS Kesehatan (BPJS Kesehatan, 2016) adalah:
a. Visi BPJS Kesehatan
Paling lambat 1 Januari 2019, seluruh penduduk Indonesia memiliki
jaminan kesehatan nasional untuk memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan
dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatannya yang
diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan yang handal, unggul, dan terpercaya.
b. Misi BPJS Kesehatan
1) Membangun kemitraan strategis dengan berbagai lembaga dan mendorong
partisipasi masyarakat dalam perluasan kepesertaan Jaminan Kesehatan
Nasional (JKN).
17

2) Menjalankan dan memantapkan sistem jaminan pelayanan kesehatan yang


efektif, efisien, dan bermutu kepada peserta melalui kemitraan yang optimal
dengan fasilitas kesehatan.
3) Mengoptimalkan pengelolaan dana program jaminan sosial dan dana BPJS
Kesehatan secara efektif, efisien, transparan, dan akuntabel untuk
mendukung kesinambungan program.
4) Membangun BPJS Kesehatan yang efektif berlandaskan prinsip – prinsip
tata kelola organisasi yang baik dan meningkatkan kompetensi pegawai
untuk mencapai kinerja unggul.

2.6 Klaim
2.6.1 Definisi Klaim
Klaim adalah tagihan atas biaya pelayanan kesehatan bagi peserta asuransi
kesehatan yang diajukan baik secara perorangan maupun secara kolektif oleh
Penyedia Pelayanan Kesehatan (PPK). Ilyas (2006), klaim adalah suatu
permintaan salah satu dari dua pihak yang mempunyai ikatan, agar haknya
terpenuhi.
Pada manajemen klaim ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu:
a. Adanya Dua Pihak yang Jelas Melakukan Ikatan Perjanjian
Hal ini menggambarkan secara jelas siapa yang melakukan ikatan dengan
siapa dan kejelasan pihak yang memiliki hak serta kewajiban.
b. Adanya Ikatan Perjanjian yang Jelas dan Resmi antara Kedua Pihak
Bentuk ikatan ini akan mempengaruhi kepatuhan kedua pihak terhadap
ikatan perjanjian yang mereka sepakati bersama. Ikatan tersebut dapat berbentuk
saling percaya, saling mengikat secara etis, secara adat, dan secara hukum.
c. Adanya Informed Consent
Informed artinya kedua pihak mengetahui dan memahami semua aspek yang
mengikat mereka. Consent yaitu ikatan tersebut dilakukan dengan dasar kesadaran
dan kesukarelaan dan bukan didasarkan karena paksaan, ancaman atau tipuan.
d. Didokumentasikan
18

Dokumentasi dari pernyataan ikatan antara kedua pihak diperlukan untuk


mencegah pengingkaran oleh salah satu pihak yang bisa disengaja atau tidak
disengaja. Biasanya bentuk perjanjian ini berupa sertifikat polis yang berisi
tentang segala hal yang berkaitan dengan kewajiban dan tanggung jawab kedua
belah pihak secara tertulis.

2.6.2 Jenis Klaim


Secara keseluruhan pengajuan klaim yang masuk ke BPJS Kesehatan dapat
dibagi dalam 2 (dua) kategori (BPJS Kesehatan, 2016) yaitu:
a. Klaim Kolektif
Klaim kolektif adalah klaim yang diajukan oleh fasilitas kesehatan (faskes) atas
biaya pelayanan seluruh peserta yang telah dilayani ataupun pembayaran yang
bersifat prospektif dalam periode tertentu (satu bulan). Biaya pelayanan yang
dilakukan secara kolektif adalah:
1) Klaim pelayanan Rawat Inap Tingkat Pertama (RITP)
2) Klaim persalinan di faskes tingkat pertama dan bidan
3) Klaim peayanan tingkat lanjutan, baik rawat jalan maupun rawat inap
4) Klaim gawat darurat
5) Klaim ambulan
6) Klaim Coordination of Benefit (COB) dari asuransi tambahan atau penjamin
pelayanan kesehatan lainnya.
7) Klaim atas biaya pengiriman tenaga kesehatan dan penyediaan fasilitas
kesehatan di daerah belum tersedia faskes yang memenihu syarat.
b. Klaim Perorangan
Klaim perorangan adalah klaim yang diajukan oleh peserta secara perorangan
untuk pelayanan tertentu yang telah dibayarkan terlebih dahulu oleh peserta
tersebt. Biaya pelayanan yang dapat diklaim secara perorangan adalah biaya
kompensasi untuk pelayanan kesehatan bagi peserta di daerah belum tersedia
faskes yang memenuhi syarat.
19

2.6.3 Ketentuan Umum Klaim di BPJS Kesehatan


Berdasarkan ketentuan BPJS Kesehatan (2016), adapun ketentuan umum
klaim di BPJS Kesehatan adalah sebagai berikut:
a. Faskes mengajukan klaim setiap bulan secara reguler paling lambat tanggal
10 bulan berikutnya.
b. BPJS Kesehatan wajib membayar faskes atas pelayanan yang diberikan
kepada peserta paling lambat 15 hari kerja sejak dokumen klaim diterima
lengkap di Kantor Cabang/Kantor Operasional Kabupaten/Kota BPJS
Kesehatan.
c. BPJS Kesehatan wajib membayar ganti rugi kepada fasilitas kesehatan
sebesar 1% dari jumlah yang harus dibayarkan untuk setiap 1 bulan
keterlambatan.
d. Seluruh berkas dokumen penagihan klaim dan pertanggungjawaban dana
disimpan oleh rumah sakit dan BPJS Kesehatan dan sewaktu-waktu dapat
diaudit oleh yang berwenang. Apabila berkas dikembalikan oleh BPJS
Kesehatan karena berkas tidak lengkap dan ketidaksesuaian kaidah koding
maka akan terjadi penundaan pembayaran klaim atau penurunan tarif bagi
rumah sakit.
e. Kadaluarsa klaim
1) Klaim Kolektif
a) Fasilitas kesehatan milik pemerintah baik tngkat pertama maupun tingkat
lanjutan adalah 2 (dua) tahun setelah pelayanan diberikan.
b) Fasilitas kesehatan milik swasta baik tingkat pertama maupun tingkat
lanjutan adalah 6 (enam) bulan setelah pelayanan diberikan.
2) Klaim Perorangan
Batas waktu maksimal pengajuan klaim perorangan adalah 2 (dua) tahun
setelah pelayanan diberikan.

2.6.4 Verifikasi di Kantor (Vedika)


Vedika merupakan singkatan dari Verifikasi di Kantor BPJS. Vedika
merupakan sebuah sistem yang sedang dikembangkan oleh BPJS Kesehatan untuk
20

proses verifikasi dan klaim dari fasilitas kesehatan. Tujuan vedika yaitu
meningkatkan kepuasan fasilitas kesehatan, mengurangi beban operasional BPJS
Kesehatan, dan mencapai otomasi bisnis proses verifikasi klaim. Manfaat vedika
adalah mencapai percepatan dan simplifikasi proses pengajuan berkas klaim dan
verifikasi dan membangun hubungan profesional berdasarkan trust and fairness
terhadap failitas kesehatan (Maharani, 2017).
Vedika dilaksanakan secara bertahap di seluruh rumah sakit, diharapkan
pada Desember 2017 seluruh rumah sakit telah menjalankan vedika. Vedika
sebagai proses transisi untuk mempersiapkan SDM, sarana prasarana, sistem
informasi manajemen (IT) baik di rumah sakit maupun kantor cabang sebelum
implementasi e-claim diterapkan. Sebelum dilaksanakannya vedika, proses klaim
dilakukan secara konvensional. Adapun perbedaan klaim konvensional dan vedika
sebagai berikut (Maharani, 2017).
Tabel 2.2 Perbedaan Verifikasi Konvensional dan Vedika

Pembeda Konvensional Vedika


Where BPJS Centre di rumah sakit Kantor cabang BPJS Kesehatan.
Who Verifikator BPJS Kesehatan  Verifikator BPJS Kesehatan.
 Verifikator internal rumah sakit.
What  Verifikasi administrasi: seluruh  Verifikasi administrasi: seluruh
klaim. klaim.
 Verifikasi pelayanan: seluruh klaim.  Verifikasi pelayanan: sampling
klaim.
Klaim masuk secara bertahap harian. Klaim masuk secara menyeluruh
bulanan (minimalisir adanya klaim
susulan).
Verifikasi oleh rumah sakit (-). Verifikasi oleh rumah sakit (+)
Surat tanggung jawab mutlak dalam Surat tanggung jawab mutlak dalam
pengajuan klaim oleh FKRTL (-). pengajuan klaim oleh FKRTL (+).
Audit klaim (post review claim) Audit klaim (post review claim)
dilakukan oleh rumah sakit (-). dilakukan oleh rumah sakit (+).
When Lama waktu verifikasi sampai Lama waktu verifikasi sampai
pembayaran bervariasi di setiap daerah pembayaran sama (15 hari) di
setiap daerah.
How  Manual  Manual+digital.
 Konfirmasi klaim ke RS  Konfirmasi klaim ke RS dan
peserta.
Sumber: BPJS Kesehatan, 2017.

a. V-Klaim Administrasi
1) Berkas klaim yang akan diverifikasi meliputi:
a) Rawat Jalan
21

(1) Surat Eligibilitas Peserta (SEP).


(2) Bukti pelayanan yang mencantumkan diagnosa dan prosedur serta
ditandatangani oleh DPJP.
(3) Protocol terapi dan regimen (jadwal pemberian) obat khusus.
(4) Resep alat kesehatan (diluar prosedur operasi).
(5) Tanda terima alat kesehatan (kacamata, alat bantu dengar, alat bantu gerak,
dan lain - lain.
(6) Berkas pendukung lain yang diperlukan.
b) Rawat Inap
(1) Surat perintah rawat inap.
(2) SEP.
(3) Resume medis yang ditandatangani oleh DPJP.
(4) Bukti pelayanan yang mencantumkan diagnosa dan prosedur serta
ditandatangani oleh DPJP.
(5) Laporan operasi (jika diperlukan).
(6) Protocol terapi dan regimen (jadwal pemberian) obat khusus.
(7) Resep alat kesehatan (diluar prosedur operasi).
(8) Tanda terima alat kesehatan (alat bantu gerak, collar neck, corset, dan lain -
lain).
(9) Berkas pendukung lain yang diperlukan.
1) Tahap Verifikasi Administrasi Klaim
Verifikasi administrasi kepesertaan adalah meneliti kesesuaian berkas klaim
yaitu antara Surat Eligibilitas Peserta (SEP) dengan data yang diinput dalam
aplikasi INA CBGs dengan berkas pendukung lainnya.
b. V-Klaim Administrasi Pelayanan
1) Untuk kode INA CBGs severity level III pastikan ada pengesahan dari
Komite Medik. Tingkat keparahan (severity level) sesuai dengan tipe dan
kompetensi RS.
2) Verifikator wajib memastikan kesesuaian diagnose dan prosedur pada
tagihan dengan kode ICD 10 dan ICD 9 CM (dengan melihat buku ICD 10
dan ICD 9 CM atau soft copynya).
22

3) Kesesuaian Spesialisasi Dokter Penanggung Jawab Pasien (DPJP) dengan


diagnosa. Misalnya, pasien dengan diagnosa jantung namun DPJP-nya
adalah spesialis mata, lakukan cross check ke resume medis atau poli.
4) Kesesuaian antara tindakan operasi dengan spesialisasi operator. Misalnya,
dalam laporan tindakan Apendiktomi oleh operator spesialis jantung, perlu
dilakukan cross check lebih lanjut.
5) Kesesuaian antara Tipe Rumah Sakit dan kompetensi dokter di Rumah Sakit
tersebut. Misalnya: tindakan kraniotomi yang dilakukan di Rumah Sakit
Type D, Tindakan CABG yang dilakukan di Rumah Sakit yang tidak
memiliki ahli Bedah Thorax Kardio Vaskuler, perlu dilakukan cross check
lebih lanjut.
6) Koding yang ditentukan koder tidak unbundling. Contoh: Diabetes Melitus
with Nephrophaty menjadi Diabetes Melitus (Diagnosa Primer) dan
Nephrophaty (Diagnosa Sekunder).
7) Perhatikan readmisi untuk diagnosa penyakit yang sama, jika pasien masuk
dengan diagnosa yang sama lakukan cross check dengan riwayat pulang
rawat pada episode yang lalu, apakah pada episode rawat yang lalu pasien
pulang dalam keadaan sembuh atau pulang dalam keadaan pulang paksa,
ataupun dirujuk. Jika pasien telah dipulangkan dalam keadaan pulang paksa
maka episode rawat pada readmisi merupakan kelanjutan dari pembiayaan
penyakit yang sama.
8) Pada kasus special CMGs:
(a) Alat kesehatan dengan prosedur operasi pastikan kesesuaian tagihan dengan
resume medis, billing RS dan laporan operasi.
(b) Diluar prosedur operasi: pastikan kesesuaian tagihan dengan resume medis,
billing RS, resep alat kesehatan, bukti tanda terima alat kesehatan.
(c) Pada kasus special drug, pastikan kesesuaian antara tagihan dengan resume
medis, billing dan regimen (jadwal dan rencana pemberian obat). Adapun
special drugs meliputi Steptokinase, Deferiprone, Deferoksamin,
Deferasirox, Human albumin.
23

(d) Special procedures, contoh: Tumor pineal-Endoscopy, Pancreatectomy dll.


Diperlukan surat keterangan dokter sebagai keterangan/laporan operasi
untuk special prosedur yang dilakukan.
(e) Special investigations: other CT Scan, Nuclear Medicine, MRI, Diagnostic
and procedure imaging on eye. Kasus yang mendapatkan special
investigation telah dilengkapi bukti pelayanan penunjang sebelumnya,
seperti: MRI dilakukan setelah ada hasil X-ray dan CT Scan, dsb.
(f) Special prosthesis: subdural grid electrode, cote graft,TMJ prosthesis,
Liquid Embolic (for AVM), Hip Implant/knee implant. Perhatikan
kesesuaian diagnosa utama dan prosedur yang dilakukan, misal : TMJ
Prosthesis dilakukan pada kasus fraktur os temporomandibular/
temporomandibular joint, ditangani spesialis THT kraniofasial/Bedah
Mulut.
(g) Sub-acute group: hari rawat 43 s/d 103 hari dan Chronic Group : hari rawat
104 s/d 180.
Sesuaikan masa rawat pasien dengan rekomendasi pulang dari DPJP pada
visite terkahir di rekam medis. Untuk kasuskasus dengan diagnosa berbiaya tinggi
lakukan kunjungan ke bangsal perawatan/Customer visite. Pastikan assessment
ADL sudah dilakukan dan dikuatkan dengan customer visit.
(h) Ambulatory package, contoh : hemodialisa, radioterapi, dan lain - lain.
9) Kasus-kasus bayi baru lahir dengan BBLR (Berat Badan Lahir Rendah),
memastikan berat badan bayi kurang dari 2500 gram dengan resume medis
dan apabila diperlukan melihat surat keterangan lahir.
10) Memastikan bayi baru lahir yang tidak memiliki masalah medis dari
persalinan normal maupun section menjadi satu bagian tagihan persalinan.
11) Memastikan bayi baru lahir tidak sehat dari persalinan normal maupun dari
seksio sesaria menjadi tagihan terpisah dari persalinan ibu.
12) Pada kasus-kasus yang sudah ditegakkan diagnosa pastikan pada kunjungan
berikutnya harus menggunakan kode diagnose Z (kontrol).
13) Perhatikan pasien yang menjalani rawat jalan dan dilanjutkan dengan rawat
inap pada hari yang sama hanya bisa ditagihkan sebagai satu episode RI.
a. Permasalahan Koding
Adapun sejumlah kasus yang menjadi permasalahan terkait proses coding INA-CBG maupun terkait hal-hal yang ditetapkan
oleh klinisi di FKRTL. Daftar permasalahan tercantum pada kolom Diagnosis/Prosedur, dengan penjelasan permasalahan yang lebih
rinci pada kolom Perihal, sedangkan kolom Kesepakatan berisikan hasil kesepakatan sejumlah pihak terkait yang harus dijadikan
pedoman dalam proses penatalaksanaan maupun proses klaim INA-CBG (Menkes, 2016).
Tabel 2.3 Permasalahan Koding
Diagnosis/Prosedur
No. Perihal Kesepakatan
Utama Sekunder Prosedur
1. Candidiasis Pada kasus-kasus HIV ditambahkan kode Pada kasus HIV tidak dapat dikoding
(B37) candidiasis (B.37) sendiri-sendiri/terpisah tetapi dikoding
dengan kode kombinasi, jadi seharusnya
B20.4 dan B.37 tidak dikoding
2. Hipertensi a. Koding Hipertensi disertai dengan kode CHF. Diagnosis hipertensi dan gagal jantung atau
(I10-I15) b. Koding Hipertensi disertai dengan kode RF. dan gagal ginjal hanya dapat dikoding
dengan satu koding kombinasi tanpa
Dampak: peningkatan severity level mengentri gagal jantung/gagal ginjalnya (
Permenkes no. 27 Tahun 2014 )
3. Thalasemia Penagihan Top Up obat kelasi/ Thalasemia Top up klaim obat kelasi (pada klaim rawat
(D56.1) (Deferipron dan Deferoxsamin) dalam sebulan inap) hanya dapat dikoding 1x sebulan
lebih dari 1x (sesuai Permenkes No.59 tahun 2014)
4. Hiperglikemia Hiperglikemia dicoding terpisah dengan diagnosis Hiperglikemi (R73.9) tidak dapat menjadi
(R73.9) utama seperti DM (E10-E14) diagnosa utama jika ada diagnosa lain yang
lebih spesifik
Dampak: secara nilai klaim tidak ada, kecuai
dibalik menjadi diagnosis primer
5. Tonsilektomi Tonsilektomi selalu dikoding dengan kauter faring Prosedur yang merupakan bagian dari
dengan Kauter prosedur utama tidak dapat dikoding
Faring (28.2 dan Dampak: peningkatan biaya akibat perubahan
29.39) grouping

24
Diagnosis/Prosedur
No. Perihal Kesepakatan
Utama Sekunder Prosedur
6. Appendectomy Tindakan operasi yang membuka lapisan perut Prosedur yang merupakan bagian dari
dengan laparotomi dikoding terpisah dengan kode tindakan utama prosedur utama tidak dapat dikoding
(47.0+54.1)
7. Herniotomi dengan Dampak: Meningkatkan biaya, hasil grouping Prosedur yang merupakan bagian dari
laparotomi berbeda atau bertambah prosedur utama tidak dapat dikoding
(53.9+54.1)
8. Insisi Peritoneum Tindakan operasi dikoding terpisah-pisah Prosedur yang merupakan bagian dari
(54.95) misalnya SC/appendectomy dengan insisi prosedur utama tidak dapat dikoding
peritoneum.

Dampak: meningkatkan biaya,hasil grouping


berbeda atau bertambah
9. Repair Perineum Persalinan normal sering dikoding dengan lacerasi Repair pada rutin episiotomy saat persalinan
(75.69) perineum dengan tindakan repair perineum normal dikoding dengan 73.6 (bukan kode
(75.69). 75.69)

Dampak: entri tindakan repair perineum (75.69)


akan menyebabkan perubahan grouper menjadi O-
6-12-I dengan biaya klaim yang lebih tinggi dari
grouper persalinan normal
10. USG pada Penggunaan kode 88.76 atau 88.79 pada koding USG pada kehamilan dapat dikoding
Kehamilan(88.76/8 USG kehamilan, biasanya pada kasus rawat jalan. menggunakan kode 88.78 (bila terbukti
8.79) melakukan tindakan USG)
Dampak: biaya klaim kode 88.76/88.79 lebih
tinggi dibandingkan kode 88.78
11. WSD dan puncture Pada kasus-kasus degan pemasangan WSD Koding tindakan WSD adalah 34.04
of lung (34.04) sering disalahgunakan dengan menambah
koding puncture of lung (33.93)

Dampak: peningkatan biaya karena koding 33.93


akan merubah hasil grouper menjadi lebih tinggi
12. Endotrakeal Tube Pada operasi atau tindakan yang perlu Prosedur yang merupakan bagian dari

25
Diagnosis/Prosedur
No. Perihal Kesepakatan
Utama Sekunder Prosedur
(96.04) pemasangan endotracheal tube dikoding terpisah prosedur utama tidak dapat dikoding
13. Collar Neck Penggunaan Collar neck dikode Insertion Other Tidak perlu dikoding karena Collar neck
Spinal Device (84.59) karena langsung dikode termasuk alat kesehatan yang dibayar namun
oleh dr. Sp.OT tidak menggunakan sistem INA-CBG.
14. DHF pada Pasien hamil dirawat dr. Sp.PD dengan kasus Jika Sp.PD yang merawat : koding diagnosis
pasien hamil penyakit dalam (Contoh DHF). Bagaimana utama: kode DHF (A91), sedangkan
diagnosis sekundernya ? diagnosis sekunder adalah kode “O”
15. Gas Gangrene Penggunaan Gas Gangrene sebagai diagnosis a. Penegakan diagnosis Gas Gangrene : pada
(A48.0) sekunder, biasanya didiagnosis gangrene dikoding pemeriksaan fisik didapatkan adanya
gas gangrene krepitasi dibawah kulit dan mukosa atau
pada foto rontgen didapatkan adanya gas
Dampak: peningkatan severity level menjadi III dilokasi gangren.
b. Sesuai kaidah ICD jika gangrene saja
dapat dikode R02, Sedangkan pada kasus
DM, Gas Gangrene dikode A48.0 dan
gangrene DM diberi kode E10-E14 (sesuai
dengan jenis DM) dengan digit terakhir .5
(contoh Gangrene DM Tipe 2 di kode
E11.5).
16. Kejang Penggunaan Kejang sebagai Diagnosa sekunder Jika diagnosis Kejang disertai hasil
menyebabkan peningkatan biaya klaim. pemeriksaan penunjang (EEG) atau terapi
Dampak: peningkatan severity level menjadi II yang sesuai (diazepam, fenitoin, atau
valproat) maka dapat dikoding
17. Soft Tissue Eksisi (83.39) a. Pasien dirawat inapkan 1 hari. a. Pasien dengan tindakan eksisi soft tissue
Tumor b. Penentuan Eksisi massa soft tissue tumor, biasa tumordapat dirawat inap:
disalahgunakan selalu dikoding 83.39 (Ekxicion 1) sesuai dengan indikasi medis pasien.
of Lession of other soft tissue) dibandingkan 2) dengan narkose umum.
86.3 (other local exicion or destruction of b. Penggunaan kode berdasarkan lokasi STT:
lession tissue of skin & subcutaneous tissue. 1) kode 83.39 untuk STT yang lokasi nya
Dampak : Biaya koding 83.39 lebih tinggi dari dalam (deep),
86.3, RI>RJ 2) kode 86.3 untuk STT yang superfisial.
18. Penyulit Persalinan SC Kode O82 digunakan sebagai diagnosis utama jika Kode O82 digunakan sebagai diagnosis

26
Diagnosis/Prosedur
No. Perihal Kesepakatan
Utama Sekunder Prosedur
Persalinan (O82) penyulit persalinan adalah kode O42.0 dan O42.1 utama jika ada penyulit dalam persalinan,
seperti contohnya O42.0 & O42.1 dengan
tindakan seksio sesarea yang menghasilkan
proses grouping persalinan vaginal
19. Pemasangan infus Pemasangan infus pump menggunakan kode 99.18 Pemasangan infus pump menggunakan kode
pump (99.18) hanya untuk kasus persalinan 99.18 untuk semua kasus
20. Kemoterapi Kemoterapi oral dikoding sebagai kemoterapi Tindakan kemoterapi menggunakan kode
Oral Z51.1
21. Skingraft Skin graft ditagihkan pada kasus kelloid, sellulitis, Pada kasus Skin graft, tidak dapat dijamin
dan lain-lain pada yang berhubungan dengan
kosmetikCatatan: perhatian penggunaan
koding graft, pastikan tindakan graft wajar
dilakukan pada pasien (misalnya pada
luka/injury yang luas dan dalam), jika hanya
luka kecil dikoding skin graft (86.69) perlu
dikonfirmasi.
22. Educational Educational therapy pada konsultasi ke dokter a. Episode sesuai dengan aturan episode
Therapy (93.82) misalnya dokter gizi pada klaim rawat jalan rawat jalan, educational therapy bukan
untuk konsultasi gizi
b. Pelayanan poli gizi adalah yang dilakukan
oleh dokter spesialis gizi klinik
23. Anemia Penggunaan Anemia sebagai diagnosis sekunder Anemia pada persalinan:
pada beberapa diagnosa utama seperti: persalinan, a. Standar Diagnosis Anemia dapat
gagal Ginjal, dll. Menyebabkan peningkatan biaya menggunakan standar WHO
klaim. b. Jika terdapat bukti klinis (lab) anemia
Dampak : Peningkatan Severity Level menjadi II tetap dikoding

Anemia sebagai diagnosis sekunder adalah


anemia yang disebabkan oleh:
a. Komplikasi penyakit utamanya (dimana
terapi anemia berbeda dengan terapi
utamanya, contoh: pasien kanker payudara

27
Diagnosis/Prosedur
No. Perihal Kesepakatan
Utama Sekunder Prosedur
yang diradioterapi, pada perjalanannnya
timbul anemia maka anemia tersebut dapat
dimasukkan diagnosa sekunder dan
stadium lanjut, dll) yang memerlukan
transfusi darah dan eritropoetin harus
dimasukkan
b. Anemia gravis (dibawah 8) pada penyakit
kronik (gagal ginjal kronik, kanker
kedalam diagnosa sekunder karena
memerlukan pengobatan khusus yg
berbeda dari penyakit dasarnya).
24. Leukositosis Leukositosis dengan penambahan kode D728 Leukositosis (D72.8) yang dimasukkan
sebagai diagnosis sekunder, sering disalahgunakan sebagai diagnosis sekunder bukanlah
saat hasil laboratorium leukosit meningkat leukositosis yang disebabkan karena infeksi
walaupn tidak mengikat dan tidak ada terapi atau karena pemberian obat-obatan (GCSF,
spesifik. Steroid) dan myeloproliferatif neoplasma
(MPN)
Dampak: peningkatan severity level menjadi II
25. Malnutrisi Penggunaan Malnutrisi dan Kaheksia sebagai Diagnosis menyertakan bukti klinis
Kaheksia diagnosis sekunder. (penilaian status gizi, IMT,dll)Termasuk
(R64) pada kanker stadium lanjut dimasukkan
Dampak: peningkatan severity level menjadi II sebagai diagnosa sekunder karena
memerlukan penatalaksanaan khusus.
26. Gagal Ginjal AKI sebagai diagnosis sekunder, biasanya sering Kriteria Diagnosis Gagal Ginjal Akut
Akut/AKI disalahgunakan pada hasil laboratorium ureum (N17.9):
(N17) kreatinin yang meningkat tidak bermakna. a. Terjadi peningkatan/penurunan kadar
kreatinin serum sebanyak ≥0,3 mg/dl.
Dampak: peningkatan severity level menjadi III b. Terjadi penurunan jumlah urin
≤0,5ml/Kg/Jam dalam 6 jam

27. Leukopenia- Kode Agranulositosis sebagai diagnosis sekunder, a. Dalam penegakan diagnosis perlu
Agranulositosi biasanya disalahgunakan pada hasil laboratorium mencantumkan bukti medis (hasil lab).

28
Diagnosis/Prosedur
No. Perihal Kesepakatan
Utama Sekunder Prosedur
s (D70) leukosit yang menurun tetapi tidak bermakna b. Diagnosis leukopenia (D70) pada pasien
(misalnya pada pasien-pasien kemoterapi juga kanker adalah leukosit dibawah 3000 dan
dikoding D70 karena leukopeni). harus dituliskan diluar diagnosa kankernya
karena hal ini berdampak pada pemberian
Dampak: peningkatan severity level menjadi III GCSF pasca kemoterapi sampai leukosit
diatas atau sama dengan 5000
28. Efusi Pleura Penggunaan Efusi Pleura sebagai Diagnosa Efusi Pleura dapat didiagnosis sekunder bila
(J90-J91) sekunder menyebabkan peningkatan biaya klaim. hasil pemeriksaan imaging (foto thoraks,
USG, CT scan) menunjukkan gambaran
Dampak: peningkatan severity level menjadi III efusi atau/dan bila dilakukan proof punksi
keluar cairan
29. Respiratory Penggunaan Respiratory Arrest sebagai diagnosis Respiratory arrest dapat ditegakkan sebagai
Arrest (R09) sekunder terutama pada kasus yang meninggal. diagnosis sekunder bila:.
a. Terdapat usaha resusitasi dan atau
Dampak: peningkatan severity level menjadi III pemakaian alat bantu nafas.
b. Bila terkait dengan diagnosis primer.
c. Merupakan perjalanan penyakit primer
30. Pneumonia/ Penggunaan Pneumonia sebagai diagnosis Pneumonia dapat didiagnosis berdasarkan
Bronkopneum sekunder tanpa hasil rontgen atau tanda klinis. pemeriksaan imaging minimal foto thoraks
onia dan atau berdasarkan anamnesis pasien
Dampak: meningkat severity level II mengeluh batuk produktif disertai dengan
perubahan warna sputum (purulensi) atau
dari pemeriksaan fisis dapat ditemukan suara
nafas tambahan berupa ronki atau suara
nafas bronkial
31. TB Paru (A15) Penambahan kode TB Paru sebagai sekunder pada TB Paru (A15-A19) tetap diltulis sebagai
pasien dengan TB Paru yang sedang pengobatan diagnosis sekunder apapun diagnosis
OAT rutin primernya karena merupakan komorbid yang
harus tetap di pantau selama perawatan
Dampak: peningkatan severity level menjadi II
32. Disfagia (R13) Disfagia pada kasus tonsilitis, tonsilektomi, dan Diagnosis sekunder Disfagia (R13) dapat
lain-lain. dikoding bersama dengan Prosedur

29
Diagnosis/Prosedur
No. Perihal Kesepakatan
Utama Sekunder Prosedur
Tonsilektomi (28.2) pada kondisi sebagai
Dampak: peningkatan severity level menjadi II berikut:
a. Pasien Anak.
b. Terdapat gizi kurang akibat gangguan
menelan dimana berat badan kurang
dibanding usia atau IMT menurut usia
33. Hemiparese/ Penambahan diagnosa hemiplegia/Hemiparese Tidak ada masalah sebagai diagnosis
Hemiplegia sebagai Diagnosa utama maupun sekunder sekunder jika memang di rekam medis pada
menyebabkan peningkatan biaya klaim catatan perawatan dituliskan klinis
hemiparesis (G81.9)
Dampak: Sebagai diagnosis sekunder peningkatan
severity level menjadi II, sebagai diagnosis utama
atau ditukar dengan stroke akan meningkatkan
biaya dan severity level III
34. Vertigo Vertigo dirawat inapkan Indikasi vertigo yang dirawatinapkan:
a. Vertigo (R.42) sentral dengan etiologi nya
: Stroke (iskemik, hemoragik), infeksi
akut dan kronik, trauma kepala, tumor
intraserebral dengan peningkatan tekanan
intra kranial
b. Vertigo perifer dengan muntah-muntah
hebat sehingga dapat menyebabkan terjadi
hiponatremia / hipokalemia / hipoglikemia
/ insufisiensi renal
35. Katarak penatalaksanaan kasus penderita katarak dan Operasi Katarak dengan Teknik
Phacoemulsification
pterigium umumnya dilakukan rawat inap
Untuk operasi katarak dengan Phacoemulsification
(insisi ±3 mm) maka pasien katarak tanpa penyulit
dilakukan di rawat jalan.

Operasi Katarak dengan Teknik SICS (Small


Incicion Cataract Surgery):
a. Untuk operasi katarak dengan SICS (insisi ± 6
mm) maka dilakukan rawat jalan.

30
Diagnosis/Prosedur
No. Perihal Kesepakatan
Utama Sekunder Prosedur
b. Pasien dilakukan rawat inap dengan tindakan
Phacoemulsification dan SICS apabila:
1) Ada komplikasi selama operasi (during
opreration) yang memerlukan pemantauan
intensif setelah operasi
2) Operasi pada salah satu mata pasien dimana
mata yang lain visusnya sudah 0 (buta) atau
one eyes.
3) Jika ada underlying disease seperti :
hipertensi, DM, HbsAG(+), dan lain-lain.

Operasi Katarak dengan Teknik ECCE (Ekstra


Capsular Cataract Extraction), ICCE (Intra
Capsular Cataract Extraction)
Indikasi rawat inap jika:
a. Insisi dilakukan lebih kurang 9 mm.
b. Waktu operasi lebih lama dibandingkan operasi
dengan teknik Phaco.
c. Untuk menghindari / meminimalkan resiko
infeksi, prolaps isi bola mata (iris, vitreous)
paska operasi.

Indikasi Secara Umum Rawat Inap pada


Operasi katarak:
a. Memakai Teknik ECCE (Ekstra Capsular
Cataract Extraction).
b. Katarak Pediatrik (anak – anak: kongenital,
juvenil).
c. Katarak Hipermatur.
d. Katarak dengan gangguan pendengaran,
kelainan jiwa/cacat mental dan dengan penyakit
sistemik( HHD, Decomp, hipertensi, Diabetes
mellitus, HbsAg+)
e. Kepatuhan pemakaian Obat.
f. Katarak dengan komplikasi penyakit mata (
contoh: Uveitis, glaukoma).
g. Luksasi lentis/subluksasi lentis, katarak dengan
iridodialisis.
h. Katarak dengan sikatrik kornea.
i. Zonulysis.

31
Diagnosis/Prosedur
No. Perihal Kesepakatan
Utama Sekunder Prosedur
j. Sinekia anterior/posterior lebih dari 180
derajat>2 quadran.
k. Katarak dengan komplikasi intra operatif.
l. Katarak Grade 5 (Brunescent).
m. katarak+Glaukoma.
n. katarak Post Vitrektomi.
o. katarak Post Uveitis.
p. katarak Pada high Myopia.
q. katarakTraumatika.
r. Komplikasi Post operatif.
s. Katarak+Ablatio Retina.
t. katarak Polaris Posterior.
u. Pasien-pasien yang memerlukan pemeriksaan
tambahan Khusus.
v. pasien tidak kooperatif , baik krn usia muda
w. maupun keadaan psikologis pasien, cemas dan
lain-lain.
36. Pterigium penatalaksanaan kasus penderita katarak dan Rawat Inap:
(H11.0) pterigium umumnya dilakukan rawat inap a. Pterigium (H11.0) Grade IV.
b. Operasi dengan teknik Graft Conjungtiva,
Flap conjungtiva, atau membran amnion
baik dengan jahitan atau membran glue.
c. Pasien anak-anak atau pasien yang tidak
kooperatif yang memerlukan anestesi
umum.
d. Ada keperluan sistemik yang
memerlukan evaluasi baik dibidang mata
maupun dari departemen lain.
e. Terdapat perdarahan masif atau
komplikasi lain yang memerlukan
evaluasi lebih lanjut.
f. Transportasi sulit atau jauh dari tempat
pelayanan

Rawat jalan: Operasi Pterigium (H11.0)

32
Diagnosis/Prosedur
No. Perihal Kesepakatan
Utama Sekunder Prosedur
tanpa penyulit (Kondisi seperti yang
diindikasikan pada Rawat Inap) dan
dikerjakan dengan Bare Sklera
37. Chalazion Tindakan ini dilakukan di Rawat jalan
(H001) kecuali pada anak-anak yang belum
kooperatif/ memerlukan Anestesi Umum
(GA)
38. Extrapiramidal Pasien Schizoprenia yang dalam pengobatan a. Skala penilaian Gejala Ekstrapiramidal
Syndrom selalu ditambahkan koding Extrapiramidal syndrom (G25.9) yang ditetapkan oleh
Syndrom (G25). Perhimpunan Dokter Spesialis
Kedokteran Jiwa Indonesia (terlampir
Dampak: peningkatan severity level menjadi II pada Lampiran II) digunakan sebagai
panduan diagnosis Ekstrapiramidal
Syndrom untuk dokter dan dapat
dipergunakan sebagai verifikasi bersama
verifikator.
b. Skala penilaian gejala Ekstrapiramidal
syndrom yang di tetapkan oleh
Perhimpunan Dokter Spesialis
Kedokteran Jiwa Indonesia (terlampir
pada Lampiran II) dipergunakan sebagai
verifikasi bersama verifikator jika terjadi
keraguan diagnosis
39. Hiponatremi Penambahan kode E871 (Hypo-osmolality and Kondisi Hiponatremia dapat menjadi
hyponatremia) sebagai diagnosa sekunder, sering diagnosis sekunder berdasarkan hasil
disalahgunakan saat hasil laboratorium menurun pemeriksaan laboratorium dengan kadar Na
tidak bermakna. < 135 mEq/L

Dampak: peningkatan severity level menjadi II


40. Hipokalemia Penambahan kode E876 (Hypokalemia) sebagai Kondisi Hipokalemia dapat menjadi
diagnosis sekunder, sering disalahgunakan pada diagnosis sekunder berdasarkan hasil
hasil laboratorium yang menurun tidak bermakna. pemeriksaan laboratorium dengan kadar K <

33
Diagnosis/Prosedur
No. Perihal Kesepakatan
Utama Sekunder Prosedur
3,5 mEq/L
Dampak: peningkatan severity level menjadi II
41. Hipovolemik Penggunaan Hipovolemik Syok sebagai Diagnosa Kondisi Syok Hipovolemik dapat menjadi
Syok sekunder menyebabkan peningkatan biaya klaim. diagnosis sekunder berdasarkan adanya
manifestasi klinis dan penatalaksanaan syok
Dampak: peningkatan severity level menjadi II hipovolemik yang tercatat dalam rekam
medis.
42. Epistaxis Kasus DHF dengan gejala pendarahan didiagnosis Kondisi perdarahan yang terjadi pada kasus
sekunder seperti epitaxis, melena. DHF harus dinyatakan sebagai diagnosis
sekunder karena hal tersebut penting dalam
Dampak: peningkatan severity level menjadi II menentukan penatalaksanaan selanjutnya,
dan bukti pendukungnya adalah adanya
penatalaksanaan perdarahan dalam rekam
medis
43. Dispepsia Penggunaan dispepsia sebagai diagnosis primer, Penegakan diagnosis Dispepsia bisa dengan
sering disalahgunakan untuk menggantikan gejala klinis. Sebelum ada pemeriksaan
penunjang seperti endoskopi, diagnosis yang
diagnosis saluran pencernaan yang lebih spesifik tegak adalah Dispepsia (K30). Jika dilakukan
seperti gastritis, peptic ulcer pemeriksaan penunjang, maka diagnosis
disesuaikan berdasarkan hasil pemeriksaan
Dampak: peningkatan biaya dengan kode penunjang.Indikasi untuk dilakukan endoskopi
pada kasus Dispepsia dengan alarm symptom
dispepsia (lebih tinggi daripada dengan kode seperti : berat badan menurun, tidak bisa
gastritis,dan lain-lain) menelan, demam, perdarahan atau ketersediaan
sarana dan prasarana.

44. Volume GE dirawat inap atas dasar volume GE dapat dirawatinap atas dasar volume
Depletion depletion/dehidrasi depletion/dehidrasi, dan bukti pendukungnya
(E86) adalah adanya penatalaksanaan terapi cairan
Dampak: koding volume depletion pada diagnosis
tidak mempengaruhi severity level klaim
45. Gagal Ginjal Z49.1 Renal failure yg HD selalu ditambahkan Pasien renal failure dengan HD dapat
dg HD extracorporal dialysis dan dirawat inap dirawat inap sesuai indikasi medis yang
spesifik (cth. Anemia), bukan atas perbaikan

34
Diagnosis/Prosedur
No. Perihal Kesepakatan
Utama Sekunder Prosedur
keadaan umum (KU)
46. Endoskopi (45.11) Penggunaan tindakan Endoskopi di rawat inapkan Pasien dengan tindakan endoskopi dapat
dirawat inap berdasarkan keadaan umum
pasien
47. Colonoscopy Tindakan Colonoscopy dirawat inapkan (alasan Pasien dengan tindakan kolonoskopi dapat
(45.23) untuk persiapan colonoscopi) dirawat inap berdasarkan keadaan umum
pasien
48. Asfiksia Kode Asfiksia yang dapat meningkatkan severity KRITERIA DIAGNOSIS ASFIKSIA
level adalah P210 (Asfiksia berat). NEONATORUM (UKK Neonatologi –
IDAI):
Dampak: peningkatan severity level menjadi II a. ASFIKSIA BERAT
1) Apnea atau megap megap yang membaik
setelah resusitasi minimal dengan 3 siklus
ventilasi tekanan positif atau
2) Pemeriksaan analisis gas darah dari arteri
umbilikal menunjukkan asidosis
metabolik atau mixed yang berat dengan
pH< 7 atau base deficit ≥ 12 mmol/L atau
3) Ada manifestasi gangguan neurologis
(misal: kejang, koma, tonus otot jelek)
atau
4) Ada keterlibatan multi organ (misal:
ginjal, jantung, paru, hati, usus) atau
5) FJ <100 X/menit saat lahir dan cenderung
menurun atau tetap atau
6) skor Apgar 0-3 sampai 1 menit atau <5
sampai 5 menit setelah lahir
b. ASFIKSIA RINGAN/SEDANG
1) Bayi bernapas spontan setelah resusitasi
maksimal dengan 2 siklus ventilasi
tekanan positif atau
2) Pemeriksaan analisis gas darah dari arteri

35
Diagnosis/Prosedur
No. Perihal Kesepakatan
Utama Sekunder Prosedur
umbilikal menunjukkan asidosis
metabolik atau mixed dengan pH 7,0
sampai kurang dari 7,35 atau
3) Skor Apgar 5-6 sampai 5 menit setelah
lahir
49. Atrial Fibrilasi Penggunaan Atrial Fibrilasi sebagai Diagnosa Kondisi Atrial Fibrilasi memang harus
(I48 & I64) sekunder menyebabkan peningkatan biaya klaim. dipisahkan sebagai diagnosis sekunder, dan
bukti pendukungnya berupa hasil EKG
Dampak: peningkatan severity level menjadi II
50. Syok Penggunaan Syok kardiogenik sebagai diagnosis Kondisi Syok Kardiogenik dapat menjadi
Kardiogenik sekunder terutama pada pasien jantung yang diagnosis sekunder terutama pada pasien
(R57) meninggal penyakit jantung dengan bukti tertulisnya
kriteria klinis dalam rekam medis berupa:
Dampak: peningkatan severity level menjadi III a. Penurunan Tekanan Darah
1) TD < 90 mmHg tanpa inotropik, atau
2) TD < 80 mmHg dengan inotropik
b. Penurunan Ejection Fraction (EF < 50%)
51. Cardiac Arrest Penggunaan Cardiac arrest sebagai diagnosis a. Cardiac arrest dapat terjadi pada semua
(I46.9) sekunder terutama pada kasus yang meninggal kasus (tidak hanya penyakit jantung) &
ada bukti penatalaksanaan Cardiac Arrest
Dampak: peningkatan severity level menjadi III yaitu CPR
b. Cardiac Arrest tidak dapat digunakan
pada pasien DOA
c. Koding INA-CBG adalah kode
Morbiditas
52. CAG Dan PCI Kasus Cath dan PCI dipisah episodenya, karena Panduan Praktek Klinis (PPK) Tatalaksana
dipisah-pisah masalah prasarana dan sarana, instruksi Kasus Penyakit Jantung Koroner – PERKI
waktunya manajemen.Tambahan modus : PCI dipisah 2015:
berdasarkan jumlah stent yang akan dipasang. PCI atau CABG:
a. Intervensi koroner perkutan (PCI) atau
Dampak: Pembayaran klaim untuk satu pasien CABG elektif dilakukan jika ditemukan
meningkat bukti iskemik dari pemeriksaan

36
Diagnosis/Prosedur
No. Perihal Kesepakatan
Utama Sekunder Prosedur
penunjang di atas disertai lesi signifikan
berdasarkan pemeriksaan angiografi
koroner.
b. Kriteria lesi signifikan : LM stenosis
50%, LAD stenosis di osteal/proksimal
>50%, LAD stenosis di mid-distal > 70%,
LCx stenosis > 70%, dan RCA stenosis
>70%.
c. Pada lesi-lesi non signifikan yang
dijumpai bukti adanya iskemia yang luas
memerlukan pemeriksaan menggunakan
FFR (flow fraction ration). Nilai FFR <
0,8 menunjukkan lesi signifikan. Pada
tempat yang tidak memiliki fasilitas FFR
maka pemeriksaan iskemik stress test
dapat membantu apakah lesi sebagai
penyebab iskemik.
d. Indikasi CABG : Lesi multipl+F98e
stenosis (> 2 pembuluh koroner) dengan
atau tanpa diabetes mellitus.
e. Pada kasus-kasus multivessel disease
dimana CABG mempunyai risiko tinggi
(Fraksi ejeksi rendah atau pembuluh
distal kurang baik untuk grafting) maka
dapat dilakukan PCI selektif dan bertahap
(selective and Stagging PCI) dengan
mempertimbangkan kondisi klinis pasien,
lama radiasi, jumlah zat kontras dan lama
tindakan.
f. PCI lanjutan dapat dikerjakan dalam
kurun waktu 1-3 bulan kemudian jika
kondisi klinis stabil.

37
Diagnosis/Prosedur
No. Perihal Kesepakatan
Utama Sekunder Prosedur
g. PCI lanjutan harus dipercepat jika
terdapat keluhan bermakna.
53. Syok saat Penggunaan koding T811 pada diagnosis Tidak masalah sebagai diagnosis sekunder
Operasi sekunder, biasanya pada pasien dengan tindakan jika memang dalam rekam medis tertulis
(T811) atau terapi. manifestasi klinis syok yang merupakan
komplikasi operasi serta tertulis
Dampak: peningkatan severity level menjadi III penatalaksaan syok tersebut
54. Scleroterapy pada Kasus Scleroterapi pada hemorhoid oleh Sp.PD Pasien dengan tindakan Scleroterapi pada
Hemorhoid (49.42) dan dirawat inapkan hanya untuk injeksi obatnya hemorhoid dapat dirawat inap berdasarkan
karena obatnya mahal keadaan umum pasien
55. Odontektomi Tindakan Odontektomi di rawat inapkan Pasien dengan tindakan odontektomi dapat
(23.19) dirawat inap sesuai dengan keadaan umum
pasien, atau jumlah maupun letak gigi
56. Hypertensive Pulmonary Pasien dengan riwayat hemodialisa rutin Kriteria Pulmonary Oedema: gejala klinis
renal disease oedema (J81) mengalami efek samping sesak, kemudian sesak, takikardi, ronki Ada penatalaksanaan
with renal pulmonary edema dikoding sebagai diagnosa pulmonary oedema yang terekam dalam
failure (I12.0) sekunder dan menyebabkan severity level resume medis dan ada terapi diuretik dan
meningkat menjadi berat (III) oksigen yang diberikan. Pada kasus HD
rutin yang dirawat inap dengan kondisi
pulmonary oedema, maka Dx Sekunder
Pulmonary Odema dan Dx utama CKD
(bukan kontrol HD atau kode Z)
57. Hypertensive Ascites (R18) Pasien dirawat inapkan hanya untuk dilakukan Kriteria Rawat Inap untuk Ascites adalah
renal disease fungsi ascites. Apa kriteria rawat inap untuk Ascites masif, tujuan tindakan Pungsi untuk
with renal tindakan fungsi ascites atau dapat kah sebagai Terapeutik. Bila terjadi pada kasus CKD,
failure (I12.0) rawat jalan? Tepatkah pengkodingan pada kasus maka diagnosis ascites dapat menjadi
ini? diagnosis sekunder dan diagnosis utamanya
adalah CKD
Dampak: peningkatan biaya pada klaim
58. Imbalance of Kecendrungan pasien yang tidak nafsu makan Kode R63.8 (other symptoms and signs
constituents of langsung dikode dengan E63.1 (imbalance of concerning food and fluid intake) digunakan
food intake( constituents food intake). Kapan imbalance of untuk intake sulit yakni kelainan yang

38
Diagnosis/Prosedur
No. Perihal Kesepakatan
Utama Sekunder Prosedur
E63.1) constituents of food intake ditegakkan? membutuhkan tindakan khusus diet
parenteral, enteral atau parsial baik cairan
Dampak : peningkatan severity level menjadi dan atau nutrisiKode E63.1 (imbalance of
sedang (II) constituents food intake) digunakan untuk
Intake sulit yang disertai asesmen gizi oleh
dokter yang merawat/dokter ahli gizi/ahli
gizi. Bukti malnutrisi, IMT kurang dari 16.
59. Insufisiensi Kode sekunder N19 (insufisiensi renal) dikoding Kriteria penegakan diagnosa Insufisiensi
renal (N19) dengan penanganan yang kurang bermakna yaitu renal: Nilai GFR kurang dari 60 atau nilai
istirahat saja. Apakah kriteria penegakan diagnosa creatinin wanita diatas 1,1 dan pria diatas
Insufisiensi renal ? 1,3

Dampak : peningkatan severity level


60. Typhoid Urinary Tract Kode N390 sebagai ISK sering dijadikan dignosa Diagnosa ISK dibuat berdasarkan salah satu
(A01.0) Infection, site sekunder sedangkan hasil pemeriksaan penunjang dari kriteria dibawah ini:
not specified masih dalam batas normal. Kapan diagnosa ISK a. Gejala klinis yang khas (minimal satu):
(N390) ditegakkan? sakit kencing, nyeri perut bagian bawah,
Dampak: Menyebabkan kenaikan severity level nyeri tekan suprapubic, anyang-
anyangan, nyeri pinggang, nyeri ketok
costovertebral angle (CVA) dengan atau
tanpa disertai demam dan jumlah lekosit
urin lebih dari 10/LPB.
b. Kultur urin positif
61. Ventricular EKG (8952) Diagnosa sekunder ventrikular fibrilasi selalu VF harus disertai dengan diagnosis jantung
fibrillation and dipasangkan dengan diagnosa jantung lain seperti yang potensial menyebabkan henti jantung
flutter (I49.3) I10 (hypertensi essential), I11, dan I50. Namun dan dilakukan tata laksana sesuai dengan
tidak ada penggunaan terapi yang spesifik tatalaksana henti Jantung.
penanganan VF pada pasien tersebut.

Dampak: peningkatan severity level klaim


menjadi sedang (III)
62. Non spesific Penambahan kode K75.2 (non specific reactive Kriteria diagnosis hepatitis reaktif non

39
Diagnosis/Prosedur
No. Perihal Kesepakatan
Utama Sekunder Prosedur
reactive hepatitis) sebagai diagnosis sekunder, sering spesifik bila SGOT/SGPT diatas nilai
hepatitis disalahgunakan pada hasil laboratorium yang normal
(K75.2) SGOT/PT meningkat tidak bermakna.
Dampak: peningkatan severity level menjadi
sedang (II)
63. Gout arthritis Other local Pasien dengan Gout arthritis yang dilakukan Kriteria rawat inap untuk pasien Gout
(M10.9) excision or injeksi artikular tetapi dikoding 80.87 (Other local Arthritis adalah Gout dengan banyak sendi 3
destruction of excision or destruction of ankle joint) dan dirawat atau lebih atau Gout Polyarticular atau Gout
lession of ankle inapkan yang dirawat karena penyakit lain atau gout
joint (80.87) dengan nyeri hebat VAS >=7Kode Tindakan
untuk injeksi artikular adalah 81.92
(injection of therapeutic substances into joint
or ligaments)
64. Phlebitis Penggunaan Phlebitis sebagai diagnosa sekunder Phlebitis dapat digunakan sebagai diagnosis
sering disalahgunakan pada kondisi pasien rawat sekunder bila dilakukan penatalaksanaan
inap yang diinfusDampak: peningkatan severity khusus, seperti diantaranya debridement atau
level menjadi II pemberian antibiotik
65. Septikemia Penggunaan Septikemia sebagai diagnosa Penggunaan kode Septicaemia (A41.9)
sekunder menyebabkan peningkatan biaya adalah untuk kondisi yang sesuai dengan
klaimDampak: peningkatan severity level menjadi terminologi Sepsis dan terpenuhi kriteria
II sepsis dan tatalaksana sepsis yaitu
hipertermi, hiportemi, tachichardi,
tachypnoe dengan hasil laboratorium
leukosistosis atau leukopenia
66. Alergi Obat Penggunaan Alergi obat (T88.7) sebagai Diagnosa Alergi obat (T88.7) adalah reaksi lokal atau
sekunder menyebabkan peningkatan biaya sistemik akibat pemberian obat oral atau
klaimDampak: peningkatan severity level menjadi parenteral, atau topikal, inhalasi atau metode
II pemberian obat lainnya untuk mengobati
suatu penyakit, tidak termasuk alergi karena
hasil skin test.Alergi obat yang menjadi
sebab perawatan saat itu atau yang terjadi
pada saat perawatan berlangsung dapat

40
Diagnosis/Prosedur
No. Perihal Kesepakatan
Utama Sekunder Prosedur
dijadikan diagnosis sekunder. Informasi
tersebut dicantumkan pada resume medis
pasien saat pulang rawat.
67. Thypoid Fever DHF(A91) Thypoid ditambahkan Dengue Fever, sering Diagnosis typhoid dan DHF dapat
(A01.0) disalahgunakan pada hasil widal yang meningkat ditegakkan selama memenuhi kriteria untuk
tetapi tidak bermakna ataupun pada hasil kedua penyakit tersebut.
trombosit yang menurun tapi tidak
bermaknaDampak: peningkatan severity level
menjadi II
68. GEA (A09) Thypoid Fever kombinasi GEA dengan Thypoid fever, sering Diagnosis GEA dan typhoid dapat
(A01.0) disalahgunakan yaitu GEA sebagai diagnosis ditegakkan selama memenuhi kriteria untuk
utama dan thypoid sebagai diagnosis kedua penyakit tersebut.
sekunderDampak: peningkatan severity level
menjadi III
69. CKD Diagnosa Chronic Kidney Disease (CKD) on HD CKD dengan komplikasi penyakit lain dapat
dalam 1 bulan masuk opname 3 kali hanya dapat dirawat inap lebih dari satu kali sesuai
diacc klaim 1 pelayanan oleh BPS Kesehatan dengan indikasi medis
karena dianggap readmisi

d. Permasalahan Administrasi
Diagnosis/Prosedur
No. Perihal Kesepakatan
Utama Sekunder Prosedur
1. Thalasemia Hemosiderosis Penggunaan kode Hemosiderosis (E83.1) Klaim rawat jalan Thalasemia Mayor dengan
(D56.1) menyebabkan peningkatan biaya klaim diagnosis sekunder Hemosiderosis (E83.1)
yang mendapatkan top up obat kelasi besi
diinput sebagai pasien rawat inap (sesuai
PMK No. 59/2014) dengan tidak diinputkan
semua kode diagnosis sekundernya ke dalam
software INA-CBG.
2. Kelas rawat Peserta yang dirawat inap di ruangan IGD atau Kelas klaim dibayarkan setara dengan kelas 3

41
Diagnosis/Prosedur
No. Perihal Kesepakatan
Utama Sekunder Prosedur
ruang non kelas seperti ruang
observasi/peralihan/ruangan kemoterapi, klaim
ditagihkan sesuai hak kelas peserta (kelas 1-3)
3. Beberapa prosedur yang diberikan dalam Beberapa prosedur yang diberikan dalam
pelayanan diinputkan ke dalam software INA- pelayanan diinputkan ke dalam software INA-
CBG menyebabkan perubahan grouping dan CBG menyebabkan perubahan grouping dan
tarif menjadi turun, maka prosedur-prosedur tarif menjadi turun, maka prosedur-prosedur
yang menurunkan tarif tidak diinput hanya yang menurunkan tarif tidak diinput untuk
untuk kasus persalinan semua kasus

e. Permasalahan Klinis dan Mekanisme Klaim


Jenis Aturan Prosedur Pelayanan dan
No. Kriteria Besaran Tarif
Pelayanan Pengajuan Klaim
1. Pet Scan a. Penjaminan layanan Pet Scan dilakukan apabila a. Tarif rawat jalan yang mendapatkan a.
Rumah sakit yang dapat
pemeriksaan penunjang radiologi diagnostik pelayanan PET Scan ditetapkan memberikan pelayanan Pet Scan
dengan CT Scan atau MRI tidak memberikan hasil sebesar Rp.8.000.000,00 (delapan adalah rumah sakit minimal kelas
yang jelas. juta rupiah) sebagai tarif Non INA- B.
b. Pemberian rekomendasi Pet Scan diberikan oleh CBG. b. Pasien melampirkan hasil CT
Cancer Board atau tim dokter multidisiplin yang b. Tarif rawat inap yang mendapatkan Scan atau MRI sebelumnya.
merawat. pelayanan PET Scan meliputi tarifc. Pet Scan dilakukan satu kali
c. Penggunaaan Pet Scan diindiikasikan untuk INA- CBG dan tarif pelayanan PET selama perjalanan penyakit.
unknown primary tumor atau difficult case. Untuk SCAN sebesar Rp.8.000.000,00 d. Pengajuan klaim Pet Scan pada
diagnosis lain diperlukan rekomendasi dari dokter (delapan juta rupiah). kasus rawat jalan adalah tarif non
spesialis onkologi. INA-CBG (tarif INA-CBG rawat
jalan tidak diajukan)e) Pengajuan
klaim Pet Scan pada rawat inap
dilakukan diluar aplikasi INA-
CBG
2. Rehabilitasi Pemberianlayananrehabilitasipsikosoialdapatdiberika a. Untuk pelayanan rawat jalan Jenis pelayanan rehabilitasi
Psikososial npadapelayananrawatjalan maupun rawat inap. diklaimkan setiap kali kunjungan psikososial dan fasilitas kesehatan

42
Jenis Aturan Prosedur Pelayanan dan
No. Kriteria Besaran Tarif
Pelayanan Pengajuan Klaim
a. Layanan rehabilitasi Psikososial pasien rawat mengacu pada tarif INA CBG sesuai yang dapat memberikan pelayanan
inap meliputi: dengan peraturan menteri kesehatan rehabilitasi psikososial terlampir
1) Psikofarmaka (Manajemen Pengobatan) yang berlaku.
2) Psikoedukasi (Psychoeducation) b. Untuk pelayanan rawat inap
3) Manajemen Kasus (Case Management) diklaimkan setiap episode mengacu
4) Latihan Keterampilan Sosial (Social Skill pada tarif INA CBG sesuai dengan
Training) peraturan menteri kesehatan yang
5) Latihan Keterampilan Hidup (Life Skill Training) berlaku.
6) Terapi Vokasi (Vocational Therapy)
7) Terapi Occupational (Ocupational Therapy)
8) Dukungan Hidup (life Support)
9) Spiritual – Contoh Best Practice
10) Rehabilitasi Kognitif (Cognitive Rehabilitation)
11) Komunitas Terapeutik (Therapeutic Community).
b. Layanan Rehabilitasi Psikososial rawat jalan
meliputi:
1) Psikoedukasi (Psychoeducation)
2) Manajemen Kasus (Case Management)
3) Latihan Keterampilan Sosial (Social Skill
Training)
4) Latihan Keterampilan Hidup (Life Skill Training)
5) Terapi Vokasi (Vocational Therapy)
6) Terapi Occupational (Ocupational Therapy)
7) Dukungan Hidup (life Support)
8) Spiritual-Contoh Best Practice
9) Rehabilitasi Kognitif (Cognitive Rehabilitation)
10) Komunitas Terapeutik (Therapeutic Community)
c. Kriteria penjaminan pelayanan rehabilitasi
psikososial rawat jalan diberikan kepada pasien
berdasarkan seleksi sesuai dengan minat dan
bakatnya, dengan kriteria:
1) Gangguan jiwa berat (Skizofrenia, Depresi,

43
Jenis Aturan Prosedur Pelayanan dan
No. Kriteria Besaran Tarif
Pelayanan Pengajuan Klaim
Bipolar, Skizoafektif)
2) Pasien tidak gelisah (PANSS EC <15)
3) Pasien bukan retardasi mental sedang dan berat
(IQ>55)
4) Tes fungsi kognitifnya masih cukup baik
(MMSE>20)
5) Keluarga pasien kooperatif
6) Gejala negatif minimal
7) Pasien dapat berkomunikasi
8) Pasien dapat membaca dan menulis, minimal
pendidikan SD
9) Pasien berusia mulai dari 19 th – 50 th
d. Kriteria penjaminan pelayanan rehabilitasi
psikososial rawat inap ditentukan oleh dokter
spesial jiwa yang menjadi DPJP pasien tersebut.

44
45

2.6.5 Penting dan Dampak Klaim BPJS Kesehatan


Proses klaim BPJS Kesehatan sangatlah penting bagi fasilitas kesehatan
baik fasilitas kesehatan tingkat primer maupun fasilitas kesehatan tingkat lanjut
sebab klaim merupakan penggantian biaya pengobatan pasien selama pasien
berobat ke fasilitas kesehatan. Isa (2015) menjelaskan bahwa dengan adanya
program JKN memberikan dampak positif yaitu peningkatan pendapatan rumah
sakit seiring dengan peningkatan jumlah pasien BPJS Kesehatan. Petugas rumah
sakit jika bekerja dengan giat maka akan memperoleh jasa pelayanan dari klaim
BPJS Kesehatan. Sehingga apabila ada beberapa berkas yang tidak diklaim akan
sangat mengganggu manajemen keuangan rumah sakit yang berakibat fatal
kerugian rumah sakit.

2.6.6 Indikator Penelitian


a. Human
Sumber daya manusia merupakan aset yang paling penting dalam suatu
organisasi baik organisasi dalam skala besar maupun kecil, karena merupakan
sumber yang menggerakkan dan mengarahkan organisasi serta mempertahankan
dan mengembangkan organisasi dalam berbagai tuntutan masyarakat dan zaman
(Susiawan dan Muhid, 2015). Penentuan variabel human oleh peneliti terdiri dari:
1) Pengetahuan
Pengetahuan merupakan salah satu faktor yang penting yang harus dimiliki
oleh seseorang dalam profesi yang dijalaninya (Purnamasari dan Hernawati,
2013). Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yaitu indera
penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan
manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Endarto dan Purnomo, 2013).
2) Kedisisplinan
Disiplin merupakan suatu bentuk pelatihan yang berusaha memperbaiki dan
membentuk pengetahuan, sikap dan perilaku petugas sehingga para petugas
tersebut secara sukarela berusaha bekerja secara kooperatif dengan petugas
lainnya dengan meningkatkan prestasi kerjanya (Sajangbati, 2013). Jadi,
dikatakan disiplin apabila karyawan sadar dan bersedia mengerjakan semua tugas
46

dan tanggungjawabnya dengan baik. Kedisiplinan harus ditegakkan dalam suatu


organisasi perusahaan. Tanpa dukungan disiplin karyawan yang baik, sulit bagi
perusahaan untuk mewujudkan tujuannya (Setiawan, 2013).
3) Pengalaman Kerja
Sejauh mana tenaga dapat mencapai hasil yang memuaskan dalam bekerja
tergantung dari kemampuan, kecakapan, dan keterampilan tertentu agar dapat
melaksanakan pekerjaannya dengan baik. Masa kerja merupakan pengalaman
individu yang akan menentukan pertumbuhan dalam pekerjaan dan jabatan.
Pengalaman merupakan atribut penting dimana seseorang memiliki keahlian
melaksanakan tugasnya melebihi selektif terhadap informasi mengingat agar tidak
terjadi kesalahan lebih besar dalam mengerjakan tugasnya. Banyaknya tugas-tugas
pemeriksaan dan lamanya pengalaman kerja mengembangkan keahlian kualitas
sumber daya manusia. Semakin lama masa kerja dan pengalaman yang dimiliki
maka akan meningkatkan kualitas hasil yang dihasilkan (Parasayu dan Rohman,
2014).
4) Ketersediaan Sumber Daya Manusia
Kebutuhan perekam medis di rumah sakit harus sesuai dengan kebutuhan
baik dari segi jenis, kualifikasi, jumlah, dan pengadaan. Penyiapan pelayanan
harus ditunjang dengan Sumber Daya Manusia (SDM) yang memadai karena
berpengaruh pada produktifitas kerja sehingga perlu adanya keseimbangan antara
jumlah peetugas dengan jumlah pasien yang harus dilayani sehingga tercipta
kondisi dan lingkungan kerja yang sehat, nyaman, efisien, dan produktif (Alfianto
dan Zakiyah, 2015).
b. Organization
Komponen organisasi menilai dari aspek struktur organisasi dan lingkungan
organisasi. Struktur organisasi terdiri dari tipe, kultur, politik, hierarki,
perencanaan dan pengendalian, strategi, manajemen, dan komunikasi.
Kepemimpinan, dukungan dari top manajemen dan dukungan staf merupakan
bagian yang penting dalam mengukur keberhasilan sedangkan lingkungan
organisasi terdiri dari sumber pembiayaan, pemerintahan, politik, kompetisi,
hubungan interorganisasional, dan komunikasi (Erawantini, 2017). Iklim
47

organisasi merupakan suasana kerja yang dialami oleh karyawan, misalnya lewat
ruang kerja yang menyenangkan, rasa aman dalam bekerja, penerangan yang
memadai, sarana dan prasana yang memadai jaminan sosial yang memadai,
promosi jabatan, kedudukandan pengawasan yang memadai (Sari, 2011).
c. Technology
Teknologi merupakan alat atau sarana yang digunakan oleh manusia untuk
memenuhi kebutuhan hidup (Barus, dkk., 2017).
1) Jumlah Komputer
Komputer merupakan alat bantu yang memberikan informasi untuk
memenuhi kebutuhan (Ramadhani, dkk., 2013). Pendayagunaan komputer di
rumah sakit harus disesuaikan dengan kebutuhan karena diharapkan akan tercipta
efisisensi kerja petugas dan kecepatan dalam pelayanan pasien. Sehingga apabila
kebutuhan komputer tercukupi maka proses klaim akan lebih cepat.
2) Jumlah Printer
Printer pada rekam medis dapat memberikan berbagai keuntungan
diantaranya ketepatan waktu dalam kelengkapan verifikasi klaim, kecepatan
pelayanan kepada pasien, dan pembuatan laporan yang tidak terlambat kepada
kepala rekam medis. Pendayagunaan printer di rumah sakit harus disesuaikan
dengan kebutuhan karena diharapkan akan tercipta efisisensi kerja petugas.
Sehingga apabila kebutuhan printer tercukupi maka proses klaim akan lebih cepat
terutama untuk kelengkapan verifikasi administrasi. Printer merupakan perangkat
hardware untuk mencetak page pekerjaan di screen aplikasi editor word pada
laptop/computer. Dengan printer pekerjaan pengelolahan data akan lebih mudah.
Penggunaan printer secara umum biasanya menggunakan satu computer untuk
satu printer (Hendry, 2018).
3) Terjadinya Error dan Cara Mengatasinya
Bagaimana tindakan yang dilakukan oleh petugas saat komputer yang
digunakan untuk melakukan proses pendaftaran pasien, koding, dan penginputan
data klaim ke server BPJS Kesehatan mengalami heng atau error. Tindakan dapat
berupa penambahan fasilitas seperti wifi atau pemancar wifi. Mendiagnosa
kerusakan printer merupakan sistem yang menggunakan pengetahuan dan
48

penalaran manusia yang ditangkap komputer untuk memecahkan suatu masalah


yang biasanya membutuhkan keahlian pakar (Agustina, 2018).
4) Aplikasi yang Mendukung
d. Planning
Planning (perencanaan) ialah penetapan pekerjaan yang harus dilaksanakan
oleh kelompok untuk mencapai tujuan yang digariskan. Planning merupakan
sesuatu hal yang sangat penting dan mendasari pelaksanaan kegiatan. Sehingga
dengan melakukan planning dapat mengotimalkan sumber daya yang dimiliki
untuk mencapai tujuan yang diinginkan (Wijayanti, 2016). Planning adalah proses
perumusan tujuan organisasi sampai penetapan alternatif kegiatan untuk
mencapainya. Tanpa fungsi perencanaan, tidak akan ada kejelasan urutan kegiatan
untuk mencapai tujuan organisasi. Melalui fungsi perencanaan, ditetapkan tugas
pokok staf yang kemudian digunakan oleh pimpinan untuk melakukan supervisi,
dan menyediakan sumber daya yang dibutuhkan staf untuk menjalankan tugasnya.
Planning mencakup kegiatan pengambilan keputusan, karena termasuk dalam
pemilihan alternatif-alternatif keputusan ke depan guna merumuskan suatu pola
dari himpunan tindakan untuk masa mendatang (Siriyei dan Wulandari, 2013).
Perlu dirancang perencanaan secara baik, tepat, dan benar sebab suatu
perencanaan yang baik pasti menghasilkan hasil yang baik. Salah satu proses
perencanaan adalah penyusunan Rencana Kerja Operasional (RKO). Rencana
Kerja Operasional merupakan informasi-informasi yang mencakup mengapa
kegiatan ini penting dilakukan? Apa yang akan dicapai? Bagaimana cara
mengerjakannya? Siapa yang akan mengerjakannya dan siapa sasaran kegiatan?
Sumber daya pendukung? Di mana kegiatan akan dilaksanakan? Kapan kegiatan
ini akan dikerjakan? (Darmawan, 2014).
e. Organizing
Organizing (pengorganisasian) adalah rangkaian kegiatan manajemen untuk
menghimpun dan mengatur semua sumber daya (potensi) yang dimiliki oleh
organisasi dan memanfaatkannya secara efisien untuk mencapai tujuan organisasi
(Siriyei dan Wulandari, 2013). Pengorganisasian (organizing) yaitu rangkaian
kegiatan dalam fungsi manajemen yang mencakup penghimpun seluruh sumber
49

daya atau potensi milik organisasi guna pemanfaatan secara efisien dalam
mencapai tujuan (Darmawan, 2014). Terdapat 4 pilar yang menjadi dasar untuk
melakukan proses pengorganisasian. Keempat pilar tersebut adalah pembagian
kerja, pengelompokan pekerjaan, penentuan relasi antar bagian dalam organisasi
serta penentuan mekanisme untuk mengintegrasikan aktivitas antarbagian dalam
organisasi atau koordinasi. Adapun keempat pilar tersebut adalah sebagai berikut.
1) Pilar Pertama: Pembagian Kerja
Proses pembagian kerja dari keseluruhan menjadi lebih spesifik atau lebih
sederhana dan detail dinamakan pula dengan spesialisasi pekerjaan. Keseluruhan
pekerjaan tersebut kemudian diturunkan atau dibagi-bagi berdasarkan kriteria
tertentu yang lebih spesifik. Pembagian kerja mutlak diperlukan, sehingga besar
kemungkinan belum optimalnya pembagian kerja akan berpengaruh terhadap
pencapaian tujuan (Wijayanti, 2016).
2) Pilar Kedua: Pengelompokan Pekerjaan (Job Description)
Proses pengelompokkan dan penamaan bagian atau kelompok pekerjaan
menurut kriteria tertentu itulah yang disebut dengan depertementalization. Job
description merupakan variabel penting dan sebagai dasar dalam suatu pekerjaan.
Job description yang kurang optimal tentunya akan berpengaruh pada pekerjaan
seseorang. Salah satu indikator job description yang tidak dapat terpenuhi adalah
aplikasi deskripsi terpisah untuk setiap posisi. Hal ini tentunya akan
mengakibatkan kurang jelasnya job description yang ada (Wijayanti, 2016).
3) Pilar Ketiga: Penentuan Relasi Antarbagian dalam Organisasi
Penentuan reasi antarbagian dalam organisasi yaitu dengan penentuan
hierarki. Penentuan hirarki ini mempermudah koordinasi antar staf.
4) Pilar Keempat: Koordinasi
Koordinasi adalah proses dalam mengintegrasikan seluruh aktivitas dari
berbagai departemen atau bagian dalam organisasi agar tujuan organisasi bisa
tercapai secara efektif. Tanpa koordinasi, berbagai kegiatan yang dilakukan di
setiap bagian organisasi tidak akan terarah dan cenderung hanya membawa misi
masing-masing bagian. Dikhawatirkan, tidak terkoordinasinya setia bagian pada
giliran berikutnya justru akan menghambat organisasi dalam mencapai tujuannya.
50

f. Actuating
Actuating (pelaksanaan) atau fungsi penggerakan pelaksanaan meliputi,
directing, commanding, motivating, staffing, coordinating. Actuating atau fungsi
penggerakan pelaksanaan adalah proses bimbingan kepada staf agar mereka
menjalankan tugas-tugas pokoknya sesuai dengan keterampilan yang dimiliki
(quality of care) dan dukungan sumber daya yang tersedia (quality of service)
(Siriyei dan Wulandari, 2013). Kejelasan komunikasi, pengembangan motivasi,
dan penerapan kepemimpinan yang efektif akan sangat membantu suksesnya
manajer melaksanaan fungsi manajemen ini. Penggerakan dan pelaksanaan
merupakan sebuah upaya yang dilakukan sesuai dengan rencana kegiatan yang
telah ditetapkan sebelumnya. Batasan-batasan terkait aspek pengetahuan dan
keterampilan yang harus dikuasai dalam fungsi actuating (pergerakan dan
pelaksanaan), antara lain:
1) Pengetahuan dan Keterampilan Motivasi
Motivasi adalah upaya untuk menimbulkan rangsangan dorongan
dan/ataupun pembangkit tenaga pada seseorang atau sekelompok masyarakat agar
bersangkutan ingin berbuat dan bekerja sama secara optimal dalam melaksanakan
sesuatu yang telah direncanakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
2) Pengetahuan dan Keterampilan Komunikasi
Komunikasi adalah pertukaran pikiran atau keterangan dalam rangka
menciptakan rasa saling mengerti serta saling percaya demi terwujudnya
hubungan yang baik antarindividu ataupun kelompok. Berdasarkan definisi
tersebut, dapat ditekankan bahwa tujuan utama dari komunikasi ialah untuk
menciptakan pengertian bukan persetujuan.
3) Pengetahuan dan Keterampilan Kepemimpinan
Kepemimpinan adalah kemampuan untuk memengaruhi aktivitas seseorang
atau sekelompok orang untuk mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan dalam
suatu situasi tertentu.
4) Pengetahuan dan Keterampilan Pengarahan
Pengarahan merupakan upaya pengambilan keputusan yang
berkesinambungan dan terus-menerus yang terwujud dalam bentuk perintah
51

ataupun petunjuk sebagai pedoman dalam organisasi. Adapun syarat pengarahan


yang baik yaitu kesatuan perintah, informasi yang lengkap, hubungan langsung
dengan SDM dalam organisasi, suasana informal.
g. Controlling
Controlling adalah proses untuk mengawasi secara terus menerus kegiatan
staf dalam melaksanakan rencana kerja yang sudah disusun dan mengadakan
koreksi jika terjadi penyimpangan.peran jembatan antar pribadi (interpersonal
role), peran penyambung informasi (information transfer role), dan peran
pengambil keputusan (decision-making role) (Siriyei dan Wulandari, 2013).
Controlling atau pengawasan adalah penemuan dan penerapan cara dan alat untuk
menjamin bahwa rencana telah dilaksanakan sesuai dengan rencana yang telah
ditetapkan. Tahap-tahap pengawasan terdiri atas penentuan standar, penentuan
pengukuran pelaksanaan kegiatan, pengukuran pelaksanaan kegiatan, pembanding
pelaksanaan dengan standar dan analisa penyimpangan, dan pengambilan tindakan
koreksi bila diperlukan. Pengawasan dapat dipahami sebagai proses menetapkan
ukuran kinerja dan pengambilan tindakan yang dapat mendukung pencapaian hasil
yang diharapkan sesuai dengan standar kinerja yang telah ditetapkan tersebut.
Langkah-langkah dalam melakukan pengawasan dan pengendalian antara
lain mengukur hasil atau prestai yang telah dicapai lalu membandingkan hasil
pencapaian dengan tolok ukur atau standar yang telah ditetapkan sebelumnya.
Selanjutnya dilakukan perbaikan terhadap penyipangan-penyimpangan yang
dijumpai berdasarkan faktor-faktor penyebabnya. Secara umum, objek
pengawasan terdiri dari kualitas dan kuantitas fisik seperti barang atau jasa,
pemasukan dan penggunaan sumber daya uang, pelaksanaan program di lapangan
berdasarkan pada RKO, hal-hal yang bersifat strategis serta pelaksanaan kerja
sama.

2.7 Pohon Masalah


2.7.1 Definisi Pohon Masalah
Pohon masalah (problem tree) merupakan sebuah pendekatan/metode yang
digunakan untuk identifikasi penyebab suatu masalah. Analisis pohon masalah
52

dilakukan dengan membentuk pola pikir yang lebih terstruktur mengenai


komponen sebab akibat yang berkaitan dengan masalah yang telah diprioritaskan.
Metode ini dapat diterapkan apabila sudah dilakukan identifikasi dan penentuan
prioritas masalah. Pohon masalah memiliki tiga bagian, yakni batang, akar, dan
cabang. Batang pohon menggambarkan masalah utama, akar merupakan penyebab
masalah inti, sedangkan cabang pohon mewakili dampak. Penggunaan pohon
masalah ini berkaitan dengan perencanaan proyek.

2.7.2 Tujuan Pembuatan Pohon Masalah


a. Membantu tim kerja organisasi melakukan analisis secara rinci dalam
mengeksplorasi penyebab munculnya permasalahan utama yang telah
ditetapkan sebelumnya. Eksplorasi penyebab masalah dapat dilakukan
dengan menggunakan metode five whys yakni metode menggali penyebab
persoalan dengan cara bertanya “mengapa” sampai lima level atau tingkat.
b. Membantu tim kerja organisasi menganalisis pengaruh persoalan utama
terhadap kinerja/hasil/dampak bagi organisasi atau stakeholder lainnya.
c. Membantu kelompok/tim kerja organisasi mengilustrasikan hubungan
antara masalah utama, penyebab masalah, dan dampak dari masalah utama
dalam suatu gambar atau grafik.
d. Membantu kelompok/tim kerja organisasi mencari solusi atas persoalan
utama dengan melihat komponen sebab akibat dari suatu permasalahan.

2.7.3 Langkah Pembuatan Pohon Masalah


a. Langkah pertama dalam menyusun pohon masalah adalah mengidentifikasi
dan merumuskan masalah utama organisasi berdasarkan hasil analisis atas
informasi yang tersedia. Banyak cara yang dapat dilakukan untuk
merumuskan masalah utama, misalnya dengan cara diskusi, curah pendapat,
dan lain-lain. Masalah utama ini kita tempatkan pada bagian tengah dari
gambar.
53

Masalah Utama

Gambar 2.1 Masalah Utama

b. Langkah ketiga adalah menganalisis penyebab munculnya masalah utama.


Penyebab pada tahap ini kita namakan penyebab level pertama. Hubungan
antara masalah utama dengan penyebab level pertama dapat digambarkan
sebagai berikut:

Masalah Utama
Sebab

Penyebab Level Penyebab Level Penyebab Level


Pertama Pertama Pertama

Gambar 2.2 Penyebab Level Pertama

c. Langkah keempat adalah menganalisis lebih lanjut penyebab dari penyebab


level pertama. Penyebab dari munculnya penyebab level pertama ini kita
namakan penyebab level kedua. Hubungan antara penyebab level pertama
dengan penyebab level kedua dapat kita gambarkan sebagai berikut:

Penyebab Level
Pertama

Penyebeb Level Penyebab Level


Kedua Kedua

Gambar 2.3 Penyebab Level Kedua


54

Penyebab Level
Pertama

Penyebab Level
Kedua

Gambar 2.4 Penyebab Level Kedua

d. Langkah kelima adalah menganalisis lebih lanjut penyebab dari munculnya


penyebab level kedua. Demikian seterusnya, analisis dapat dilakukan
sampai dengan level kelima. Contoh dalam tulisan ini, penulis batasi hanya
sampai dengan penyebab level kedua.
e. Langkah keenam adalah menyusun pohon masalah secara keseluruhan.
Berdasarkan langkah pertama sampai dengan kelima, pohon masalah secara
keseluruhan dapat digambarkan pada Gambar berikut:
Penyebab Level
Pertama

Penyebeb Level Penyebab Level


Kedua Kedua

Penyebab Level Penyebab Level Penyebab Level Penyebab Level


Pertama Kedua Pertama Kedua
Gambar 2.5 Pohon Masalah secara Keseluruhan

2.7.4 Kelebihan dan Kekurangan Pohon Masalah


a. Membantu kelompok/tim kerja organisasi untuk merumuskan persoalan
utama atau masalah prioritas organisasi.
b. Membantu kelompok/tim kerja organisasi secara rinci dalam
mengeksplorasi penyebab munculnya persoalan dengan menggunakan
metode five whys. Metode five whys adalah suatu metode menggali
penyebab persoalan dengan cara mengapa sampai lima level atau tingkat.
55

c. Membantu kelompok/tim kerja organisasi menganalisis pengaruh persoalan


utama terhadap kinerja/hasil/dampak bagi organisasi atau stakeholder
lainnya.
d. Membantu kelosolmpok/tim kerja organisasi mengilustrasikan hubungan
antara masalah utama, penyebab masalah, dan dampak dari masalah utama
dalam suatu gambar atau grafik.
e. Membantu kelompok/tim kerja organisasi mencari solusi atas persoalan
utama yang ada.

2.7.5 Kekurangan Pohon Masalah


a. Membutuhkan waktu yang lama jika masalah yang terjadi semakin
kompleks akan lebih sulit dan lama dalam menentukan penyebab utama
masalah.
b. Dapat terjadi overlap terutama ketika kriteria yang digunakan jumlahnya
sangat banyak. Hal tersebut juga dapat menyebabkan waktu pengembalian
keputusan menjadi lebih lama.
c. Hasil kualitas keputusan yang didapatkan dari metode pohon masalah sangat
bergantung pada bagaimana pohon tersebut di desain. Sehingga jika pohon
masalah yang dibuat kurang optimal maka akan berpengaruh pada kualitas
dari keputusan yang dibuat.
d. Setiap kriteria pengambilan keputusan dapat menghasilkan hasil keputusan
yang berbeda. Sehingga perlu kecermatan untuk menyesuaikan dengan
kondisi dan keadaan dalam menentukan penyebab utama masalah.
e. Pengkumulasian jumlah error dari setiap tingkat dalam sebuah pohon
keputusan yang besar.

2.8 Brainstorming
Brainstorming merupakan peralatan yang cepat, sederhana, yang sama
pentingnya dalam pembuatan keputusan perbaikan mutu. Teknik ini biasanya
berorinetasi kelompok yang mempertemukan sekelompok individu untuk
membuat daftar ide yang menyeluruh mengenai suatu area atau topik yang sedang
56

dihadapi. Brainstorming merupakan proses yang merangsang dan mendorong


pemikiran kreatif dan bebas yang akan memberi peluang kepada para individu
untuk menuliskan setiap ide pilihan mereka tanpa dipersalahkan. Daftar yang
dihasilkan tersenut dapat digunakan untuk menjawab pertanyaan atau memicu
pertanyaan lain dalam pengidentifikasian dan pemecahan masalah. Brainstorming
dilakukan untuk menghasilkan informasi yang dibutuhkan untuk melakukan
langkah lainnya dalam proses perbaikan mutu. Teknik ini sangat berguna terutama
ketika suatu anggota kelompok berpartisipasi dan tidak ada pembatasan
pemikiran. Berikut ini adalah gambaran teknik Brainstorming (Timotius, 2016).
a. Memaparkan hasil wawancara, observasi, dan dokumentasi terkait penyebab
masalah. Anggota kelompok dipersilahkan untuk mengecek kembali
penyebab masalah, adakah yang ingin ditambah, dikurang, atau dirubah.
b. Anggota sebuah kelompok dikumpulkan untuk mendiskusikan suatu solusi.
Setelah beberapa menit berpikir mengenai solusi tersebut, seorang fasilitator
kelompok dipilih dan diminta untuk mencatat ide yang telah dipikirkan oleh
kelompok tersebut pada sebuah papan atau flip chart agar lebih mudah
dilihat oleh semua orang dalam kelompok itu. Setiap anggota kemudian
diberi kesempatan untuk mengemukakan setiap idenya mengenai solusi
tersebut. Para anggota dapat mengemukakan idenya dengan freewheeling
(siapa saja dapat menyebutkan ide) atau dengan teknik round robin
(menyebutkan ide secara bergiliran menurut urutan melingkar). Fasilitator
mencatat semua ide tersebut tanpa melakukan diskusi, penilaian, atau kritik.
Agar sesi brainstorming ini berlangsung cepat, setiap anggota diberikan
jangka waktu yang singkat (15 detik) untuk mengemukakan ide mereka.
Setiap ide dicatat sama persis seperti kata-kata yang disampaikan oleh orang
yang mengemukakan ide tersebut. Anggota kelompok mungkin
mendapatkan inspirasi dari ide yang dibuat oleh anggota lain. Pengajuan ide
dari para anggota kelompok dapat dilakukan dalam beberapa putaran hingga
semua anggota telah kehabisan ide atau batas waktu yang disepakati telah
habis. Setiap sesi biasanya berlangsung sekitar 15 menit atau kurang. Anda
dapat memiliki lebih dari satu putaran hingga semua ide dikeluarkan.
57

c. Tahap berikutnya adalah memeriksa daftar ide yang telah dihasilkan dan
sangat dianjurkan melakukan diskusi untuk menjelaskan setiap ide dan
tujuan yang melandasi masing-masing ide itu. Semua anggota dapat
mengajukan pertanyaan mengenai setiap atau semua ide yang dihasilkan
untuk mencapai tingkat pemahaman yang sama terhadap maksud yang
sebenarnya mengenai ide yang dihasilkan.
d. Begitu ide telah diperjelas lebih lanjut, keseluruhan daftar ide harus
dievaluasi dan ide yang serupa satu dengan yang lainnya harus
digabungkan. Oleh karena itu, dalam langkah ini ide yang telah dicatat
tersebut diervisi dan ide yang sama dihilangkan. Ide tersebut kemudian
dapat dikelompokkan ke dalam tema atau kategori yang sama. Sejumlah ide
yang telah disempurnakan tersebut dapat digunakan oleh kelompok dan
diterapkan sesuai tujuan awalnya.
Kelebihan Brainstorming
a. Seseorang aktif berfikir untuk menyatakan pendapat.
b. Meningkatkan partisipasi peserta brainstorming dalam berdiskusi.
c. Terjadi persaingan yang sehat.
d. Bebas mengemukakakan pendapat.
e. Suasana demokrasi dan disiplin dapat ditumbuhkan.
f. Menghasilkan jawaban atau atau pendapat melalui reaksi berantai.
g. Penggunaan waktu dapat dikontrol dan metode ini dapat digunakan dalam
kelompok besar atau kecil.
Kekurangan Brainstorming
a. Memerlukan waktu yang cukup lama dalam pelaksanaannya.
b. Lebih didominasi oleh seseorang yang aktif.
c. Pernyataan yang tidak penting juga dituliskan.
58

2.9 Kerangka Konsep

Pengembalian Berkas Klaim Rawat Pemecahan masalah dengan


Inap oleh BPJS Kesehatan Brainstorming

Ketidaklengkapan Ketidaksesuaian Kaidah


Berkas Klaim Koding

Proses Proses
Input (SDM) Input (SDM)
Planning Planning
Human Human
Organizing Organizing
Organization Organization
Actuating Actuating
Technology Technology
Controlling Controlling

Gambar 2.6 Kerangka Konsep (Doha dan Darmawan)

Berdasarkan Gambar 2.6 tersebut diketahui bahwa penundaan klaim dapat


disebabkan karena dua hal yaitu ketidaklengkapan berkas klaim dan kesalahan
kodefikasi diganosis maupun tindakan. Ketidaklengkapan berkas klaim dan
kesalahan koding dapat disebabkan karena faktor human, organization,
technology, planning, organizing, actuating, dan controlling. Faktor human,
organization, dan technology merupakan faktor input/masukan/sumber daya
manusia yang menjadi penyebab level pertama dari pengembalian berkas klaim
sedangkan planning, organizing, actuating, controlling merupakan faktor proses
manajemen yang menjadi penyebab level pertama dari pengembalian berkas klaim
. Faktor human yaitu faktor yang dilihat dari kuantitas maupun kualitas sumber
daya manusia yang meliputi pengetahuan, kedisiplinan, pengalaman kerja dan
jumlah petugas. Faktor organization yaitu faktor yang dilihat dari segi tuntutan
tugas, tuntutan antar pribadi, dan struktur organisasi. Faktor technologi yaitu
sarana prasarana yang menunjang dalam proses klaim, misalnya kesediaan
komputer, printer, aplikasi penunjang klaim.
Faktor penyebab jika dilihat dari manajemennya dibedakan menjadi 4 yaitu
dilihat dari planning, organizing, actuating, dan controlling. Planning yaitu
perencanaan yang telah dibuat sebelumnya untuk mewujudkan tujuan yang akan
59

dicapai pada masa mendatang, misalnya adanya SOP. Faktor organizing yaitu
pengaturan atau alokasi pekerjaan antar petugas. Faktor actuating yaitu adanya
dorongan atau arahan dari atasan tentang proses klaim dan strategi agar RS dapat
menjalankan proses klaim dengan baik dan benar. Faktor controlling yaitu adanya
evalusi dengan diadakan rapat rutin untuk membahas permasalah dan solusi yang
tepat.
BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian


Jenis penelitian yang digunakan adalah kualitatif untuk mengetahui faktor
penyebab pengembalian berkas klaim rawat inap oleh BPJS Kesehatan di RS
Mitra Sehat Situbondo.

3.2 Unit Analisis


Unit analisis dalam penelian ini adalah unit rekam medik di Rumah Sakit
Mitra Sehat Situbondo. Pemilihan subjek penelitian berdasarkan karakteristik
yang dibutuhkan oleh peneliti yang berkaitan dengan masalah pengembalian
berkas klaim rawat inap Adapun informan yang dipilih ditunjukkan pada tabel di
bawah ini.
Tabel 3.1 Data Subjek Penelitian di RS Mitra Sehat Situbondo terkait Faktor
Penyebab Pengembalian Berkas Klaim Rawat Inap oleh BPJS
Kesehatan
No. Informan Kewenangan
Kelengkapan Berkas
1. Satu orang kepala rekam Penanggung jawab proses klaim di RS Mitra Sehat
medis Situbondo.
2. Tiga orang verifikator Memverifikasi kelengkapan berkas klaim kembali
internal sebelum dikirimkan ke kantor cabang BPJS Kesehatan
Situbondo.
3. Dua petugas pendaftaran Mengidentifikasi kelengkapan berkas BPJS Kesehatan di
yang mengurus SEP TPPRI, membuat SEP.
Pengkodingan JKN
4. Satu orang kepala rekam Penanggung jawab proses klaim di RS Mitra Sehat
medis Situbondo.
5. Tiga orang verifikator Menentukan kode diagnosis dan tindakan menggunakan
internal ICD–10 versi 2010 dan ICD-9-CM versi 2010 serta
diagnosa harus yang ditangani oleh BPJS Kesehatan (155
diagnosa).Memverifikasi koding sebelum dikirimkan ke
kantor cabang BPJS Kesehatan Situbondo.
6. Tiga orang petugas entri data Menginputkan data klaim ke aplikasi INA-CBG’s.
Sumber: Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo, 2018.

Objek penelitian yang digunakan adalah berkas klaim rawat inap bulan September
tahun 2018 yang dikembalikan oleh BPJS Kesehatan di RS Mitra Sehat
Situbondo.

60
3.3 Definisi Istilah
Tabel 3.2 Definisi Istilah
No. Istilah Indikator Definisi Pengumpulan Data
1. Pengembalian berkas klaim Berkas klaim rawat inap yang dikembalikan oleh BPJS Kesehatan pada a. Observasi (hal 327)
rawat inap oleh BPJS bulan September 2018 karena berkas tidak lengkap atau karena b. Dokumentasi
Kesehatan ketidaksesuaian kaidah koding.
2. Ketidaklengkapan berkas Berkas yang dinyatakan tidak lengkap oleh BPJS Kesehatan sehingga 1) Observasi (hal 332
klaim. berkas dikembalikan oleh BPJS Kesehatan ke RS Mitra Sehat Situbondo. dan 335)
Kelengkapkapan berkas klaim rawat inap dilakukan secara kuantitatif dan 2) Dokumentasi
kualitatif. Analisis kuantitatif meliputi lengkapnya lembar klaim rawat inap 3) Wawancara (hal 323)
yang terdiri dariBPJS Kesehatan menyatakan lengkap apabila terdapat:
a. Clinical pathway
b. Resume medis lengkap yang mencantumkan diagnosa dan prosedur serta
ditandatangani oleh DPJP.
c. SEP
d. Surat perintah rawat inap dari UGD/Poli.
e. Bukti pelayanan lain yang ditandatangani oleh DPJP (bila ada), seperti:
laporan operasi, protokol terapi dan regimen (jadwal pemberian obat)
pemberian obat khusus, resep alat kesehatan (diluar prosedur operasi),
tanda terima alat kesehatan (kacamata, alat bantu dengar, alat bantu
gerak, dan lain - lain), billing system atau perincian tagihan manual
rumah sakit.
f. Print out luaran aplikasi pengajuan klaim
g. Hasil pemeriksaan penunjang
Analisis secara kuantitatif juga melihat dari lengkapnya setiap item pada
masing-masing berkas klaim (setiap item di berkas klaim harus terisi
lengkap).
Analisa secara kualitatif melihat dari kesesuaian antara anamnesa,
pemeriksaan penunjang, diagnosa utama, tindakan, spesialisasi, dan koding
diagnosis maupun koding tindakan.
3. a. Human 1) Pengetahuan a) Hasil tahu petugas pendaftaran terkait regulasi kelengkapan berkas (1) Wawancara (hal
klaim di TPPRI, berkas klaim yang harus dilengkapi di TPPRI bagi 249 dan 276)

61
No. Istilah Indikator Definisi Pengumpulan Data
pasien JKN, pengisian dan pembuatan SEP (SEP semua kasus, SEP (2) Dokumentasi
kasus kecelakaan, SEP rujukan), batas waktu pembuatan SEP, dan
tindakan yang dilakukan apabila salah dalam pembuatan SEP setelah
melihat dari pedoman atau mendengarkan melalui seseorang.
b) Hasil tahu verifikator internal terkait berkas klaim yang harus
dilengkapi secara umum, pentingnya kelengkapan berkas klaim, SEP,
tindakan apabila resume tidak lengkap, kelengkapan berkas kasus
bedah, berkas penunjang untuk kasus Thypoid, rangkap kwitansi, cara
mengecek kelengkapan, alat mengecek kelengkapan berkas klaim, bukti
pelayanan yang harus dilengkapi setelah melihat dari pedoman atau
mendengarkan melalui seseorang.
2) Kedisiplinan Berjalan atau tidaknya lembar check list yang digunakan oleh verifikator (a) Wawancara (hal
internal dalam menganalisa kelengkapan berkas klaim sehingga 252 dan 278)
keberhasilan suatu tujuan yaitu proses klaim dapat dicapai yakni tidak (b) Observasi (hal 330)
terjadi pengembalian berkas klaim rawat inap. (c) Dokumentasi
Ketepatan waktu verifikator internal dan petugas pendaftaran dalam
mengerjakan tugas sepert tidak terlambat datang dan tepat waktu saat jam
istirahat.
3) Pengalaman kerja a) Lama waktu yang ditempuh verifikator internal dalam mengidentifikasi (1) Wawancara (hal
kelengkapan berkas klaim dan membedakan antara berkas klaim rawat 253 dan 279)
inap yang lengkap dan tidak lengkap tidak lebih dari 5 menit. (2) Dokumentasi
b) Keterampilan petugas pendaftaran dalam melayani kelengkapan berkas
di loket pendaftaran rawat inap dan keterampilan membuat SEP pasien
tidak lebih dari 1 menit atau 5 menit sehingga tidak terjadi not
respoding.
4) Ketersediaan SDM Pemetaan verifikator internal dan petugas pendaftaran sudah mencukupi a) Wawancara (hal
atau belum sehingga tidak terjadi double job atau ketidaksesuaian dengan 253 dan 279)
job description saat awal masuk kerja atau pekerjaan menumpuk dan belum b) Observasi (hal 327)
selesai. c) Dokumentasi
b. Organization 1) Lingkungan kerja Lingkungan kerja dan suasana ruang kerja petugas pendaftaran dan a) Wawancara (hal
verifikator internal mendukung dalam proses klaim BPJS Kesehatan, 257 dan 282)
ruangan tidak sempit, penataan ruang rapi, sarana prasarana terpenuhi, dan b) Observasi (hal 329)
petugas nyaman dalam bekerja. c) Dokumentasi

62
No. Istilah Indikator Definisi Pengumpulan Data
2) Tuntutan antar pribadi Tekanan yang diciptakan oleh petugas klaim lainnya, dukungan sosial dari a) Wawancara (hal
rekan-rekan yang dapat meningkatkan atau malah menimbulkan stres kerja. 258 dan 283)
b) Dokumentasi
c. Technology 1) Komputer Tersedianya jumlah komputer bagi petugas pendaftaran dalam melakukan a) Wawancara (hal
proses klaim pasien JKN rawat inap misalnya saat pembuatan SEP sehingga 260.)
tidak terjadi antri penggunaan komputer.. b) Observasi
c) Dokumentasi
2) Printer Tersedianya jumlah printer bagi petugas pendaftaran dalam mencetak SEP a) Wawancara (hal
pada bagian pendaftaran sehingga tidak terjadi antrian penggunaan printer. 261)
b) Observasi
c) Dokumentasi
3) Terjadinya error dan Penyebab komputer atau printer error dan tindakan yang dilakukan oleh a) Wawancara (hal
cara mengatasinya petugas pendaftaran saat komputer atau printer yang digunakan mengalami 261)
heng atau error saat melengkapi berkas. b) Dokumentasi
4) Scanner Tersedianya scanner bagi verifikator internal dalam proses klaim sehingga a) Wawancara (hal
tidak terjadi antrian penggunaan scanner dan proses scan berkas klaim 263)
dapat tepat waktu sebelum berkas klaim dikirimkan pada tanggal 15 bulan b) Dokumentasi
berikutnya.
5) Aplikasi yang Adanya SIMRS, aplikasi SEP, aplikasi e-klaim versi 5.1, bridging SIMRS a) Wawancara (hal
mendukung dengan v-klaim atau e-klaim, bridging v-klaim dengan e-klaim sehingga 263)
tidak terjadi penginputan 2 kali oleh verifikator internal dan petugas b) Observasi
pendaftaran. c) Dokumentasi
d. Planning 1) Proses planning Verifikator internal melakukan identifikasi kelengkapan berkas klaim sesuai a) Wawancara (hal
dengan ketentuan kelengkapan berkas klaim oleh BPJS Kesehatan maupun 265 dan 284)
kebijakan yang berlaku di rumah sskit. b) Dokumentasi
Tersedianya peraturan kelengkapan berkas klaim baik dari BPJS Kesehatan
maupun kebijakan rumah sakit.
2) Kualitas hasil Tingkat baik atau buruknya perencanaan yang telah di buat oleh rumah a) Wawancara (hal
planning sakit dapat berupa SOP atau kebijakan lainnya sehingga kelengkapan 267 dan 285)
berkas klaim dapat tercapai. b) Dokumentasi
e. Organizing 1) Pembagian kerja Keterlibatan petugas pendaftaran dan verifikator internal dalam pengecekan a) Wawancara (hal
kelengkapan berkas klaim dalam keseharian atau apabila terdapat karyawan 268 dan 286)
yang cuti sehingga tidak terjadi penumpukan pekerjaan yang b) Dokumentasi

63
No. Istilah Indikator Definisi Pengumpulan Data
mengakibatkan salah satu atau beberapa tugas tidak dapat terselesaikan
tepat waktu
2) Job description Kejelasan dan kerincian job description petugas pendaftaran dan a) Wawancara (hal
verifikator internal atau kekonsistenan job description awal dengan saat 270 dan 288)
bekerja yang akan berpengaruh terhadap pekerjaan karyawan yang b) Observasi
mengakibatkan tidak beresnya pekerjaan (karyawan bekerja asal-asalan) c) Dokumentasi
atau menumpuknya pekerjaan).
f. Actuating 1) Motivasi a) Upaya kepala rekam medis dan karyawan lainnya untuk menimbulkan (1) Wawancara (hal
rangsangan dorongan kepada verifikator internal dan petugas 272 dan 289)
pendaftaran agar dapat bekerja sama secara optimal dalam melaksanakan (2) Observasi
kelengkapan berkas klaim sehingga ketidaklengkapan berkas klaim (3) Dokumentasi
dapat diminimalisir.
b) Pemberian reward berupa sertifikat atau hadiah kecil atau pemberian
hari cuti atau berupa pujian/promosi jabatan oleh kepala rekam medis
baik dengan menggunakan uang pribadi ataupun uang hasil perencanaan
kepada petugas pendaftaran dan verifikator internal yang rajin dalam
mengecek kelengkapan berkas klaim dan tepat waktu dalam pengecekan
berkas klaim dan pemberian punishment berupa teguran lisan, pemberian
SP (1-3) oleh untuk karyawan yang sering telat datang bekerja ataupun
keterlambatan petugas dalam menyelesaikan tugasnya sehingga
pekerjaan menumpuk. Pemberian reward dan punishment tersebut
dibakukan dalam sebuah kebijakan di unit rekam medis khususnya tim
JKN.
2) Pengarahan Pemberian arahan dengan teknik konsultasi yang dilakukan oleh kepala a) Wawancara (hal
rekam medik yang kemudian dibahas bersama-sama dengan petugas 273 dan 290)
pendaftaran dan verifikator internal untuk membahas tentang terjadinya b) Dokumentasi
pengembalian berkas klaim yang disebabkan oleh ketidaklengkapan berkas
klaim dan memberikan arahan kepada petugas pendaftaran dan verifikator
internal apa yang seharusnya dilakukan jika terjadi ketidaklengkapan berkas
klaimS.
g. Controlling Suatu kegiatan yang dilakukan untuk menemukan dan mengoreksi 1) Wawancara (hal
penyimpangan penting dalam hasil yang dicapai dari aktivitas yang 274 dan 292)
direncanakan, pelaksanaan rapat secara rutin (3 atau 6 bulan sekali) dengan 2) Dokumentasi

64
No. Istilah Indikator Definisi Pengumpulan Data
seluruh karyawan klaim yang dipimpin oleh kepala rekam medik untuk 3) Observasi
memberikan penilaian terhadap proses melengkapi berkas klaim dan
memberikan masukan untuk perencanaan di masa mendatang.
1) Ketidaksesuaian kaidah Kaidah koding dianggap tidak sesuai oleh BPJS Kesehatan sehingga berkas a. Dokumentasi
koding klaim dikembalikan. Ketidaksesuaian koding tersebut dilihat dari penentuan b. Wawancara (hal
kode diagnosa dan kode tindakan oleh verifikator internal, penentuan 324)
severtity level, dan penentuan diagnosa utama. Penentuan kode yang tepat c. Observasi (hal 330)
dilihat dari diagnosa yang tercantum dalam resume medis serta ditunjang
dengan pemeriksaan penunjang pasien. Pengkodingan diagnosa dilakukan
dengan menggunakan ICD-10 versi 2010 dan koding tindakan dilakukan
dengan ICD-9-CM versi 2010.
Struktur kode INA-CBG’s terdiri dari 4 digit yaitu:
a. Digit ke-1 (alfabetik): menggambarkan kode CMG (Casemix Main
Groups).
b. Digit ke-2 (numerik): menggambarkan tipe kelompok kasus (Case
Groups).
c. Digit ke-3 (numerik): menggambarkan spesifikasi kelompok kasus.
d. Digit ke-4 (romawi): menggambarkan tingkat keparahan kelompok
kasus.
a. Human 1) Pengetahuan a) Hasil tahu verifikator internal terkait penentuan leadterm, penentuan (1) Wawancara (hal
terminologi medis, alat untuk penentuan kode diagnosis dan tindakan, 294 dan 303)
cara pengkodingan sesuai aturan INA-CBG’s, diagnosa yang tidak (2) Dokumentasi
ditanggung oleh BPJS Kesehatan, diagnosa utama, diagnosa sekunder,
perbedaan akut dan kronis, dan penentuan kasus KLL setelah melihat
dari pedoman atau mendengarkan melalui seseorang.
b) Hasil tahu petugas entri terkait aplikasi INA-CBGs, cara penginputan
data ke aplikasi INA-CBGs, pencarian kode dignosis dan tindakan di
aplikasi INA-CBG’s, cara grouping di aplikasi INA-CBGs, pengisian
sub-acute group, yang termasuk special CMGs.
2) Kedisiplinan a) Verifikator internal menyelesaikan kode diagnosa dan kode tindakan (1) Wawancara (hal
pada pasien rawat inap langsung saat berkas klaim rawat inap masuk ke 296 dan 305)
ruang JKN dan verifikator internal datang tepat waktu untuk bekerja (2) Dokumentasi
serta istirahat sesuai dengan ketentuan rumah sakit.

65
No. Istilah Indikator Definisi Pengumpulan Data
b) Ketepatan waktu petugas entri data dalam menginputkan seluruh data ke
aplikasi INA-CBG’s maksimal tanggal 15 bulan berikutnya sesuai
dengan standar BPJS Kesehatan dan petugas entri data datang tepat
waktu untuk bekerja serta istirahat sesuai dengan ketentuan rumah sakit.
3) Pengalaman kerja a) Kecepatan dan ketepatan verifikator internal dalam menentukan kode (1) Wawancara (hal
diagnosis dan kode tindakan yang telah di tuliskan oleh DPJP. 297 dan 305)
b) Keterampilan mengetik dan kekonsisten petugas entri data dalam (2) Dokumentasi
menginputkan kode diagnosa dan kode tindakan ke aplikasi INA-CBG’s
tidak lebih dari 10 menit sehingga terjadinya not responding dapat
diminimalisir..
4) Ketersediaan SDM Pemetaan verifikator internal dan petugas entri data sudah mencukupi atau a) Wawancara (hal
klaim belum sehingga tidak terjadi double job atau sesuai dengan job description 297 dan 306)
saat awal masuk bekerja atau pekerjaan menumpuk dan belum selesai. b) Dokumentasi
b. Organization 1) Lingkungan kerja Lingkungan kerja dan suasana ruang kerja mendukung dalam proses a) Wawancara (hal )
pengkodingan diagnosis penyakit maupun tindakan, ruangan tidak sempit, b) Observasi (hal 329)
penataan ruang rapi, dan sarana prasarana tercukupi seperti ICD. c) Dokumentasi
2) Tuntutan antar pribadi Tekanan yang diciptakan oleh petugas klaim lainnya dan dukungan sosial
a) Wawancara (hal
yang diberikan oleh rekan-rekan dan kepala reka medis sehingga tidak
b) Dokumentasi
menimbulkan stres kerja.
c. Technology 1) Komputer Tersedianya jumlah komputer dalam melakukan proses entri data klaim a) Wawancara (hal
sehingga tidak terjadi antrian penggunaan komputer dan tersedianya 299 dan 308)
komputer untuk proses pengkodingan diagnosis dan tindakan sehingga b) Observasi
tidak terjadi antrian penggunaan komputer. c) Dokumentasi
2) Printer Tersedianya jumlah printer dalam mencetak lembar INA-CBGs sehingga a) Wawancara (hal
tidak terjadi antrian penggunaan printer. 309)
b) Observasi
c) Dokumentasi
3) Terjadinya error dan Penyebab komputer atau printer error serta tindakan yang dilakukan oleh a) Wawancara (hal
cara mengatasinya petugas entri data saat komputer atau printer yang digunakan mengalami 309)
heng atau error saat pencetakan hasil klaim. b) Dokumentasi
4) Aplikasi yang Adanya aplikasi ICD-10, ICD-9-CM, aplikasi INA CBG’s ataupun a) Wawancara (hal
mendukung aplikasi lainnya yang mendukung proses kodefikasi. 299 dan 312)
b) Observasi

66
No. Istilah Indikator Definisi Pengumpulan Data
c) Dokumentasi
d. Planning 1) Proses planning Verifikator internal melakukan proses kodefikasi berkas sesuai dengan SOP a) Wawancara (hal
pengkodingan dan ketersediaan peraturan tentang kodefikasi INA-CBGs. 301 dan 313)
b) Dokumentasi
c) Observasi (hal 330)
2) Kualitas hasil Tingkat baik atau buruknya perencanaan yang telah dibuat dapat berupa a) Wawancara (hal
planning SOP atau kebijakan yang berlaku di rumah sakit sehingga pelaksanaan 302 dan 314)
koding dapat tercapai. b) Dokumentasi
e. Organizing 1) Pembagian kerja Keterlibatan verifikator internal dalam pemberian kode, pengecekan ulang a) Wawancara (hal
kaidah koding, dan petugas entri data dalam menginputkan data klaim. 315)
b) Dokumentasi
2) Job description Deskripsi pekerjaan verifikator internal dan petugas entri data sudah sesuai, a) Wawancara (hal
rinci, dan jelas untuk setiap posisi sehingga menghindari tidak beresnya 316)
pekerjaan atau kebingungan tugas verifikator internal dan tidak terjadi b) Dokumentasi
penumpukan pekerjaan.
f. Actuating 1) Motivasi a) Upaya kepala rekam medis dan petugas lainnya untuk menimbulkan (1) Wawancara (hal
rangsangan dorongan kepada verifikator internal agar dapat bekerja 272)
sama secara optimal dalam pelaksanaan kodefikasi sehingga verifikator (2) Dokumentasi
internal tetap semangat dalam melakukan proses kodefikasi dignosis dan
tindakan.
b) Pemberian reward berupa pemberian tambahan hari cuti, hadiah kecil,
pemberian pujian, kenaikan jabatan, pemberian gaji insentif 2%, atau
penghargaan lainnya kepada verifikator internal dan petugas entri data
yang rajin dan tepat dalam pelaksanaan penentuan kode dan pemberian
punishment berupa peringatan secara lisan, peringatan tertulis (SP 1-3)
untuk petugas yang sering telat datang bekerja ataupun keterlambatan
petugas dalam menyelesaikan tugasnya sehingga pekerjaan menumpuk.
2) Pengarahan Pemberian arahan dengan teknik konsultasi yang dilakukan oleh kepala a) Wawancara (hal
rekam medik yang kemudian dibahas bersama-sama dengan verifikator 273)
internal dan petugas entri data untuk membahas tentang terjadiya b) Dokumentasi
pengembalian berkas klaim yang disebabkan oleh kesalahan kodefikasi
dignosa ataupun tindakan.
g. Controlling Suatu kegiatan yang dilakukan untuk menemukan dan mengoreksi 1) Wawancara (hal

67
No. Istilah Indikator Definisi Pengumpulan Data
penyimpangan penting dalam hasil yang dicapai dari aktivitas yang 317)
direncanakan, pelaksanaan rapat secara rutin (3 atau 6 bulan) dengan 2) Dokumentasi
seluruh petugas klaim yang dipimpin oleh kepala rekam medik untuk 3) Observasi
memberikan penilaian terhadap proses pelaksanaan kodefikasi dan
memberikan masukan untuk perencanaan di masa mendatang.
2) Brainstorming Metode/cara yang digunakan untuk menentukan rekomendasi solusi terkait Brainstorming (hal 339)
masalah pengembalian berkas klaim rawat inap oleh BPJS Kesehatan.

68
69

3.4 Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data


3.4.1 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini adalah dengan
observasi, wawancara, dokumentasi, dan brainstorming. Observasi/pengamatan
dilakukan oleh peneliti secara langsung terhadap berkas rawat inap yang
mengalami pengembalian berkas klaim untuk mengidentifikasi faktor penyebab
pengembalian berkas klaim rawat inap oleh BPJS Kesehatan, apakah sesuai
dengan ketentuan/alur klaim atau belum. Wawancara mendalam dilakukan oleh
peneliti secara langsung kepada petugas assembling, koder, verifikator internal
yang mengurus BPJS Kesehatan rawat inap serta kepala rekam medis sebagai
pengambilan kebijakan.
Wawancara ini dilakukan untuk mengetahui penyebab pengembalian berkas
klaim rawat inap oleh BPJS Kesehatan dari segi human, organization, technology,
planning, organizing, actuating, dan controlling sehingga ditemukan akar
permasalahan serta solusi yang tepat. Dokumentasi dilakukan dengan mengambil
gambar laporan berkas yang dikembalikan oleh BPJS Kesehatan, video, dan
rekaman saat wawancara. Brainstorming dilakukan oleh peneliti untuk
menentukan rekomendasi penyelesaian masalah.

3.4.2 Instrumen Pengumpulan Data


Instrumen/alat yang akan digunakan dalam mengumpulkan data pada
penelitian ini adalah checklist untuk observasi, pedoman wawancara berupa
kuisioner untuk wawancara, recorder, kamera, dan alat tulis.

3.5 Lokasi dan Waktu Penelitian


3.5.1 Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian akan dilakukan di Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo.
Fokus penelitian dilakukan pada bagian unit rekam medis RS Mitra Sehat
Situbondo.
70

3.5.2 Waktu Penelitian


Penelitian ini direncanakan selama 4 bulan yaitu mulai bulan Juli sampai Oktober
2018. Adapun rincian kegiatan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
Tabel 3.3 Jadwal Kegiatan
Bulan tahun
Bulan tahun 2018
No. Kegiatan 2019
Mei Jun Jul Agst Sept Okt Nov Des Jan
1. Survei
Pendahuluan
2. Studi
Kepustakaan
3. Pembuatan
Proposal
4. Seminar
Proposal
5. Pengumpulan
Data
6. Pengolahan dan
Analisis Data
7. Pembahasan
8. Pembuatan
Laporan
9. Seminar Hasil

3.6 Analisis Data


Analisis data dilakukan dengan menyusun secara sistematis data yang telah
diperoleh dari hasil wawancara, observasi, dan dokumentasi dengan cara
mengorganisasikan data ke dalam kategori. Langkah analisis data dalam
penelitian ini yaitu dengan tiga langkah yaitu:
a. Reduksi Data
Reduksi data dilakukan dengan merangkum, memilah hal-hal yang pokok,
memfakuskan pada hal-hal yang penting sehingga memberikan gambaran yang
lebih jelas dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data
selanjutnya dan mencarinya apabila diperlukan.
b. Penyajian Data
Penyajian data dalam penelitian ini berupa teks yang bersifat naratif. Selain
itu, penyajian data akan ditampilkan dengan menggunakan pohon masalah yang
dapat memudahkan dalam memahami apa yang terjadi dan merencanakan kerja
selanjutnya berdasarkan apa yang dipahami tersebut.
71

c. Penarikan Kesimpulan
Penarikan kesimpulan dalam penelitian ini nantinya dapat menjawab
rumusan masalah yang dirumuskan sejak awal tetapi mungkin juga tidak karena
masalah dan rumusan masalah masih bersifat sementara dan akan berkembang
setelah penelitian berada di lapangan. Temuan dapat deskripsi atau gambaran
suatu objek yang sebelumnya masih remang-remang atau gelap sehingga setelah
diteliti menjadi jelas, dapat berupa hubungan kausal atau interaktif, hipotesis atau
teori.

3.7 Tahapan Penelitian


Studi Pendahuluan Identifikasi Masalah Studi Kepustakaan

Merumuskan Masalah

Tujuan Penelitian

Menentukan Unit Analisis (Subjek dan Objek


Penelitian)

Pengumpulan Data

Wawancara Observasi Dokumentasi

Analisis Data Pohon Masalah

Hasil dan Pembahasan

Brainstorming Penyelesaian Masalah

Saran dan Kesimpulan

Gambar 3.1 Tahapan Penelitian


72

Keterangan tahapan penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut.


a. Identifikasi Masalah
Peneliti melakukan identifikasi masalah dengan survei pendahuluan di RS
Mitra Sehat Situbondo sehingga peneliti menemukan suatu permasalahan dalam
kegiatan unit rekam medik dengan cara membandingkan kenyataan dengan
indikator atau standar yang berlaku terkait pengklaiman BPJS Kesehatan.
b. Studi Kepustakaan
Peneliti melakukan studi kepustakaan tentang teori–teori yang berkaitan
dengan proses klaim yang akan diteliti.
c. Studi Pendahuluan
Peneliti membandingkan antara teori dengan kenyataan di RS Mitra Sehat
Situbondo. Peneliti melakukan observasi dan wawancara langsung dalam kegiatan
yang berhubungan dengan proses klaim yang sedang diteliti.
d. Merumuskan Masalah
Apabila telah ditemukan masalah, maka peneliti merumuskan masalah
menjadi kalimat agar permasalahan menjadi fokus. Ternyata ditemukan masalah
terjadinya pengembalian berkas klaim rawat inap oleh BPJS Kesehatan. Sehingga
rumusan masalah dibuat sesuai masalah yang ada di RS Mitra Sehat Situbondo
yakni bagaimana faktor penyebab pengembalian berkas klaim rawat inap oleh
BPJS Kesehatan di RS Mitra Sehat Situbondo?
e. Menetukan Tujuan Penelitian
Peneliti menentukan tujuan penelitian yakni sesuai dengan yang telah
dirumusakan sebelumnya sesuai dengan permsalahan yang terjadi. Adapun tujuan
penelitiannya adalah faktor penyebab pengembalian berkas klaim rawat inap oleh
BPJS Kesehatan di RS Mitra Sehat Situbondo. Faktor penyebab meliputi human,
organization, technology, planning, organizing, actuating, dan controlling.
f. Menentukan Unit Analisis
Peneliti melakukan unit analisis yaitu menentukan subjek yang akan
dilakukan wawancara dan observasi serta objek yang kan diamati.
73

g. Wawancara, Observasi, dan Dokumentasi kepada Informan dan Objek


Penelitian
Wawancara dilakukan secara mendalam agar informasi yang dihasilkan
akurat, lengkap, dan jelas. Observasi dan dokumentasi dilakukan untuk
memastikan keakuratan data dari hasil wawancara kepada informan.
h. Analisis Data
Peneliti melakukan pengolahan data yang telah didapatkan dari penelitian
dengan menggunakan pohon masalah.
i. Hasil dan Pembahasan
Hasil dari penelitian yang dilakukan selama 3 bulan akan di bahas secara
tuntas sesuai dengan tujuan penelitian.
j. Brainstorming
Brainstorming dilakukan untuk menentukan prioritas penyebab masalah dan
prioritas penyelesaian masalah.
k. Kesimpulan dan Saran
Menyimpulkan hal–hal yang berkaitan dengan pengembalian berkas klaim
rawat inap oleh BPJS Kesehatan dan memberikan saran kepada pihak yang
berkepentingan.

3.8 Uji Keabsahan Data


Uji validitas yang digunakan peneliti adalah triangulasi teknik, triangulasi
waktu, dan triangulasi sumber. Triangulasi teknik dilakukan dengan menguji
kredibilitas data, dengan cara mengecek data kepada sumber yang sama dengan
teknik yang berbeda. Triangulasi teknik yang ditempuh peneliti dilakukan dengan
cara membandingkan data yang diperoleh melalui wawancara mendalam,
observasi, dan dokumentasi. Triangulasi sumber dilakukan dengan cara mengecek
data yang telah diperoleh melalui berbagai sumber. Sumber yang dimaksud
peneliti yaitu kepala rekam medis, petugas assembling, petugas koding, dan
petugas pendaftaran. Triangulasi waktu dilakukan pengecekan dengan wawancara,
observasi, dan dokumentasi dalam waktu atau situasi yang berbeda.
BAB 4. PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo


4.1.1 Profil Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo
a. Nama Rumah Sakit : Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo
b. Kelas Rumah Sakit : Type D
c. Status Kepemilikan : Yayasan Mitra Sehat Situbondo
d. Alamat : Desa Curah Jeru RT.II/RW.XI Kecamatan
Panji Kabupaten Situbondo
e. Kecamatan : Panji
f. Kotamadya : Situbondo
g. Provinsi : Jawa Timur
h. Jumlah tempat tidur : 60 TT
i. No Telp : (0338) 678141, HP. 082333282112
j. No Fax : (0338) 678141

4.1.2 Sejarah Berdirinya Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo


Permulaan tahun 2012 sebuah klinik didirikan di Desa Curah Jeru,
Kecamatan Panji Kabupaten Situbondo dengan kapasitas 10 tempat tidur. Klinik
tersebut didirikan atas keinginan Bapak H. Imam Hidayat, S.Kep., Ners.,
M.M.Kes. dan Ibu Hj. Parsia Pungkaswati, S.Kep., Ners. untuk lebih
mengabdikan diri dalam bidang kesehatan masyarakat dengan nama Klinik Sehat
dan diresmikan menjadi klinik swasta tanggal 23 Agustus 2012. Klinik Sehat yang
terletak di Desa Curah Jeru Kecamatan Panji Kabupaten Situbondo memberikan
pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan apotek.
Seiring dengan meningkatnya kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan
Klinik Sehat, maka dirasakan perlu untuk meningkatkan kemampuan pelayanan
Klinik Sehat. Oleh karena itu pada tanggal 23 Januari 2013 berdasarkan Akta
Notaris Lukman Hakim Gusti, S.H. didirikan Yayasan Mitra Sehat Situbondo
yang merupakan pemilik dari Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo, dan dengan
adanya Surat Keputusan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Situbondo No.

74
75

050/0365/431.301.5/2013 Klinik Sehat ditingkatkan kemampuan pelayananannya


menjadi Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo. Pelayanan Rumah Sakit Mitra Sehat
diperkuat dengan Surat Keputusan Bupati Situbondo No. 188/327/P/006.02/2015
tentang Izin Operasional Tetap Penyelenggaraan Rumah Sakit Mitra Sehat
Situbondo.
Pelayanan yang diberikan oleh Rumah Sakit Mitra Sehat meliputi pelayanan
gawat darurat 24 jam, pelayanan rawat jalan berupa KB, dan imunisasi,
pemeriksaan kehamilan oleh bidan dan dokter spesialis, pelayanan rawat inap,
pelayanan persalinan oleh bidan maupun oleh dokter spesialis, pelayanan farmasi
dan pelayanan penunjang lainnya. Rumah Sakit Mitra Sehat mempunyai prinsip
melayani masyarakat ekonomi bawah namun disertai kualitas yang baik. Saat di
Rumah Sakit Mitra Sehat mimiliki 66 tempat tidur dan 110 orang karyawan yang
akan semakin meningkat seiring dengan berkembangnya rumah sakit. Hal ini
berkaitan dengan kesiapan rumah sakit dalam rangka memberikan pelayanan
kesehatan yang lebih optimal. Pengembangan fasilitas terus dilakukan dalam
rangka memberikan pelayanan yang maksimal kepada masyarakat.
Pengembangan sumber daya manusia di Rumah Sakit Mitra Sehat juga terus
menerus ditingkatkan melalui pelatihan dan seminar. Hal ini ditujukan untuk
meningkatkan kinerja sumber daya manusia Rumah Sakit Mitra Sehat.

4.1.3 Visi, Misi, Tujuan, Struktur Organisasi, dan Data Rumah Sakit Mitra Sehat
Situbondo
a. Visi
Menjadi rumah sakit kepercayaan masyarakat kabupaten Situbondo dan
sekitarnya dalam memberikan pelayanan kesehatan paripurna yang bermutu dan
terjangkau.
b. Misi
1) Memberikan solusi atas masalah kesehatan yang dibutuhkan masyarakat.
2) Memberikan pelayanan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.
3) Memberikan pengobatan secara profesional sesuai prosedur, berkualitas dan
dapat terjangkau oleh semua kalangan masyarakat
76

4) Ikut serta dalam usaha masyarakat dalam meningkatkan derajat


kesejahteraan melalui peningkatan kesehatan.
c. Tujuan
1) Tujuan Umum
Turut berperan dalam pendekatan pelayanan kesehatan Rumah sakit yang
proaktif yaitu memberikan pelayanan yang paripurna mencakup upaya preventif,
promotif, kuratif dan rehebilitatif.
2) Tujuan Khusus:
a) Penyelenggaraan manajemen dan administrasi rumah sakit yang mampu
menyediakan informasi secara cepat, tepat, akurat.
b) Penyelenggaraan pelayanan kesehatan paripurna yang menjamin
keselamatan pasien dan keamanan karyawan dalam memberikan pelayanan
tersebut.
c) Penyediaan sumber daya manusia yang berkualitas sehingga dapat
mewujudkan pelayanan kesehatan yang berkualitas serta berorientasi
customer.

4.1.4 Gambaran Alur Klaim BPJS Kesehatan di Rumah Sakit Mitra Sehat
Situbondo
Proses klaim BPJS Kesehatan di Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo
diajukan ke kantor cabang BPJS Kesehatan paling lambat setiap tanggal 10 bulan
berikutnya. Proses pengajuan klaim dilakukan dengan mengirimkan berkas klaim
rawat jalan maupun rawat inap (hardcopy) dan file txt (softcopy). Sebelum berkas
klaim diajukan ke kantor BPJS Kesehatan, terdapat prosedur yang harus dilewati
yaitu pelayanan administrasi dan rekapitulasi pelayanan. Adapun prosedur
pelayanan administrasi rawat inap dilakukan oleh petugas loket pendaftaran
dengan gambaran sebagai berikut.
a. Pasien datang ke Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo dengan menunjukkan
KTP, KK, Kartu JKN, surat pengantar rawat inap, surat kontrol, dan surat
rujukan kecuali kasus emergency tanpa surat rujukan. Kartu JKN, KTP, KK,
dan surat pengantar rawat inap di fotokopi rangkap tiga.
77

b. Pasien akan dibuatkan SEP oleh petugas pendaftaran yang kemudian akan
diserahkan oleh pasien guna mendapat pelayanan rawat inap.
c. Pasien mendapat pelayanan rawat inap sesuai dengan indikasi medisnya.
Apabila pelayanan administrasi pasien rawat inap telah selesai, kelanjutan
proses pengajuan klaim adalah rekapitulasi pelayanan pasien rawat inap.
Rekapitulasi pelayanan pasien rawat inap dimulai pada saat pasien mendapat
pelayanan rawat inap kemudian hasil pelayanan akan di catat di dalam berkas
rekam medis sebagai bukti-bukti pelayanan pasien. Jika pasien pulang dan dokter
spesialis memberikan surat keterangan bahwa pasien masih memerlukan
perawatan di Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo maka untuk kunjungan
selanjutnya pasien langsung datang ke rumah sakit tanpa harus ke FKTP terlebih
dahulu dengan membawa surat keterangan dokter tersebut. Apabila dokter
spesialis tidak memberikan surat keterangan maka pada kunjungan berikutnya
pasien harus ke FKTP terlebih dahulu. Setelah pasien rawat inap pulang, berkas
rekam medis pasien JKN akan di antar ke unit rekam medik untuk peoses
pengelolaan berkas klaim. Alur proses pengajuan klaim rawat inap ke BPJS
Kesehatan di Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo dapat digambarkan sebagai
berikut.
DRM dari
bangsal

Analisis Tidak

Lengkap?

Assembling

Koding

Indeksing

Input data
klaim pasien
rawat inap

Data di
Grouping
Simpan

Cetak
lembar
INA-CBGs

Berkas Klaim di Kirim ke


Kantor Cabang BPJS
Kesehatan Situbondo

Gambar 4.1 Alur Klaim BPJS di Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo
78

Penjelasan alur klaim di Rumah Sakit Mitra Sehat Sitbondo adalah sebagai
berikut
a. Dokumen Rekam Medis (DRM) dari Bangsal
Berkas klaim rawat inap berada di dalam DRM yang berasal dari bangsal
rawat inap. Tidak semua DRM digunakan untuk proses klaim BPJS Kesehatan.
Adapun berkas klaim yang harus ada terdiri dari kwitansi rangkap tiga, SEP, surat
perintah rawat inap, resume medis lengkap dengan mencantumkan diagnosa dan
prosedur yang telah ditandatangani oleh DPJP, bukti pelayanan lain yang
ditandatangani oleh DPJP (bila ada), seperti: laporan operasi, protokol terapi dan
regimen (jadwal pemberian obat) pemberian obat khusus, resep alat kesehatan
(diluar prosedur operasi), tanda terima alat kesehatan (kacamata, alat bantu
dengar, alat bantu gerak, dan lain - lain), billing system atau perincian tagihan
manual rumah sakit, dan hasil pemeriksaan penunjang.
b. Analisis
Formulir yang telah diurutkan akan dianlisis oleh petugas analisis. Proses
analisis merupakan proses memilah formulir yang lengkap dan tidak lengkap.
Apabila berkas tidak lengkap maka berkas akan dikembalikan ke bangsal untuk
dilengkapi oleh pihak terkait. Namun apabila berkas lengkap, berkas akan
dilanjutkan ke bagian koding. Bagian analisis juga bertugas untuk memilah
formulir yang dibutuhkan untuk proses klaim. Jadi tidak semua formulir di DRM
yang dibutukan untuk proses klaim ke BPJS Kesehatan.
c. Assembling
Dokumen rekam medis yang didalamnya terdapat berkas klaim akan masuk
ke dalam unit rekam medik untuk dilakukan assembling. Assembling merupakan
proses penyortiran formulir/mengurutkan formulir dari nomor terbesar hingga
nomor terkecil. Apabila formulir sudah diurutkan, formulir akan dikaitkan ke
sampul DRM agar formulir tidak terlepas.
d. Koding
Formulir ringkasan masuk keluar pasien dan resume medis selanjutkan akan
di koding oleh koder. Adapun yang dikoding yaitu diagnosa penyakit pasien dan
tindakan yang telah didapatkan oleh pasien. Pengkodingan dilakukan dengan
79

menggunakan ICD-10 versi 2010 untuk diagnosa penyakit dan ICD-9-CM


digunakan untuk mengkode tindakan pasien.
e. Indeksing
Berkas yang telah dikoding selanjutnya akan dilakukan indeksing oleh
petugas indeksing. Indeksing merupakan proses pengelompokkan dengan
menggunakan kode. Pengindeksan dalam rekam medis dibagi menjadi lima yaitu
indeks utama pasien, indeks penyakit pasien, indeks operasi/tindakan, indeks
kematian, dan indeks dokter. Proses indeksing bertujuan untuk mempermudah
pencarian kembali data pasien.
f. Input Data Klaim Pasien Rawat Inap
Data klaim pasien JKN akan diinputkan ke aplikasi INA-CBG’s yang dapat
diakses oleh petugas entri data di situs resmi BPJS Kesehatan. Data klaim
meliputi data sosial dan data medis pasien seperti nomor JKN, nama, alamat,
diagnosa, tindakan, dan lain-lain. Apabila aplikasi SIMRS dan aplikasi INA-
CBG’s sudah bridging, maka cukup menginputkan nomor SEP pasien JKN.
g. Grouping
Proses selanjutnya merupakan proses grouping (pengelompokkan kasus) di
aplikasi INA-CBG’s. Apabila proses grouping mengalami error maka hal ini
terjadi karena grouper tidak bisa berjalan dengan baik. Jika beberapa prosedur
yang diberikan dalam pelayanan diinputkan ke dalam software INA-CBG’s
menyebabkan perubahan grouping dan tarif menjadi turun, maka prosedur-
prosedur yang menurunkan tarif tidak diinput.
h. Cetak Lembar INA-CBGs
Data pasien JKN yang telah diinputkan pada aplikasi INA-CBGs akan di cetak
sehingga keluaran dari data yang sebelumnya telah diinputkan akan menjadi
lembar INA-CBGs. Lembar INA-CBGs ini nantinya yang akan di kirim ke kantor
cabang BPJS Kesehatan di Banyuwangi.
i. Berkas Klaim di Kirim ke Kantor Cabang BPJS Kesehatan Situbondo
Berkas yang dianggap telah lengkap dan kaidah koding telah sesuai oleh
verifikator internal maka berkas selanjutnya akan dikirimkan ke kantor cabang
BPJS Kesehatan Situbondo. Pengiriman berkas klaim ke kantor cabang BPJS
80

Kesehatan paling lambat setiap tanggal 10 bulan berikutnya. Kelengkapan berkas


klaim dan kaidah koding akan kembali di verifikasi oleh verifikator BPJS
Kesehatan. Apabila kelengkapan berkas klaim kurang atau kaidah koding tidak
sesuai maka oleh pihak BPJS Kesehatan akan dikembalikan ke Rumah Sakit
Mitra Sehat Situbondo.

4.2 Identifikasi Pengembalian Berkas Klaim Rawat Inap oleh BPJS


Kesehatan di RS Mitra Sehat Situbondo
Sistem klaim yang digunakan saat ini di Rumah Sakit Mitra Sehat
Situbondo adalah sistem vedika (verifikasi digital klaim) yakni 30% manual dan
70% IT. Sistem vedika mulai diberlakukan di Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo
sejak bulan Januari 2018. Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo mendapatkan tim
verifikator BPJS Kesehatan di Banyuwangi sehingga berkas klaim dikirimkan ke
Kantor Cabang BPJS Kesehatan Banyuwangi. Semenjak diberlakukan sistem
vedika, pengembalian berkas klaim semakin banyak dan waktu yang dibutuhkan
untuk mengoreksi berkas yang mengalami pengembalian oleh BPJS Kesehatan
juga semakin lama sebab berkas klaim harus di antarkan ke kantor cabang BPJS
Kesehatan Banyuwangi. Hasil observasi yang telah dilakukan diperoleh data
pengembalian berkas klaim oleh BPJS Kesehatan cabang Banyuwangi pada bulan
September – Desember 2018 adalah sebagai berikut.
Tabel 4.1 Data Pengembalian Berkas Klaim Rawat Inap oleh BPJS Kesehatan di
RS Mitra Sehat Situbondo bulan September – Desember Tahun 2018

Penyebab Pengembalian Berkas Klaim oleh BPJS Kesehatan


Bulan Berkas Klaim Tidak Lengkap Kaidah Koding Tidak Sesuai Total
Jumlah Persentase Jumlah Persentase
September 25 14,20% 11 6,25% 176
Oktober 9 5,32% 17 10,06% 169
November 18 10,05% 13 7,26% 179
Desember 34 18,48% 22 11,96% 184
Sumber: RS Mitra Sehat Situbondo, 2018.

Tabel 4.1 menjelaskan bahwa apabila berkas klaim dianggap tidak layak
oleh BPJS Kesehatan akan dikembalikan pada kurun waktu 2 hari setelah berkas
klaim disetor oleh RS Mitra Sehat ke kantor cabang BPJS Kesehatan
81

Banyuwangi. Berkas klaim dikatakan tidak layak apabila berkas klaim tidak
lengkap dan kaidah koding yang tidak sesuai. Pengembalian berkas klaim terjadi
setiap bulannya dengan jumlah yang tidak menentu. Persentase pengembalian
berkas klaim berturut-turun bulan September-Desember 2018 adalah 20,45%;
15,38%; 17,31%; dan 30,44%.
Hal tersebut juga diperkuat dengan hasil wawancara kepada petugas
casemix di Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo menjelaskan bahwa memang
penyebab pengembalian berkas klaim rawat inap karena berkas klaim dianggap
tidak layak oleh verifikator BPJS Kesehatan Cabang Banyuwangi. Berkas
dikatakan tidak layak karena dua hal yakni berkas klaim tidak lengkap dan
ketidaksesuain kaidah koding (BPJS Kesehatan, 2017). Hal ini juga terjadi di
Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo yang menyatakan bahwa berkas
dikembalikan karena ada berkas yang tidak lengkap dan persepsi kaidah koding
yang tidak sama dengan verifikator BPJS Kesehatan. Berikut ini adalah hasil
wawancara petugas casemix yang menyatakan bahwa:
“Iya memang dek, berkas dikembalikan oleh verifikator BPJS Kesehatan di
rumah sakit ini karena berkas yang tidak lengkap sama koding yang tidak sama
dengan verifikator BPJS Kesehatan”
(Verifiktor internal 1, 2018)

“Gara-gara kodingnya nggak sama dek sama BPJS terus juga ada yang nggak
lengkap kayak penunjangnya gitu atau nggak sesuai antara penunjang sama
diagnosa”
(Verifiktor internal 3, 2018)

Kutipan tersebut menjelaskan bahwa berkas klaim dikembalikan oleh BPJS


Kesehatan karena berkas klaim tidak lengkap dan kaidah koding yang tidak sesuai
dengan BPJS Kesehatan. Pernyataan tersebut juga sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Manaida (2017) yang menyatakan bahwa perbedaan koding antara
rumah sakit dan koding BPJS Kesehatan sering menjadi kendala serta bukti
pelayanan lainnya juga sering tidak ada. Hal ini sering menjadi pertimbangan oleh
verifikator BPJS Kesehatan saat melakukan verifikasi berkas klaim sehingga bisa
dikatakan tidak layak dan dikembalikan lagi untuk direvisi kembali. Adapun hasil
observasi dari 149 berkas yang dikembalikan pada Bulan September-Desember
82

2018, diperoleh bahwa 86 berkas dinyatakan tidak lengkap dan 63 berkas


dianggap kaidah koding tidak sesuai. Permasalahan pengembalian berkas klaim
seperti ketidaklengkapan berkas klaim dan ketidaksesuaian kode diagnosis juga
ditemukan dalam penelitian Tuti (2010) menyatakan bahwa 23,3% telah terjadi
ketidaksesuai dalam penetapan kode diagnosis. Kesalahan dalam pengkodean
diagnosis penyakit akan memberikan implikasi kepada klaim sehingga
menyakibatkan penurunan tarif penyakit. Hal ini juga sejalan dengan penelitian
yang dilakukan oleh Maimun (2018) yang ditemukan bahwa dari 463 berkas
rekam medis rawat inap pada formulir ringkasan masuk dan keluar ditemukan 93
kesalahan atau tidak tepat dalam pengkodean penyakit (diagnosa), penentuan
diagnosa utama/diagnosa sekunder, dan ketidaktelitian koder dalam
pengkodingan. Selain itu, penyebab pengembalian berkas klaim karena
ketidaklengkapan berkas klaim juga terjadi di Rumah Sakit Dr. R. Ismoyo karena
ada beberapa syarat yang belum terpenuhi diantaranya kelengkapan administrasi
pasien seperti KTP, kartu keluarga, dan lain-lain sehingga petugas BPJS memberi
waktu kepada pasien 3x24 jam untuk melengkapi berkas apabila melewati batas
akan dikenakan denda dan lama waktu sejak pengklaiman diajukan 6-7 hari
(Lewiani dan Akifah, 2017). Apriyantini (2016) juga mengemukakan bahwa data
dari Instalasi Rawat Inap tahun 2014 menunjukkan bahwa 46% resume medis
pasien pulang tidak lengkap, hal ini salah satunya karena tidak dituliskan diagnosa
pasien dan data bulan Januari-Februari 2015 masih terdapat sebesar 30%-40%
resume medis pasien pulang tidak ditulis lengkap oleh dokter.
Akibat pengembalian berkas klaim rawat inap maka akan mengganggu
keuangan rumah sakit sebab akan memperlambat proses pembayaran klaim.
Sesuai dengan ketentuan umum dalam administrasi klaim fasilitas kesehatan BPJS
Kesehatan disebutkan bahwa BPJS Kesehatan wajib membayar fasilitas kesehatan
atas pelayanan yang diberikan kepada peserta paling lambat 15 (lima belas) hari
kerja sejak dokumen klaim diterima lengkap dan kaidah koding di Kantor
Cabang/Kantor Operasi Kabupaten/Kota BPJS Kesehatan. Selain itu, akibat
pengembalian berkas klaim rawat inap di Rumah Sakit Mitra Sehat karena
ketidaksesuaian kaidah koding dapat menyebabkan kerugian. Hal ini disebabkan
83

rata-rata terjadi penurunan tarif yang cukup signifikan akibat ketidaksesuaian


kaidah koding antara koder rumah sakit dengan verifikator BPJS Kesehatan. Hal
ini sesuai dengan Maimun (2018) yang menyatakan bahwa akibat salah koding
akan berpengaruh pada tarif INA-CBGs, biaya tidak sesuai sehingga rumah sakit
dapat rugi, jika uang dari BPJS Kesehatan sudah diterima oleh pihak rumah sakit
maka pihak rumah sakit wajib mengembalikan uang sejumlah kode yang tidak
sesuai. Selain itu, akibat pengembalian berkas adalah apabila terdapat resume
medis yang tidak lengkap akan dikembalikan kepada pihak rumah sakit untuk
dilengkapi dan diverifikasi oleh pihak BPJS Kesehatan untuk dibayarkan namun
pihak rumah sakit didenda sebesar 10% akibat resume tidak lengkap (Apriyantini,
2016). Sehingga besar kemungkinan berkas klaim yang tidak lengkap dan
ketidaksesuaian kaidah koding yang terbukti dengan tingginya angka
ketidaklengkapan berkas klaim dan tingginya angka ketidaksesuain kaidah koding
dapat menyebabkan kejadian pengembalian berkas klaim rawat inap di Rumah
Sakit Mitra Sehat Situbondo.

4.3 Identifikasi Berkas yang Tidak Lengkap Menurut BPJS Kesehatan


sehingga Terjadi Pengembalian Berkas Klaim Rawat Inap di RS Mitra
Sehat Situbondo
Hasil penelitian dengan masalah utama pengembalian berkas klaim rawat
inap oleh BPJS Kesehatan di Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo, yang menjadi
penyebab munculnya masalah tersebut salah satunya adalah ketidaklengkapan
berkas klaim rawat inap. Hal ini diperkuat dengan pengumpulan data yang
dilakukan melalui wawancara kepada petugas verifikator internal bagain casemix
yang menyatakan bahwa:
“Sama BPJS Kesehatan, berkas klaim kita dikembalikan ke rumah sakit lagi
soalnya berkasnya tidak lengkap, dek dan juga karena……”
(Verifikator internal 1, 2018)

Kutipan wawancara tersebut menjelaskan bahwa pengembalian berkas


klaim salah satunya disebabkan oleh ketidaklengkapan berkas klaim. Berkas
dikatakan tidak lengkap karena kurangnya berkas klaim dan tidak lengkapnya
84

pengisian lembar klaim. Berkas klaim yang tidak lengkap dikembalikan oleh
BPJS Kesehatan biasanya 2 hari setelah berkas diserahkan ke BPJS Kesehatan dan
dilakukan setiap 3 bulan sekali namun terkadang juga melebihi dari 3 bulan
tersebut. Sehingga besar kemungkinan pengembalian berkas klaim disebabkan
oleh ketidaklengkapan berkas klaim pasien rawat inap.
Kelengkapan berkas klaim dapat dilakukan secara kuantitatif dan kualitatif.
Kelengkapan secara kuantitatif dilihat dari lengkapnya lembar klaim rawat inap
dan lengkapnya pengisian setiap item lembar klaim. Adapun analisa secara
kuantitatif dapat dilihat pada Tabel 4.3 yang didapatkan dari hasil observasi dan
dokumentasi terhadap 86 berkas klaim BPJS Kesehatan pasien rawat inap yang
tidak lengkap dari 149 berkas (57,72%) yang telah dikembalikan oleh BPJS
Kesehatan pada bulan September – Desember 2018 sebagai berikut.
Tabel 4.2 Hasil Analisis Kelengkapan Berkas Klaim BPJS Kesehatan Pasien
Rawat Inap Bulan September – Desember Tahun 2018 di Rumah Sakit
Mitra Sehat Situbondo dilihat dari kelengkapan lembar klaim rawat inap
Lembar klaim BPJS Kesehatan Lengkap Tidak Lengkap
Clinical pathway 
Resume medis 
Laporan penunjang 
Surat Eligibilitas Peserta (SEP) 
Surat perintah rawat inap 
Formulir verifikasi JKN/luaran 
aplikasi pengajuan klaim
Surat keterangan/bukti pelayanan 
(operasi, kelahiran)
Sumber: RS Mitra Sehat Situbondo, 2018.

Berdasarkan hasil perhitungan analisis kelengkapan berkas persyaratan klaim


BPJS Kesehatan pasien rawat inap didapatkan persentase lembar syarat tidak
lengkap tersebut yaitu 57,72% (86 berkas tidak lengkap dari 149 berkas yang
dikembalikan) pada bulan September-Desember 2018. Studi dokumentasi
ketidaklengkapan syarat tersebut dikarenakan sebagai berikut.
a. Clinical Pathway
Clinical pathway merupakan rekapitulasi pelayanan pasien/perjalanan
penyakit pasien yang merupakan lampiran yang dibuat rumah sakit yang berisi
catatan perawatan episode perawatan pasien selama berobat di Rumah Sakit Mitra
85

Sehat Situbondo. Sejalan dengan penelitian Riza (2015) menjelaskan bahwa


laporan individual pasien adalah data yang didapatkan dari dokumen persyaratan
pengajuan klaim BPJS Kesehatan pasien rawat inap di Rumah Sakit PKU
Muhammadiyah Yogyakarta. Lembar laporan individual pasien juga yaitu hasil
rekapitulasi pelayanan pasien yang dibuat rumah sakit dan berisi catatan
perawatan pasien dalam satu episode perawatan (Megawati dan Pratiwi, 2016).
Hasil studi observasi dan dokumentasi terhadap 149 berkas yang
dikembalikan oleh BPJS Kesehatan, didapatkan hasil analisis 20 lembar clinical
pathway pasien tidak lengkap dengan persentase ketidaklengkapan sebesar
33,42%. Ketidaklengkapan pengisian clinical pathway diketahui bahwa item yang
menyebabkan dikembalikannya klaim BPJS Kesehatan antara lain tanggal masuk,
kelas perawatan, tanda tangan DPJP, dan diagnosa. Hasil studi dokumentasi
sebagian besar permasalahan yaitu karena salah dalam pengentrian item oleh
petugas pendaftaran misalnya kelas perawatan pada clinical pathway berbeda
dengan keterangan yang ada pada lampiran SEP maupun resume medis, dan
tanggal masuk pada clinical pathway berbeda dengan tanggal masuk pada SEP.
Hal ini senada dengan hasil penelitian oleh Megawati dan Pratiwi (2016)
yang menyebutkan bahwa dari 38 lembar kelengkapan syarat berkas klaim BPJS
yang tidak lengkap terdapat 32 lembar laporan individul pasien tidak lengkap
dengan persentase ketidaklengkapan sebesar 84% dan berkas lengkap sejumlah 6
lembar dengan persentase 16%, berkas kontrol persentase ketidaklengkapan
sebesar 8% atau 3 syarat tidak lengkap dan sebanyak 35 berkas lengkap atau
persentase 92%. Item pada lembar individual pasien yang memiliki persentase
ketidaklengkapan paling banyak yaitu pada item diagnosa utama yaitu sebesar
26% item tidak lengkap dan 74% item lengkap dari 38 lembar case (kasus).
b. Laporan Penunjang
Laporan penunjang pasien merupakan laporan hasil pelayanan tambahan
(pemeriksaan darah lengkap, elektrokardiografi, CT scan, pemeriksaan kreatin,
pemeriksaan urine) bagi yang memerlukan pemeriksaan tambahan yang berguna
untuk menunjang penegakan diagnosa pasien. Senada dengan yang diungkapkan
oleh Basaryadi (2013) bahwa laporan penunjang adalah laporan dari suatu
86

rangkaian pemeriksaan medis yang dilakukan atas indikasi tertentu guna


memperoleh keterangan yang lebih lengkap. Apabila laporan penunjang tidak ada
atau tidak lengkap dalam pengajuan syarat klaim ke BPJS Kesehatan maka oleh
verifikator BPJS Kesehatan akan dikembalikan untuk di lengkapi atau
dilampirkan kembali. Kekurangan lembar penunjang akan berpengaruh pada
keabsahan penagihan dan perhitungan biaya perawatan pasien karena lembar
penunjang merupakan bukti pasien telah melakukan pelayanan tambahan.
Hasil studi observasi dan dokumentasi terhadap 149 lembar pemeriksaan
penunjang, kelengkapan syarat berkas klaim berupa pemeriksaan penunjang
pasien rawat inap di RS Mitra Sehat Situbondo didapatkan hasil analisis terdapat
25 lembar laporan penunjang tidak lengkap dengan persentase ketidaklengkapan
sebesar 16,77%. Hasil studi dokumentasi dihasilkan ketidaklengkapan berkas
syarat laporan penunjang pasien tersebut karena tidak dilampirkannya lembar
laporan penunjang pada berkas syarat pengajuan Klaim BPJS pasien rawat inap.
Selain itu, ditemukan kasus pemeriksaan penunjang yang dianggap oleh
verifikator BPJS Kesehatan tidak sesuai dengan diagnosis atau kode penyakit
sehingga pihak verifikator BPJS meminta pihak rumah sakit untuk merevisi
diagnosa ataupun merevisi pemeriksaan penunjang dengan mengembalikan berkas
klaim BPJS Kesehatan pasien rawat inap. Laporan penunjang merupakan
persyaratan penting dalam pengajuan klaim BPJS Kesehatan karena nantinya
dapat diketahui kisaran biaya tambahan yang harus ditagih kepada pihak BPJS
Kesehatan. Hal tersebut sejalan dengan penelitina Megawati dan Pratiwi (2016)
menyatakan bahwa 38 lembar laporan penunjang kelengkapan syarat berkas klaim
BPJS pasien rawat inap di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta dari hasil
analisis dihasilkan terdapat 7 lembar laporan penunjang tidak lengkap dengan
persentase ketidaklengkapan sebesar 18%, dan berkas lengkap sejumlah 31
lembar dengan persentase 82%. Berkas kontrol sudah memenuhi kriteria
kelengkapan 100%.
Selain kelengkapan persyaratan berkas klaim, analisa secara kuantitaif juga
dilihat dari kelengkapan pengisian berkas klaim. Kelengkapan berkas klaim juga
dilakukan secara kualitatif yaitu melihat dari kesesuaian antara anamnesa,
87

pemeriksaan penunjang, diagnosa utama, tindakan, spesialisasi, dan koding


diagnosis maupun koding tindakan. Berikut merupakan hasil observasi yang
dilakukan pada 2 (dua) berkas klaim rawat inap dari kasus terbanyak yang tidak
lengkap secara kuantitatif maupun kualitatif di Rumah Sakit Mitra Sehat
Situbondo sehingga dikembalikan oleh pihak BPJS Kesehatan.
a. Berkas Klaim JKN Pasien Rawat Inap 1 Kasus Persalinan
Hasil observasi berdasarkan kelengkapan berkas klaim dan validitas isi pada kasus
persalinan yang merupakan kasus terbanyak yang terjadi pengembalian berkas
klaim karena ketidaklengkapan berkas klaim, ketidaklengkapan pengisian berkas
klaim maupun ketidaksesuaian diagnosa dan pemeriksaan penunjang yang
ditunjukkan pada tabel sebagai berikut.
Tabel 4.3 Gambaran Kelengkapan Berkas, Validitas Isi, dan Waktu Pengajuan
Berkas Klaim Rawat Inap 1 Kasus Persalinan bulan Oktober Tahun
2018
Kelengkapan Berkas Validitas Isi
Persyaratan Tidak Tidak
Ada Persyaratan Pengisian Sesuai Keterangan
Kelengkapan Ada Sesuai
 No. SEP 
 Tanggal SEP 
 No. kartu 
 Nama peserta 
 Tanggal lahir 
SEP  No. telepon 
 Faskes perujuk 
 Diagnosa awal 
 Peserta 
 Jenis rawat 
 Kelas rawat 
 Tanggal MRS 
 Ruang 
 Alasan MRS 
 Penyakit penyerta 
 Hasil pemeriksaan saat 
MRS
 Diagnosa utama 
 Diagnosa sekunder 
Resume Medis
 Tata laksana 
a. Medika mentosa saat
dirawat
 b. Tindakan medis 
 c. Medika mentosa saat 
pulang
 Keadaan waktu keluar RS 
 Cara keluar RS 
88

Kelengkapan Berkas Validitas Isi


Persyaratan Tidak Tidak
Ada Persyaratan Pengisian Sesuai Keterangan
Kelengkapan Ada Sesuai
 Sebab meninggal (jika 
ada)
 Instruksi tindak 
lanjut/kontrol (jika ada)
 Tempat dan tanggal 
membuat resume
 Ttd DPJP 
 Nama peserta 
 No. RM 
 Umur tahun 
 Umur hari 
 Tanggal lahir 
 Jenis kelamin 
 Kelas perwatan 
 No. SEP 
Lembar INA-  Tanggal masuk 
CBG’s  Tanggal keluar 
 Jenis perawatan 
 Cara pulang 
 LOS 
 Berat lahir 
 Diagnosa utama 
 Diagnosa sekunder 
 Prosedur 
 Hasil grouping 
Hasil  
pemeriksaan
penunjang
 Nama klien 
 Tanggal lahir/umur 
 Berat badan 
 Sex 
 Tinggi badan 
 No. registrasi 
 No. RM 
 Diagnosa awal 
 Kode ICD-10 
 Rencana LD 
Clinical
 Cara pulang 
pathway
 Diagnosa 
Utama
 Penyerta 
 Komplikasi 
 Assesmen klinik 
 Pemeriksaan penunjang 
Tindakan
 Jasa keperawatan 
 Obat-obatan 
 Darah/kolf 
 AMHP 
89

Kelengkapan Berkas Validitas Isi


Persyaratan Tidak Tidak
Ada Persyaratan Pengisian Sesuai Keterangan
Kelengkapan Ada Sesuai
 Jasa farmasi 
 Jasa gizi 
 Nutrisi 
 Hasil/outcome 
 Pendidikan rencana 
pemulangan
 Varians 
 Nama perawat 
 Nama dokter 
 Ttd DPJP 
 Nama pelaksana verifikasi 
 Diagnosa akhir 
 Kode diagnosa akhir 
 Tindakan 
Rincian obat  
Surat  
pengantar
rawat inap
Laporan  
operasi
SK Kelahiran  
Keterangan:
Validitas isi dilihat dari pengisian berkas klaim berdasarkan Catherine (2013), PMK No.
28 tahun 2014, PMK No. 27 tahun 2014, dan Juknis Verisikasi Klaim.
Sumber: RS Mitra Sehat Situbondo, 2018.

Berdasarkan Tabel 4.4 tersebut dapat diketahui bahwa pada berkas klaim 1
kasus persalinan, kelengkapan persyaratan sudah memenuhi. Namun berdasarkan
hasil validitas isi, ada beberapa item yang belum diisi maupun diisi tapi tidak
sesuai. Adapun item yang sudah diisi namun belum sesuai yaitu pada lembar SEP
item tanggal SEP. Hasil wawancara menyatakan bahwa ketidaksesuaian
disebabkan pasien belum juga melengkapi berkas klaim yaitu KTP, KK, dan
Kartu JKN sehingga petugas akhirnya memanipulasi tanggal masuk. Adapun item
yang tidak diisi adalah diagnosa utama, diagnosa sekunder, dan tanda tangan
dokter pada lembar resume pasien. Hasil wawancara menjelaskan bahwa memang
sering dokter kandungan di Rumah Sakit Mitra Sehat tidak menuliskan diagnosa.
Hal ini sesuai yang diungkapkan oleh verifikator internal sebagai berikut.
“….. yang nggak lengkap paling banyak di obgyn ya dek? Iya mbak. Emang
dokternya itu harus diingetin dulu itu dek. Maklum dokter uda senior jadi sering
lupa” (Petugas verifikator 1, 2018)
90

Hasil wawancara tersebut menjelaskan bahwa paling banyak berkas klaim yang
tidak lengkap adalah kasus obgyn. Ketidaklengkapan di kasus obgyn disebabkan
oleh tidak ada tanda tangan DPJP dan diagnosa pasien. Sehingga pengembalian
berkas klaim oleh BPJS Kesehatan disebabkan ketidaklengkapan pengisian berkas
klaim yaitu karena tidak ada tanda tangan DPJP dan diagnosa pasien pada resume
medis pasien.
b. Berkas Klaim JKN Pasien Rawat Inap 2 Kasus Typhoid
Hasil observasi berdasarkan kelengkapan berkas dan validitas isi pada kasus
Typhoid yang merupakan kasus yang banyak juga mengalami pengembalian
berkas klaim karena ketidaklengkapan berkas klaim, ketidaklengkapan pengisian
berkas klaim maupun ketidaksesuaian diagnosa dan pemeriksaan penunjang yang
ditunjukkan pada tabel sebagai berikut.
Tabel 4.4 Gambaran Kelengkapan Berkas, Validitas Isi, dan Waktu Pengajuan
Berkas Klaim Rawat Inap 1 Kasus ISK bulan Desember Tahun 2018

Kelengkapan Berkas Validitas Isi


Persyaratan Tidak Tidak
Ada Persyaratan Pengisian Sesuai Keterangan
Kelengkapan Ada Sesuai
 No. SEP 
 Tanggal SEP 
 No. kartu 
 Nama peserta 
 Tanggal lahir 
SEP  No. telepon 
 Faskes perujuk 
 Diagnosa awal 
 Peserta 
 Jenis rawat 
 Kelas rawat 
 Tanggal MRS 
 Ruang 
 Alasan MRS 
 Penyakit penyerta 
 Hasil pemeriksaan saat 
MRS
Resume Medis  Diagnosa utama 
 Diagnosa sekunder 
 Tata laksana 
a. Medika mentosa saat
dirawat
 b. Tindakan medis 
 c. Medika mentosa saat 
91

Kelengkapan Berkas Validitas Isi


Persyaratan Tidak Tidak
Ada Persyaratan Pengisian Sesuai Keterangan
Kelengkapan Ada Sesuai
pulang
 Keadaan waktu keluar RS 
 Cara keluar RS 
 Sebab meninggal (jika 
ada)
 Instruksi tindak 
lanjut/kontrol (jika ada)
 Tempat dan tanggal 
membuat resume
 Ttd DPJP 
 Nama peserta 
 No. RM 
 Umur tahun 
 Umur hari 
 Tanggal lahir 
 Jenis kelamin 
 Kelas perwatan 
 No. SEP 
Lembar INA-  Tanggal masuk 
CBG’s  Tanggal keluar 
 Jenis perawatan 
 Cara pulang 
 LOS 
 Berat lahir 
 Diagnosa utama 
 Diagnosa sekunder 
 Prosedur 
 Hasil grouping 
Hasil  
pemeriksaan
penunjang
 Nama klien 
 Tanggal lahir/umur 
 Berat badan 
 Sex 
 Tinggi badan 
 No. registrasi 
 No. RM 
 Diagnosa awal 
Clinical  Kode ICD-10 
pathway  Rencana LD 
 Cara pulang 
 Diagnosa 
Utama
 Penyerta 
 Komplikasi 
 Assesmen klinik 
 Pemeriksaan penunjang 
Tindakan
 Jasa keperawatan 
92

Kelengkapan Berkas Validitas Isi


Persyaratan Tidak Tidak
Ada Persyaratan Pengisian Sesuai Keterangan
Kelengkapan Ada Sesuai
 Obat-obatan 
 Darah/kolf 
 AMHP 
 Jasa farmasi 
 Jasa gizi 
 Nutrisi 
 Hasil/outcome 
 Pendidikan rencana 
pemulangan
 Varians 
 Nama perawat 
 Nama dokter 
 Ttd DPJP 
 Nama pelaksana verifikasi 
 Diagnosa akhir 
 Kode diagnosa akhir 
 Tindakan 
Rincian obat  
Surat  
pengantar
rawat inap
Laporan  
operasi
SK Kelahiran  
Keterangan:
Validitas isi dilihat dari pengisian berkas klaim berdasarkan Catherine (2013), PMK No.
28 tahun 2014, PMK No. 27 tahun 2014, dan Juknis Verisikasi Klaim.
Sumber: RS Mitra Sehat Situbondo, 2018.

Berdasarkan Tabel 4.5 tersebut dapat diketahui bahwa pada berkas klaim 2
kasus Typhoid, kelengkapan persyaratan sudah memenuhi. Namun berdasarkan
hasil validitas isi, ada beberapa item sudah diisi namun tidak sesuai. Adapun item
yang sudah diisi namun belum sesuai yaitu pada lembar resume pasien dan
pemeriksaan penunjang. Diagnosa pada resume pasien menurut verifikator BPJS
Kesehatan tidak sesuai dengan pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan.
Pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan didapatkan salmonela positif namun
dokter menuliskan diagnosa DBD.
Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Megawati dan Pratiwi (2016)
yang menjelaskan bahwa masih ditemukan masalah pada bagian aministrasi BPJS
terkait berkas pengajuan klaim asuransi BPJS pasien rawat inap masih mengalami
kendala yakni berkas klaim dikembalikan oleh verifikator BPJS Kesehatan. Hal
93

tersebut dikarenakan ada persyaratan yang belum lengkap atau terdapat item yang
tida diisi dengan lengkap. Hasil penelitian terhadap 76 berkas klaim BPJS pasien
rawat inap didapatkan persentase lembar syarat tidak lengkap tersebut yaitu
lembar syarat laporan individual pasien sebesar 32 lembar syarat yang tidak
lengkap atau 84% atau sebanyak 6 (16%) lembar syarat yang lengkap. Lembar
laporan penunjang sebanyak 7 lembar syarat yang tidak lengkap atau sebesar 18%
dengan 31 (82%) lembar syarat lengkap. Sehingga ketidaklengkapan berkas klaim
yang di analisis secara kuantittaif dan kualitatif merupakan penyebab terjadinya
pengembalian berkas klaim rawat inap di Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo.
Ketidaklengkapan lembar klaim, ketidaklengkapan pengisian lembar klaim, dan
ketidaksesuaian antara diganosis maupun pemeriksaan penunjang dikarenakan
beberapa penyebab diantaranya faktor human, organization, technology, planning,
organizing, actuating, dan controlling. Hal ini sejalan dengan penelitian oleh
Leonard (2016) yang menyatakan bahwa faktor terjadinya pengembalian berkas
klaim terdiri dari SDM, sarana prasarana, prosedur, planning, organizing,
actuating, controlling, dan lingkungan.

4.4 Identifikasi Faktor Penyebab Ketidaklengkapan Berkas Klaim Rawat


Inap Berdasarkan Faktor Human, Technology, dan Organization
Berdasarkan hasil pengumpulan data yang dilakukan dengan wawancara,
observasi, dan dokumentasi, telah diketahui bahwa faktor penyebab
ketidaklengkapan berka klaim rawat inap adalah hal-hal yang berkaitan dengan
faktor manajemen. Faktor manajemen merupakan suatu cara mengtur organisasi
sehingga tujuan organisasi dapat tercapai. Faktor manajamen di bedakan menjadi
dua yaitu dari segi input (Sumber Daya Manusia) dan segi proses. Faktor input
manajamen yaitu faktor masukan yang mempermudah terjadinya pengembalian
berkas klaim rawat inap oleh BPJS Kesehatan. Komponen input meliputi human
(faktor manusia), organization (faktor organisasi), dan technology (faktor
teknologi).
94

4.4.1 Faktor Penyebab dari Segi Human Berdasarkan Ketidaklengkapan Berkas


Klaim Rawat Inap
Proses pengecekan kelengkapan berkas klaim pasien rawat inap di Rumah Sakit
Mitra Sehat Situbondo melibatkan petugas pendaftaran dan verifikator internal.
Faktor human yang terlibat dalam pelaksanaan klaim masih dihadapkan masalah
secara kualitas dan kuantitas sumber daya manusia.
a. Pengetahuan
1) Petugas Pendaftaran
Pengetahuan merupakan salah satu faktor yang penting yang harus dimiliki
oleh seseorang dalam profesi yang dijalaninya (Purnamasari dan Hernawati,
2013). Notoatmojo (2012) menjelaskan bahwa pengetahuan adalah hasil dari tahu
dan ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek.
Penginderaan yang dimaksud yakni penginderaan mata, hidung, telinga, dan
sebagainya, namun sebagian besar pengetahuan seseorang dipengaruhi melalui
indera penglihatan (mata) dan pendengaran (telinga). Penelitian ini berkaitan
dengan pengetahuan petugas pendaftaran tentang pendaftaran terkait regulasi
kelengkapan berkas klaim di TPPRI, berkas klaim yang harus dilengkapi di
TPPRI bagi pasien JKN, pengisian dan pembuatan SEP (SEP semua kasus, SEP
kasus kecelakaan, SEP rujukan), batas waktu pembuatan SEP, dan tindakan yang
dilakukan apabila salah dalam pembuatan SEP setelah melihat dari pedoman atau
mendengarkan melalui seseorang.. Cara mengecek kelengkapan berkas klaim
dilakukan sesuai dengan prosedur pengajuan klaim BPJS Kesehatan karena BPJS
Kesehatan memiliki panduan dan aturan yang harus diikuti oleh Fasilitas
Pelayanan Kesehatan Tingkat Lanjut seperti Petunjuk Teknis Verifikasi Klaim
dan Peraturan BPJS Kesehatan No. 4 Tahun 2016 tentang Petunjuk Teknis
Penyelenggaraan Koordinasi Manfaat dalam Program Jaminan Kesehatan
Nasional. Secara umum, pengetahuan petugas pendaftaran tentang SEP sudah baik
meskipun ada beberapan hal yang belum diketahui diantaranya penentuan tanggal
SEP dan kode diagnosis.
95

Berdasarkan hasil pengumpulan data yang telah dilakukan melalui


wawancara, petugas pendaftaran menyatakan bahwa masih belum memahami
sepenuhnya tentang regulasi dan pedoman panduan penyelenggaraan klaim BPJS
Kesehatan seperti Petunjuk Teknis Verifikasi Klaim dan Peraturan BPJS
Kesehatan No. 4 Tahun 2016 tentang Petunjuk Teknis Penyelenggaraan
Koordinasi Manfaat dalam Program Jaminan Kesehatan Nasional. Petugas hanya
mendapatkan informasi dari teman-temannya yang lebih paham tentang klaim
BPJS Kesehatan. hal tersebut sesuai dengan pernyataan petugas pendaftaran yang
menyatakan bahwa:
“Pernah sih dek baca tapi lupa dan nggak memahami sepenuhnya soalnya kan
banyak yang harus dibaca tapi kebanyakan tahu tentang berkas apa saja yang
harus dilengkapi itu ya dari mbak-mbak yang sudah lama kerja disini”
(Petugas pendaftaran 1, 2018)

Hal ini juga dipertegas dengan pernyataan petugas pendaftaran yang bekerja lebih
lama daripada petugas pendaftaran 1 yang mengatakan bahwa:
“Iya dek kita pokok uda ngasih peraturan dari BPJS Kesehatan tentang berkas-
berkas yang harus dilengkapi di bagian pendaftaran rawat inap tapi kayakknya
sih nggak dibaca soalnya itu kan banyak banget yang harus dibaca, palingan
karyawan yang baru kami bimbing ini lo berkas yang harus dilengkapi dan harus
dicatat biar kalau lupa enak. Kalau aturan dari rumah sakit sendiri terkait
kelengkapan berkas klaim ya tidak ada kan kita hanya manut ke BPJS Kesehatan
aja dek”
(Petugas pendaftaran 2, 2018)

Kutipan wawancara tersebut menjelaskan bahwa petugas pendaftaran telah


membaca peraturan tentang kelengkapan administrasi namun tidak begitu
memahami tentang regulasi tersebut karena regulasinya terlalu banyak. Petugas
pendaftaran sudah mengetahui persyaratan yang harus dilengkapi meskipun
kadang ada yang lupa seperti surat pengantar rawat inap. Adapun berkas klaim di
bagian pendaftaran yang harus dilengkapi adalah Kartu Tanda Penduduk (KTP),
KK (Kartu Keluarga), Kartu Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), dan Surat
Pengantar Rawat Inap. Persyaratan tersebut tidak harus di fotokopi karena
persyaratan tersebut digunakan untuk membuktikan bahwa pasien tersebut
96

termasuk peserta asuransi kesehatan. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan
oleh petugas pendaftaran sebagai berikut.
“Persyaratan yang harus dilengkapi itu ya KTP, kartu JKN, KK, dan surat
pengantar rawat inap”

“Nggak harus di fotokopi sih dek tapi mungkin mikirnya pasien daripada bolak-
balik dan takut yang asli hilang makanya di fotokopi tapi sebenarnya nggak harus
difotokopi kan itu nanti cuma dipekek formalitas aja, ternyata pasien ini uda
terdaftar di asuransi, juga digunakan buat menyamakan data antara di kartu JKN
sama kartu identitas lainnya soalnya pasien kadang pakai kartu JKN orang lain
atau kalau nggak kartu anggota keluarganya yang lain”
(Petugas pendaftaran 1, 2018)

Pernyataan tersebut sebenarnya tidak dibenarkan sebab fotokopi KTP, KK,


dan kartu JKN diperlukan sebagai bukti otentik pasien telah terdaftar di asuransi.
Hal ini sejalan dengan pernyataan Lewiani (2017) bahwa harus ada fotokopi KTP,
fotokopi BPJS Kesehatan, fotokopi KK, dan disertakan juga dengan status rawat
inapnya sebab dijadikan legalisasi pihak BPJS Kesehatan apakah katu masih aktif
atau tidak. Selain itu, fotokopi kartu identitas bertujuan untuk menyesuaikan
antara identitas dengan kartu pasien karena seringkali pasien memakai kartu orang
lain. Apabila antara kartu identitas pasien dan kartu JKN tidak sesuai maka berkas
klaim tidak bisa diklaimkan dan secara otomatis, pasien harus menjadi pasien
umum/mandiri (membayar biaya pelayanan kesehatan sendiri).
Kelengkapan berkas klaim di bagian pendaftaran yang paling penting adalah
Surat Eligibilitas Pasien (SEP) sebab salah satu syarat untuk verifikasi berkas
klaim yang akan diajukan kepada kantor cabang BPJS Kesehatan Banyuwangi.
Surat Eligibilitas Pasien wajib dimiliki oleh setiap pasien yang akan menerima
pelayanan kesehatan di rumah sakit sebagai tanda bahwa peserta tersebut secara
administrasi klaim sah dan resmi sebagai pasien yang dijamin oleh BPJS
Kesehatan. Masalah yang dihadapi oleh petugas pendaftaran dalam pembuatan
SEP adalah penentuan kode diagnosis pasien dan penentuan tanggal SEP. Petugas
pendaftaran 1 menyatakan bahwa kadang kesulitan dalam menentukan kode
diagnosis pasien sebab diagnosa yang dituliskan oleh dokter dan diagnosa yang
ada di aplikasi v-klaim dan ICD-10 ada yang berbeda, kodenya juga ada yang
97

berbeda meskipun tidak banyak. Hal ini dibuktikan dengan hasil wawancara
kepada responden sebagai berikut.
“Kalau pembuatan SEP sebenarnya gampang dek cuma kadang kesulitan dalam
penentuan kode diagnosis soalnya diagnosa yang dituliskan sama dokter kadang
tidak ada di aplikasi v-klaim dan ICD-10. Kadang pula diagnosis yang ada di v-
klaim juga tidak sama dengan yang ada di ICD-10”
(Petugas pendaftaran 1, 2018)

Hasil wawancara tersebut menjelaskan bahwa petugas pendaftaran


kadangkala kesulitan dalam penentuan kode diagnosis. Kesulitan dalam penentuan
kode diagnosis disebabkan diagnosa yang ditulis dokter tidak sama dengan
diagnosa yang ada di ICD dan terminologi medis maupun clinical pathway masih
belum dipahami sepenuhnya. Hasil pengamatan didapatkan bahwa petugas masih
belum paham patofisiologi pasien dan terminologi medis. Hal ini terbukti pada
saat petugas membedakan antara sinistra dan dextra, anterior dan posterior,
semiplegia, DM tipe 1 dan tipe 2, NIDDM dan IDDM. Sehingga seringkali kode
antara SEP dan yang ada di resume pasien berbeda. Petugas pendaftran yang
membuat SEP juga tidak mengecek dokumen rekam medis pasien, petugas hanya
melihat dari surat pengantar rawat inap saja. Petugas pendaftaran juga
menjelaskan bahwa 90% kode melihat di google dan 10% melihat di ICD-10.
Adapun pernyataan petugas pendaftaran adalah sebagai berikut.
“Ya paling banyak kita lihatnya di mbah google dek, ya persentasenya sekitar
90% di mbah google dan 10% lihat di ICD-10, itu biar cepet dek, kasihan kalau
pasiennya antri lama”
(Petugas pendaftaran 1, 2018)

Saat penginputan kode diagnosis, petugas pendaftaran sering mencari kode


langsung di google bukan di ICD sehingga kodenya seringkali tidak sesuai. Selain
itu, petugas pendaftaran juga tidak mengikuti aturan kodefikasi yaitu menentukan
leadterm terlebih dahulu. Seringkali petugas pendaftaran dalam searching
diagnosa menggunakan anotominya bukan patofisiologi. Sehingga dapat
disimpulkan petugas pendaftaran dalam menentukan kode diagnosis tidak sesuai
dengan prosedur klasifikasi dan kodefikasi penyakit.
98

Masalah lainnya dalam pembuatan SEP yang dialami oleh petugas


pendaftaran adalah apabila pasin tidak melengkapi berkas sampai 3 hari padahal
pembuatan SEP dibatasi sampai 3 hari. Jika pasien belum melengkapi persyaratan
administrasi lebih dari 3 hari maka SEP tidak dapat diterbitkan. Hal ini sesuai
dengan yang diungkapakan oleh petugas pendaftaran yakni sebagai berikut.
“Biasanya kalau persyaratan administrasi pasien belum lengkap dan itu melebihi
dari 3 hari, biasanya kami manipulasi dek, manipulasinya di tanggal masuk
pasien”
(Petugas pendaftaran 1, 2018)

Kutipan tersebut menyatakan bahwa apabila pasien melengkapi berkas


klaim lebih dari 3 hari maka dalam penentuan tanggal masuk dimanipulasi agar
dapat diklaim oleh BPJS Kesehatan. Permasalahan dalam pembuatan SEP tersebut
disebabkan oleh lama kerja petugas pendaftaran. Petugas pendaftaran di bagian
rawat inap yang mengurus dalam pembuatan SEP mengatakan bahwa petugas
masih baru bekerja di Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo sehingga pada awal
bekerja masih dibantu oleh petugas yang senior namun sekitar bekerja dapat 2-3
minggu, petugas pendaftaran dibiarkan mengerjakan sendiri dalam pembuatan
SEP. Hal ini seperti yang dinyatakan oleh petugas pendaftaran sebagai berikut.
“Saya masih baru bekerja disini dek. Saya kerja disini sekitar bulan Juli 2018
berarti jika dihitung sudah dapat 3 bulan. Jadi awal kerja disini langsung
dipasrahi di bagian pendaftaran dan awalnya deg-degan, dibantu sama mbak-
mbak yang senior, kalau salah-salah dikit nanti ya tanya dan dimaklumi kok sama
mbak senior”
(Petugas pendaftaran 1, 2018)

Kutipan tersebut menjelaskan bahwa apabila petugas pendaftaran


melakukan kesalahan dalam pembuatan SEP akan dibantu oleh petugas yang lebih
senior. Kesalahan dalam pembuatan SEP disebabkan belum adanya pelatihan
terkait cara pegisian maupun pengecekan persyaratan administrasi klaim dari
pihak eksternal. Petugas pendaftaran hanya menerima informasi dari petugas
senior dan petugas senior mendapatkan informasi tersebut dari undangan yang
diberikan oleh pihak BPJS Kesehatan serta searching di google. Pihak BPJS
Kesehatan pernah memberikan undangan kepada pihak Rumah Sakit Mitra Sehat
Situbondo untuk menghadiri sosialisasi terkait persyaratan administrasi pasien
99

asuransi namun petugas pendaftaran tidak menghadirinya dikarenakan lokasi


Kantor Cabang BPJS Kesehatan berada di Banyuwangi karena Rumah Sakit Mitra
Sehat Situbondo mendapatkan verifikator internal di Banyuwangi. Djuhaeni
(2012) dalam aktivitas manajemen SDM juga menjelaskan bahwa diperlukan
adanya upaya pengembangan SDM melalui pelatihan untuk meningkatkan kinerja
SDM tersebut.
Ketidaklengkapan persyaratan administrasi pasien asuransi tidak
dipengaruhi oleh latar belakang pendidikan petugas pendaftaran. Dua petugas
pendaftaran rawat inap yang membuat atau menerbitkan SEP di Rumah Sakit
Mitra Sehat Situbondo lulusan D4 Rekam Medis. Petugas menjelaskan bahwa
materi tentang cara pembuatan SEP di bangku kuliah tidak diajarkan jadi memang
materi klaim khususnya v-claim baru diterima oleh petugas pendaftaran saat
bekerja di Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa pengetahuan petugas pendaftaran terkait pendaftaran terkait regulasi
kelengkapan berkas klaim di TPPRI, berkas klaim yang harus dilengkapi di
TPPRI bagi pasien JKN, pengisian dan pembuatan SEP (SEP semua kasus, SEP
kasus kecelakaan, SEP rujukan), batas waktu pembuatan SEP, dan tindakan yang
dilakukan apabila salah dalam pembuatan SEP setelah melihat dari pedoman atau
mendengarkan melalui seseorang sudah baik. Meskipun dalam penentuan tanggal
masuk seringkali di manipulasi agar dapat diklaim ke BPJS Kesehatan dan
penentuan kode yang tidak sesuai dengan kaidah koding yaitu mengandalkan
google.
2) Verifikator Internal
Pengetahuan merupakan kumpulan informasi yang di dapat dari pengalaman
yang menjadikan seseorang itu tahu akan sesuatu (Indahyani, 2015). Pengalaman
ini dapat berasal dari dunia pendidikan seseorang tersebut misalnya di bangku
perkuliahan yang sebagian besar lebih menjurus ke bidang pekerjaannya.
Penelitian ini berkaitan dengan pengetahuan verifikator internal tentang berkas
klaim yang harus dilengkapi secara umum, pentingnya kelengkapan berkas klaim,
SEP, tindakan apabila resume tidak lengkap, kelengkapan berkas kasus bedah,
berkas penunjang untuk kasus Typhoid, rangkap kwitansi, cara mengecek
100

kelengkapan, alat mengecek kelengkapan berkas klaim, bukti pelayanan yang


harus dilengkapi setelah melihat dari pedoman atau mendengarkan melalui
seseorang. Cara mengecek kelengkapan berkas klaim harus sesuai dengan
prosedur pengajuan klaim BPJS Kesehatan karena BPJS Kesehatan memiliki
panduan dan aturan yang harus diikuti oleh Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tingkat
Lanjut seperti Petunjuk Teknis Verifikasi Klaim dan Peraturan BPJS Kesehatan
No. 4 Tahun 2016 tentang Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Koordinasi Manfaat
dalam Program Jaminan Kesehatan Nasional.
Berdasarkan hasil pengumpulan data yang telah dilakukan melalui
wawancara, verifikator internal menyatakan bahwa masih belum memahami
sepenuhnya tentang regulasi dan pedoman panduan penyelenggaraan klaim BPJS
Kesehatan seperti Petunjuk Teknis Verifikasi Klaim dan Peraturan BPJS
Kesehatan No. 4 Tahun 2016 tentang Petunjuk Teknis Penyelenggaraan
Koordinasi Manfaat dalam Program Jaminan Kesehatan Nasional. Petugas hanya
mendapatkan informasi dari teman-temannya yang lebih paham tentang klaim
BPJS Kesehatan. hal tersebut sesuai dengan pernyataan petugas pendaftaran yang
menyatakan bahwa:
“Kalau peraturan kelengkapan kita jarang baca malah nggak baca sama sekali
palingan ya pas kuliah dulu aja, itu pun lupa dek, kan uda lama. Biasanya kita
tahu tentang kelengkapan berkas klaim itu dari grup whatsapp BPJS Kesehatan,
kadang juga dikasih undangan bila ada pergantian syarat atau sistem”
(Verifikator internal 1, 2018)

Namun meskipun verifikator internal jarang membaca peraturan terkait


kelengkapan berkas klaim, petugas paham mengenai hal-hal apa saja yang harus
dilengkapi. Terbukti pada hasil wawancara yang telah dilakukan sebagai berikut.
“Biasanya kalau persyaratan klaim untuk pasien rawat inap itu SEP, resume,
clinical pathway, surat pengantar rawat inap, register IGD bila pasien masuk
melalui IGD, surat keterangan kelahiran (bila kasus persalinan), pemeriksaan
penunjang, laporan operasi (bila ada)”
(Verifikator internal 1, 2018)

Hasil wawancara menjelaskan bahwa persyaratan klaim diantaranya SEP,


resume, clinical pathway, surat pengantar rawat inap, register IGD bila pasien
masuk melalui IGD, surat keterangan kelahiran (bila kasus persalinan),
101

pemeriksaan penunjang, laporan operasi (bila ada). Jika tetap terjadi


pengembalian berkas klaim rawat inap oleh BPJS Kesehatan setalah dilakukan
verifikasi di rumah sakit, hal tersebut disebabkan kurangnya ketelitian verifikator.
Kurangnya ketelitian karena menumpuknya berkas yang harus di cek dan
tenggang waktu pengumpulan berkas klaim hampir habis yakni setiap tanggal 15
bulan berikutnya. Hal tersebut disampaikan oleh verifikator internal sebagai
berikut.
“Kadang kalau berkas lagi nggak masuk di sini (ruang casemix) ya kita
ngerjakan yang lainnya dek tapi kalau semua berkas uda masuk, kita mulai
ngerjakan, kalau nggak teliti ya wajar dek, pekerjaan kita banyak, apalagi
sekarang prosedur BPJS tambah rumit. Tambah banyak permintaannya”
(Verifikator internal 1, 2018)

“Memang kadang kita nggak teliti dek apalagi kalau sudah capek”
(Verifikator internal 2, 2018)

Kutipan wawacara tersebut menjelaskan bahwa ketidaktelitian verifikator


dalam mengecek kelengkapan berkas klaim yaitu karena banyak berkas yang
harus dicek kelengkapannya dan prosedur klaim lebih rumit dari sebelumnya.
Ketidaktelitian disebabkan verifikator terlalu capek dengan tumpukan pekerjaan.
Terkait pemahaman verifikator internal mengenai batas waktu penyerahan berkas
klaim ke kantor cabang BPJS Kesehatan, semua verifikator tahu batas terakhir
pengumpulan berkas klaim.
“Setiap tanggal 15 bulan berikutnya tapi ditoleransi tanggal 20”
(Verifikator internal 1, 2018)

“Dulu itu setiap tanggal 10 bulan berikutnya, sekarang ganti tanggal 15”
(Verifikator internal 2, 2018)

Hasil kutipan tersebut menyatakan bahwa petugas paham bahwa batas


pengiriman ke BPJS Kesehatan setiap tanggal 15 bulan berikutnya namun BPJS
Kesehatan memberikan batas toleransi sampai tanggal 20 bulan berikutnya.
Sehingga untuk masalah pengiriman berkas klaim ke BPJS Kesehatan tidak
mengalami masalah. Apabila terjadi ketidaklengkapan secara kuantitatif maupun
kualitatif, hal tersebut disebabkan petugas tidak pernah dilakukan sosialisasi
102

maupun pelatihan langsung dengan BPJS Kesehatan, hanya diberikan undangan


apabila ada peraturan terbaru, dan apabila ada yang tidak diketahui, biasanya
diungkapkan pada grup whatsapp. Sehingga dapat disimpulkan pengetahuan
verifikator internal terkait kelengkapan berkas klaim sudah cukup baik sebab
verifikator internal telah mengetahui berkas klaim yang harus dilengkapi secara
umum, pentingnya kelengkapan berkas klaim, SEP, tindakan apabila resume tidak
lengkap, kelengkapan berkas kasus bedah, rangkap kwitansi, dan cara mengecek
kelengkapan. Namun verifikator internal kurang paham tentang alat mengecek
kelengkapan berkas klaim, bukti pelayanan yang harus dilengkapi, dan
pemeriksaan penunjang untuk kasus Typhoid. Apabila terjadi ketidaklengkapan
berkas klaim, hal tersebut disebabkan oleh ketidaktelitian petugas dalam
mengecek kelangkapan karena banyaknya berkas yang harus dicek. Selanjutnya
disebabkan belum adanya dilakukan sosialisasi maupun pelatihan langsung
dengan BPJS Kesehatan, hanya diberikan undangan apabila ada peraturan terbaru,
dan apabila ada yang tidak diketahui, biasanya diungkapkan pada grup whatsapp.
Selain itu, pengetahuan verifikator dalam kategori cukup karena verifikator
internal belum paham tentang clinical pathway.
b. Kedisiplinan
Proses pengecekan kelengkapan berkas klaim di Rumah Sakit Mitra Sehat
Situbondo tidak mengunakan check list sehingga verifikator internal melakukan
pengecekan berkas klaim secara langsung tanpa di list. Oleh sebab itu seringkali
terjadi kelewatan/ketidaktepatan dalam pengecekan berkas klaim baik
kelengkapan isi maupun kelengkapan berkas klaim yang meliputi SEP, resume,
surat pengantar rawat inap, surat keterngan kelahiran (bila ada), laporan
pemeriksaan penunjang, laporan operasi (bila ada), dan lain-lain. Hal ini sesuai
yang diungkapkan oleh verifikator internal sebagai berikut.
“Disini nggak ada checlist buat klaim, ya kita langsung aja ngeceknya”
(Verifikator internal 1, 2018)

“Iya emang kita kayak gitu dek biar cepat, kita nggak usah checklist-checklist-
an”
(Verifikator internal 2, 2018)
103

Hasil wawancara tersebut menjelaskan bahwa di Rumah Sakit Mitra Sehat,


verifikator internal tidak menggunakan checklist kelengkapan berkas klaim.
Checklist merupakan alat bantu untuk mengetahui berkas yang sudah lengkap atau
berkas belum lengkap dilihat dari kelengkapan jumlah berkas maupun pengisian
berkas. Tidak berjalannya checklist juga terjadi di RSUD Dr. Soekarjo
Tasikmalaya yang menyebutkan bahwa tidak berjalannya checklist akan
menyulitkan petugas padahal checklist berfungsi untuk memudahkan dalam
menganalisis kelengkapan berkas klaim rawat inap (Nurdiah dan Iman, 2016).
Tidak dibuatnya lembar checklist di Rumah Sakit Mitra Sehat disebabkan petugas
merasa akan memperlambat pekerjaan karena harus mencentang ke kertas kembali
dan verifikator internal dikejar waktu untuk penyerahan berkas klaim ke kantor
cabang BPJS Kesehatan Banyuwangi. Sehingga besar kemungkinan
pengembalian berkas klaim rawat inap disebabkan karena tidak adanya lembar
checklist sebab lembar checklist akan membantu mempermudah pengecekan
kelengkapan berkas klaim. Hal ini seperti yang dinyatakan oleh verifikator
internal sebagai berikut.
“Sebenarnya memang lebih enak kalau ada checklist se dek tapi ya gitu takut
lama juga, kan kita juga dikejar target buat ngirim berkas ke BPJS”
(Verifikator internal 1, 2018)

Verifikator internal mengakui bahwa memang penting checklist guna


membantu pekerjaan petugas dan agar lebih sistematis sebab sistem verifikasi
klaim saat ini berbeda. Verifikasi klaim yang saat ini diterapkan di Rumah Sakit
Mitra Sehat menggunakan scan dan manual. Berkas yang di scan diantaranya
adalah surat keterangan rawat inap, surat keterangan kelahiran (bila ada), laporan
operasi (bila ada), laporan pemeriksaan penunjang, dan sebagainya sedangkan
yang dikirim hardcopy langsung ke kantor cabang BPJS Kesehatan adalah SEP
dan resume medis pasien. Sehingga checklist mempengaruhi terjadinya
ketidaklengkapan berkas klaim dan mengyebabkan terjadinya pengembalian
berkas klaim. Oleh sebab itu, diperlukan checklist agar ketidaklengkapan jumlah
berkas klaim maupun ketidaklengkapan pengisian berkas klaim dapat dicegah.
104

c. Pengalaman Kerja
Pengalaman kerja merupakan suatu kemampuan yang dimiliki oleh
karyawan dalam menjalankan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya.
Pengalaman kerja menunjukkan berapa lama agar karyawan bekerja dengan baik.
Pengalaman kerja juga meliputi banyaknya jenis pekerjaan atau jabatan yang
pernah diduduki oleh seseorang atau lamanya seseorang bekerja atau lama jabatan
pada masing-masing pekerjaan tersebut (Hasibuan, 2000). Pengalaman kerja
dalam penelitian ini yaitu kemampuan atau keterampilan petugas pendaftaran
dalam melayani kelengkapan berkas klaim dan membuat SEP serta verifikator
internal dalam mengidentifikasi kelengkapan berkas klaim rawat inap dan
membedakan antara berkas klaim rawat inap yang lengkap dan tidak lengkap.
Masing-masing petugas memiliki pengalaman kerja yang berbeda-beda dilihat
dari lamanya petugas bekerja dan jenis pekerjaan yang dikerjakan.
1) Petugas Pendaftaran
Pengalaman kerja berhubungan erat dengan keterampilan atau kemampuan
seseorang dalam menyelesaikan pekerjaannya. Kemampuan kerja merupakan
kapasitas individu dalam menyelesaikan tugas yang menjadi tanggungjawabnya
(Sirnamora, 2006). Kemampuan bekerja masing-masing individu pasti berbeda,
ada yang memiliki kemampuan di atas rata-rata dan ada juga yang biasa saja.
Pengalaman bekerja mutlak diperlukan agar petugas dapat menyelesaikan
tugasnya secara cepat dan tepat sesuai dengan metode atau standar kerja yang
telah ditetapkan sehingga tujuan organisasi dapat tercapai.
Keterampilan atau kemampaun dalam bekerja menjadi dasar petugas
pendaftaran klaim pasien rawat inap dalam menyelesaikan pekerjaannya secara
cepat dan tepat. Meskipun masih terjadi kebingungan penginputan apabila pasien
belum melengkapi berkas lebih dari 3 hari, secara umum penginputan dan
penerbitan SEP dilakukan secara cepat. Kebingungan petugas pendaftaran dalam
menentukan tanggal SEP tersebut membuat petugas melakukan manipulasi
tanggal masuk pasien agar berkas dapat di klaim sebab batas pembuatan SEP
pasien rawat inap adalah 3 hari. Hasil wawancara dengan petugas pendaftaran
menyatakan bahwa:
105

“Kita pembuatan SEP nggak lama kok dek paling sekitar 2 menit kecuali kalau
reloadnya lama bisa lebih dari 10-15 menit. Terus juga kalau kita bingung
menentukan tanggal masuk juga lama, cari kode diagnosis juga lama”
(Petugas pendafatarn 1, 2018)

Hasil observasi dengan menggunakan stopwatch menunjukkan bahwa


petugas dalam pembuatan SEP mumbutuhkan waktu 2 menit apabila tidak terjadi
gangguan yang tidak diinginkan seperti error. Apabila terjadi error maka waktu
yang dibutuhkan untuk membuat SEP bisa melebihi 10-15 menit per pasien.
Penyebab kebingungan petugas dalam menentukan tanggal SEP adalah menunggu
pasien rawat inap dalam melengkapi berkas klaim rawat inap. Apabila pasien
benar-benar lama dalam melengkapi berkas klaim maka pasien harus mau menjadi
pasien umum. Penyebab lainnya jika penginputan lama yaitu penentukan kode
sebab kadang diagnosa yang dituliskan oleh dokter, kemudian dicari kodenya di
ICD-10 ternyata kodenya berbeda dengan di aplikasi v-claim. Selain itu, penyebab
lainnya yaitu proses reload yang lama. Proses reload yang lama disebabkan ketika
petugas tidak langsung mengerjakan SEP atau ketika jaringannya buruk. Kurang
telitinya petugas pendaftaran biasanya ada pada tanggal lahir sebab tanggal lahir
berupa angka dan angka membutuhkan waktu untuk mengetik. Ketidaktelitian
juga dipengaruhi karena banyaknya pasien yang mendaftar sebab petugas
pendaftaran bukan hanya membuat SEP rawat inap tapi juga membuat rawat jalan.
Seorang pegawai yang memiliki pengalaman kerja yang tinggi akan
memiliki keunggulan dalam mendeteksi kesalahan, memahami kesalahan dan
mencari penyebab munculnya kesalahan. Keunggulan tersebut bermanfaat bagi
pengembangan keahlian (Purnamasari, 2005). Salah satu indikator pengalaman
kerja adalah masa kerja dan keterampilan yang dimiliki. Adapun data masa kerja
petugas pendaftaran adalah sebagai berikut.
Tabel 4.5 Masa Kerja Informan Penelitian Tahun 2019
No. Jabatan Masa Kerja
1. Petugas pendaftaran 1 6 bulan
2. Petugas pendaftaran 2 6 bulan
Sumber: Bagian Kepegawaian RS Mitra Sehat Situbondo, 2019.
106

Berdasarkan tabel 4.6 dapat diketahui bahwa masa kerja kedua petugas
pendaftaran adalah 6 bulan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa 2 petugas
memiliki masa kerja kurang dari 3 tahun dan petugas pendaftaran masih belum
terbiasa mengetik 10 jari. Sehingga besar kemungkinan pengalaman kerja yang
kurang menyebabkan ketidaklengkapan berkas klaim khususnya dalam penerbitan
SEP.
2) Verifikator Internal
Pengalaman kerja adalah sejauh mana tenaga dapat mencapai hasil yang
memuaskan dalam bekerja tergantung dari kemampuan, kecakapan, dan
keterampilan tertentu agar dapat melaksanakan pekerjaannya dengan baik.
Sehingga pengalaman merupakan atribut penting dimana seseorang memiliki
keahlian melaksanakan tugasnya melebihi selektif terhadap informasi mengingat
agar tidak terjadi kesalahan lebih besar dalam mengerjakan tugasnya. Keahlian
kerja menjadi dasar verifikator internal dalam menyelesaikan pekerjaannya secara
cepat dan tepat. Meskipun masih terjadi ketidaktelitian verifikator internal dalam
mengidentifikasi kelengkapan berkas klaim, secara umum proses pengecekan
kelengkapan berkas klaim sudah cukup baik. Hal ini dibuktikan dengan hasil
wawancara sebagai berikut.
“Kita kan cuma bertiga terus berkas yang harus kita cek banyak soalnya nggak
hanya rawat inap aja tapi juga rawat jalan. Yah… wajar juga kita nggak fokus
apalagi kalau mepet mau di kirim ke BPJS”
(Verifikator internal 1, 2018)

Hasil wawancara tersebut menunjukkan bahwa ketidaklengkapan/


ketidaksesuaian disebabkan verifikator internal tidak fokus dalam pengecekan
berkas klaim. Pengembalian berkas klaim oleh BPJS Kesehatan karena
ketidaklengkapan berkas klaim rata-rata disebabkan oleh ketidaksesuaian antara
pemeriksaan penunjang dan diagnosa yang diberikan oleh dokter yang
bertanggungawab (DPJP). Apabila ada kasus yang seperti itu maka verifikator
internal akan menuliskan ke lembar khusus yang diberikan oleh BPJS Kesehatan
sebagai klarifikasi diagnosa atau mengklarifikasi kepada dokter apabila ada
ketidaksesuaian antara pemeriksaan penunjang dan diagnosa. Ketidaksesuaian
antara pemeriksaan penunjang dan diagnosa juga disebabkan ketidaktahuan
107

verifikator tentang patofisiologi manusia. Indikator pengalaman kerja adalah


kemampuan untuk memahami dan menerapkan informasi pada tanggung jawab
pekerjaan dan keterampilan yang merujuk pada kemampuan fisik yang dibutuhkan
untuk mencapai atau menjalankan suatu tugas atau pekerjaan (Handoko, 2009).
Salah satu indikator pengalaman kerja adalah masa kerja dan keterampilan yang
dimiliki. Adapun data masa kerja petugas pendaftaran adalah sebagai berikut.
Tabel 4.6 Tabel Masa Kerja Informan Penelitian Tahun 2019
No. Jabatan Masa Kerja
1. Verifikator internal 1 1 tahun 7 bulan
2. Verifikator internal 2 1 tahun 7 bulan
3. Verifikator internal 3 1 tahun
Sumber: Bagian Kepegawaian RS Mitra Sehat Situbondo, 2019.

Berdasarkan tabel 4.7 dapat diketahui bahwa masa kerja verifikator internal
1 dan 2 adalah 1 tahun 7 bulan sedangkan verifikator internal 3 adalah 1 tahun.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa 3 verfifikator internal memiliki masa kerja
kurang dari 3 tahun. Sehingga besar kemungkinan pengalaman kerja yang kurang
menyebabkan ketidaklengkapan berkas klaim khususnya dalam penerbitan SEP.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa pengalaman kerja verifikator internal
masih kurang karena verifikator internal belum bisa mendeteksi kesalahan dan
mencari penyebab muncul kesalahan tersebut sebelum dikirimkan ke kantor BPJS
Kesehatan sehingga terjadi pengembalian berkas klaim karena ketidaksesuaian
pemeriksaan penunjang dengan diagnosa.
d. Ketersediaan SDM
1) Petugas Pendaftaran
Hasil wawancara kepada petugas pendaftaran, jumlah petusgas yang
mengerjakan SEP berjumlah 2 orang yaitu 1 untuk shift pagi dan 1 untuk shift
sore. Dua orang tersebut semuanya lulusan perekam medis. Berikut ini adalah
hasil wawancara kepada petugas pendaftaran yang menyatakan bahwa:
“Jumlah petugas pendaftaran ada 2, semuanya lulusan perekam medis.”
“…nggak kurang sih dek kalau buat SEP saja, kalau pasien rawat inap mah lebih
dikit daripada rawat jalan. Kalau sekarang nggak kuwalahan soalnya kan
sekarang BPJS memberlakukan sistem wilayah jadi pasien nggak terlalu banyak
108

dibandingkan dulu. Kita juga merangkap mengerjakan pelaporan sensus,


sistemnya sama, sama-sama dibagi 2 pekerjaannya biar cepat.”
(Petugas pendaftaran 1, 2018)

“Nggak kuwalahan kok dek di sini tapi beda kayaknya sama pekerjaan mbak-
mbak di dalam itu, banyak banget kerjaannya”
(Petugas pendaftaran 2, 2018)

Hasil wawancara tersebut menjelaskan bahwa 2 (dua) petugas pendaftaran


sudah mencukupi untuk menerbitkan SEP setiap harinya. Ketersediaan SDM
dikatakan sudah memadai apabila beban kerja yang didapatkan petugas tidak
terlalu berat dan tidak terlalu ringan namun seimbang (Nurdiah dan Iman, 2016).
Sumber daya yang utama dalam implementasi suatu program adalah sumber daya
manusia (Almasri, 2017), sehingga penting apabila sumber daya manusia
terpenuhi. Sehingga dapat disimpulkan bahwa untuk petugas pendaftaran
jumlahnya terpenuhi meskipun petugas pendaftaran merangkap mengerjakan
laporan sensus harian karena jumlah pasien rawat inap tidak terlalu banyak.
Dengan kata lain, jumlah petugas pendaftaran tidak mempengaruhi terjadinya
pengembalian berkas klaim karena ketidaklengkapan berkas klaim.
2) Verifikator Internal
Berdasarkan hasil wawancara kepada verifikator internal, jumlah petugas yang
mengerjakan kelengkapan berkas di Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo ada 3
(tiga) orang dan semuanya lulusan perekam medis. Berikut ini adalah hasil
wawancara kepada verifikator internal yang menyatakan bahwa:
“Jumlah verifikator internal disini ada 3 orang, semuanya lulusan rekam medis
dek. Kita disini tuh kerjanya misahin berkas yang dibutuhkan untuk klaim,
ngoding, input data di INA-CBGs, scan berkas, ngirim berkas juga ke kantor
BPJS, pokok kita double-doble dek, ngerjakan pelaporan internal juga”.
“…kurang dek”
(Verifikator internal 1, 2018)

“Haduh kurang dek apalagi kalau memasuki waktu tenggang pengiriman berkas
klaim ke BPJS soalnya kan kita nggak hanya ngerjakan rawat inap saja tapi juga
rawat jalan juga”
(Verifikator internal 2, 2018)

Petugas yang berjumlah 3 orang tersebut harus dapat menyelesaikan tugas


mulai dari assembling, coding, input data ke aplikasi INA-CBGs, pelaporan, dan
109

distribusi berkas klaim ke kantor cabang BPJS Kesehatan Banyuwangi.


Banyaknya tugas yang harus dikerjakan berbanding terbalik dengan jumlah
petugas yang menangani kelengkapan berkas klaim sehingga verifikator internal
merasa kurang jumlah sumber daya manusianya. Kurangnya petugas klaim di
bagian casemix akan menambah beban kerja petugas klaim yang ada di Rumah
Sakit Mitra Sehat Situbondo. Sehingga sering juga terjadi keterlambatan
pengiriman berkas klaim ke kantor cabang BPJS Kesehatan Banyuwangi.
Menurut Gempur (2004), beban kerja berlebihan dipercaya sebagai salah satu
sumber yang paling menyebabkan stres kerja. Setiap petugas diharuskan
mengerjakan lebih dari satu pekerjaan agar dapat terselesaikan tepat waktu.
Terkadang petugas harus kerja lembur untuk mengerjakan pekerjaannya
sehingga hasilnya belum optimal. Manuaba (2000) menjelaskan bahwa dampak
beban kerja yang berlebihan akan menimbulkan kelelahan fisik atau mental atau
keduanya dan tampil dalam bentuk reaksi emosional. Sehingga besar
kemungkinan penyebab ketidaklengkapan berkas klaim disebabkan kurangnya
SDM di RS Mitra Sehat Situbondo karena yang mengecek kelengkapan berkas
klaim sejumlah 3 orang. Kegagalan yang sering terjadi dalam implementasi suatu
kebijakan salah satunya disebabkan oleh manusia yang tidak mencukupi ataupun
tidak memadai sehingga menurunkan mutu dari suatu pelayanan (Nurdiah dan
Iman, 2016). Sehingga jumlah verifikator internal mempengaruhi terjadinya
pengembalian berkas klaim karena ketidaklengkapan berkas klaim. Kurangnya
jumlah verifikator internal disebabkan oleh beban kerja verifikator internal tinggi
sehingga verifikator internal merangkap-rangkap kerjanya.
e. Gambaran Pohon Masalah dari Faktor Human terkait Ketidaklengkapan
Berkas Klaim Rawat Inap
Berikut merupakan pohon masalah faktor penyebab pengembalian berkas klaim
rawat inap oleh BPJS Kesehatan jika dilihat dari penyebab pertama yaitu
ketidaklengkapan berkas klaim rawat inap jika ditinjau dari faktor human. Adapun
gambarannya adalah sebagai berikut.
110

Pengembalian berkas klaim rawat inap oleh BPJS Kesehatan

Ketidaklengkapan berkas klaim rawat inap

Belum memahami Tidak adanya lembar Tidak dapat


Belum memahami Kesalahan inputan
pemeriksaan checklist mengetik dengan
Juknis/aturan BPJS pada SEP seperti
penunjang yang kelengkapan berkas cepat
tentang kelengkapan TTL, nomor JKN,
berkas klaim harus diserakan, dan tanggal masuk klaim
misalnya
pemeriksaan
Checklist dirasa akan Lama bekerja < 1
laboratorium atau
memperlambat tahun
laporan-laporan Tidak meminta kartu
Tidak ada sosialisasi identitas pasien dan pekerjaan
peraturan tentang tidak memfotokopi
kelengkapan berkas kartu JKN maupun
klaim identitas pasien Dikejar waktu untuk
menyerahkan berkas
ke BPJS Kesehatan
Banyaknya pekerjaan
yang harus
dikerjakan

Gambar 4.2 Pohon Masalah dari Faktor Human

Gambar 4.2 menjelaskan bahwa pengembalian berkas klaim rawat inap oleh
BPJS Kesehatan di Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo disebabkan oleh
ketidaklengkapan berkas klaim rawat inap. Ketidaklengkapan berkas klaim rawat
inap tersebut disebabkan oleh karyawan belum memahami juknis/aturan BPJS
tentang kelengkapan berkas klaim, belum memahami pemeriksaan penunjang
yang harus diserahkan, kurang ketelitian, tidak adanya lembar checklist, dan
banyak karyawan yang masih baru. Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan
faktor input dalam kinerja rumah sakit. Keterampilan dan pemahaman yang baik
akan memberikan hasil kinerja yang baik juga bagi rumah sakit. Khususnya untuk
pengelolaan klaim, jika SDM yang tersedia berpengalaman dan memahami klaim
dengan baik maka kesalahan dalam verifikasi klaim dapat dihindari.
Hasil penelitian di Rumah Sakit Dr. R. Ismoyo didapatkan bahwa jumlah
petugas yang bertugas mengurusi klaim dari pihak rumah sakit ada 5 orang. SDM
tersebut dianggap belum sesuai karena petugas rekam medis tersebut bukan
lulusan perekam medis karena hanya terdapat satu orang lulusan D3 rekam medik.
Perekam medis harus memiliki kualifikasi yaitu DIII Rekam Medis, DIV Rekam
Medis/Sarjana Terapa Rekam Medis, Sarjana Rekam Medis, dan Magister Rekam
111

Medis. Hal ini Rumah Sakit DR. R. Ismoyo dalam penyelenggaraan Rekam Medis
masih memiliki kekurangan petugas rekam medis. Sesuai dengan tujuan dari
penelitian bahwa pengelolaan klaim dapat berjalan dengan lancar jika petugas
yang berhubungan langsung dengan klaim memiliki pemahaman dan keterampilan
yang baik sehingga klaim dapat diproses dengan baik. Jika petugas klaim tidak
memiliki pengetahuan dan pemahaman yang baik dapat menyebabkan kesulitan
dalam proses klaim yang dapat mengakibatkan terganggunya arus kas rumah sakit
(Lewiani, dkk., 2017).
Kusumawati dan Prasetya (2016) juga menjelaskan bahwa ketidaklengkapan
dokumen rekam medis disebabkan karena kurangnya sarana atau alat bantu seperti
kartu kendali untuk menuliskan dokumen yang tidak lengkap, buku ekspedisi
untuk serah terima dokumen dari bangsal ke assembling sehingga tidak adanya
pengendalian dokumen rekam medis tidak lengkap, hal tersebut menyebabkan
banyak ditemukan dokumen yang kurang lengkap dalam pengisiannya dan
petugas juga mengerjakan fungsi selain assembling seperti fungsi koding yaitu
memberi kode dan mengentri kode, menyebabkan tidak efisien dalam
menjalankan tugas.

4.4.2 Faktor Penyebab dari Segi Organization Berdasarkan Ketidaklengkapan


Berkas Klaim Rawat Inap
a. Lingkungan Kerja
Lingkungan kerja merupakan salah satu komponen terpenting dalam
karyawan menyelesaikan pekerjaannya. Lingkungan kerja adalah segala sesuatu
yang ada disekitar para pekerja yang dapat mempengaruhi dirinya dalam
menjalankan tugas-tugas yang dibebankan. Lingkungan kerja ada dua macam
yaitu lingkungan kerja fisik dan lingkungan kerja non-fisik. Menurut
Sedarmayanti (2001), lingkungan kerja fisik adalah semua keadaan berbentuk
fisik yang terdapat di sekitar tempat kerja yang dapat mempengaruhi karyawan
baik secara langsung maupun tidak langsung sedangkan lingkungan kerja non
fisik adalah semua keadaan yang terjadi yang berkaitan dengan hubungan kerja,
112

baik hubungan kerja dengan atasan maupun hubungan sesama rekam kerja
ataupun hubungan dengan bawahan.
Lingkungan kerja yang dimaksud dalam penelitian ini adalah lingkungan
fisik. Hasil observasi yang telah dilakukan di ruang casemix Rumah Sakit Mitra
Sehat Situbondo didapatkan bahwa sudah terdapat lampu, meja, kursi, rak untuk
berkas, kasur untuk istirahat, dan keranjang berkas dalam menunjang proses
klaim. Namun berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan kepada verifiikator
internal, ruangan yang ada terlalu sempit sehingga berkas berserakan dimana-
mana. Jumlah keranjang berkas juga kurang untuk menampung berkas yang
berasal dari poli dan rak untuk berkas yang digunakan sebagai tempat berkas yang
belum lengkap juga masih kurang karena ingin disesuaikan dengan jumlah poli
atau ruangan. Adapun cuplikan hasil wawancara yang telah dilakukan adalah
sebagai berikut.
“Seperti yang kamu lihat dek ruangan ini sangat sempit, ukurannya sekitar 5x3
meter aja. Lampu sudah terang benderang, ruangan ini cukup bersih sih
meskipun raknya masih berdebu”
“Raknya kurang banyak ini dek soalnya polinya banyak, bangsalnya juga
banyak”
(Verifikator internal 1, 2018)

“Ruangannya sempit dek, buat gerak aja kadang susah apalagi kalau orangnya
gemuk-gemuk yang masuk tapi nyaman kok”
(Verifikator internal 2, 2018)

Hasil pengukuran yang telah dilakukan terhadap ruangan casemix


didapatkan luas ruangan sebesar 12,5 m2 dengan panjang ruang 5 meter dan lebar
2,5 meter. Berdasarkan hasil pengamatan, memang untuk ruang gerak petugas
sangat terbatas karena sempitnya ruangannya sehingga perlu adanya perluasan
ruang guna menunjang proses klaim dan dapat menghindari terjadinya kehilangan
berkas klaim.
Berbeda dengan lingkungan fisik yang ada di bagian pendaftaran, bagian
pendaftaran merasa nyaman dengan ruangannya karena memang tidak sempit dan
kebutuhan ATK juga terpenuhi meskipun penataan berkas kurang rapi. Hal ini
dibuktikan pada hasil observasi bahwa berkas masih berserakan dimana-mana dan
113

rak untuk tempat buku register kurang. Hal ini diperjelas dengan kutipan
wawancara yang dilakukan kepada petugas pendaftaran sebagai berikut.
“Kita nyaman kok dek di sini meskipun di almarinya masih berdebu, berkasnya
maaf ya masih berantakan”
“…kurang raknya dek biar berkasnya nggak berantakan”
(Petugas pendaftaran 1, 2018)

“Sudah nyaman di sini kok dek, nggak terlalu sempit, nggak ada pengamannya
buat bagian pendaftaran kayak kaca jadi kemungkinan terkena penyakit infeksi ya
sudah mau bagaimana lagi sudah resiko”
(Petugas pendaftaran 2, 2018)

Hasil observasi juga tidak ditemukan petugas pendaftaran menggunakan


masker sebagai pelindung dalam bekerja sehingga apabila terjadi penularan
infeksi maka itu menjadi konsekuensi petugas pendaftaran. Menurut petugas
pendaftaran, penggunaan masker ditakutkan akan membuat pasien merasa tidak
dihargai dan membuat pasien merasa tidak nyaman untuk bertanya. Jika memang
kondisi seperti itu, maka alangkah lebih baiknya untuk memberikan kaca pada
tempat pendaftaran agar petugas pendaftaran dapat terhidar dari resiko penyakit
menular oleh pasien atau di sebut juga penyakit akibat kerja. Besar kemungkinan
ketidaklengkapan berkas klaim disebabkan ruangan klaim sempit dan tidak ada
sekat kaca ataupun petugas pendaftaran tidak memakai masker saat bekerja.
Ruangan yang sempit berbanding terbalik dengan jumlah berkas klaim. Hal ini
akan mengidikasi terjadinya berkas tercecer, tidak terklaimkan bahkan mungkin
hilang (Nurdiah dan Iman, 2016). Namun dalam hal ini, ruangan yang sempit
tidak berpengaruh secara signifikan terhadap terjadinya pengembalian berkas
klaim karena ketidaklengkapan berkas klaim.
b. Tuntutan Antar Pribadi
Tuntutan antar pribadi adalah tekanan yang diciptakan oleh karyawan lain
(Natassia dan Indria, 2017). Tekanan yang diciptakan maksudnya apakah dalam
organisasi tersebut canggung, penuh dengan tekanan, santai, berbaur, atau
menegangkan. Hasil wawancara yang telah dilakukan kepada petugas pendaftaran
menyatakan bahwa tidak ada ketegangan dalam bekerja sehingga merasa senang
114

dalam bekerja. Hal ini sesuai dengan keterangan petugas pendaftaran sebagai
berikut.
“Saya bekerja disini baru dek, sekitar 2 bulan. Awalnya canggung ya dek, takut
gitu tapi mbak-mbak disini baik sih jadi nggak terlalu takut gitu di hari
berikutnya”
“…sejauh ini menyenangkan, kita juga sering juga curhat-curhat pekerjaan kalau
ada masalah”
“belum ada konflik dan mudah-mudahan nggak ada ya”
(Petugas pendaftaran 1)

“Awalnya dia kelihatan banget takut gitu tapi kita ngasih pendekatan soalnya
kalau canggung-canggungan juga nggak enak kan”
(Verifikator internal 2)

Sesama pegawai yang mengurus kelengkapan berkas klaim di Rumah Sakit


Mitra Sehat saling mendukung dan tidak terjadi ketegangan atau konflik. Dua
petugas pendaftaran memang bisa dikatakan masih baru bekerja di Rumah Sakit
Mitra Sehat Situbondo. Awal bekerja saja yang canggung, malu untuk bertanya,
takut salah bertindak namun setelah dijalankan beberapa hari kemudian mulai
menyenangkan. Sebab jika terjadi konflik yang tidak kunjung berakhir akan
menimbulkan stres yang cukup besar khususnya diantara karyawan yang memiliki
kebutuhan sosial yang tinggi (Natassia dan Indria, 2017). Tidak terjadinya konflik
yang berarti juga seperti yang dikatakan oleh verifikator interal Rumah Sakit
Mitra Sehat Situbondo sebagai berikut.
“Kita nggak rebutan kerjaan sih, ngapain di rebutin juga pekerjaan wong disini
memang banyak pekerjaan”
(Verifikator internal 1, 2018)

“Iya dek alhamdulillah nggak ada konflik yang berarti”


(Verifikator internal 2, 2018)

“Nggak ada konflik sih dek dan mudah-mudahan nggak ada”


“…kalau ada masalah pasti langsung diomongkan”
(Verifikator internal 1, 2018)

Sejauh ini antar karyawan yang menangani kelengkapan berkas klaim tidak
ada konflik yang berarti, jika adapun langsung diselesaikan. Petugas menyatakan
bahwa jika ada masalah langsung diselesaikan bukannya tidak saling bertegur
115

sapa hingga beberapa hari. Antar karyawan juga saling mempercayai dan saling
memberikan dukungan sebab apabila rendahnya tingkat kepercayaan dan
dukungan antar karyawan akan meningkatkan stres kerja. Sehingga tuntutan antar
pribadi tidak mempengaruhi atau tidak menyebabkan terjadinya ketidaklengkapan
berkas klaim secara kuantitatif maupun kualitatif sehingga menyebabkan
pengembalian berkas klaim rawat inap oleh BPJS Kesehatan.
c. Gambaran Pohon Masalah dari Faktor Organization terkait
Ketidaklengkapan Berkas Klaim Rawat Inap
Berikut merupakan pohon masalah faktor penyebab pengembalian berkas klaim
rawat inap oleh BPJS Kesehatan jika dilihat dari penyebab pertama yaitu
ketidaklengkapan berkas klaim rawat inap jika ditinjau dari faktor organization.
Adapun gambarannya adalah sebagai berikut.

Pengembalian berkas klaim rawat inap oleh BPJS Kesehatan

Ketidaklengkapan berkas klaim rawat inap

Berkas klaim terselip


bahkan hilang

Berkas berantakan

Tidak ada rak/kardus


untuk menampung
berkas klaim dari
poli/bangsal

Ruangan sempit

Gambar 4.3 Pohon Masalah Faktor Organization

Gambar 4.3 menjelaskan bahwa pengembalian berkas klaim rawat inap oleh
BPJS Kesehatan disebabkan oleh ketidaklengkapan berkas klaim.
116

Ketidaklengkapan berkas klaim rawat inap disebabkan oleh berkas klaim ada yang
terselip bahkan sampai hilang. Berkas yang terselip bahkan hilang tersebut
disebabkan oleh berkas yang berantakan dan karyawan tidak ada ruang gerak
untuk mengecek berkas. Apabila berkas terselip menyebabkan berkas tidak
lengkap dan akhirnya dikembalikan oleh BPJS Kesehatan. Sesuai dengan
penelitian yang dilakukan oleh Nurdiah dan Iman (2016) yang menyatakan bahwa
ruangan kerja untuk proses pengklaiman sempit atau tidak luas apabila di
bandingkan dengan berkas. hasil observasi dalam satu ruangan pengelolaan klaim
terdapat 12 orang dengan tata ruang yang ruang yang kurang baik dimana banyak
berkas klaim yang disimpan di bagian atas beberapa petugas yang penyangganya
hampir roboh. Sehingga diperlukan suatu pengamanan arsip dan dokumen agar
berkas tidak tercecer dan bahkan mungkin hilang.

4.4.3 Faktor Penyebab dari Segi Technology Berdasarkan Penyebab


Ketidaklengkapan Berkas Klaim Rawat Inap
a. Jumlah Komputer
Salah satu sarana yang mendukung terlaksananya kegiatan kerja adalah
adanya ketersediaan alat-alat perlengkapan yang disesuaikan dengan kebutuhan
serta memenuhi persyaratan estetika agar memudahkan pengamanan arsip dan
dokumen (Menteri Dalam Negeri, 2006). Salah satu peralatan yang harus ada
adalah komputer. Komputer merupakan suatu sistem yang terdiri atas peralatan
atau komponen perangkat keras (hardware) dan perangkat lunak (software) yang
bekerja secara otomatis. Jadi, komputer bukan hanya sekedar mesin hitung atau
penyimpan data namun komputer juga merupakan mesin yang memiliki
kemampuan membantu manusia dalam mengerjakan tugas yang semakin banyak
dan kompleks.
Komputer merupakan perangkat yang sangat penting dalam proses klaim
karena sistem klaim yang saat ini diterapkan di Rumah Sakit Mitra Sehat
Situbondo adalah v-klaim yang mana 30% manual dan 70% IT sehingga
komputer sangat diperlukan oleh petugas klaim di rumah sakit. Jumlah komputer
pada bagian pendaftaran ada 1 (satu) untuk membuat SEP. Jumlah komputer yang
117

hanya 1 menurut petugas pendaftaran tidak menghambat pekerjaan. Berikut


merupakan kutipan hasil wawancara sebagai berikut.
“Cukup kok dek soalnya pasiennya nggak banyak”
“…mungkin gara-gara pasiennya cuma sedikit jadi hanya menyediakan 1
komputer”
(Petugas pendaftaran 1, 2018)

Hasil wawancara tersebut menjelaskan bahwa 1 komputer cukup untuk


melakukan proses pendaftaran yang meliputi identifikasi pasien dan pembuatan
SEP. Satu komputer tersebut digunakan untuk pasien rawat jalan maupun pasien
rawat inap. Jarang sekali terjadi antrian penggunaan komputer akibat banyaknya
pasien sebab rata-rata pasien rawat jalan maupun rawat inap di Rumah Sakit Mitra
Sehat Situbondo sekitar 100-200 pasien per bulan. Hal ini juga didukung oleh
hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti bahwa ada 1 komputer untuk
pembuatan SEP baik pasien rawat jalan maupun rawat inap. Menurut Kurniawan,
dkk. (2017), machine berupa komputer adalah peralatan yang dipergunakan oleh
iarang yang ada dalam suatu organisasi sehingga dapat memperlancar atau
memudakan dalam pencapaian tujuan organisasi. Penggunaan komputer akan
menghasilkan dan membawa kemudahan dalam melaksanakan pekerjaan.
Anggaran untuk penyediaan fasilitas seperti komputer, printer, ATK cukup
tinggi sehingga apabila dibutuhkan penambahan komputer atau peralatan yang
mendukung proses klaim bisa dilakukan. Penyusunan anggaran setiap tahunnya
pasti akan dilakukan pada rapat besar dan kebutuhan sarana prasarana di setiap
unit setiap tahunnya pasti juga akan di bahas pada rapat tersebut. Perhitungan
kebutuhan jumlah komputer didasarkan pada banyaknya pasien yang berobat.
Sehingga 1 komputer tidak menghambat pekerjaan petugas dalam proses
pembuatan SEP. Satu komputer dianggap cukup untuk melayani pasien di bagian
pendaftaran sehingga tidak mempengaruhi proses klaim. Jika terjadi antrian
pasien biasanya menggunakan komputer petugas laporan yang terdapat di bagian
pendaftaran juga namun hal itu sangat jarang terjadi. Sehingga komputer tidak
menyebabkan terjadinya ketidaklengkapan berkas klaim yaitu kelengkapan SEP.
Hal ini sesuai dengan penelitian Nurdiah dan Iman (2016) yang menyatakan
118

bahwa komputer tidak menyebabkan unclaimed berkas apabila jumlah komputer


sudah memadai.
b. Jumlah Printer
Printer merupakan komponen output yang digolongkan sebagai hardcopy
device yaitu digunakan untuk mencetak keluaran dari proses yang dilakukan
komputer, baik tulisan, gambar, maupun grafik secara langsung yang umumnya
menggunakan media kertas (Yudhanto, 2010). Jumlah printer di bagian
pendaftaran untuk menangani pembuatan SEP ada 1 printer. Satu printer tersebut
dianggap cukup untuk proses penerbitan SEP baik untuk pasien rawat jalan
maupun pasien rawat inap. Satu printer dalam 1 bulan dapat mencetak SEP sekitar
150-200 lembar dan kebutuhan printer didasarkan pada perhitungan jumlah pasien
yang berobat. Printer ini harus ada di bagian pendaftaran sebab SEP sangat
penting untuk proses klaim. Berikut hasil wawancara kepada petugas pendaftaran
dan kepada ruangan adalah:
“Cukup sih”
“…pasiennya kan nggak banyak jadi 1 printer cukup”
(Petugas pendaftaran 1, 2018)

“Penyediaan printer berdasarkan jumlah pasien”


“…printer buat SEP itu mahal harganya jadi harus pinter mengelola keuangan
biar yang penting didahulukan”
(Kepala keuangan, 2018)

Penyediaan komputer dilakukan oleh kepala keuangan di Rumah Sakit


Mitra Sehat Situbondo berdasarkan jumlah kunjungan pasien setiap tahunnya dan
kekuatan penggunaan printer. Jenis printer yang digunakan adalah printer canon
dengan harga Rp. 3.000.000/printer. Pemilihan printer juga harus sesuai dengan
standar penerbitan SEP agar SEP yang dihasilkan sesuai dengan keinginan BPJS
Kesehatan. Hasil wawancara juga menjelaskan bahwa tidak terjadi antrian
penggunaan printer sehingga tidak mengganggu proses pelayanan di bagian
pendaftaran. Nurdiah dan Iman (2016) menyatakan bahwa apabila ketersediaan
printer kurang bukanlah salah satu penyebab unclaimed berkas sehingga jumlah 1
printer di Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo tidak menyebabkan
ketidaklengkapan berkas klaim yang mengakibatkan pengembalian berkas klaim
119

rawat inap oleh BPJS Kesehatan. Sehingga besar kemungkinan jumlah printer
tidak mempengaruhi ketidaklengapan berkas klaim hingga menyebabkan
pengembalian berkas klaim rawat inap oleh BPJS Kesehatan.
c. Terjadinya Error dan Cara Mengatasinya
Error merupakan suatu ketidaksabilan sistem sehingga mengganggu proses
pelayanan di rumah sakit. Error yang dimaksudkan pada penelitian ini adalah
error teknologi seperti terjadinya error pada komputer dan printer. Terjadinya
error komputer di Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo disebabkan oleh
penggunaan komputer secara bersamaan sehingga proses loading lama dan
menyebabkan not responding. Hal ini terjadi pada saat penginputan data sosial
maupun data medis pasien pada SEP. Berikut merupakan hasil wawancara kepada
petugas pendaftaran sebagai berikut.
“Kalau input datanya lama pasti nggak respon jadi langsung aja close”
“…errornya paling lama 1 jam tapi paling sering biasanya 5-10 menit sih”
(Petugas pendaftaran 1, 2018)

Berdasarkan penjelasan tersebut artinya terjadinya error dalam penginputan


data untuk penerbitan SEP disebabkan proses input data yang lama oleh petugas
pendaftaran. Biasanya petugas pendaftaran dalam mengatasi error pengisian data
untuk penerbitan SEP adalah dengan menutup (close) aplikasi untuk membuat
SEP atau menunggu sampai tidak terjadi error. Jika error lebih dari 8 jam maka
akan dipanggilkan petugas IT yang mengurus sistem di Rumah Sakit Mitra Sehat
Situbondo. Jadi petugas IT tidak ada di Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo
namun dipanggil apabila terjadi error, petugas IT di Rumah Sakit Mitra Sehat
Situbondo sama dengan RSUD Abdorahem Situbondo.
Error juga terjadi pada printer yang digunakan oleh petugas pendaftaran.
Error-nya printer biasanya berupa hilangnya tulisan atau warna, tiba-tiba kertas
macet, dan tiba-tiba printer mati. Printer yang error disebabkan oleh salah
peletakan kertas pada printer, catrite rusak sehingga warna jelek, printer tidak
dipanaskan terlebih dahulu, dan penggunaan printer melebihi kapasitas. Kapasitas
penggunaan printer seharusnya tidak lebih dari 1000 lembar per hari. Jika terjadi
120

error pada printer biasanya dipanggilkan petugas yang mengurus printer karena
petugas pendaftaran tidak mengerti cara memperbaiki error pada printer. Berikut
adalah kutipan wawancara kepada petugas pendaftaran adalah:
“Saya nggak bisa perbaiki error, kalau error ya manggil orang biar cepet”
(Petugas pendaftaran 1, 2018)

Cuplikan wawancara tersebut menjelaskan bahwa petugas pendaftaran tidak


dapat memperbaiki error disebabkan memang bukan keahliannya. Jadi, jika
terjadi error pada printer, yang dilakukan oleh petugas pendaftaran adalah
memanggil praktisi printer agar cepat diperbaiki. Proses pemiliharaan printer juga
tidak dilakukan secara periodik jadi pemeliharaan hanya dilakukan jika terjadi
masalah saja. Sehingga terjadinya error memang mempengaruhi proses klaim
namun tidak menyebabkan terjadinya pengembalian berkas klaim oleh BPJS
Kesehatan karena ketidaklengkapan berkas klaim rawat inap di RS Mitra Sehat
Situbondo.
d. Scanner
Scanner (alat pembaca optis) adalah alat yang membaca data dengan
menyinari sinar terang di atas data dan kemudian menangkap teks, citra, atau
gambar yang terpantul pada suatu matriks sel-sel foto elektronik (Suyanto, 2005).
Fungsi scanner mirip dengan mesin fotokopi. Mesin fotokopi hasilnya dapat
langsung dilihat pada kertas sedangkan scanner hasilnya ditampilkan pada layar
monitor komputer dahulu kemudian baru dapat dirubah dan dimodifikasi sehingga
tampilan dan hasilnya menjadi bagus yang kemudian dapat disimpan sebagai file
text, dokumen, dan gambar (Widjaja, 2016). Berhubung saat ini sistem klaim di
Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo 70% IT dan juga merupakan rumah sakit
percobaan menuju e-claim, maka scanner sangat diperlukan. Jumlah scanner di
Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo sebanyak 1 buah. Hal ini senada dengan
ungkapan verifikator internal sebagai berikut.
“Ada 1 scanner dan itu kurang”
(Petugas entri data, 2018)
“…ya proses klaim jadi lama”
(Verifikator internal 1, 2018)
121

Hasil wawancara tersebut menunjukkan bahwa 1 scanner kurang untuk


melakukan proses klaim sehingga proses klaim menjadi terhambat. Dibutuhkan
minimal 2 scanner untuk mendukung proses klaim sebab berkas yang diklaim
bukan hanya berkas rawat inap namun juga berkas rawat jalan. Awalnya dibelikan
1 scanner karena terdapat memang ada scanner yang jadi satu dengan printer.
Namun scanner yang jadi satu dengan printer dianggap tidak efektif karena proses
klaim lebih lama jika dibandingkan dengan dengan menggunakan portable
scanner. Sehingga dapat disimpulkan bahwa jika jumlah scanner kurang akan
menghambat proses klaim karena akan menyebabkan keterlambatan penyerahan
berkas klaim ke kantor cabang BPJS Kesehatan dan pengembalian berkas klaim
oleh BPJS Kesehatan sebab apabila jumlah printer kurang menyebabkan berkas
klaim kadang tidak ter-scan mengingat banyaknya berkas yang di scan.
e. Aplikasi yang Mendukung
Aplikasi yang digunakan untuk penerbitan SEP adalah aplikasi v-klaim. V-
klaim merupakan aplikasi yang dikembangkan oleh BPJS Kesehatan berbasis web
yang terhubung online secara nasional. Aplikasi ini salah satunya berfungsi untuk
melakukan proses input data peserta JKN-KIS yang akan mendapatkan pelayanan
di rumah sakit dan berfungsi sebagai aplikasi untuk mengirimkan softfile tagihan
pelayanan dari rumah sakit kepada BPJS Kesehatan. Aplikasi yang digunakan di
bagian pendaftaran hanya v-klaim saja, untuk aplikasi yang digunakan untuk
penentuan kode diagnosis pada pembuatan SEP juga dilakukan di aplikasi v-
klaim. Namun jika petugas merasa bingung kode pada aplikasi v-klaim maka
petugas akan menggunaka buku ICD-10. Adapun hasil wawancara kepada petugas
pendaftaran adalah sebagai berikut.
“hanya ada aplikasi v-klaim aja”
“…karena yang dibutuhkan memang hanya v-klaim”
(Petugas pendaftaran 1, 2018)

Memang hasil wawancara yang telah dilakukan kepada petugas pendaftaran


menyatakan bahwa hanya membutuhkan aplikasi v-klaim namun sebenarnya juga
membutuhkan aplikasi ICD-10 maupun ICD-9-CM sebagai penunjang sehingga
proses pelayanan jauh lebih cepat daripada menggunakan buku manual. Jika
122

terdapat aplikasi ICD-10 dan ICD-9-CM maka petugas cukup search leadterm
saja sehingga kode cepat ditemukan. Sehingga aplikasi yang mendukung untuk
proses klai seperti v-klaim, e-klaim, ICD-10, dan ICD-9-CM tidak menyebabkan
terjadinya pengembalian berkas klaim karena ketidaklengkapan berkas klaim
sebab aplikasi tersebut sudah tersedia di RS Mitra Sehat Situbondo.
f. Gambaran Pohon Masalah dari Faktor Technology terkait Ketidaklengkapan
Berkas Klaim Rawat Inap
Berikut merupakan pohon masalah faktor penyebab pengembalian berkas klaim
rawat inap oleh BPJS Kesehatan jika dilihat dari penyebab pertama yaitu
ketidaklengkapan berkas klaim rawat inap jika ditinjau dari faktor technology.
Adapun gambarannya adalah sebagai berikut.

Pengembalian berkas klaim rawat inap oleh BPJS Kesehatan

Ketidaklengkapan berkas klaim rawat inap

Aplikasi e-klaim Ada berkas yang belum di scan dan salah


sering error letak berkas klaim pada folder lainnya

Lama dalam
Ketidaktelitian petugas casemix
peninputan data

Tidak dapat mengetik Banyaknya Pekerjaan yang harus


secara cepat dikerjakan

Gambar 4.4 Pohon Masalah Faktor Technology

Gambar 4.4 menjelaskan bahwa pengembalian berkas klaim rawat inap oleh
BPJS Kesehatan disebabkan oleh ketidaklengkapan berkas klaim rawat inap.
Ketidaklengkapan berkas klaim rawat inap tersebut disebabkan oleh proses
reload/grouping yang lama dan belum ada berkas klaim yang belum di scan.
Proses reload/grouping yang lama disebabkan oleh lamanya penginputan data.
Lamanya penginputan data disebabkan oleh tidak terbiasanya karyawan mengetik
secara cepat. Berkas yang belum di scan disebabkan oleh kurangnya jumlah
123

scanner sedangkan berkas yang harus di scan banyak. Sehingga jumah scan
berbanding terbalik dengan jumlah berkas klaim yang akan di scan. Hal ini juga
terjadi di Rumah Sakit Umum William Booth Semarang yang memiliki sarana
dan prasarana untuk pelaksanaan sistem vedika yang lengkap dan layak
digunakan. Sarana dan prasarana tersebut terdiri dari komputer, printer, internet,
aplikasi, alat fotocopy, mobil untuk pengantar berkas yang sudah sesuai dengan
Surat Edaran Pelayanan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan
Nomor 18 Tahun 2017 tentang vedika. Namun pada awal pelaksanaan sistem
vedika, terkendala pada aplikasi vedika yang terkadang mengalami gangguan dari
pusat. Sehingga dapat mengganggu pelaksanaan sistem vedika, seperti
keterlambatan pengajuan klaim. Pelaksanaan e-claim, bagian casemix
merencanakan untuk melakukan pengajuan penambahan alat scan supaya
mempercepat pekerjaan (Alvianitasari, dkk., 2018).

4.5 Identifikasi Faktor Penyebab Ketidaklengkapan Berkas Klaim Rawat


Inap Berdasarkan Faktor Planning, Organizing, Actuating, dan
Controlling
4.5.1 Faktor Penyebab Ketidaklengkapan Berkas Klaim Rawat Inap dari Segi
Planning
a. Proses Planning
Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo dalam melakukan planning
(perencanaan) dengan kategori cukup. Terkait perencanaan dimana harus terdapat
SOP yang disusun atau terseedia dari sejak awal kegiatan sebagai acuan dan dasar
kegiatan petugas di Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo, namun di Rumah Sakit
Mitra Sehat Situbondo masih belum terdapat SOP terkait pengklaiman.
Berdasarkan hasil wawancara penyusunan SOP terkait pengklaiman tidak
dilakukan sebab kesibukan petugas klaim dan sering bergantinya bertugas klaim
di Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo. Selain itu, tidak dibuatnya SOP terkait
kelengkapan berkas klaim juga disebabkan oleh perubahan alur pengolahan klaim
dari BPJS Kesehatan. Adapun hasil wawancara kepada kepala rekam medis
adalah sebagai berikut.
124

“Pengennya sih buat dek tapi belum sempat”


“Banyak tugas yang harus dikerjakan dek, peraturan BPJS kan sudah banyak jadi
kita manut saja sama BPJS nggak perlu buat nanti ganti-ganti terus kalau buat
sendiri”
(Kepala rekam medis, 2018)

Kutipan wawancara tersebut menjelaskan bahwa belum ada SOP tapi pihak
rumah sakit menginginkan sebuah perencanaan yang baik agar tujuan oragnisasi
khususnya di bagian casemix dapat tercapai. Suatu perencanaan akan membantu
sebuah organisasi untuk memiliki target-target dan target tersebut harus
dilaksanakan agar dapat dijadikan evaluasi tingkat keberhasilan suatu program.
Ketersediaan SOP dapat memaksimalkan proses pengklaiman dan dapat
mengurangi berkas yang loss atau tidak teridentifikasi keberadaannya. Sehingga
proses klaim di Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo disesuaikan dengan peraturan
yang telah ditetapkan oleh BPJS Kesehatan.
Proses klaim di Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo dimulai di bagian
pendaftaran kemudian akan masuk ke poli. Berkas rekam medis yang sebelumnya
ada di bangsal, setelah pasien pulang akan masuk ke ruang casemix kemudian
oleh verifikator internal akan di pilah-pilah berkas yang dibutuhkan untuk proses
klaim. Proses pemilihan berkas tersebut dilakukan sebab tidak semua berkas
dijadikan bahan untuk klaim. Selanjutnya dilakukan proses analisis kuantitatif
yaitu pemilihan berkas yang lengkap dan tidak lengkap. Berkas yang tidak
lengkap nantinya akan di kembalikan ke bangsal dan berkas yang lengkap akan
segera dikoding. Selanjutnya berkas klaim akan diinputkan ke aplikasi INA-CBGs
lalu akan di scan dan yang terakhir berkas klaim akan dikirimkan ke kantor
cabang BPJS Kesehatan maksimal tanggal 15 bulan berikutnya. Alur proses klaim
tersebut sudah sesuai dengan alur klaim dari BPJS Kesehatan. Namun alangkah
lebih baiknya jika suatu unit membuat perencanaan sendiri agar memiliki target
jelas yang akan dicapai.
Jika akan dilakukan suatu penyusunan planning, sebaiknya planning
dilakukan oleh masing-masing bagian yang terlibat dalam pelaksanaan klaim
seperti bagian rekam medis di bagian coding dan grouping, assembling, dan
pendaftaran sehingga rencana kegiatan pengembangan dan peningkatan
125

pengetahuan, keterampilan SDM melalui pelatihan, dan lain-lain dapat tercapai.


Perencanaan ini akan memberikan pola pandang secara menyeluruh terhadap
semua pekerjaan yang akan dilakukan, siapa yang akan melakukan, dan kapan
akan dilakukan. Perencanaan juga akan menentukan kebutuhan sumber daya yang
tersedia, menetapkan tujuan program, dan menyusun langkah-langkah praktis
untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Sehingga proses planning
menyebabkan pengembalian berkas klaim oleh BPJS Kesehatan karena
ketidaklengkapan berkas klaim.
b. Kualitas Hasil Planning
Hasil identifikasi kualitas hasil planning yang dilakukan masih ditemukan
beberapa sub variabel dalam kategori kurang diantaranya rencana kegiatan untuk
peningkatan/pengendalian terjadinya pengendalian berkas klaim rawat inap.
Planning merupakan sesuatu hal yang sangat penting dan mendasari pelaksanaan
kegiatan. Terry (2006) menjelaskan bahwa planning adalah menyusun kegiatan
yang akan dilakukan di masa mendatang dengan memperhatikan sumber daya
yang dimiliki untuk mencapai sasaran yang telah ditentukan. Sehingga diharapkan
apabila dengan melakukan planning yang baik dapat mengoptimalkan sumber
daya yang dimiliki untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
Planning ini merupakan kegiatan yang sangat penting dilakukan. Hal ini
sesuai yang dikemukana oleh Koontz, Cyril dan Heins (1996) yang menyatakan
bahwa planning menjebatani kesenjangan antara keadaan pada saat sekarang
dengan keadaan yang diinginkan di masa depan. Mengingat pentingnya planning
tersebut, besar kemungkinan planning yang tidak optimal akan mempengaruhi
banyaknya jumlah pengembalian berkas klaim rawat inap oleh BPJS Kesehatan.
Planning di Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo untuk kelengkapan berkas klaim
mengacu pada peraturan yang dikeluarkan oleh BPJS Kesehatan. Belum ada
peraturan atau kebijakan dari internal (Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo)
terkait kelengkapan berkas klaim, hanya terdapat SOP Kelengkapan berkas rekam
medis secara umum dengan standar 100%. Sehingga petugas klaim yang
mengurus kelengkapan berkas klaim di Rumah Sakit Mitra Sehat harus
membuat/menyususn perencanaan agar jumlah pengembalian berkas klaim rawat
126

inap dapat diminimalisir/dicegah. Penelitian tersebut menggambarkan


keberhasilan pelaksanaan proses klaim BPJS Kesehatan sangat tergantung dari
aspek manajemen selain keterampilan teknis dari masing-masing petugas
pengelola program.
c. Gambaran Pohon Masalah dari Faktor Planning terkait Ketidaklengkapan
Berkas Klaim Rawat Inap
Berikut merupakan pohon masalah faktor penyebab pengembalian berkas klaim
rawat inap oleh BPJS Kesehatan jika dilihat dari penyebab pertama yaitu
ketidaklengkapan berkas klaim rawat inap jika ditinjau dari faktor planning.
Adapun gambarannya adalah sebagai berikut.

Pengembalian berkas klaim rawat inap oleh BPJS Kesehatan

Ketidaklengkapan berkas klaim rawat inap

Belum optimalnya SOP Tidak ada SOP kelengkapan


pengisisan berkas rekam medis berkas klaim

Belum ada sosialisasi pengisian Bingung dalam membuat SOP dan


berkas rekam medis aturan BPJS yang selalu update

Belum pernah membuat SOP

Gambar 4.5 Pohon Masalah Faktor Planning

Gambar 4.5 menjelaskan bahwa terjadinya pengembalian berkas klaim


rawat inap oleh BPJS Kesehatan disebabkan oleh ketidaklengkapan berkas klaim
rawat inap. Ketidaklengkapan berkas klaim rawat inap disebabkan oleh belum
optimalnya SOP pengisian berkas rekam medis yang disebabkan belum adanya
sosialisasi SOP pengisian berkas rekam medis. Selain itu, ketidaklengkapan
berkas klaim juga disebabkan tidak adanya SOP kelengkapan berkas klaim atau
pun pembuatan rencana strategis. Tidak dibuatnya SOP kelengkapan berkas klaim
atau pun pembuatan rencana strategis disebabkan bingungnya karyawan dalam
127

membuat SOP atau rencana strategis yang disebabkan karyawan belum pernah
membuat SOP atau pun rencana strategis. Hal ini sejalan dengan penelitian
Alvianitasari, dkk. (2018) yang menyatakan bahwa pada tahap perencanaan
bagian casemix RSU William Booth Semarang tidak ada bukti tertulis atau
dokumen perencanaan. Namun pada tahap persiapan pelaksanaan sistem vedika
sudah sesuai dengan Surat Edaran Pelayanan Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial (BPJS) Kesehatan Nomor 18 Tahun 2017 tentang vedika.
Rencana untuk mencapai tujuan pengurangan pengembalian berkas klaim
adalah dengan mengkomplitkan dokumen. Kemudian strategi untuk mencapai
tujuan percepatan pembayaran klaim dengan mempercepat klaim dan sistem kerja.
Namun rencana rumah sakit ini belum efektif karena pada pelaksanaan 6 bulan
sistem vedika masih terkendala dengan pengembalian berkas klaim atau klaim
pending dan keterlambatan pembayaran klaim. Sehingga untuk mengatasi masalah
keterlambatan pembayaran klaim, bagian casemix menyusun rencana dengan
melakukan pengajuan klaim pada tanggal 8 setiap bulannya dan melakukan
pengajuan penambahan SDM. Solusi untuk masalah klaim pending yang mungkin
disebabkan ketidaklengkapan berkas, rencana yang dipilih adalah dengan lebih
teliti dan lebih cepat penyusunan berkas klaim.
Bagian casemix RSU William Booth Semarang tidak memiliki SOP
pelaksanaan sistem vedika karena SOP pelaksanaan sistem vedika hanya dimiliki
oleh BPJS Kesehatan yang disosialisasikan ke rumah sakit. Sehingga petugas
dalam menjalankan tugasnya mengikuti SOP bidang masing-masing dan peraturan
BPJS Kesehatan yang berlaku. Surat edaran BPJS Kesehatan tidak dijelaskan
mengenai harus atau tidak suatu rumah sakit memiliki SOP pelaksanaan sistem
vedika. Walaupun demikian, pelaksanaan sistem vedika RSU William Booth
Semarang berjalan baik dan sesuai peraturan BPJS Kesehatan (Alvianitasari, dkk.,
2018). Sehingga kualitas hasil planning menyebabkan pengembalian berkas klaim
oleh BPJS Kesehatan karena ketidaklengkapan berkas klaim sebab ada beberapa
hal yang belum ada pada SOP kelengkapan berkas dan untuk SOP kelengkapan
berkas klaim masih belum ada.
128

4.5.2 Faktor Penyebab Level Kedua dari Segi Organizing Berdasarkan Penyebab
Level Pertama Ketidaklengkapan Berkas Klaim Rawat Inap
a. Pembagian Kerja
Pembagian kerja didasarkan pada keahlian dan keterampilan khusus agar
tidak ada istilahnya seluruh tugas diselesaikan oleh seseorang sehingga individu
lain tidak melakukan hal apa pun. Hasibuan (2007) juga menjelaskan bahwa
pembagian kerja yaitu informasi tertulis yang menguraikan tugas dan tanggung
jawab, kondisi pekerjaan, hubungan pekerjaan, dan aspek-aspek pekerjaan pada
suatu jabatan tertentu dalam organisasi. Pentingnya pembagian kerja ini
dinyatakan oleh Adam Smith (1995) yang menyatakan bahwa produktivitas
tenaga kerja dapat ditingkatkan melalui pembagian kerja (division of labour).
Pembagian kerja di Rumah Sakit Mitra Sehat belum optimal karena belum
optimalnya keterlibatan dokter dalam mengisi berkas rekam medis khususnya
resume dan clinical pathway yang diwajibkan untuk diserahkan ke kantor cabang
BPJS Kesehatan Banyuwangi. Hasil wawancara kepada verifikator internal
menjelaskan sebagai berikut.
“Dokter obgyn yang harus terus diingatkan padahal jika nggak perlu diingatkan,
proses klaim lebih cepat, nggak mungkin terjadi keterlambatan penyerahan ke
BPJS”
“…petugas ruangan juga kalau nyetor berkas nggak setiap hari, jadi sekalinya
nyetor banyak banget dan itu pasti mentok sama hari mau setor ke BPJS”
(Verifikator internal 1, 2018)

Kurangnya keterlibatan petugas ruangan juga mempengaruhi proses klaim


karena akan mempengaruhi kualitas kelengkapan dan kodefikasi. Semakin banyak
berkas yang masuk semakin tinggi tingkat kemalasan petugas sehingga akan
mempengaruhi kualitas dalam pekerjaan. Pembagian kerja ini dapat dikatakan
sebagai kejelasan tugas. Suatu pekerjaan tidak akan efektif jika dilakukan hanya
oleh seorang karyawan (Daft, 2007). Kejelasan tugas akan mempengaruhi kinerja
organisasi serta didukung dengan orang yang tepat pada tempat yang tepat.
Pembagian kerja mutlak dilakukan dalam organisasi agar tidak terjadi tumpang
tindih dalam pelaksanaan pekerjaan dan juga tidak menimbulkan penumpukan
pekerjaan pada satu titik dan kekosongan pada titik yang lain (Yossa dan
129

Zunaidah, 2013). Pembagian kerja pada akhirnya akan menghasilkan unit-unit dan
job description dari masing-masing unit dalam organisasi, hubungan serta
wewenang masing-masing unit. Hal ini juga dirasakan oleh petugas pendaftaran
yang menyatakan bahwa terjadi tumpang tindih pekerjaan meskipun dibantu oleh
petugas lainnya apabila terjadi antrian pasien yang panjang. Adapun hasil
wawancara kepada petgas pendaftaran adalah sebagai berikut.
“Kalau antriannya panjang pasti dibantu sama petugas lainnya yang ada di
tempat pendafataran”
“…kita juga mengurus laporan sensus”
“…grafik barber johnson selalu terbengkalai sih tapi kita masih mau mencoba
kok”
(Petugas pendaftaran 1, 2018)

Berdasarkan hasil wawancara tersebut, keterlibatan petugas lainnya sangat


mendukung dalam proses identifikasi pasien dan pembuatan SEP. Meskipun di
tempat pendaftaran bukan hanya terdapat petugas pendaftaran namun juga
terdapat kasir, laporan harian, dan lain-lain, mereka tetap saling membantu dalam
proses identifikasi pasien meskipun itu bukan tugas dan tanggung jawab mereka.
Keterlibatan petugas lainnya akan berpengaruh terhadap kecepatan pekerjaan
sehingga pekerjaan akan lebih cepat selesai. Selain itu, keterlibatan petugas
lainnya akan membangun interaksi antar karyawan meskipun mereka berbeda
unit. Sehingga pembagian kerja menyebabkan pengembalian berkas klaim rawat
inap oleh BPJS Kesehatan karena ketidaklengkapan berkas klaim sebab akan
berpengaruh pada ketelitian petugas klaim dalam melengkapi berkas klaim.
b. Job Description
Job description adalah suatu catatan yang sistematis tentang tugas dan
tanggung jawab suatu jabatan tertenru yang ditulis berdasarkan fakta-fakta yang
ada. Penyusunan uraian jabatan ini sangat penting terutama untuk menghindari
terjadinya perbedaan pengertian, untuk menghindari terjadinya pekerjaan rangkap
serta untuk mengetahui batas-batas tanggung jawab dan wewenang masing-
masing jabatan. Job description merupakan dasar dalam suatu pekerjaan. Hasil
wawancara yang telah dilakukakan, petugas pendaftaran dan verifikator internal
menjelaskan bahwa saat awal bekerja telah ditunjukkan job description (uraian
130

pekerjaan) namun pada saat bekerja job description tersebut tidak berjalan karena
ternyata pekerjaan jauh lebih banyak. Adapun hasil wawancaranya sebagai
berikut.
“Dokter obgyn yang harus terus diingatkan padahal jika nggak perlu diingatkan,
proses klaim lebih cepat, nggak mungkin terjadi keterlambatan penyerahan ke
BPJS”
“…petugas ruangan juga kalau nyetor berkas nggak setiap hari, jadi sekalinya
nyetor banyak banget dan itu pasti mentok sama hari mau setor ke BPJS”
(Verifikator internal 1, 2018)

Seringnya berganti karyawan di Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo


membuat job description pada saat awal bekerja tidak digunakan. Sehingga
karyawan pada saat sudah bekerja berbeda job description-nya dengan yang
ditunjukkan pada saat awal melamar bekerja. Job description yang kurang optimal
tentunya akan berpengaruh pada pekerjaan seseorang. Salah satu indikator job
description yang saat ini tidak dapat terpenuhi di Rumah Sakit Mitra Sehat
Situbondo adalah aplikasi deskripsi terpisah untuk setiap posisi. Tidak terpisahnya
deskripsi untuk setiap posisi akan mengakibatkan kurang jelasnya job description.
Ketidakjelasan job description juga dirasakan oleh petugas pendaftaran yang
menyatakan bahwa sebagai berikut.
“Saat proses interview dulu job description saya sebenarnya assembling tapi
waktu training di tempatkan di bagian pendaftaran”
(Petugas pendaftaran 1, 2018)

“Iya memang saya dulu bareng daftar kerjanya sama….dan memang dia dapat
assembling tapi kenyataannya malah bagian pendaftaran”
(Petugas pendaftaran 2, 2018)

Hasil wawancara tersebut menjelaskan bahwa job description yang


diberikan pada saat awal bekerja berbeda dengan kenyataan pada saat bekerja.
Setelah di cross check kepada kepala rekam medis ternyata terjadinya perbedaan
job description pada saat awal bekerja dan saat mulai bekerja disebabkan oleh
kurangnya keterampilan dan kurangnya jumlah SDM. Hasibuan (2007)
menjelaskan bahwa job description yang kurang jelas akan mengakibatkan
pekerjaan menjadi tidak beres bahkan pejabat yang bersangkutan menjadi
overacting. Hal ini terjadi oleh petugas pendaftaran bahwa bagian assembling
131

terbengkalai karena berbedanya job description tersebut. Job description juga


dapat dijadikan sebagai indikator penilaian kinerja karyawan.
Apabila seseorang melaksanakan tugas sesuai dengan pekerjaan yang
menjadi tanggung jawabnya sebagaimana yang tercantum dalam job description
maka kinerja seseorang dianggap baik (Soegandhi, 2013). Sehingga job
description menyebabkan pengembalian berkas klaim rawat inap oleh BPJS
Kesehatan karena ketidaklengkapan berkas klaim sebab akan berpengaruh pada
ketelitian petugas klaim dalam melengkapi berkas klaim. Apabila job description
tidak rinci maka akan berpengaruh pada beban kerja petugas klaim yang terlibat
dalam kelengkapan berkas klaim.
d. Gambaran Pohon Masalah dari Faktor Organizing terkait Ketidaklengkapan
Berkas Klaim Rawat Inap
Berikut merupakan pohon masalah faktor penyebab pengembalian berkas klaim
rawat inap oleh BPJS Kesehatan jika dilihat dari penyebab pertama yaitu
ketidaklengkapan berkas klaim rawat inap jika ditinjau dari faktor organizing.
Adapun gambarannya adalah sebagai berikut.

Pengembalian berkas klaim rawat inap oleh BPJS Kesehatan

Ketidaklengkapan berkas klaim rawat inap

Kurangnya komunikasi antara


dokter, perawat, bidan, dan Kelelahan petugas casemix
perekam medis

Jumlah pekerjaan tidak sebanding


Canggung untuk mengingatkan dengan jumlah petugas dan terjadi
double job description

Senioritas tenaga kesehatan

Gambar 4.6 Pohon Masalah Faktor Organizing

Gambar 4.6 menjelaskan bahwa terjadinya pengembalian berkas klaim


rawat inap disebabkan oleh ketidaklengkapan berkas klaim rawat inap.
132

Ketidaklengkapan berkas klaim rawat inap disebabkan belum optimalnya


keterlibatan dokter, perawat, dan perekam medis dalam pengisian berkas rekam
medis yang disebabkan petugas rekam medis merasa takut/canggung untuk
mengingkatkan dikarenakan belum akrab/mengenal karena masih baru bekerja.
Kecanggungan sangat dirasakan ketika berhubungan dengan dokter. Sehingga
apabila terdapat ketidaklengkapan pengisian DRM misalnya diagnosa maupun
tindakan, petugas casemix akan menitipkan ke perawat yang berjaga tidak kepada
dokternya secara langsung. Selain itu, ketidaklengkapan berkas klaim juga
disebabkan karyawan bingung dengan tugas dan tanggung jawabnya karena job
description awal berbeda saat bekerja. Hal ini disebabkan ternjadinya rolling
pekerjaan sehingga karyawan sering tidak paham apa tugas yang harus
dilakukannya. Hal ini sejalan dengan penelitian Alvianitasari, dkk. (2018)
menjelaskan bahwa bagian casemix RSU William Booth Semarang tidak
mempunyai struktur organisasi dan pembagian job description petugas. Sehingga
membingungkan dalam pekerjaan yang akhirnya semua pekerjaan dikerjakan.
Kemudian koordinasi bagian casemix berjalan baik secara langsung dan
tidak langsung. Hal tersebut sesuai dengan Surat Edaran Pelayanan Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Nomor 18 Tahun 2017 tentang
vedika, yang menjelaskan bahwa BPJS Kesehatan dan rumah sakit harus
mempunyai hubungan kerjasama yang baik. Bagian casemix mengadakan rapat
apabila terdapat masalah yang harus dibahas sedangkan koordinasi dengan BPJS
Kesehatan melalui media sosial, dimana setiap rumah sakit memiliki
penanggungjawab sistem vedika yang berhubungan langsung dengan BPJS
Kesehatan. Koordinasi yang berjalan baik, apabila ada masalah seperti berkas
klaim yang harus diperbaiki, langsung dikerjakan atau diperbaiki oleh
petugasnyang bersangkutan di bagian casemix. Apabila mengalami kendala maka
diselesaikan secara bersama-sama. Karena pada era vedika, rumah sakit
mempunyai tanggungjawab mutlak, dimana BPJS Kesehatan mempercayai rumah
sakit dalam pengajuan klaim. Sehingga petugas bagian casemix harus
bertanggungjawab terhadap profesi masing-masing
133

4.5.3 Faktor Penyebab dari Segi Actuating Berdasarkan Ketidaklengkapan Berkas


Klaim Rawat Inap
a. Motivasi
Motivasi adalah upaya untuk menimbulkan rangsangan dorongan
dan/ataupun pembangkit tenaga pada seseorang atau sekelompok orang agar ingin
berbuat dan bekerja sama secara optimal dalam melaksanakan sesuatu yang telah
direncanakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Timotius, 2016).
Motivasi juga merupakan daya pendorong yang mengakibatkan seseorang mau
dan rela mengerahkan kemampuan dalam bentuk keahlian atau keterampilan,
tenaga, waktunya untuk menyelenggarakan berbagai kegiatan yang menjadi
tanggung jawabnya dan menunaikan kewajibannya dalam rangka pencapaian
tujuan serta berbagai sasaran yang telah ditentukan (Siagian, 2004). Hasil
wawancara terkait motivasi kerja petugas pendaftaran yang mengurus SEP di
Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo sudah cukup baik. Hal ini seperti yang
diungkapkan oleh petugas pendaftaran yang mengurus SEP pasien rawat inap
adalah sebagai berikut.
“Saya juga takut dek kalau nggak melaksanakan tugas, jadi ya memotivasi diri
sendiri soalnya kan saya juga masih baru disini”
“…kepala rekam medisnya belum jelas juga dek soalnya yang lama baru
keluar….”
“…disemangati juga, “kamu bisa kok dek”, gitu biasanya”
(Petugas pendaftaran 1, 2018)

Petugas pendaftaran memberikan motivasi kepada diri sendiri agar tugas


yang telah ditanggungjawabkan dapat terlaksana dengan baik. Petugas
pendaftaran melakukan motivasi terhadap diri sendiri dengan memberikan sugesti
bahwa jika bekerja dengan maksimal akan dapat menjadi pegawai kontrak dan
bukan petugas training lagi. Awal bekerja diberikan dukungan oleh petugas yang
lebih senior tapi seiringnya waktu, hal tersebut semakin hilang disebabkan
kesibukan petugas masing-masing. Petugas juga menyatakan bahwa apabila
terdapat reward dan punishment akan lebih memberikan gairah dalam bekerja
sebab antar petugas akan bersaing untuk dapat mengerjakan tugasnya dengan
134

baik. Hal ini sesuai dengan hasil wawancara kepada petugas pendaftaran sebagai
berikut.
“Nggak ada reward dan punishment”
“Nggak tau kok nggak ada mungkin nggak ada subsidi”
“….kalau ada malah lebih semangat kerjanya dek”
(Petugas pendaftaran 1, 2018)

Dukungan dari atasan seperti dari kepala rekam medis untuk pemberian
reward dan punishment masih belum ada sebab belum ada anggaran khusus dari
atasan untuk reward dan punishment. Selain itu, ditakutkan ada kecemburuan
sosial jika hanya unit rekam medis saja yang mendapatkan reward dan
punishment. Hal ini sesuai dengan yang dijelaskan oleh kepala rekam medis
sementara di Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo sebagai berikut.
“….belum ada subsidi dari atasan”
“saya saja bekerja disini dek masak harus ngasih juga”
(Kepala Rekam Medis, 2018)

Kepala rekam medis di Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo masih belum
ditetapkan secara sah oleh Direktur Rumah Sakit. Penetapan baru direncanakan
dilaksanakan pada awal tahun 2019. Pemilihan kepala rekam medis didasarkan
pada lamanya karyawan yang bekerja di Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo pada
bagian unit rekam medis dan memiliki latar belakang pendidikan rekam medis.
Belum ada upaya untuk pemberian reward dan punishment kepada karyawan
lainnnya sebab ditakutkan ada kecemburuan sosial antar unit dan pemberian
reward dengan uang pribadi juga masih berpikir sebab masih baru juga bekerja di
rumah sakit dan masih banyak kebutuhan pribadi yang harus dipenuhi. Gibson et
al. (2003) mengungkapkan bahwa sasaran utama dari program reward adalah
untuk menarik individu yang berkualitas, menjaga karyawan agar tetap tinggal,
dan memotivasi karyawan untuk mencapai kinerja yang lebih tinggi. Mungkin
dengan pemberian reward dan punishment dapat memberikan efek lebih nyaman
lagi kepada karyawan sehingga karyawan lebih lama bekerja di Rumah Sakit
Mitra Sehat Situbondo. Pernyataan-pernyataan tersebut hampir sama seperti yang
diungkapkan oleh verifikator internal sebagai berikut.
“….nggak ada sih”
135

“kalau ada reward punishment pasti lebih semangat kerja”


“Motivasinya ya biar cepat selesai pekerjaannya biar cepat istirahat”
“Pekerjaan sesuai dengan target yang ditetapkan meskipun belum optimal”
(Verifikator internal 1, 2018)

Sebagian besar para karyawan mengharapkan adanya reward dan


punishment guna menggugah gairah bekerja. Tidak disediakannya subsidi
disebabkan oleh Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo merupakan rumah sakit
swasta sehingga pengelolaan keuangan juga harus diatur sedemikian rupa agar
semuanya seimbang. Selain itu, sistemnya BPJS Kesehatan sekarang diberlakukan
sistem wilayah artinya untuk peserta BPJS Kesehatan dapat berobat hanya di
sekitar fasilitas kesehatan terdekat sehingga hal ini sangat berpengeruh dengan
pendapatan rumah sakit. Saat sebelum diberlakukan sistem wilayah, pasien yang
berobat di Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo sampai antrian yang sangat
panjang namun setelah diberlakukan sistem wilayah, pasien di Rumah Sakit Mitra
Sehat mengalami penurunan yang cukup signifikan.
Sesungguhnya reward dan punishment dapat mengubah perilaku karyawan
sebagai contoh ketika seorang karyawan yang terkenal sering datang terlambat,
pada suatu saat ia datang tepat waktu maka ia langsung diberikan reward atas
perilakunya demikian seterusnya. Hingga akhirnya karyawan tersebut muncul
sikap pembelajaran bahwa ketika ia datang tepat waktu maka ia akan
mendapatkan reward sehingga perilaku lama (sering datang terlambat) akan
berubah dengan perilaku baru (datang tepat waktu) (Garay, 2006). Reward dan
punishment sangat penting dalam memotivasi kinerja karyawan, karena melalui
reward dan punishment karyawan akan menjadi lebih berkualitas dan bertanggung
jawab dengan tugas yang diberikan.
Reward dan punishment adalah dua kata yang saling bertolak belakang akan
tetapi, kedua hal tersebut saling berkaitan, keduanya memacu karyawan untuk
meningkatkan kualitas kerja. Pada dasarnya, baik reward maupun punishment
sama-sama dibutuhkan untuk merangsang karyawan agar meningkatkan kualitas
kerjanya. Kedua sistem tersebut digunakan sebagai bentuk reaksi pimpinan
terhadap kinerja yang ditunjukkan oleh karyawannya. Meskipun sekilas fungsi
keduanya berlawanan namun pada dasarnya sama-sama bertujuan agar seseorang
136

menjadi lebih baik, lebih berkualitas dan bertanggung jawab dengan tugas yang
diberikan. Sehingga besar kemungkinan pemberian reward dan punishment akan
mempengaruhi kinerja petugas dalam menganalisa kelengkapan berkas klaim
sehingga kejadian pengembalian berkas klaim dapat diminimalisir.
b. Pengarahan
Pengarahan merupakan upaya pengambilan keputusan yang
berkesinambungan dan terus-menerus yang terwujud dalam bentuk perintah
ataupun petunjuk sebagai pedoman dalam organisasi. Adapun syarat pengarahan
yang baik yaitu kesatuan perintah, informasi yang lengkap, hubungan langsung
dengan SDM dalam organisasi, suasana informal. Fungsi pengarahan selalu
berkaitan erat dengan peencanaan kegiatan proses klaim dalam rangka
menugaskan petugas klaim untuk melaksanakan tugas sehingga dapat mencapai
tujuan yang telah ditentukan.
Kepala rekam medis sebagai pimpinan tertinggi di unit rekam medis dalam
melakukan kegiatan pengarahan dapat dilakukan dengan saling memberikan
motivasi, membantu pemecahan masalah, melakukan pendelegasian,
menggunakan komunikasi yang efektif, melakukan kolaborasi, dan koordinasi
(Swanburg, 2000). Kepala rekam medis harus menunjukkan bahwa ia memiliki
kemampuan bekerja yang harmonis, bersikap objektif dalam menghadapi
persoalan pengembalian berkas klaim rawat inap melalui pengamatan serta kepala
rekam medis juga harus objektif dalam menghadapi tingkah laku karyawannya.
Hasil wawancara kepada kepala rekam medis menyatakan bahwa dalam
mengarahkan untuk melaksanakan pekerjaan yang sudah ditugaskan kepada
bawahannya sudah dilakukan, namun hanya dilakukan pada saat awal petugas
ditugaskan di bagian casemix tersebut. Adapun hasil wawancara kepada kepala
rekam medis sebagai berikut.
“Ngasih arahannya pas waktu awal ditugaskan disitu sih dek soalnya kan disini
petugasnya ganti-ganti”
“….kalau ada karyawan yang tanya ya saya jawab, kalau nggak tanya ya nggak
saya jawab kecuali kalau itu penting”
(Kepala rekam medis, 2018)
137

Jadi, pengarahan di bagian casemix dilakukan kepada karyawan baru hanya


pada saat awal penempatan pekerjaan namun jika dalam proses kegiatan karyawan
memiliki kendala, kepala rekam medis dengan senang hati memberikan arahan
yang benar agar karyawan dapat melaksanakan tugasnya sesuai harapan.
Pengarahan adalah proses untuk menumbuhkan semangat (motivation) pada
karyawan agar dapat bekerja keras dan giat serta membimbing mereka dalam
melaksanakan rencana untuk mencapai tujuan yang efektif dan efisien. Melalui
pengarahan, seorang kepala rekam medis menciptakan komitmen, mendorong
usaha-usaha yang mendukung tercapainya tujuan. Sehingga proses pengarahan di
Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo bisa dikatakan kurang karena hanya
dilakukan pada saat awal bekerja dan jika dilakukan pada saat kegiatan berjalan,
itu pun inisiatif karyawan bukan inisiatif dari kepala rekam medis. Besar
kemungkinan pengarahan yang yang belum optimal akan mempengaruhi jumlah
berkas yang dikembalikan. Hal ini senada dengan penelitian yang dilakukan oleh
Nurdiah (2016) yang menyatakan bahwa belum optimanlnya pengarahan dapat
menurunkan semangangat karyawan sehingga masalah belum juga dapat
diselesaikan.
c. Gambaran Pohon Masalah dari Faktor Actuating terkait Ketidaklengkapan
Berkas Klaim Rawat Inap
Berikut merupakan pohon masalah faktor penyebab pengembalian berkas klaim
rawat inap oleh BPJS Kesehatan jika dilihat dari penyebab pertama yaitu
ketidaklengkapan berkas klaim rawat inap jika ditinjau dari faktor actuating.
Adapun gambarannya adalah sebagai berikut.

Pengembalian berkas klaim rawat inap oleh BPJS Kesehatan

Ketidaklengkapan berkas klaim rawat inap

Tidak ada reward dan


punishment

Tidak ada kebijakan dari atasan

Gambar 4.7 Pohon Masalah Faktor Actuating


138

Gambar 4.7 menjelaskan bahwa terjadinya pengembalian berkas klaim


rawat inap disebabkan oleh ketidaklengkapan berkas klaim rawat inap.
Ketidaklengkapan berkas klaim rawat inap disebabkan tidak adanya reward dan
punishment yang disebabkan tidak adanya kebijakan dari atasan. Tidak adanya
kebijakan tersebut disebabkan tidak ada anggaran untuk menyelenggarakan
reward dan punishment. Selain itu, ketidaklengkapan berkas klaim juga
disebabkan kepala rekam medis tidak mau rugi sehingga ditiadakannya pemberian
reward berupa hadiah. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
Nurfadillah (2017) yang menjelaskan bahwa tidak ada reward dan punisment
berpengaruh pada kinerja karyawan dalam pengisian berkas rekam medis.
Sehingga perlu diberlakukan kebijakan reward dan punishment.

4.5.4 Faktor Penyebab dari Segi Controlling Berdasarkan Ketidaklengkapan


Berkas Klaim Rawat Inap
Evaluasi merupakan kegiatan untuk menilai atau melihat keberhasilan dan
kegagalan pelaksanaan suatu program dengan membandingkan antara hasil yang
diperoleh dengan tujuan dan/atau target yang ditentukan. keberhasilan suatu
program apabila harapan sesuai dengan kenyataan namun apabila harapan tidak
sesuai dengan kenyataan berarti program tersebut gagal dan perlu dievaluasi.
Melalui kegiatan evaluasi dapat membuahkan pengetahuan yang relevan tentang
ketidaksesuaian antara yang diharapkan dan hasil yang diterima.
Evaluasi tidak hanya sekedar menghasilkan kesimpulan mengenai seberapa
jaug masalah tersebut dapat diselesaikan tetapi juga dapat menyumbangkan
klarifikasi terhadap nilai-nilai yang mendasari suatu kegiatan serta dapat
membantu dalam penyesuaian dan perumusan kembali maslah kebijakan (Annas,
2017). Berdasarkan hasil penelitian tentang monitoring, evaluasi, dan feedback
dapat diidentifikasi bahwa kegiatan controling dalam pelaksanaan proses klaim
masih kurang. Hasil penelitian tersebut ditunjukkan masih ditemukannya
peningkatan jumlah berkas klaim yang dikembalikan oleh BPJS Kesehatan. Hasil
wawancara menyatakan bahwa belum dilakukan rapat secara rutin sehingga
139

kendala-kendala atau masalah hanya diselesaikan secara personel saja. Berikut


adalah hasil wawancara yang dilakukan kepada kepala rekam medis.
“Belum pernah dilakukan rapat secara rutin”
“Pengenlah dilakukan rapat rutin tapi kerjaan masih banyak”
(Kepala rekam medis, 2018)

Hasil wawancara menjelaskan bahwa kegiatan evaluasi terkait pengklaiman


belum dilaksanakan secara rutin. Akan tetapi evaluasi dilaksanakan apabila
terdapat kendala atau masalah saja pada kegiatan klaim seperti pengisian resume
atau clinical pathway yang tidak lengkap, adanya peraturan baru terkait prosedur
klaim, dan terjadinya pengembalian berkas klaim oleh BPJS Kesehatan. Kegiatan
evaluasi juga seharusnya dilakukan dengan membuat laporan bulanan, triwulan,
maupun tahunan agar terdapat bukti otentik terkait pelaksanaan evaluasi. Rapat
rutin seharusnya dilaksanakan kerena bersifat penting dan dengan adanya rapat
rutin nantinya dapat memecahkan atau mencari jalan keluar yang efektif dan
efisien suatu permasalahan terkait kelengkapan berkas klaim rawat inap.
Evaluasi juga dapat dijadikan suatu jembatan untuk penyampaian informasi
terkait perubahan kebijakan baru sehingga akan mudah disampaikan atau
disosialisasikan dan sebagai alat koordinasi internal serta eksternal untuk
menghindari perbedaan persepsi dan miskomunikasi (Nurdiah dan Iman, 2017).
Upaya pengawasan dan evaluasi juga perlu ditingkatkan sebab untuk memastikan
pelaksanaan krgiara sudah berjalan maksimal atau belum. Sejalan dengan teori
Murti (2004) yang menyatakan bahwa pengawasan dan evaluasi yang dilakukan
secara terus menerus dan berkesinambungan dapat memberikan koreksi untuk
menjamin tujuan organisasi dan manajemen organisasi tercapai. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa evaluasi dapat menyebabkan pengembalian berkas klaim oleh
BPJS Kesehatan karena ketidaklengkapan berkas klaim sebab belum ada evaluasi
pada bulan-bulan sebelumnya untuk mengetahui penyebab dan solusi dari masalah
tersebut. Sehingga masalah terjadinya pengembalian berkas klaim rawat inap
masih sering terjadi dan belum menemukan titik terang agar tidak terjadi
pengembalian berkas klaim rawat inap.
140

d. Gambaran Pohon Masalah dari Faktor Controlling terkait Ketidaklengkapan


Berkas Klaim Rawat Inap
Berikut merupakan pohon masalah faktor penyebab pengembalian berkas klaim
rawat inap oleh BPJS Kesehatan jika dilihat dari penyebab pertama yaitu
ketidaklengkapan berkas klaim rawat inap jika ditinjau dari faktor controlling.
Adapun gambarannya adalah sebagai berikut.

Pengembalian berkas klaim rawat inap oleh BPJS Kesehatan

Ketidaklengkapan berkas klaim rawat inap

Tidak dilakukan rapat untuk


Ketidaklengkapan berkas klaim

Beda shift dan tidak ada jadwal


rapat

Gambar 4.8 Pohon Masalah Faktor Controlling

Gambar 4.8 menjelaskan bahwa terjadinya pengembalian berkas klaim


rawat inap disebabkan oleh ketidaklengkapan berkas klaim rawat inap.
Ketidaklengkapan berkas klaim tersebut disebabkan tidak adanya kebijakan baru
yang disebabkan tidak dilakukan rapat rutin untuk evaluasi program. Tidak
adanya rapat tersebut dikarenakan antara karyawan dan atasan berbeda shift dalam
bekerja serta tidak ada jadwal rapat rutin karena memang kepala rekam medis
baru belum ditetapkan oleh pihak Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo. Penilaian
berupa monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan sistem vedika. Monitoring
dan evaluasi belum berjalan pada bagian casemix RSU William Booth Semarang.
Berdasarkan Surat Edaran Pelayanan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
(BPJS) Kesehatan Nomor 18 Tahun 2017 tentang vedika, monitoring dan evaluasi
dilakukan rutin satu bulan sekali oleh kepala bidang PMR BPJS Kesehatan untuk
mengevaluasi proses pengajuan klaim dan penanganan keluhan. Menurut BPJS
Kesehatan pada era vedika diharapkan rumah sakit mandiri melakukan evaluasi
141

internal untuk kelancaran pelaksanaan sistem vedika. Karena BPJS Kesehatan


tidak melakukan monitoring dan evaluasi sistem vedika setiap rumah sakit. Jika
tidak ada montoring dan evaluasi internal, maka masalah yang sama kemungkinan
dapat terjadi kembali (Alvianitasari, dkk., 2018).

4.6 Identifikasi Koding yang Tidak Sesuai Menurut BPJS Kesehatan


sehingga Terjadi Pengembalian Berkas Klaim Rawat Inap di RS Mitra
Sehat Situbondo
Hasil observasi yang telah dilakukan oleh peneliti dari 149 berkas klaim yang
dikembalikan oleh BPJS Kesehatan pada bulan September-Desember tahun 2018
ditemukan berkas yang dikembalikan karena ketidaksesuaian kaidah koding
antara verifikator internal rumah sakit dengan verifikator BPJS kesehatan
sejumlah 63 berkas atau 42,28% dari berkas yang dikembalikan oleh BPJS
Kesehatan. Adapun kode yang dianggap tidak sesuai adalah sebagai berikut.
Tabel 4.7 Ketidaksesuaian Kaidah Koding antara Verifikator Internal Rumah
Sakit dengan Verifikator BPJS Kesehatan Tahun 2018

Kode Menurut Kode Menurut


No. Dignosis
Rumah Sakit BPJS Kesehatan
1. Batu saluran kencing+ISK N20.2 N39.0
2. Dispepsia K30 R42
3. TB+PPOK A16.0 J44.0
4. GEA+Thypoid A09 A01.0
5. Cholecystitis + cholelithiasis K81.9 K80.1
Sumber: RS Mitra Sehat Situbondo, 2018.

Tabel 4.7 menjelaskan bahwa terdapat beberapa perbedaan kode antara verifikator
internal rumah sakit dengan verifikator BPJS Kesehatan antara lain:
a. Dokter penanggungjawab di Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo
menuliskan diagnosa batu pada saluran kencing dan ISK sehingga oleh
verifikator internal dikode N20.2 namun menurut verifikator BPJS
Kesehatan jika terdapat batu pada saluran kemih+ISK kodenya dianggap
hanya infeksi saluran kemih (ISK) sehingga harus dikode N39.0.
b. Dokter penanggungjawab di Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo
menuliskan diagnosa utama pasien dispepsia sehingga oleh verifikator
142

internal dikode K30 namun menurut verifikator BPJS Kesehatan jika pasien
menderita dispepsia dianggap sama dengan vertigo sehingga harus dikode
R42.
c. Dokter penanggungjawab di Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo
menuliskan diagnosa utama pasien TB sehingga oleh verifikator internal
dikode A16.0 namun menurut verifikator BPJS Kesehatan jika pasien
menderita TB dianggap sama dengan PPOK sehingga harus dikode J44.0.
d. Dokter penanggungjawab di Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo
menuliskan diagnosa utama pasien GEA sehingga oleh verifikator internal
dikode A09 namun menurut verifikator BPJS Kesehatan jika pasien
menderita GEA dianggap sama dengan typhoid sehingga harus dikode
A01.1. Verifikator BPJS Kesehatan menyatakan kode A01.1 sebab dalam
pemeriksaan penunjangnya ditemukan salmonela positif.
e. Dokter penanggungjawab di Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo
menuliskan diagnosa pasien Cholecystitis+cholelithiasis dan dikode K81.9
namun verifikator internal kecolongan kode, seharusnya kode tersebut
digabung sehingga dikembalikan oleh BPJS Kesehatan untuk direvisi
dengan kode K80.1.
Perbedaan kaidah koding tersebut disebabkan oleh berubah-ubahnya
verifikator dari BPJS Kesehatan sehingga antara verifikator yang satu dengan
lainnya berbeda. Selain itu, jika ada aturan baru kadang telat dalam pemberitahuan
sehingga berkas yang sudah dikirimkan ke kantor cabang BPJS Kesehatan baru
masuk undangan ke Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo. Selain itu, perbedaan
kaidah koding karena kadang verifikator internal rumah sakit kurang teliti dalam
mengecek hasil laboratorium sehingga terjadi kesalahan dalam penentuan kode.
Kecolongannya kode kombinasi karena memang kurang teliti dari verifikator
internal Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo.
Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Maimun, dkk.
(2018) yang menyebutkan bahwa telah ditemukan 93 kesalahan atau tidak tepat
dalam pengkodean penyakit (diagnosa), penentuan diagnosa utama/diagnosa
sekunder, dan ketidakteltian koder dalam pengkodingan dari 463 berkas rekam
143

medis rawat inap pada formulir ringkasan masuk dan keluar. Kesalahan
pengkodingan tersebut antara lain diagnosa epidural haemorrhage yang dikode
S02.0 seharusnya dikode S06.4 karena integral dengan diagnose sekunder dan
diagnosa utama, DHF dikode A91 seharusnya A90 karena thrombosit masih
dalam batas normal 158.000/ul, dan diagnosa anemia post haemorrhage yang
dikode D50.0 seharusnya D62 (anemia post haemorrhage) perdarahan saluran
cerna bagian atas.
Kesalahan pengkodean akan berpengaruh kepada tarif diagnosa, contohnya
penyakit TB akan berdampak pada tarif karena menggunakan aplikasi misalnya
TB Rp 3.000.0000, asma sejumlah Rp 2.000.000. Apabila petugas kodefikasi
(coder) salah dalam menetapkan kode diagnosis, maka jumlah pembayaran klaim
juga akan berbeda. Tarif pelayanan kesehatan yang rendah tentunya akan
merugikan pihak rumah sakit, sebaliknya tarif pelayanan kesehatan yang tinggi
terkesan rumah sakit diuntungkan dari perbedaan tarif tersebut sehingga
merugikan pihak penyelenggara jamkesmas maupun pasien (Suyitno. 2007).
Kasus ketidakauratan kode juga dilakukan oleh Octaria (2016) yang
menjelaskan menyebutkan bahwa penelusuran dokumen rekam medis dan laporan
3 bulan terakhir dimana pada bulan Januari sampai Maret 2015 pasien rawat jalan
BPJS berjumlah 2314 orang, dimana pengkodean diagnosa penyakit yang
dikembalikan dari verifikator BPJS Kesehatan ke petugas rekam medis berjumlah
rata-rata 60 kode diagnosa penyakit tiap bulannya, sedangkan untuk jumlah pasien
rawat inap BPJS Kesehatan berjumlah 333 orang, dimana pengkodean diagnosa
penyakit yang dikembalikan dari verivikator BPJS ke petugas rekam medis
berjumlah rata-rata 20 kode diagnosa penyakit tiap bulannya. Ketepatan
pengkodean diagnosa penyakit pasien masih ditemukan kode diagnosa yang tidak
tepat seperti halnya penyakit diabetes melitus dengan koma dikode E10
seharusnya berdasarkan ICD-10 E14.0, kode diagnosa penyakit arthritis dikode
M19 seharusnya M19.9.
Menurut Seruni dan Sugiarti (2015), ketidakakuratan kode yang terjadi
dikhawatirkan akan menimbulkan dampak yang dapat mengancam bahkan
mengganggu jalannya kegiatan di rumah sakit terutama pada kegiatan pengkodean
144

dan kegiatan lain yang terkait, antara lain terjadi ketidaksesuaian besar
pembiayaan atas pengobatan dan tindakan yang dilakukan terhadap pasien. Baik
up code maupun down code sehingga sangat berpotensi menimbulkan fraude and
abuse. Hal lain yang terkait dengan keakuratan kode tentu saja pelaporan rumah
sakit. Menurut (Wittayawarawat dkk, 2007), ringkasan diagnosa yang benar dan
pengodean untuk keadaan (pasien) sangat penting bagi sistem pelaporan rumah
sakit karena dapat membantu mengidentifikasi keakuratan masalah dan dapat
meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan, perencanaan kesehatan dan
keamanan, keuangan pelayanan kesehatan dan penelitian. Jika kode yang
dihasilkan tidak akurat, maka akan menghasilkan pelaporan yang tidak baik pula
sehingga bahkan dapat menimbulkan kesalahan dalam pengambilan keputusan
dan penelitian. Sehingga ketidakauratan kaidah koding menyebabkan
pengembalian berkas klaim oleh BPJS Kesehatan.

4.7 Identifikasi Faktor Penyebab Ketidaksesuaian Kaidah Koding


Berdasarkan Faktor Human, Technology, dan Organization
4.7.1 Faktor Penyebab dari Segi Human Berdasarkan Penyebab Ketidaksesuaian
Kaidah Koding
a. Pengetahuan
Pengetahuan merupakan sesuatu atau semua yang diketahui dan di pahami
atas dasar kemampuan seseorang adalam berpikir, merasa, maupun mengindera,
baik diperoleh secara sengaja maupun tidak sengaja (Maufur, 2008). Jadi, dalam
penelitian ini yaitu terkait hasil tahu atau semua yang diketahui oleh verifikator
internal dan petugas entri data terkait hal-hal yang berhubungan dengan proses
klaim pasien rawat inap.
1) Verifikator Internal
Pengetahuan verifikator internal berfokus pada semua hal yang diketahui
oleh verifikator internal terkait penentuan leadterm, penentuan terminologi medis,
alat untuk penentuan kode diagnosis dan tindakan, cara pengkodingan sesuai
aturan INA-CBG’s, diagnosa yang tidak ditanggung oleh BPJS Kesehatan,
diagnosa utama, diagnosa sekunder, perbedaan akut dan kronis, dan penentuan
145

kasus KLL setelah melihat dari pedoman atau mendengarkan melalui seseorang..
Cara kodefikasi diagnosa didasarkan pada ICD-10 versi 2010 sedangkan
kodefikasi tindakan didasarkan pada ICD-9-CM. Berikut adalah hasil wawancara
kepada verifikator internal adalah:
“Ya kan nggak ada keterangan apa-apa, pokoknya kalau tidak ada keterangan
apa-apa di anggap kasus akut, contohnya faringitis kalau nggak ada keterangan
berarti dianggap akut”
(Verifikator internal 1, 2018)

Pernyataan tersebut tidak dibenarkan sebab dalam penentuan akut atau


kronis didasarkan pada lamanya pasien menderita penyakit tersebut. Jika pasien
menderita penyakit faringitis melebihi dari 28 hari maka dianggap penyakit
tersebut kronis dan jika kurang dari 28 hari maka dianggap akut. Sehigga banyak
sekali didapatkan kode dengan point 9 (.9). Selain itu, penentuan untuk kasus
kecelakaan juga sering terjadi. Hal ini dikarenakan petugas bingung dalam
menentukan mana yang termasuk kasus kecelakaan dan mana yang bukan
termasuk kasus kecelakaan. Berikut adalah kutipan wawancara kepada verifikator
internal adalah:
“bukan kasus kecelakaan kalau begitu dek, kan pasien kecelakaan di rumah
bukan di lalu lintas”
“tabrak lari itu bukan kasus kecelakaan”
(Verifikator internal 1, 2018)

Menurut verifikator internal, jika pasien kecelakaan bukan tunggal artinya


ada pihak yang menabrak/ditabrak dianggap kasus kecelakaan namun petugas
tidak melihat riwayat pasien yang bersangkutan. Jika menurut BPJS Kesehatan,
apabila pasien di depan rumah meskipun bukan di jalan raya maka kasus tersebut
dianggap kasus kecelakaan. Selain itu juga kasus tabrak lari, sebenarnya kasus
tabrak lari ditanggung oleh jasa raharja namun verifikator internal menyatakan
bahwa kasus tersebut ditanggung oleh BPJS Kesehatan. Hal ini sesuai dengan
Undang-Undang No. 35 tahun 1965 yang menyatakan bahwa kasus tabrak lari
yang sudah terbukti dan kecelakaan yang sebelumnya di jamin oleh BPJS
Ketenagakerjaan/Jasa Raharja bukan ditanggung oleh BPJS Kesehatan.
146

Kasus lainnya yang juga sering salah di Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo
adalah kasus penyakit jantung padahal tidak ada dokter spesialis jantung sehingga
tidak dapat diklaimkan ke BPJS Kesehatan namun verifikator internal tetap
diklaimkan sehingga terjadi pengembalian berkas klaim. Akibat kasus-kasus
tersebut pernah terjadi 4 kasus kecelakaan yang tidak bisa ditanggung oleh BPJS
Kesehatan, kemudian verifikator internal melakukan briefing kepada keluarga
pasien untuk membayar mandiri namun pasien tidak mau karena tidak ada uang
dan itu adalah keselahan pihak rumah sakit. Sehingga rumah sakit mengalami
kerugian yang cukup signifikan sekitar Rp. 5.000.000/pasien. Kurangnya
pengetahuan tersebut disebabkan oleh kurangnya membaca peraturan baru
mengenai diagnosis yang ditanggung oleh BPJS Kesehatan. Selain itu, sering
bergantinya verifikator internal sehingga verifikator internal masih awam dengan
tata cara kerja untuk menentukan kode diagnosis yang ditanggung oleh BPJS
Kesehatan. Hal ini sesuai dengan pernyataannya sebagai berikut.
“Males bacanya dek terlalu banyak aturan”
“...saya baru kerja disini jadi maklum kalau belum paham benar aturan-aturan di
BPJS soalnya yang ada di teori beda banget sama kenyataannya”
(Verifikator internal 1, 2018)

Jadi, kurangnya membaca terkait aturan BPJS Kesehatan khususnya


masalah kode yang ditanggung oleh BPJS Kesehatan mempengaruhi terjadinya
pengembalian berkas klaim rawat inap. Selain itu, kurangnya pengetahuan terkait
terminologi medis juga berpengaruh pada jumlah pengembalian berkas klaim oleh
BPJS Kesehatan seperti anterior, posterior, lateral, unilateral, bilateral, dan lain-
lain. Belum pernah ikut pelatihan kepada verifikator internal juga dapat memicu
banyaknya kesalahan kode. Hal ini sesuai dengan pernyataan oleh verifikator
internal sebagai berikut.
“Pernah sih dek bulan September kemarin di undang sama verifikator internal
buat pelatihan tapi gara-gara jauh jadi males mau ke sana”
(Verifikator internal 1, 2018)

Tingkat kemalasan verifikator internal untuk mengikuti pelatihan juga


menjadi pemicu terjadinya peningkatan pengembalian berkas klaim rawat inap
karena kesalahan kodefikasi. Padahal undangan tersebut gratis dan akan
147

mendapatkan banyak ilmu terkait kode diagnosis maupun tindakan yang dijamin
oleh BPJS Kesehatahn. Alasan verifikator internal tidak datang menghadiri
pelatihan tersebut selain malas karena jauh juga karena tidak mau meninggalkan
pekerjaan yang menumpuk. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pengetahuan
verifikator internal masih kurang sebab belum bisa membedakan kasus KLL dan
bukan kasus KLL, struktur INA-CBG’s, leadterm suatu penyakit, dan diagnosa
yang tidak ditanggung oleh BPJS Kesehatan. Ketidakakuratan kode penyakit juga
sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sudra dan Pujihastuti (2016) yang
menyatakan bahwa ketepatan penggunaan bahasa terminologi medis dan
pengetahuan petugas tentang terminologi medis memberikan kontribusi sebesar
80% terhadap keakuratan kode diagnosis penyakit.
2) Petugas Entri Data
Pengetahuan petugas entri data lebih difokuskan kepada pemahaman
petugas terhadap penginputan data sosial maupun data medis pasien ke aplikasi
INA-CBGs (e-claim versi 5.2) serta hasil dari keluaran INA-CBGs. Secara umum,
verifikator internal memahami cara penginputan data sosial maupun data medis
serta proses grouping. Namun verifikator internal masih belum memahami
tentang maksud dari keluaran aplikasi INA-CBGs tersebut padahal keluaran
tersebut penting untuk mengetahui pendapatan rumah sakit. Berikut adalah hasil
wawancara kepada petugas entri data adalah:
“Jadi, awalnya buka alamatnya di e-claim BPJS Kesehatan terus masuk ke menu
login, kita login dan selanjutnya masuk ke halaman utama dan diisi
ini........hingga terakhir ke proses grouping dan selesai”
“...apa ya dek artinya, saya juga nggak tahu”
(Petugas entri data, 2018)

Jadi, petugas entri data tidak mengetahui dan memahami struktur dari
keluaran INA-CBGs seperti contoh A-1-15-III yang artinya pasien menderita
penyakit sepsis dengan tingkat keparahannya berat. Hal tersebut seharusnya tidak
terjadi, petugas entri data wajib mengetahui arti dari struktur tersebut sebab akan
membantu dalam penentuan diagnosa utama apabila dokter tidak bisa
menegakkan diagnosa utama. Apabila diagnosa utama tidak dapat ditegakkan oleh
dokter maka petugas entri data dapat menegakkan diagnosis dengan syarat
148

memiliki karakteristik klinik yang mirip dan menyerap biaya yang hampir sama
atas izin dari dokter. Apabila petugas entri data mengetahui struktur kodefikasi
tersebut akan membantu dalam penegakan diagnosis dan kerugian rumah sakit
dapat diminimalisir. Berdasarkan hasil wawancara didapatkan data bahwa 3
informan memiliki pengetahuan kurang karena dapat menjawab benar sebanyak 5
pertanyaan dari 10 pertanyaan (nilai 50%). Sehingga dapat disimpulkan bahwa
pengetahuan petugas entri data masih kurang sebab belum bisa membedakan
kasus KLL dan bukan kasus KLL, struktur INA-CBG’s, leadterm suatu penyakit,
dan diagnosa yang tidak ditanggung oleh BPJS Kesehatan Sehingga dapat
disimpulkan bahwa pengetahuan petugas entri data sudah baik meskipun
penginputan CNS masih kadang belum terisi sehingga kadang sering rugi.
b. Kedisiplinan
Kedisiplinan merupakan sikap atau perilaku yang menggambarkan
kepatuhan kepada suatu aturan atau ketentuan. Kedisiplinan juga merupakan
tuntutan bagi seseorang untuk lebih tertib sehingga dijadikan syarat mutlak untuk
suatu kemajuan dan perubahan-perubahan ke arah yang lebih baik (Budiono,
2006). Kedisiplinan dalam penelitian ini berfokus pada ketepatan waktu
verifikator internal dalam menyelesaikan kode diagnosa dan kode tindakan untuk
dikirimkan ke kantor cabang BPJS Kesehatan. Berikut kutipan wawancara kepada
verifikator internal adalah:
“Pokoknya setiap ada berkas yang datang dan suda lengkap kita kerjakan”
(Verifikator internal 1, 2018)

Kutipan tersebut menjelaskan bahwa setiap ada berkas yang masuk ke ruang
casemix akan langsung dikerjakan oleh verifikator internal. Meskipun kadang ada
kemalasan verifikator internal sehingga terjadi penumpukan berkas klaim di ruang
casemix. Verifikator internal juga datang tepat waktu saat bekerja namun
kadangkala jika verifikator interal jenuh, belum jam istirahat akan istirahat
terlebih dahulu. Istirahat biasanya jam 11.30-13.00 namun kadang istirahat mulai
pukul 10.00 WIB jika verifikator merasa sudah jenuh dengan pekerjaan. Hal
tersebut sesuai dengan pernyataan kepala rekam medis sebagai berikut.
149

“Memang biasanya jam 10.00 sudah istirahat kalau jenuh dan nggak terlalu
banyak pasien”
(Kepala rekam medis, 2018)

Saat di cross check kepada kepala rekam medis memang benar kadang
petugas istirahat sebelum waktu istirahat berlangsung dengan syarat pasien tidak
terlalu banyak dan kerjaan tidak terlalu banyak juga. Sehingga waktu istrirahat
lebih awal tidak mempengaruhi terjadinya kemoloran dalam proses klaim namun
yang mempengaruhi adalah kemalasan pasien jika terjadi penumpukan berkas
klaim yang harus dikerjakan. Apabila pelaksanaan disiplin kerjanya baik maka
akan tercipta rasa tanggung jawab yang besar dari diri seseorang dan lebih disiplin
dalam melaksanakan tugas-tugasnya (Sibarani, 2018). Sehingga dapat
disimpulkan bahwa kedisiplinan verifikator internal tidak menyebabkan
pengembalian berkas klaim karena ketidaksesuaian kaidah koding sebab
verifikator internal sudah disiplin dalam bekerja.
c. Pengalaman Kerja
Pengalaman kerja adalah pengetahuan atau keterampilan yang telah
diketahui dan dikuasai seseorang yang akibat dari perbuatan atau pekerjaan yang
telah dilakukan selama beberapa waktu tertentu (Trijoko, 1980). Pendapat lain
yaitu Ranupandojo (2002) mengemukakan pengalaman kerja adalah ukuran
tentang lama waktu atau masa kerja yang telah ditempuh seseorang dapat
memahami tugas–tugas suatu pekerjaan dan telah melaksanakan dengan baik.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa pengalaman kerja merupakan pemahaman dan
keterampilan seseorang dalam pekerjaannya yang dapat diukur dari masa kerja
dan kecepatan dalam mengerjakan tugas yang telah diberikan. Pengalaman kerja
pada penelitian ini berfokus pada keterampilan verifikator internal untuk
melakukan kodefikasi diagnosis dan tindakan dalam satu hari dapat
menyelesaikan berapa berkas. Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan,
verifikator internal dalam menentukan kode diagnosis membutuhkan waktu 3-5
menit/diagnosa. Hal ini ditunjang dengan hasil wawancara kepada verifikator
internal sebagai berikut.
150

“Tergantung dek, kalau diagnosanya bisa dibaca hanya 2 menit, kalau diagnosa
itu-itu saja bisa 1 menit tapi kalau tulisan tidak bisa dibaca bisa lebih dari 5
menit”
(Verifikator internal, 2018)

Berdasarkan hasil wawancara tersebut banyak faktor yang menyebabkan


kecepatan verifikator internal dalam mengkode berkurang misalnya pada saat
tulisan dokter tidak bisa di baca sehingga harus konfirmasi kepada DPJP. Selain
itu, apabila terdapat terminologi medis yang tidak diketahui oleh verifikator
internal sehingga verifikator internal harus mencari di google untuk mencari
terminologi medis seperti batu ginjal, biduran, cangkrangen, dan lain-lain. Hal
tersebut sangat mempengaruhi kecepatan dalam melakukan kodefikasi. Apabila
terdapat banyak tulisan dokter yang tidak terbaca dan banyak terminologi medis
yang tidak dipahami maka akan terjadi penumpukan berkas yang belum dikode
sehingga proses klaim akan lebih lama.
Hal ini sama yang dialami oleh petugas entri data, petugas entri data dapat
menginputkan 1 berkas biasanya sekitar 3-5 menit. Kecepatan penginputan
bergantung pada koneksi internet dan seberapa banyak pengguna aplikasi. Secara
umum, keterampilan mengetik sudah baik hanya saja memang masih belum
menggunakan 10 jari karena belum terbiasa. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
pengalaman kerja verifikator internal sudah baik karena sudah cukup cepat
apabila tidak cepat biasanya disebabkan oleh tulisan dokter yang tidak terbaca
atau butuh konfirmasi kepada DPJP. Petugas yang berpengalaman umumnya
mampu membaca tulisan dokter dengan lebih baik, serta mempunyai hubungan
interpersonal dan komunikasi yang lebih akrab dengan tenaga medis yang
menuliskan diagnosis (Windari, 2016). Pengalaman kerja petugas entri data
sendiri sudah cukup baik yaitu dapat menyelesaikan dalam waktu 3-5 menit jika
tidak terjadi error.
d. Ketersediaan SDM
Jumlah verifikator internal di Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo ada 3
orang, 1 orang yang mengurus untuk kelengkapan berkas klaim dan 2 orang yang
bertugas untuk mengkode diagnosa maupun tindakan dan sekaligus 2 orang
tersebut juga berfungsi untuk mengecek kembali kode yang telah di koding.
151

Penentuan jumlah 3 verifikator internal tersebut didasarkan atas jumlah pasien


yang berobat di Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo tanpa memperhatikan beban
kerja verifikator internal. Berikut adaalah cuplikan hasil wawancara kepada
kepala kepegawaian di Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo adalah sebagai
berikut.
“…didasarkan pada jumlah kunjungan pasien rawat jalan maupun rawat inap sih
dek”
(Kepala Kepegawaian, 2018)

Berdasarkan kutipan wawancara tersebut didapatkan bahwa penentuan


kebutuhan jumlah SDM didasarkan hanya kepada jumlah kunjungan pasien tanpa
memperhatikan beban kerja karyawan. Hal ini tidak dibenarkan sebab manajemen
yang baik harus memperhatikan beban kerja karyawannya agar kinerja dan
produktivitas karyawan dapat meningkat. Sistem klaim yang diterapkan di Rumah
Sakit Mitra Sehat Situbondo saat ini juga berbeda karena termasuk rumah sakit
percobaan menuju era e-klaim tahun 2019 sehingga pekerjaan menjadi lebih
banyak. Banyaknya pekerjaan di sebabkan 30% menggunakan manual dan 70%
menggunakan IT. Sebenarnya jika benar-benar menerapkan IT akan membantu
verifikator internal dalam proses klaim namun kenyataannya malah membebankan
verifikator internal. Sebab proses scan yang lebih lama jika menggunakan sistem
baru, jika menggunakan sistem lama, proses klaim lebih cepat karena tidak
memilah-milih berkas yang sudah di scan. Berikut adalah hasil wawancara kepada
verifikator internal adalah:
“Kurang sebenarnya dek, sistemnya sekarang beda, kerjaannya malah lebih
banyak”
(Verifikator internal 1, 2018)

Berdasarkan hasil wawancara tersebut menjelaskan bahwa pekerjaan


verifikator internal semakin banyak karena perubahan sistem klaim yakni dengan
menggunakan scan pada berkas penunjang seperti clinical pathway, pemeriksaan
penunjang, resep obat, laporan operasi, dan lain-lain sedangkan yang dikirim
secara manual/kertas adalah SEP dan resume pasien. Proses klaim dengan
menggunakan sistem baru yang membuat lama adalah proses scan karena setelah
di scan, berkas akan dipilah-pilah lagi untuk dijadikan 1 folder sehingga
152

memudahkan dalam mengecek kelengkapan berkas klaim oleh verifikator BPJS


Kesehatan. Semakin banyaknya pekerjaan tersebut maka semakin tinggi beban
kerja yang ditanggung oleh verifikator internal sehingga menjadi kewajaran
apabila terjadi lembur apalagi saat mendekati proses pengiriman berkas klaim ke
kantor cabang BPJS Kesehatan. Hasil wawancara juga menyatakan bahwa
verifikator internal membutuhkan 2 karyawan lagi untuk membantu proses klaim
sebab pekerjaan verifikator internal bukan hanya mengecek dan melakukan
kodefikasi namun juga membuat laporan internal kepada atasan. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa ketersediaan SDM masih kurang dan dapat menyebabkan
pengembalian berkas klaim oleh BPJS Kesehatan karena ketidaksesuaian kaidah
koding yang mengakibatkan kelelahan/stres kerja petugas karena tingginya beban
kerja yang harus dikerjakan. Hal ini sejalan dengan penelitian oleh Bausat (2015)
yang menyatakan bahwa adapun kendala utama yang dirasakan oleh pihak
manajemen dan juga koder justru terkait dengan kurangnya jumlah koder yang
ada. Saat ini, RSUD Tenriawaru hanya memiliki dua orang koder yang berarti
beban kerja kedua koder tersebut tidak sedikit.
e. Gambaran Pohon Masalah dari Faktor Human terkait Ketidaksesuaian
Kaidah Koding
Terjadinya pengembalian berkas klaim dari faktor human terkait ketidaksesuaian
kaidah koding disebabkan kurangnya pengetahuan petugas casemix terkait clinical
pathway dan aturan kaidah koding INA-CBGs , petugas casemix tidak mengikuti
pelatihan koding yang diadakan oleh BPJS Kesehatan, petugas malas membaca
regulasi karena banyaknya regulasi dan regulasi selalu diperbaharui, tidak
optimalnya mengkode diagnosa dan tindakan karena beban kerja tinggi, kurang
updatenya peraturan terbaru terkait kode INA-CBGs, kurangnya keterampilan
mengkode dan membaca tulisan dokter karena tulisan dokter sulit dibaca, dan
lain-lain. Berikut merupakan pohon masalah faktor penyebab pengembalian
berkas klaim rawat inap oleh BPJS Kesehatan jika dilihat dari penyebab pertama
yaitu ketidaksesuaian kaidah koding jika ditinjau dari faktor human. Adapun
gambarannya adalah sebagai berikut.
153

Pengembalian berkas klaim rawat inap oleh BPJS Kesehatan

Ketidaksesuaian kaidah koding

Tidak mengikuti pelatihan Malas membaca Kurangnya pemahaman Tidak optimalnya Kurang update Kurang keterampilan
yang diadakan oleh BPJS regulasi BPJS clinical pathway dan mengkode diagnosa peraturan BPJS menentukan kode
Kesehatan Kesehatan terminologi medis penyakit dan Kesehatan dan membaca tulisan
tindakan dokter
Lupa materi kuliah Tidak mengerti cara
Banyaknya regulasi Regulasi sering
dan belum membaca mendapatkan
yang harus dibaca diperbaharui Beban kerja banyak Tidak jelasnya tulisan
aturan INA-CBGs informasi terbaru
terkait peraturan diagnosa penyakit
BPJS Kesehatan
Beban kerja berbanding Lama kerja < 1 tahun
terbalik dengan jumlah dan tidak ada buku
verifikator internal pintar

Gambar 4.9 Pohon Masalah Faktor Human

Gambar 4.9 menjelaskan bahwa terjadinya pengembalian berkas klaim


rawat inap disebabkan oleh ketidaksesuaian kaidah koding. Ketidaksesuaian
kaidah koding artinya antara kode rumah sakit dan kode verifikator internal BPJS
berbeda. Ketidaksesuaian kaidah koding disebabkan oleh malasnya karyawan
dalam membaca regulasi terkait kodefikasi BPJS Kesehatan, kurangnya
pemahaman clinical pathway dan terminologi medis, tidak optimalnya mengkode
diagnosa penyakit maupun tindakan medis, kurang disiplinnya karyawan dalam
bekerja misalnya jam istirahat karyawan, dan kurangnya keterampilan karyawan
dalam menentukan kode. Malasnya karyawan membaca regulasi terkait kodefikasi
disebabkan banyaknya regulasi BPJS Kesehatan yang harus dipaham. Hal ini
sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Alvianitasari, dkk. (2018) yang
menjelaskan bahwa menurut BPJS Kesehatan KCU Semarang sumber daya
manusia bagian casemix RSU William Booth Semarang sudah memenuhi syarat
untuk melaksanakan sistem vedika. Aspek kompetensi, SDM bagian casemix
berkompeten dan bertanggungjawab dalam bidangnya karena pemahamannya
bagus dan cekatan. Namun SDM bagian casemix jumlahnya terbatas sedangkan
kasus setiap bulan semakin bertambah. Permenpan RB No 30 Tahun 2013, jumlah
minimal perekam medis di suatu rumah sakit tipe C sebanyak 36 orang,
sedangkan di RSU William Booth Semarang yang merupakan rumah sakit tipe C
hanya ada 7 orang perekam medis. Kemudian 2 dari 7 SDM bagian casemix
154

berpendapat bahwa kesulitan membaca tulisan diagnosa dokter sehingga dapat


menyebabkan kesalahan pengkodingan. Apabila SDM atau koder kurang teliti
maka dapat menyebabkan berkas klaim kurang lengkap.
Hal ini juga senada dengan penelitian oleh Leonard (2016) yang dilakukan
oleh SDM yang terlibat dalam pelaksanaan klaim masih dihadapkan masalah
secara kualitas dan kuantitas SDM, seperti diagnosis tidak lengkap, tidak jelas dan
tidak sesuai kaidah ICD-10 dan ICD-9-CM yang diisi oleh PPDS yang disebabkan
kurangnya pemahaman dan pengetahuan SDM, penempatan SDM masih ada yang
belum sesuai kompetensi dan jumlah SDM bagian TURP yang tidak sebanding
dengan jumlah berkas yang diverifikasi. Terkait dengan ketepatan dan
kelengkapan diagnosis dalam Permenkes 269 Tahun 2008 tentang rekam medis
menjelaskan bahwa setiap dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik
kedokteran wajib mengisi rekam medis. Dokter harus menghindari penggunaan
singkatan, tetapi harus jelas, terperinci, dan memastikan semua catatan pasien
disahkan, karena dokumentasi dokter dibutuhkan untuk reimbursement biaya
pasien. D. Harvey dan Bowin dalam aktivitas manajemen SDM juga menjelaskan
bahwa diperlukan adanya upaya pengembangan SDM melalui pelatihan untuk
meningkatkan kinerja SDM tersebut. SDM adalah aset yang dimiliki oleh sebuah
organisasi yang perlu dikelola dengan efektif agar dapat memberikan nilai tambah
pada organisasi. Jumlah dan kualifikasi SDM yang terlibat dalam setiap tahapan
pelaksanaan klaim perlu diperhatikan, seperti pelatihan, harapan dan sikap SDM
sebagai pelaksana dalam pelaksanaan klaim pelayanan pasien apakah menerima
atau menolak sistem.

4.7.2 Faktor Penyebab dari Segi Organization Berdasarkan Penyebab


Ketidaksesuaian Kaidah Koding
a. Lingkungan Kerja
Lingkungan kerja yaitu segala sesuatu yang ada di sekitar pekerja sehingga
dapat mempengaruhi seseorang dalam menjalankan tugasnya (Nitisemito, 1996
dalam Sudibya, 2012). Faktor lingkungan kerja dapat berupa lingkungan/suatu
kondisi fisik kantor/ruangan yang terdiri dari penerangan, ventilasi udara, suhu
155

udara, dan lain-lain yang mampu meningkatkan suasana kondusif, semangat kerja,
dan kinerja karyawan (Sedarmayanti, 2001). Kondisi fisik di Rumah Sakit Mitra
Sehat Situbondo yaitu ruangan sempit sehingga menghambat proses klaim. Hal ini
sesuai dengan hasil wawancara kepada verifiktor internal sebagai berikut.
“Waduh bisa dilihat sendiri dek, ruangan ini sempit”
“Ruangan ini dipakai sama verifikator internal, petugas entri data, dan tempat
istirahat petugas pendaftaran”
“…yah sekitar 3 m x 2.5 m lah”
(Verifikator internal 1, 2018)

Kutipan wawancara tersebut menjelaskan bahwa ruangan sempit dengan


panjang 3 meter dan lebar 2.5 meter. Ruangan tersebut dipakai oleh 5 orang
petugas klaim dan tumpukan ratusan berkas (berkas rawat jalan dan rawat inap)
sehingga ruangan tampak lebih sempit. Ruangan tersebut terdapat 2 komputer
beserta meja dan kursi, 1 almari berkas yang tidak lengkap, 1 kasur, dan
keranjang-keranjang sebagai wadah berkas klaim yang berasal dari ruangan.
Seringkali verifikator internal berpindah ruangan di poli jantung yang
bersebelahan dengan ruang casemix untuk mengerjakan tugasnya agar tidak
terjadi misfile karena jika berkas klaim hilang maka akan merugikan rumah sakit.
Ruangan casemix tersebut terdapat Air Conditionar (AC) yang mana
temperaturnya dapat diatur oleh karyawan. Ventilasi di ruang casemix tidak ada
sehingga penerangan dari cahaya matahari langsung tidak ada, penerangan hanya
mengandalkan lampu ruangan dengan merek philips. Faktor lingkungan ini sangat
penting karena apabila lingkungan kerja tidak dapat memuaskan karyawan maka
akan menurunkan semangat kerja karyawan dan pada akhirnya dapat menurunkan
produktifitas kerja karyawan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa lingkungan fisik
tidak terlalu berpengaruh pada terjadinya pengembalian berkas klaim karena mau
tidak mau harus tetap berada di ruangan tersebut meskipun sempit. Meskipun
kadang secara tidak langsung apabila terjadi penumpukan berkas di ruangan yang
sempit akan mensugesti diri sendiri untuk malas mengerjakan. Hal ini sejalan
dengan penelitian yang dilakukan oleh Jusmin, dkk. (2016) yang menyatakan
bahwa ruangan yang nyaman akan meningkatkan produktivitas kerja karyawan.
156

b. Tuntutan Antar Pribadi


Tuntutan antar pribadi merupakan tekanan yang diciptakan oleh satu
karyawan dengan karyawan lainnya karena kurangnya dukungan sosial seperti
dukungan teman. Hubungan pribadi yang buruk dapat menimbulkan stres kerja
yang cukup besar karena karyawan memiliki kebutuhan sosial yang sangat tinggi
(Robbin, 2006). Hubungan antar pribadi di Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo
sudah cukup baik, hal ini terlihat dari komunikasi antar karyawan yang baik. Jika
ada masalah terkait pengembalian berkas klaim karena kodefikasi akan
dibicarakan dan dikomunikasikan dengan baik. Apabila ada masalah pekerjaan
lainnya, apabila karyawan merasa jenuh, antar karyawan pasti akan curhat-
curhatan sehingga lebih menumbuhkan rasa nyaman dalam berkerja. Hal ini
sejalan dengan yang dikemukakan oleh verifikator internal sebagai berikut.
“Seringlah kita curhat-curhatan masalah pekerjaan dek”
“…itu sih yang bikin kita kangen kalau nggak kerja, kita merasa nyaman kan
salah satu faktornya ada teman”
(Verifikator internal 1, 2018)

Komunikasi yang baik dapat dijalin dengan curhat kepada teman apabila ada
masalah dalam pekerjaan. Sampai saat ini belum ada masalah yang berarti antar
karyawan hingga karyawan tersebut tidak bertegur sapa. Jika ada masalah pribadi
apabila ada unek-unek dengan teman pasti akan dibicarakan dengan baik-baik.
Tuntutan antar pribadi yang saling bertentangan dapat menurunkan kinerja dan
produktifitas karyawan sehingga apabila ada masalah harus segera diselesaikan.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa pengembalian berkas klaim oleh BPJS
Kesehatan karena ketidaksesuaian kaidah koding tidak disebabkan oleh tuntutan
antar indivudu.
c. Gambaran Pohon Masalah dari Faktor Organization terkait Ketidaksesuaian
Kaidah Koding
Berikut merupakan pohon masalah faktor penyebab pengembalian berkas klaim
rawat inap oleh BPJS Kesehatan jika dilihat dari penyebab pertama yaitu
ketidaksesuaian kaidah koding jika ditinjau dari faktor organization. Adapun
gambarannya adalah sebagai berikut.
157

Pengembalian berkas klaim rawat inap oleh BPJS Kesehatan

Ketidaksesuaian kaidah koding

Tidak konsentrasi dalam


bekerja

Berkas berantakan Berdesakan orang

Tidak ada keranjang untuk


Ruangan sempit
berkas dari poli

Gambar 4.10 Pohon Masalah Faktor Organization

Gambar 4.10 menjelaskan bahwa terjadinya pengembalian berkas klaim


rawat inap oleh BPJS Kesehatan disebabkan oleh ketidaksesuaian kaidah koding.
Ketidaksesuaian kaidah koding disebabkan petugas casemix tidak konsentrasi
dalam bekerja. Tidak konsentrasi dalam bekerja disebabkan berkas klaim rawat
inap yang sangat berantakan karena tidak ada keranjang untuk berkas dari klinik
dan ruangannya juga sempit. Tidak konsentrasinya karyawan dalam bekerja juga
disebabkan berdesakan orang yang keluar masuk ruang casemix karen ruangannya
sempit. Sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Nurdiah dan Iman (2016)
yang menyatakan bahwa ruangan kerja untuk proses pengklaiman sempit atau
tidak luas apabila di bandingkan dengan berkas. Hasil observasi dalam satu
ruangan pengelolaan klaim terdapat 12 orang dengan tata ruang yang ruang yang
kurang baik dimana banyak berkas klaim yang disimpan di bagian atas rak di atas
beberapa petugas yang penyangganya hampir roboh. Sehingga diperlukan suatu
pengamanan arsip dan dokumen agar berkas tidak tercecer dan bahkan mungkin
hilang. Namun faktor organization tidak mempengeruhi terjadinya pengembalian
berkas klaim karena ketidaksesuaian kaidah koding.
158

4.7.3 Faktor Penyebab dari Segi Technology Berdasarkan Penyebab


Ketidaksesuaian Kaidah Koding
a. Jumlah Komputer
Komputer adalah mesin untuk memanipulasi data menurut perintah-perintah
tertentu (Eliza, 2010). Komputer dalam proses klaim sangat penting karena data-
data pasien harus diinput untuk dihasilkan keluaran berupa lembar INA-CBGs.
Jumlah komputer di Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo untuk memproses klaim
ada 2 komputer. Jumlah 2 komputer dirasa cukup oleh verifikator internal, berikut
adalah hasil wawancaranya adalah:
“cukup sih…”
“Nggak pernah antri kok komputernya”
(Verifikator internal 1, 2018)

Hasil wawancara tersebut menjelaskan bahwa jumlah komputer yang


tersedia cukup untuk melakukan proses penginputan data ke aplikasi e-claim
terbukti tidak terjadi antrian penggunaan komputer. Penyediaan kebutuhan
komputer didasarkan pada jumlah kunjungan pasien baik rawat jalan maupun
rawat inap. Sehingga jumlah komputer tidak mempengaruhi proses klaim karena
jumlahnya sudah sesuai dengan kebutuhan.
b. Jumlah Printer
Printer adalah alat pencetak dengan media kertas berupa teks maupun
gambar (Fauzi, 2017). Printer merupakan piranti penting dalam poses klaim
karena ada lembar penting yang harus dicetak untuk diserahkan ke kantir cabang
BPJS Kesehatan yaitu lembar INA-CBGs. Jumlah printer di Rumah Sakit Mitra
Sehat Situbondo untuk proses klaim sebanyak 1 buah. Printer tersebut bukan
hanya digunakan untuk mencetak hasil klaim tetapi juga digunakan untuk
mencetak hasil pembuatan laporan eksternal maupun internal. Berikut adalah hasil
wawancara kepada verifikator internal adalah:
“Cukup dek”
“Nggak antri sih cuma lama aja”
(Verifikator internal 1, 2018)

Hasil wawancara tersebut menjelaskan bahwa jumlah printer sudah cukup


untuk proses klaim asalkan tidak digunakan secara bersamaan. Meskipun jumlah
159

printer hanya 1 dan bukan hanya digunakan untuk proses klaim saja namun tidak
terjadi antrian dalam penggunaan printer. Printer yang digunakan adalah merek
canon MP230 dengan pemeliharaan setiap 2 tahun sekali. Sehingga jumlah printer
tidak mempengaruhi proses klaim khususnya terjadinya pengembalian berkas
klaim rawat inap karena sudah memadai.
c. Terjadinya Error dan Cara Mengatasinya
Error dalam penelitian ini adalah error pada komputer dan error pada
printer. Error pada komputer adalah kekeliruan, ketidaktepatan atau kesalahan
yang dapat disebabkan oleh software atau perangkat lunak, hardware atau
perangkat keras, dan human error yang berarti kesalahan karena pengguna.
Terjadinya error pada komputer biasanya karena perangkat lunak berupa aplikasi
e-claim. E-claim merupakan aplikasi proses klaim yang disediakan oleh BPJS
Kesehatan. Lamanya error paling lama 3 hari dan biasanya ada pemberitahuan
terlebih dahulu oleh BPJS Kesehatan. Berikut adalah hasil wawancara yang telah
dilakukan kepada petugas entri data adalah:
“Paling lama 3 hari dek tapi biasanya ada pemberitahuan dulu dari BPJS
Kesehatan”
“Ya kita nggak bisa ngapa-ngapain kalau error”
“…ada orang IT tapi harus manggil dulu soalnya orang IT-nya ada di RSUD”
(Petugas entri data 1, 2018)

Hasil wawancara tersebut menjelaskan bahwa error pada aplikasi e-claim


paling lama sampai 3 hari dan paling sedikit 10-15 menit. Jika terjadi error pada
aplikasi biasanya petugas entri data memanggil petugas IT rumah sakit yang mana
petugas IT tersebut juga bekerja di RSUD Abdorahem Saleh sehingga error dapat
diatasi. Begitu pula apabila terjadi error pada printer biasanya petugas entri data
juga memanggil service printer agar printer dapat segera digunakan. Error-nya
printer biasanya printer berhenti tiba-tiba, salah peletakan kertas, dan tidak
berfungsinya warna printer/tinta sehingga hasil cetakan yang keluar menjadi jelek.
Petugas entri data tidak dapat memperbaiki printer maupun aplikasi e-klaim
sendiri sebab tidak memiliki keahlian di bidang tersebut. Meskipun salah satu
petugas entri data adalah lulusan D2 IT tetap saja tidak bisa memperbaiki aplikasi
maupun printer tersebut.
160

d. Aplikasi yang Mendukung


Aplikasi yang mendukung pada proses klaim khususnya aplikasi yang digunakan
untuk keluaran INA-CBGs dan aplikasi pendukung kodefikasi. Adapun aplikasi
pendukung proses klaim terdiri dari:
1) Aplikasi INA-CBG 5.2
Aplikasi INA-CBG 5.2 merupakan penyempurnaan dari versi sebelumnya
yaitu INA-CBG versi 5.0. Update terbaru ini memfasilitasi proses klaim sesuai
dengan PMK Nomor 64 Tahun 2016 sebagai perubahan PMK Nomor 52 Tahun
2016 tentang Tarif Pelayanan Kesehatan dalam Program Jaminan Kesehatan.
Aplikasi INA-CBG 5.2 ini disediakan oleh BPJS Kesehatan kepada rumah sakit
yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan dan selalu diperbaharui secara
periodik. Apabila aplikasi INA-CBG 5.2 error maka karyawan tidak dapat
melakukan proses klaim. Sehingga aplikasi INA-CBGs 5.2 tidak mempengaruhi
terjadinya pengembalian berkas klaim karena ketidaksesuaian kaidah koding
karena aplikasi tersebut sudah ada di Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo.
2) Aplikasi ICD-10 dan ICD-9-CM versi 2010
Aplikasi ICD-10 dan ICD-9-CM versi 2010 di Rumah Sakit Mitra Sehat
Situbondo tidak ada namun ada ICD-10 dan ICD-9-CM versi 2010 berupa pdf.
Ada aplikasi ICD-10 namun bukan versi 2010 melainkan versi 2005. Biasanya
verifikator internal dalam melakukan kodefikasi menggunakan aplikasi INA-CBGs
langsung atau seringkali juga menggunakan aplikasi ICD-10 dan ICD-9-CM versi
2010 online yang dapat diakses di google. Namun petugas casemix juga sering
googling terkait kodefikasi diagnosa dan tindakan sehingga prosedur dalam
mengkode seringkali tidak digunakan. Apabila tidak terdapat aplikasi ICD-10 dan
ICD-9-CM versi 2010 maka menggunakan buku ICD-10 dan ICD-9-CM versi
2010 meskipun kegiatan kodefikasi menjadi lebih lama. Apabila tidak terdapat
aplikasi dan buku ICD-10 dan ICD-9-CM versi 2010 maka proses kodefikasi
diagnosis dan tindakan tidak bisa dilakukan dan berkas tidak dapat diklaimkan.
Sehingga aplikasi ICD-10 dan ICD-9-CM tidak mempengaruhi terjadinya
pengembalian berkas klaim karena ketidaksesuaian kaidah koding karena aplikasi
tersebut sudah ada di Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo.
161

e. Gambaran Pohon Masalah dari Faktor Technology terkait Ketidaksesuaian


Kaidah Koding
Berikut merupakan pohon masalah faktor penyebab pengembalian berkas klaim
rawat inap oleh BPJS Kesehatan jika dilihat dari penyebab pertama yaitu
ketidaksesuaian kaidah koding jika ditinjau dari faktor technology. Adapun
gambarannya adalah sebagai berikut.

Pengembalian berkas klaim rawat inap oleh BPJS Kesehatan

Ketidaksesuaian kaidah koding

Aplikasi antaea v-klaim dan e-klaim belum Diagnosa antara aplikasi e-klaim dan ICD
bridging sehingga kode tidak konsisten manual/pdf berbeda

Belum ada pembaharuan


Keterbatasan dana
dari BPJS Kesehatan

Gambar 4.11 Pohon Masalah Faktor Technology

Gambar 4.11 menjelaskan bahwa terjadinya pengembalian berkas klaim


disebabkan oleh ketidaksesuaian kaidah koding. Ketidaksesuaian kaidah koding
disebabkan aplikasi antara v-klaim dan e-klaim belum bridging sehingga kode
tidak konsisten. Belum bridging-nya v-klaim dan e-klaim disebabkan keterbatasan
dana. Ketidaksesuaian kaidah koding juga disebabkan diagnosa antara aplikasi e-
klaim dan ICD manual/pdf ada yang berbeda yang disebabkan belum adanya
pembaharuan aplikasi dari BPJS Kesehatan. Hal ini sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh Leonard (2016) yang menyatakan bahwa hardware yang
digunakan dalam pelaksanaan klaim pelayanan pasien berupa komputer, server,
dan jaringan pendukung yang masih dihadapkan pada kurang siapnya IT mandiri
rumah sakit seperti jaringan internet bermasalah, kapasitas server terbatas
sehingga dalam melakukan koding dan grouping membutuhkan waktu 10-15
menit. Software yang digunakan dalam pelaksanaan klaim pelayanan pasien
adalah software INA-CBGs versi 4.0 dari Kementerian Kesehatan. Integrasi sistem
162

masih dihadapkan pada maslah belum biridging sistem antara aplikasi INA-CBGs,
SIMRS dan BPJS. Berdasarkan analisis SWOT perlu adanya strategi penguatan
IT dengan bekerjasama dengan vendor dalam pengelolaan IT dan integrasi sistem.
Sistem IT yang saling tersambung yang disebut dengan bridging sistem, dengan
adanya bridging sistem maka semua data yang ada di fasilitas kesehatan dan BPJS
bisa terhubung secara online sehingga akan mempercepat dan mempersingkat
waktu dalam pengelolaan data klaim, seperti saling memberi dan menerima data
dan akhirnya akan mempercepat pelayanan. Sistem bridging meningkatkan
efektifitas memasukkan data serta efisiensi penggunaan sumber daya, dan dengan
sistem bridging ini dapat meningkatkan kecepatan dalam proses pengelolaan
klaim. seperti yang dikemukan Azwar bahwa fasilitas dan sarana merupakan salah
satu aspek penting dalam kelancaran organisasi.

4.8 Identifikasi Faktor Penyebab Ketidaksesuaian Kaidah Koding


Berdasarkan Faktor Planning, Organizing, Actuating, dan Controlling
4.8.1 Identifikasi Faktor Penyebab dari Segi Planning Berdasarkan
Ketidaksesuaian Kaidah Koding
Planning (perencanaan) merupakan langkah awal dalam organisasi untuk
menjalankan suatu usaha sebelum menentukan dalam pengambilan keputusan.
Berhasil tidaknya atau baik buruknya keputusan yang diambil dapat dilihat dari
matangnya rencana tersebut. Perencanaan adalah fungsi manajemen dalam suatu
organisasi dengan tujuan jangka panjang atau ke masa depan. Fungsi perencanaan
berkaitan dengan penetapan tujuan, sasaran, dan penentuan strategis/kebijakan
agar tujuan organisasi dapat diimplementasikan dalam bentuk rencana kegiatan
serta rencana penggunaan sumber daya dalam jangka pendek maupun jangka
panjang (Marhaeni, 2011).
a. Proses Planning
Proses planning adalah satu proses yang selalu memandang ke depan atau
kemungkinan-kemungkinan yang akan datang termasuk pengembangan program,
kebijakan, dan prosedur untuk mencapai tujuan-tujuan organisasi (Dharmmesta,
2014). Proses planning merupakan salah satu fungsi dalam manajemen organisai.
163

Salah satu bukti telah dilaksanakannya proses planning di Rumah Sakit Mitra
Sehat Situbondo adalah dengan adanya SOP pengkodingan. Hal tersebut sejalan
dengan yang dikemukakan oleh verifikator internal sebagai berikut.
“Kalau SOP pengkodingan secara umum ada tapi kalau yang menjurus ke klaim
nggak ada”
(Verifikator internal 1, 2018)

Hasil wawancara tersebut menjelaskan bahwa terdapat SOP pengkodingan


namun tidak ada SOP pengkodingan untuk proses klaim. Sebenarnya cara
pengkodingan antara pasien asuransi dengan umum sama namun yang
membedakan adalah struktur kodefikasi di pasien asuransi. Proses planning
dilakukan dengan beberapa langkah di Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo
namun verifikator internal tidak tahu siapa yang membuat SOP tersebut sebab
pada saat mulai bekerja sudah SOP tersebut dan belum pernah diperbaharui. SOP
pengkodingan dibuat pada tahun 2014. Berikut adalah kutipan dari petugas
verifikator internal:
“Waduh saya nggak tahu awal buat SOP-nya, saya awal kerja sudah ada SOP”
“…belum pernah diperbaharui”
“…pengennya sih tapi kita nggak sempet”
(Verifikator internal 1, 2018)

Kutipan wawancara tersebut menjelaskan bahwa belum pernah dilakukan


revisi atau pembaharuan SOP padahal sebenarnya SOP harus diganti setiap 2
tahun sekali. Adapun seharusnya proses planning di mulai dari penetapan tujuan
di unit casemix misalnya tidak terjadi pengembalian berkas klaim lebih dari 10
berkas, kemudian merumuskan keadaan saat ini. Selanjutnya melakukan analisis
SWOT sehingga nantinya dapat ditentukan strategi yang tepat. Apabila proses
planning dilakukan dengan tepat maka keberhasilan program dapat tercapai
karena juga terdapat target-target yang harus dicapai. Sehingga besar
kemungkinan terjadinya pengembalian berkas klaim oleh BPJS Kesehatan karena
ketidaksesuaian kaidah koding disebabkan proses planning yang tidak ada. Proses
planning tidak melibatkan seluruh unit terkait sehingga unit terkait tidak
mengetahui isi dari SOP.
164

b. Kualitas Hasil Planning


Perencanaan kualitas (quality planning) adalah penetapan dan
pengembangan kebutuhan untuk kualitas serta penerapan sistem kualitas, dapat
juga dikatakan sebagai berhasil tidaknya suatu planning atau baik buruknya suatu
planning. Planning dapat diwujudkan dalam bentuk renstra, SOP, kebijakan,
ataupun peraturan direktur rumah sakit. Penerapan planning di unit rekam medis
bagian casemix diimplementasikan dalam bentuk SOP pengkodingan. Kualitas
hasil planning di Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo dikategorikan cukup sebab
pengimplementasian SOP pengkodingan masih ada yang belum sesuai, misalnya
verifikator internal dalam menentukan kode tanpa mencari leadterm terlebih
dahulu, sering verifikator menggunakan anatomi pasien untuk mencari kode
padahal seharusnya mencari leadterm terlebih dahulu. Hal tersebut dapat terjadi
karena alasan agar proses pengkodingan lebih cepat. Hal tersebut sejalan dengan
yang dinyatakan oleh verifikator internal sebagai berikut.
“…belum berhasil”
“…saya saja nggak tahu SOP-nya kayak apa dek”
“…pokoknya kita cari dah asal cepat”
(Verifikator internal 1, 2018)

Hasil wawancara tersebut menjelaskan bahwa verifikator internal belum tahu SOP
pengkodingan di Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo sebab SOP tidak pernah
disosialisasikan oleh kepala rekam medis. Sehingga verifikator internal
melakukan proses kodefikasi sesuai dengan yang didapatkan pada bangku kuliah
meskipun awal kerja sudah dituntun sampai 2 minggu. Hal tersebut dibenarkan
oleh kepala rekam medis sebagai berikut.
“SOP-nya ada di rumah dek haha”
“….tak bimbing awal kerja tapi juga saya kontrol setiap harinya”
(Kepala rekam medis, 2018)

Kutipan wawancara tersebut menyatakan bahwa SOP tidak pernah


disosialisasikan kepada karyawan sehingga wajar karyawan tidak mengetahui
SOP pengkodingan dan karyawan tidak melaksanakan SOP tersebut. SOP dibawa
pulang oleh kepala rekam medis dengan tujuan agar tidak rusak. Jadi, karyawan
hanya dibekali cara pengkodingan pada sistem klaim pada saat awal bekerja, jika
165

karyawan sudah paham maka akan dibiarkan untuk melakukan pekerjaannya


sendiri. Sehingga perlu adanya perbaikan planning dan sosialisasi planning agar
tujuan oraganisasi dapat tercapai. Dapat disimpulkan bahwa kualitas planning
masih kurang sehingga menyebabkan pengembalian berkas klaim karena
ketidaksesuaian kaidah koding. Agar penentuan kode diagnosis akurat diperlukan
suatu perangkatin struksi atau langkah-langkah yang dibakukan dalam bentuk
Standart Operating Procedure (SOP). Hal ini sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh Seruni dan Sugiarsi (2015) yang menyatakan bahwa di RSUD dr.
Sayidiman Magetan sudah terdapat SOP tentang pemberian kode penyakit dengan
ICD10 dengan nomor 445/68/403.211/2009 akan tetapi dalam SOP tersebut masih
belum memuat langkah-langkah pengodean yang benar menurut ICD-10.
c. Gambaran Pohon Masalah dari Faktor Planning terkait Ketidaksesuaian
Kaidah Koding
Berikut merupakan pohon masalah faktor penyebab pengembalian berkas klaim
rawat inap oleh BPJS Kesehatan jika dilihat dari penyebab pertama yaitu
ketidaksesuaian kaidah koding jika ditinjau dari faktor planning. Adapun
gambarannya adalah sebagai berikut.

Pengembalian berkas klaim rawat inap oleh BPJS Kesehatan

Ketidaksesuaian kaidah koding

Tidak ada perencanaan


Karyawan tidak mengetahui Tidak ada pembaharuan
pembuatan buku pintar dan
SOP pengkodingan SOP pengkodingan
sosialisasi peraturan terbaru

Tidak ada sosialisasi SOP


pengkodingan

Kesibukan kepala rekam


medis dan karyawan

Gambar 4.12 Pohon Masalah Faktor Planning


166

Gambar 4.12 menjelaskan bahwa terjadinya pengembalian berkas klaim


disebabkan ketidaksesuaian kaidang koding. Ketidaksesuaian kaidah koding
disebabkan karyawan tidak mengetahui SOP pengkodingan karena tidak ada
sosialisasi tentang SOP pengkodingan, tidak disosialisasikan karena kesibukan
kepala rekam medis dan karyawan. Selain itu, ketidaksesuaian kaidah koding juga
disebabkan tidak adanya pembahrauan SOP pengkodingan yang sebelumnya telah
ditetapkan karena kesibukan kepala rekam medis dan karyawan. Ketidaksesuaian
kaidah koding juga disebabkan tidak adanya perencanaan pembuatan buku pintar
yang berisi kumpulan daftar diagnosa, tindakan, dan kode penyakit maupun kode
tindakan. Leonard (2016) menyampaikan bahwa perencanaan yang diusulkan
sangat bergantung pada pemimpin lambat memperoleh respon dari manajemen,
dan usulan yang diajukan sering tidak tepat sasaran. Perencanaan yang baik akan
memberikan pola pandang secara menyeluruh terhadap semua pekerjaan yang
akan dilakukan, siapa yang akan melakukan dan kapan akan dilakukan,
perencanaan akan menentukan kebutuhan sumber daya yang tersedia, menetapkan
tujuan program dan menyusun langkah-langkah praktis untuk mencapai tujuan
yang telah di tetapkan.

4.8.2 Identifikasi Faktor Penyebab Ketidaksesuaian Kaidah Koding dari Segi


Organizing Berdasarkan Ketidaksesuaian Kaidah Koding
a. Pembagian Kerja
Pembagian kerja metupakam pemisahan jenis pekerjan yang dilakukan oleh
kelompok individu tertentu untuk mempercepat penyelesian pekerjaan.
Pembagian kerja yang sesuai atau dengan kata lain orang yang tepat pada tempat
yang tepat dapat meningkatkan kinerja dan produktivitas karyawan (Hartono dan
Rotinsulu, 2015). Pembagian kerja di Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo sudah
baik. Hal ini sesuai dengan hasil wawancara yang dilakukan kepada verifikator
internal sebagai berikut.
“Sudah sesuai sih dek sama lulusannya”
(Verifikator internal 1, 2018)
167

Hasil wawancara tersebut menjelaskan bahwa pembagian kerja sudah sesuai


dengan kompetensi karyawan. Pembagian kerja di Rumah Sakit Mitra Sehat
Situbondo berdasarkan lulusan terakhir karyawan. Lulusan terakhir dijadikan
indikator paling ampuh sebab karyawan dengan pendidikan tinggi akan memiliki
pengetahuan dan pemahaman yang lebih baik dibandingkan dengan pendidikan
yang rendah. Verifikator internal yang bertugas dalam memverifikasi keakuratan
kode sekaligus juga bertanggung jawab terhadap pemberian kode memiliki
riwayat pendidikan terakhir D4 rekam medis untuk yang lulusan SMA/SMK
ditempatkan pada filing (penyimpanan berkas). Pembagian kerja dilakukan agar
tidak ada kesan bahwa hanya karyawan-karyawan tertentu saja yang selalu
diberikan tanggung jawab (Rachmawati, 2006). Sehingga dapat disimpulkan
bahwa pembagian kerja di Rumah Sakit Mitra Sehat tidak mempengaruhi
terjadinya pengembalian berkas klaim rawat inap karena ketidaksesuaian kaidah
koding.
b. Job Description
Job description merupakan suatu uraian pekerjaan yang menjadi pedoman
bagi seseorang untuk melaksanakan tugas dan tanggungjawab sesuai dengan
jabatannya. Penyusunan job description dari suatu pekerjaan atau jabatan,
dilakukanlah kegiatan analisis jabatan (TSM, 2015). Jadi sebelum dibuat job
description, harus di tentukan jabatan yang tepat untuk orang yang tepat. Job
description ini merupakan keluaran (output) suatu analisis jabatan. Berikut hasil
wawancara kepada verifikator internal dan petugas entri data terkait job
description di Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo adalah:
“Job description saya sebenarnya assembling saat awal kerja namun ada rolling
jabatan gara-gara banyak yang keluar”
“Nggak jelas sekarang apa job descriptionnya dek pokok saya ngerjakan apa
yang ditugaskan sama saya”
“Sama sih dek, saya awal kerja dikasih job description bagian pendaftaran”
“Sekarang saya ngerjakan apa yang disuruh sama atasan”
(Petugas entri data, 2018)

Hasil wawancara tersebut menjelaskan bahwa job description karyawan


tidak sesuai pada saat kontrak kerja diberikan. Saat dilakukan pergantian jabatan,
karyawan juga tidak diberikan job description yang baru sehingga job description
168

tidak jelas. Karyawan hanya menjalankan tugas sesuai dengan yang ditugaskan
oleh atasan. Pekerjaan karyawan juga tidak spesifik sebab verifikator internal juga
melakukan pekerjaan membuat laporan internal dan eksternal, distribusi berkas,
dan proses scanning sehingga beban kerja menjadi sangat banyak. Secara
komprehensif suatu job description berisi uraian: nama jabatan; tingkat jabatan;
atasan langsung; bawahan langsung; ringkasan pekerjaan; tugas dan tanggung
jawab; pengetahuan, keterampilan dan kemampuan yang diperlukan; pengalaman
yang diperlukan; dan persyaratan khusus (bila ada) seperti bersedia bekerja
lembur. Job description yang tidak jelas akan berpengaruh terhadap
ketidakjelasan peran. Seseorang yang mengalami ketidakjelasan peran akan
mengalami kecemasan, menjadi lebih tidak puas, dan melakukan pekerjaan
dengan kurang efektif di banding orang lain sehingga menurunkan kinerja dan
produktifitas mereka dalam bekerja (Hanif, 2013). Sehingga besar kemungkinan
ketidaksesuaian kaidah koding disebabkan job description kurang rinci hingga
menyebabkan beban kerja petugas tinggi dan ketelitian dalam melakukan
pekerjaan juga semakin berkurang yang akhirnya menyebabkan pengembalian
berkas klaim rawat inap oleh BPJS Kesehatan.
d. Gambaran Pohon Masalah dari Faktor Organizing terkait Ketidaksesuaian
Kaidah Koding
Berikut merupakan pohon masalah faktor penyebab pengembalian berkas klaim
rawat inap oleh BPJS Kesehatan jika dilihat dari penyebab pertama yaitu
ketidaksesuaian kaidah koding jika ditinjau dari faktor organizing. Adapun
gambarannya adalah sebagai berikut.

Pengembalian berkas klaim rawat inap oleh BPJS Kesehatan

Ketidaksesuaian kaidah koding

Job description Tidak sesuai


dengan latar belakang Kurangnya koordinasi
pendidikan apabila ada peraturan koding
terbaru dari BPJS Kesehatan

Gambar 4.13 Pohon Masalah Faktor Organizing


169

Gambar 4.13 menjelaskan bahwa terjadinya pengembalian berkas klaim


rawat inap disebabkan ketidaksesuaian kaidah koding. Ketidaksesuaian kaidah
koding disebabkan job description tidak sesuai dengan latar belakang pendidikan
verifikator internal. Terdapat 3 verifikator internal dan salah satu verifikator
internal memiliki latar belakang IT . Selain itu juga disebabkan kurangnya
koordinasi apabila ada eraturan koding terbaru dari BPJS Kesehatan. Hal ini
sesuai dengan penelitian Leonard (2016) yang menjelaskan bahwa masing-masing
bagian (rawat inap, rawat jalangawat darurat, coding dan grouping di unit rekam
medis, Tata Usaha Rawat Pasien, komite medik dan administrasi klaim) telah
melaksanakan tugas dan fungsi masing-masing, tetapi masih kurang koordinasi.
Sehingga diperlukan adanya koordinasi yang mana secara teori bahwa koordinasi
diperlukan sebagai proses pengintegrasian tujuan-tujuan dan kegiatan-kegiatan
pada satuan-satuan atau bidang-bidang fungsional suatu organisasi untuk
mencapai tujuan organisasi secara efisien, tanpa koordinasi individu-individu,
satuan-satuan atau bidang-bidang fungsional akan kehilangan pegangan atas
peranan mereka dalam organisasi. Jika seluruh subsistem atau bagian yang terlibat
dalam pelaksanaan klaim berjalan dan bekerja secara normal maka subsistem atau
antar bagian akan berintegrasi secara efektif satu sama lain. Koordinasi dapat
tercapai salah satunya dengan adanya komunikasi yang baik antar bagian.

4.8.3 Identifikasi Faktor Penyebab Ketidaksesuaian Kaidah Koding dari Segi


Actuating Berdasarkan Ketidaksesuaian Kaidah Koding
a. Motivasi
Motivasi adalah sesuatu yang menggerakkan atau mendorong seseorang
atau kelompok orang untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu (Irianto,
2005). Motivasi kerja adalah suatu keinginan dan dorongan di dalam diri pegawai
untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya dengan baik. Motivasi timbul
dimulai dari adanya kebutuhan dan keinginan. Motivasi akan mempengaruhi
perilaku sehingga timbul dorongan-dorongan selanjutnya dorongan akan
membentuk perilaku sehingga tujuan dapat tercapai (Darmadi, 2018). Motivasi
170

verifikator internal dan petugas entri data masih kurang. Hal ini sesuai dengan
penjelasan verifikator internal dan petugas entri data sebagai berikut.
“Mau nggak mau harus dikerjakan dek”
“Nggak ada reward dan punishment”
“Kerjanya cuma gini-gini aja jadi ya biasa saja”
“Menyemangati diri sendiri saja”
(Verifikator internal 1, 2018)

“Lesu pasti ada lah dek”


“Nyemangatin diri sendiri aja”
“Mangkanya kita sering menghibur diri sendiri, biasanya dengerin musik aja”
(Petugas entri data 1, 2018)

Hasil wawancara tersebut menjelaskan bahwa semangat kerja verifikator


internal dan petugas entri data masih kurang. Hal ini terbukti saat pengamatan
tingkah laku, karyawan lesu dalam melaksanakan pekerjaan padahal pekerjaan
masih banyak. Karyawan juga sering istrirahat lebih awal (pukul 10.00 padahal
jam istirahat pukul 11.00) agar tidak jenuh. Belum adanya reward dan punishment
juga mempengaruhi motivasi kerja karyawan. Apabila terdapat reward misalnya
penambahan gaji insentif dan punishment misalnya surat peringatan, karyawan
dapat lebih semangat lagi dalam bekerja. Pernyataan ini sejalan dengan penelitian
yang dilakukan oleh Fauziah (2015) yang menyatakan bahwa apabila ada reward
dan punishment akan meningkatkan motivasi karyawan. Semakin tinggi tingkat
motivasi kerja karyawan dalam bekerja maka semakin tinggi pula tingkat
produktivitas kerja karyawan. Sehingga besar kemungkinan reward dan
punishment menyebabkan ketidaksesuaian kaidah koding yang akhirnya
menyebabkan berkas klaim dikembalikan oleh BPJS Kesehatan karena kurangnya
motivasi dalam mengerjakan pengecekan ulang kodefikasi diagnosa maupun
tindakan.
b. Pengarahan
Pengarahan merupakan bentuk perhatian seseorang yang ditunjukkan
melalui tindakan konsultasi, nasihat, dan tuntunan yang diberikan oleh pemimpin
transformasional (Wagimo dan Ancok, 2005). Pengarahan juga merupakan
hubungan seseorang dalam kepemimpinan yang mengikat para bawahan agar
bersedia mengerti dan menyumbangkan tenaga serta pikirannya secara efektif dan
171

efisien sehingga tujuan organisasi dapat tercapai. Pengarahan ini bersifat


kompleks karena menyangkut manusia dan berbagai tingkah laku dari manusia itu
sendiri. Setiap manusia dengan berbagai tingkah lakunya pasti berbeda-beda
(Danarwati, 2013). Pengarahan di Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo sudah
baik. Hal tersebut diungkapkan oleh verifikator internal dan petugas entri data
sebagai berikut.
“Setiap ada masalah saja dilakukan konsultasi dan nasihat”
“Atasannya baik banget, perhatian banget kok dek”
(Verifikator internal, 2018)

“Mbak…baik banget dek, kita saling membantu kok, perhatian dan memberikan
nasihat apabila ada masalah”
(Petugas entri data, 2018)

Hasil wawancara tersebut menjelaskan bahwa atasan (kepala rekam medis)


sudah perhatian kepada bawahannya atau karyawannya. Namun konsultasi dan
nasihat tersebut dilakukan hanya pada saat ada masalah pekerjaan saja. Perhatian
tidak hanya dilakukan pada saat ada masalah tetapi alangkah lebih baiknya
perhatian dilakukan juga pada kehidupan sehari-hari agar ada rasa memiliki dan
tidak ada kesenjangan sosial antara bawahan dan atasan. Apabila pengarahan
dilakukan oleh atasan dengan baik maka dapat meningkatkan produktivitas kerja
karyawan. Apabila terjadi perbedaan persepsi kodefikasi antara verifikator
internal dan verifikator BPJS Perbedaan persepsi antara petugas rumah sakit dan
BPJS disebabkan perbedaan latar belakang pendidikan antara petugas rumah sakit
dan BPJS, ini sejalan dengan hasil penelitian Latifah (2015) menemukan bahwa
salah satu penyebab perbedaan persepsi antara rumah sakit dengan BPJS
disebabkan karena perbedaan latar belakang pendidikan antara petugas rumah
sakit dengan BPJS, petugas rumah sakit memiliki latar belakang D III rekam
medis, sementara petugas BPJS memiliki latar belakang pendidikan di luar rekam
medis. Sehingga dapat disimpulkan bahwa besar kemungkinan ketidaksesuain
kaidah koding disebabkan kurang optimalnya pengarahan oleh Kepala Rekam
Medis dan pengarahan oleh BPJS Kesehatan jika ada masalah saja dan akhirnya
menyebabkan pengembalian berkas klaim oleh BPJS Kesehatan.
172

c. Gambaran Pohon Masalah dari Faktor Actuating terkait Ketidaksesuaian


Kaidah Koding
Berikut merupakan pohon masalah faktor penyebab pengembalian berkas klaim
rawat inap oleh BPJS Kesehatan jika dilihat dari penyebab pertama yaitu
ketidaksesuaian kaidah koding jika ditinjau dari faktor actuating. Adapun
gambarannya adalah sebagai berikut.

Pengembalian berkas klaim rawat inap oleh BPJS Kesehatan

Ketidaksesuaian Kaidah Koding

Tidak ada reward dan


punishment

Anggaran belum ada

Gambar 4.14 Pohon Masalah Faktor Actuating

Gambar 4.14 menjelaskan bahwa terjadinya pengembalian berkas klaim


rawat inap oleh BPJS Kesehatan disebabkan ketidaksesuaian kaidah koding.
Ketidaksesuaian kaidah koding dikarenakan tidak adanya reward dan punishment.
Tidak adanya reward dan punishment disebabkan tidak adanya anggaran untuk
reward. Pemberian reward dapat berupa pemberian tambahan hari cuti, hadiah
kecil, pemberian pujian, kenaikan jabatan, pemberian gaji insentif 2%, atau
penghargaan lainnya kepada verifikator internal dan petugas entri data yang rajin
dan tepat dalam pelaksanaan penentuan kode dan pemberian punishment berupa
peringatan secara lisan, peringatan tertulis (SP 1-3) untuk petugas yang sering
telat datang bekerja ataupun keterlambatan petugas dalam menyelesaikan
tugasnya sehingga pekerjaan menumpuk.Hal ini sejalan dengan penelitian oleh
Leonard (2016) yang menyatakan bahwa SOP belum mengatur tentang pengisian
diagnosis sesuai kaidah ICD 10 dan ICD 9 dan belum ada SOP terkait reward dan
punishment. Nuryati (2014) bahwa SOP, reward dan punishment mendukung
pengkodean diagnosis pasien BPJS. Sehingga besar kemungkinan reward dan
173

punishment menyebabkan ketidaksesuaian kaidah koding yang akhirnya


menyebabkan berkas klaim dikembalikan oleh BPJS Kesehatan.

4.8.4 Identifikasi Faktor Penyebab Ketidaksesuaian Kaidah Koding dari Segi


Controlling Berdasarkan Ketidaksesuaian Kaidah Koding
Controllling merupakan suatu proses untuk menjamin bahwa tujuan
organisasi dan manajemen dapat tercapai. Controllling manajemen adalah usaha
sistematik untuk menetapkan standar pelaksanaan dengan tujuan perencanaan,
membandingkan kegiatan nyata dengan tujuan yang ada di perencanaan,
membandingkan kegiatan nyata dengan standar yang ditetapkan sebelumnya,
menentukan dan mengukur penyimpangan-penyipangan serta mengambil tindakan
koreksi yang diperlukan untuk menjamin bahwa semua sumber daya lembaga
dipergunakan dengan cara paling efektif dan efisiensi dalam pencapaian tujuan-
tujuan lembaga (Danarwati, 2013). Proses controlling di Rumah Sakit Mitra Sehat
Situbondo masih kurang optimal. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh
verifikator internal dan petugas entri data sebagai berikut.
“Dilakukan kalau ada masalah saja”
“Nggak pernah dilakukan rapat rutin”

“Yah kita ngomong-ngomong biasa saja buat bahas masalah kayak curhat-curhat
gitu saja”
(Verifikator internal 1, 2018)

“Kalau ada masalah saja dek”

“Kita sama-sama sibuk sih”


“Nggak pernah membandingkan antara kenyataan dan standar sih”
(Petugas entri data 1, 2018)

Hasil wawancara tersebut menjelaskan bahwa tidak pernah ada rapat rutin
secara rutin. Apabila ada masalah saja dilakukan rapat dan kadang tidak langsung
ditemukan solusi. Rapat itupun hanya dilakukan hanya pada subunit saja misalnya
bagian verifikator internal saja atau pendaftaran saja. Jarang sekali semua
karyawan rekam medis khususnya karyawan klaim dikumpulkan jadi satu. Selain
itu juga tidak pernah membandingkan antara kenyataan dan standar yaitu SOP
174

yang sebelumnya telah dibuat sehingga masalah pengembalian berkas klaim


masih terus terjadi setiap bulan. Akibat tidak adanya rapat secara rutin tersebut
juga tidak tercipta kebijakan baru sehingga kebijakan yang lama/SOP tidak pernah
dilakukan pembaharuan/revisi. Sehingga ketidaksesuaian kaidah koding
disebabkan oleh tidak pernah dilakukan evaluasi maupun pengawasan dengan
mengadakan rapat rutin untuk membahas program yang tercapai dan belum
tercapai serta mencarikan solusinya.
d. Gambaran Pohon Masalah dari Faktor Controlling terkait Ketidaksesuaian
Kaidah Koding
Berikut merupakan pohon masalah faktor penyebab pengembalian berkas klaim
rawat inap oleh BPJS Kesehatan jika dilihat dari penyebab pertama yaitu
ketidaksesuaian kaidah koding jika ditinjau dari faktor controlling. Adapun
gambarannya adalah sebagai berikut.

Pengembalian berkas klaim rawat inap oleh BPJS Kesehatan

Ketidaksesuaian kaidah koding

Belum ada rapat rutin

Karyawan dan atasan beda


Tidak ada jadwal rapat rutin
shift

Kepala rekam medis belum


ditetapkan

Gambar 4.15 Pohon Masalah Faktor Controlling

Gambar 4.15 menjelaskan bahwa terjadinya pengembalian berkas klaim


rawat inap disebabkan ketidaksesuaian kaidah koding. Ketidaksesuaian kaidah
koding disebabkan belum ada rapat rutin yang disebabkan tidak adanya jadwal
rapat rutin dan antar karyawan yang berbeda shift. Tidak adanya jadwal rapat rutin
atau tidak ditetapkannya jadwal rapat disebabkan kepala rekam medis belum
ditetapkan secara tertulis. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
175

Nurdiah dan Iman (2016) yang menjelaskan bahwa Evaluasi yang dilaksanakan
terkait pengklaiman seperti rapat belum dilaksanakan secara rutin. Akan tetapi
evaluasi dilakukan apabila terdapat kendala atau masalah dalam proses pengajuan
klaim seperti masalah keterlambatan pengajuan klaim, adanya klaim yan gagal
(unclaimed), adanya berkas yang dikembalikan atau koreksi dan yang terakhir
adanya sosialisasi peraturan baru terkait klaim BPJS.

4.9 Analisis Faktor Penyebab Pengembalian Berkas Klaim Rawat Inap oleh
BPJS Kesehatan di Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo Menggunakan
Pohon Masalah
Berdasarkan uraian sebelumnya, masalah utama dalam penelitian ini adalah
pengembalian berkas klaim rawat inap oleh BPJS Kesehatan. Penyebab
munculnya masalah utama atau level pertama dalam penelitian ini adalah
ketidaklengkapan berkas klaim rawat inap dan ketidaksesuaian kaidah koding.
Sehingga pohon masalah yang disajikan untuk masalah utama dan penyebab level
pertama pada permasalahan pengembalian berkas klaim rawat inap oleh BPJS
Kesehatan di RS Mitra Sehat Situbondo dapat digambarkan sebagai berikut.

Penyebab Level 1

Masalah Utama
Ketidaklengkapan berkas
klaim
Pengembalian berkas
klaim rawat inap oleh
BPJS Kesehatan Ketidaksesuaian kaidah
koding

Gambar 4.16 Penyebab Level Pertama

Gambar tersebut menjelaskan bahwa pengembalian berkas klaim rawat inap


oleh BPJS Kesehatan menjadi masalah utama di Unit Rekam Medis bagian
casemix Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo. Pengembalian berkas klaim rawat
176

inap tersebut disebabkan karena dua hal yaitu ketidaklengkapan berkas klaim dan
ketidaksesuaian kaidah koding. Selanjutnya, ketidaklengkapan berkas klaim dan
ketidaksesuaian kaidah koding ini disebut penyebab level pertama. Faktor-faktor
penyebab pengembalian berkas persyaratan klaim BPJS pasien rawat inap juga
terjadi di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta, yang mana penyebab
pengembalian berkas persyaratan klaim disebabkan oleh ketidaklengkapan kartu
BPJS Kesehatan seperti nomor SEP salah, ketidaklengkapan diagnosa utama dan
sekunder. Kekurangan dalam kelengkapan fotocopy kartu BPJS bukan menjadi
faktor utamapengembalian berkas klaim ke pihak verifikator internal
rumah sakit. Kartu BPJS merupakan kartu yang berisikan nomor
kepesertaan BPJS dan berisi data sosial pasien. Kartu BPJS Kesehatan sebagai
tanda bukti pasien asuransi BPJS yang berisi item-item data sosial guna
administrasi pasien.
Senada dengan penelitian yang dilakukan oleh Valentina dan Halawa (2018)
juga menyatakan bahwa penyebab pengembalian berkas klaim disebabkan oleh
ketidakakuratan kode diagnosis. Akibatnya terjadi pending atau sering disebut
dengan unclaimed yang artinya tidak terklaim atau tertunda. Berdasarkan 83
berkas BPJS yang terpending ada 45% berkas BPJS dikarenakan dari kesalahan
pengkodingan, 22% dikarenakan dari indikasi medis dan 33% dikarenakan
administrasi. Kemudian peneliti akan melakukan analisis penyebab lainnya
dengan menggunakan pohon masalah hingga nantinya ditemukan akar penyebab
masalah utama tersebut. Hasil penelitian menunjukkan penyebab unclaimed
berkas BPJS pasien rawat inap di Rumah Sakit Umum Imelda Pekerja Indonesia
(RSU IPI) Medan adalah jumlah SDM, sarana, teknologi, perencanan berupa
ketersediaan SOP, dan evaluasi. Hal ini juga ditemukan dalam penelitian ini
penyebab ketiga terjadinya pengembalian berkas klaim dari faktor human,
organization, technology, planning, organizing, actuating, dan controlling.
Adapun gambaran pohon masalah terkait masalah pengembalian berkas klaim
rawat inap oleh BPJS Kesehatan selengkapnya akan digambarkan sebagai berikut.
Pengembalian berkas klaim rawat inap oleh BPJS Kesehatan

Ketidaklengkapan berkas klaim rawat inap

Kesalahan Tidak Berkas klaim Aplikasi Ada Belum Kelelah Tidak


Belum Belum Tidak dapat Tidak ada Kurangnya Tidak dilakukan
inputan adanya terselip bahkan E-Klaim berkas optimalnya an ada
memaha memahami mengetik SOP komunikasi rapat untuk
pada SEP lembar hilang sering yang SOP petugas reward
mi pemeriksa- dengan cepat kelengka antara evaluasi
seperti checklist error belum di pengisian casemix dan
Juknis/ an pan dokter, Ketidaklengkapan
TTL, kelengka scan dan berkas berkas punish-
aturan penunjang perawat, berkas klaim
nomor, pan klaim Berkas berantakan salah rekam ment
BPJS yang harus klaim bidan, dan
JKN, dan Lama letak medis
tentang diserahkan perekam Jumlah
tanggal dalam berkas
kelengka misalnya Lama medis pekerja Tidak Beda shift
masuk Checklist peninput- klaim
pan pemeriksa- bekerja < Tidak ada rak/ Belum Bingung an ada dan tidak
dirasa an data pada
berkas an 1 tahun kardus untuk ada dalam tidak kebija- ada jadwal
akan menampung berkas folder sosialisa- membuat sebandi rapat
klaim laboratori- Canggung kan dari
Tidak memperla klaim dari poli/ lainnya si SOP dan ng
um atau Tidak untuk atasan
meminta mbat bangsal pengisi- aturan dengan
laporan- dapat mengingat
kartu pekerjaan an berkas BPJS jumlah
laporan mengetik kan
Tidak ada identitas Ketidaktel rekam yang petugas
sosialisa- secara
pasien Ruangan cepat itian medis selalu dan
si dan tidak Dikejar petugas update terjadi
peraturan waktu sempit Senioritas
memfoto casemix double
tentang untuk tenaga
kopi jobdesc
kelengka- menyerah Belum kesehatan
kartu ription
pan JKN kan pernah
berkas maupun berkas ke membuat
klaim identitas BPJS SOP
Kesehat-
an
Banyak-
nya
pekerjaan
yang
harus
dikerjak-
an

Gambar 4.17Pohon Masalah Pengembalian Berkas Klaim karena Ketidaklengkapan Berkas Klaim
177
178

Gambar 4.17 menjelaskan bahwa masalah utama yaitu pengembalian berkas klaim
rawat inap oleh BPJS Kesehatan. Pengembalian BPJS Kesehatan disebabkan oleh
ketidaklengkapan berkas klaim rawat inap. Ketidaklengkapan berkas klaim rawat
inap disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya sebagai berikut.
a. Human
Penyebab pengembalian berkas klaim rawat inap oleh BPJS Kesehatan
karena ketidaklengkapan berkas klaim rawat inap dari faktor human disebabkan
petugas belum memahami Juknis/aturan BPJS tentang kelengkapan berkas klaim
yang disebabkan tidak ada sosialisasi peraturan tentang kelengkapan berkas klaim
yang disebabkan banyaknya pekerjaan yang harus dikerjakan. Selain itu, petugas
juga kurang paham tentang clinical pathway sehingga terjadi ketidaksesuaian
antara diagnosa dan pemeriksaan penunjang. Ketidaklengkapan berkas klaim juga
disebabkan oleh karyawan kurang teliti dalam penginputan SEP karena SEP tidak
pernah di cek ulang sebelum di cetak. Ketidaklengkapan berkas klaim rawat inap
juga disebabkan tidak adanya lembar checklist yang dirasa akan memperlambat
pekerjaan karena petugas dikejar waktu penyerahan berkas klaim ke kantor
cabang BPJS Kesehatan. Ketidaklengkapan berkas klaim rawat inap juga
disebabkan petugas casemix belum mampu mengetik secara cepat karena lama
bekerja < 1 tahun.
b. Organization
Penyebab pengembalian berkas klaim rawat inap oleh BPJS Kesehatan
karena ketidaklengkapan berkas klaim rawat inap dari faktor organization yaitu
dari faktor lingkungan fisik. Adapun penyebab dari faktor organization yaitu
berkas klaim sering terselip bahkan hilang karena berkas berantakan. Hal tersebut
disebabkan tidak ada rak/kardus untuk menampung berkas klaim dari poli/bangsal
yang disebabkan ruangan rekam medis terlalu sempit.
c. Technology
Penyebab pengembalian berkas klaim rawat inap oleh BPJS Kesehatan
karena ketidaklengkapan berkas klaim rawat inap disebabkan oleh faktor
technology. Ketidaklengkapan berkas klaim disebabkan pada saat pembuatan
SEP. Saat pembuatan SEP terjadi reload yang lama dan pada saat input data ke
179

aplikasi INA-CBGs terjadi proses grouping yang juga lama. Lamanya reload
disebabkan petugas lama dalam pengiputan data ke aplikasi v-klaim maupun ke
aplikasi e-klaim yang disebabkan petugas tidak terbiasa mengetik secara cepat.
Apabila dalam penginputan lama terkadamg petugas klaim menutup aplikasi agar
aplikasi dapat berfungsi lebih cepat. Ketidaklengkapan berkas klaim juga
disebabkan ada beberapa berkas klaim yang belum di scan. Adanya berkas klaim
yang belum di scan disebabkan petugas klaim tidak teliti dalam proses scanning.
Selain itu, jumlah scanner tidak sebanding dengan jumlah berkas klaim. Jumlah
scanner hanya ada satu dan berkas yang harus di scan ada ratusan berkas klaim.
d. Planning
Penyebab pengembalian berkas klaim rawat inap oleh BPJS Kesehatan
karena ketidaklengkapan berkas klaim rawat inap disebabkan belum optimalnya
SOP pengisian rekam medis dan belum ada sosialisasi terkait pengisian berkas
rekam medis kepada Profesional Pemberi Asuhan (PPA). Tidak adanya sosialisasi
disebabkan kesibukan antar karyawan. Selain itu, ketidaklengkapan berkas klaim
juga disebabkan tidak adanya SOP terkait kelengkapan berkas klaim yang
disebabkan petugas klaim bingung dalam membuat SOP kelengkapan berkas
klaim dan aturan BPJS Kesehatan yang selalu update. Kebingungan dalam
pembuatan SOP disebabkan petugas klaim belum pernah membuat SOP. Sehingga
tidak ada rencana dari atasan untuk membuat SOP terkait pengklaiman khususnya
kelengkapan berkas klaim agar terjadinya pengembalian berkas klaim karena
ketidaklengkapan dapat diminimalisir bahkan dicegah.
e. Organizing
Pengembalian berkas klaim rawat inap oleh BPJS Kesehatan karena
ketidaklengkapan berkas klaim disebabkan karyawan kelelahan dalam bekerja.
Kelelahan dalam bekerja disebabkan jumlah pekerjaan tidak sebanding dengan
jumlah petugas dan terjadi double job description.
f. Actuating
Pengembalian berkas klaim rawat inap oleh BPJS Kesehatan karena
ketidaklengkapan berkas klaim rawat inap disebabkan tidak ada reward dan
punishment. Reward berupa sertifikat penghargaan, kenaikan gaji insentif,
180

pemberian hari cuti sedangkan punishment berupa teguran, SP 1, SP 2, dan SP 3.


Tidak adanya reward dan punishment disebabkan tidak ada kebijakan dari atasan
karena tidak adanya anggaran dari atasan.
g. Controlling
Pengembalian berkas klaim rawat inap oleh BPJS Kesehatan karena
ketidaklengkapan berkas klaim rawat inap disebabkan tidak adanya kebijakan
baru misalnya pembuatan SPO kelengkapan berkas klaim atau kebijakan lainnya
terkait proses klaim di unit rekam medis khususnya bagian casemix tentang klaim
BPJS Kesehatan. Tidak adanya kebijakan baru tersebut disebabkan belum pernah
dilakukan rapat untuk evaluasi program khususnya tentang proses klaim. Belum
pernah dilakukan rapat evaluasi terkait proses klaim khususnya pengembalian
berkas klaim rawat inap karena ketidaklengkapan berkas klaim disebabkan antar
karyawan berbeda shift kerja dan tidak ada jadwal tetap terkait evaluasi program.
Sehingga tidak terlaksanakan evaluasi tersebut.
Pengembalian berkas klaim rawat inap juga disebabkan oleh
ketidaksesuaian kaidah koding. Ketidaksesuaian kaidah koding artinya
ketidaksamaan persepsi kode antara verifikator rumah sakit dengan verifikator
BPJS Kesehatan sehingga berkas klaim dikembalikan oleh BPJS Kesehatan
kepada RS Mitra Sehat Situbondo. Ketidaksesuain kaidah koding dalam penelitian
ini disebabkan dari faktor human, organization, technology, planning, organizing,
actuating, dan controlling. Berikut akan digambarkan penyebab pengembalian
berkas klaim rawat inap oleh BPJS Kesehatan kepada RS Mitra Sehat Situbaondo
yang digambarkan dalam bentuk pohon masalah. Bentuk pohon masalah ini
nantinya akan ditemukan akar penyebab masalah sehingga akar penyebab masalah
ini dapat ditemukan solusi agar terjadinya pengembalian berkas klaim rawat inap
dapat dicegah.
Pengembalian berkas klaim rawat inap oleh BPJS Kesehatan

Ketidaksesuaian kaidah koding

Tidak Malas Kurang Tidak Kurang Kurang Aplikasi Diagnosa Karyawan Kurangnya Belum ada
memba- Tidak ada Tidak ada Job Tidak
mengikuti nya optimal keteram update antara v- antara tidak koordinasi rapat rutin
ca pembahar perencana- description ada
pelatihan pemaha nya pilan peraturan klaim aplikasi mengetah apabila ada
regulasi uan SOP an tidak sesuai reward
yang man meng- menentu BPJS dan e- e-klaim ui SOP peraturan
BPJS pengkodi pembuatan dengan latar dan Tidak ada Karyawan
diadakan clinical kode kan Kesehatan klaim dan ICD pengkodi koding
Keseha- ngan buku belakang punish- jadwal dan atasan
oleh BPJS pathway diagno- kode belum manual/ ngan terbaru dari
tan bridging pintar dan pendidikan ment rapat rutin beda shift
Kesehatan dan sa pdf BPJS
Tidak sehingga sosialisasi
terminol penyakit Tidak berbeda Kesehatan
Tidak ada peraturan
Banyak ogi dan jelasnya mengerti kode
sosialisasi terbaru Kepala
nya medis tindakan tulisan cara tidak Anggaran
Belum ada SOP rekam
regulasi diagnosa mendapatk konsisten belum
pembaharu pengkodi medis
yang penyakit an ada
Lupa an dari ngan belum
harus Beban informasi
materi Keter BPJS ditetapkan
dibaca kerja terbaru
kuliah banyak Lama terkait batas Kesehatan
an Kesibukan
kerja < peraturan
dana kepala
1tahun BPJS
Beban rekam medis
dan Kesehatan
kerja dan
tidak karyawan
berbandi- ada
ng buku
terbalik pintar
dengan
jumlah
verifika-
tor
internal

Gambar 4.18 Pohon Masalah Pengembalian Berkas Klaim karena Ketidaksesuaian Kaidah Koding
181
182

Gambar 4.18 menjelaskan bahwa pengembalian berkas klaim rawat inap


merupakan masalah utama. Pengembalian berkas klaim rawat inap disebabkan
oleh ketidaksesuaian kaidah koding. Ketidaksesuaian kaidah koding tersebut
disebabkan oleh beberapa hal diantaranya sebagai berikut.
a. Human
Pengembalian berkas klaim rawat inap oleh BPJS Kesehatan karena
ketidaksesuaian kaidah koding disebabkan oleh faktor human. Ketidaksesuaian
kaidah koding disebabkan petugas malas membaca regulasi BPJS Kesehatan
terkait kaidah koding. Petugas malas membaca regulasi tersebut disebabkan
banyak regulasi yang harus dibaca. Selain itu, ketidaksesuaian kaidah koding juga
disebabkan petugas juga tidak mengikuti pelatihan yang diadakan oleh BPJS
Kesehatan dan kurangnya pemahaman clinical pathway dan terminologi medis
petugas klaim. Hal tersebut disebabkan petugas lupa materi kuliah yang telah
diajarkan di bangku perkuliahan.
Ketidaksesuaian kaidah koding juga disebabkan tidak optimalnya petugas
dalam mengkode penyakit dan tindakan karena beban kerja petugas tinggi. Beban
kerja tersebut disebabkan antara beban kerja petugas dengan jumlah verifikator
internal di Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo tidak sebanding. Petugas klaim
juga kurang disiplin dalam bekerja hingga akhirnya jam istirahatnya lebih dahulu
karena petugas klaim merasa jenuh dengan banyaknya pekerjaan. Ketidaksesuaian
kaidah koding juga disebabkan kurangnya keterampilan petugas klaim dalam
menentukan kode diagnosa dan tindakan karena petugas klaim seringkali petugas
kesulitan dalam membaca tulisan dokter yang disebabkan lama kerja petugas
klaim kurang dari 3 tahun.
b. Organization
Pengembalian berkas klaim rawat inap oleh BPJS Kesehatan karena
ketidaksesuaian kaidah koding disebabkan oleh faktor organization. Faktor
organization dalam penelitian ini yaitu petugas tidak dapat konsentrasi dalam
bekerja. Petugas tidak konsentrasi dalam bekerja disebabkan berkas yang
berantakan dan banyak orang yang keluar masuk di ruang casemix. Hal tersebut
183

disebabkan tidak adanya keranjang untuk berkas klaim dari poli dan sempitnya
ruang casemix di Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo.
c. Technology
Pengembalian berkas klaim rawat inap oleh BPJS Kesehatan karena
ketidaksesuaian kaidah koding disebabkan oleh faktor technology. Faktor
technology dalam penelitian ini yaitu aplikasi antara v-klaim dan e-klaim belum
bridging sehingga kode tidak konsisten. Belum bridging-nya SIMRS dan v-klaim
maupun e-klaim disebabkan rumah sakit belum ada dana untuk melakukan
bridging SIMRS. Selian itu, diagnosa antara aplikasi e-klaim dan ICD manual
maupun pdf berbeda yang disebabkan belum ada pembaharuan dari BPJS
Kesehatan terkait kode diagnosis maupun kode tindakan.
d. Planning
Pengembalian berkas klaim rawat inap oleh BPJS Kesehatan karena
ketidaksesuaian kaidah koding disebabkan oleh faktor planning. Faktor planning
dalam penelitian ini adalah karyawan tidak mengetahui SOP pengkodingan karena
di Rumah Sakit Mitra Sehat Situbodo disebabkan belum ada sosialisasi SOP
pengkodingan. Sosialisasi pengkodingan belum pernah dilakukan sebab kesibukan
petugas klaim di bagian casemix. Selain itu, ketidaksesuaian kaidah koding juga
disebabkan tidak ada pembaharuan SOP pengkodingan karena kesibukan petugas
klaim. Selain itu, ketidaksesuaian kaidah koding juga disebabkan tidak ada
perencanaan/rencana strategis terkait pengklaiman. Tidak dibuatnya rencana
strategis disebabkan petugas bingung cara membuat rencana strategis karena tidak
ada pelatihan dalam membuat perencanaan strategis dan petugas klaim masih
fresh graduation.
e. Organizing
Pengembalian berkas klaim rawat inap oleh BPJS Kesehatan karena
ketidaksesuaian kaidah koding disebabkan oleh faktor organizing. Faktor
organizing dalam penelitian ini adalah job description tidak rinci karena belum
ada pembaharuan job description. Tidak diperbaharuinya job description
disebabkan job description dianggap tidak penting oleh petugas klaim.
Ketidaksesuain kaidah koding juga disebabkan job description pada saat tes
184

wawancara berbeda dengan saat bekerja. Halini sebabkan adanya rolling


pekerjaan karena dilakukan penyesuaian pekerjaan dengan kemampuan latar
belakang pendidikan.
f. Actuating
Pengembalian berkas klaim rawat inap oleh BPJS Kesehatan karena
ketidaksesuaian kaidah koding disebabkan oleh faktor actuating. Faktor actuating
dalam penelitian ini adalah tidak adanya reward dan punishment. Tidak adanya
reward karena belum adanya anggaran oleh atasan dan belum adanya punishment
karena belum ada kebijakan oleh atasan.
g. Controlling
Pengembalian berkas klaim rawat inap oleh BPJS Kesehatan karena
ketidaksesuaian kaidah koding disebabkan oleh faktor controlling. Faktor
controlling dalam penelitian ini adalah tidak adanya kebijakan baru karena belum
pernah dilakukan rapat rutin untuk membahas proses klaim. Tidak adanya rapat
rutin disebabkan belum ada jadwal rapat rutin dan terdapat perbedaan shift kerja
antar petugas klaim. Tidak dibentuknya jadwal rapat rutin disebabkan kepala
rekam medis belum menetapkan jadwal rapat tersebut.

4.10 Menentukan Pemecahan Masalah Pengembalian Berkas Klaim Rawat


Inap oleh BPJS Kesehatan di RS Mitra Sehat Situbondo dengan
Menggunakan Metode Brainstrorming
Brainstorming yang dilakukan pada tanggal 3 November 2018 dihadiri oleh
informasi penelitian sebagai peserta dan peneliti sebagai moderator. Informan
penelitian terdiri dari kepala rekam medis, petugas pendaftaran, verifiktor internal
yang merangkap juga menjadi petugas entri data. Berdasarkan uraian pembahasan
terkait faktor penyebab pengembalian berkas klaim rawat inap oleh BPJS
Kesehatan maka dapat disusun upaya perbaikan masalah dengan menggunakan
teknik brainstorming. Berikut adalah hasil upaya perbaikan masalah yang
diperoleh dengan metode brainstorming.
185

Tabel 4.8 Hasil Upaya Perbaikan Masalah Tahun 2018


No. Variabel Masalah Upaya Perbaikan Masalah
Ketidaklengkapan Berkas Klaim
1. Human Petugas pendaftaran a. Konfirmasi kembali dengan
bingung dalam dokter terkait diagnosa.
penentuan kode jika b. Ada list terminologi medis
antara koding di surat
pengantar rawat inap
berbeda dengan aplikasi
v-klaim
Verifikator internal a. Membuat list kelengkapan
belum memahami berkas seperti persalinan
regulasi kelengkapan harus berkas apa saja yang
(berkas apa saja yang diikutsertakan.
harus dilengkapi b. Sosialisasi regulasi
khususnya pemeriksaan kelengkapan.
penunjang) dan pathway
pasien sehingga formulir
penunjang sering tidak
disertakan
Tidak berjalannya Membuat checklist kelengkapan
lembar checklist karena klaim atau membuat kartu
tidak ada checklist kendali
kelengkapan klaim
ataupun kartu kendali
Belum bisa mengetik Melatih diri untuk mengetik
dengan cepat sehingga dengan cepat
proses penginputan lebih
dari 1 menit
Sering salah input Lebih teliti dalam penginputan
tanggal lahir dan pengecekan kembali
sebelum SEP di cetak
Lamanya dalam a. Melakukan manajemen
identifikasi kelengkapan waktu
berkas klaim untuk 1 b. Membuat target 1 hari dapat
pasien membutuhkan menyelesaikan berapa
waktu lebih dari 3 menit berkas
Kurangnya jumlah Penambahan karyawan sesuai
verifikator internal dengan beban kerja yang
sehingga banyak dikerjakan
pekerjaan yang harus
ditunda
2. Organization Ruangan casemix sempit a. Pelebaran ruangan
b. Penataan interior yang tepat
sehingga ruangan bisa
tampak lebih luas
Tidak ada sekat kaca di Penggunaan masker oleh
pendaftaran sehingga petugas pendaftaran
kemungkinan terjadinya
penularan penyakit
menular besar
Ruangan berdebu dan Ruangan dibersihkan setiap
rekam medis berserakan hari.
Berkas ditata supaya lebih rapi
186

No. Variabel Masalah Upaya Perbaikan Masalah


dan disediakan rak/keranjang
3. Technology Tidak ada petugas IT Kontrak petugas IT
tetap diperpanjang
Kurangnya scanner Penambahan scanner minimal 1
scanner
4. Planning Belum ada SOP a. Menyusun dan menetapkan
kelengkapan berkas SOP kelengkapan klaim
klaim dari rumah sakit b. Sosialisasi SOP
kelengkapan klaim
Belum ada perencanaan Membuat rencana strategis di
strategis bagian casemix khususnya
kelengkaoan berkas klaim
5. Organizing Job description tidak a. Pemberian job description
jelas dan tidak rinci kepada masing-masing
karyawan
b. Pembaharuan job
description dengan
kejelasan tugas dan
tanggung jawab
6. Actuating Kurangnya semangat Pemberian reward (kenaikan
bekerja gaji insentif 1%, pemberian
pujian, pemberian sertifikat,
pemberian hadiah kecil) dan
punishment (pemberian
pemberian peringatan secara
lisan, pemberian SP 1-3)
7. Controlling Tidak ada rapat rutin Dilakukan rapat rutin minimal 6
bulan atau 1 tahun sekali
Evaluasi program Membuat kebijakan
baru/merevisi kebijakan baru
maupun kebijakan minimal
setiap 2 tahun sekali
Ketidaksesuan Kaidah Koding
8. Human Verifikator internal tidak a. Sosialisasi regulasi BPJS
paham regulasi Kesehatan yang berlaku.
pengkodingan b. Pelatihan kodefikasi yang
mengacu pada regulasi
BPJS Kesehatan yang
berlaku.
Verifikator internal tidak Persamaan persepsi dengan
paham perbedaan semua pihak
penyakit akut dan kronis
Petugas entri data tidak Sosialisasi regulasi BPJS
paham struktur dari Kesehatan yang berlaku.
keluaran INA-CBGs
seperti contoh A-1-11-III
Petugas entri data tidak Membuat petunjuk teknis
paham perbedaan pengisian di aplikasi e-klaim
diagnosa utama dan 5.1 dengan dilengkapi maksud
sekunder dari masing-masing item
Waktu istirahat lebih Pemberian peringatan kepada
awal dari ketentuan jam karyawan
istirahat
187

No. Variabel Masalah Upaya Perbaikan Masalah


Tulisan dokter sulit di Konfirmasi dengan dokter
baca terkait diagnosa yang tidak jelas
Kurangnya jumlah Penambahan karyawan sesuai
verifikator internal dengan beban kerja yang
sehingga banyak dikerjakan
pekerjaan yang harus
ditunda
9. Organization Ruangan casemix sempit a. Pelebaran ruangan
b. Penataan interior yang tepat
sehingga ruangan bisa
tampak lebih luas
Kurangnya keranjang Penambahan kerangjang/kardus
berkas tidak terpakai
10. Technology Tidak ada petugas IT Kontrak petugas IT
tetap diperpanjang
11. Planning Belum ada SOP a. Menyusun dan menetapkan
pengkodingan klaim dari SOP pengkodingan klaim
rumah sakit b. Sosialisasi SOP
pengkoidngan klaim
Belum ada perencanaan Membuat buku pintar kode yang
pembuatan buku pintar sering keluar
12. Organizing Job description tidak a. Pemberian job description
jelas dan tidak rinci kepada masing-masing
karyawan
b. Pembaharuan job
description dengan
kejelasan tugas dan
tanggung jawab apabila ada
perubahan
13. Actuating Kurangnya semangat Pemberian reward (kenaikan
bekerja gaji insentif 1%, pemberian
pujian, pemberian sertifikat,
pemberian hadiah kecil) dan
punishment (pemberian
pemberian peringatan secara
lisan, pemberian SP 1-3)
14. Controlling Tidak ada rapat rutin Dilakukan rapat rutin minimal 6
bulan atau 1 tahun sekali
Evaluasi program Membuat kebijakan
baru/merevisi kebijakan baru
maupun kebijakan minimal
setiap 2 tahun sekali
Sumber: RS Mitra Sehat Situbondo, 2018

Berdasarkan tabel 4.8 dapat diketahui bahwa variabel yang menjadi masalah
adalah human, organization, technology, planning, organizing, actuating, dan
controlling. Masalah yang pertama dari segi human adalah petugas pendaftaran
bingung dalam penentuan kode jika antara koding di surat pengantar rawat inap
berbeda dengan aplikasi v-klaim. Berdasarkan hasil brainstorming upaya
188

penyelesaian masalah pertama adalah konfirmasi kembali dengan dokter terkait


diagnosa yang tidak sama dengan yang ada di aplikasi v-klaim. Hal ini sesuai
dengan penelitian Maimun, dkk. (2018) yang menyatakan bahwa apabila terdapat
diagnosa yang meragukan/tidak sama dengan aplikasi v-klaim maka harus
dilakukan konfirmasi baik via telp/via WA kedokter yang bersangkutan atau saat
ini sedang praktik maka konfirmasi langsung ke dokter tersebut. Rekam medis
menyebutkan bahwa data dalam rekam medis dibuat oleh kedokteran atau tenaga
kesehatan lain yang memberikan pelayanan langsung kepada pasien, karena
dokterlah yang mempunyai kewajiban, hak dan tanggung jawab untuk
menentukan diagnosis dan pelayanan yang diberikan, dan oleh karenanya tidak
boleh diubah oleh pihak lain (Menkes, 2007). Sehingga yang berhak megubah
diagnosa ada DPJP, petugas pendaftaran harus konfirmasi ke DPJP apabila
ditemukan perbedaan diagnosa antara yang dituliskan DPJP dengan yang ada di
aplikasi v-klaim. Upaya penyelesaian masalah yang kedua adalah dilakukan
standarisasi/tersedianya list terminologi medis. Hal ini sejalan dengan penelitian
yang dilakukan oleh Mangentang (2015) yang menjelaskan bahwa diperlukan
upaya persamaan persepsi/standarisasi mengenai suatu penyakit dengan membuat
standarisasi terminologi medis.
Masalah kedua dari segi human adalah verifikator internal belum
memahami regulasi kelengkapan (berkas apa saja yang harus dilengkapi
khususnya pemeriksaan penunjang) dan pathway pasien sehingga formulir
penunjang sering tidak disertakan. Upaya perbaikan masalah pertama yang
dilakukan adalah membuat list kelengkapan berkas seperti persalinan harus berkas
apa saja yang diikutsertakan karena beda diagnosa beda pemeriksaan penunjang
yang disertakan. Misalnya kasus persalinan harus menyertakan SEP, resume, surat
pengantar rawat inap, surat keterangan persalinan, laporan operasi, surat
pengantar rawat inap, pemeriksaan laboratorium sedangkan kasus jantung yang
harus ada yaitu SEP, resume, surat pengantar rawat inap, pemeriksaan
elektrogram. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Alfiyan (2014)
yang menyatakan bahwa list kelengkapan lembar–lembar klaim penting sehingga
pengendalian ketidaklengkapan berkas klaim dapat diminimalisir. Upaya
189

perbaikan masalah kedua adalah sosialisasi regulasi kelengkapan berkas klaim.


Hal ini senada dengan yang disampaikan oleh Ulfah (2011) yang menjelaskan
bahwa penting dilakukan sosialisas tentang persyaratan pasien jamkesmas agar
ketidaklengkapan berkas klaim dapat diminimalisir.
Masalah ketiga dari segi human adalah tidak berjalannya lembar checklist
karena tidak ada checklist kelengkapan klaim ataupun kartu kendali sehingga
terdapat berkas yang masih tertinggal untuk dilengkapi. Upaya penyelesaian
masalah tersebut dilakukan dengan membuat checklist kelengkapan klaim atau
membuat kartu kendali yang digunakan untuk pengontrolan kelengkapan berkas
klaim. Peneliti mendesainkan checklist dan kartu kendali sebagai alternatif pilihan
untuk memudahkan verifikator internal dalam menganalisis kelengkapan berkas
klaim. Berikut merupakan desain kartu kendali ketidaklengkapan berkas klaim
yang disarankan oleh peneliti.
Kelengkapan Berkas Validitas Isi
Persyaratan Tidak Tidak
Ada Persyaratan Pengisian Sesuai Keterangan
Kelengkapan Ada Sesuai
No. SEP
Tanggal SEP
No. kartu
Nama peserta
Tanggal lahir
SEP No. telepon
Faskes perujuk
Diagnosa awal
Peserta
Jenis rawat
Kelas rawat
Tanggal MRS
Ruang
Alasan MRS
Penyakit penyerta
Hasil pemeriksaan saat
MRS
Diagnosa utama
Diagnosa sekunder
Resume Medis Tata laksana
d. Medika mentosa saat
dirawat
e. Tindakan medis
f. Medika mentosa saat
pulang
Keadaan waktu keluar RS
Cara keluar RS
Sebab meninggal (jika
190

Kelengkapan Berkas Validitas Isi


Persyaratan Tidak Tidak
Ada Persyaratan Pengisian Sesuai Keterangan
Kelengkapan Ada Sesuai
ada)
Instruksi tindak
lanjut/kontrol (jika ada)
Tempat dan tanggal
membuat resume
Ttd DPJP
Nama peserta
No. RM
Umur tahun
Umur hari
Tanggal lahir
Jenis kelamin
Kelas perwatan
No. SEP
Lembar INA- Tanggal masuk
CBG’s Tanggal keluar
Jenis perawatan
Cara pulang
LOS
Berat lahir
Diagnosa utama
Diagnosa sekunder
Prosedur
Hasil grouping
Hasil
pemeriksaan
penunjang
(laboratorium,
radiologi)
Nama klien
Tanggal lahir/umur
Berat badan
Sex
Tinggi badan
No. registrasi
No. RM
Diagnosa awal
Kode ICD-10
Clinical Rencana LD
pathway Cara pulang
Diagnosa
Utama
Penyerta
Komplikasi
Assesmen klinik
Pemeriksaan penunjang
Tindakan
Jasa keperawatan
Obat-obatan
Darah/kolf
191

Kelengkapan Berkas Validitas Isi


Persyaratan Tidak Tidak
Ada Persyaratan Pengisian Sesuai Keterangan
Kelengkapan Ada Sesuai
AMHP
Jasa farmasi
Jasa gizi
Nutrisi
Hasil/outcome
Pendidikan rencana
pemulangan
Varians
Nama perawat
Nama dokter
Ttd DPJP
Nama pelaksana verifikasi
Diagnosa akhir
Kode diagnosa akhir
Tindakan
Rincian obat
Surat
pengantar
rawat inap
Laporan
operasi (kasus
bedah)
SK Kelahiran
(kasus
persalinan)
SK Persalinan
kasus
persalinan)
Catatan: centang yang tidak lengkap

Gambar 4.19 Checklist Kelengkapan Berkas Klaim

Gambar tersebut merupakan desain kartu kendali kelengkapan berkas klaim


yang dapat digunakan sebagai alat untuk analisis kelengkapan berkas klaim secara
tertulis sehingga dapat menjadi salah satu upaya dalam meningkatkan
kelengkapan berkas klaim. Lembar kelengkapan juga akan didesainkan untuk
pengajukan kelengkapan berkas klaim (gambar terlampir). Hal ini sesuai dengan
penelitian Nurhaidah, dkk (2016) yang menyatakan salah satu faktor yang
menyebabkan ketidaklengkapan pengisian rekam medis adalah tidak adanya
cheklist penilaian kelengkapan pengisian rekam medis, sehingga peneliti
menyarankan untuk membuat cheklist penilaian atau kartu kendali.
192

Masalah ketiga dari segi human adalah belum bisa mengetik 10 jari
sehingga proses penginputan lebih dari 1 menit. Jika jumlah pasien banyak maka
akan menghambat proses pelayanan karena lamanya pasien mendapatkan
pelayanan. Upaya perbaikan masalah yang disarankan adalah melatih diri untuk
mengetik 10 jari. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sutirman
(2012) yang menyatakan bahwa diperlukan pengembangan keterampilan dan
pengetahuan mengetik berbasis komputer sesuai dengan perkembangan era global
sekarang dan masa yang akan datang.
Masalah keempat dari segi human adalah sering salah input tanggal lahir
sehingga sering dilakukan edit data. Upaya perbaikan masalah yang disarankan
adalah lebih teliti dalam penginputan dan pengecekan kembali sebelum SEP di
cetak. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Supraba (2013) yang
menyatakan bahwa lebih teliti dalam penginputan dan pemahaman data sehingga
sistem dapat berjalan dengan baik tanpa ada kesalahan.
Masalah kelima dari segi human adalah lamanya dalam identifikasi
kelengkapan berkas klaim untuk 1 pasien membutuhkan waktu lebih dari 3 menit
sehingga berkas klaim masih menumpuk yang belum dianalisis kelengkapan
berkas klaim. Upaya perbaikan masalah yaitu dengan melakukan manajemen
waktu dan membuat target 1 hari dapat menyelesaikan berapa berkas. Hal ini
sejalan dengan penelitian Meilani dan Putri (2015) yang menjelaskan bahwa perlu
dilakukan manajemen waktu dan evaluasi waktu atau penyediaan alat barcode
untuk memperlacar pelayanan.
Masalah keenam dari segi human adalah kurangnya jumlah verifikator
internal sehingga banyak pekerjaan yang harus ditunda. Upaya perbaikan masalah
yaitu penambahan verifikator internal agar dapat fokus dalam melaksanakan tugas
sesuai tanggung jawabnyanya masing-masing. Hal ini sesuai dengan Menkes
(2014) yang menyatakan bahwa penentuan jumlah tenaga/kebutuhan SDM
dihitung berdasarkan analisis beban kerja dengan mempertimbangkan beberapa
hal. Jumlah standar tenaga verifikator yang dibutuhkan di Rumah Sakit Mitra
Sehat Situbondo adalah lima orang. Perhitungan jumlah verifikator internal dapat
dapat menggunakan metode WISN. Hal ini bertujuan agar terdapat kesesuaian
193

jumlah verifikator internal dengan kebutuhan jumlah verifikator internal di Rumah


Sakit Mitra Sehat Situbondo. Hal ini sesuai dengan penelitian Warijan, dkk (2017)
yang menyatakan bahwa beban kerja sangat berpengaruh terhadap efisiensi,
efektivitas dan produktifitas tenaga kerja sehingga perlu adanya kesesuaian antara
jumlah tenaga kerja dan beban kerja, oleh karena itu, berdasarkan perhitungan
dengan metode WISN, RSI Sultan Agung perlu menambahkan satu petugas agar
pelayanan lebih efektif dan efisien. Tabel berikut merupakan hasil perhitungan
kebutuhan petugas verifikator internal adalah sebagai berikut.
Langkah Pertama : Menetapkan Waktu Kerja Tersedia
A (hari kerja aktif selama 1 tahun) = 6 (hari kerja) x 50 (minggu) = 300 Hari
B (cuti) = 12 Hari
C (diklat) = 6 Hari
D (hari libur nasional) = 19 Hari
E (izin, sakit) = 10 Hari
F (jam kerja per hari) = 7 jam kerja/hari (allowance 25% x 7 =
1,75 )
= 7 – 1,75 = 5,25 Jam/Hari
1. Hari Kerja Tersedia = { A – (B+C+D+E) }
= {300 – (12+6+19+120)}
= 253 Hari kerja/tahun
2. Waktu Kerja Tersedia = Hari Kerja Tersedia x F
= 253 x 5,25
= 1.328,25 jam kerja pertahun
= 79.695 (dalam menit)
Langkah Kedua dan ketiga : Menetapkan Unit Kerja dan SDM dan menyusun
standar beban kerja.
Tabel 4.9 Menyusun Standar Beban Kerja
Rata-rata waktu
Kategori SDM Kegiatan Pokok Standar beban kerja
(menit)
Verifikator Internal Analisis pengisian 2 39.847
resume dan clinical
pathway
Pemilahan berkas
194

klaim
-RJ -2 - 39.847
-RI - 3,5 - 22.770
Koding
-RJ -2 - 39.847
-RI - 7,4 - 10.769
Entri data ke 3 39.848
aplikasi INA-CBGs
Scan berkas
-RJ -2 - 39.847
-RI -5 - 15.939

Cara Perhitungan
Standar beban kerja = Waktu kerja tersedia
Rata-rata waktu per-kegiatan pokok
a. Analisis pengisian resume dan clinical pathway = 79.695/2= 39.847
b. Pemilahan berkas klaim
RJ = 79.695/2 = 39.847
RI = 79.695/3.5 = 22.770

c. Koding
RJ = 79.695/2 = 39.847
RI = 79.695/7.4 = 10.769
d. Entri data ke aplikasi INA-CBGs = 79.695/3 = 39.848
e. Scan berkas
RJ = 79.695/2 = 39.847
RI = 79.695/5 = 15.939
Langkah ke empat : Menyusun Standar Kelonggaran
1. Waktu kerja tersedia = 1.328.25 jam/ tahun
2. Faktor kelonggaran = pertemuan audit medik, i jam/ minggu
= 1 jam x 52 minggu
= 52 jam/ tahun
Rumus standar kelonggaran = 52 jam / 1.328.25 = 0,039 = 0,04

Menghitung Kebutuhan Tenaga Kerja


195

Rumus : Kuantitas Kegiatan Pokok + Standar Kelonggaran


Standar beban kerja
1. Kuantitas kegiatan pokok
Keterangan:
Pasien rawat jalan /hari = 56 pasien
Pasien rawat inap/hari = 6 pasien
Jumlah pasien RI+RJ = 61 pasien
a. Analisis pengisian resume dan clinical pathway = 253 x 300 = 75.900
b. Pemilahan berkas klaim
RJ = 121 x 300 = 36.300
RI = 37 x 300 = 11.100
c. Koding
RJ = 121 x 300 = 36.300
RI = 37 x 300 = 11.100
d. Entri data ke aplikasi INA-CBGs = 253 x 300 = 75.900
e. Scan berkas
RJ = 121 x 300 = 36.300
RI = 37 x 300 = 11.100
2. Kebutuhan SDM
Rumus : Kuantitas kegiatan / standar beban kerja + std. kelonggaran
a. Analisis pengisian resume dan clinical pathway = 75.900/39.847 + 0,04 =
1,94 = 2 orang
b. Pemilahan berkas klaim
RJ = 36.300/39.847 + 0,04 = 0,95 = 1 orang
RI = 11.100/22.770 + 0,04 = 0,52 = 1 orang
c. Koding
RJ = 36.300/39.847 + 0,04 = 0,95 = 1 orang
RI = 11.100/10.769 + 0,04 = 0,52 = 1 orang
d. Entri data ke aplikasi INA-CBGs = 75.900/39.848 + 0,04 = 1,94 = 2 orang
e. Scan berkas
RJ = 36.300/39.847 + 0,04 = 0,95 = 1 orang
196

RI = 11.100/15.939 + 0,04 = 0,52 = 1 orang


Sehingga jumlah verifikator internal sebanyak 10 orang namun saat ini yang jadi
verifikator internal sebanyak 3 orang
Masalah keenam dari segi organization adalah ruangan casemix sempit.
Upaya perbaikan pertama yang dapat dilakukan adalah pelebaran ruangan. Hal ini
sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Setijaningsih (2015) yang
menyatakan bahwa perlu adanya pelebaran ruang rekam medis sehingga berkas
tidak berserakan dan tidak terjadi desakan orang. Upaya perbaikan kedua yang
dapat dilakukan adalah penataan interior yang tepat sehingga ruangan bisa tampak
lebih luas. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Rahajaan (2012)
yang menyatakan bahwa penataan ruangan kerja yang teratur, sirkulasi udara yang
nyaman dan segar, peneranganyang cukup, serta tempat kerja yang bersih akan
turut berpengaruh pada perfomance dan perilaku pegawai ditempat kerja, pegawai
akan merasa senang dan bergairah dalam melaksanakan tugas dan kerjanya
Masalah ketujuh dari segi organization adalah tidak ada sekat kaca di
pendaftaran sehingga kemungkinan terjadinya penularan penyakit menular besar.
Upaya perbaikan yang dapat dilakukan adalah penggunaan masker oleh petugas
pendaftaran atau pemberian penyekat kaca. Hal ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Hardiyanti (2015) yang menyatakan bahwa loket bagian dalam
pendaftaran seharusnya diberikan penyekat kaca, lubang bicara, dan penggunaan
masker oleh petugas pendaftaran agar mengurangi risiko petugas tertular penyakit
atau virus dari pasien saat bekerja.
Masalah kedelapan dari segi organization adalah ruangan berdebu dan
rekam medis berserakan. Upaya perbaikan pertama yang dapat dilakukan adalah
ruangan dibersihkan setiap hari. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Hariyati (2017) yang menyatakan bahwa ruangan perlu di bersihkan sesering
mungkin kurang lebih dua kali sehari agar selalu bersih dari debu. Upaya
perbaikan kedua yang dapat dilakukan adalah berkas ditata supaya lebih rapi dan
disediakan rak/keranjang
Masalah kesembilan dari segi technology adalah tidak ada petugas IT tetap.
Upaya perbaikan yang dapat dilakukan adalah kontrak petugas IT diperpanjang.
197

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Purwatini dan Harjanti
(2017) yang menyatakan bahwa apabila masa kontrak dengan karyawan berakhir
maka karyawan akan diperpanjang masa kontraknya jika optimal dalam
menjalankan tugasnya dan bagus kinerjanya.
Masalah kesembilan dari segi planning adalah belum ada SOP kelengkapan
berkas klaim dan pengkodingan klaim dari rumah sakit. Upaya perbaikan pertama
yang dapat dilakukan adalah menyusun dan menetapkan SOP kelengkapan klaim
dan SOPpengkodingan klaim. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Rahmawati (2016) yang menyatakan bahwa perlu membuat SOP pemberian
kode diagnosis dengan keterangan diagnosis yang yang perlu prosedur khusus dan
menjelaksan langkah-langkah yang berbeda sesuai jenis kasus agar karyawan
lebih disiplin dan dapat meminimalisir kesalahan. Selain itu juga penelitian yang
dilakukan oleh Malonda (2016) yang menyatakan bahwa perlu membuat SOP
pengajuanklaim Pengajuanklaim BPJS Kesehatan di RSUD Dr. Sam Ratulangi
Tondano. Upaya perbaikan kedua yang dapat dilakukan adalah sosialisasi SOP
kelengkapan klaim. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Riyantika (2018) yang menyatakan bahwa diperlukan sosialisasi yang optimal
tentang kebijakan pengisian rekam medis sehingga dokter, perawat dan petugas
rekam medis maupun pihak lain yang terkait mengetahui dan memahami akan
pentingnya kelengkapan berkas rekam medis khususnya resume medis.
Masalah kesepuluh dari segi planning adalah belum ada perencanaan
strategis. Upaya perbaikan pertama yang dapat dilakukan adalah membuat
rencana strategis. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Fauzi
(2014) yang menyatakan bahwa perlu dibuatkan rencana strategis agar rencana
strategis ini dapat dibuat dengan baik maka diperlukan suatu alur kerja
perencanaan startegis sistem informasi dan teknologi.
Masalah kesebelas dari segi organizing adalah job description tidak jelas
dan tidak rinci. Upaya perbaikan pertama yang dapat dilakukan adalah pemberian
job description kepada masing-masing karyawan. Hal ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Hanif (2013) yang menyatakan bahwa job
description yang tidak jelas, perintah-perintah yang tidak lengkap dari atasan,
198

tidak adanya pengalaman memberikan kontribusi terhadap ketidakjelasan peran.


Menurut Shepherd dan Fine (1994) skala dari Rizzo, House dan Litzman atau
yang dikenal dengan RHL paling sering digunakan untuk mengukur
ketidakjelasan peran. Ketidakjelasan peran dibagi menjadi tiga bagian yaitu
ketidakjelasan pertanggungjawaban, ketidakjelasan ketentuan, dan ketidakjelasan
role-sender.
Masalah keduabelas dari segi actuating adalah kurangnya semangat bekerja.
Upaya perbaikan yang dapat dilakukan adalah pemberian reward (kenaikan gaji
insentif 5%, pemberian pujian, pemberian sertifikat, pemberian hadiah kecil) dan
punishment (pemberian pemberian peringatan secara lisan, pemberian SP 1-3).
Hal ini sejalan dengan penelitian Nurhadiah (2016) yang dilakukan oleh yang
menyatakan bahwa perlu memberlakukan sistem reward dan punishment sebagai
motivasi dalam pengisian rekam medis, pengkodingan, dan kedisiplinan kerja.
Masalah ketigabelas dari segi controlling adalah tidak ada rapat rutin.
Upaya perbaikan yang dapat dilakukan adalah dilakukan rapat rutin minimal 6
bulan atau 1 tahun sekali. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Pamungkas (2015) yang menyatakan bahwa solusi untuk menurunkan
ketidaklengkapan berkas rekam medis dan ketidakakuratan kode diagnosis
dilakukan dengan cara mengadakan sosialisasi rutin dalam rapat triwulan
Masalah keempat belas dari segi controlling evaluasi program. Upaya
perbaikan yang dapat dilakukan adalah membuat kebijakan baru/merevisi
kebijakan baru maupun kebijakan minimal setiap 1 tahun sekali. Hal ini sejalan
dengan penelitian yang dilakukan oleh Mirfat (2017) yang menyatakan bahwa
membuat kebijakan agar DPJP segera menuliskan diagnosis utama dan sekunder
pada resume medis ketika diagnosis sudah ditegakkan dan memberikan
tandatangan di resume medis.
Masalah ke lima belas dari segi human adalah verifikator internal tidak
paham regulasi pengkodingan. Upaya perbaikan yang dapat dilakukan adalah
sosialisasi regulasi BPJS Kesehatan yang berlaku. Hal ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Saadah (2017) yang menyatakan bahwa BPJS
Kesehatan melaksanakan sosialisasi peraturan-peraturan baru dalam pelaksanaan
199

pengajuan klaim BPJS Kesehatan kepada staf rumah sakit bagian pengajuan
klaim.
Masalah ke enam belas dari segi human adalah verifikator internal tidak
paham perbedaan penyakit akut dan kronis. Upaya perbaikan yang dapat
dilakukan adalah pelatihan kodefikasi yang mengacu pada regulasi BPJS
Kesehatan yang berlaku. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Saadah (2017) yang menyatakan bahwa perlu adanya pengadaan pelatihan atau in
house training untuk meningkatkan pengetahuan petugas terkait kodefikasi
Masalah ke tujuh belas dari segi human adalah petugas entri data tidak
paham struktur dari keluaran INA-CBGs seperti contoh A-1-11-III. Upaya
perbaikan yang dapat dilakukan adalah sosialisasi regulasi BPJS Kesehatan yang
berlaku. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Syaadah (2017)
yang menyatakan bahwa sosialisasi keluaran INA-CBGs.
Masalah ke delapan belas dari segi human adalah petugas entri data tidak
paham perbedaan penginputan diagnosa utama dan sekunder. Upaya perbaikan
yang dapat dilakukan adalah membuat petunjuk teknis pengisian di aplikasi e-
klaim 5.2 dengan dilengkapi maksud dari masing-masing item. Pembuatan buku
panduan pengisian aplikasi INA-CBGs bertujuan untuk menghindari kesalahan
penginputan data INA-CBGs.
Masalah ke sembilan belas dari segi human adalah waktu istirahat lebih
awal dari ketentuan jam istirahat. Upaya perbaikan yang dapat dilakukan adalah
pemberian peringatan kepada karyawan. Hal ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Rofi (2012) yang menyatakan bahwa tindakan pendisiplinan bisa
berupa peringatan atau skorsing.
Masalah ke dua puluh dari segi human adalah tulisan dokter sulit di baca.
Upaya perbaikan yang dapat dilakukan adalah konfirmasi dengan dokter terkait
diagnosa yang tidak jelas. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Mandels dan Calvin (2013) yang menyatakan bahwa jika tulisan dokter tidak
dapat dibaca walaupun sudah membaca hasil pemeriksaan lainnya, maka koder
harus melakukan konfirmasi ulang kepada dokter yang merawat pasien tersebut
agar menghindari bias.
200

Masalah ke dua puluh satu dari segi organization adalah kurangnya


keranjang berkas. Upaya perbaikan yang dapat dilakukan adalah penambahan
keranjang/kardus tidak terpakai. Hal ini dilakukan agar berkas tidak berantakan
dan menghindari misfile. Masalah ke dua puluh dua dari segi technology adalah
kurangnya scanner. Upaya perbaikan yang dapat dilakukan adalah penambahan
scanner minimal 1 scanner. Penambahan scanner ini bertujuan untuk
mempercepat proses klaim.
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian terkait faktor penyebab pengembalian berkas klaim
rawat inap oleh BPJS Kesehatan di Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo yang
telah dilakukan dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
a. Pengembalian berkas klaim oleh BPJS Kesehatan di RS Mitra Sehat
Situbondo disebabkan oleh 2 (dua) hal yaitu ketidaklengkapan berkas klaim
dan ketidaksesuaian kaidah koding.
b. Jumlah berkas yang dikembalikan hampir setiap bulannya terjadi dengan
rata-rata sebesar 13.065% dari 595 berkas yang diklaimkan.
c. Berdasarkan faktor human terkait ketidaklengkapan berkas klaim adalah
kurangnya pemahaman tentang regulasi kelengkapan berkas klaim, rata-rata
karyawan masih baru sehingga belum ada pengalaman, dan kurangnya
jumlah verifikator internal.
d. Berdasarkan faktor organization terkait ketidaklengkapan berkas klaim
adalah berkas hilang karena rak/kerabjang berkas klaim tidak ada dan
ruangan sempit sehingga sesak apabila melakukan proses pengecekan
berkas klaim.
e. Berdasarkan faktor technology terkait ketidaklengkapan berkas klaim
adalah kurangnya scanner dan karyawan masih belum bisa mengatasi
terjadinya error sehingga apabila terjadi error hingga 2 hari akan
menghambat kerja input data
f. Berdasarkan faktor planning terkait ketidaklengkapan berkas klaim adalah
belum optimalnya SOP pengisian berkas rekam medis, tidak ada sosialisasi
pengisian rekam medis, dan belum ada SOP kelengkapan berkas klaim.
g. Berdasarkan faktor organizing terkait ketidaklengkapan berkas klaim adalah
belum optimal keterlibatan antara dokter, perawat, dan perekam medis,
belum jelas dan rinci job description-nya.

201
202

h. Berdasarkan faktor actuating terkait ketidaklengkapan berkas klaim adalah


belum ada reward dan punishment, pengarahan hanya pada saat awal
bekerja saja.
i. Berdasarkan faktor controlling terkait ketidaklengkapan berkas klaim adalah
belum diadakan rapat rutin minimal 6 bulan atau 1 tahun sekali sehingga
tidak ada kebijakan baru.
j. Koding yang tidak sesuai menurut BPJS Kesehatan yaitu N20.2 (Batu
saluran kencing+ISK), K30 (Dispepsia), A16.0 (TB+PPOK), A09
(GEA+Thypoid), K81.9 (Cholecystitis + cholelithiasis)
k. Berdasarkan faktor human terkait ketidaksesuaian kaidah koding adalah
belum paham tentang regulasi diagnosa apa saja yang dapat diklaimkan ke
BPJS Kesehatan, kurang pahamnya clinical pathway dan terminologi medis,
kurangnya keterampilan membaca tulisan dokter.
l. Berdasarkan faktor organization terkait ketidaksesuaian kaidah koding
adalah kurang konsentrasinya karyawan dalam bekerja karena ruangan
sempit
m. Berdasarkan faktor technology terkait ketidaksesuaian kaidah koding adalah
belum bridging antara v-klaim dan e-klaim.
n. Berdasarkan faktor planning terkait ketidaksesuaian kaidah koding adalah
tidak mengetahui SOP pengkodingan, belum ada sosialisasi SOP, dan tidak
ada rencana strategis terkait pengembalian berkas klaim karena
ketidaksesuaian kaidah koding.
o. Berdasarkan faktor organizing terkait ketidaksesuaian kaidah koding adalah
ruangan sempit.
p. Berdasarkan faktor actuating terkait ketidaksesuaian kaidah koding adalah
tidak ada reward dan punishment, dan pengarahan hanya pada saat awal
bekerja saja.
q. Berdasarkan faktor controlling terkait ketidaksesuaian kaidah koding adalah
belum ada rapat rutin untuk evaluasi program sehingga nantinya akan
muncul kebijakan baru.
203

r. Upaya perbaikan yang dapat dilakukan adalah pembuatan SOP


pengklaiaman, sosialisasi SOP, penambahan karyawan, pengajuan proposal
untuk pelebaran ruangan, penambahan scanner, memperjelas job
description, membuat checklist, diadakan reward seperti penambahan hari
cuti atau hadiah kecil setiap tahunnya dan punishment seperti peringatan
baik secara lisan maupun tertulis.

5.2 Saran
a. Pihak Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo perlu melakukan evaluasi terkait
pengembalian berkas klaim rawat inap yang disebabkan oleh
ketidaklengkapan berkas klaim dan ketidaksesuaian kaidah koding secara
rutin minimal 6 bulan atau 1 tahun sekali.
b. Pihak Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo sebaiknya melakukan sosialisasi
terkait SOP kelengkapan pengisian rekam medis, SOP pengklaiman, dan
kebijakan-kebijakan baru yang mungkin akan dibuat seperti reward dan
punishment.
c. Pihak Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo sebaiknya menambah karyawan
klaim dengan metode WISN agar proses klaim dapat berjalan tepat waktu
dan terjadinya pengembalian klaim dapat diminimalisir bahkan dicegah.
d. Pihak Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo sebaiknya menyediakan
anggaran dana terkait pengadaan scanner, reward dan punishment.
e. Pihak Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo sebaiknya menyediakan
keranjang untuk berkas rekam medis dari poli/ruangan, dan pengajuan
proposal untuk pelebaran ruangan.
f. Diharapkan untuk peneliti selanjutnya dapat meneruskan penelitian ini
dengan melakukan perhitungan kebutuhan sarana dan prasarana yang ideal,
lebih rinci dalam penggalian informasi.
DAFTAR PUSTAKA

Agustina, I., & Haryanto, D. 2018. “Sistem Pakar Diagnosis Kerusakan Pada
Printer Ink Jet Dengan Menggunakan Metode Forward Chaining”. Dalam
Jurnal Manajemen dan Teknik Informatika (JUMANTAKA), 1(1): 171-180.
[Online]. http://jurnal.stmik-dci.ac.id/index.php/jumantaka/article/view/280/
0 . [20 Juni 2018].

Alfianto, L., & Zakiyah, E. 2015. “Analisa perkiraan jumlah SDM rekam medik di
unit filing dengan metode WISN (Woarl Load Indicator Staff Need) di
RSUD Kabupaten Wonogiri Tahun 2014 (Analysis of estimated amount of
human resources in the medical record filing with WISN method)”.
In IJMS-Indonesian Journal on Medical Science, 2(1). [Online].
http://ejournal.ijmsbm.org/index.php/ijms/article/view/42. [7 Juni 2018].

Alfiyan, A. R. 2014. Tinjauan Kelengkapan Dokumen Rekam Medis Rawat Inap


dalam Penentuan Diagnosa Utama di Rumah Sakit Islam Kendal Periode
Semester 1 Tahun 2014.

Alfiyan, A. R. 2014. Tinjuan Kelengkapan Dokumen Rekam Medis Rawat Inap


dalam Penentuan Diagnosa Utama di Rumah Sakit Islam Kendal Periode
Semester I Tahun 2014.

Almasri, M. N. (2017). Manajemen Sumber Daya Manusia: Imlementasi Dalam


Pendidikan Islam. Jurnal Penelitian Sosial Keagamaan, 19(2), 133-151.
http://ejournal.uin-suska.ac.id/index.php/Kutubkhanah/article/view /2547.
[diakses tanggal 20 Oktober 2018].

Alvianitasari, E. F., Jati, S. P., & Fatmasari, E. Y. 2018. Evaluasi Pelaksanaan


Sistem Verifikasi di Kantor (Vedika) BPJS Kesehatan di Rumah Sakit
Umum William Booth Semarang. Jurnal Kesehatan Masyarakat (e-Journal),
6(4), 10-17. https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm/article/view/21351.
[diakses tanggal 18 November 2018].

Annas, A. 2017. Interaksi Pengambilan Keputusan dan Evaluasi Kebijakan.


Makassar: Celebes Medis Perkasa.

Ardhitya, T., & Perry, A. (2015). “Faktor-Faktor Yang Melatar Belakangi


Penolakan Klaim Bpjs Oleh Verifikator BPJS di RSJD Dr. Amino
Gondohutomo Provinsi Jawa Tengah Tahun 2015”. Dalam Jurnal Fakultas
Kesehatan Universitas Dian Nuswantoro Semarang. [Online].
http://mahasiswa.dinus.ac.id/docs/skripsi/jurnal/15985.pdf [8 Maret 2018].

Barlian, N. A. 2016. “Pengaruh Tipe Kepribadian, Kontrak Psikologis, Komitmen


Organisasi, Motivasi dan Kepuasan Kerja terhadap Organizational

204
205

Citizenship Behavior (OCB) dan Kinerja Karyawan di Rumah Sakit


ParuKabupaten Jember”. Dalam Jurnal Relasi Stie Mandala Jember, 12(1).
[Online] http://jurnal.stie-mandala.ac.id/index.php/relasi/article/view/82/69

Barus, V. M., Mesran, M., Suginam, S., & Karim, A. 2017. “Sistem Pakar Untuk
Mendiagnosis Hama pada Tanaman Jambu Biji Menggunakan Metode
Bayes”. Dalam Jurnal Ilmiah INFOTEK, 2(1). [Online].
http://ejurnal.amikstiekomsu.ac.id/index.php/infotek/article/view/97/90. [9
Juni 2018].

Basaryadi. 2013. Evaluasi Proses Pembuatan Laporan dan Pemanfaatan


Informasi Rekam Medis Di Rumah Sakit Usada Sidoarjo. Jurnal
Administrasi Kesehatan Indonesia, 1(4), 282-290. http://journal.unair.ac.id
/download-fullpapers-jaki8cb6c3cb05full.pdf. [diakses tanggal 10 Oktober
2018].

Bausat, N. 2015. Strategi RSUD Tenriawaru Kabupaten Bone Menuju


Implementasi Sistem Pembayaran Prospektif. Jurnal Administrasi Rumah
Sakit Indonesia, 1(2), 97-107. http://journal.fkm.ui.ac.id/arsi/article/
view/2175/713. [diakses tanggal 10 Desember 2018].

BPJS Kesehatan. 2016. Peraturan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial


Kesehatan Nomor 4 Tahun 2016 tentang Petunjuk Teknis Penyelenggaraan
Koordinasi Manfaat dalam Program Jaminan Kesehatan Nasional. Jakarta:
BPJS Kesehatan.

BPJS Kesehatan. 2016. Peraturan Direksi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial


Kesehatan Nomor 16 Tahun 2016 Tentang Petunjuk Teknis Penagihan dan
Pembayaran Iuran Jaminan Kesehatan Nasional. [Online]. https://bpjs-
kesehatan.go.id/bpjs/dmdocuments/e73f0b0fd0c22694dbab3f9f3b824d58.pd
f. [8 Maret 2018].

Budiono. 2006. Pengertian Kedisiplinan. Skripsi. Universitas Sumatera Utara.


Diakses dari http:// repository.usu.ac.id. diakses tanggal 8 Oktober 2018].

Wagimo dan Ancok. 2005. Hubungan Kepemimpinan Transformasional dan


Transaksional dengan Motivasi Bawahan di Militer. Jurnal Psikologi, 32(2),
112-127. https://journal.ugm.ac.id/jpsi/article/view/7075. [diakses tanggal
17 November 2018].

Daft, Richard. 2007. Management Majamemen. Jakarta: Salemba Empat.

Danarwati, Yanti Sri. 2013. Manajemen Pembelajaran dalam Upaya


Meningkatkan Mutu Pendidikan. Jurnal Mimbar Bumi Bengawan, 6(13), 1-
18. http://www.stia-asmisolo.ac.id/jurnal/index.php/jmbb/article/view/21.
[diakses tanggal 18 November 2018].
206

Darmadi. 2018. Manajemen Sumber Daya Manusia ke Kepala Sekolahan.


Yogyakarta: Deepublish.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2004. Undang-Undang Republik


Indonesia Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional.
[Online]. http://www.depkes.go.id/resources/download/general/UU%20No.
%2040%20Th%202004%20ttg%20Sistem%20Jaminan%20Sosial%20Nasio
nal.pdf. [4 Maret 2018].

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2009. Undang-Undang Republik


http://www.depkes.go.id/resources/download/peraturan/UU%20No.%2044
%20Th%202009%20ttg%20Rumah%20Sakit.pdf. [4 Maret 2018].

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2009. Undang-Undang RI Nomor 36


Tahun 2009 tentang Kesehatan. [Online].
http://www.depkes.go.id/resources/download/general/UU%20
Nomor%2036%20Tahun2%20009%20tentang%20Kesehatan.pdf. [28
Februari 2018].

Dharmmesta, B. S. 2014. Manajemen Pemasaran. http://repository.ut.ac.id/4785/


1/EKMA4216-M1.pdf. [diakses tanggal 20 Desember 2018].

Dhermawan, A. A. N. B., Sudibya, I. G. A., & Utama, I. W. M. 2012. Pengaruh


motivasi, lingkungan kerja, kompetensi, dan kompensasi terhadap kepuasan
kerja dan kinerja pegawai di lingkungan kantor Dinas Pekerjaan Umum
Provinsi Bali. Jurnal Manajemen, Strategi Bisnis dan Kewirausahaan.
https://ojs.unud.ac.id/index.php/jmbk/article/view/2203. [diakses tanggal 19
Desember 2018].

Djuhaeni. 2012. Analisis Penerapan Sistem Informasi Rekam Medisdi Rumah


Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat. Universitas Padjajaran

Endarto, Y., & Purnomo, P. S. 2013. “Hubungan Tingkat Pengetahuan Tentang


Kesehatan Reproduksi dengan Perilaku Seksual Berisiko pada Remaja di
SMK Negeri 4 Yogyakarta”. Dalam Jurnal Kesehatan Surya Medika
Yogyakarta. [Online].
https://s3.amazonaws.com/academia.edu.documents/34853515/ jurnal_repro
duksi.pdf?AWSAccessKeyId=AKIAIWOWYYGZ2Y53UL3A&Expires=1
530146635&Signature=YYs5DxSZ7sULucsHh1wy0LQ28yE%3D&response
-contendisposition=inline%3B%20filename%3 DJURNALKESEHATAN_
SURYA_MEDIKA_YOGYAKARTA.pdf. [7 Juni 2018]

Erawantini, Feby. 2017. Sistem Informasi Manajemen Kesehatan. Jember: UPT


Penerbitan Universitas Jember.
207

Fanani, Z., Hanif, R. A., & Subroto, B. 2008. Pengaruh Struktur Audit, Konflik
Peran, dan Ketidakjelasan Peran Terhadap Kinerja Auditor. Jurnal
Akuntansi dan Keuangan Indonesia, 5(2), 139-155.
http://jaki.ui.ac.id/index.php/home/article/view/252. [diakses tanggal 21
Desember 2018].

Fauzi, I., Kusumo, D., & Perdana, E. 2014. Perencanaan Strategis Sistem
Informasi Menggunakan Metode Anita Cassidy (Studi Kasus: PT. Medika
Antapani). EProceedings of Engineering, 1(1), 784-792.
https://libraryeproceeding.telkomuniversity.ac.id/index.php/engineering/arti
cle/view/1778/4540. [diakses tanggal 16 November 2018].

Fauzi, Rizki Ahmad. 2017. Sistem Informasi Akutansi (Berbasis Akuntansi).


Yogyakarta: Deepublish.

Firdaus, F. F., & Dewi, A. 2015. “Evaluasi Kualitas Pelayanan Terhadap


Kepuasan Pasien Rawat Jalan Peserta BPJS di RSUD Panembahan
Senopati Bantul”. Dalam JMMR (Jurnal Medicoeticolegal dan Manajemen
Rumah Sakit), 4(2). [Online]. http://journal.umy.ac.id/index.php/mrs/article
/view/690. [10 Juni 2018].

Garay, H.D.V. 2006. Kinerja Extra-Role dan Kebijakan Kompensasi. Sinergi


Kajian Bisnis dan Manajemen, Vol. 8 (1), 33-42. http://jurnal.uii.ac.id/
Sinergi/article/view/424. [diakses tanggal 18 November 2018].

Gempur, Santoso. 2004. Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Cetakan


Pertama. Jakarta: Prestasi Pustaka.

Gibson, James, L. 2000. Organisasi, Perilaku, Struktur dan Proses, Edisi ke-5.
Cetakan ke-3. Jakarta: Erlangga.

Gunawan, K., & Djati, S. P. 2011. “Kualitas Layanan dan Loyalitas Pasien (Studi
pada Rumah Sakit Umum Swasta di Kota Singaraja–Bali)”. Dalam Jurnal
Manajemen dan Kewirausahaan, 13(1), 32-39. [Online]. http://jurnal
manajemen.petra.ac.id/index.php/man/article/view/18242

Handoko, T. Hani. 2009. Manajemen Cetakan Duapuluh. Yogyakarta: BPEE.

Hanif, R. A. 2013. Pengaruh Struktur Audit, Konflik Peran dan


Ketidakjelasan Peran Terhadap Kinerja Auditor. Jurnal Ekonomi. Vol.21
No.3. hlm. 1-15. http://jaki.ui.ac.id/index.php/home/article/view/252.
[diakses tanggal 11 Desember 2018].

Hardiyanti, S. 2015. Tinjauan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keluhan Kerja


Petugas di Bagian Loket TPPRJ Pasien Umum di RSUD Ungaran Tahun
208

2015. Skripsi. http://eprints.dinus.ac.id/17431/. [diakses tanggal 19


Desember 2018].
Hariyati, F., Kesehatan, P. M. D. I., & Yani, J. A. 2017. Upaya Instalasi Rekam
Medis dalam Menjaga Keamanan dan Kerahasiaan Berkas Rekam Medis di
RSUD Panembahan Senopati Bantul. Karya Tulis Ilmiah.
http://repository.unjaya.ac.id/2047/2/FITRI%20HARIYATI_1314042_pisah
.pdf. [diakses tanggal 13 Desember 2018].

Harjanti, A. D. 2017. Pengaruh Pengembangan Karir Terhadap Prestasi Kerja


Karyawan pada PT Pos Indonesia Cabang Tasikmalaya. Disertatsi.
Universitas Widyatama. https://repository.widyatama.ac.id/xmlui/handle/
123456789/8805. [diakses tanggal 16 Desember 2018].

Harjanti. 2018. Strategi Keakuratan Kode Diagnosis Berdasarkan Metode SWOT.


Jurnal Manajemen Informasi Kesehatan Indonesia (JMIKI), 6(1), 52-56.
http://jmiki.aptirmik.or.id/index.php/jmiki/article/view/186. [diakses tanggal
11 Desember 2018].

Hartono, W. F., & Rotinsulu, J. J. 2015. Pengaruh Gaya Kepemimpinan,


Komunikasi dan Pembagian Kerja Terhadap Kinerja Karyawan pada PT.
Prima Inti Citra Rasa Manado. Jurnal EMBA: Jurnal Riset Ekonomi,
Manajemen, Bisnis dan Akuntansi, 3(2).
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/emba/article/view/9246. [diakses
tanggal 19 desember 2018].

Hasibuan, Malayu. 2000. Manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi Revisi.


Jakarta: PT Bumi Aksara

Hasibuan, Malayu. 2007. Manajemen Sumber Daya Manusia Cetakan 9. Jakarta:


PT Bumi Aksara.

Hatta, Gemala R. 2012. Pedoman Manajemen Informasi Kesehatan di Sarana


Pelayanan Kesehatan Edisi Revisi 3. Jakarta: Universitas Indonesia.

Hendry, H. 2018. “Implementasi SAMBA Server untuk Mendukung Sharing


Printer di SD Swasta Al-Washliyah 6/39 Medan”. Dalam Jurnal Ilmiah
CORE IT, 6(1): 26-34. http://www.core-
it.org/index.php/coreit/article/view/39Ilyas, Yaslis. 2006. Asuransi
Kesehatan: Review Utilisasi, Manajemen Klaim dan Fraud (Kecurangan
Asuransi Kesehatan). [Online]. http://repository.ui.ac.id/contents/koleksi/1
/e35e639da4d53f92d43b45f256e6ff0737725d68.pdf. [12 Mei 2018]

Indahyani, F. 2015. Studi Deskriptif Kuantitatif Pengetahuan Guru Sekolah Dasar


Tentang Bullying di Kecamatan Sokaraja Kabupaten Banyumas. Doctoral
Dissertation. Purwokerto: Universitas Muhammadiyah Purwokerto.
209

http://repository.ump.ac.id/477/1/COVER_FAUZIYAH%20INDAHYANI_
PSIKOLOGI%2715.pdf. [20 Juni 2018].
Irianto, 2005. Born to Win Kunci Sukses yang tak Pernah Gagal. Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama.

Isa. 2015. BPJS-Pasien Senang. http://bpjs-kesehatan.go.id. [12 April 2018].

Jusmin, A., Said, S., Bima, M. J., & Alam, R. 2016. Specific Determinants of
Work Motivation, Competence, Organizational Climate, Job Satisfaction
and Individual Performance: A Study among Lecturers. Journal of Business
and Management Sciences, 4(3), 53-59.
http://pubs.sciepub.com/jbms/4/3/1/index.html. [17 Desember 2018].

Kemenkes, RI. 2008. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


269/Menkes/Per/III/2008 Tentang Rekam Medis. [Online].
http://pelayanan.jakarta.go.id/download/regulasi/peraturan-meneteri-
kesehatan-nomor-269-tentang-rekam-medis.pdf. [4 Maret 2018].

Kemenkes, RI. 2014. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 28


Tahun 2014 Tentang Pedoman Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan
Nasional. [Online]. http://www.depkes.go.id/resources/download/general/
PMK%20. [12 Februari 2018].

Kemenkes. 2006. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


1045/Menkes/per/XI/2006 tentang Pedoman Organisasi Rumah Sakit di
Lingkungan Departemen Kesehatan. [Online]. http://pelayanan.jakarta.go.
id/download/regulasi/peraturan-menteri-kesehatan-nomor-340-tentang-
klasifikasi-rumah-sakit.pdf. [12 Mei 2018]

Koontz, H, Cyril, O & Heinz, W. 1996. Manajemen, Jilid 1. Jakarta: Erlangga.

Kurniawan, dkk. 2017. Pengenalan Emosi Berdasarkan Suara Menggunakan


Algoritma HMM. Jurnal Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer, 4(3),
168-172. https://www.researchgate.net/profile/Barlian_Prasetio/publication/
319498979_Pengenalan_Emosi_Berdasarkan_Suara_Menggunakan_Algorit
ma_HMM/links/5a28b93eaca2727dd8870abf/Pengenalan-Emosi-
Berdasarkan-Suara-Menggunakan-Algoritma-HMM.pdf. [diakses tanggal
10 November 2018].

Kusumawati, F., Prasetya, J., & Dian, S. P. F. K. U. Evaluasi Fungsi Kerja


Assembling Dalam Rangka Peningkatan Kelengkapan Dokumen Rekam
Medis di Rumah Sakit Islam Kendal Tahun 2016.
http://mahasiswa.dinus.ac.id/docs/skripsi/jurnal/18507.pdf. [diakses tanggal
22 November 2018]
210

Latifah, D. A. 2015. Persepsi Pasien Peserta Jaminan Kesehatan


Nasionalterhadap Pelayanan Kesehatan di Instalasi Rawat Inap Sa’ad Ibnu
Abi Waqqash Rumah Sakit Islam Sunan Kudus. Disertasi. Universitas
Negeri Semarang.

Leonard, D. 2016. Pengorganisasian Klaim Pelayanan Pasien JKN di RSUP Dr.


M Djamil Padang. Menara Ilmu, 10 (72), 168-177. http://joernal.umsb.ac.id/
index.php/menarailmu/article/viewFile/34/17. [diakses tanggal 8 Oktober
2018].

Lewiani, N., Lisnawaty, L., & Akifah, A. 2017. Proses Pengelolaan Klaim Pasien
Bpjs Unit Rawat Inap Rumah Sakit Dr. R. Ismoyo Kota Kendari Tahun
2016. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kesehatan Masyarakat, 2(6), 1-16.
https://scholar.google.co.id/scholar?hl=id&as_sdt=0%2C5&q=Lewiani+%2
82017%29&btnG=. [diakses tanggal 17 Oktober 2018].

Maimun, N., Natassa, J., Trisna, W. V., & Supriatin, Y. Pengaruh Kompetensi
Coder terhadap Keakuratan dan Ketepatan Pengkodean Menggunakan ICD
10 di Rumah Sakit X Pekanbaru Tahun 2016. Kesmars, 1(1), 31-43.
https://www.neliti.com/publications/256299/pengaruh-kompetensi-coder-
terhadap-keakuratan-dan-ketepatan-pengkodean-menggunak. [diakses
tanggal 11 desember 2018].

Malonda, T. D. 2015. Analisis Pengajuan Klaim Badan Penyelenggara Jaminan


Sosial (BPJS) Kesehatan di RSUD Dr. Sam Ratulangi Tondano. Dalam
JIKMU, 5(5). [Online]. https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/jikmu/article/
view/7852. [1 Februari 2018].

Manaida, R. J., Rumayar, A. A., & Kandou, G. D. 2017. Analisis Prosedur


Pengajuan Klaim Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan
di Rawat Inap Rumah Sakit Umum Pancaran Kasih Gmim Manado. Dalam
Jurnal Kesmas, 6(3). [Online]. https://scholar.google.co.id/citations?user=
12NcEWIAAAAJ&hl=id&oi=sra. [5 Juni 2018]

Mandels, R. J., & Calvin, L. 2013. Tingkat Akurasi Kodefikasi Morbiditas Rawat
Inap Guna Menunjang Akurasi Pelaporan di Bagian Rekam Medis Rumah
Sakit Cahya Kawaluyan. EJurnal. http://ejournal.stikesborromeus.ac.id/
file/Rudy%20J%20Mandels.pdf. [diakses tanggal 2 Desember 2018].

Mangentang, F. R. 2015. Kelengkapan Resume Medis dan Kesesuaian Penulisan


Diagnosis Berdasarkan ICD-10 Sebelum dan Sesudah JKN di RSU
Bahteramas. Jurnal Administrasi Rumah Sakit Indonesia, 1(3), 159-168.
http://journal.fkm.ui.ac.id/arsi/article/view/2181. [diakses tanggal 15
November 2018].
211

Manuaba. 2000. Hubungan Beban Kerja dan Kapasitas Kerja. Jakarta: Rinek
Cipta.
Marhaeni, A. P. 2011. Analisis Break Even Point Sebagai Alat Perencanaan Laba
Pada Industri Kecil Tegel di Kecamatan Pedurungan Periode 2004-2008
(Studi Kasus Usaha Manufaktur). Fakultas Ekonomi Universitas
Diponegoro, Semarang

Maufur. 2008. Filsafat Ilmu. Bandung: Bintang Arli Wartika.

Megawati, L., & Pratiwi, R. D. 2016. Faktor-Faktor Penyebab Pengembalian


Berkas Persyaratan Klaim BPJS Pasien Rawat Inap di RS PKU
Muhammadiyah Yogyakarta. Jurnal Kesehatan Vokasional, 1(1), 36-43.
https://journal.ugm.ac.id/jkesvo/article/view/27476. [diakses tanggal 8
Oktober 2018].

Meilani, D., & Putri, I. A. 2015. Perancangan Sistem Otomasi Barcode dengan
Mengevaluasi Kinerja pada Aktivitas Transaksi Gudang (Studi Kasus: PT.
Astra Komponen Indonesia). Jurnal Sains dan Teknologi Industri, 12(2),
268-277. http://ejournal.uin-suska.ac.id/index.php/sitekin/article/view/1037.
[diakses tanggal 10 Desember 2018].

Menteri Dalam Negeri. 2006. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 7 Tahun
2006 Tentang Standarisasi Sarana Dan Prasarana Ker]A Pemerintahan
Daerah. Jakarta: Menteri Dalam Negeri. http://ciptakarya.pu.go.id/dok/
hukum/permen/permen_7_2006.pdf. [diakses tanggal 4 November 2018].

Mirfat, S., Andadari, N., Indah, N., & Nusaria, Y. 2017. Faktor Penyebab
Keterlambatan Pengembalian Dokumen Rekam Medis di RS X Kabupaten
Kediri. Jurnal Medicoeticolegal dan Manajemen Rumah Sakit, 6(2), 174-
186. https://www.neliti.com/publications/113944/faktor-penyebab-
keterlambatan-pengembalian-dokumen-rekam-medis-di-rs-x-kabupaten.
[diakses tanggal 11 Desember 2018].

Natassia, R., & Indria, V. (2016). Pengaruh faktor lingkungan kerja dan faktor
individu terhadap prestasi kerja karyawan pada PT. Pos Indonesia
(Persero) Kantor area II Padang. Journal of Economic and Economic
Education, 4 (2): 233-239. https://media.neliti.com/media/publications/
54415-ID-pengaruh-faktor-lingkungan-kerja-dan-fak.pdf. [diakses tanggal
21 Oktober 2018].

Neneng Fauziah Khodijah, N. 2015. Pengaruh Penerapan Metode Pembiasaan


dan Metode Reward and Punishment menjelang Pembelajaran Agama
Islam terhadap Karakter Peserta Didik (Penelitian terhadap Peserta Didik
Kelas XI di SMAN 2 Cianjur). Disertasi. UIN Sunan Gunung Djati
Bandung. http://digilib.uinsgd.ac.id/2125/. [diakses tanggal 11 November
2018].
212

Nindy, Ervita, dkk. “Evaluasi Penyebab Kegagalan Klaim Asuransi Bpjs (Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial) Kesehatan di Rumah Sakit Umum
Universitas Muhammadiyah Malang (RSU-UMM)”. Dalam Prosiding
Nasional SMIKNAS 2018 APIKES Citra Medika Surakarta ISBN: 978-602-
6363-27-6: 55-62. [Online]. https://smiknas.apikescm.ac.id/file/file_
prosiding/Ervita %20Nindy_erfita.pdf. [5 Juni 2018]

Notoatmodjo, S. 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Nurdiah, R. S., & Iman, A. T. 2016. “Analisis Penyebab Unclaimed Berkas Bpjs
Rawat Inap di RSUDd Dr. Soekardjo Tasikmalaya”. Dalam Jurnal
Manajemen Informasi Kesehatan Indonesia, 4(2). [Online].
http://jmiki.aptirmik.or.id/index.php/jmiki/article/view/ 124. [12 Februari
2018]

Nurfadhilah, N. 2017. Analisis Hubungan Kelengkapan Pengisian Resume Medis


Terhadap Kesesuaian Standar Tarif INA-CBG’S Instalasi Rawat Inap
Teratai RSUP Fatmawati Jakarta. Jurnal Kedokteran dan Kesehatan, 13(1),
90-103. https://jurnal.umj.ac.id/index.php/JKK/article/view/1575. [diakses
tanggal 15 November 2018].

Nurhaidah, Harijanto, T., & Djauhari, T. 2016. Faktor-Faktor Penyebab


Ketidaklengkapan Pengisian Rekam Medis Rawat Inap di Rumah Sakit
Universitas Muhammadiyah Malang. Jurnal Kedokteran Brawijaya, 29(3),
Hal 258–264. Retrieved from jkb.ub.ac.id/index.php/jkb/article/view/1642
[18 Oktober 2018]

Nurrofi, A. 2012. Pengaruh Disiplin Kerja dan Pengalaman Kerja Terhadap


Prestasi Kerja Karyawan pada Departemen Produksi PT. Leo Agung Raya
Semarang. Jurnal Ilmu Manajemen dan Akuntansi Terapan, 3(1), 1-21.
https://scholar.google.co.id/scholar?hl=id&as_sdt=0%2C5&q=Rofi+%2820
12%29+tindakan+pendisiplinan+&btnG=. [diakses tanggal 1 November
2018].

Octaria, H. 2016. Peningkatkan Kualitas Pengkodean Pada Ketepatan Dan


Kecepatan Pengkodean Penyakit Untuk Penagihan Klaim BPJS Di RSUD
Petala Bumi Pekanbaru. Jurnal Manajemen Informasi Kesehatan Indonesia,
4(1). http://jmiki.aptirmik.or.id/index.php/jmiki/article/view/92. [diakses
tanggal 21 Oktober 2018].

Pamungkas, F., & Hariyanto, T. 2015. Identifikasi Ketidaklengkapan Dokumen


Rekam Medis Rawat Inap di RSUD Ngudi Waluyo Wlingi. Jurnal
Kedokteran Brawijaya, 28(2), 124-128.
http://www.jkb.ub.ac.id/index.php/jkb/ article/view/1049. [diakses tanggal
17 November 2018].
213

Parasayu, A., & Rohman, A. 2014. “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi


Kualitas Hasil Audit Internal (Studi Persepsi Aparat Intern Pemerintah
Kota Surakarta dan Kabupaten Boyolali)”. In Diponegoro Journal of
Accounting, 3(2), 165-174. [Online]. https://ejournal3.undip.ac.id/index.
php/accounting/article/view/6096. [7 Juni 2018]

Persi. 2016. Refleksi 2 Tahun JKN (Jaminan Kesehatan Nasional). [Online].


http://www.pdpersi.co.id/kegiatan/bahan_diskusi/refleksi_2thn_jkn.pdf

Pradani, E. A., Lelonowati, D., & Sujianto, S. 2017. “Keterlambatan


Pengumpulan Berkas Verifikasi Klaim BPJS di RS X: Apa Akar Masalah
dan Solusinya?”. Dalam Jurnal Medicoeticolegal dan Manajemen Rumah
Sakit, 6(2), 112-121. [Online]. https://www.neliti.com/publications /138194/
keterlambatan-pengumpulan-berkas-verifikasi-klaim-bpjs-di-rs-x-apa-akar-
masalah. [4 Maret 2018].

Purnamasari, D., & Hernawati, E. 2013. “Pengaruh Etika Auditor, Pengalaman,


Pengetahuan dan Perilaku Disfungsional terhadap Kualitas Audit”. Dalam
Jurnal Neo-Bis, 7(2), 119-135. [Online]. http://neo-bis.trunojoyo.ac.id/neo-
bis/article/view/520/488. [17 Juni 2018].

Purnamasari, D., & Hernawati, E. 2013. Pengaruh Etika Auditor, Pengalaman,


Pengetahuan dan Perilaku Disfungsional Terhadap Kualitas Audit. Jurnal
Neo-Bis, 7(2), 119-135. http://neo-bis.trunojoyo.ac.id/neo-bis/article/view/
520. [diakses tanggal 11 Oktober 2018].

Purnamasari, D.I., 2005. Pengaruh pengalaman kerja terhadap hubungan


partisipasi dengan efektifitas sistem informasi. Jurnal Riset Akuntansi
Keuangan, 1 (3). https://scholar.google.com/scholar?cluster=146696674105
3940536&hl=en&oi=scholarr#d=gs_cit&u=%2Fscholar%3Fq%3Dinfo%3A
OCPViXq2WxQJ%3Ascholar.google.com%2F%26output%3Dcite%26scirp
%3D0%26scfhb%3D1%26hl%3Den

Rahajaan, T. E., Swasto, B., & Rahardjo, K. 2012. Pengaruh Karakteristik


Pekerjaan Terhadap Lingkungan Kerja, Stres Kerja, Kepuasan Kerja dan
Organizational Citizenship Behavior (studi Pada Pegawai Rumah Sakit
Umum Daerah Karel Saidsuitubun Langgur). Jurnal Administrasi Bisnis,
6(2), 104-116. http://www.ejournalfia.ub.ac.id/index.php/profit/article/view/
249. [diakses tanggal 11 Desember 2018].

Rahmawati, E., Warella, Y., & Hidayat, Z. 2006. Pengaruh Motivasi Kerja,
Kemampuan Kerja dan Gaya Kepemimpinan Terhadap Kinerja Karyawan
Pada Badan Kesatuan Bangsa dan Perlindungan Masyarakat Propinsi
Jawa Tengah. Jurnal Ilmu Administrasi dan Kebijakan Publik, 3(1), 89-97.
https://ejournal.undip.ac.id/index.php/dialogue/article/view/385. [diakses
tanggal 15 Desember 2018].
214

Ramadhani, S., Anis, U., & Masruro, S. T. 2013. “Rancang Bangun Sistem
Informasi Geografis Layanan Kesehatan di Kecamatan Lamongan dengan
PHP MySQL”. Dalam Jurnal Teknika, 5(2): 479-484. [Online].
http://journal.unisla.ac.id/pdf/11522013/SYAIFUDIN.pdf. [20 Juni 2018].

Ranupandojo, H., dan Suad, Husnan. 2002. Manajemen Personalia. Yogyakarta:


BPFE.

Riza, S. F., & Miharti, R. 2015. Pelaksanaan Klaim Bpjs Pasien Rawat Jalan Di
Rumah Sakit Pelabuhan Cirebon Provinsi Jawa Barat. Doctoral
dissertation, Universitas Gadjah Mada. http://etd.repository.ugm.ac.id/index.
php?act=view&buku_id=85495&mod=penelitian_detail&sub=PenelitianDet
ail&typ=html. [diakses tanggal 10 Oktober 2018].

Robbins, Stephen. 2006. Perilaku Organisasi. Prentice Hall, Edisi Kesepuluh

Saadah, T. E. 2017. Kepatuhan Perawat Menerapkan Pedoman Keselamatan


Kerja dan Kejadian Cedera pada Perawat Instrumen di Instalasi Bedah
Sentral. Jurnal Pendidikan Kesehatan, 6(2), 65-70. http://polkesma-
ojs.poltekkes-malang.ac.id/index.php/jpk/article/view/179. [diakses tanggal
1 Desember 2018].

Sabardini. 2006. Peningkatan Kinerja Melalui Perilaku Kerja Berdasarkan


Kecerdasan Emosional. Telaah Bisnis, 7 (1). https://journal.unnes.ac.id/nju/
index.php/jdm/article/view/2753. [diakses tanggal 1 Desember 2018].

Sajangbati, I. A. 2013. Motivasi, Disiplin, Dan Kepuasan Pengaruhnya Terhadap


Kinerja Pegawai Pt. Pos Indonesia (Persero) Cabang Bitung. Dalam Jurnal
EMBA: Jurnal Riset Ekonomi, Manajemen, Bisnis dan Akuntansi, 1(4):
667-678. [Online]. https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/ emba/article/
view/2750. [7 Juni 2018]

Sari, D. I., Setijaningsih, R. A., & SS, M. 2015. Tinjauan Pelaksanaan


Pemeliharaan Dokumen Rekam Medis di Ruang Filing RSU Ra Kartini
Tahun 2015. http://eprints.dinus.ac.id/17463/. [diakses tanggal 10 Desember
2018].

Sari, E. 2011. “Pengaruh Kompensasi dan Iklim Organisasi terhadap Kepuasan


Kerja”. Dalam Bisnis & Birokrasi Journal, 16(1): 18-24. [Online].
http://journal.ui.ac.id/index.php/jbb/article/viewFile/600/585. [18 Juni
2018].

Sedamaryanti. 2001. Sumber Daya Manusia dan Produktivitas Kerja. Bandung:


Mandar Maju.
215

Seruni, F. D. A., & Sugiarsi, S. 2015. Problem Solving Cycle SWOT Keakuratan
Kode Diagnosis Kasus Obstetri pada Lembar Masuk dan Keluar (RM 1A)
Pasien Rawat Inap di RSUD Dr. Sayidiman Magetan. Jurnal Manajemen
Informasi Kesehatan Indonesia, 3(2): 5-13.
http://jmiki.aptirmik.or.id/index.php/jmiki/article/view/78. [diakses tanggal
29 Oktober 2018].

Setiawan, A. 2013. Pengaruh Disiplin Kerja dan Motivasi terhadap


Kinerjakaryawan pada Rumah Sakit Umum Daerah Kanjuruhan Malang.
Jurnal Ilmu Manajemen (JIM), 1(4): 1245-1253. [Online]. http://jurnal
mahasiswa.unesa.ac.id/index.php/jim/article/view/6280. [15 Juni 2018].

Setyaningsih, V. R., Kusumo, M. P., & Dewi, A. 2017. The Quality Control Of
INA-CBG’s Coding As A Cause Of Negative Claim At Bagas Waras Klaten
Hospital. In Prosiding Seminar Nasional & Internasional (Vol. 1, No. 1).
[Online]. https://jurnal.unimus. ac.id/index.php/psn12012010/article/view/
2817. [5 Juni 2018]

Shepherd, C.D., & Fine, L.M. 1994. Role Conflict and Role Ambiguity
Reconsidered. Journal of Personal Selling & Sales Management, Spring, 58-
65. https://www.tandfonline.com/doi/abs/10.1080/08853134.1994.1075398
5. [diakses tangal 13 Desember 2018].

Shobirin, Akhmad. 2007. Dampak Keterlambatan Pembayaran Klaim Askeskin


terhadap Cash Flow dan Pelayanan Pasien Askeskin di RSUD Gunung Jati
Kota Cirebon tahun 2007. Disertasi. Universitas Indonesia.

Siagian, Sondang. 2016. Teori Motivasi dan Aplikasinya. Jakarta: Rineka Cipta.

Sibarani, E. 2017. Pengaruh Motivasi dan Disiplin Kerja terhadap Kinerja


Perawat pada Rumah Sakit Swasta Lancang Kuning Pekanbaru. Jurnal
Online Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Riau,
5(1), 1-15. https://www.neliti.com/publications/206854/pengaruh-motivasi-
dan-disiplin-kerja-terhadap-kinerja-perawat-pada-rumah-sakit-s. [diakses
tanggal 5 Desember 2018].

Siriyei, W., & Wulandari, R. D. 2013. Faktor determinan rendahnya pencapaian


cakupan standar pelayanan minimal bidang kesehatan di Puskesmas Mojo
Kota Surabaya. Dalam Jurnal Administrasi Kesehatan Indonesia, 1(3), 244-
251. [Online]. http://www.journal.unair.ac.id/filerPDF/jakiaa4898c0aefull
.pdf. [23 Juni 2018].

Sirnamora, Henry. 2006. Manajemen Sumberdaya Manusia. Yogyakarta: Sekolah


Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN.
216

Smith, R. 1995. Chemical Process Design, McGraw Hill International


BookCompany. Singapore.

Soegandhi, V. M. 2013. Pengaruh Kepuasan Kerja dan Loyalitas Kerja Terhadap


Organizational Citizenship Behavior pada Karyawan PT. Surya Timur Sakti
Jatim. Agora, 1(1), 808-819. http://publication.petra.ac.id/index.
php/manajemen-bisnis/article/view/302. [diakses tangal 13 November
2018].

Solihin, M. A. 2012. Top Down Bottom Up Planning Sebagai Alternatif


Perencanaan Strategis Pembangunan Daerah Hinterland Secara
Partisipatif (Kasus Studi Desa Cipelah Kecamatan Ciwidey Kabupaten
Bandung. Dalam Buletin Penelitian Sistem Kesehatan – Vol. 20 No. 3 Juli
2017: 83–88. [Online]. http://repository.unpad.ac.id/733/. [5 Juni 2018]

Sophia & Darmawan, E. S. 2017. Analisis Keterlambatan Pengajuan Klaim


kepada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan pada
Rumkital Dr. Mintohardjo, DKI Jakarta. Dalam Buletin Penelitian Sistem
Kesehatan, 20(3), 83-88. [Online]. https://scholar.google.co.id/citations?
user=aj3tpcIAAAAJ&hl=id&oi=sra. [5 Juni 2018]

Sudra, R. I., & Pujihastuti, A. 2016. Pengaruh Penulisan Dianosis dan


Pengetahuan Petugas Rekam Medis Tentang Terminologi Medis Terhadap
Keakuratan Kode Diagnosis. Jurnal Manajemen Informasi Kesehatan
Indonesia, 4(1): 67-72. http://jmiki.aptirmik.or.id/index.php/jmiki/article/
view/99. [diakses tanggal 3 Desember 2018].

Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Bandung:


Alfabeta.

Supraba, Angga. 2013. Analisis dan Perancangan Sistem Informasi Pendaftaran


Pasien Pada Puskesmas Pakem Yogyakarta. STI Manajemen Informasi dan
Komputer. http://repository.amikom.ac.id/files/Publikasi_09.12.4283.pdf.
[diakses tanggal 21 Desember 2018].

Susiawan, S., & Muhid, A. 2015. “Kepemimpinan Transformasional, Kepuasan


Kerja dan Komitmen Organisasi”. Dalam Persona: Jurnal Psikologi
Indonesia, 4(03). [Online]. http://jurnal.untag-sby.ac.id/index.php/persona
/article/viewFile/725/654. [14 Juni 2018].

Susilowati, E. B., & Purnama, B. E. 2017. Analisis Dan Perancangan Sistem


Informasi Pasien Rumah Sakit Umum Nirmala Suri Sukoharjo. Dalam
Speed-Sentra Penelitian Engineering dan Edukasi, 3(4): 10-17. [Online].
http://speed.web.id/ejournal/index.php/Speed/article/view/240. [5 Juni
2018].
217

Sutirman, M. P. 2012. Pemanfaatan Program Aplikasi Rapid Typing Sebagai


Media untuk Meningkatkan Kualitas Pembelajaran Mengetik Manual.
Jurnal Penelitian ADP: Pendidikan Teknik Elektro, 2:1-44.
http://staffnew.uny.ac.id/upload/132310864/penelitian/Laporan+penelitian+
fakultas+media+mengetik.pdf. [diakses tanggal 13 November 2018].

Suyanto, 2005. Pengantar teknologi Informasi untuk Bisnis. Yogyakarta: Andi.

Suyitno, G. 2007. Membangun Sistem Casemix Tingkat Rumah Sakit (Experience


Sharing). Kumpulan Makalah Seminar dan Pelatihan Sistem Casemix
INADRG’s. Yogyakarta.

Swansburg, R. C. 2000. Pengantar Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan.


Jakarta : EGC

Terry. GR 2006. Asas Asas Menejemen, Alih Bahasa Winardi. Bandung: PT.
Alumni.

Timotius. 2016. Kepemimpinan dan Kepengikutan Teori dan Perkembangannya.


Bandung: Andi.

Timotius. 2016. Kepemimpinan dan Kepengikutan: Teori dan Perkembangannya.


Yogyakarta: Andi.

Trijoko. 1980. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia.

TSM. 2015. Menyusun Job Desc. Jakarta: Raih Asa Sukses.

Ulfah, S. M., Kresnowati, L., & Ernawati, D. 2011. Hubungan Kelengkapan


Dokumen Rekam Medis dengan Persetujuan Klaim Jamkesmas oleh
Verifikator dengan Sistem INA-CBGs Periode Triwulan IV Tahun 2011 di
RSI Sultan Agung Semarang. Semarang: Fakultas Kesehatan Universitas
Dian Nuswantoro.

Valentina, V., & Halawa, M. N. S. 2018. Analisis Penyebab Unclaimed Berkas


Bpjs Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Umum Imelda Pekerja Indonesia
(RSU IPI) Medan. Jurnal Ilmiah Perekam Dan Informasi Kesehatan, 3(2),
480-485. http://ojs.stikes-imelda.ac.id/index.php/jipdik/article/view/224

Warijan, W., Garmelia, E., Lestari, S., & Lestari, E. D. 2018. Prediksi Kunjungan
Pasien Rawat Jalan Tahun 2018-2022 di RSUD Raa Soewondo Pati. Jurnal
Rekam Medis dan Informasi Kesehatan, 1(2), 91-97.
http://ejournal.poltekkes-smg.ac.id/ojs/index.php/RMIK/article/view/3847.
[diakses tanggal 17 Novemmber 2018].
218

Widjaja, Christianto. 2016. Seri Gambar Vector Adobe Indesign Cetak-Digital.


Jakarta: Bahan.

Wijayanti, R. A. 2016. Analisis Faktor Manajemen Di Puskesmas Dalam


Meningkatkan Case Detection Rate (CDR) Tuberkulosis. Dalam Jurnal
Kesehatan, 4(1), 61-69. [Online]. https://publikasi.polije.ac.id/index.php
/jurnal_kesehatan/article/view/342. [7 Juni 2018]

Windari, A., & Kristijono, A. 2016. Analisis Ketepatan Koding yang Dihasilkan
Koder di RSUD Ungaran. Jurnal Riset Kesehatan, 5(1), 35-39.
http://ejournal.poltekkes-smg.ac.id/ojs/index.php/jrk/article/view/717/425.
[diakses tanggal 7 Desember 2018].

Wittayawarawat, W., Liabsuetrakul, T., & Tassee, S. 2007. Diagnosis summary


and coding of obstetric conditions in the government hospitals in Pattalung
Province, the effects of audit and feedback. Journal-Medical Association Of
Thailand, 90(2), 216. http://www.thaiscience.info/journals/Article/JMAT/
10402003.pdf. [diakses tanggal 9 Desember 2018].

Yudhanto, dkk. 2010. Panduan Pintar Komputer Cetakan Pertama. Yogyakarta:


Indonesia Tera.

Zunaidah. 2013. Analisis Pengaruh Kemampuan Karyawan, Pembagian Tugas,


dan Motivasi Terhadap Kinerja Karyawan pada PT. Pelabuhan Indonesia
II (Persero) Cabang Palembang. Jurnal Manajemen dan Bisnis Sriwijaya,
11(4). https://ejournal.unsri.ac.id/index.php/jmbs /article/view/3198.
[diakses tanggal 10 November 2018].
LAMPIRAN
219

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Permohonan Observasi, Wawancara dan Brainstorming


KEMENTRIAN RISET, TEKNOLOGI DAN
PENDIDIKAN TINGGI
POLITEKNIK NEGERI JEMBER
Mastrip PO.BOX 164 Telp.333532-333534 Fax 333531

Perihal: Permohonan Kesediaan Mengikuti Observasi, Wawancara dan


Brainstorming.

Dengan hormat,
Sehubung dengan akan dilaksanakannya penelitian dengan judul “Faktor
Penyebab Pengembalian Berkas Klaim Rawat Inap oleh BPJS Kesehatan di
Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo” sebagai salah satu syarat menyelesaikan
Program Studi D-IV Rekam Medik di Politeknik Negeri Jember, saya sampaikan
surat ini.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor penyebab penundaan
pembayaran klaim oleh BPJS Kesehatan di Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo
jika dilihat dari segi human, organization, technology, planning, organizing,
actuating, dan controlling.
Untuk penelitian ini saya mohon kesediaan bapak dan ibu untuk menjadi
responden dalam obsevasi, wawancara, dan brainstorming. Oleh karena itu saya
mohon kerja samanya dengan memberikan informasi dari instansi terkait unit
kerja rekam medis, saat melakukan observasi, wawancara dan brainstorming
sesuiai dengan kemampuan bapak dan ibu. Saya selaku peneliti berjanji dalam
melakukan observasi, wawancara dan brainstorming tidak mengganggu aktivitas
kerja bapak dan ibu. Bapak dan ibu juga boleh tidak mengikuti penelitian ini sama
sekali dan tidak dikenakan denda apapun. Dalam hal ini akan tidak diberikan
kompensasi. Atas bantuan dan kerja samanya yang baik, saya ucapkan terima
kasih.

Jember,
Hormat saya

(Siti Zulaikha)
220

Lampiran 2. Lembar Persetujuan Setelah Penjelasan (PSP) Petugas Pendaftaran 1


KEMENTRIAN RISET, TEKNOLOGI DAN
PENDIDIKAN TINGGI
POLITEKNIK NEGERI JEMBER
Mastrip PO.BOX 164 Telp.333532-333534 Fax 333531

NASKAH PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN

1. Judul Penelitian
Faktor penyebab pengembalian berkas klaim rawat inap oleh BPJS
Kesehatan di Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo.
2. Deskripsi Penelitian
a. Ringkasan Penelitian
Berdasarkan alur klaim BPJS Kesehatan, terjadinya pengembalian berkas
klaim rawat inap oleh BPJS Kesehatan disebabkan oleh ketidaklengkapan berkas
klaim dan ketidaksesuaian kaidah koding. Hal ini sejalan dengan kondisi yang ada
di RS Mitra Sehat Situbondo. Kejadian pengembalian berkas klaim rawat inap
oleh BPJS Kesehatan di RS Mitra Sehat juga disebabkan oleh ketidaklengkapan
berkas klaim dan ketidaksesuaian kaidah koding. Sehingga untuk menyelesaikan
permasalahan tersebut maka perlu dicari faktor penyebab terjadinya penundaan
pembayaran klaim. Faktor penyebab pengembalian berkas klaim dapat
dikarenakan oleh faktor human, organization, technology, planning, organizing,
actuating, dan controlling.
b. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa faktor penyebab pengembalian berkas
klaim rawat inap oleh BPJS Kesehatan di Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo.
c. Manfaat Penelitian
1) Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan keahlian
peneliti dalam menganalisa faktor penyebab pengembalian berkas klaim rawat
inap oleh BPJS Kesehatan di Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo.
2) Bagi Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sebuah informasi dan bahan
masukan bagi rumah sakit dalam membuat strategi terkait klaim sehingga
pengembalian berkas klaim rawat inap dapat dihindari.
3) Politeknik Negeri Jember
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi pengembangan
penelitian yang berhubungan dengan faktor penyebab pengembalian berkas klaim
rawat inap oleh BPJS Kesehatan.
3. Lama Penelitian
Lama penelitian dilaksanakan pada bulan September 2018-Januari 2019.
221
222
223

Lampiran 3. Lembar Persetujuan Setelah Penjelasan (PSP) Petugas Pendaftaran 2


224
225

Lampiran 4. Lembar Persetujuan Setelah Penjelasan (PSP) Verifikator Internal 1


226
227

Lampiran 5. Lembar Persetujuan Setelah Penjelasan (PSP) Verifikator Internal 2


228
229

Lampiran 6. Lembar Persetujuan Setelah Penjelasan (PSP) Verifikator Internal 3


230
231

Lampiran 7. Lembar Persetujuan Setelah Penjelasan (PSP) Petugas Entri Data 1


232
233

Lampiran 8. Lembar Persetujuan Setelah Penjelasan (PSP) Petugas Entri Data 2


234
235

Lampiran 9. Lembar Persetujuan Setelah Penjelasan (PSP) Petugas Entri Data 3


236
237

Lampiran 10. Lembar Persetujuan Setelah Penjelasan (PSP) Kepala Rekam Medis
238
239

Lampiran 11. Lembar Pedoman Wawancara


KEMENTRIAN RISET, TEKNOLOGI DAN
PENDIDIKAN TINGGI
POLITEKNIK NEGERI JEMBER
Mastrip PO.BOX 164 Telp.333532-333534 Fax 333531

Petunjuk Pengisian:
1. Pengisian lembar wawancara ini semata-mata untuk tujuan ilmiah dan
pengembangan ilmu pengetahuan, semua jawaban dan informasi Anda
akan dirahasiakan oleh peneliti.
2. Peneliti memohon responden harus menjawab dan memberikan informasi
dengan keadaan yang sebenarnya telah terjadi tanpa ada rekayasa.
240

Lampiran 12. Lembar Wawancara

LEMBAR WAWANCARA

FAKTOR PENYEBAB PENGEMBALIAN BERKAS KLAIM RAWAT


INAP OLEH BPJS KESEHATAN DI RUMAH SAKIT
MITRA SEHAT SITUBONDO

Assalamu’alaikum Warohmatullahi Wabarakaatuh,


Responden yang saya hormati,
Tujuan dari wawancara ini adalah untuk mengeksplorasi faktor penyebab
pengembalian berkas klaim rawat inap oleh BPJS Kesehatan di Rumah Sakit
Mitra Sehat Situbondo. Sebagai bagian dari rencana penelitian yang telah
dikembangkan dengan baik, peran serta responden akan sangat membantu dalam
pencapaian tujuan penelitian ini.
Semua informasi yang diberikan oleh saudara/saudari akan dijaga
kerahasiaannya dengan ketat serta akan digunakan sebagai ahan dari penelitian
dan pendidikan. Prosedur penelitian ini tidak akan menimbulkan resiko dan
dampak apapun terhadap responden. Responden telah diberikan penjelasan
mengenai hal tersebut. Peneliti berharap kesediaan saudara/saudari dalam
menjawab pertanyaan-pertanyaan yang di ajukan dengan ikhlas dan berdasarkan
kejadian yang sebenarnya.
Lampiran 13. Lembar Hasil Wawancara Ketidaklengkapan Berkas Klaim oleh Verifikator Internal Berdasarkan Faktor Human

LEMBAR PEDOMAN WAWANCARA

FAKTOR PENYEBAB PENGEMBALIAN BERKAS KLAIM RAWAT INAP OLEH BPJS


KESEHATAN DI RUMAH SAKIT MITRA SEHAT SITUBONDO

Human
No. Verifikator Internal 1 Verifikator Internal 2 Verifikator Internal 3 Kesimpulan
Pengetahuan
1. Berkas apa saja yang harus dilengkapi sebelum di kirim ke kantor BPJS Kesehatan?
Kan sekarang sistemnya sekarang Yang harus dilengkapi ya? Ada Ada resume, SEP, surat Verifikator mengetahui berkas
beda dek, sistemnya sekarang SEP, resume, lembar INA-CBGs, pengantar rawat inap, klaim yang harus dilengkapi
pakai scan, jadi berkas yang di penunjang seperti laboratorium, pemeriksaan penunjang, clinical adalah SEP, resume medis,
kirim itu SEP dan lembar INA- clinical pathway, laporan-laporan pathway, laporan operasi, surat- lembar INA-CBGs, clinical
CBGs, yang di scan itu kayak yang tergantung kasusnya kayak surat yang kayak surat kelahiran. pathway, pemeriksaan penunjang
penunjang, clinical pathway, kasus bedah ada laporan operasi Pokok ya disesuaikan kasusnya seperti pemeriksaan laboratorium
surat pengantar rawat inap, dek tapi yang wajib banget harus maupun radiologi, laporan-
register IGD kalau pasien lewat ada itu SEP, resume, sama laporan berdasarkan kasus seperti
IGD, SK kelahiran, laporan lembar INA-CBGs laporan operasi, surat kelahiran,
operasi kalau kasus bedah. register IGD jika pasien datang
Semuanya harus terisi juga dari IGD, surat pengantar rawat
inap.
2. Mengapa berkas harus dilengkapi terlebih dahulu sebelum dikirimkan ke kantor cabang BPJS Kesehatan Situbondo?
Ya soalnya itu uda ketentuannya Kalau nggak dilengkapi akan Ya soalnya disuruhnya gitu dek, Verifikator internal mengetahuui
dek, nanti kalau nggak dilengkapi dikembalikan sama BPJS terus juga nanti bisa-bisa nggak dibayar pentingnya kelengkapan berkas
bisa dikembalikan berkasnya pending klaim, jadinya nggak terus rumah sakit rugi secara umum yakni agar tidak
dibayar-bayar sama BPJS terjadi pengembalian berkas
klaim sehingga dapat
mengakibatkan pending klaim.

241
No. Verifikator Internal 1 Verifikator Internal 2 Verifikator Internal 3 Kesimpulan
3. Salah satu formulir yang harus ada adalah SEP, apakah SEP itu?
SEP itu Surat Eligibilitas Pasien, Surat Eligibilitas Peserta Surat Eligibilitas Peserta Verifikator internal mengetahui
jadi itu buat persyaratan kepanjangan dari SEP yaitu Surat
administrasi pasien. Eligibilitas Peserta namun belum
mengetahui fungsi SEP.
4. Apabila resume pasien belum ada tanda tangan dari dokter, apa yang Anda lakukan?
Jadi kan berkas itu awalnya dari Saya pisahkan terlebih dahulu terus Dipisahkan dek terus nanti Verifikator internal mengetahui
ruangan terus masuk ke ruangan di taruh di rak sini terus dikasihkan dikasihkan ke dokter yang apabila resume medis pasien ada
ini. Nah kita cek satu-satu, kalau lagi ke perawat untuk dilengkapi bersangkutan buat diisi yang belum terisi maka harus
berkas belum lengkap di taruh di sama dokternya diserahkan/dikonfirmasi ke
rak itu, nanti kita kasihkan lagi ke dokter yang bersangkutan untuk
perawat untuk dilengkapi sama kemudian dilengkapi.
dokter.
5. Apabila terdapat pasien bedah, berkas klaim apa saja yang harus dilengkapi?
SEP, lembar INA-CBGs, laporan Resume, SEP, lembar INA-CBGs, SEP, resume, clinical pathways, Verifikator internal mengetahui
operasi, clinical pathway, pemeriksaan penunjang kalau ada, lembar INA-CBGs, pemeriksaan berkas yang harus dilengkapi jika
pemeriksaan penunjang. Itu aja laporan operasi, clinical pathways, penunjang kalau dilakukan, surat pasien kasus bedah namun
sih dek. surat pengantar rawat inap pengantar rawat inap, laporan kadang ada yang lupa jenis
misalnya kalau kasus kelahiran pemeriksaan penunjang yang
itu ada surat keterangan seperti apa yang sesuai dengan
kelahiran sama surat keterangan diagnosanya. Sehingga
persalinan pengembalian berkas klaim
sebagian besar dikarenakan
pemeriksaan penjunjang yang
dilakukan tidak sesuai dengan
diagnosa yang telah ditegakkan
dan inform consent juga tidak
disebutkan.
6. Berkas penunjang apa saja yang harus dilengkapi apabila diagnosa pasien Thypoid?
Laboratorium dek Darah lengkap sih dek, yang di Pemeriksaan lab yang darah Verifikator internal mengetahui
lihat kadar leukositnya tinggi lengkap nggak sih dek, kalau jika pemeriksaan penunjang yang
melebihi normal. Normalnya lupa normalnya nggak hafal dilakukan untuk kasus Thypoid

242
No. Verifikator Internal 1 Verifikator Internal 2 Verifikator Internal 3 Kesimpulan
berapa haha, eh apa salah ya dek berapanya, kan di lab-nya nanti adalah pemeriksaan laboratorium
langsung diketahui tinggi apa namun kadangkala tidak
rendah memperhatikan isi di hasil
laboratorium itu menyebutkan
salmonela positif.
7. Harus rangkap berapa kwitansi pembayaran pengobatan pasien?
3 3 3 Verifikator internal mengetahui
bahwa kwitansi harus ada
rangkap 3.
8. Bagaimana Anda mengecek berkas klaim lengkap atau tidak?
Jadi kita itu kan nggak mungkin Kita liat resume sama clinical Lihatnya dari resume mulai atas Verifikator internal rata-rata
lihat satu berkas full, jadi yang pathway uda lengkap pengisiannya sampek bawah dah tersisi semua mengetahui cara pengecekan
kita lihat itu hanya resume sama apa belum terus kalau cara ngecek apa belum sama clinical berkas klaim yaitu dengan
clinical pathway aja. Kalau jumlah formulirnya ya kita itung pathways uda terisi bagian mengecek terlebih dahulu
resume kita lihat semua pokok lagi terus dicocokkan sama bawahnya atau belum, jika kelengkapan pengisian resume
harus dilengkapi semua, kalau kasusnya belum yauda tinggal dipisahin dan clinical pathway kemudian
clinical pathway yang dilihat itu aja akan dicek berkas klaim apa saja
cuma yang paling bawah aja, yang harus dilengkapi sesuai
cuma tanda tangan dokter sama dengan kasus yang dialami oleh
diagnosa terus kode pasien.
9. Salah satu formulir yang harus ada adalah bukti pelayanan, apa saja berkas bukti pelayanan tersebut?
Maksudnya dek, mungkin kayak Ya kayak penunjang gitu dek Apa itu dek saya nggak tahu Verifikator internal masih belum
clinical pathway ya kayaknya nggak ada di aturan memahami bukti pelayanan yang
BPJS dimaksud seperti apa, jadi bukti
pelayanan dapat berupa
pemeriksaan laboratorium,
pemeriksaan penunjang, surat
rawat inap.
10. Disebut apakah alat bantu untuk mengecek kelengkapan berkas klaim?
Apa emang? Kita kan nggak ada Apa ya, checklist ta dek? Tapi di Ya kita pokoknya kita langsung Verifikator internal rata-rata tidak
alatnya jadi ya langsung aja sini nggak ada checklist. nggak perlu alat bantu mengetahui alat yang digunakan
untuk mengecek kelengkapan

243
No. Verifikator Internal 1 Verifikator Internal 2 Verifikator Internal 3 Kesimpulan
berkas klaim adalah checklist
sebab tidak ada checklist untuk
proses pengecekan kelengkapan
berkas klaim.
Kedisiplinan
11. Berjalan atau tidakkah lembar checklist dalam menganalisa kelengkapan berkas klaim?
Disini nggak ada checlist buat Nggak ada checklist disini Nggak ada checklist dek Proses pengecekan berkas klaim
klaim, ya kita langsung aja tidak menggunakan checklist
ngeceknya
12. Mengapa tidak menggunakan lembar checklist?
Iya emang kita kayak gitu dek Ya biar nggak lama dek, bisanya Tambah lama kayaknya kalau Penyebab tidak menggunakan
biar cepat, kita nggak usah kalau nggak lengkap, kita tandai pakai checklist checklist yaitu verifikator internal
checklist-checklist-an. aja ntar perawatnya juga tau merasa akan membuat pekerjaan
Sebenarnya memang lebih enak menjadi lebih lama
kalau ada checklist se dek tapi ya
gitu takut lama juga, kan kita juga
dikejar target buat ngirim berkas
ke BPJS
13. Apakah pernah dalam menganalisa kelengkapan berkas klaim lebih dari tanggal 10 di bulan berikutnya (di internal)?
Pernah lah dek Sering kayaknya dek Waduh ya sering dek Proses analisa kelengkapan
berkas klaim pihak internal
(sebelum dikirim ke BPJSK)
sering melebihi tanggal 10 bulan
berikutnya.
14. Mengapa sampai terjadi keterlambatan dalam mengidentifikasi kelengkapan berkas klaim?
Soalnya berkasnya nggak lengkap Berkasnya nggak dilengkapin Berkasnya banyak yang belum Penyebab keterlambatan dalam
dek lengkap dek mengidentifikasi kelengkapan
berkas klaim adalah berkas yang
belum dilengkapi oleh DPJP
15. Berapa lama keterlambatan dalam menganalisa kelengkapan berkas klaim?
Berapa ya, pokok H-1 itu harus Nggak pasti dek tergantung banyak Nggak pernah ngitung aku dek Keterlambatan dalam
sudah siap semua, kalau ada yang nggaknya berkas yang tidak menganalisa kelengkapan berkas

244
No. Verifikator Internal 1 Verifikator Internal 2 Verifikator Internal 3 Kesimpulan
nggak siap, kita masukkan ke lengkap klaim dari pihak internal yaitu
klaim sususlan. sampai H-1 sebelum dikirimkan
ke BPJS Kesehatan
Pengalaman Kerja
16. Berapa lama waktu yang dibutuhkan petugas untuk mengidentifikasi kelengkapan 1 berkas klaim rawat inap?
Paling sekitar 2-3 menit lah kalau Berapa ya dek nggak pernah Ya nggak tau dek pokom ngecek Rata-rata waktu yang dibutuhkan
sama milah-milahnya sekitar 5 ngitung, paling sekitar 2 menit dah, ya paling sekitar 2 menit petugas untuk mengidentifikasi
menitan lah kali ya kelengkapan 1 berkas klaim
rawat inap adalah 2 menit
17. Setiap tanggal berapa berkas klaim diserahkan kepada BPJS Kesehatan?
Setiap tanggal 15 bulan Dulu itu setiap tanggal 10 bulan Tanggal 15 bulan berikutnya Berkas klaim diserahkan ke BPJS
berikutnya tapi ditoleransi tanggal berikutnya, sekarang ganti tanggal Kesehatan setiap tanggal 15
20 15 bulan berikutnya
18. Jika dalam mengidentifikasi kelengkapan berkas klaim rawat inap lebih dari 7 menit, mengapa sampai melebihi 7 menit?
Kita kan cuma bertiga terus Jenuh dek kerjanya juga gini-gini Kadang formulirnya dicari Verifikator internal
berkas yang harus kita cek aja nggak ada, eh ternyata kesingsal mengidentifikasi kelengkapan
banyak soalnya nggak hanya klaim lebih dari 7 menit karena
rawat inap aja tapi juga rawat jenuh dalam bekerja dan kadang
jalan. Yah… wajar juga kita formulirnya tidak ada
nggak fokus apalagi kalau mepet
mau di kirim ke BPJS
Ketersediaan SDM
19. Berapa jumlah orang yang mengecek kelengkapan saat ini?
3 orang dek tapi ya gitu, kita 3 orang, ada saya, ada…., ada…. 3 orang dek Jumlah orang yang mengecek
ngerangkap-rangkap kerjanya, kelengkapan berkas klaim ada 3
yang ngecek itu namanya orang
verifikator internal. Jumlah
verifikator internal disini ada 3
orang, semuanya lulusan rekam
medis dek. Kita disini tuh
kerjanya misahin berkas yang
dibutuhkan untuk klaim, ngoding,

245
No. Verifikator Internal 1 Verifikator Internal 2 Verifikator Internal 3 Kesimpulan
input data di INA-CBGs, scan
berkas, ngirim berkas juga ke
kantor BPJS, pokok kita double-
doble dek, ngerjakan pelaporan
internal juga.
20. Mulai jam berapa Anda mengerjakan kelengkapan berkas?
Nggak pasti dek, pokok ada Waduh, saya kalau ngecek ya Nggak pernah liat jam, ya pokok Verifikator internal tidak tahu
berkas yang masuk ya kita nggak liat jam dek, pokok ada kita ngerjakan aja soalnya saya mulai jam berapa
kerjakan. berkas ya saya langsung cek kan kerjanya nggak ini aja mengidentifikasi kelengkapan
berkas klaim. Jika ada berkas
yang masuk langsung dikerjakan
21. Jam berapa Anda istrahat dalam bekerja?
Kalau jam dari sini itu mulai jam Sebenarnya jam 11.00-13.00 tapi Nggak pasti dek tergantung Verifikator internal kadang tidak
11.00-13.00 tapi kalau kita jenuh kalau nggak ada kerjaan ya bisa banyak nggaknya pasien disiplin dalam bekerja karena
terus nggak terlalu banyak tugas lebih awal istirahat lebih dahulu dengan
ya bisa saja jam 10.00 alasan tidak banyak pekerjaan
22. Jam berapa Anda pulang bekerja?
Kalau shift pagi kita pulang jam Shift pagi mulai jam 7 sampai 2 Shift pagi mulai jam 7 sampai 2 Shift pagi mulai jam 07.00-14.00,
2, kalau shift sore jam 9, kalau siang, shift sore mulai jam 2 siang, shift sore mulai jam 2 shift sore mulai jam 14.00-21.00,
shift malam ya kita pulang jam 7 sampai 9 malam, shift malam mulai sampai 9 malam, shift malam shift malam mulai jam 21.00-
pagi. jam 9 malam sampai 7 pagi mulai jam 9 malam sampai 7 07.00
pagi
23. Apa pernah terjadi lembur?
Pernah tapi nggak sering-sering Pernah lah dek Pernah dek apalagi kalau Pernah terjadi lembur kerja
juga mendekati hari H karena pekerajaan belum selesai
24. Mengapa bisa sampai terjadi lembur?
Ya kalau kita di kejar target, Soalnya kerjaan belum selesai dek Kita belum selesai ngerjakan Penyebab lembur adalah
apalagi kalau mendekati tanggal terus harus diserahkan juga kan ke berkas klaim ini dek apalagi pekerjaan belum selesai
15, berkas kan harus sudah BPJS jadi mau nggak mau harus kalau besoknya harus di kirim, dikerjakan dan dikejar target
disetor ke BPJS lembur biar selesai terus juga pas akreditasi kita penyerahan ke BPJS Kesehatan
lembur banget

246
No. Verifikator Internal 1 Verifikator Internal 2 Verifikator Internal 3 Kesimpulan
25. Sampai jam berapa biasanya lembur?
Tergantung banyaknya kerjaan ya Ya biasanya sampai maghrib dek Biasanya paling mentok habis Lamanya lembur bisa sampai
dek, kita pernah dulu sampai jam maghrib tapi kita juga pernah 18.00-21.00 WIB
9 malam lembur sampai jam 9 malam
26. Apakah apa yang Anda kerjakan setiap harinya sesuai dengan job description saat awal masuk kerja?
Di sini nggak jelas dek job desc- Nggak dek, saya pribadi nggak tau Nggak tau dek wong saya nggak Verifikator internal tidak tahu job
nya, kita nggak ada job desc. job desc saya tau wujud job desc-nya description sehingga tidak
mengetahui yang dikerjakan
apakah sudah sesuai atau belum
27. Mengapa tidak mengetahui job description? Mengapa tidak meminta?
Saya nggak minta sih soalnya ya Saya nggak dikasih tau dek, ya Soalnya nggak ada yang ngasih Verifikator internal tidak
percuma aja tetap kita ngerangkap takut dek mau minta yang baru dek jadi yauda. Nggak minta mengetahui job description
pekerjaan soalnya saya bingung mau minta karena tidak ada yang memberi
ke siapa dan nanti juga buat apa dan verifikator tidak ada yang
meminta karena dianggap tidak
penting.
28. Apakah sering terjadi penumpukan pekerjaan?
Sering dek. Belum buat laporan Sering lah Sering dek Sering terjadi penumpukan
internal eksternal, ngecek klaim, pekerjaan
input data, ngoding
29. Mengapa terjadi penumpukan pekerjaan?
Jumlah kita segini tapi kerjaannya Saya itu merangkap-rangkap Kerjaannya banyak, jumlahnya Terjadi penumpukan pekerjaan
banyak banget pekerjaan dan petugasnya Cuma nggak sebanding sama orangnya disebabkan jumlah verifikator
ada 3, kerjaannya banyak, ya nggak internal tidak sebanding dengan
selesai-selesai dek jumlah pekerjaan
30. Berapa jumlah verifikator internal saat ini?
Jumlah verifikator internal disini 3 orang 3 orang Terdapat 3 orang verifikator
ada 3 orang, semuanya lulusan internal
rekam medis dek. Kita disini tuh
kerjanya misahin berkas yang
dibutuhkan untuk klaim, ngoding,
input data di INA-CBGs, scan

247
No. Verifikator Internal 1 Verifikator Internal 2 Verifikator Internal 3 Kesimpulan
berkas, ngirim berkas juga ke
kantor BPJS, pokok kita double-
doble dek, ngerjakan pelaporan
internal juga
31. Kurang atau tidak jika 3 orang? Mengapa?
Kurang dek, kerjanya banyak Kurang banget, kerjaannya itu lo Kuranglah, seperti yang tadi Verifikator merasa kurang jumlah
dek buanyak banget saya bilang dek, jumlahnya verifikator internal karena
nggak sebanding sama orangnya pekerjaan yang harus dikerjakan
banyak
32. Mulai jam berapa Anda mengerjakan kelengkapan berkas?
Nggak ada ketentuan mulai jam Ya pokok kita ngerjakan dah Ya pokok dikerjakan kalau ada Mengerjakan kelengkapan berkas
berapa, pokok berkas masuk kita kerjaan jika berkas sudah masuk di ruang
langsung kerjakan. Pokok kita casemix
kerja mulai jam 7 kalau shift pagi,
kalau shift sore mulai jam 2,
kalau shift malam mulai jam 9.
33. Apakah yang Anda kerjakan setiap harinya sesuai dengan job description saat awal masuk kerja? Mengapa?
Beda dek antara job desc awal Nggak sama sekali, mungkin gara- Beda dek gara-gara di rolling. Pekerjaan yang dikerjakan setiap
dan saat kerja, mungkin gara-gara gara jumlah petugasnya kurang kali Saya dulu assembling eh harinya beda dengan job
kurang lulusan rekam medik jadi ya terus di rolling dipindah jadi verifikator internal description pada saat awal
pas waktu kerja ada rolling gara-gara uda lama kerja disini bekerja karena rolling pekerjaan
kerjaan tapi saya nggak tau job desc dan menyesuaikan dengan
yang baru lulusan terakhir.

248
Lampiran 14. Lembar Hasil Wawancara Ketidaklengkapan Berkas Klaim dan Ketidaksesuaian Kaidah koding oleh Verifikator
Internal Berdasarkan Faktor Organization

LEMBAR PEDOMAN WAWANCARA

FAKTOR PENYEBAB PENGEMBALIAN BERKAS KLAIM RAWAT INAP OLEH BPJS


KESEHATAN DI RUMAH SAKIT MITRA SEHAT SITUBONDO

Organization
No. Verifikator Internal 1 Verifikator Internal 2 Verifikator Internal 3 Kesimpulan
Lingkungan Fisik
1. Berapa luas ruang untuk proses klaim BPJS Kesehatan?
Ya ruangan ini sekitar 3 x 2.5 meter Berapa ya dek, ya sekitar 3 x 2.5 Kamu kira-kira sendiri aja dah dek, Luas ruang untuk proses klaim
lah dek meter ya paling sekitar 3.5 x 2 meter adalah 3 x 2.5 meter
2. Apakah ruangan dengan ukuran sedemikian rupa sudah memadai?
Nggaklah dek, ini mah kurang Belum-belum Nggak dek Ruangan dengan ukuran
banget sedemikian rupa masih
dianggap kurang memadai
3. Mengapa ruangan kurang?
Iyalah kurang, kita aja gerak susah Nggak ada ruangan lagi dek, kita Soalnya perabotan banyak, berkas Ruangan kurang karena
apalagi kalau berkas uda masuk ke disediakan cuma ini aja yang ditaruh disini juga banyak perabotan banyak, berkas
ruangan pasti dah desak-desakan, banyak, dan tempat berkumpul
harus gantian biar bisa masuk sekaligus istirahat petugas
lainnya.
4. Apakah ruangan ini sudah nyaman untuk mengerjakan proses klaim?
Kalau nyaman sih nyaman dek Nyaman dek Nyaman kok Verifikator internal merasa
nyaman bekerja di ruangan
yang saat ini ditempati

249
No. Verifikator Internal 1 Verifikator Internal 2 Verifikator Internal 3 Kesimpulan
5. Apa saja sarana yang belum ada untuk mendukung proses klaim agar Anda nyaman dalam bekerja?
Apa ya, nggak ada sih dek, anu dek, Rak berkas mungkin ya dek biar Itu dek, apa namanya tempat buat Sarana yang belum ada untuk
rak sih biar berkasnya rapi dan berkasnya nggak berantakan berkas itu? Iya keranjang atau mendukung proses klaim
nggak hilang. Kalau sudah hilang kardus-kardus kek biar berkasnya adalah
kan nggak bisa di klaim lagi. nggak berantakan
6. Apakah pengaturan peralatan sudah sesuai dengan yang diharapkan?
Sesuai kok dek sejauh ini, Sesuai kok, ini baru kita tata Sudah sesuai Pengaturan peralatan sudah
meskipun kadang tangan ini gatel beberapa bulan yang lalu sesuai dengan yang
pengen ngubah-ngubah tapi apa diharapkan oleh verifikator
daya kerjaan kita banyak internal
7. Apakah ruang casemix dibedakan dengan ruang lainnya?
Iya dek Iya Iya Ruang casemix dibedakan
dengan ruang lainnya
8. Megapa ruang casemix dibedakan?
Soalnya ruangannya sempit dek Soalnya nggak cukup, di atas empit, Nggak cukup dek, ini lo lahannya Ruang casemix dibedakan
jadi ini ruangan sebenarnya sisa- disini juga sempit nggak luas-luas banget karena ruangan sempit
sisa, masih untung juga kita ada
ruangan dek
9. Apakah ruangan ini kedap suara untuk menghindari kebisingan?
Nggak dek, kita nggak merasa Nggak dek, nggak bising kok Nggak Ruangan casemix tidak kedap
kebisingan kok suara karena verifikator
merasa tidak bising
10. Apakah dekorasi nyaman dilihat oleh mata?
Nyaman-nyaman saja sih dek, kita Nyaman aja sih dek Nyaman-nyaman aja kok dek Dekorasi menurut verifikator
sebenarnya pengen ganti, pengen internal nyaman
ganti cat, pengen di hias-hias gitu
biar kita juga lebih nyaman dan biar
enak gitu, biar kelihatan luas juga
ruangan ini.
Tuntutan antar pribadi
11. Apakah Anda saling mengenal dengan petugas?
Kenal dek tapi ada yang nggak Kenallah dek Kenal tapi nggak akrab pokok kenal Antar karyawan saling

250
No. Verifikator Internal 1 Verifikator Internal 2 Verifikator Internal 3 Kesimpulan
kenal juga yang baru-baru, ada dah mengenal meskipun belum
yang deket, ada juga yang nggak akrab karena banyak yang
deket, pokok setidaknya kita taulah baru karyawan dan masih
dia itu bagian apa merasa canggung
12. Apabila terjadi pengembalian berkas klaim oleh BPJS Kesehatan, apakah sesama petugas klaim saling membantu untuk menyelesaikannya?
Iya membantu dek, kita selesaikan Iya saling bantu kok Alhamdulillah saling bantu kok dek Karyawan saling membantu
bareng-bareng, biar kan juga belajar untuk menyelesaikan
dari pengalaman terjadinya pengembalian
berkas klaim
13. Apakah pernah ada perbedaan pendapat sampai menimbulkan persaingan tidak sehat dalam bekerja? Mengapa?
Nggak pernah, kita selalu Nggak ada sih dek, kita selalu Nggak ada dek, naudubillah kalau Tidak pernah terjadi
menyelesaikan masalah bareng- menyelesaikan bareng-bareng sampai terjadi. Kita selalu perbedaan pendapat sampai
bareng. Kita nggak pernah sih menyelesaikannya segera menimbulkan persaingan tidak
sampai nggak tegur sapa apalagi sehat dalam bekerja karena
ngambek-ngambekan, kita kan juga menyelesaikan masalah
uda dewasa dek jadi ya woles saja dengan segera
14. Apa Anda pernah curhat-curhat pekerjaan dengan rekan sejawat? Mengapa?
Kalau curhat-curhatan ya sering Sering dek kan kita sudah kayak Sering lah dek soalnya biar plong Sering curhat masalah
dek, curhat kerjaan iya, curhat saudara sendiri juga, biar kita menyelesaikan pekerjaan agar masalah dapat
masalah cowok iya, curhat segala masalah yang ada diselesaikan
hal dah kita dek, kita uda kayak
saudara gitu

251
Lampiran 15. Lembar Hasil Wawancara Ketidaklengkapan Berkas Klaim oleh Petugas Pendaftaran dan Verifikator Internal
Berdasarkan Faktor Technology

LEMBAR PEDOMAN WAWANCARA

FAKTOR PENYEBAB PENGEMBALIAN BERKAS KLAIM RAWAT INAP OLEH BPJS


KESEHATAN DI RUMAH SAKIT MITRA SEHAT SITUBONDO

Technology
No. Petugas Pendaftaran 1 Petugas Pendaftaran 2 Kesimpulan
Jumlah Komputer
1. Berapa jumlah komputer saat ini untuk proses penginputan data ke aplikasi SEP?
Satu komputer ini dah dek, ya kita pakek 1 dek Cuma ini aja Jumlah komputer hanya 1 untuk proses pembuatan
bareng-bareng buat laporan juga, pokok SEP
komputer yang ngaggur kita pakek
2. Mengapa hanya disediakan satu komputer?
Ya nggak tau dek, mulai dari saya awal Nggak tau, pokok kita ngerjakan di komputer Petugas pendaftaran tidak mengetahui mengapa
kerja hanya ada satu ini ini dah hanya disediakan 1 komputer untuk pencetakan SEP
3. Apa jumlah komputer saat ini sudah memenuhi kebutuhan untuk penginputan data ke aplikasi SEP?
Alhamdulillah kalau komputer sudah Sudah cukup sih Petugas pendaftaran merasa jumlah 1 komputer
memenuhi sudah memenuhi untuk penginputan data ke aplikasi
SEP
4. Apa terjadi antrian penggunaan komputer saat penginputan data ke aplikasi SEP? Mengapa?
Nggak sih dek saoalnya pasiennya dikit sih Nggak sih soalnya kita kan langsung ngerjakan Tidak terjadi antrian penggunaan komputer untuk
beda sama rumah sakit lainnya tiap hari, jadi setiap pasien datang langsung kita proses penginputan data karena pasien relatif sedikit
kerjakan. Lagian pasiennya juga dikit nggak
banyak-banyak benget. Ada emang hari tertentu
seperti hari Senin itu biasanya rame

252
No. Petugas Pendaftaran 1 Petugas Pendaftaran 2 Kesimpulan
Jumlah Printer
5. Berapa jumlah printer saat ini untuk proses pencetakan SEP?
Kalau yang khusus ngurus SEP ya satu ini 1 ini dah dek nggak ada yang lainnya, paling Jumlah printer untuk proses pencetakan SEP hanya
dek, jadi ini printernya bisa scan bisa kalau ini error pinjam ke sebelah kalau nggak ya ada satu dan printer tersebut memiliki fungsi, scan,
fotokopi juga biar kita nggak bolak-balik. pinjam ke dalam fotokopi, dan print.
Pasiennya kan nggak banyak jadi 1 printer
cukup
6. Apa jumlah printer kurang untuk pencetakan SEP?
Nggak kok dek Nggak sih Jumlah printer dianggap tidak kurang untuk
pencetakan SEP
7. Apa terjadi antrian penggunaan printer saat akan mencetak SEP? Mengapa?
Nggak kok dek sejauh ini, pokok mulai aku Nggak sih soalnya ya pasiennya dikit jadi nggak Tidak terjadi antrian penggunaan karena pasien
kerja disini sampai sekarang nggak pernah terjadi antrian sedikit sejak diberlakukan sistem wilayah.
sampai antri buat pakai printer, nggak tau
kalau dulu soalnya kan sekarang sistemnya
BPJS beda, jadi per wilayah gitu, ya
imbasnya ke pasien yang berobat lebih
sedikit daripada dulu
Terjadinya error dan cara mengatasinya
8. Apakah printer sering error pada saat mencetak SEP?
Nggak pernah error sih cuma palingan Selama saya bekerja disini masih belum pernah Terjadinya error yakni printernya tidak jalan
warnanya nggak kelihatan, sama tiba-tiba rusak sih dek, nggak tau kalau dulu. Kalau error
priternya ngambek nggak mau jalan ya mungkin nggak jalan printernya
9. Apa penyebab errornya printer?
Biasanya gara-gara kurang tinta, atau kita Kertasnya kurang Penyebab terjadinya error adalah kurangnya kertas
salah letak kertas dan habisnya tinta
10. Apa merek printer?
Canon ya Canon Merek printer adalah canon
11. Bagaimana Anda mengatasi printer yang error?
Ya kita panggil saja orang yang service Ya kalau parah kita panggil orang biasanya, Jika error parah akan memanggil orang untuk
printer, kita uda ada langganan kok kalau gara-gara tinta habis sama kertas kurang memperbaiki
aja bisa kita atasi dengan restart

253
No. Petugas Pendaftaran 1 Petugas Pendaftaran 2 Kesimpulan
12. Mengapa harus memanggil orang dan tidak diperbaiki sendiri?
Soalnya kita nggak bisa, kita bukan ahlinya Ya saya nggak bisa dek, kan saya bukan lulusan Memanggil orang saat printer orang sebab tidak dapat
multimedia memperbaiki sendiri karena bukan keahliannya
13. Apakah ada orang lain yang menangani apabila terjadi error pada printer?
Ada, kita uda lama sama dia, jadi kalau ada Ada, biasanya langganan Ada orang tersendiri yang mengurus errornya printer
masalah ya langsung di panggil saja
orangnya pasti orangnya kesini dan
diperbaiki di sini
14. Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk memperbaiki printer?
Tergantung tingkat keparahannya, paling Buat perbaikan itu sekitar 3 hari Lama waktu yang dibutuhkan untuk memperbaiki
lama sih 1 hari nggak bisa dipakai. Kalau printer adalah 3 hari
nggak bisa dipakai gitu, kita biasanya
pinjem sebelah yang printernya nggak
dipakai
15. Pernahkan terjadi error saat penginputan data ke aplikasi SEP?
Pernah, errornya paling lama 1 jam tapi Pernah Pernah terjadi error saat penginputan data ke aplikasi
paling sering biasanya 5-10 menit sih SEP, lamanya error 5-10 menit
16. Error yang seperti apa hingga menghambat proses penginputan ke aplikasi SEP?
Kalau input datanya lama pasti nggak Not responding kalau inputnya lama jadi harus Error seperti not responding
respon jadi langsung aja close cepat-cepat diinput
17. Apakah setiap harinya dilakukan peginputan data ke aplikasi SEP?
Iya dek, entah itu buat pasien yang pulang Iya karena itu sudah tugasnya Setiap harinya dilakukan peginputan data ke aplikasi
atau buat pasien yang masuk, pasti dah kita SEP
buka v-klaim tiap harinya meskipun hanya
1-2 tapi tiap hari pasti ada yang diinputkan
18. Pernah atau tidak 2 atau lebih komputer digunakan untuk menginput data ke aplikasi SEP di saat yang bersamaan?
Jarang tergantung banyaknya pasien Nggak pernah sih Jarang menggunakan 2 komputer untuk menginput
data ke aplikasi SEP
19. Apakah ada wifi yang mendukung proses klaim?
Ada tapi nggak tau tempatnya dimana Ada kayaknya Ada wifi
20. Apa merek wifi yang digunakan?
Ya nggak tau dek Nggak tau dek Petugas pendaftaran tidak mengetahui merek wifi

254
No. Petugas Pendaftaran 1 Petugas Pendaftaran 2 Kesimpulan
21. Berapa kecepatan wifi?
Nggak tau juga haha Nggak tau Petugas pendaftaran tidak mengetahui kecepatan wifi
22. Bagaimana Anda mengatasi apabila aplikasi SEP error?
Ya langsung close aja, kalau nunggu Close aja terus di buka lagi aplikasinya Cara mengatasi aplikasi SEP yang error adalah
tambah lama dengan keluar dari aplikasi v-klaim
23. Apakah ada orang lain yang menangani apabila terjadi error pada aplikasi SEP error? Mengapa memanggil orang IT di RS lain?
Ada, orang IT yang sekarang kerja di Ada, kita biasanya manggil orang IT. Kita Ada orang IT yang menangani error namun orang IT
RSUD jadi katanya sih uda MOU sama manggil itu soalnya uda kerjasama dan kita tersebut tidak bekerja di RS Mitra Sehat Situbondo
rumah sakit ini juga emang nggak punya orang IT disini melainkan hanya MOU saja
24. Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk mengatasi error aplikasi SEP?
Kan tinggal close nggak sampai 5 menit, Bentar dek tergantung gangguannya, biasanya 5 Waktu yang dibutuhkan untuk mengatasi error
kalau yang gangguan parah ya sampai 1 menit aplikasi SEP adalah 5 menit
hari
Aplikasi yang Mendukung
25. Apakah aplikasi SEP sudah ada?
Sudah, mulai dari saya awal kerja sudah Sudah ada Aplikasi SEP sudah ada
ada kok
26. Dari mana aplikasi SEP didapatkan?
Dari BPJS lah dek BPJS Aplikasi SEP didapatkan dari BPJS Kesehatan
27. Apakah aplikasi SEP mudah didapatkan?
Ya mudah soalnya kalau RS uda MOU Mudah kok soalnya kan uda kerjasama Aplikasi SEP mudah didapatkan
pasti ada hak akses sama gampang kok kan
berbasis web juga jadi bisa diakses
dimanapun dan kapanpun
28. Apa ada aplikasi lain yang mendukung proses penginputan ke aplikasi SEP agar lebih cepat? Mengapa belum bridging dengan e-claim maupun
SIMRS?
Nggak ada, bridging ke SIMRS juga Nggak ada sih. Harga sistemnya mahal jadi Tidak ada aplikasi lain selain SEP. Belum bridging
belum, mungkin gara-gara dana dek, nggak bridging-bridging karena belum ada dana dan harga sistem mahal
harganya itu kemarin sekitar 100 juta
Scanner
29. Berapa jumlah scanner saat ini?
Ada 3 tapi yang 2 itu gabung sama printer Ada 3, yang 1 itu yang kayak gini lo dek, yang 2 Ada 3 scanner, yang 1 printer portable dan yang 2

255
No. Petugas Pendaftaran 1 Petugas Pendaftaran 2 Kesimpulan
jadi agak ribet juga, lama kan dek jadinya itu gabung sama printer scanner gabung dengan printer
kalau pakai itu
30. Mengapa hanya ada 3 scanner tersebut?
Sebenarnya dek kita pengen scanner yang Kan awalnya nggak ada scanner ini dek soalnya Jumlah scanner yang dianggap hanya ada 1 karena
kayak gini lagi, apa se namanya? Oh iya dulu sistem klaim nggak ribet kayak gini. yang 2 scanner gabung dengan printer. Jumlahnya
scanner portable, pengen 1 lagi tapi masih Sekarang sistem klaimnya beda jadi wajib ada hanya 1 karena dapat dari atasan hanya 1
proses pengajuan. Kita nganggapnya bukan scanner. Ada 3 ya nggak tau dek
ada 3 scanner tapi hanya ada 1 scanner.
Jumlahnya 1 soalnya dikasih 1
31. Per hari biasanya harus scan berkas berapa banyak?
Ya sekitar 50-100 berkas per hari Berapa ya dek, sekitar 50-an kali ya tergantung Satu hari dapat scan sekitar 50 berkas
tergantung kerjaannya kita juga jumlah berkas dan kerjaan saya
32. Apa jumlah scan sudah mencukupi? Mengapa?
Belum lah dek, jumlah scanner yang kita Belum dek soalnya dipakek buat rawat jalan dan Scanner tidak mencukupi karena digunakan untuk
pakai kan 1, itu pun dibuat untuk pasien rawat inap pasien rawat jalan dan rawat inap
rawat jalan dan rawat inap jadi ya nggak
cukup
33. Mengapa scanner berpengaruh dengan pengembalian berkas klaim?
Ya soalnya nanti misalnya ada yang Ya kalau kelewatan nggak discan dianggap Pengaruh scanner dengan terjadinya pengembalian
kelewatan nggak di scan bisa-bisa nggak lengkap kan dek, bisa-bisa dikembalikan berkas klaim adalah apabila ada berkas yang belum
dikembalikan dek terus kalau kita salah di scan maka berkas dapat dikatakan tidak lengkap
taruh hasil scan ke pasien lain juga dan akhirnya dikembalikan oleh BPJS Kesehatan
berpengaruh

256
Lampiran 16. Lembar Hasil Wawancara Ketidaklengkapan Berkas Klaim oleh Verifikator Internal Berdasarkan Faktor Planning

LEMBAR PEDOMAN WAWANCARA

FAKTOR PENYEBAB PENGEMBALIAN BERKAS KLAIM RAWAT INAP OLEH BPJS


KESEHATAN DI RUMAH SAKIT MITRA SEHAT SITUBONDO

Planning
No. Verifikator Internal 1 Verifikator Internal 2 Verifikator Internal 3 Kesimpulan
Proses planning
1. Apa ada SOP terkait kelengkapan berkas?
Ada tapi itu kelengkapan secara Nggak tau ya dek, kalau masalah Kurang tau dek, saya belum pernah Verifikator tidak pernah tau
umum dek, standarnya sama SOP jangan tanya saya, tanya ke liat SOP disini, coba aja tanya sama SOP kelengkapan berkas
kayak Permenkes 100% mbak…saja soalnya dipegang sama mbak….tapi sepertinya ada hanya ada 1 yang tau ada
mbak… tidaknya SOP kelengkapan
berkas
2. Apa ada kesepakatan dan pembakuan SOP dari manajemen terkait kelengkapan berkas klaim?
Kayaknya nggak ada deh dek, Nggak tau dek, saya kan baru-baru Nggak ada kayaknya, ini sejauh saya Belum ada kesepakatan dan
pengennya sih buat tapi belum ini kerja di sini tapi sejauh saya bekerja disini lo dek pembakuan SOP dari
sempat bekerja disini belum pernah ada sih manajemen terkait
kelengkapan berkas klaim
3. Mengapa tidak sempat untuk membuat suatu pembakuan kelengkapan berkas klaim?
Banyak tugas yang harus Banyak tugasnya dek terus kita juga Nggak ada yang nyuruh juga dek Tidak sempat untuk membuat
dikerjakan dek, peraturan BPJS beda shift terus kerjaan banyak juga suatu pembakuan
kan sudah banyak jadi kita manut kelengkapan berkas klaim
saja sama BPJS nggak perlu buat karena banyak pekerjaan
nanti ganti-ganti terus kalau buat
sendiri

257
No. Verifikator Internal 1 Verifikator Internal 2 Verifikator Internal 3 Kesimpulan
4. Apa Anda melakukan prosedur kelengkapan berkas sesuai dengan SOP/peraturan yang berlaku?
Kita ngikutin aturan BPJS aja, Saya mengikuti sesuai instruksi yang Saya mengikuti sama aturan BPJS aja Verifikator internal megikuti
kalau ketentuan dari rumah sakit sudah-sudah dek dek, juga sama mbak-mbak yang dulu aturan BPJS yang telah
kan belum ada kan pernah diajarin ditetapkan dan mengikuti
instruksi verifikator
sebelumnya
5. Bagaimana langkah-langkah melakukan identifikasi kelengkapan berkas klaim sesuai Peraturan yang berlaku?
Ya kita lihat dulu kasusnnya. Kan berkas datang dari bangsal terus Identifikasi kelengkapan ya dek, Identifikasi kelengkapan
Bukan-bukan, awalnya kita cek masuk ruangan ini, terus kita cek awalnya kita cek dulu pengisian berkas klaim dimulai dari
dulu kelengkapan resume sama resume sama clinical pathway aja. resume sama clinical pathway, dicek identifikasi kelengkapan
clinical pathway, jadi berkas yang Kita cek pengisiannya dulu dek, dulu, diisi semuanya apa enggak, pengisian resume dan clinical
lain nggak usa, berkas yang lain lengkap apa belum pengisian resume kalau ada yang nggak diisi, kita taruh pathway. Apabila pengisian
biasanya dilengkapi kalau berkas sama clinical pathway-nya. Kalau di rak, kalau lengkap ya kita langsung resume dan clinical pathway
untuk klaim selesai cek. Terus di uda lengkap, lanjut ngoding kalau koding dek. Habis itu, kita input dulu tidak lengkap maka akan
koding, terus di pilah-pilah atau belum lengkap dimasukkan ke rak. datanya ke aplikasi INA-CBGs terus diletakkan di rak namun
apa sih namanya, diambillah Misalnya lengkap ya dek, kita kan kan keluar lembar INA-CBGs, terus apabila pengisian resume dan
untuk yang keperluan klaim. ngoding tuh terus kita pisahin deh kita pisahin lembar yang dibutuhkan clinical patways sudah
Misalnya nih untuk kasus berkas-berkas yang dibutuhkan buat untuk proses klaim. Terus kita scan lengkap maka akan
persalinan berarti yang harus klaim. Berkas yang harus dilengkapi berkas klaimnya kan nah habis di dilankutkan pada
dilengkapi itu ada SEP, resume, itu tergantung kasusnya dek, kalau scan langsung ditata. Pokoknya dek pengkodingan. Selanjutnya
lembar INA-CBGs, clinical kasus persalinan berarti ada laporan yang diserahkan berupa lembaran ke akan diinput data di aplikasi
pathway, inform consent, laporan operasi, surat keterangan kelahiran, BPJS itu SEP, lembar INA-CBGs INA-CBGs dan akan keluar
operasi, surat keterangan surat keterangan persalinan, seperti sama resume, lembar-lembar lainnya lembar INA-CBGs. Kemudian
persalinan, surat keterangan itu sih dek. Terus kita input kan sebagai penunjang itu di scan. Terus berkas klaim yang dibutuhkan
kelahiran, dan surat pengantar datanya ke aplikasi INA-CBGs terus nanti tinggal diserahkan ke BPJS dah, akan di pilah-pilah sesuai
rawat inap. Uda itu aja kayaknya, di cetak jadi lembar INA-CBGs, yang di scan itu nanti ditaruh di dengan kasus yang diderita
nah kalau clinical pathway, lembar ini juga diperlukan, SEP juga flashdisk. Itu aja sih dek pasien. Tidak semua berkas
inform consent, laporan operasi, disertakan dan wajib disertakan diserahkan ke BPJS hanya
surat keterangan persalinan, surat formulir tertentu saja. SEP,
keterangan kelahiran, dan surat resume, dan lembar INA-
pengantar rawat inap itu nanti di CBGs akan diserahkan ke
scan, kalau SEP, resume sama BPJS dalam hardfile
lembar INA-CBGs langsung sedangkan clinical pathways

258
No. Verifikator Internal 1 Verifikator Internal 2 Verifikator Internal 3 Kesimpulan
diserahkan gitu ke BPJS dan penujang lainnya akan
diserhakan berupa softfile
Kualitas Hasil planning
6. Apa SOP sudah dapat memenuhi keberhasilan program sehingga tidak terjadi pengembalian berkas oleh BPJS Kesehatan karena ketidaklengkapan
berkas klaim?
Belum dek Belum lah dek buktinya masih terjadi Belum dek SOP belum dapat memenuhi
pengembalian berkas klaim keberhasilan program
7. Apa SOP perlu diganti?
Bukan diganti sih dek tapi di Perlu dek, saya juga pengennya gitu, Boleh tapi buatnya yang rinci dan SOP perlu diganti
revisi, terus juga pengennya buat buat SOP pengklaiman juga biar jelas biar enak juga
SOP kelengkapan klaim biar enak enak, biar kita nggak tanya-tanya
soalnya kan di sini karyawan terus juga kan. Saya juga pengennya
rekam medisnya sering ganti- ada perencanaan yang ada target-
ganti targetnya gitu dek jadi kita bisa tau
tingkat keberhasilan kita seberapa
8. Mengapa sub variabel pada SOP masih kurang atau perlu ada yang diperbaiki?
Ya soalnya biar jelas dan rinci aja, Saya sih belum pernah liat SOP-nya Saya nggak tau isi SOP-nya dek jadi Sub variabel SOP masih
nanti kalau ada akreditasi juga dek jadi saya nggak bisa komen apa- saya nggak tau apa yang kurang dan belum jelas dan belum rinci
enak, nanti kalau ada SOP kan apa perlu diubah
enak, karyawan baru nggak terlalu
banyak tanya jadi langsung liat
SOP, kalau bisa SOP dipajang
salinannya biar pada tahu semua
karyawan rekam medis.
9. Apa di bagian casemix ini pernah dibuatkan suatu perencanaan strategis yang isinya ada target agar program dapat tercapai?
Nggak ada dek, pengen sih deh Nggak ada dek, seperti yang tadi saya Belum ada kayaknya dek, kalau ada Tidak ada perencanaan
biar terstruktur gitu, biar kita ada omongkan, saya pengen yang ada kayak gitu enak kali ya strategis
target-target gitu, biar dijadikan gituannya biar enak kita
motivasi sama evaluasi ke
depannya

259
Lampiran 17. Lembar Hasil Wawancara Ketidaklengkapan Berkas Klaim dan Ketidaksesuaian Kaidah Koding oleh Verifikator
Internal Berdasarkan Faktor Organizing

LEMBAR PEDOMAN WAWANCARA

FAKTOR PENYEBAB PENGEMBALIAN BERKAS KLAIM RAWAT INAP OLEH BPJS


KESEHATAN DI RUMAH SAKIT MITRA SEHAT SITUBONDO

Organizing
No. Verifikator Internal 1 Verifikator Internal 2 Verifikator Internal 3 Kesimpulan
Pembagian kerja
1. Apa di RS Mitra Sehat Situbondo terdapat tim JKN?
Apa itu tim JKN? Kalau yang Ya ini dah dek tim klaim Apa itu? Oalah ya ini namanya apa Rumah Sakit Mitra Sehat
ngurus BPJS ya kita ini dek, namanya ya dek pokok yang ngurus BPJS Situbondo terdapat tim JKN
yang ada di ruangan ini dah gitu
2. Tim JKN terdiri dari apa saja?
2 petugas pendaftaran, 3 Ada pendaftaran 2 orang terus ada Terdapat 2 petugas pendaftaran, 3 Terdapat 2 petugas pendaftaran, 3
verifikator internal verifikator internal 3 orang verifikator internal verifikator internal
3. Bagaimana kerjasama Anda apabila identifikasi kelengkapan berkas klaim dan penentuan kode dilakukan secara bersamaan?
Ya pokok kita bagi dek, kamu Dibagi-bagi dek, saya ambil Dibagi-bagi dek, pokok ngambil Kerjasamanya dengan membagi
yang ini ya, aku yang itu segini, dia ambil segitu terserah kita terus kalau uda berkas yang akan diidentifikasi
diidentifikasi kelengkapan sama kelengkapan berkas dan
ngodingnya ya ngambil lagi penentuan kode
4. Bagaimana kerjasama Anda apabila identifikasi kelengkapan berkas klaim dan penentuan kode dilakukan saat beda shift kerja?
Ya kan kita bilangin nanti dek, Di bilangin yang uda Ya diomongkan pas mau pulang Jika akan pulang pasti dibicarakan
ini yang belum di identifikasi diidentifikasi sama dikode itu nanti, ini yang uda di identifikasi terakhir kerja identifikasi berkas
berkasnya dan ini yang uda berkas yang ini, nanti yang ini sama yang uda di kode, uda gitu aja dan penentuan kode terakhir ini

260
No. Verifikator Internal 1 Verifikator Internal 2 Verifikator Internal 3 Kesimpulan
diidentifikasi berkasnya, ini tolong dilanjutkan ya sih dek dan yang belum ini
yang uda dikode dan ini yang
belum dikode
5. Bagaimana pembagian kerja apabila terdapat petugas yang cuti?
Wah pernah itu pas kemarin Nah itu pokok kita pinter-pinter Ya kita berkorban dek, yang Harus saling membantu untuk
mbak …. menikah, ya kita bagi tugas aja, biasanya kita awalnya kita kerjaannya 3 membagi-bagi tugas agar
kemarin agak kuwalahan juga saling bantu kok pekerjaan harus jadi 5 pekerjaan, ya pekerjaan cepat selesai
sih dek, ya pokok saling bantu gitulah dek
aja sama bagian pendaftaran,
kalau nggak gitu, nggak selesai-
selesai kerjaan kita dek
6. Bagaimana koordinasi dengan pihak terkait misalnya dokter atau perawat jika terkait kelengkapan berkas klaim?
Ya kita ngingetin dek soalnya Ya kita ngomong baik-baik, ini Kalau berkas yang belum lengkap Konfirmasi ke pihak yang
gimana ya, kita kalau ngerjakan berkas yang belum dilengkapi, nanti dititipkan ke perawat, kita bersangkutan
dadakan kan juga nggak kita titipkan dek ke perawatnya omongkan, mbak mas ini yang
maksimal, petugas ruangan juga tapi kalau ada diagnosa yang belum lengkap sudah saya tandai,
kalau nyetor berkas nggak tulisannya belum jelas atau ada jadi tolong nanti bilangin ke
setiap hari, jadi sekalinya nyetor ketidaksesuaian diagnosa dengan dokternya suruh melengkapi ya.
banyak banget dan itu pasti penunjang, maka saya konfirmasi Jika ada diagnosa yang
mentok sama hari mau setor ke ke pihak yang bersangkutan dibingungkan maka saya
BPJS konfirmasi langsung ke ruangannya
atau by whatapss
7. Biasanya kasus apa yang berkasnya sering tidak lengkap sehingga harus dikembalikan ke ruangan?
Dokter obgyn yang harus terus Dokter obgyn, mungkin gara-gara Dokter obgyn dek, sering itu dek Kasus obgyn yang sering tidak
diingatkan padahal jika nggak senior banget ya dek jadi males bukan lagi, mesti harus diingatkan, lengkap
perlu diingatkan, proses klaim uda nulis mesti harus dikembalikan lebih
lebih cepat, nggak mungkin dulu
terjadi keterlambatan
penyerahan ke BPJS
8. Bagaimana kerjasama antar verifikator internal dalam pengecekan kode dan kelengkapan berkas klaim?
Nggak ada cek ulang soalnya Kita ya dek nggak ngecek ulang, Nggak ada proses cek ulang Tidak ada proses cek ulang
takut lama juga kan proses dulu iya, yang ngecek itu dokter mengenai pengecekan kode dan kelengkapan berkas klaim dan

261
No. Verifikator Internal 1 Verifikator Internal 2 Verifikator Internal 3 Kesimpulan
penyerahan berkas klaim ke sekaligus direktur di rumah sakit kelengkapan berkas klaim soalnya kaidah koding
BPJS ini tapi nggak tau kok tiba-tiba nanti lama dek
nggak ada lagi, mungkin
dokternya sibuk kali ya, jadi kalau
sekarang itu ya langsung dah kita
ngode nggak perlu di cek lagi,
kita saling percaya aja dek
Job Description
9. Apa Anda paham tugas dan fungsi dari pekerjaan Anda?
Paham dek, saya itu meriksa Paham dek, tugas saya itu Pokok tugas kita itu nganu berkas Verifikator internal paham dengan
kelengkapan, milah berkas yang ngerekap yang lengkap sama yang lengkap sama tidak lengkap, tugas dan fungsi di setiap
dibutuhkan buat klaim, ngoding, nggak lengkap, ngoding, milah terus ngoding, terus milah berkas pekerjaannya
input data, buat laporan berkas kayak resume, cp, pokok yang buat klaim, terus input juga,
bulanan, sama distribusi ke yang dibutuhkan buat klaim, input terus scan berkas, terus setor ke
kantor BPJS data, scan berkas, sama nyetor BPJS
berkas ke BPJS
10. Mengapa Anda paham pada tugas dan fungsi Anda padahal Anda belum membaca job description yang baru?
Ya soalnya kita kan sering Kita sudah terbiasa dengan Uda biasa sih dek dengan pekerjaan Verifikator internal paham pada
melakukan pekerjaan itu kerjaan ini dek, lagian nggak yang kita lakukan ini tugas dan fungsinya sebab telah
perlu liat job description juga dilakukan pekerjaan tersebut
nggak apa kan dijelasin juga sama setiap harinya
mbak-mbak lainnya
11. Apa tugas dan fungsi Anda sudah rinci pada SK direktur?
Belum dek, katanya masih mau Saya nggak pernah tahu SK Nggak tau ya dek, saya nggak Verifikator internal belum pernah
dibuat tahun 2019 direkturnya dek, cuma job desc pernah tau SK direktur tentang tahu SK direktur tentang tugas
awal aja sih, kayaknya dulu itu tugas dan fungsi pekerjaan saya dan fungsi dari masing-masing
uda rinci, saya dulu nggak baca pekerjaan verifikator internal
banget dek wong dijelasin juga
sama mbak-mbak dulu yang
ngewawancarai kita pas tes
wawancara

262
No. Verifikator Internal 1 Verifikator Internal 2 Verifikator Internal 3 Kesimpulan
12. Apa SK direktur terkait tim JKN sudah berdiri sendiri artinya tidak menyatu dengan SK lainnya misalnya Jamkesda?
Uda kayaknya dek, pokok kita Nggak ada dek, ya jadi satu sama Kurang tau dek, ya kita ini Verifikator internal tidak tahu
ngurus ini dah tapi secara yang atas se, namanya unit rekam namanya jadi satu di unit rekam terkait tim JKN sudah berdiri
terbitan belum sih, katanya sih medis, gitu aja dek nggak dibeda- medis sendiri atau belum, intinya jadi
mau tahun 2019 tapi nggak tahu bedakan satu dengan unit rekam medis
juga, kita liat aja nantinya

263
Lampiran 18. Lembar Hasil Wawancara Ketidaklengkapan Berkas Klaim dan Ketidaksesuaian Kaidah Koding oleh Verifikator
Internal Berdasarkan Faktor Actuating

LEMBAR PEDOMAN WAWANCARA

FAKTOR PENYEBAB PENGEMBALIAN BERKAS KLAIM RAWAT INAP OLEH BPJS


KESEHATAN DI RUMAH SAKIT MITRA SEHAT SITUBONDO

Actuating
No. Verifikator Internal 1 Verifikator Internal 2 Kesimpulan
Motivasi
1. Adakah dukungan secara lisan oleh kepala rekam medis agar semangat dalam bekerja meningkat?
Ada tapi nggak sering, mungkin kayak ada Ada tapi kalau ada masalah aja. Ada dukungan secara lisan oleh kepala
masalah aja. rekam medis tapi jika ada masalah saja
2. Bagaimana Anda membangun motivasi dalam bekerja?
Motivasinya ya biar cepat selesai Kan kerjanya cuma gini-gini aja jadi ya biasa Membangun motivasi diri dengan tujuan
pekerjaannya biar cepat istirahat. Meskipun saja. Ya Menyemangati diri sendiri saja kayak, agar bisa cepat pulang ataupun cepat
nantinya pekerjaan sesuai dengan target yang semangat bentar lagi waktu pulang istirahat
ditetapkan meskipun belum optimal
3. Apa ada pemberian penghargaan bagi petugas yang bekerja dengan rajin? Mengapa?
Nggak ada sih. Nggak tau kenapa nggak ada Nggak ada sih. Kenapa ya dek mungkin gara- Tidak ada penghargaan bagi petugas yang
penghargaan mungkin nggak ada dananya dek gara nggak ada dana sih dek bekerja dengan rajin
4. Apa ada punishment bagi petugas yang sering telat datang bekerja ataupun keterlambatan petugas dalam menyelesaikan tugasnya sehingga
pekerjaan menumpuk?
Nggak ada Nggak ada sih. Kalau ada reward punishment Tidak ada punishment bagi petugas yang
pasti lebih semangat kerja sering telat datang bekerja ataupun
keterlambatan petugas dalam menyelesaikan
tugasnya

264
No. Verifikator Internal 1 Verifikator Internal 2 Kesimpulan
5. Mengapa tidak ada reward dan punishment?
Mungkin nggak ada dana Nggak ada dana kayaknya dek Tidak ada dana untuk perencanaan reward
dan punishment
6. Setiap pergantian kepala rekam medis, apakah mempengaruhi motivasi Anda dalam bekerja?
Awalnya iya tapi lama kelamaan nggak sih Awal-awal sih iya soalnya kan uda deket eh Setiap pergantian kepala rekam medis akan
malah keluar, ya sedih la tapi ya nggak berlarut- mempengaruhi kinerja verifikator internal
larut juga, ntar kerjaan kita tambah numpuk terutama pada saat awal keluar dari rumah
sakit
7. Mengapa seperti itu?
Soalnya kalau awal kan saya merasa Karena kan dulu deket banget dek jadi wajarlah Karyawan merasa kehilangan karena
kehilangan gitu, tapi ya tetap kita komunikasi kehilangan dulunya dekat
meskipun sudah pindah
Pengarahan
8. Pernahkah ada konsultasi dengan kepala rekam medis terkait solusi agar kelengkapan berkas dan ketidaksesuaian koding tidak terjadi?
Pernah dek tapi ya pas ada masalah aja sih, Pernah meskipun nggak sering, ya kalau ada Pernah ada konsultasi dengan kepala rekam
kita selesaikan bareng, kayak apa ya, ya kayak masalah aja kalau nggak ada masalah ya nggak medis terkait solusi agar kelengkapan berkas
kita harus konfirmasi lagi ke dokternya gitu. usa dan ketidaksesuaian koding
Terus gimana cara ngomong ke dokternya
9. Bagaimana metode pemberian arahan oleh kepala rekam medis kepada Anda?
Ya biasa aja kayak curhat gitu lo Ya kayak sharing-sharing gitu, ya diomongkan metode pemberian arahan oleh kepala rekam
bareng lah intinya medis seperti sharing-sharing
10. Jika pada saat pengajuan berkas ke BPJS lalu terjadi masalah ketidaklengkapan berkas klaim dan ketidaksesuaian kaidah koding, apakah kepala
rekam medis langsung bertindak mengarahkan karyawannya untuk menyelesaikan masalah kelengkapan berkas dan kaidah koding tersebut?
Iya dek, kamu ngerjakan ini, kamu ngerjakan Iya dek, kamu ngerjakan ini, kamu ngerjakan Kepala rekam medis langsung bertindak
itu, kamu harus ini kamu harus gitu itu, kan biar cepat. Mbak…baik banget dek, kita mengarahkan karyawannya untuk
saling membantu kok, perhatian dan menyelesaikan masalah kelengkapan berkas
memberikan nasihat apabila ada masalah dan kaidah koding
11. Mengapa pemberian arahan begitu penting?
Iyalah dek biar kita nggak salah arah, asyik- Penting dek biar kita nanti nggak salah-salah Pemberian arahan penting agar tidak terjadi
asyik bahasanya haha terus kan pas kerja terus juga biar menghindari kesalahan dalam bekerja
kesalahan

265
Lampiran 19. Lembar Hasil Wawancara Ketidaklengkapan Berkas Klaim dan Ketidaksesuaian Kaidah Koding oleh Verifikator
Internal Berdasarkan Faktor Controlling

LEMBAR PEDOMAN WAWANCARA

FAKTOR PENYEBAB PENGEMBALIAN BERKAS KLAIM RAWAT INAP OLEH BPJS


KESEHATAN DI RUMAH SAKIT MITRA SEHAT SITUBONDO

Controlling
No. Verifikator Internal 1 Verifikator Internal 2 Kesimpulan
1. Apa ada suatu kegiatan menemukan dan mengoreksi penyimpangan terhadap kelengkapan berkas dan kaidah koding dari rencana yang telah dibuat
sebelumnya?
Belum pernah kayaknya Dilakukan kalau ada masalah saja jadi yang kita Tidak ada suatu kegiatan menemukan dan
amati itu ya berkas yang uda dikembalikan oleh mengoreksi penyimpangan terhadap
BPJS, kalau sebelum di kirim, kita nggak pernah kelengkapan berkas dan kaidah koding
ngecek lagi sih soalnya takut lama, kalau dulu iya
tapi sekarang nggak lagi
2. Mengapa tidak ada kegiatan menemukan dan mengoreksi penyimpangan terhadap kelengkapan berkas dan kaidah koding dari rencana yang telah
dibuat sebelumnya
Nggak ada waktu dek, kerjaan kita banyak Ya mau ada kegiatan gitu gimana kalau kerjaannya Tidak ada kegiatan menemukan dan mengoreksi
kan aja banyak benget kayak gini penyimpangan terhadap kelengkapan berkas dan
kaidah koding karena pekerjaannya banyak
3. Apa ada rapat rutin untuk membahas pelaksanaan kelengkapan dan koding berkas misalnya 3 atau 6 bulan sekali? Mengapa?
Dulu sempat tapi sekarang nggak lagi, ya Nggak pernah dilakukan rapat rutin soalnya sibuk Tidak ada rapat rutin untuk membahas
kesibukan sih dek terus beda pimpinan kan dek, kita juga beda shift juga kan jadi mau pelaksanaan kelengkapan dan koding berkas
beda kegiatan juga ngumpulin juga repot misalnya 3 atau 6 bulan sekali karena sibuk dan
beda shift kerja

266
No. Verifikator Internal 1 Verifikator Internal 2 Kesimpulan
4. Apa yang biasanya dibahas pada saat rapat terkait pengklaiman khususnya kelengkapan berkas klaim dan kaidah koding?
Ya kemarin yang dikembalikan itu gara- Banyak dek, kenapa kode ini kok beda sama BPJS, Rapat membahas terjadinya pengembalian
gara nggak lengkap berkas apa terus kalau kita merasa kode kita benar, apa yang harus berkas klaim mengenai penyebab maupun
gimana enaknya solusinya, kayak gitu sih dilakuin, ya banyak dah dek. Yah kita ngomong- solusinya
ngomong biasa saja buat bahas masalah kayak
curhat-curhat gitu saja buat rapatnya biar lebih
adem
5. Apakah menurut Anda apa yang dikerjakan selama ini bisa dikatakan sudah berhasil? Mengapa?
Belum lah dek, masalahnya aja pasti ada Belum, soalnya masih banyak masalah, misalnya Program yang dilaksanakan masih belum
ya belum berhasil berarti programnya. ini nih, diagnosa turun tarif, berkas nggak di klaim- berhasil karena masih terdapat masalah
klaim alias klaim pending pengembalian berkas klaim
6. Apa perlu dilakukan pembaharuan perencanaan? Mengapa?
Sangat perlu, biar kita nantinya punya Perlu, soalnya sekalian nanti kita jadikan suatu Perlu dilakukan pembaharuan perencanaan
tujuan juga evaluasi perbaikan, biar sekalian nanti sosialisasi karena sebagai bahan evaluasi dan penetapan
kebijakan baru
7. Jika iya, perencanaan seperti apa yang Anda butuhkan dan inginkan?
Ya kayak target-target gitu lah dek, terus Ya pengennya itu yang ada target, terus SOP Perlu dibuatkan rencana strategis
tahapan-tahapan ngoding, ngelengkapi diperbaharui dengan melibatkan kami semua, gitu
berkasnya, alur berkas buat dikoding sih dek

267
Lampiran 20. Lembar Hasil Wawancara Ketidaklengkapan Berkas Klaim oleh Petugas Pendaftaran Berdasarkan Faktor Human

LEMBAR PEDOMAN WAWANCARA

FAKTOR PENYEBAB PENGEMBALIAN BERKAS KLAIM RAWAT INAP OLEH BPJS


KESEHATAN DI RUMAH SAKIT MITRA SEHAT SITUBONDO

Human
No. Petugas Pendaftaran 1 Petugas Pendaftaran 2 Kesimpulan
Pengetahuan
1. Apa Anda pernah membaca regulasi tentang klaim? Paham tidak dengan isi regulasi tersebut?
Pernah sih dek baca tapi lupa dan nggak Pernah dek tapi ya nggak semuanya, banyak kan Petugas pendaftaran pernah membaca regulasi
memahami sepenuhnya soalnya kan banyak dek, 1 regulasi aja ada ratusan bahkan ribuan tentang klaim dan tidak terlalu memahami isi
yang harus dibaca tapi kebanyakan tahu halaman. Kalau paham sih paham dek tapi ya regulasi tersebut.
tentang berkas apa saja yang harus dilengkapi nggak semuanya.
itu ya dari mbak-mbak yang sudah lama kerja
disini
2. Mengapa tidak membaca semua regulasi?
Ya banyak banget dek, males mau baca Haha males, banyak se Tidak membaca regulasi karena regulasi yang
harus dibaca banyak
3. Mengapa tidak paham dengan regulasi tersebut? Bagian apa yang tidak paham?
Karena banyak jadi nggak paham terus Ya nggak semuanya kan saya nggak paham, ada Tidak dipahami karena aturan klaim banyak dan
bahasanya kan baku banget ya dek kalau beberapa lah kayak penentuan kode di SEP gitu. bahasanya baku. Bagian yang tidak dipahami
aturan-aturan gitu. Bagian yang apa ya, lupa Nggak paham soalnya kan banyak banget tentang pengkodingan di aplikasi v-klaim.
dah dek aturannya terus dek bahasanya itu lo, baku banget
kan
4. Berkas klaim apa saja yang harus dilengkapi di TPPRI oleh pasien saat pasien mendaftar?
Persyaratan yang harus dilengkapi itu ya KTP, Iya itu ada KTP, KK, sama JKN, eh ada satu lagi Petugas paham berkas yang harus dilengkapi di

268
No. Petugas Pendaftaran 1 Petugas Pendaftaran 2 Kesimpulan
kartu JKN, KK, dan surat pengantar rawat ada surat pengantar rawat inap TPPRI adalah KTP, KK, Kartu JKN, dan surat
inap pengantar rawat inap.
5. Apakah semua persyaratan tersebut harus di fotokopi? Mengapa tidak harus di fotokopi?
Nggak harus di fotokopi sih dek tapi mungkin Nggak harus difotokopi sih tapi biasanya pasien Petugas paham persyaratan tidak harus di
mikirnya pasien daripada bolak-balik dan langsung di fotokopi dulu soalnya kan nanti juga fotokopi karena sebagai persyaratan
takut yang asli hilang makanya di fotokopi diminta di ruangan. Jadi mungkin pikirannya administrasi.
tapi sebenarnya nggak harus difotokopi kan itu pasien, daripada bolak-balik mending di fotokopi
nanti cuma dipekek formalitas aja, ternyata aja sekalian. Kan kayak kartu JKN itu kan sebagai
pasien ini uda terdaftar di asuransi, juga bukti kalau pasien uda terdaftar sebagai pasien
digunakan buat menyamakan data antara di BPJS terus kalau KTP sama KK itu fungsinya
kartu JKN sama kartu identitas lainnya buat cek aja, ada yang beda nama atau alamat atau
soalnya pasien kadang pakai kartu JKN orang kelamin misalnya, ya kayak gitu dah dek
lain atau kalau nggak kartu anggota
keluarganya yang lain.
6. Salah satu tugas Anda adalah membuat SEP, apakah SEP itu?
Surat buat persyaratan ke BPJS, surat bukti SEP itu Surat Eligibilitas Peserta jadi bukti kalau Petugas paham SEP merupakan Surat
kalau peserta dapat dijamin sama BPJS uda dilayani Eligibilitas Peserta sebagai persyaratan
administrasi.
7. Bagaimana cara pengisian SEP rawat inap?
Gampang kok dek, kita awalnya masuk ke Gampang dek. Kan masuk dulu ke webnya di v- Petugas paham cara pengisian SEP rawat inap
webnya di v-klaim terus masuk ke pembuatan klaim terus masuk kan, pilih pembuatan SEP, yaitu masuk ke website v-klaim – pilih
SEP, terus diisi dah data-datanya terus di cetak terus pilih rawat inap, terus masukkan nomor JKN pembuatan SEP – ketik nomor JKN/kartu
atau nomor rujukan kalau pasien itu rujukan, terus rujukan – masukkan data sesuai surat pengantar
input deh datanya terus cetak rawat inap.
8. Bagaimana cara membuat SEP rujukan?
Caranya sama kok nanti yang beda cuma Hampir sama sih dek kayak yang tadi Cuma pilih Petugas paham cara membuat SEP rujukan
pilihannya saja, disini di bagian ini tinggal rujukan terus masukkan datanya dan juga dipilih hampir sama dengan membuat SEP biasa hanya
pilih saja rujukan, masukkan nomor rumah sakit yang akan dirujuk serta dokter yang yang membedakan juga harus menginputkan
rujukannya. merujuk nama rumah sakit yang dituju serta dokter yang
merujuk.
9. Bagaimana cara membuat SEP kasus kecelakaan?
Sama sih dek kayak buat pengisian SEP rawat Persis banget sama buat SEP biasa, nah pada Petugas paham cara membuat SEP kasus

269
No. Petugas Pendaftaran 1 Petugas Pendaftaran 2 Kesimpulan
inap cuma bagian ini pilih kasus kecelakaan bagian ini tinggal pilih aja kasus kecelakaan terus kecelakaan sama dengan pembuatan SEP biasa
terus catatannya di ketik kayak kejadian tinggal pilih-pilih dah pertanyaan-pertanyaan hanya nanti pilih kasus kecelakaan dan catatan
kecelakaannya itu gimana yang nanti bakal muncul terus ketik juga harus diisi.
catatannya kayak peristiwa kejadiannya
10. Apa perbedaan SEP permintaan rawat inap dan rujukan?
Kalau rujukan kan kita ngeinputkan juga Pihannya yang beda dek, nanti tinggal pilih Petugas paham perbedaan SEP permintaan
tujuan rumah sakit yang dituju kalau rujukan aja kalau permintaan rawat inap ya biasa rawat inap dan rujukan terletak pada item yang
permintaan rawat inap ya buat rawat inap di aja kayak tadi yang kita praktekin kan diinputkan, jika pembuatan SEP rujukan
sini saja. Kalau tampilan di sistem sama cuma terdapat nama rumah sakit yang akan dituju.
beda item-item aja sih tapi nggak semua beda
item, adalah beberapa yang beda
11. Bagaimana cara menentukan tanggal masuk dan tanggal keluar pasien rawat inap guna pembuatan SEP?
Kan saya membuat SEP rawat inap kalau Saya samakan persis sama yang di surat Petugas paham menentukan tanggal masuk dan
pasien atau keluarga pasien bawa surat pengantar rawat inap, kalau ternyata nih dek lebih tanggal keluar pasien rawat inap dilihat dari
pengantar rawat inap. Ya kita tanggalnya lihat dari 3 hari keluarga pasien ngasih surat pengantar surat pengantar rawat inap.
disitu dah rawat inap, ya manipulasi tanggal masuk aja
12. Apabila aplikasi v-klaim untuk membuat SEP mengalami masalah, apa yang Anda lakukan untuk mengganti SEP tersebut?
Ya kita cetak ulang aja dek, kan ada menu Ya kita tunggu sampai bisa dek Apabila ada masalah pada aplikasi v-klaim
edit, hapus juga ada di aplikasi maka tetap menunggu sampai aplikasi kembali
berfungsi
13. Berapa hari batas pembuatan SEP rawat inap?
3 hari 3 hari Petugas paham batas pembuatan SEP rawat inap
adalah 3 hari.
14. Apabila pembuatan SEP melebihi dari batas yang ditentukan, apa yang Anda lakukan?
Jangan bilang-bilang ya dek, kita manipulasi Di manipulasi dek, mau gimana lagi daripada Petugas tidak paham karena apabila pembuatan
sih dek, ya kita rubah aja tanggal masuknya nggak bisa di klaim SEP melebihi dari batas yang ditentukan maka
biar jadi 3 hari tanggal masuk dimanipulasi dengan dimajukan.
Kedisiplinan
15. Apa pernah membuat SEP melebihi dari 3 hari? Mengapa melebihi 3 hari
Waduh sering dek, pasien mesti lupa bawa Sering sih haha, itu lo dek gara-gara pasien nggak Petugas pendaftaran pernah membuat SEP
KTP lah, kartu JKN lah, pokok gara-gara ngelengkapi, kadang saya juga jungkel kalau melebihi dari 3 hari
nunggu itu dek nggak dilengkap-lengkapi

270
No. Petugas Pendaftaran 1 Petugas Pendaftaran 2 Kesimpulan
16. Jika pernah, mengapa sampai terjadi keterlambatan dalam mengidentifikasi kelengkapan berkas klaim?
Soalnya pasien lupa nggak bawa, sekarang Soalnya ya gimana ya dek, saya itu uda ngingetin Terjadi keterlambatan dalam mengidentifikasi
diingatkan, besoknya lupa lagi sampai lebih 3 tapi pasiennya itu nggak bawa terus ya akhirnya kelengkapan berkas klaim karena pasien tidak
hari tapi biasanya ada jaminan, 50% buat uang SEP nggak bisa dicetak, kalau nggak di cetak juga membawa persyaratan klaim
muka, nanti kalau uda lengkap, kita kasian pasiennya pas nggak ada uang
kembalikan uangnya.
17. Berapa lama keterlambatan dalam pembuatan SEP tersebut?
Paling lama kita 4 hari, kalau benar-benar Ya rata-rata 4 hari lah dek Paling lama keterlambatan adalah 4 hari
pasien nggak bisa melengkapi ya terpaksa kita
jadikan pasien umum.
Pengalaman Kerja
18. Berapa lama waktu yang dibutuhkan Anda untuk membuat SEP?
Kita pembuatan SEP nggak lama kok dek Bentar dek palingan sekitar 1-2 menit Waktu yang dibutuhkan untuk membuat SEP
paling sekitar 2 menit kecuali kalau reloadnya adalah 1-2 menit
lama bisa lebih dari 10-15 menit. Terus juga
kalau kita bingung menentukan tanggal masuk
juga lama, cari kode diagnosis juga lama
19. Jika pernah melebihi 1-2 menit, mengapa sampai terjadi seperti itu?
Ya biasanya kalau ada gangguan gitu dek Kalau nggak respon-respon pasti lama sama pas Pembuatan SEP melebihi waktu 1-2 menit
nentukan koding karena adanya gangguan server dan penentuan
koding
20. Apa Anda dapat mengetik 10 jari?
Nggak dek haha Belum bisa kan belum terbiasa, ya saya 11 jari Petugas pendaftaran tidak dapat mengetik 10
dek haha jari
21. Berapa lama waktu yang dibutuhkan Anda untuk mengidentifikasi kelengkapan berkas klaim di TPPRI?
Ya cepat dek, kita kita cuma minta KTP, KK, Cepet dek kan tinggal cek aja, hitungan detik juga Waktu yang dibutuhkan untuk mengidentifikasi
sama kartu JKN, yang lama itu kalau beda bisa kelengkapan berkas klaim di TPPRI sekitar 30
nama, beda alamat detik
Ketersediaan SDM
22. Berapa jumlah petugas pendaftaran yang mengurus SEP saat ini?
2 orang 2 orang Jumlah petugas pendaftaran yang mengurus
SEP adalah 2 orang

271
No. Petugas Pendaftaran 1 Petugas Pendaftaran 2 Kesimpulan
23. Mengapa hanya 2 orang petugas pendaftaran untuk mengurus SEP?
Ya nggak tau dek, wong dari sananya uda 2 Nggak tau kenapa jumlahnya 2 orang kan itu dari Petugas pendaftaran tidak mengetahui mengapa
orang atasan yang nentukan jumlah petugas pendaftaran hanya ada 2 orang
24. Mulai jam berapa Anda membuat SEP?
Pokok kita kerja datang sesuai jadwal, jadi Ya pokok ada pasien ya langsung buat dek Membuat SEP pada saat ada pasien yang akan
kalau pagi kan jam 7, siang jam 2, malam jam rawat inap
9, nah kalau ada pasien berobat, baru kita buat
SEP. Kan SEP nggak harus buat pasien baru
saja tapi pasien lama juga.
25. Jam berapa Anda istirahat dalam bekerja?
Kalau shift pagi kita istirahat jam 11-1 siang, Kalau shift pagi istirahatnya jam 11-1 siang, kalau Jam istirahat jika shift pagi adalah pukul 11.00-
kalau sore biasanya jam sholat dah, kalau sore biasanya jam sholat aja. Tapi kalau kerjaan 13.00 sedangkan untuk shift sore dan malam
malam ya pokok kondisi memungkinkan buat uda selesai dan nggak banyak pasien bisa lebih menyesuaikan. Jika pasien tidak rame dapat
istirahat ya istirahat. cepat lah dek istirahatnya haha, kan saya juga istirahat lebih awal
jenuh juga
26. Jam berapa Anda pulang bekerja?
Shift pagi pulang jam 2, shift sore pulang jam Shift pagi pulangnya jam 2, shift sore pulangnya Jam pulang petugas pendaftaran adalah untuk
9 malam, shift malam pulang jam 7 pagi. jam 9 malam, shift malam pulangnya jam 7 pagi. shift pagi pulang jam 14.00, shift sore jam
21.00, dan shift pagi pukul 07.00
27. Apa pernah terjadi lembur?
Kalau bagian pendaftaran sih nggak dek tapi Pernah dek tapi bukan maslah SEP ini tapi bantu Tidak pernah terjadi lembur di TPPRI
kalau bagian dalam yang disana itu sering dek, bagian lainnya kayak bagian klaim apalagi kalau
kita biasanya bantu mbak-mbak sih biar cepat penyetoran mendekati tanggal terakhir, pasti
lembur itu dek, tapi jarang kalau saya, mungkin
gara-gara saya baru
28. Apa yang Anda kerjakan sesuai job description? Mengapa?
Kan nggak ada job desc dek jadi kerjaan yang Nggak tau dek, saya itu nggak tau job des-nya ada Petugas tidak tahu yang dikerjakan sudah sesuai
disuruh sama mbak-mbak ya saya kerjakan apa nggak, kalau awal keterima ya dek, saya dengan job description atau belum. Job
terus awal kerja saya sebenarnya bukan bagian bukan bagian pendaftaran lo tapi bagian description awal yang diberikan juga tidak
ini tapi bagian assembling assembling tapi nggak tau tiba-tiba ganti di sesuai saat sudah kontrak kerja.
TPPRI

272
No. Petugas Pendaftaran 1 Petugas Pendaftaran 2 Kesimpulan
29. Mengapa job description awal tidak sesuai dengan saat bekerja?
Nggak tau dek mungkin gara-gara rolling Nggak tau dek, mungkin gara-gara kurang Job description awal tidak sesuai dengan saat
kerja, kan juga mungkin mempertimbangkan petugasnya sama kerjaannya banyak yang belum bekerja karena harus rolling kerja agar
lulusan terakhirnya ke handle akhirnya di rolling kerja pekerjaan dapat terselesaikan
30. Apa sering terjadi penumpukan pekerjaan?
Kalau aku sih sering dek apalagi kalau malas Waduh kalau bagian pendaftaran nggak pernah Jika di bagian pendaftaran tidak pernah terjadi
haha, tapi jangan bilang-bilang soalnya jenuh deh tapi kalau bagian pelaporan iya soalnya saya penumpukan pekerjaan namun di bagian
juga dek, apalagi saya juga disuruh buat juga ngurus pelaporan juga pelaporan yang mereka juga kerjakan yang
pelaporan, haduh bingung juga terjadi penumpukan pekerjaan

273
Lampiran 21. Lembar Hasil Wawancara Ketidaklengkapan Berkas Klaim oleh Petugas Pendaftaran Berdasarkan Faktor Organization

LEMBAR PEDOMAN WAWANCARA

FAKTOR PENYEBAB PENGEMBALIAN BERKAS KLAIM RAWAT INAP OLEH BPJS


KESEHATAN DI RUMAH SAKIT MITRA SEHAT SITUBONDO

Organization
No. Petugas Pendaftaran 1 Petugas Pendaftaran 2 Kesimpulan
Lingkungan Fisik
1. Berapa luas TPPRI saat ini?
Ya ruangan ini sekitar 2.5 x 5 meter lah dek Berapa ya dek, sekitar 3 x 5 meter kayaknya Luas TPPRI sekitar 2.5 x 5 meter
2. Apakah ruangan dengan ukuran sedemikian rupa sudah memadai?
Memadai memadai Ukuran TPPRI sudah memadai
3. Apakah ruangan ini sudah nyaman untuk melayani pasien dan identifikasi kelengkapan klaim di TPPRI?
Sudah sih Sudah TPPRI sudah nyaman bagi petugas pendaftaran
4. Apa saja sarana yang belum ada untuk mendukung proses klaim agar Anda nyaman dalam bekerja?
AC dek, dek sini kan nggak ada AC AC Sarana yang belum ada adalah AC
5. Mengapa tidak ada AC?
Nggak tau dek mungkin gara-gara ruangannya Ya nggak tau dek, gara-gara ini ruangannya Tidak ada AC karena ruangan terbuka
terbuka kali ya terbuka mungkin
6. Apakah pengaturan peralatan sudah sesuai dengan yang diharapkan?
Sudah sih Sudah Pengaturan peralatan sudah sesuai dengan yang
diharapkan
7. Apa tidak ingin merubah pengaturan TPPRI?
Nggak dek, nanti capek Nggak ah Petugas pendaftaran tidak ingin merubah
pengaturan TPPRI
8. Apa saja peralatan yang belum ada untuk mendukung proses klaim agar Anda nyaman dalam bekerja?
Keranjang kali ya dek, liat tuh berkasnya, Keranjang biar berkasnya nggak ditaruh di sana Peralatan yang belum ada yaitu keranjang untuk

274
maaf ya dek kalau nggak rapi di sini tempat berkas
9. Apakah dekorasi nyaman dilihat oleh mata?
Sebenarnya sih nggak tapi mau gimana lagi Ya nggak sih tapi nyaman kok, liat aja deh Dekorasi belum nyaman dilihat
berantakan kan haha, maklumlah namanya juga
rumah sakit
Tuntutan antar pribadi
10. Apa Anda saling mengenal dengan petugas?
Kenal dek tapi ada yang nggak kenal juga Kenal dek meskipun lingkup pendaftaran aja, Petugas pendaftaran sudah saling mengenal antar
yang baru-baru, ada yang deket, ada juga yang kan saya masih baru petugas
nggak deket, pokok setidaknya kita taulah dia
itu bagian apa
11. Apabila terjadi pengembalian berkas klaim oleh BPJS Kesehatan misalnya karena SEP yang salah, apakah sesama petugas klaim saling membantu
untuk menyelesaikannya?
Iya membantu dek, kita selesaikan bareng- Alhamdulillah kami saling membantu jika ada sesama petugas klaim saling membantu untuk
bareng, biar kan juga belajar dari pengalaman maslah menyelesaikan masalah yang terjadi
12. Apakah pernah ada perbedaan pendapat sampai menimbulkan persaingan tidak sehat dalam bekerja?
Nggak pernah, kita selalu menyelesaikan Nggak lah dek, nggak ada gunanya juga kan Tidak ada perbedaan pendapat sampai
masalah bareng-bareng. Kita nggak pernah sih menimbulkan persaingan tidak sehat dalam
sampai nggak tegur sapa apalagi ngambek- bekerja
ngambekan, kita kan juga uda dewasa dek jadi
ya woles saja
13. Apa Anda pernah curhat-curhat pekerjaan dengan rekan sejawat?
Kalau curhat-curhatan ya sering dek, curhat Sering banget namanya juga sesama teman Sering curhat masalah pekerjaan jika terjadi
kerjaan iya, curhat masalah cowok iya, curhat kalau ada masalah ya pasti curhat-curhat masalah
segala hal dah kita dek, kita uda kayak saudara
gitu
14. Mengapa harus curhat?
Ya mungkin dengan curhat dapat menemukan Biar masalahnya cepat selesai lagian biar plong Harus curhat agar dapat menemukan solusi
solusi untuk masalah itu juga yang dihati

275
Lampiran 22. Lembar Hasil Wawancara Ketidaklengkapan Berkas Klaim oleh Petugas Pendaftaran Berdasarkan Faktor Planning

LEMBAR PEDOMAN WAWANCARA

FAKTOR PENYEBAB PENGEMBALIAN BERKAS KLAIM RAWAT INAP OLEH BPJS


KESEHATAN DI RUMAH SAKIT MITRA SEHAT SITUBONDO

Planning
No. Petugas Pendaftaran 1 Petugas Pendaftaran 2 Kesimpulan
Proses Planning
1. Apa ada SOP terkait kelengkapan berkas di bagian pendaftaran?
Nggak ada deh dek kayaknya Nggak ada kayaknya Tidak ada SOP terkait kelengkapan berkas di
bagian pendaftaran
2. Mengapa tidak ada SOP terkait kelengkapan berkas di bagian pendaftaran?
Ya nggak tau ya dek, kan saya baru masuk di Nggak tau dek Petugas pendaftaran tidak mengetahui
sini, saya ini loh masih training di sini tapi ini mengapa tidak ada SOP terkait kelengkapan
mungkin ya, mungkin gara-gara sibuk jadi berkas di bagian pendaftaran
nggak sempat
3. Apa ada kesepakatan dan pembakuan SOP dari manajemen terkait kelengkapan berkas klaim? Mengapa?
Nggak ada sih, mungkin gara-gara sibuk kali ya Nggak ada, nggak tau ya dek kenapanya, ini Tidak ada kesepakatan dan pembakuan SOP
dek, juga kepala rekam medisnya belum jelas mungkin ya dek, mungkin gara-gara kerjaannya dari manajemen terkait kelengkapan berkas
juga dek jadi mau merintah-merintah mungkin banyak jadi nggak sempet, itu mungkin lo dek klaim karena pekerjaan banyak
radak sungkan gitu
4. Apa Anda melakukan prosedur kelengkapan berkas sesuai dengan SOP/ketentuan yang berlaku?
Saya nggak tahu aturannya kayak gimana ya Insyaallah iya dek meskipun saya nggak pernah Petugas tidak tahu prosedur kelengkapan
dek, pokok diajari kayak gini yauda liat SOP maupun aturan-aturan pendaftaran klaim. berkas sudah sesuai dengan SOP/ketentuan
Ya pokoknya saya kerjakan sesuai yang diajarkan yang berlaku atau belum namun petugas
sama mbak-mbak yang uda lebih dulu di sini pendaftaran melakukan prosedur sesuai yang

276
No. Petugas Pendaftaran 1 Petugas Pendaftaran 2 Kesimpulan
diperintahkan
5. Bagaimana langkah-langkah melakukan identifikasi kelengkapan berkas klaim sesuai SOP?
Kan awalnya pasien ke TPPRI ini, terus saya Ya kita mintain kartu JKN, KTP, KK kalau Langkah melakukan identifikasi kelengkapan
minta kartu JKN, KTP, KK. Kalau beda nama, identitas antara kartu JKN sama KTP/KK sama ya berkas klaim yaitu meminta kartu JKN, KTP,
kita suruh buat ngurus dulu ke BPJS, kalau saya lanjutkan input data buat pembuatan SEP dan KK pasien. Jika identitas cocok maka
nggak beda, ya kita lanjut buat SEP. SEP dibuat namun jika ada perbedaan identitas misalnya beda akan dibuatkan SEP namun jika ada yang
yauda tinggaldi cetak terus diserahkan ke nama maupun alamat, maka saya suruh untuk tidak cocok misalnya beda nama atau pun
pasien/keluarga pasien untuk diserahkan mengurus terlebih dahulu ke BPJS beda alamat maka akan mengurus terlebih
perawat yang ada ruangan dahulu ke BPJS Kesehatan
Kualitas Hasil Planning
6. Apa SOP/peraturan yang berlaku sudah dapat memenuhi keberhasilan program sehingga tidak terjadi pengembalian berkas oleh BPJS Kesehatan
karena ketidaklengkapan berkas klaim di TPPRI?
Belum, kita juga nggak mungkin ngubah aturan Peraturan kan dari BPJS dan itu masih belum bisa SOP/peraturan yang berlaku belum memenuhi
BPJS juga dek, kan BPJS punya ketentuan membuat program kerja berhasil karena SEP juga keberhasilan program
sendiri ada yang salah
7. Apa perlu dibuatkan aturan khusus di rumah sakit terkait kelengkapan berkas di pendaftaran? Mengapa diperlukan?
Perlu dek, biar kita yang baru-baru ini nggak Perlu sebenarnya kan juga biar enak juga ya dek, Perlu dibuatkan aturan khusus di rumah sakit
tanya-tanya terus sama mbak-mbak yang uda biar semuanya dapat terogranisir dan terstruktur terkait kelengkapan berkas di pendaftaran agar
lama kerja disini, kalau tanya-tanya terus kan dek ada pembakuan yang jelas
juga sungkan alias nggak enak
8. Apa di bagian pendaftaran pernah dibuatkan perencanaan strategis yang isinya ada target agar program dapat tercapai? Mengapa seperti itu?
Belum ada dek, saya nggak pernah tahu juga Nggak ada dek, ya mungkin nggak sempet, beda Tidak ada pembuatan perencanaan strategis
shift juga kan, ya mudah-mudahan ada sih karena pekerjaan banyak sehingga tidak
sempat

277
Lampiran 23. Lembar Hasil Wawancara Ketidaklengkapan Berkas Klaim oleh Petugas Pendaftaran Berdasarkan Faktor Organizing

LEMBAR PEDOMAN WAWANCARA

FAKTOR PENYEBAB PENGEMBALIAN BERKAS KLAIM RAWAT INAP OLEH BPJS


KESEHATAN DI RUMAH SAKIT MITRA SEHAT SITUBONDO

Organizing
No. Petugas Pendaftaran 1 Petugas Pendaftaran 2 Kesimpulan
Pembagian kerja
1. Apa di RS Mitra Sehat Situbondo terdapat tim JKN?
Ya pokoknya yang ngurus klaim ada 5 orang, Tim JKN itu maksudnya tim ngurus klaim ta Terdapat tim JKN di RS Mitra Sehat Situbondo
gitu aja, kalau atas itu ada 2 orang yang dek? Ada kalau itu
ngurus filing
2. Tim JKN terdiri dari apa saja?
Ada petugas pendaftaran 2 orang, ada 2 petugas pendaftaran, 3 verif Tim JKN terdiri dari 2 petugas pendaftaran dan 3
verifikator internal ada 3, uda itu aja verifikator internal
3. Bisa dijelaskan tugas Anda yang dikerjakan seperti apa?
Pendaftaran itu ya kayak biasanya nerima Ya tugas saya itu melakukan penerimaan Petugas pendaftaran bertanggung jawab dalam
pasien, input data, kalau yang berhubungan pasien baik pasien rawat jalan maupun rawat identifikasi pasien, identifikasi kelengkapan
sama klaim ya buat SEP, kita juga mengurus inap, tanya rumahnya dimana, namanya siapa persyaratan klaim, dan pembuatan SEP
laporan sensus, dan juga buat grafik barber pokok identifikasi pasien dah, terus juga nulis
johnson selalu terbengkalai sih tapi kita masih di sampulnya juga identitas pasiennya, terus
mau mencoba kok juga tanya persayaratan BPJS-nya terus buat
SEP
4. Bagaimana kerjasama Anda apabila pembuatan SEP dilakukan secara bersamaan?
Kita nggak pernah sih dek buat SEP secara Seingetku nggak pernah buat SEP secara Tidak pernah dilakukan pembuatan SEP yang

278
No. Petugas Pendaftaran 1 Petugas Pendaftaran 2 Kesimpulan
bersamaan bersamaan dek jadi ya nggak ada dilakukan secara bersamaan
kerjasamanya
5. Mengapa tidak pernah dilakukan bersamaan?
Pasiennya dikit dek jadi ya nggak pernah Komputernya 1 buat ngurus SEP dek lagian Tidak pernah dilakukan pembuatan SEP secara
barengan, saya bisa mengatasinya kok pasiennya ya dikit jadi nggak pernah bersamaan karena pasiennya sedikit
dilakukan secara bersamaan
6. Memangnya dapat menerbitkan berapa SEP dalam 1 hari
Pasien apa dulu? Kalau rawat jalan itu paling Kalau pasien rawat jalan paling banyak itu Dalam 1 hari petugas pendaftaran dapat
rame sekitar 100-an, kalau rawat inap tiap sekitaran 100 kalau rawat inap ya sekitar 5-15 menerbitkan SEP rawat jalan sekitar 100 dan
harinya sekitar 5-10 orang lah orang lah dek, nggak pasti juga kan dek rawat inap sekitar 5-10 orang
7. Kalau antriannya panjang, bagaimana kerjasama dengan karyawan lainnya?
Kalau antriannya panjang pasti dibantu sama Kalau antriannya panjang itu biasanya dibantu Kerjasama dengan karyawan lain saat antrian
petugas lainnya yang ada di tempat sama mbak-mbak sebelah saya ini terus pakai panjang adalah baik karena sling membantu
pendafataran, kayak kasir, yang laporan harian komputer yang sebelah juga, kan kasihan dek
kalau pasien nunggu lama
8. Bagaimana kerjasama Anda apabila pembuatan SEP dilakukan saat beda shift kerja?
Ya kita biasanya pas mau pulang itu nggak Pas saya mau pulang, pasti saya bilang, eh ini Saat petugas pendaftaran mau pulang akan
langsung pulang, saya itu nanti ngasih tau, ini yang belum bro, ini yang uda selesai tak buat, koordinasi dengan menjelaskan SEP yang telah di
yang belum, ini yang ua, tolong nanti ini nanti lanjutin ya bro, gitu sih buat dan SEP yang belum dibuat
inputkan ya, tolong nanti ini di edit ya, gitu
sih dek
9. Pernah tidak kelewatan memberikan informasi sehingga ada pekerjaan yang belum diselesaikan?
Pernah dek, yang sering itu buat input pasien Emmmm, pernah kayaknya pas dulu itu, kan Pernah melewatkan informasi apabila pergantian
bila yang keluar sih, jadi kalau pasiennya uda kalau pasien uda keluar harus segera diinput shift sehingga ditegur oleh senior
keluar itu juga diinput, di cek gitu, pasien lagi biar bisa di klaimkan, nah itu belum di
keluar, nah nanti dalam keadaan apa pasien input jadi yauda deh di nasehati gitu sama
keluar, misalnya sembuh, dirujuk, atau apalah mbak-mbaknya
itu
10. Bagaimana pembagian kerja apabila terdapat petugas yang cuti?
Biasanya kita rolling lagi kerjaannya, nah Ya itu biasanya di bagi sama mbak-mbak Di lakukan penambahan pekerjaan untuk setiap
pinter-pinternya kita bagi tugas aja sih, yang lebih senior, biasanya sih nambah shift karyawan
pokoknya kita saling bantu dah dek dek atau kalau nggak ya kerjaan kita tripel-

279
No. Petugas Pendaftaran 1 Petugas Pendaftaran 2 Kesimpulan
tripel
11. Menurut Anda, apakah pembagian kerjanya sudah sesuai dengan lulusan terakhirnya?
Sudah sesuai sih dek sama lulusannya Sudah sih dek Pembagian kerjan sudah sesuai dengan lulusan
terakhir karyawan
Job Description
12. Apa Anda paham tugas dan fungsi dari pekerjaan Anda?
Ya paham dek, tugas saya itu ya buat SEP Paham kok, ya tugas saya itu yang tadi saya Tugas dan fungsi petugas pendaftaran adalah
baik rawat jalan maupun rawat inap, input jelaskan, identifikasi pasien, terus menagih identifikasi pasien, identifikasi kelengkapan
data pasien BPJS maupun umum, ya kita juga persyaratan klaim terus membuat SEP terus persyaratan klaim, pembuatan SEP, dan
mengurus laporan sensus, terus kadang bantu bantu buat laporan sensus harian membantu mebuat laporan sensus harian
scan juga
13. Apakah tugas dan fungsi Anda sudah rinci pada SK direktur?
Saya nggak tahu ya dek SK direktur kayak Waduh kalau itu saya nggak tau dek, saya Petugas pendaftaran tidak tahu tugas dan fungsi
apa, saat proses interview dulu job description nggak pernah liat, kalau job description Anda sudah rinci pada SK direktur atau belum
saya sebenarnya assembling tapi waktu pernah liat pas waktu interview aja
training di tempatkan di bagian pendaftaran
14. Mengapa Anda tidak tahu SK direktur?
Karena memang nggak di kasih tau juga terus Ya saya nggak pernah dikasih tau dek, nggak
mau minta juga males dek, nanti dikiranya minta juga soalnya saya takut dek, saya masih
saya apa, wong saya masih baru disini baru
15. Apa SK direktur terkait tim JKN sudah berdiri sendiri artinya tidak menyatu dengan SK lainnya misalnya Jamkesda?
Kurang tau ya dek, coba aja tanya sama Nggak tau kalau masalah itu dek, coba tanya Petugas tidak tahu tim JKN sudah berdiri sendiri
mbak…. ke mbak … atau belum
16. Apa job description awal sudah sesuai dengan pada saat Anda bekerja?
Job description saya sebenarnya assembling Nggak dek, saya itu pas interview pas Job description awal belum sesuai pada saat
saat awal kerja namun ada rolling jabatan dijelasin mau ditempatin di bagian assembling sudah bekerja karena pekerjaan banyak dan
gara-gara banyak yang keluar. Nggak jelas eh ternyata ditempatin di pendaftaran juga, petugas kurang sehingga dilakukan rolling
sekarang apa job descriptionnya dek pokok katanya sih kurang petugas pekerjaan
saya ngerjakan apa yang ditugaskan sama
saya

280
Lampiran 24. Lembar Hasil Wawancara Ketidaklengkapan Berkas Klaim oleh Petugas Pendaftaran Berdasarkan Faktor Actuating

LEMBAR PEDOMAN WAWANCARA

FAKTOR PENYEBAB PENGEMBALIAN BERKAS KLAIM RAWAT INAP OLEH BPJS


KESEHATAN DI RUMAH SAKIT MITRA SEHAT SITUBONDO

Actuating
No. Petugas Pendaftaran 1 Petugas Pendaftaran 2 Kesimpulan
Motivasi
1. Adakah dukungan secara lisan oleh kepala rekam medis agar semangat dalam bekerja meningkat?
Disemangati juga, “kamu bisa kok dek”, gitu Ada kok dek, saya biasanya disemangati kalau Ada dukungan secara lisan oleh kepala rekam
biasanya. Kepala rekam medisnya belum misalnya ada masalah, di berikan masukan medis sehingga petugas pendaftaran lebih
jelas juga dek soalnya yang lama baru kalau ada yang salah pekerjaan saya. Jadi lebih bersemangat dalam bekerja
keluar. Ya saya seneng dek meskipun kayak semangat lagi kalau kayak gitu
gitu aja tapi kan ngubah mainset saya
2. Apakah ada pemberian penghargaan bagi petugas yang bekerja dengan rajin?
Nggak ada reward dan punishment Nggak ada Tidak ada pemberian penghargaan bagi petugas
yang bekerja dengan rajin
3. Mengapa tidak ada penghargaan bagi petugas yang bekerja dengan rajin?
Nggak tau kok nggak ada mungkin nggak Ya nggak tau dek mungkin nggak ada dana Petugas pendaftaran tidak tahu mengapa tidak
ada subsidi. Kalau ada malah lebih semangat ada penghargaan namun petugas pendaftaran
kerjanya dek menduga karena tidak ada dana
4. Apakah ada punishment bagi petugas yang sering telat datang bekerja ataupun keterlambatan petugas dalam menyelesaikan tugasnya sehingga
pekerjaan menumpuk?
Nggak ada reward dan punishment Nggak ada kayak gitu-gituan pokoknya disini Tidak ada punishment bagi petugas yang sering
telat datang bekerja

281
No. Petugas Pendaftaran 1 Petugas Pendaftaran 2 Kesimpulan
5. Mengapa tidak ada punishment bagi petugas yang sering telat datang bekerja ataupun keterlambatan petugas dalam menyelesaikan tugasnya
sehingga pekerjaan menumpuk?
Ya nggak tahu dek. Saya juga takut dek Nggak tau juga kalau itu dek. Kalau saya sih Petugas pendaftaran juga tidak tahu mengapa
kalau nggak melaksanakan tugas, jadi ya takut dek misalnya terlambat soalnya kan saya tidak ada punishment
memotivasi diri sendiri soalnya kan saya masih baru disini ya masak iya saya telat
juga masih baru disini
6. Setiap pergantian kepala rekam medis, apakah mempengaruhi motivasi Anda dalam bekerja?
Nggak sih dek, cuma memang adaptasi lagi Nggak sih, mungkin gara-gara saya baru ya dek Pergantian kepala rekam medis tidak
aja jadi saya juga belum terlalu dekat mempengaruhi motivasi petugas pendaftaran
7. Mengapa hal tersebut tidak mempengruhi motivasi Anda?
Karena saya masih baru dan belum pernah Saya baru ya dek jadi saya juga belum terlalu Pergantian kepala rekam medis tidak
tahu pergantian kepala rekam medis juga dekat mempengaruhi motivasi petugas pendaftaran
haha karena kedua petugas pendaftaran masih baru
bekerja
Pengarahan
8. Pernahkan ada konsultasi dengan kepala rekam medis terkait solusi agar kelengkapan berkas di bagian pendaftaran tidak terjadi atau agar tidak
terjadi kesalahan dalam penerbitan SEP?
Ya pas awal kerja aja teruis kalau lagi ada Pas awal kerja aja sih dek, mungkin gara-gara Pemberian konsultasi oleh kepala rekam medis
masalah. Bukan masalah sih tapi lebih ke saya sudah bisa jadi nggak pernah lagi di kasih hanya dilakukan pada saat awal bekerja saja
kalau saya nggak bisa, ya saya langsung tau yang salah
tanya, kalau ada yang nggak saya ngerti ya
saya tanya. Kan yang kita pelajari pas kuliah
beda sama yang di lapangan
9. Bagaimana metode pemberian arahan oleh kepala rekam medis kepada Anda?
Ya sharing-sharing biasa aja, ya face to face Ya biasa aja kayak aku sama kamu gini dek, Metode pemberian arahan oleh kepala rekam
lah biar enak juga berdua aja terus dikasih tau yang salah ini medis dilakukan secara langsung
seharusnya kayak gini
10. Jika pada saat pengajuan berkas ke BPJS lalu terjadi masalah ketidaklengkapan berkas klaim, apakah kepala rekam medis langsung bertindak
mengarahkan karyawannya untuk menyelesaikan kelengkapan berkas tersebut?
Pasti itu dek, kita selesaikan bareng-bareng, Iya biar berkas kan juga bisa di klaim lai, kalau kepala rekam medis langsung bertindak
kan kita jaraknya juga nggak jauh-jauh alias nggak bisa di klaim bisa-bisa kita rugi mengarahkan karyawannya untuk
masih muda-muda, mungkin beda kalau menyelesaikan kelengkapan persyaratan klaim

282
No. Petugas Pendaftaran 1 Petugas Pendaftaran 2 Kesimpulan
usianya terlampau jauh pasti ada radak
sungkannya gitu

283
Lampiran 25. Lembar Hasil Wawancara Ketidaklengkapan Berkas Klaim oleh Petugas Pendaftaran Berdasarkan Faktor Controlling

LEMBAR PEDOMAN WAWANCARA

FAKTOR PENYEBAB PENGEMBALIAN BERKAS KLAIM RAWAT INAP OLEH BPJS


KESEHATAN DI RUMAH SAKIT MITRA SEHAT SITUBONDO

Controlling
No. Petugas Pendaftaran 1 Petugas Pendaftaran 2 Kesimpulan
1. Apakah ada suatu kegiatan menemukan dan mengoreksi penyimpangan kelengkapan berkas klaim di bagian pendaftaran dan mengecek kembali data
yang telah diinputkan untuk membuat SEP?
Haha nggak dek, ngecek kan juga butuh waktu Nggak ada dek, kalau misalnya salah ya diedit Tidak ada suatu kegiatan menemukan dan
jadi daripada lama mending nggak usa toh gitu aja biar juga nggak lama juga mengoreksi penyimpangan kelengkapan berkas
nanti kalau ada yang salah bisa diedit lagi klaim di bagian pendaftaran dan mengecek
kembali data yang telah diinputkan untuk
membuat SEP
2. Apakah ada rapat rutin untuk membahas pelaksanaan kelengkapan berkas misalnya 3 atau 6 bulan sekali?
Nggak ada Nggak ada sejauh saya bekerja disini lo dek Tidak ada rapat rutin untuk membahas
pelaksanaan kelengkapan berkas misalnya 3
atau 6 bulan sekali
3. Mengapa tidak ada rapat?
Ya nggak tahu ya dek, kan saya apa kata Nggak tau dek, ya alhamdulillah juga kan kalau Petugas pendaftaran tidak tahu mengapa tidak
atasan, kalau atasan nyuruh rapat ya rapat. nggak ada rapat haha dilakukan rapat rutin
Ada sih dek rapat, tapi rapatnya kayak sesama
pimpinan gitu
4. Apa yang biasanya dibahas pada saat rapat terkait pengklaiman khususnya kelengkapan berkas klaim atau tentang SEP?
Apa ya, kalau SEP nggak terlalu banyak yang Kalau terkait pembuatan SEP kayaknya nggak Tidak pernah ada masalah yang urgen di bahas
di bahas se. bentar, pernah sih dek, pas kita pernah sih dek, pekerjaan saya ini nggak ada pada pembuatan SEP

284
bingung dulu, kan pembuatan SEP dibatasi resiko yang sampai kayak gimana gitu, jadi
sampai 3 hari, nah kalau melebihi 3 hari memang jarang banget dibahas pas rapat, itu
bagaimana? Ya katanya manipulasi aja diganti katanya mbak…pas mbak…rapat sama
tanggal masuknya pimpinan
5. Menurut Anda apa yang dikerjakan selama ini bisa dikatakan sudah berhasil? Mengapa belum berhasil?
Belum dek soalnya kan pengembalian berkas Belum soalnya kadang saya juga salah-salah Program belum berhasil karena masih ada yang
tiap bulannya pasti ada aja, kalau berhasil itu buat SEP dek salah dalam pembuatan SEP
ya nggak ada yang salah, nggak ada yang
nggak lengkap, nggak ada pihak BPJS yang
konfirmasi lagi
6. Apakah perlu dilakukan pembaharuan perencanaan? Mengapa?
Perlu banget, biar jelas ke kitanya juga dek Perlu dek soalnya jujur saya nggak tau SOP Perlu dilakukan pembaharuan perencanaan agar
disini mungkin kalau ada pembaharuan dan kita lebih jelas dan dapat melibatkan karywan untuk
dilibatkan kan enak dek, kita juga biar paham pembuatan SOP sehingga petugas pendaftaran
dapat tahu perencanaannya seperti apa
7. Jika iya, perencanaan seperti apa yang Anda butuhkan dan inginkan?
Ya mungkin kayak target harus ada terus SOP Ya SOP terus ada target gitu lo dek biar kita itu Perencanaan yang dibutuhkan adalah SOP atau
diperbaharui ada gregetnya dalam bekerja pun pembuatan rencana strategi

285
Lampiran 26. Lembar Hasil Wawancara Ketidaksesuaian Kaidah Koding oleh Verifikator Internal Berdasarkan Faktor Human

LEMBAR PEDOMAN WAWANCARA

FAKTOR PENYEBAB PENGEMBALIAN BERKAS KLAIM RAWAT INAP OLEH BPJS


KESEHATAN DI RUMAH SAKIT MITRA SEHAT SITUBONDO

Human
No. Verifikator Internal 1 Verifikator Internal 2 Kesimpulan
Pengetahuan
1. Apa yang dimaksud dengan leadterm?
Leadterm itu ya pokoknya yang kita pilih Lupa aku dek, pokok leadterm itu ya Verifikator internal paham tentang leadterm
harus peyakitnya nggak sih diagnosisnya adalah kata kunci yang biasanya patolofi bukan
anatominya.
2. Dalam INA-CBG’s proses memasukkan data hingga muncul klaim pembayaran dinamakan apa?
Maksudnya dek? Grouping Verifikator internal paham tentang grouping
Oalah grouping ta?
3. Buku/aplikasi apa yang digunakan untuk mengkode diagnosis penyakit?
Ya ICD-10 kalau penyakit ICD-10 Verifikator internal paham Buku/aplikasi yang
digunakan untuk mengkode penyakit adaah
ICD-10
4. Buku/aplikasi apa yang digunakan untuk mengkode tindakan pasien?
Kalau tindakan pakai ICD-9-CM ICD-9-CM Verifikator internal paham Buku/aplikasi yang
digunakan untuk mengkode tindakan adaah
ICD-9-CM
5. Ada berapa digit aturan kode INA-CBG’s?
Ya yang kayak biasanya, emang berapa digit Ada yang 3, ada yang 4, dan ada yang 5 Verifikator internal belum paham jumlah digit
dek? Pokok kalau A11.0 kan berarti 4 digit aturan kode INA-CBG’s

286
No. Verifikator Internal 1 Verifikator Internal 2 Kesimpulan
6. Bagaimana aturan mengkode dignosa INA-CBG’s?
Ya pokoknya kita search terus dipilih sesuai Tinggal di search aja sih dek diagnosanya pasti Petugas pendaftaran paham tentang aturan
diagnosa sama tindakan yang uda di tulis sama nanti muncul kodefikasi namun kadangkala pada saat search
dokter di resume diagnosa dan tindakan tidak menggunakan
leadterm yang tepat, kadanngkala leaterm
berupa anatomi masih dilakukan seharusnya di
search leadterm-nya.
7. Ada berapa dignosa yang ditanggung oleh BPJS Kesehatan?
Semuanya ditanggung sih Semuanya di tanggung dek Verifikator internal tidak paham bahwa tidak
semua penyakit dapat di klaimkan.
8. Apa saja diagnosa yang tidak ditanggung oleh BPJS Kesehatan?
Nggak ada yang nggak ditanggung deh dek, Nggak ada, semuanya ditanggung dek Verifikator internal tidak paham diagnosa yang
kayaknya semuanya ditanggung tidak ditanggung.
9. Apa yang Anda ketahui tentang diagnosa utama?
Diagnosa utama berarti kan diagnosa yang Diagnosa yang uda ditegakkan oleh dokter dek, Verifikator internal belum paham tentang
paling parah penyakit utama lah diagnosa utama.
10. Apa yang dimaksud dengan diagnosa sekunder?
Diagnosa sekunder itu kayak komplikasi dari Komplikasi dari suatu penyakit Verifikator internal cukup paham tentang
penyakitnya atau metastasenya lah diagnosa sekunder
11. Apa yang dimaksud dengan kormobiditas dan komplikasi?
Komorbiditas apa ya dek, haduh uda lupa dah Hmmm lupa dek Verifikator internal tidak paham tentang
sama materi kuliah. Kalau komplikasi kan kormobiditas dan komplikasi.
berarti ya komplikasi, ya metastase penyakit
begitulah
12. Apabila tidak terdapat diagnosis yang dapat ditegakkan pada akhir episode perawatan, apa yang Anda lakukan?
Biasanya uda ditegakkan kok dek, kita nggak Saya konfirmasi kembali dulu dek terus pakai Verifikator internal paham bila diagnosis tidak
pernah juga pakai rule MB aturan rule MB ditegakkan maka menggunakan rule MB.
13. Apa yang dimaksud dengan diagnosa akut dan kronis?
Akut ya dadakan sih kalau kronis berarti kan Diagnosa akut ya akut dek kalau kronis berati Verifikator internal memahami jika kronis
penyakitnya uda lama kan lama namun tidak mengetahui daignosa akut
14. Bagaimana cara Anda menentukan itu penyakit akut atau kronis?
Ya kan nggak ada keterangan apa-apa, Ya biasanya kan ada keterangan dari dokter, Verifikator internal tidak paham tentang cara

287
No. Verifikator Internal 1 Verifikator Internal 2 Kesimpulan
pokoknya kalau tidak ada keterangan apa-apa kalau nggak ada keterangan ya langsung aja menentukan diagnosa akut dan kronis
di anggap kasus akut, contohnya faringitis pilih yang akut seharusnya akut memiliki waktu sampai 28 hari
kalau nggak ada keterangan berarti dianggap sedangakn kasus kronis lebih dari 28 hari.
akut
15. Apa yang dimaksud dengan dagger asterisc?
Sebab akibat Sebab akibat Verifikator internal paham dengan dagger
asterisc
16. Apabila ada seseorang naik sepeda motor kemudian terjadi kecelakaan siapakah yang menjamin biaya pasien?
BPJS Kesehatan BPJS Kesehatan Verifikator internal belum bisa membedakan
antara kasus KLL dan bukan kasus KLL.
17. Apakah itu termasuk kasus kecelakaan?
Bukan kasus kecelakaan kalau begitu dek, kan Bukan kasus kecelakaan kayaknya dek Verifikator internal belum bisa membedakan
pasien kecelakaan di rumah bukan di lalu antara kasus KLL dan bukan kasus KLL.
lintas
18. Apabila ada pasien dengan kasus tabrakan lari berarti yang menjamin pembiayaan siapa?
BPJS Kesehatan kan, tabrak lari itu bukan BPJS Kesehatan Verifikator internal belum bisa membedakan
kasus kecelakaan antara kasus KLL dan bukan kasus KLL.
19. Jika ada penyakit biduran, apa terminologi medis yang digunakan untuk mencari kode?
Apa ya dek, bentar tak search dulu di google Nggak hafal dek, jujur aja ya dek 99% itu kita Verifikator internal tidak paham tentang
haha pakai google, yang 1% ya kita sendiri, bentar terminologi medis biduran
dek saya search dulu ya
20. Jika terminologi medisnya campak, apa ya?
Ya harus search dek Search-search dulu Verifikator internal tidak paham tentang
terminologi medis campak.
Kedisiplinan
21. Berapa target untuk menyelesaikan koding diagnosis dan tindakan setiap harinya?
Kita nggak ada target, pokok ada waktu dan Nggak ada target dek pokok saya nganggur Tidak ada taget untuk menyelesaikan koding
berkas uda di cek kelengkapannya pasti kita terus berkasnya uda di cek kelangkapannya ya diagnosis dan tindakan setiap harinya
cek saya kerjakan buat ngoding
22. Apakah setiap ada berkas yang masuk ke bagian koding langsung di kode?
Ya nggak dek, kan di analisis dulu Nggak lah Verifikator internal paham tentang setiap ada
kelengkapannya berkas yang masuk ke bagian casemix tidak

288
No. Verifikator Internal 1 Verifikator Internal 2 Kesimpulan
langsung di kode
23. Apa pernah membaca tentang regulasi klaim?
Males bacanya dek terlalu banyak aturan Pernah tapi pas kuliah dulu Verifikator internal pernah membaca tentang
regulasi klaim
24. Tapi apakah Anda tahu aturan-aturannya?
Saya baru kerja disini jadi maklum kalau Belum paham semuanya tapi masih ada yang Verifikator interna ada yang belum paham
belum paham benar aturan-aturan di BPJS paham kok tentang aturan pengkodingan klaim
soalnya yang ada di teori beda banget sama
kenyataannya
25. Apa pernah dilakukan pelatihan? Mengapa?
Pernah sih dek bulan September kemarin di Pernah sih dulu diundang tapi males soalnya Verifikator internal pernah diundang pelatihan
undang sama verifikator internal buat jauh terus harus ninggalin kerjaan juga oleh BPJS Kesehatan namun tidak datang
pelatihan tapi gara-gara jauh jadi males mau karena malas
ke sana
Pengalaman kerja
26. Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk mengkoding 1 berkas?
Tergantung dek, kalau diagnosanya bisa Nggak lama sih dek paling sekitar 3-5 menit Verifikator internal membutuhkan waktu 3-5
dibaca hanya 2 menit, kalau diagnosa itu-itu tergantung tulisan dapat dibaca apa nggak menit untuk mengkode 1 berkas
saja bisa 1 menit tapi kalau tulisan tidak bisa
dibaca bisa lebih dari 5 menit
27. Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk mengecek kembali ketepatan koding pada 1 berkas?
Kita nggak pernah ngecek kembali kodenya, Nggak ada pengecekan ulang dek, ntar lama Tidak ada proses pengecekan ulang kode
ya pokok sekali ngode ya sudah tambahan diagnosis maupun tindakan
Ketersediaan SDM
28. Berapa jumlah verifikator internal yang mengkoding? Mengapa?
2 orang dek, ya nggak tau kenapa jumlahnya 2 orang, ya nggak tau dimana penetuan Jumlah verifikator ada 2 orang dan verifikator
cuma 2 dek organisasi buat rekrutmen karyawan baru internal tidak tahu mengapa jumlahnya hanya 2
orang
29. Mulai jam berapa Anda mengerjakan koding?
Ya pokok tidak bentrok kerjaan lain ya Nggak pernal liat jam kalau ngerjakan koding, Tidak ada ketentuan jam berapa verifikator
langsung dikerjakan pokoknya berkasnya uda pokok ada yang mau dikoding dan nggak internal mulai melakukan pengkodingan
lengkap tempok sama kerjaan lain ya tak kerjakan

289
No. Verifikator Internal 1 Verifikator Internal 2 Kesimpulan
30. Jam berapa Anda istirahat dalam bekerja?
Sebenarnya jam 11 dek tapi kalau jenuh ya Ya tergantung kerjaannya banyak apa nggak, Verifikator internal tidak disiplin dalam bekerja
biasanya jam 10 uda istirahat kalau banyak atau jenuh bisa-bisa jam 10 uda karena istirahat lebih awal dari ketetapan yang
istirajat padahal sebenarnya jam istirahatnya sebelumnya sudah ditentukan
jam 11
31. Jam berapa Anda pulang bekerja?
Berhubung saya sekarang shift pagi ya nanti Kalau pulang ya sesuai jadwal lah dek Verifikator internal disiplin jika waktu pulang
pulangnya jam 2
32. Apa pernah terjadi lembur?
Sering dek apalagi kalau mendekati setor ke Pernah apalagi kalau besoknya berkas harus di Pernah terjadi lembur karena pekerjaan belum
BPJS Kesehatan kirim ke BPJS, kita langsung kebut semalam selesai
33. Mengapa bisa sampai terjadi lembur?
Kerjaannya banyak, berkas belum masuk ke Karena berkas yang dari bangsal itu nggak Karena berkas dari bangsal terlambat
sini dan belum di analisis kelengkapannya jadi segera di kirim ke kita dek jadi sekalinya menyerahkan ke bagian casemix sehingga
mau tidak mau ya klaim susulan numpuk jadi buanyak terus mepet sama waktu pekerjaan menjadi banyak padahal waktu mepet
pengiriman
34. Apa yang Anda kerjakan setiap harinya sesuai dengan job description saat awal masuk kerja? Mengapa?
Saya saja nggak tau job desc saya dek, ya Nggak sama dek, dulu saya itu bagian Antara job description awal dan saat bekerja
pokok disuruh gini ya ngikut, suruh ngerjakan assembling lo tapi ganti jadi verifikator internal berbeda karena rolling pekerjaan
itu ya ayok dan saya nggak tau job desc yang verifikator
internal ini
35. Apa sering terjadi penumpukan pekerjaan? Mengapa?
Seringlah dek apalagi kalau berkas dari Sering banget, kerjaan kita itu banyak banget Sering terjadi penumpukan pekerjaan karena
ruangan sama poli datangnya barengan soalnya jumlah verif dikit tapi kerjaan banyak satu verifikator tidak mengerjakan 1 pekerjaan

290
Lampiran 27. Lembar Hasil Wawancara Ketidaksesuaian Kaidah Koding oleh Verifikator Internal Berdasarkan Faktor Technology

LEMBAR PEDOMAN WAWANCARA

FAKTOR PENYEBAB PENGEMBALIAN BERKAS KLAIM RAWAT INAP OLEH BPJS


KESEHATAN DI RUMAH SAKIT MITRA SEHAT SITUBONDO

Technology
No. Verifikator Internal 1 Verifikator Internal 2 Kesimpulan
Jumlah Komputer
1. Berapa jumlah komputer yang digunakan untuk proses pengkodingan?
Ada 2 dek 2 Jumlah komputer untuk pengkodingan ada 2 buah
2. Mengapa hanya terdapat 2 komputer?
Nggak tau ya dek, dari sananya uda cukup Nggak tau dek, ya pokok uda disediakan 2 Verifikator internal tidak mengetahui mengapa
sih komputer mulai dari awal hanya ada 2 komputer
3. Apa jumlah 2 komputer sudah cukup? Mengapa?
Uda cukup sih, ya soalnya emang cukup aja, Cukup, ya karena apa ya, pas aja gitu, meskipun Jumlah komputer sudah mencukupi karena tidak
nggak ada antrian penggunaan komputer di pakek untuk input sama buat laporan, tetap terjadi antrian penggunaan komputer
juga cukup kok
4. Bagaimana komputer tersebut didapatkan?
Ya mulai dari awal uda ada, masalah Nggak tau dek tapi biasanya minta ke bagian Komputer didapatkan dengan mengajukan ke
dapatnya dari siapa biasanya kan persediaan sih kalau misalnya ada yang kurang kepala persediaan sarana dan prasarana
mengajukan gitu dek, mintanya ke
mbak…sebagai kepala persediaan
Aplikasi yang mendukung
5. Apa ada buku/aplikasi ICD-10 untuk proses pengkodingan dan versi berapa yang tersedia?
Buku ICD-10 ada versi 2010, aplikasi ICD- Buku ICD-10 ada tahun 2010, terus yang pdf Terdapat buku ICD-10 versi 2010, pdf ICD-10

291
No. Verifikator Internal 1 Verifikator Internal 2 Kesimpulan
10 juga ada yang tahun 2005, terus yang pdf juga ada sama tahun 2010, terus aplikasi ICD versi 2010, aplikasi ICD-10 versi 2005, aplikasi
juga ada yang tahun 2010, terus kalau juga ada yang tahun 2005, terus yang biasa saya e-klaim
aplikasi yang kita gunakan itu online atau pakai itu langsung ke aplikasi e-klaim kalau
juga biasanya menggunakan e-klaim nggak ya ke online biasa
langsung
6. Apa ada buku/aplikasi ICD-9-CM untuk proses pengkodingan?
Buku ICD-9-CM ada yang tahun 2007, pdf Ada yang pdf ICD-9-CM tahun 2010, ada buku Terdapat buku ICD-9-CM versi 2007, pdf ICD-9-
ada yang tahun 2010, yang biasanya saya juga tahun 2007, ya pokok yang sering saya CM versi 2010, dan aplikasi e-klaim
pakek sih ya e-klaim dek pakainya ya ICD-9-CM sama online
7. Menurut Anda, aplikasi apa yang sangat penting untuk proses pengkodingan?
Google sih dek haha hampir 99% pakai Google itu puenting dek, 95% saya pakai Aplikasi yang penting untuk proses pengkodingan
google, 1%-nya manual google, 5%-nya pakai manual haha adalah google sebesar >90%
8. Mengapa harus menggunakan google? Kan sudah diajarkan cara pengkodingan saat kuliah?
Iya sih dek tapi ya lama nanti dek, kan kalau Haha biar cepet dek, terus saya kan kayak Google penting karena verifikator internal lupa
googling tinggal search aja terminologi medisnya sering lupa juga, itu terminologi medis saat kuliah dan agar lebih cepat
sudah kebutuhan dek dalam proses pengkodingan

292
Lampiran 28. Lembar Hasil Wawancara Ketidaksesuaian Kaidah Koding oleh Verifikator Internal Berdasarkan Faktor Planning

LEMBAR PEDOMAN WAWANCARA

FAKTOR PENYEBAB PENGEMBALIAN BERKAS KLAIM RAWAT INAP OLEH BPJS


KESEHATAN DI RUMAH SAKIT MITRA SEHAT SITUBONDO

Planning
No. Verifikator Internal 1 Verifikator Internal 2 Kesimpulan
Proses Planning
1. Apakah ada SOP terkait pelaksanaan koding?
Ada SOP pengkodingan tapi secara umum Ada dek tapi nggak khusus buat klaim lo ya Ada SOP pengkodingan secara umum
2. Berati di sini tidak ada SOP pengkodingan khusus untuk klaim? Mengapa tidak ada?
Nggak ada, ya nggak tau kenapa nggak ada Nggak ada dek, nggak tau ya dek gara-gara ada Tidak ada SOP pengkodingan tentang klaim
soalnya kan uda ada aturan dari BPJS juga aturan dari BPJS juga kali karena sudah ada aturan dari BPJS Kesehatan
3. Apa berbeda cara mengkoding antara yang pasien BPJS sama pasien umum?
Sebenarnya sih nggak ada yang beda dek tapi Cara ngodingnya sama cuma ada beberapa Cara pengkodingan sama hanya ada diagnosa
kadang itu ada diagnosa yang tidak sama diagnosa yang di buku sama di aplikasi e-klaim dan kode yang berbeda antara di buku dan di
antara di ICD sama yang di aplikasi INA- beda terus kodingnya juga beda mangkanya aplikasi e-klaim
CBGs, ada juga yang memang benar-benar daripada salah mending langsung pakai di
beda, nggak tau juga kenapa bisa beda gitu, aplikasi e-klaim aja
kan memang nggak semua kode diagnosa
yang ada di ICD ada juga sama yang di
aplikasi INA-CBGs
4. Apa ada kesepakatan dan pembakuan SOP dari manajemen terkait aturan koding untuk pasien BPJS Kesehatan?
Belum ada Belum ada
5. Mengapa tidak ada kesepakatan dan pembakuan SOP dari manajemen terkait aturan koding untuk pasien BPJS Kesehatan?
Ya nggak sempat dek, kita beda shift gimana Kerjaan kita kan banyak dek, sebenarnya bisa Tidak ada kesepakatan dan pembakuan SOP

293
No. Verifikator Internal 1 Verifikator Internal 2 Kesimpulan
mau ngumpulkan terus juga kerjaan kita sih cuma memang males itu ada ya dek haha pengkodingan karena banyak kerjaan
banyak, kita ya ngerangkap-ngerangkap kan juga dari kepala nggak pernah ada nyuruh-
ngerjakan tugasnya nyuruh buat kayak gitu
6. Apa Anda melakukan prosedur koding sesuai dengan SOP? Jelaskan Anda melakukan prosedur koding seperti apa?
Saya nggak tau SOP pengkodingannya di Saya jujur ya dek, saya nggak tau lo bentuk Verifikator internal tidak mengetahui SOP
rumah sakit ini dek, jadi ya saya nggak tau SOP pengkodingan disini, saya juga nggak pengkodingan sehingga yang dikerjakan,
sesuai apa nggak sama SOP yang saya pernah baca jadi ya nggak tau yang saya verifikator tidak mengetahui sudah sesuai
kerjakan, pokok kata mbaknya yang lebih kerjakan uda sesuai SOP atau tidak. Ya saya dengan SOP atau belum. Proses pengkodingan
senior, ngodingnya sama kayak biasa kok, melakukan pengkodingan seperti biasanya dek dilakukan di aplikasi e-klaim dengan search
sama kayak pas kuliah, gitu aja. Ya seperti kayak pas kuliah dulu cuma saya kan pakainya diagnosa
biasanya, misalkan ada kasus faringitis akut, e-klaim jadi cukup search aja
saya kan ngodingnya pakai aplikasi INA-
CBGs ini, jadi tinggal ketik di kolom search
faringitis acute, uda deh ketemu kodenya
Kualitas Hasil Planning
7. Apa SOP sudah dapat memenuhi keberhasilan program sehingga tidak terjadi pengembalian berkas oleh BPJS Kesehatan karena ketidaksesuai
kaidah koding?
Belum sih dek, kan SOP isinya ya gitu aja, Belum kayaknya dek kalau misalnya uda nggak SOP belum dapat memenuhi keberhasilan
cara koding biasa mungkin juga kan terjadi pengembalian berkas program karena masih terjadi pengembalian
klaim tiap bulannya berkas klaim setiap bulannya
8. Apa SOP perlu diganti? Mengapa?
Perlu dek, uda lama juga nggak ganti SOP Perlu banget soalnya saya kan belum tau SOP- SOP perlu diganti karena tidak pernah diganti
malah nggak pernah ganti SOP-nya nya dek mungkin jika buat lagi saya nanti bisa dan SOP dapat melibatkan semua karyawan
tau dan bisa ngasih pendapat biar jelas juga kan agar jelas dan rinci
terus nggak ada lagi pengembalian berkas klaim
ataupun dapat diminimalisir
9. Mengapa sub variabel pada SOP masih kurang atau perlu ada yang diperbaiki?
Ya soalnya uda lama juga nggak ganti SOP, Ya perlu diperbaiki dan membuat perencanaan Perlu diperbaiki atau dibuat perencanaan ulang
terus nanti pengennya terlibatin semua pihak karena biar saya pribadi ada target harus karena agar ada target untuk mencapai tujuan
yang ngoding biar enak, biar pada tau mencapai segini segitu itu dah dek, biar lebih organisasi
prosesnya gimana, sekalian sosialisasi juga greget

294
Lampiran 29. Lembar Hasil Wawancara Ketidaksesuaian Kaidah Koding oleh Petugas Entri Data Berdasarkan Faktor Human

LEMBAR PEDOMAN WAWANCARA

FAKTOR PENYEBAB PENGEMBALIAN BERKAS KLAIM RAWAT INAP OLEH BPJS


KESEHATAN DI RUMAH SAKIT MITRA SEHAT SITUBONDO

Human
No. Petugas Entri Data 1 Petugas Entri Data 2 Petugas Entri Data 3 Kesimpulan
Pengetahuan
1. Apa yang Anda ketahui tentang aplikasi INA-CBG’s?
Ya aplikasi yang digunakan buat Aplikasi INA-CBGs ya aplikasi buat Aplikasi yang dibuat ngajukan ke Petugas entri data paham
klaim klaim ke BPJS dek BPJS, kan itu wajib dek soalnya ada tentang kegunaan aplikasi
pembiayaannya juga nanti INA-CBGs.
2. Apa fungsi aplikasi INA-CBG’s?
Biar tahu tarifnya jadi nanti kita
Pentingnya itu pas proses grouping Buat input data pasien terus input Petugas entri data kurang
tahu pendapatan rumah sakitnya dek, nanti jelas dah pembayarannya diagnosa dan tindakan nah nanti di paham pada fungsi aplikasi
berapa grouping jadi tau dapatnya berapa aja INA-CBGs.
3. Bagaimana memasukkan data di aplikasi INA-CBG’s?
Jadi, awalnya buka alamatnya di Kita buka dulu webnya e-claim terus Jadi gini dek, awalnya kita buka Petugas entri data paham
e-claim BPJS Kesehatan terus masuk ke login, masukkan username aplikasi e-claim terus masuk kan ke dengan cara menginputkan
masuk ke menu login, kita login dan password terus masuk kan ke menu login, masukkan username dan data ke aplikasi INA-CBGs
dan selanjutnya masuk ke aplikasinya. Nah kita masukkan password, pas itu masuk kan ke apa meskipun ada beberapa item
halaman utama dan diisi ini nomor SEP terus buat klaim, ini namanya, pokok ini dah terus yang kurang dipahami.
semua.hingga terakhir ke proses masukkan dah dek semua datanya, masukkan ke nomor SEP. Terus
grouping dan selesai pilih rawat inap kalau pasien rawat masuk ke menu ini pilih klaim baru
inap terus dimasukkan semua kita masukkan semua datanya,
datanya, masukkan kode penyakit kodingnya terus grouping dan final

295
No. Petugas Entri Data 1 Petugas Entri Data 2 Petugas Entri Data 3 Kesimpulan
dan tindakan terus grouping dah klaim dah, terus cetak
4. Bagaimana cara memasukkan kode di aplikasi INA-CBG’s?
Ya kita tinggal search aja, kan Tinggal search aja kan kodenya uda Langsung search uda deh dek Petugas entri data paham cara
uda di kode di resume jadi tinggal ada di resume jadi yauda di search memasukkan kode ke aplikasi
masukkan aja disini, misalnya kodenya dek INA-CBGs.
kita inputkan A11.0
5. Apa hubungan antara pengisian data di aplikasi INA-CBG’s dengan kejadian pengembalian berkas klaim?
Kalau nggak ada lembar INA- Kalau ada yang salah dalam Ya ada dek soalnya kalau ada yang Petugas entri data paham
CBGs ini pasti nanti dikembalikan penginputan ya pasti nanti hasilnya salah ya pasti dikembalikan dan bisa- hubungan antara pengisian
soalnya ini kan kayak juga salah bisa kita rugi gara-gara salah input data di aplikasi INA-CBG’s
rangkumannya gitu data dengan kejadian
pengembalian berkas klaim.
6. Bagaimana cara grouping di aplikasi INA-CBG’s?
Jadi, awalnya buka alamatnya di Apa ya grouping ya gampang dek, Gampang dek, tinggal entri kode Petugas entri data paham cara
e-claim BPJS Kesehatan terus tinggal ketik kode diagnosa dan kode diagnosis terus enter dua kali dan grouping di aplikasi INA-
masuk ke menu login, kita login tindakan terus enter dua kali terus entri kode tindakan terus enter dua CBG’s.
dan selanjutnya masuk ke klik grouper kali terus klik grouper dah dek nanti
halaman utama dan diisi muncul ini kan terus diisi
ini........hingga terakhir ke proses
grouping dan selesai
7. Kapan harus mengisi special CNS pada aplikasi INA-CBG’s?
Apa itu special CNS? Saya nggak Apa itu special CNS dek kok saya Saya nggak tau apalah itu dek, Petugas entri data tidak
tahu dek baru denger, nggak tahu saya dek beneran ini saya baru kali ini dengar paham kasus special CNS.
8. Pada lembar INA-CBGs kan ada keluaran A-2-11-II, apa artinya itu?
Waduh apa ya dek artinya, saya Apa ya dek, nggak tau saya dek Saya nggak tau Petugas entri data tidak
juga nggak tahu paham arti A-2-11-II
9. Pada kasus special drug, obat-obat apa saja yang termasuk special drug?
Emang ada ya dek? Saya aja Apa se itu dek, saya lo nggak tau, Waduh nggak tau ya dek, apa emang Petugas entri data tidak
nggak tau saya kayaknya nggak pernah nangani itu dek paham tentang special drug
itu yang harus diinputkan.
10. Jika terdapat special investigations, apa saja yang termasuk special investigations?
Apa lagi itu dek, saya nggak tau Saya nggak tau dek Emang apa itu dek Petugas entri data tidak

296
No. Petugas Entri Data 1 Petugas Entri Data 2 Petugas Entri Data 3 Kesimpulan
paham dengan penginputan
special investigations.
Kedisiplinan
11. Setiap tanggal berapa petugas harus selesai menginputkan data ke aplikasi INA-CBG’s?
Kita nggak ada ketentuan tanggal Pokoknya ada yang perlu diinput Pokoknya ada berkas yang belum Tidak ada ketentuan tanggal
sih, pokok berkas uda lengkap pasti diinput diinput ya langsung diinput biar batas terakhir penginputan
pasti kita input biar nggak nggak numpuk-numpuk kerjaannya
numpuk-numpuk kerjaannya
12. Mengapa tidak ditentukan tanggal batas tanggal penginputan?
Nggak perlu dah dek soalnya Ya ngapain juga dek kalau ujung- Ya soalnya percuma juga kalau Tidak ditentukan tanggal
kalau nggak bentrok kerjaannya ujungnya tetep aja telat pokok selesai ditentukan dek pasti nanti malah pembatasan penginputan
jadi ya dikerjakan, sebisa kita lah dah kerjaannya angka keterlambatan penginputan karena tidak berpengaruh
tinggi terhadap proses klaim
13. Berapa lama Anda menginputkan data ke aplikasi INA-CBG’s?
Kalau nggak error ya sekitar 3-5 Ya sekitar 3 menitan lah kalau uda Kira-kira 3-7 menit lah dek Penginputan ke aplikasi INA-
menit lah ada gangguan ya lama dek bisa-bisa tergantung tulisannya dapat dibaca CBGs sekitar 3 menit
sampek 2 hari nggak bisa input juga terus adanya gangguan atau
tidak, ya gitulah dek
Pengalaman Kerja
14. Berapa lama waktu yang dibutuhkan petugas untuk menginputkan data dalam 1 berkas klaim rawat inap?
Ya sekitar 3-5 menit lah Ya sekitar 3 menitan lah kalau uda Kira-kira 3-7 menit lah dek Waktu yang dibutuhkan untuk
tergantung sama koneksi internet ada gangguan ya lama dek bisa-bisa tergantung tulisannya dapat dibaca menginputkan data ke aplikasi
juga sampek 2 hari nggak bisa input juga terus adanya gangguan atau INA-CBGs adalah 3 menit
tidak, ya gitulah dek
15. Jika dalam menginputkan data klaim rawat inap lebih dari 3 menit, mengapa sampai melebihi 3 menit?
Itu sih dek koneksinya lemot, bisa Ya tulisannya nggak bisa dibaca terus Banyak faktor dek terutama koneksi, Proses penginputan melebihi
sampai 2 hari loh dek kalau dari juga kalau gangguannya lama itu lo kalau eror, gangguan dari BPJS lama, 3 menit karena koneksi buruk
pusatnya ada gangguan. Ya kalau ya pasti lebih dari 3 menit ya kayak gitu lah dek dan gangguan dari BPJS
gangguan gitu kita nggak bisa
ngapa-ngapain dah, ya tapi kita
biasanya manggil orang IT yang
di RSUD dan kadang lumayan lah

297
No. Petugas Entri Data 1 Petugas Entri Data 2 Petugas Entri Data 3 Kesimpulan
bisa 1 hari uda nggak gangguan
lagi
Ketersediaan SDM
16. Berapa jumlah petugas entri data saat ini? Mengapa hanya segitu?
3 orang soalnya dari sananya 3 orang, ya mungkin atasan uda buat 3 orang, masalah kenapa 3 orang ya Jumlah petugas entri data ada
emang uda dapat segitu perencanaan sebelumnya dan saya nggak tau ya dek 3 orang karena dari atasan
mungkin emang segitu yang sudah seperti itu
dibutuhkan
17. Mulai jam berapa Anda menginputkan data ke aplikasi INA-CBG’s?
Nggak ada ketentuan, pokok ada Nggak ada ketentuan jam berapa Nggak ada ketentuan pokok ada yang Tidak ada ketentuan jam
berkas yang perlu diinput ya mulai dek pokoknya ada berkas yang perlu diinput dan nggak bentrok sama untuk menginputkan data ke
langsung saya input harus diinput terus juga pas kerjaan kerjaan lainnya pasti tak input aplikasi INA-CBGs, jika
nggak full ya input dek terus juga pas menganggur ya dikerjakan
mendekati pengiriman pasti ngebut
dek
18. Jam berapa Anda istirahat dalam bekerja?
Kan disini ketentuannya jam 11 Jam 11 ketentuannya tapi bisa lebih Tergantung kerjaannya banyak apa Petugas entri data istirahat
uda istirahat tapi kalau sepi ya awal sih dek tergantung kerjaan uda nggak dek, kalau banyak ya tetep lebih awal dari jam ketentuan
sebelum jam 11 kita istirahat selesai apa belum istirahat kalau dikit bisa lebih awal
19. Jam berapa Anda pulang bekerja?
Kalau shift siang pulang jam 2, Tergantung shiftnya, kalau shift siang Emmmm kalau shift siang pulang jam Jika shift siang pulang jam 2,
kalau shift sore jam 9 malam, pulang jam 2, kalau shift sore jam 9 2, kalau shift sore jam 9 malam, kalau kalau shift sore jam 9 malam,
kalau shift malam jam 7 pagi. malam, kalau shift malam jam 7 pagi. shift malam jam 7 pagi. kalau shift malam jam 7 pagi.
20. Apa pernah terjadi lembur?
Pernahlah dek apalagi kalau Pernah dek soalnya tugas kita itu Pernah dek soalnya ya mau gimana Verifikator internal pernah
mendekati setor ke BPJS tapi banyak banget jadi ya lembur apalagi lagi kalau kerjaannya belum selesai lembur pekerjaan
nggak sering kok, lembur juga pas kalau mendekati setor berkas ke
mau akreditasi, haduh lembur BPJS
terus dah kalau mau akreditasi
21. Mengapa bisa sampai terjadi lembur?
Ya kerjaan banyak, dikejar target Ya soalnya kerjaan kita banyak dek Kerjaannya itu lo banyak banget dek Terjadi lembur karena
sama BPJS terus kalau akreditasi jadi mau nggak mau harus lembur jadi ya mau gimana lagi harus lembur pekerjaan banyak

298
No. Petugas Entri Data 1 Petugas Entri Data 2 Petugas Entri Data 3 Kesimpulan
juga pasti lembur biar selesai pekerjaannya
22. Apa yang Anda kerjakan setiap harinya sesuai dengan job description saat awal masuk kerja? Mengapa berbeda?
Waduh beda dek, beda banget Beda dek soalnya ya dek dulu itu job Beda dek ya gara-gara rolling kerja, Job description awal berbeda
malah, dulu pas awal job desc-nya desc saya assembling, eh ternyata kan banyak yang keluar dek sini saat bekerja karena banyak
apa, pas masuk kerja apa, jadi verifikator internal, ya mungkin karyawan yang keluar
mungkin gara-gara rolling kerjaan gara-gara banyak yang keluar ya dek sehingga harus rolling
ya, ya kita maklumi sih jadi mau nggak mau harus di rolling pekerjaan
biar pekerjaan cepet selesai juga

299
Lampiran 30. Lembar Hasil Wawancara Ketidaksesuaian Kaidah koding oleh Petugas Entri Data Berdasarkan Faktor Technology

LEMBAR PEDOMAN WAWANCARA

FAKTOR PENYEBAB PENGEMBALIAN BERKAS KLAIM RAWAT INAP OLEH BPJS


KESEHATAN DI RUMAH SAKIT MITRA SEHAT SITUBONDO

Technology
No. Petugas Entri Data 1 Petugas Entri Data 2 Petugas Entri Data 3 Kesimpulan
Jumlah Komputer
1. Berapa jumlah komputer saat ini untuk proses penginputan data ke aplikasi INA CBG’s?
2 komputer 2 komputer dek 2 ini dah dek Terdapat 2 komputer untuk
proses input data ke aplikasi INA-
CBGs
2. Mengapa hanya ada 2 komputer?
Ya nggak tau dek, mulai dari awal Nggak tau, uda dapatnya dari sana Nggak tau dek, coba kamu tanya ke Petugas entri data tidak
uda adanya ya ini segini mbak… mengetahui mengapa jumlah
komputer ada 2
3. Apa jumlah komputer saat ini sudah memenuhi kebutuhan untuk penginputan data ke aplikasi INA CBG’s?
Sudah kok dek, sudah lebih dari Sudah cukup dek, kalau komputer Cukup kalau komputer dek Jumlah 2 komputer sudah
cukup 2 komputer ini, yang kita nggak kurang kok memenuhi kebutuhan untuk
kurang malah scanner penginputan data ke aplikasi INA
CBG’s
4. Apa terjadi antrian penggunaan komputer saat penginputan data ke aplikasi INA CBG’s?
Nggak pernah Nggak pernah soalnya uda cukup Nggak pernah sih Tidak pernah terjadi antrian
dek penggunaan komputer

300
No. Petugas Entri Data 1 Petugas Entri Data 2 Petugas Entri Data 3 Kesimpulan
Jumlah Printer
5. Berapa jumlah printer saat ini untuk pencetakan hasil inputan data ke aplikasi INA-CBG’s?
1 dek 1 printer 1 sih Jumlah printer ada 1 buah
6. Mengapa hanya ada 1 printer?
Nggak tau dek, saya mah apa atuh Nggak tau dek Nggak tau Petugas entri data tidak
mengetahui mengapa jumlah
printer hanya ada 1
7. Apa jumlah printer kurang untuk pencetakan hasil penginputan data?
Nggak sih Nggak kok Nggak sih dek Jumlah printer tidak kurang untuk
mencatak lembar INA-CBGs
8. Apa terjadi antrian penggunaan printer saat akan mencetak hasil inputan data?
Nggak kok Nggak dek Nggak sih Tidak terjadi antrian penggunaan
printer saat akan mencetak hasil
inputan data
Terjadinya error dan cara mengatasinya
9. Apa printer sering error pada saat mencetak hasil inputan data?
Jarang dek Nggak pernah deh kayaknya dek Jarang sih dek soalnya kan hampir Jarang terjadi error pada printer
tiap hari dipakai dek
10. Apa penyebab errornya printer?
Salah letak kertas sih, atau kalau Yang paling sering itu gara-gara Gara-gara salah letak dek Penyebab error-nya printer
kertas habis, catrige rusak salah letak kertas dek karena salah meletakkan posisi
kertas pada tempatnya
11. Apa merek printer?
Canon, semuanya pakai canon Canon dek, ini dah dek printernya Canon, itu ada di sebelah kamu dek Merek printer adalah canon
kan belinya bareng biar dapat
diskon
12. Bagaimana Anda mengatasi printer yang error?
Ya manggil orang aja dek biar Saya nggak pernah ngatasi kalau Kita uda ada langganan kok dek Cara mengatasi error adalah
kita gampang, ngapain kita susah- error dek wong saya nggak bisa, kalau ada apa-apa sama printer memanggil tukang service printer
susah, itu sudah ada orangnya manggil orang sih dek biasanya
sendiri dan anggarannya sendiri

301
No. Petugas Entri Data 1 Petugas Entri Data 2 Petugas Entri Data 3 Kesimpulan
13. Apa ada orang lain yang menangani apabila terjadi error pada printer?
Ada, orang luar sih tapi kita uda Ada dek, ya yang tadi tak bilang itu Ada, ya orang yang deket sini aja Ada orang lain yang menangani
langganan kok dah dek, kalau di rumah sakit ini nggak apabila terjadi error pada printer
ada yang bisa perbaiki printer
14. Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk memperbaiki printer?
Ya tergantung parahnya, bisa-bisa Ya paling lama semingguan lah dek Biasanya sih 1jam uda selesai dek Waktu yang dibutuhkan untuk
printer ini di bawa kalau parah kalau itu parah banget tapi kalau tergantung parahnya, kalau nggak memperbaiki printer bergantung
banget, bisa-bisa sampai nggak parah biasanya hitungan jam parah-parah banget ya pasti cepet pada tingkat keparahan printer.
seminggu printer nggak bisa, sih Jika parah hingga seminggu
kalau uda nggak bisa, yauda namun jika tidak parah dapat
numpak ngeprint di tempat selesai hanya 1 jam
lainnya yang ada printernya
15. Pernahkan terjadi error saat penginputan data ke aplikasi INA-CBG’s?
Pernah Ya pernah dek, sering malahan Sering dek apalagi groupingnya itu Sering terjadi error saat
lo penginputan data ke aplikasi INA-
CBG’s
16. Error yang seperti apa hingga menghambat proses penginputan ke aplikasi INA-CBG’s?
Nggak respon dek alias not Ya not responding dek terus kalau Loadingnya lama gara-gara input Error-nya jika proses input data
responding, malahan bisa lebih ada gangguan dari BPJS tapi datanya lama terus pas ada lama, pada saat proses grouping,
dari 1 hari errornya, kalau biasanya kalau ada gangguan, gangguan juga dari pusatnya pasti dan jika ada gangguan dari pihak
errornya dari BPJS pasti kita di biasanya pihak BPJS ngasih tau lama dah bahkan bisa sampai 2 hari BPJS Kesehatan
kasih tau sebelumnya jadi kita dulu
bisa mengantisipasinya. Jadi
kalau ada kasus kayak gitu
biasanya langsung manggil orang
IT biar errornya nggal lama-lama
lagi
17. Apa setiap harinya dilakukan peginputan data ke aplikasi INA CBG’s?
Iya dek meskipun 1-2 berkas Ya tergantung ada apa nggak Nggak mesti dek, kalau ada yang Tidak setiap hari petugas entri
pokok di cicil dah biar kerjaan berkasnya yang mau diinput, kalau perlu diinput ya diinput kalau data menginputkan data hanya
nggak numpuk ada ya langsung di input, kalau nggak ada yauda ngerjakan yang jika ada berkas yang perlu diinput
nggak ada ya ngerjakan kerjaan lainnya juga saja

302
No. Petugas Entri Data 1 Petugas Entri Data 2 Petugas Entri Data 3 Kesimpulan
lainnya
18. Pernah atau tidak 3 atau lebih komputer digunakan untuk menginput data ke aplikasi INA CBG’s di saat yang bersamaan?
Pernah kalau uda error, proses Ya sering dek, kan ada 2 komputer Pernah dek ya biar cepet kan Pernah menggunakan lebih dari 1
grouping lama terus biar cepet selesai ya digunain ngerjakannya komputer untuk proses input ke
semua aplikasi INA-CBGs
19. Apa ada wifi yang mendukung proses klaim?
Ada tapi jumlahnya saya nggak Ada lah dek kalau nggak ada nggak Ada dek tapi saya nggak tau Ada wifi namun tempat dan
tahu mungkin kita bisa internetan tempatmya dimana dan berapa jumlahnya tidak diketahui
jumlahnya saya juga nggak tahu petugas entri data
20. Apa merek wifi yang digunakan?
Kurang tau ya dek Nggak tau dek Nggak tau ya Petugas entri data tidak
mengetahui merek wifi
21. Berapa kecepatan wifi?
Apalagi kecepatan, kita masak Nggak tau dek Ya nggak tau dek Petugas entri data tidak
tahu dek mengetahui kecepatan wifi
22. Bagaimana Anda mengatasi apabila aplikasi INA CBG’s error?
Ya cukup telepon orang IT aja sih Manggil orang IT yang uda Ya manggil orang IT, kalau saya Cara mengatasi error pada
pasti oarng It-nya langsung kesini kerjasama sama kita dek, jadi mana bisa dek, wong kan nggak aplikasi INA-CBGs adalah
buat perbaiki errornya biar nggak orangnya itu kerja di RSUD tapi pernah diajari juga kan jadi dengan memanggil orang IT yang
lama-lama, sekarang nggak kita biasanya manggil beliau kalau mendingan manggil orang daripada sudah bekerja sama dengan pihak
zaman juga kan kalau manual, ada apa-apa sama sistemnya susah-susah dek rumah sakit
malah kerjaan tambah banyak
kalau manual
23. Apa ada orang lain yang menangani apabila terjadi error pada aplikasi INA CBG’s error?
Ada, orang IT tapi bukan Ya orang IT itu dah dek Orang IT itu sudah dek kan uda Yang mengatasi error pada
karyawan tetap, beliau karyawan kerjasama juga aplikasi INA-CBGs adalah orang
di RSUD, disini cuma MOU saja IT yang telah kerjasama dengan
pihak rumah sakit
24. Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk mengatasi error aplikasi INA CBG’s?
Cepet dek kalau orangnya, kan Cepet dek kadang saya juga heran Cepet sih dek tapi nggak tau berapa lama waktu yang dibutuhkan
dia udah ahli, biasnya yang lama paling sekitar1-2 jam lah untuk mengatasi error aplikasi
errornya awalnya 2 hari bisa jadi INA CBG’s sekitar 1-2 jam

303
No. Petugas Entri Data 1 Petugas Entri Data 2 Petugas Entri Data 3 Kesimpulan
1 hari
Aplikasi yang mendukung
25. Apa aplikasi INA CBG’s sudah ada?
Sudah ada, mulai dari dulu ya Ada dek ini yang versi 5.1 sekarang Sudah ada waktu mulai kerjasama Aplikasi INA CBG’s sudah ada
kayak gini dah, uda ada dulu dek
26. Dari mana aplikasi INA CBG’s didapatkan?
BPJS Kesehatan BPJS Kesehatan dek BPJS Kesehatan aplikasi INA CBG’s didapatkan
dari BPJS Kesehatan
27. Apa aplikasi INA CBG’s mudah didapatkan?
Mudah kan berbasis web Mudah kok Mudah bisa download kalau mau aplikasi INA CBG’s mudah
didapatkan
28. Apakah ada aplikasi lain yang mendukung proses penginputan ke aplikasi INA CBG’s agar lebih cepat?
Nggak ada Nggak ada Nggak ada Tidak ada aplikasi lain yang
mendukung proses klaim
29. Apa ada aplikasi ICD-10?
Ada aplikasinya tapi yang tahun Ada tapi kita jarang nggunakan dek Ada dek, ada ICD-10 ada ICD-9- Ada aplikasi ICD-10 guna
2005, kalau yang versi 2010 soalnya biasanya langsung pakai CM juga, ada yang pdf juga, ada menunjang proses pengkodingan
hanya berupa pdf dan itu kita aplikasi e-claim itu dah dek biar juga yang aplikasi yang
jarang gunakan, biasanya buat nggk salah juga kan, kan ada lambangnya WHO itu
nentukan kode langsung aja di beberapa yang beda juga
aplikasi INA-CBGs
30. Apa ada aplikasi ICD-9-CM?
Nggak ada hanya ada yang berupa Ada dek yang di e-klaim itu dah Ada sih dek, aplikasi e-klaim sama Terdapat aplikasi ICD-9-CM
pdf saja dek online sih kita biasnya

304
Lampiran 31. Lembar Hasil Wawancara Ketidaksesuaian Kaidah Koding oleh Petugas Entri Data Berdasarkan Faktor Planning

LEMBAR PEDOMAN WAWANCARA

FAKTOR PENYEBAB PENGEMBALIAN BERKAS KLAIM RAWAT INAP OLEH BPJS


KESEHATAN DI RUMAH SAKIT MITRA SEHAT SITUBONDO

Planning
No. Petugas Entri Data 1 Petugas Entri Data 2 Petugas Entri Data 3 Kesimpulan
Proses Planning
1. Apa terdapat buku petunjuk teknis penggunaan e-klaim?
Nggak ada dek Nggak ada deh kayaknya tapi nggak Kayaknya sih nggak ada dek, saya Tidak ada buku petunjuk
tau juga ya dek soalnya saya nggak nggak pernah liat juga teknis penggunaan e-klaim
pernah tau jadi kayaknya nggak ada
2. Mengapa tidak terdapat buku petunjuk teknis penggunaan e-klaim?
Ya nggak tau dek, kan aplikasinya Waduh nggak paham saya kenapa Sama BPJS emang nggak di kasih dek, Petugas entri data tidak
itu dari BPJS mungkin pihak kok nggak ada ya dek mungkin ya jadi pas waktu di kasih aplikasi ini ya paham mengapa tidak ada
BPJS sibuk soalnya kan yang dek pihak BPJS nggak sempet kan dek cuma dikasih tau lengkah- buku petunjuk teknis
kerjasama sama BPJS juga sibuk juga BPJS dek, itu mungkin lo langkahnya kayak gini gini gini terus penggunaan e-klaim,
banyak, mungkin nggak sempet ya dek, saya sendiri juga nggak tau gini, dulu kan verifikator BPJS masih mungkin karena pihak BPJS
dek pasti di rumah sakit, kalau sekarang kan di sibuk sehingga tidak sempat
tarik lagi sama BPJS untuk membuat buku
petunjuk teknis penggunaan
e-klaim
3. Bagaimana cara Anda biasanya melakukan entri data di e-klaim?
Ya sama kayak yang tadi saya Sama yang kayak tadi saya jelasih Caranya ya, ya masuk websitenya e- Cara melakukan entri data
jelasin dek, jadi kan awalnya ke dah dek, pokok intinya masuk ke web klaim dulu kan dek terus masukkan adalah masuk ke websitenya
webnya e-klaim terus tinggal e-klaim terus input input input terus username password terus masukkan e-klaim kemudian login

305
No. Petugas Entri Data 1 Petugas Entri Data 2 Petugas Entri Data 3 Kesimpulan
semua input datanya terus dicetak masukkan kode tereus grouper terus nomor SEP terus input semua datanya kemudian masukkan SEP
dah final klaim terus cetak deh terus grouper terus cetak dan lakukan input data
kemudian groupet lalu final
klaim dan akhirnya di cetak
Kualitas Hasil Planning
4. Apa buku petunjuk teknis e-klaim sudah dapat memenuhi keberhasilan program sehingga tidak terjadi pengembalian berkas oleh BPJS Kesehatan
karena kesalahan penginputan data?
Nggak ada buku petunjuk dek jadi Kan nggak ada buku petunjuk Ya gimana mau berhasil programnya Program belum berhasil
yang pasti nggak dapat memenuhi mangkanya kalau misalnya ada kalau nggak ada buku petunjuknya karena tidak ada buku
keberhasilan program salahnya ya maklum lah ya dek, mangkanya kadang kala saya sering petunjuk teknis penggunaan
namanya juga masih belajar juga lupa ini diisi apa ya, kalau mau tanya e-klaim
kan kadang ya sengkan dek apalagi
kalau tanyanya terus-terusan
5. Mengapa masih belum memenuhi?
Ya mungkin salah satunya gara- Nggak tau ya dek, gara-gara nggak Gara-gara nggak ada buku petunjuk e- Masih belum memenuhi
gara nggak ada buku petunjuk itu ada buku petunjuk itu kali ya, eh tapi klaim itu kali dek karena masih sering salah
ya dek soalnya kita kan masih apa bisa ya, sebenarnya penting lo dalam penginputan data ke
salah input kadang dek kalau di pikir-pikir buku aplikasi e-klaim
petunjuk itu biar kita paham juga kan,
biar nggak tanya-tanya terus juga kan
6. Bagaimana agar buku petunjuk teknis penggunaan e-klaim dapat memenuhi kebutuhan Anda dalam proses penginputan data?
Ya di kasih dek atau adek mau Ya seharusnya pihak BPJS sih buatin Kalau dibuatin buku petunjuk Perlu dibuatkan buku
buatin buat kita gitu dek, kan itu salah satu bentuk mungkin dapat memenuhi setidaknya petunjuk teknis penggunaan
tanggung jawab mereka itu kan bisa meminimalisir kesalahan e-klaim
dek

306
Lampiran 32. Lembar Hasil Wawancara Ketidaksesuaian Kaidah Koding oleh Petugas Entri Data Berdasarkan Faktor Organizing

LEMBAR PEDOMAN WAWANCARA

FAKTOR PENYEBAB PENGEMBALIAN BERKAS KLAIM RAWAT INAP OLEH BPJS


KESEHATAN DI RUMAH SAKIT MITRA SEHAT SITUBONDO

Organizing
No. Petugas Entri Data 1 Petugas Entri Data 2 Petugas Entri Data 3 Kesimpulan
Pembagian Kerja
1. Apakah di RS Mitra Sehat Situbondo terdapat tim JKN?
Nggak ada namanya dek, ya unit Ya ini dah dek yang ngurusi klaim, Ada, ya kita-kita ini yang ngurus RS Mitra Sehat Situbondo
rekam medis sih nggak ada namanya klaim terdapat tim JKN
2. Tim JKN terdiri dari apa saja?
Ada pendaftaran 2 orang terus ada Pendaftaran 2 orang terus ada 2 pendaftaran, 3 verifikator internal Terdapat 2 orang bagian
verifikator internal 3 orang verifikator internal 3 orang pendaftaran dan 3 orang
verifikator internal
3. Bagaimana kerjasama antar karyawan saat menginputkan data ke aplikasi INA-CBGs?
Yang ngeinput data itu ada 3 Ya pokok kita gantian kalau beda Dibagi-bagi aja kayak biasanya bagi Kerjasama antar karyawan
orang tapi itu nggak pakem dek, shift terus kalau shiftnya sama kita tugas di kampus lo dek, kamu bagian adalah membagi tugas agar
ya emang yang paling sering bagi, ini buat kamu ini buat saya, gitu ini, kamu bagian ini, saya bagian itu, pekerjaan lebih cepat selesai
nginput itu saya, mungkin gara- aja sih dek gitu aja
gara saya lulusan TI
4. Bagaimana kerjasama antar karyawan jika beda shift?
Ya nanti di kasih tau pas mau Kalau beda shift pasti diomongi, yang Sama sih dek, ya kita bagi-bagi tugas Jika pergantian shift akan
pulang, saya sudah input yang ini, belum itu ini ya, yang uda itu, nanti aja biar cepet selesai disampaikan berkas yang
yang ini belum saya input, nanti yang belum tolong kamu lanjutin ya, sudah diinput dan berkas
tolong dilanjutkan ya, gitu aja sih gitu sih yang belum diinput

307
No. Petugas Entri Data 1 Petugas Entri Data 2 Petugas Entri Data 3 Kesimpulan
5. Bagaimana pembagian kerja apabila terdapat petugas yang cuti?
Waduh kalau itu pokok pinter- Langsung diatur gini gini gini, ya Ya pokok bagi-bagitugas lah dek biar Pembagian tugas dengan
pinter bagi tugas aja, biasanya mau nggak mau ya dek emang tugas cepet menambah beban kerja
kita saling bantu kok kita lebih banyak kalau ada yang cuti setiap karyawan
apalagi kalau cutinya lama
6. Apa Anda paham tugas dan fungsi dari pekerjaan Anda?
Saya disini kerjanya ngecek Paham, ya tugas saya itu ngecek Paham dek sangking pahamnya Petugas entri data paham
kelengkapan berkas, entri data, kelengkapan itu, terus inpu data juga sampai kadang aku lupa, soalnya kan dengan tugas dan fungsinya
scan, sama nganter ke BPJS iya, scan apa lagi tugasnya buanyak buanget
Job Description
7. Apa tugas dan fungsi Anda sudah rinci pada SK direktur? Jika tidak mengapa?
Nggak tau kalau itu saya dek, ya Nggak tau, nggak ada yang ngasih Nggak tau dek, kayaknya sih belum, Petugas entri data tidak tahu
soalnya saya nggak perna lihat tau dek jadi saya nggak tau saya kalau masalah itu nggak tau apakah fungsi dan tugas
emang dek sudah rinci atau belum
8. Apa SK direktur terkait tim JKN sudah berdiri sendiri artinya tidak menyatu dengan SK lainnya misalnya Jamkesda?
Nggak deh kayaknya Nggak tau saya dek Emmm nggak tau saya kalau itu dek Petugas entri data tidak
mengetahui SK direktur
terkait tim JKN sudah berdiri
sendiri atau belum
9. Mengapa tidak berdiri sendiri?
Ya berdirinya jadi satu sama unit Saya kan nggak tau dek, jadi no Saya nggak tahu dek Petugas entri data tidak
rekam medis sih comment mengetahui mengapa SK
tidak berdiri sendiri
10. Apa job description awal/tes wawancara sudah sama saat bekerja?
Sama sih dek, saya awal kerja Nggak dek padahal job desc saya itu Beda banget dek, la saya padahal pas Job desc awal bekerja dan
dikasih job description bagian awalnya assembling, mungkin gara- awal kerja itu katanya bgian saat bekerja berbeda karena
pendaftaran. Sekarang saya gara kurang petugas di bagian sini assembling eh tapi ternyata malah jumlah petugas kurang
ngerjakan apa yang disuruh sama jadi saya di rolling di bagian sini ditempatkan di bagian sini, mungkin
atasan gara-gara kurang petugasnya disini

308
Lampiran 33. Lembar Hasil Wawancara Ketidaksesuaian Kaidah Koding oleh Petugas Entri Data Berdasarkan Faktor Controlling

LEMBAR PEDOMAN WAWANCARA

FAKTOR PENYEBAB PENGEMBALIAN BERKAS KLAIM RAWAT INAP OLEH BPJS


KESEHATAN DI RUMAH SAKIT MITRA SEHAT SITUBONDO

Controlling
No. Petugas Entri Data 1 Petugas Entri Data 2 Petugas Entri Data 3 Kesimpulan
1. Apa ada suatu kegiatan menemukan dan mengoreksi penyimpangan terhadap hasil entri data dari rencana yang telah dibuat sebelumnya? Mengapa?
Nggak dek soalnya nggak sempat, Nggak ada dek, sebenarnya emang Nggak ada dek, biar nggak lama dek Tidak ada kegiatan
kalau nanti di cek satu-satu lagi harus ada ya dek, ya soalnya kerjaan apalagi kalau uda mendekati tanggal menemukan dan mengoreksi
malah tambah lama dek, malah kita banyak dek terus nanti malah pengiriman penyimpangan terhadap hasil
nanti bisa terlambat pengiriman tambah lama prosesnya kalau ngecek entri data karena dianggap
ke BPJS-nya lagi akan memperlambat
pekerjaan
2. Apa ada rapat rutin untuk membahas pelaksanaan entri data misalnya 3 atau 6 bulan sekali? Mengapa?
Kalau ada masalah saja dek, kalau Nggak ada dek, rapat rutin aja nggak Nggak pernah yang rapat serius gitu Tidak ada rapat rutin untuk
nggak ada masalah ya nggak ada ada soalnya kan pada sibuk lagian dek, ya kalau ada salah ya di bahas membahas pelaksanaan entri
rapat, mungkin itu gara-gara kepala rekam medisnya masih belum sama orang terkait langsung, cuma data karena kepala rekam
tradisi kali ya, terus nggak ada jelas juga kan gitu aja sih, mungkin gara-gara medis belum jelas
kebijakan juga kan, juga kita kepala rekam medisnya belum jelas
sama-sama sibuk sih kali ya dek, nggak tau kalau nanti di
SK uda ditetapkan
3. Apa yang biasanya dibahas pada saat rapat terkait inputan ke aplikasi INA-CBGs?
Ya palingan kalau ngeinput harus Kalau ada yang salah sama lembar Kalau ada salah input mangkanya Yang di bahas pada saat rapat
hati-hati soalnya nanti ngaruh, INA-CBGs pasti di bahas dek terus kalau input data itu benar-benar harus rutin adalah apabila terdapat
kalau uda di kirim ke Kemenkes, kalau ada yang lupa diinput apalagi hati-hati dek soalnya kalau salah dikit kesalahan dalam

309
No. Petugas Entri Data 1 Petugas Entri Data 2 Petugas Entri Data 3 Kesimpulan
uda nggak bisa diubah-ubah lagi, kalau sampai terjadi kerugian secara aja bisa fatal menginputkan data apalagi
kalau nggak pending klaim ya finansial jadi itu urgent kan jika terjadi kerugian secara
rugi mangkanya perlu di bahas finansial
4. Menurut Anda apa yang dikerjakan selama ini bisa dikatakan sudah berhasil?
Belum banget dek, kita masih Belum lah dek, kalau uda berhasil Belum dek soalnya masih ada Program masih belum
jauh dari kata berhasil, tapi kita nggak mungkin ada masalah, kalau beberapa masalah yang belum pernah berhasil karena masih terjadi
sama-sama berusaha kok uda berhasil nggak mungkin ada tuntas kan, ya kayak pengembalian masalh yang sama yaitu
berkas yang kembali berkas klaim ini lah salah satunya pengembalian berkas klaim
5. Apa perlu dilakukan pembaharuan perencanaan? Mengapa?
Perlu soalnya biar ada ketegasan Perlu banget dek apalagi kalau Perlu lah dek biar jelas juga tugas Perlu dilakukan pembaharuan
dalam bekerja sih, dan biar kita perencanaannya dibuat bareng-bareng kita biar kita itu benar-benar punya perencanaan agar ada
nggak mengentengkan tugas juga, biar kita kan bisa mengemukakan tujuan gitu buat kerja ketegasan dalam bekerja
biar kita sama-sama semangat lah pendapat kita masing-masing. Nah
dalam bekerja kegiatan itu nanti kan juga bisa
dijadikan sebagai bahan evaluasi
sama sosialisasi perencanaan kalau
uda di buat. Jadi nanti kan kesannya
kita uda tau isinya perencanaan itu
seperti apa
6. Jika iya, perencanaan seperti apa yang Anda butuhkan dan inginkan?
SOP diperbaharui terus Bisa kayak SOP, bisa kayak SOP bisa dek terus perencanaan yang Perencanaan yang dibutuhkan
disosialisasikan ke pihak-pihak perencanaan biaya yang dibutuhkan buat kedepannyakira-kira tahun dan diinginkan adalah SOP
terkait biar masalah itu nggak dan target-target biar lebih jelas depan kayak apa terus harus berhasil atau pun perencanaan mas
berulang-ulang kejadian berapa gitu depan seperti rencana
strategis

310
311

Lampiran 34. Lembar Wawancara Pengambilan Kebijakan

LEMBAR PEDOMAN WAWANCARA

FAKTOR PENYEBAB PENGEMBALIAN BERKAS


KLAIM RAWAT INAP OLEH BPJS KESEHATAN
DI RUMAH SAKIT MITRA SEHAT SITUBONDO

Responden: Kepala Rekam Medis


No. Pertanyaan Hasil
Human
Pengetahuan
1. Apabila ada petugas yang belum Ya pasti ngarahin dek biar nanti nggak
mengetahui tentang syarat kelengkapan salah kalau ngerjakan
berkas klaim sebelum di kirim ke BPJS
Kesehatan, apa yang Anda lakukan?
2. Apabila ada petugas yang belum Ya sama ngajarin juga, soalnya ada
mengetahui tentang aturan kodefikasi di beberapa kode memang nggak sama kayak
BPJS Kesehatan, apa yang Anda lakukan? di ICD, aturan BPJS kan banyak jadi ya
sudah harus diajari pelan-pelan
Kedisiplinan
3. Apabila ada petugas yang tidak disiplin Pasti ngasih tau jangan telat, nggak enak
dalam bekerja, misalnya datang terlambat sama yang lainnya kalau telat. Misalnya
atau tidak menggunakan checklist untuk kalau mau telat, kan bisa izin dulu.
kelengkapan berkas, bagaimana Anda Masalah checklist untuk kelengkapan
menyikapinya? berkas, kita belum ada sih dek
4. Apabila ada petugas yang tidak disiplin Ya yang seperi tadi tak bilang, di bilangin
dalam bekerja, misalnya datang terlambat baik-baik dulu, ditanya dulu kenapa
atau penyelesaian koding tidak tepat terlambat, kalau ada masalah pribadi kan
waktu, bagaimana Anda menyikapinya? nanti mungkin bisa dicarikan solusi. Kita
kan juga harus profesional
Pengalaman Kerja Kelengkapan Berkas dan Kaidah Koding
5. Apabila ada petugas yang lambat dalam Bantu dia, mungkin dia belum terbiasa,
menganalisis kelengkapan berkas, apakah nanti kalau sudah terbiasa pasti cepat kok
yang Anda lakukan?
6. Apabila ada petugas yang lambat dalam Ya kadang kan kita juga greget sendiri ya,
menentukan kode diagnosa dan tindakan, tapi kita bantu biar dia juga punya
apakah yang Anda lakukan? kemauan untuk mengerjakan lebih cepat,
yang bikin ngoding lama kan biasanya
tulisan dokter nggak terbaca
Ketersediaan SDM Kelengkapan Berkas dan Kaidah Koding
7. Apabila ternyata kebutuhan petugas Kita pasti mengajukan ke atasan dek baik
kurang sehingga beban kerja petugas secara lisan maupun tertulis
bertambah, apa yang Anda lakukan?
Organization
Lingkungan Kerja Kelengkapan Berkas dan Kaidah Koding
8. Apabila petugas tidak nyaman bekerja Kita memberikan pengertian, ya mau
karena lingkungan tidak mendukung, gimana lagi, kita kan awal bekerja
misalnya ruangan sempit, apa yang Anda memang ditempatkan di ruangan ini, kalau
lakukan? untuk memperlebar pengen pastinya tapi
kalau belum diizinkan ya kita hanya bisa
312

No. Pertanyaan Hasil


menunggu, kita sudah ngomong juga ke
atasan masalah ini
Tuntutan Antar Pribadi Kelengkapan Berkas dan Kaidah Koding
9. Apabila ada petugas yang stres kerja Saya tanya-tanya apa masalahnya mungkin
karena adanya konflik antar petugas, apa saya bisa bantu, kan sesama karyawan
yang Anda lakukan? nggak boleh tengkar apalagi sampai tidak
saling menyapa, nanti pasti mengganggu
dalam pekerjaan, kan kita makhluk sosial
ya dek jadi harus saling membutuhkan
Jumlah Komputer Kelengkapan Berkas dan Kaidah Koding
10. Apabila petugas kekurangan komputer Ya pasti kita mengajukan ke atasan waktu
dalam proses klaim, apa yang Anda rapat, biasanya setiap 1 atau 2 tahun sekali
lakukan? kita ada rapat untuk perencanaan anggran
di setiap unit
Jumlah Printer Kelengkapan Berkas dan Kaidah Koding
11. Apabila petugas kekurangan printer dalam Sama dek, kita ngajukan juga
proses klaim, apa yang Anda lakukan?
No. Pertanyaan Hasil
Terjadinya Error dan Cara Mengatasinya Kelengkapan Berkas dan Kaidah Koding
12. Apabila ada komputer atau printer yang Ya pasti manggil langganan kita buet
mengalami error, apa yang Anda lakukan? memperbaiki
Aplikasi yang Mendukung Kelengkapan Berkas dan Kaidah Koding
13. Apabila ada aplikasi yang belum ada untuk Kalau bridging siapa sih yang nggak
mendukung proses klaim, misalnya pengen, pengenlah pastinya dek, katanya
bridging SIMRS, apa yang Anda lakukan? sih mau diadakan, tapi nggak tahu juga
soalnya kan sistem itu mahal, kemarin
katanya sekitar 100 juta harganya
Planning
Proses Planning Kelengkapan Berkas dan Kaidah Koding
14. Apabila ada petugas yang melakukan Ngasih tahu, ini belum sesuai sama yang
proses identifikasi kelengkapan berkas diinginkan BPJS jadi lengkapi lagi ya
klaim tidak sesuai dengan SOP, apa yang
Anda lakukan?
Kualitas Hasil Planning Kelengkapan Berkas dan Kaidah Koding
15. Apabila perencanaan yang telah dibuat Pengennya sih memperbaiki tapi mau
sebelumnya buruk, apa yang harus Anda gimana lagi belum sempat, pekerjaan
lakukan? selalu aja ada jadi nggak sempat dek
Organizing
Pembagian Kerja Kelengkapan Berkas dan Kaidah Koding
16. Apabila ada petugas yang tidak saling Ya kita pasti ngaih tau, sesama karyawan
bekerja sama dalam proses klaim atau itu harus saling membantu biar kerjaannya
pengendalian pengembalian berkas klaim cepat selesai, kalau dikerjakan sendiri-
oleh BPJS Kesehatan, apa yang Anda sendiri ya nggak selesai-selesai
lakukan?
Job Description Kelengkapan Berkas dan Kaidah Koding
17. Apabila ada petugas yang belum jelas Ngaih tau dek, kamu kerjanya ini kerjanya
tentang job description-nya, apa yang itu, kalau yang secara tertulis saya masih
Anda lakukan? belum bisa ngasih soalnya yang buat job
description itu bukan saya tapi bagian
kepegawaian. Saya sudah sering minta tapi
katanya belum jadi belum jadi gitu
313

No. Pertanyaan Hasil


Actuating
Motivasi Kelengkapan Berkas dan Kaidah Koding
18. Apabila ada petugas yang belum optimal Tanyain sih kenapa? Apa ada masalah?
dalam bekerja, apa yang Anda lakukan? Curhat-curhat gitu tapi diselingin sama
kerja juga biar lebih cepat dek, kan saya
juga nggak mau rugi
Pengarahan Kelengkapan Berkas dan Kaidah Koding
19. Apabila telah dilakukan pengarahan Dijelasin lagi sampai dia paham, memang
kepada petugas klaim terkait proses klaim nggak sekaligus hari itu juga, saya
dan mereka belum paham, apa yang Anda bertahap kok, jadi saya juga liat kinerjanya
lakukan? dulu, kalau dia bisa ya dilanjutkan di
bagian itu, kalau memang nggak bisa ya
terpaksa di rolling ke bagian lain
Controlling Kelengkapan Berkas dan Kaidah Koding
20. Apabila ada ide kebijakan baru dari Ya saya menampung semua pendapat,
petugas, apa yang Anda lakukan? nanti kita bicarakan bareng-bareng, kalau
memang itu penting, nanti saya ajukan
waktu rapat dengan pimpinan
21. Apabila petugas tidak mau memberikan Ya pokoknya saya suruh jawab biar nanti
pendapatnya untuk mengoreksi nggak nggerundel di belakang, biasanya
penyimpangan, apa yang Anda lakukan saya ancam dek, kalai kamu nggak
untuk memancing pendapat mereka? ngomong awas aja ya nanti, gitu sih dek
314

Lampiran 35. Lembar Wawancara Kepala Keuangan dan Kepegawaian

LEMBAR PEDOMAN WAWANCARA

FAKTOR PENYEBAB PENGEMBALIAN BERKAS


KLAIM RAWAT INAP OLEH BPJS KESEHATAN
DI RUMAH SAKIT MITRA SEHAT SITUBONDO

Responden: kepala keuangan dan kepegawaian


No. Pertanyaan Hasil
1. Jika jumlah printer saat ini di unit rekam Penyediaan printer berdasarkan jumlah
medis ada 2, bagaimana dulu perhitungan pasien dan jumlah anggaran yang tersedia.
untuk menentukan jumlah ideal printer? Printer buat SEP itu mahal harganya jadi
harus pinter mengelola keuangan biar yang
penting didahulukan
2. Kan jumlah yang mengurus BPJS ada 5 Didasarkan pada jumlah kunjungan pasien
orang, 2 orang bagian pendaftaran, 3 orang rawat jalan maupun rawat inap sih dek
untuk verifikator internal. Bagaimana
Anda menentukan jumlah karyawan yang
ideal?
Responden: kepala rekam medis
1. Mengapa perencanaan untuk kelengkapan Pengennya sih buat dek tapi belum sempat.
berkas klaim dan kaidah koding tidak Banyak tugas yang harus dikerjakan dek,
disusun? peraturan BPJS kan sudah banyak jadi kita
manut saja sama BPJS nggak perlu buat
nanti ganti-ganti terus kalau buat sendiri.
Kalau SOP yang uda ada, SOP-nya ada di
rumah dek haha
2. Mengapa antara jib description awal dan Soalnya kita rolling berdasarkan
saat bekerja berbeda? kemampuan juga dek dan job desc yang
baru memang belum dikasihkan juga sama
bagian kepegawaian
3. Mengapa tidak ada reward? Ya kan belum ada subsidi dari atasan. Ya
masak saya yang ngasih, saya saja bekerja
disini dek masak harus ngasih juga
4. Bagaimana proses Anda memberikan Ngasih arahannya pas waktu awal
arahan kepada bawahan/karyawan ditugaskan disitu sih dek soalnya kan
lainnya? disini petugasnya ganti-ganti. Kalau ada
karyawan yang tanya ya saya jawab, kalau
nggak tanya ya nggak saya jawab kecuali
kalau itu penting. Tapi juga saya kontrol
setiap harinya”(Kepala rekam medis
5. Apakah dilakukan rapat rutin? Belum pernah dilakukan rapat secara rutin,
eh uda deng tapi dulu cuma jalan sebentar
sih. Pengenlah dilakukan rapat rutin tapi
kerjaan masih banyak” (Kepala rekam
medis
6. Memang benar kalau karyawan kadang Memang biasanya jam 10.00 sudah
istirahat sebelum jam istirahat yang telah istirahat kalau jenuh dan nggak terlalu
ditentukan? banyak pasien
Lampiran 36. Lembar Wawancara Ketidaklengkapan Berkas dan Ketidaksesuaian Kaidah Koding

LEMBAR PEDOMAN WAWANCARA

FAKTOR PENYEBAB PENGEMBALIAN BERKAS KLAIM RAWAT INAP OLEH BPJS KESEHATAN
DI RUMAH SAKIT MITRA SEHAT SITUBONDO

No Pertanyaan Verifikator internal 1 Verifikator internal 2 Verfikator internal 3


Kesimpulan
Ketidaklengkapan Berkas Klaim
1. Apakah di RS Mitra Sehat Terjadi dek Iya Iya Terjadi pengembalian berkas
Situbondo terjadi klaim oleh BPJS Kesehatan
pengembalian berkas klaim karena ketidaklengkapan berkas
oleh BPJS Kesehatan karena klaim
ketidaklengkapan berkas
klaim?
2. Apa yang menyebabkan Iya memang dek, berkas Setauku ya dek, selama ini Gara-gara kodingnya Berkas klaim dikembalikan oleh
berkas klaim dikembalikan dikembalikan oleh berkas dikembalikan itu nggak sama dek sama BPJS Kesehatan karena berkas
oleh BPJS Kesehatan? verifikator BPJS gara-gara nggak lengkap BPJS terus juga ada yang tidak lengkap dan kaidah koding
Kesehatan di rumah sakit sama ada koding yang nggak nggak lengkap kayak yang tidak sesuai
ini karena berkas yang sama dengan BPJS, penunjangnya gitu atau
tidak lengkap sama koding mangkanya berkasnya nggak sesuai antara
yang tidak sama dengan dikembalikan penunjang sama diagnosa
verifikator BPJS
Kesehatan
3. Berapa biasanya yang Lumayan dek Waduh nggak hafal dek Bulan Januari-Maret itu Verifikator internal tidak hafal
dikembalikan oleh BPJS dek ada dek situ, sekitar jumlah berkas yang
Kesehatan? 42 berkas dikembalikan sejumlah berapa

315
No Pertanyaan Verifikator internal 1 Verifikator internal 2 Verfikator internal 3 Kesimpulan
4. Berkas apa saja yang sering Penunjang sih Penunjang sama tanda Penunjang Berkas yang sering tidak
tidak lengkap? tangan DPJP di resume lengkap adalah berkas
penunjang
5. Mengapa berkas tersebut Kita kecolongan dek, Kurang teliti soalnya Kurang teliti sih Berkas tidak lengkap karena
tidak lengkap? kurang teliti aja kerjaannya banyak verifikator internal kurang teliti
6. Mengapa bisa sampai tidak Banyak yang harus Capek, banyak kerjaan, Banyak kerjaannya dek, Verifikator internal tidak teliti
teliti? dikerjakan dek, kita uda apalagi kalau mendekati kita masih buat laporan karena pekerjaan banyak
lihat berkas menumpuk penyerahan ke BPJS kita internal eksternal, scan,
saja, pikiran uda dimana- lembur bagai kuda haha koding, milah-milah
mana berkas
7. Memangnya, tanggal berapa Tanggal 15 bulan Tanggal 15 bulan berikutnya Tanggal 15 bulan Batas penyerahan berkas
batas penyerahan ke BPJS berikutnya, jadi misalnya berikutnya, itu sudah terakhir tanggal 15 bulan
Kesehatan? berkas untuk pasien maksimal batas berikutnya
Januari, jadi penyerahan tolerasinya, kalau dulu
terakhir tanggal 15 bulan kan tanggal 10 bulan
Februari berikutnya
8. Antara berkas rawat jalan dan Rawat inaplah Rawat inap, kalau rawat Rawat inap, ya kan Berkas yang sering
rawat inap, berkas apa yang jalan alhamdulillah kita mbak? dikembalikan adalah berkas
sering dikembalikan oleh aman rawat inap
BPJS Kesehatan?
Ketidaksesuaian Kaidah Koding
1. Apakah di RS Mitra Sehat Iya dek Iya dek Iya Terjadi pengembalian berkas
Situbondo terjadi klaim oleh BPJS Kesehatan
pengembalian berkas klaim karena ketidaksesuain koding
oleh BPJS Kesehatan karena dengan BPJS Kesehatan
ketidaksesuain koding
dengan BPJS Kesehatan?
2. Kode apa saja yang tidak Apa ya….itu dek yang Dispepsia, Hipokalemi, itu Sama satu lagi yang kode Kode yang dikembalikan adalah
sesuai dengan BPJS kemarin banyak itu ISK, aja deh kayaknya gabungan. Setau kita itu pada kasus ISK, PPOK, GEA,
Kesehatan sehingga berkas terus PPOK, terus GEA, saja sih dek nggak tahu Dispepsia, Hipokalemi, dan
tersebut dikembalikan ke RS apalagi ya, apa mbak? kalau yang dulu-dulu apa kode kombinasi
Mitra Sehat? saja soalnya kan kita

316
No Pertanyaan Verifikator internal 1 Verifikator internal 2 Verfikator internal 3 Kesimpulan
baru, yang dulu uda
pindah kerja.
3. Apa alasan BPJS Kesehatan Kalau ISK itu jadi gini Iya itu dah dek sama Oh iya yang kode Alasan BPJS menyatakan kode
menyatakan bahwa koding ceritanya, dokter nulis gabungan itu memang salah adalah ISK + Batu Saluran
yang dikode oleh koder diagnosa Batu Saluran salah kita, kita yang Kencing dianggap hanya ada
rumah sakit salah? Kencing diagnosa utama kurang teliti. kasus yaitu ISK. Jika dispepsia
terus di diagnosa sekunder sudah pasti vertigo. Kasus TB
adar ISK, nah kan sama jadi PPOK. Kasus GEA tidak
kita di kode N39.0 tapi perlu dikoding kalau ada typoid
ternyata katanya BPJS jadi yang dikoding hanya typoid
kalau penyakitnya Batu saja.
Saluran Kencing dianggap
sama dengan ISK jadi
kodenya N20.2.
Kalau dispepsia sudah
pasti vertigo
TB jadi PPOK
GEA tidak perlu dikoding
kalau ada typoid jadi yang
dikoding hanya typoid
saja.
4. Mengapa BPJS menyatakan Waduh nggak tau ya dek, Iya dek, juga kan disana latar Nggak tau juga ya dek BPJS Kesehatan menyatakan
seperti itu? kan verifikator di sana belakang pendidikannya kode salah karena verifikator
beda-beda bukan perekam medis BPJS selalu berbeda-beda dan
latar belakang pendidikan juga
berbeda
5. Apakah terjadi penurunan Iya Banget dek Pasti Terjadi penurunan tarif karena
tarif karena kaidah koding kaidah koding tidak sesuai
tidak sesuai?
6. Berapa tingkat penurunanya? Yang ISK itu kita rugi 2 Nggak tau saya dek, yang Ada yang 1 juta, 2 juta, Tingkat penurunan tarif macam-
juta mengurus itu bukan saya 500 ribu tergantung macam bergantung pada
kasusnya diagnosa pasien
7. Apakah kepala rekam medik Nggak berani Nggak dek Sepertinya nggak pernah Kepala rekam medik tidak

317
No Pertanyaan Verifikator internal 1 Verifikator internal 2 Verfikator internal 3 Kesimpulan
pernah melakukan banding pernah melakukan banding ke
ke BPJS Kesehatan terkait BPJS Kesehatan terkait kaidah
kaidah koding yang tidak koding yang tidak sesuai
sesuai?
8. Mengapa tidak melakukan Takut dek Kita kan masih baru, nggak Takut lah dek Tidak melakukan banding
banding jika pihak rumah ada yang senior, kita takut karena takut
sakit merasa benar kodenya? dek

318
319

Lampiran 37. Lembar Observasi

LEMBAR OBSERVASI

FAKTOR PENYEBAB PENUNDAAN PEMBAYARAN


KLAIM BERKAS RAWAT INAP OLEH BPJS
KESEHATAN DI RUMAH SAKIT
MITRA SEHAT SITUBONDO

CHECKLIST

Tidak
No. Observasi Dilaksanakan Keterangan
Dilaksanakan
Pengembalian Berkas Klaim
Berkas klaim rawat inap yang di
1. √
kembalikan oeh BPJS Kesehatan
2. Data berkas yang diklaimkan √
Data kunjungan pasien BPJS
3. √
Kesehatan
Ketersediaan SDM
Data petugas yang berisi data
Belum
4. karyawan rekam medis meliputi √
diperbaharui
nama, pendidikan, dan lama kerja
Planning
SOP Pengklaiman yang berisi
tentang prosedur klaim mulai dari
5. √
di TPP sampai diserahkan ke BPJS
Kesehatan
SOP kelengkapan berkas klaim
yang berisi standar pengisian dan
6. √
berkas yang harus dilengkapi untuk
diserahkan ke BPJS Kesehatan
SOP pengkodingan berisi prosedur
cara pengkodingan dengan
menggunakan ICD-10 dan ICD-9-
7. √
CM versi 2010 dan membedakan
antara kode JKN dengan kode
umum
Technology
Printer tersedia di ruang casemix
untuk proses pencetakan SEP
8. √
maupun pencetakan lembar INA-
CBGs dan laporan lainnya
Komputer tersedia di TPPRI untuk
9. menginputkan SEP dan data pasien √
di aplikasi INA-CBGs
Wifi untuk mengkoneksikan ke
10. √
jaringan internet
320

Tidak
No. Observasi Dilaksanakan Keterangan
Dilaksanakan
Server untuk menampung data dari
11. √
client dan back-up data sementara
Scanner portabel tersedia untuk
12. menscan berkas klaim sehingga √
tidak terjadi penumpukan pekerjaan
Aplikasi INA CBG’s tersedia untuk
13. penginputan data klaim ke BPJS √
Kesehatan
SIMRS untuk membantu cross
14. check data sebelum berkas klaim √
dikirimkan ke BPJS Kesehatan
Berupa buku,
ICD-10 versi 2010 yang digunakan ICD pdf,
15. √
untuk mengkoding diagnosa pasien aplikasi ICD
versi 2005
ICD-9-CM versi 2010 yang
Berupa buku,
16. digunakan untuk mengkoding √
ICD pdf,
tindakan yang telah dilakukan
Organizing
Bagan struktur organisasi sebagai Belum
17. √
identitas kestrukturan organisasi diperbaharui
Job description petugas Belum
pendaftaran yang jelas dan rinci diperbaharui
18. √
sehingga mudah dipahami dan
dilaksanakan oleh petugas
Job description petugas koding Belum
yang jelas dan rinci sehingga diperbaharui
19. √
mudah dipahami dan dilaksanakan
oleh petugas
Job description verifikator internal
yang jelas dan rinci sehingga
20. √
mudah dipahami dan dilaksanakan
oleh petugas
SK Direktur tim JKN yang berisi
21. rincian pembagian tugas dan √
penetapan tim JKN
Controlling
Data pelaksanaan rapat dapat
berupa notulen rapat atau video
22. √
yang membahas tentang masalah
dan solusi terkait proses klaim
Actuating
Surat edaran Reward yang berisi
penghargaan akan diberikan kepada
karyawan apabila rajin dalam
23. √
bekerja yang dilakukan setiap 1
tahun sekali. Reward berupa
bingkisan, sertifikat, atau lain-lain.
Surat edaran Punishment yang
berisi sanksi akan diberikan kepada
24. √
karyawan yang tidak disiplin.
Sanksi berupa teguran secara lisan,
321

Tidak
No. Observasi Dilaksanakan Keterangan
Dilaksanakan
SP 1-3
Lingkungan Kerja
Data bangunan berisi tentang luas
bangunan, sarana prasarana yang
25. √
tersedia khususnya di ruang unit
rekam medis
Ventilasi berupa jendela sebagai
26. sirkulasi udara ataupun keluar √
masuknya cahaya
AC/Kipas yang mencukupi
27. sehingga petugas tidak merasa √ 1
kepanasan
Lampu yang menerangi petugas
28. sehingga tidak terjadi kegelapan √ 1
dalam melakukan pekerjaan
Meja yang berfungsi untuk
meletakkan komputer dan tempat
29. √ 1
mengecek kelengkapan maupun
proses koding di setiap komputer
Kursi tersedia di setiap meja
30. √ 2
sehingga petugas dapat duduk
Almari/rak berfungsi meletakkan
31. berkas klaim yang sudah lengkap √ 1
dan belum lengkap
Pelaksanaan Kodefikasi
Alur klaim yang berisi proses
32. pelaksanaan klaim mulai dari TPP √
hingga ke BPJS Kesehatan
322

Lampiran 38. Lembar Observasi Kedisiplinan dan Kaidah Koding

LEMBAR OBSERVASI

FAKTOR PENYEBAB PENUNDAAN PEMBAYARAN


KLAIM BERKAS RAWAT INAP OLEH BPJS
KESEHATAN DI RUMAH SAKIT
MITRA SEHAT SITUBONDO

CHECKLIST

Tidak
No. Observasi Dilaksanakan Keterangan
Dilaksanakan
Kedisiplinan
Checlist yang membantu petugas
dalam identifikasi kelengkapan berkas
1. √ Tidak ada
klaim secara kuantitatif maupun
kualitatif
Pelaksanaan Koding
Menentukan kode diagnosis setelah
2. √
membaca tulisan dokter
Kadang
3. Menentukan leadterm √
dilaksanakan
Langsung
Mencari leadterm ke dalam ICD-10
mencari/search
4. versi 2010 Volume 3 atau Indeks √
di aplikasi e-
Alphabetic
klaim
Langsung
Lihat pada beberapa lokasi modifiers mencari/search
5. √
dan tanda identitas pada leadterm di aplikasi e-
klaim
Langsung
Menemukan kode penyakit di Volume
mencari/search
6. 3, crosscheck di ICD-10 versi 2010 √
di aplikasi e-
Volume 1
klaim
Langsung
Koreksi tanda baca seperti inclusion, mencari/search
7. √
exclusion term, see site, dan lain-lain. di aplikasi e-
klaim
Langsung
mencari/search
Mengoreksi adanya karakter ke-4 dan di aplikasi e-
8. √
ke-5 di ICD-10 versi 2010 volume 1. klaim namun
kadang
dikoreksi
Mengurutkan penulisan kodefikasi Langsung
sesuai dengan aturan BPJS Kesehatan otomatis
9. √
yang terdiri dari: sistem yang
a. Digit ke-1 (alfabetik): menentukan
323

Tidak
No. Observasi Dilaksanakan Keterangan
Dilaksanakan
menggambarkan kode Casemix
Main Groups (CMG).
b. Digit ke-2 (numerik):
menggambarkan tipe kelompok
kasus (Case Groups).
Tipe Kasus Group
1) Prosedur Rawat Inap Group-
1.
2) Prosedur Besar Rawat Jalan
Group-2.
3) Prosedur Signifikan Rawat
Jalan Group-3.
4) Rawat Inap Bukan Prosedur
Group-4.
5) Rawat Jalan Bukan Prosedur
Group-5.
6) Rawat Inap Kebidanan
Group-6.
7) Rawat Jalan kebidanan
Group-7
8) Rawat Inap Neonatal Group-
8.
9) Rawat Jalan Neonatal Group-
9.
10) Error Group-0.
c. Digit ke-3 (numerik):
enggambarkan spesifikasi
kelompok kasus.
Sub-group ketiga menunjukkan
spesifik CBGs yang dilambangkan
dengan numerik mulai dari 01
sampai dengan 99.
d. Digit ke-4 (romawi):
menggambarkan tingkat keparahan
kelompok kasus.
1) “0” Untuk Rawat jalan.
2) “I - Ringan” untuk rawat inap
dengan tingkat keparahan 1
(tanpa komplikasi maupun
komorbiditi).
3) “II - Sedang” Untuk rawat
inap dengan tingkat keparahan
2 (dengan mild komplikasi dan
komorbiditi)
4) “III - Berat” Untuk rawat inap
dengan tingkat keparahan 3
(dengan
major komplikasi dan komorbiditi)
324

Lampiran 39. Lembar Observasi Kelengkapan Berkas Klaim 1

LEMBAR OBSERVASI

FAKTOR PENYEBAB PENUNDAAN PEMBAYARAN


KLAIM BERKAS RAWAT INAP OLEH BPJS
KESEHATAN DI RUMAH SAKIT
MITRA SEHAT SITUBONDO

CHECKLIST
Kelengkapan Berkas Validitas Isi
Persyaratan Tidak Tidak
Ada Persyaratan Pengisian Sesuai Keterangan
Kelengkapan Ada Sesuai
 No. SEP 
 Tanggal SEP 
 No. kartu 
 Nama peserta 
 Tanggal lahir 
SEP  No. telepon 
 Faskes perujuk 
 Diagnosa awal 
 Peserta 
 Jenis rawat 
 Kelas rawat 
 Tanggal MRS 
 Ruang 
 Alasan MRS 
 Penyakit penyerta 
 Hasil pemeriksaan saat 
MRS
 Diagnosa utama 
 Diagnosa sekunder 
 Tata laksana 
d. Medika mentosa saat
dirawat
Resume Medis  e. Tindakan medis 
 f. Medika mentosa saat 
pulang
 Keadaan waktu keluar RS 
 Cara keluar RS 
 Sebab meninggal (jika 
ada)
 Instruksi tindak 
lanjut/kontrol (jika ada)
 Tempat dan tanggal 
membuat resume
 Ttd DPJP 
 Nama peserta 
Lembar INA-
 No. RM 
CBG’s
 Umur tahun 
325

Kelengkapan Berkas Validitas Isi


Persyaratan Tidak Tidak
Ada Persyaratan Pengisian Sesuai Keterangan
Kelengkapan Ada Sesuai
 Umur hari 
 Tanggal lahir 
 Jenis kelamin 
 Kelas perwatan 
 No. SEP 
 Tanggal masuk 
 Tanggal keluar 
 Jenis perawatan 
 Cara pulang 
 LOS 
 Berat lahir 
 Diagnosa utama 
 Diagnosa sekunder 
 Prosedur 
 Hasil grouping 
Hasil  
pemeriksaan
penunjang
 Nama klien 
 Tanggal lahir/umur 
 Berat badan 
 Sex 
 Tinggi badan 
 No. registrasi 
 No. RM 
 Diagnosa awal 
 Kode ICD-10 
 Rencana LD 
 Cara pulang 
 Diagnosa 
Utama
 Penyerta 
 Komplikasi 
Clinical
 Assesmen klinik 
pathway
 Pemeriksaan penunjang 
Tindakan
 Jasa keperawatan 
 Obat-obatan 
 Darah/kolf 
 AMHP 
 Jasa farmasi 
 Jasa gizi 
 Nutrisi 
 Hasil/outcome 
 Pendidikan rencana 
pemulangan
 Varians 
 Nama perawat 
 Nama dokter 
 Ttd DPJP 
326

Kelengkapan Berkas Validitas Isi


Persyaratan Tidak Tidak
Ada Persyaratan Pengisian Sesuai Keterangan
Kelengkapan Ada Sesuai
 Nama pelaksana verifikasi 
 Diagnosa akhir 
 Kode diagnosa akhir 
 Tindakan 
Rincian obat  
Surat  
pengantar
rawat inap
Laporan  
operasi
SK Kelahiran  
327

Lampiran 40. Lembar Observasi Kelengkapan Berkas Klaim 2

LEMBAR OBSERVASI

FAKTOR PENYEBAB PENUNDAAN PEMBAYARAN


KLAIM BERKAS RAWAT INAP OLEH BPJS
KESEHATAN DI RUMAH SAKIT
MITRA SEHAT SITUBONDO

CHECKLIST
Kelengkapan Berkas Validitas Isi
Persyaratan Tidak Tidak
Ada Persyaratan Pengisian Sesuai Keterangan
Kelengkapan Ada Sesuai
 No. SEP 
 Tanggal SEP 
 No. kartu 
 Nama peserta 
 Tanggal lahir 
SEP  No. telepon 
 Faskes perujuk 
 Diagnosa awal 
 Peserta 
 Jenis rawat 
 Kelas rawat 
 Tanggal MRS 
 Ruang 
 Alasan MRS 
 Penyakit penyerta 
 Hasil pemeriksaan saat 
MRS
 Diagnosa utama 
 Diagnosa sekunder 
 Tata laksana 
g. Medika mentosa saat
dirawat
Resume Medis  h. Tindakan medis 
 i. Medika mentosa saat 
pulang
 Keadaan waktu keluar RS 
 Cara keluar RS 
 Sebab meninggal (jika 
ada)
 Instruksi tindak 
lanjut/kontrol (jika ada)
 Tempat dan tanggal 
membuat resume
 Ttd DPJP 
 Nama peserta 
Lembar INA-
 No. RM 
CBG’s
 Umur tahun 
328

Kelengkapan Berkas Validitas Isi


Persyaratan Tidak Tidak
Ada Persyaratan Pengisian Sesuai Keterangan
Kelengkapan Ada Sesuai
 Umur hari 
 Tanggal lahir 
 Jenis kelamin 
 Kelas perwatan 
 No. SEP 
 Tanggal masuk 
 Tanggal keluar 
 Jenis perawatan 
 Cara pulang 
 LOS 
 Berat lahir 
 Diagnosa utama 
 Diagnosa sekunder 
 Prosedur 
 Hasil grouping 
Hasil  
pemeriksaan
penunjang
 Nama klien 
 Tanggal lahir/umur 
 Berat badan 
 Sex 
 Tinggi badan 
 No. registrasi 
 No. RM 
 Diagnosa awal 
 Kode ICD-10 
 Rencana LD 
 Cara pulang 
 Diagnosa 
Utama
 Penyerta 
 Komplikasi 
Clinical
 Assesmen klinik 
pathway
 Pemeriksaan penunjang 
Tindakan
 Jasa keperawatan 
 Obat-obatan 
 Darah/kolf 
 AMHP 
 Jasa farmasi 
 Jasa gizi 
 Nutrisi 
 Hasil/outcome 
 Pendidikan rencana 
pemulangan
 Varians 
 Nama perawat 
 Nama dokter 
 Ttd DPJP 
329

Kelengkapan Berkas Validitas Isi


Persyaratan Tidak Tidak
Ada Persyaratan Pengisian Sesuai Keterangan
Kelengkapan Ada Sesuai
 Nama pelaksana verifikasi 
 Diagnosa akhir 
 Kode diagnosa akhir 
 Tindakan 
Rincian obat  
Surat  
pengantar
rawat inap
Laporan  
operasi
SK Kelahiran  
330

Lampiran 41. Daftar Hadir Brainstorming


331

Lampiran 42. Pedoman dan Hasil Brainstorming

LEMBAR BRAINSTORMING

FAKTOR PENYEBAB PENGEMBALIAN BERKAS


KLAIM RAWAT INAP OLEH BPJS KESEHATAN
DI RUMAH SAKIT MITRA SEHAT SITUBONDO

PEDOMAN BRAINSTORMING

Tahap–tahap teknik brainstorming adalah :


a. Tahap pemberian informasi
Peneliti menjelaskan apa yang didapatkan di Baladhika Husada Jember ketika
studi pendahuluan dengan rincian kegiatan sebagai berikut:
1. Memberikan salam dan kalimat pembuka berupa terima kasih atas
kesediaan subjek menghadiri kegiatan brainstorming.
2. Menjelaskan latar belakang diambilnya penelitian faktor penyebab
penundaan pembayaran klaim oleh BPJS Kesehatan di Rumah Sakit Mitra
Sehat Situbondo.
3. Menjelaskan alur penelitian mulai dari observasi sampai mendapatkan
kesimpulan.
4. Mengajak subjek agar aktif untuk memberikan saran dan tanggapannya.
5. Setelah dilakukan pengolahan diharapkan peneliti dan peserta
brainstorming bisa mendapatkan hasil dan solusi sebagai upaya perbaikan
dalam permasalahan ketidaklengkapan pengisian rekam medis
b. Tahap identifikasi
Pada tahap ini subjek memberikan saran dan tanggapan terkait faktor
penyebab penundaan pembayaran klaim oleh BPJS Kesehatan, ditulis dan
tanpa adanya kritikan dengan rincian pertanyaan sebagai berikut:
Lampiran 43. Hasil Brainstorming

LEMBAR BRAINSTORMING
FAKTOR PENYEBAB PENGEMBALIAN BERKAS KLAIM RAWAT INAP OLEH BPJS KESEHATAN
DI RUMAH SAKIT MITRA SEHAT SITUBONDO

No. Variabel Masalah Upaya Perbaikan Masalah


Ketidaklengkapan Berkas Klaim
1. Human Petugas pendaftaran bingung dalam penentuan kode jika a. Konfirmasi kembali dengan dokter terkait diagnosa.
antara koding di surat pengantar rawat inap berbeda b. Ada list terminologi medis
dengan aplikasi v-klaim. Kira-kira solusi apa yang dapat c. Dua-duanya itu dah dek
dilakukan?
Verifikator internal belum memahami regulasi a. Membuat list kelengkapan berkas seperti persalinan harus berkas
kelengkapan (berkas apa saja yang harus dilengkapi apa saja yang diikutsertakan.
khususnya pemeriksaan penunjang) dan pathway pasien b. Sosialisasi regulasi kelengkapan.
sehingga formulir penunjang sering tidak disertakan. Dua-duanya
Kira-kira solusi apa yang dapat dilakukan? c. Sama sih
Tidak berjalannya lembar checklist karena tidak ada a. Membuat checklist kelengkapan klaim atau membuat kartu kendali
checklist kelengkapan klaim ataupun kartu kendali. Kira- b. Pokok sama dah, next
kira solusi apa yang dapat dilakukan? c. Sama
Belum bisa mengetik 10 jari sehingga proses penginputan a. Melatih diri untuk mengetik 10 jari
lebih dari 1 menit. Kira-kira solusi apa yang dapat b. Sama
dilakukan? c. Sama
Sering salah input tanggal lahir. Kira-kira solusi apa yang a. Lebih teliti dalam penginputan dan pengecekan kembali sebelum
dapat dilakukan? SEP di cetak
b. Sama
c. Sama

332
No. Variabel Masalah Upaya Perbaikan Masalah
Lamanya dalam identifikasi kelengkapan berkas klaim a. Melakukan manajemen waktu
untuk 1 pasien membutuhkan waktu lebih dari 3 menit. b. Membuat target 1 hari dapat menyelesaikan berapa berkas
Kira-kira solusi apa yang dapat dilakukan? c. Melakukan manajemen waktu dan Membuat target 1 hari dapat
menyelesaikan berapa berkas
Kurangnya jumlah verifikator internal sehingga banyak a. Penambahan karyawan sesuai dengan beban kerja yang dikerjakan
pekerjaan yang harus ditunda. Kira-kira solusi apa yang b. Sama
dapat dilakukan? c. Sama
2. Organization Ruangan casemix sempit. Kira-kira solusi apa yang dapat a. Pelebaran ruangan
dilakukan? b. Sama
c. Penataan interior yang tepat sehingga ruangan bisa tampak lebih
luas
Tidak ada sekat kaca di pendaftaran sehingga a. Penggunaan masker oleh petugas pendaftaran
kemungkinan terjadinya penularan penyakit menular b. Sama
besar. Kira-kira solusi apa yang dapat dilakukan? c. Sama
Ruangan berdebu dan rekam medis berserakan. Kira-kira a. Ruangan dibersihkan setiap hari.
solusi apa yang dapat dilakukan? b. Berkas ditata supaya lebih rapi dan disediakan rak/keranjang
c. Ruangan dibersihkan setiap hari dan Berkas ditata supaya lebih rapi
dan disediakan rak/keranjang
3. Technology Tidak ada petugas IT tetap. Kira-kira solusi apa yang a. Kontrak petugas IT diperpanjang
dapat dilakukan? b. Sama
c. Sama
Kurangnya scanner. Kira-kira solusi apa yang dapat a. Penambahan scanner minimal 1 scanner
dilakukan? b. Sama
c. Sama
4. Planning Belum ada SOP kelengkapan berkas klaim dari rumah a. Menyusun dan menetapkan SOP kelengkapan klaim
sakit. Kira-kira solusi apa yang dapat dilakukan? b. Sama
c. Sosialisasi SOP kelengkapan klaim
Belum ada perencanaan strategis. Kira-kira solusi apa a. Membuat rencana strategis di bagian casemix khususnya
yang dapat dilakukan? pengkodingan
b. Sama
c. Sama
5. Organizing Job description tidak jelas dan tidak rinci. Kira-kira solusi a. Pemberian job description kepada masing-masing karyawan

333
No. Variabel Masalah Upaya Perbaikan Masalah
apa yang dapat dilakukan? b. Pembaharuan job description dengan kejelasan tugas dan tanggung
jawab
c. Pemberian job description kepada masing-masing karyawan dan
Pembaharuan job description dengan kejelasan tugas dan tanggung
jawab
6. Actuating Kurangnya semangat bekerja. Kira-kira solusi apa yang a. Pemberian reward (kenaikan gaji insentif 5%, pemberian pujian,
dapat dilakukan? pemberian sertifikat, pemberian hadiah kecil) dan punishment
(pemberian pemberian peringatan secara lisan, pemberian SP 1-3)
b. Wah setuju itu
c. Sama
7. Controlling Tidak ada rapat rutin. Kira-kira solusi apa yang dapat a. Dilakukan rapat rutin minimal 6 bulan atau 1 tahun sekali
dilakukan? b. Sama
c. Sama
Evaluasi program. Kira-kira solusi apa yang dapat a. Membuat kebijakan baru/merevisi kebijakan baru maupun
dilakukan? kebijakan minimal setiap 1 tahun sekali
b. Sama
c. Sama
Ketidaksesuan Kaidah Koding
8. Human Verifikator internal tidak paham regulasi pengkodingan. a. Sosialisasi regulasi BPJS Kesehatan yang berlaku.
Kira-kira solusi apa yang dapat dilakukan? b. Pelatihan kodefikasi yang mengacu pada regulasi BPJS Kesehatan
yang berlaku.
c. Dua-duanya sudah
Verifikator internal tidak paham perbedaan penyakit akut a. Persamaan persepsi dengan semua pihak
dan kronis. Kira-kira solusi apa yang dapat dilakukan? b. Sama
c. Sama
Petugas entri data tidak paham struktur dari keluaran a. Sosialisasi regulasi BPJS Kesehatan yang berlaku.
INA-CBGs seperti contoh A-1-11-III. Kira-kira solusi apa b. Sama
yang dapat dilakukan? c. Sama
Petugas entri data tidak paham perbedaan diagnosa utama a. Membuat petunjuk teknis pengisian di aplikasi e-klaim 5.1 dengan
dan sekunder. Kira-kira solusi apa yang dapat dilakukan? dilengkapi maksud dari masing-masing item
b. Sama
c. Sama

334
No. Variabel Masalah Upaya Perbaikan Masalah
Waktu istirahat lebih awal dari ketentuan jam istirahat. a. Pemberian peringatan kepada karyawan
Kira-kira solusi apa yang dapat dilakukan? b. Sama
c. Sama
Tulisan dokter sulit di baca. Kira-kira solusi apa yang a. Konfirmasi dengan dokter terkait diagnosa yang tidak jelas
dapat dilakukan? b. Sama
c. Sama
Kurangnya jumlah verifikator internal sehingga banyak a. Penambahan karyawan sesuai dengan beban kerja yang dikerjakan
pekerjaan yang harus ditunda. Kira-kira solusi apa yang b. Sama
dapat dilakukan? c. Sama
9. Organization Ruangan casemix sempit. Kira-kira solusi apa yang dapat a. Pelebaran ruangan
dilakukan? b. Penataan interior yang tepat sehingga ruangan bisa tampak lebih
luas\
c. Dua-duanya bisa digunakan
Kurangnya keranjang berkas. Kira-kira solusi apa yang a. Penambahan kerangjang/kardus tidak terpakai
dapat dilakukan? b. Sama
c. Sama
10. Technology Tidak ada petugas IT tetap. Kira-kira solusi apa yang a. Kontrak petugas IT diperpanjang
dapat dilakukan? b. Sama
c. Sama

11. Planning Belum ada SOP pengkodingan klaim dari rumah sakit. a. Menyusun dan menetapkan SOP pengkodingan klaim
Kira-kira solusi apa yang dapat dilakukan? b. Sosialisasi SOP pengkoidngan klaim
c. Dua-duanya sama
Belum ada perencanaan strategis. Kira-kira solusi apa a. Membuat rencana strategis di bagian casemix khususnya
yang dapat dilakukan? pengkodingan
b. Sama
c. Sama
12. Organizing Job description tidak jelas dan tidak rinci. Kira-kira solusi a. Pemberian job description kepada masing-masing karyawan
apa yang dapat dilakukan? b. Pembaharuan job description dengan kejelasan tugas dan tanggung
jawab apabila ada perubahan
c. Dua-duanya bisa
13. Actuating Kurangnya semangat bekerja. Kira-kira solusi apa yang a. Pemberian reward (kenaikan gaji insentif 5%, pemberian pujian,

335
No. Variabel Masalah Upaya Perbaikan Masalah
dapat dilakukan? pemberian sertifikat, pemberian hadiah kecil) dan punishment
(pemberian pemberian peringatan secara lisan, pemberian SP 1-3)
b. Setuju banget
c. Yes
14. Controlling Tidak ada rapat rutin. Kira-kira solusi apa yang dapat a. Dilakukan rapat rutin minimal 6 bulan atau 1 tahun sekali
dilakukan? b. Sama
c. Sama
Evaluasi program. Kira-kira solusi apa yang dapat a. Membuat kebijakan baru/merevisi kebijakan baru maupun
dilakukan? kebijakan minimal setiap 1 tahun sekali
b. Sama
c. Sama

a. Tahap klasifikasi
Pada tahap ini peneliti mengklasifikasikan berdasarkan kriteria yang dibuat dan disepakati oleh kelompok brainstorming berupa
klasifikasi berdasarkan unsur variabel human, organization, technology, planning, organizing, actuating, dan controlling.
b. Tahap verifikasi
Kelompok brainstorming yaitu kepala rekam medis, petugas koding, petugas assembling, verifikator internal, dan petugas entri
data untuk melihat kembali kesepakatan yang telah dibuat. Apabila terdapat sumbang saran yang kurang relevan dengan
permasalahan bisa dicoret.
c. Tahap konklusi
Pada tahap ini kelompok brainstorming menyimpulkan butir-butir alternatif atau solusi sebagai solusi pemecahan masalah
sebagai upaya perbaikan yang disetujui. Setelah semua sepakat, maka diambil kesepakatan terakhir yang dianggap paling cocok dan
tepat.

336
No. Variabel Masalah Upaya Perbaikan Masalah
Ketidaklengkapan Berkas Klaim
1. Human Petugas pendaftaran bingung dalam a. Konfirmasi kembali dengan dokter terkait diagnosa.
penentuan kode jika antara koding di surat b. Ada list terminologi medis
pengantar rawat inap berbeda dengan aplikasi
v-klaim
Verifikator internal belum memahami a. Membuat list kelengkapan berkas seperti persalinan harus
regulasi kelengkapan (berkas apa saja yang berkas apa saja yang diikutsertakan.
harus dilengkapi khususnya pemeriksaan b. Sosialisasi regulasi kelengkapan.
penunjang) dan pathway pasien sehingga
formulir penunjang sering tidak disertakan
Tidak berjalannya lembar checklist karena Membuat checklist kelengkapan klaim atau membuat kartu
tidak ada checklist kelengkapan klaim kendali
ataupun kartu kendali
Belum bisa mengetik 10 jari sehingga proses Melatih diri untuk mengetik 10 jari
penginputan lebih dari 1 menit
Sering salah input tanggal lahir Lebih teliti dalam penginputan dan pengecekan kembali sebelum
SEP di cetak
Lamanya dalam identifikasi kelengkapan a. Melakukan manajemen waktu
berkas klaim untuk 1 pasien membutuhkan b. Membuat target 1 hari dapat menyelesaikan berapa berkas
waktu lebih dari 3 menit
Kurangnya jumlah verifikator internal Penambahan karyawan sesuai dengan beban kerja yang dikerjakan
sehingga banyak pekerjaan yang harus
ditunda
2. Organization Ruangan casemix sempit a. Pelebaran ruangan
b. Penataan interior yang tepat sehingga ruangan bisa tampak
lebih luas
Tidak ada sekat kaca di pendaftaran sehingga Penggunaan masker oleh petugas pendaftaran
kemungkinan terjadinya penularan penyakit
menular besar

337
No. Variabel Masalah Upaya Perbaikan Masalah
Ruangan berdebu dan rekam medis Ruangan dibersihkan setiap hari.
berserakan Berkas ditata supaya lebih rapi dan disediakan rak/keranjang
3. Technology Tidak ada petugas IT tetap Kontrak petugas IT diperpanjang

Kurangnya scanner Penambahan scanner minimal 1 scanner


4. Planning Belum ada SOP kelengkapan berkas klaim a. Menyusun dan menetapkan SOP kelengkapan klaim
dari rumah sakit b. Sosialisasi SOP kelengkapan klaim
Belum ada perencanaan strategis Membuat rencana strategis di bagian casemix khususnya
pengkodingan
5. Organizing Job description tidak jelas dan tidak rinci a. Pemberian job description kepada masing-masing karyawan
b. Pembaharuan job description dengan kejelasan tugas dan
tanggung jawab
6. Actuating Kurangnya semangat bekerja Pemberian reward (kenaikan gaji insentif 5%, pemberian pujian,
pemberian sertifikat, pemberian hadiah kecil) dan punishment
(pemberian pemberian peringatan secara lisan, pemberian SP 1-3)
7. Controlling Tidak ada rapat rutin Dilakukan rapat rutin minimal 6 bulan atau 1 tahun sekali
Evaluasi program Membuat kebijakan baru/merevisi kebijakan baru maupun
kebijakan minimal setiap 1 tahun sekali
Ketidaksesuan Kaidah Koding
8. Human Verifikator internal tidak paham regulasi a. Sosialisasi regulasi BPJS Kesehatan yang berlaku.
pengkodingan b. Pelatihan kodefikasi yang mengacu pada regulasi BPJS
Kesehatan yang berlaku.
Verifikator internal tidak paham perbedaan Persamaan persepsi dengan semua pihak
penyakit akut dan kronis
Petugas entri data tidak paham struktur dari Sosialisasi regulasi BPJS Kesehatan yang berlaku.
keluaran INA-CBGs seperti contoh A-1-11-
III
Petugas entri data tidak paham perbedaan Membuat petunjuk teknis pengisian di aplikasi e-klaim 5.1
diagnosa utama dan sekunder dengan dilengkapi maksud dari masing-masing item

338
No. Variabel Masalah Upaya Perbaikan Masalah
Waktu istirahat lebih awal dari ketentuan jam Pemberian peringatan kepada karyawan
istirahat
Tulisan dokter sulit di baca Konfirmasi dengan dokter terkait diagnosa yang tidak jelas
Kurangnya jumlah verifikator internal Penambahan karyawan sesuai dengan beban kerja yang dikerjakan
sehingga banyak pekerjaan yang harus
ditunda
9. Organization Ruangan casemix sempit a. Pelebaran ruangan
b. Penataan interior yang tepat sehingga ruangan bisa tampak
lebih luas
Kurangnya keranjang berkas Penambahan kerangjang/kardus tidak terpakai
10. Technology Tidak ada petugas IT tetap Kontrak petugas IT diperpanjang

11. Planning Belum ada SOP pengkodingan klaim dari a. Menyusun dan menetapkan SOP pengkodingan klaim
rumah sakit b. Sosialisasi SOP pengkoidngan klaim
Belum ada perencanaan strategis Membuat rencana strategis di bagian casemix khususnya
pengkodingan
12. Organizing Job description tidak jelas dan tidak rinci a. Pemberian job description kepada masing-masing karyawan
b. Pembaharuan job description dengan kejelasan tugas dan
tanggung jawab apabila ada perubahan
13. Actuating Kurangnya semangat bekerja Pemberian reward (kenaikan gaji insentif 5%, pemberian pujian,
pemberian sertifikat, pemberian hadiah kecil) dan punishment
(pemberian pemberian peringatan secara lisan, pemberian SP 1-3)
14. Controlling Tidak ada rapat rutin Dilakukan rapat rutin minimal 6 bulan atau 1 tahun sekali
15. Evaluasi program Membuat kebijakan baru/merevisi kebijakan baru maupun
kebijakan minimal setiap 1 tahun sekali

339
340

Lampiran 44. Dokumentasi Penelitian

Wawancara kepada verifikator internal Wawancara kepada koder

Wawancara kepada kepala rekam medis Lingkungan Fisik di RS Mitra Sehat


yang juga mengerjakan entri data ke Situbondo
aplikasi INA-CBGs

Diagnosa utama dan sekunder tidak Diagnosa utama dan sekunder tidak
terisi pada resume medis pasien terisi pada resume medis pasien
341

Tanda tangan DPJP tidak terisi pada Tanda tangan DPJP, diagnosis, dan
resume medis pasien kode tidak terisi pada clinical pathway

SOP pengkodingan rawat inap SOP evaluasi kelengkapan rekam


medis
342

Brainstorming Pengecekan kelengkapan dan


kesesuaian berkas klaim
343

Lampiran 45. Formulir Evaluasi Kelengkapan Berkas Klaim Rawat Inap

RUMAH SAKIT MITRA SEHAT SITUBONDO


Desa Curah Jeru Kecamatan Panji Kabupaten Situbondo, Telp. (0338) 678141,
HP. 082333282112

FORMULIR EVALUASI KELENGKAPAN BERKAS KLAIM RAWAT INAP


Yth......................
di RS Mitra Sehat Situbondo

Dengan hormat,
Diberitahukan bahwa formulir rekam medis dengan rincian sebagai berikut.
Nama pasien :.......................................
No. RM :.......................................

Membutuhkan kelengkapan/kejelasan*
terkait......................................................................................... (data terlampir)

Hal tersebut berkaitan dengan pengajuan klaim ke BPJS Kesehatan dan mutu pelayanan di RS
Mitra Sehat Situbondo. Mengingat pentingnya kelengkapan berkas klaim maka dimohon
diselesaikan dalam 1x24 jam (tanggal ....-....-.......).

Terima kasih atas kerjasamanya.

Situbondo, .......................
Verifikator Internal BPJS

NB: *) Coret yang tidak perlu (..................)

Lampiran kelengkapan/kejelasan berkas klaim

Perihal
Tidak
No. Kuantitatif Lengkap Keterangan
Lengkap

Tidak
No. Kualitatif Lengkap Keterangan
Lengkap
344

Lampiran 46. SOP Evaluasi Kelengngkapan Berkas Klaim

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL (SPO)


PENILAIAN KELENGKAPAN DAN KETEPATAN ISI
BERKAS KLAIM RAWAT INAP
No. Dokumen : 657/SPO/RSMS/I/2019 Ditetapkan oleh

No. Revisi : 01 Direktur RS Mitra


Sehat Situbondo
Tanggal Terbit : 1 Januari 2019

Halaman : 1/1
dr. Divi Maediana
NIP.

Penilaian kelengkapan dan ketepatan isi berkas klaim adalah rangkaian


proses penilaian berkas klaim yang meliputi resume medis, clinical
pathway, SEP, lembar INA-CBGs, surat pengantar rawat inap, bukti
pelayanan lain yang ditandatangani oleh DPJP (bila ada), pemeriksaan
PENGERTIAN penunjang (bila ada) yang dilakukan oleh verifikator internal baik secara
kuantitatif (kelengkapan lembar berkas klaim dan kelengkapan isi) dan
kualitatif (kesesuaian anamnesa, diagnosa, terapi, tindakan, dan
pemeriksaan penunjang) pada saat berkas klaim masuk ke ruang
casemix.
Acuan penerapan langkah-langkah untuk menilai kelengkapan dan ketepatan
TUJUAN
isi berkas klaim rawat inap
Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 269/Menkes/Per/III/2008 tentang isi
REFERENSI
rekam medis
1. Alat Tulis
ALAT DAN
2. Berkas Klaim Rawat Inap
BAHAN
3. Checklist/Instrumen Kelengkapan dan Ketepatan Isi Berkas Klaim
1. Verifikator internal menerima berkas rekam medis dari bangsal yang
diserahkan oleh perawat bangsal.
2. Verifikator internal melakukan pemeriksaan kelengkapan dan ketepatan isi
dari formulir resume medis dan clinical pathway yang dilayani pada hari
itu.
3. Verifikator internal mengisi checklist untuk penilaian kelengkapan dan
ketepatan isi berkas klaim.
PROSEDUR
4. Apabila berkas lengkap maka akan dipilah-pilah yang dibutuhkan untuk
klaim sedangkan apabila berkas tidak lengkap maka akan diletakkan di rak
khusus untuk berkas klaim yang tidak lengkap.
5. Berkas yang tidak lengkap akan ditandai dengan physician query kemudian
diserahkan ke bangsal untuk dilengkapi oleh DPJP.
6. Apabila berkas sudah lengkap maka akan di koding, kemudian di entri data
ke aplikasi INA-CBG’s, lalu berkas penunjang akan di scan, dan
345

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL (SPO)


PENILAIAN KELENGKAPAN DAN KETEPATAN ISI
BERKAS KLAIM RAWAT INAP
No. Dokumen : 657/SPO/RSMS/I/2019 Ditetapkan oleh

No. Revisi : 01 Direktur RS Mitra


Sehat Situbondo
Tanggal Terbit : 1 Januari 2019

Halaman : 1/1
dr. Divi Maediana
NIP.

selanjutnya berkas klaim akan di kirim ke kantor cabang BPJS Kesehatan


Banyuwangi.
7. Verifikator internal melakukan pencatatan dan pelaporan hasil penilaian
kelengkapan berkas klaim.
8. Verifikator internal melaporkan hasil penilaian kelengkapan dan ketepatan
isi berkas klaim kepada tim audit internal untuk ditindaklanjuti.

Menerima berkas rekam medis dari tempat Melakukan pemeriksaan kelengkapan dan isi dari
bangsal/URI setiap berkas rekam medis yang di layani

Mengembalikan berkas rekam medis yang


tidak lengkap ke tempat pelayanan pasien Mengisi daftar checlist/instrumen penilaian
tersebut

Melakukan pencatatan dan


BAGAN ALUR pelaporan
Melaporkan hasil penilaian ke tim audit
internal utuk ditindaklanjuti

1. Standar kelengkapan berkas klaim adalah 100%.


2. Apabila terdapat berkas klaim yang tidak lengkap maka harus dilengkapi
HAL-HAL YANG
1x24 jam setelah DPJP menerima berkas.
PERLU
3. Penilaian kelengkapan dan ketepatan isi berkas klaim dilakukan setiap hari
DIPERHATIKAN
oleh verifikator internal dan dilaporkan setiap 3 bulan sekali ke tim audit
internal untuk ditindaklanjuti.
DOKUMEN 1. Berkas yang harus dilengkapi:
TERKAIT a. Clinical pathway
b. Resume medis lengkap yang mencantumkan diagnosa dan
prosedur serta ditandatangani oleh DPJP.
c. SEP
d. Surat perintah rawat inap dari UGD/Poli.
346

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL (SPO)


PENILAIAN KELENGKAPAN DAN KETEPATAN ISI
BERKAS KLAIM RAWAT INAP
No. Dokumen : 657/SPO/RSMS/I/2019 Ditetapkan oleh

No. Revisi : 01 Direktur RS Mitra


Sehat Situbondo
Tanggal Terbit : 1 Januari 2019

Halaman : 1/1
dr. Divi Maediana
NIP.

e. Bukti pelayanan lain yang ditandatangani oleh DPJP (bila ada),


seperti: laporan operasi, protokol terapi dan regimen (jadwal
pemberian obat) pemberian obat khusus, resep alat kesehatan
(diluar prosedur operasi), tanda terima alat kesehatan (kacamata,
alat bantu dengar, alat bantu gerak, dan lain - lain), billing
system atau perincian tagihan manual rumah sakit.
f. Print out luaran aplikasi pengajuan klaim/lembar Iembar INA-
CBG’s
g. Hasil pemeriksaan penunjang
2. Berkas yang di scan (softfile)
a. Clinical pathway
b. Surat perintah rawat inap dari UGD/Poli.
c. Bukti pelayanan lain yang ditandatangani oleh DPJP (bila ada),
seperti: laporan operasi untuk kasus bedah, protokol terapi dan
regimen (jadwal pemberian obat) pemberian obat khusus, resep
alat kesehatan (diluar prosedur operasi), tanda terima alat
kesehatan (kacamata, alat bantu dengar, alat bantu gerak, dan
lain- lain), billing system atau perincian tagihan manual rumah
sakit.
d. Hasil pemeriksaan penunjang
3. Berkas hardfile yang harus dikirim ke BPJS Kesehatan
a. Resume medis
b. SEP
c. Print out luaran aplikasi pengajuan klaim/lembar Iembar INA-CBG’s
4. Apabila kasus persalinan, berkas tambahan adalah surat kelahiran, laporan
operasi (cesarean)
5. Berkas rekam medis untuk diambil berkas klaim.
6. Kelengkapan KTP, KK, Kartu JKN di bagian pendaftaran untuk mengecek
kebenaran data peserta JKN.
UNIT TERKAIT TPPRI, Bangsal, Ruang Casemix
347

Lampiran 47. SOP Pengkodingan Pasien JKN

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL (SPO)


KAIDAH KODING JKN RAWAT INAP
No. Dokumen : 657/SPO/RSMS/I/2019 Ditetapkan oleh

No. Revisi : 01 Direktur RS Mitra Sehat


Situbondo
Tanggal Terbit : 1 Januari 2019

Halaman : 1/1
dr. Divi Maediana
NIP.

Koding rawat inap merupakan kegiatan pengelolaan data dalam memberikan


kode diagnosa maupun kode tindakan pasien rawat inap sesuai dengan kode
ICD-10 dan kode ICD-9-CM versi 2010.
ICD-10 merupakan kepanjangan dari International Classification Disease seri
PENGERTIAN ke 10 yang diterbitkan oleh WHO yang digunakan untuk mengkode diagnosa
pasien.
ICD-9-CM merupakan kepanjangan dari International Classification Disease
seri ke 10 yang diterbitkan oleh WHO yang digunakan untuk mengkode
tindakan pasien.
TUJUAN Acuan penerapan langkah-langkah untuk memberi kode diagnosa maupun kode
tindakan berdasarkan ICD-10 dan ICD-9-CM.
1. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 269/Menkes/Per/III/2008 tentang isi rekam
medis
2. Permenkes No. 749a/Menkes/1989 tentang rekam medis (medical record).
3. Permenkes RI N. 27 tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Sistem
4. Surat Edaran Nomor HK.03.03/Menkes/518/2016 Tentang Pedoman
REFERENSI
Penyelesaian Permasalahan Klaim INA-CBG dalam Penyelenggaraan
Jaminan Kesehatan Nasional.
5. Permenkes No. 76 tahun 2016 tentang Pedoman INA-CBGs dalam
Pelaksanaan JKN
6. Panduan manual verifikasi klaim INA-CBGs Edisi 1 Tahun 2017
1. Alat Tulis
ALAT DAN
2. Berkas Klaim Rawat Inap
BAHAN 3. Buku/aplikasi ICD-10 dan ICD-9-CM versi 2010
4. Aplikasi e-klaim versi 5.2
1. Menerima berkas klaim pasien rawat inap.
2. Memeriksa anamnesa, diagnosa, tindakan, pemeriksaan penunjang apakah sudah
PROSEDUR sesuai atau belum.
3. Jika belum sesuai atau ada tulisan yang tidak jelas maka klarifikasi ke DPJP.
4. Memberikan kode diagnosis dengan ICD-10 dan kode tindakan dengan ICD-9-
CM dengan aturan sebagai berikut:
348

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL (SPO)


KAIDAH KODING JKN RAWAT INAP
No. Dokumen : 657/SPO/RSMS/I/2019 Ditetapkan oleh

No. Revisi : 01 Direktur RS Mitra Sehat


Situbondo
Tanggal Terbit : 1 Januari 2019

Halaman : 1/1
dr. Divi Maediana
NIP.

a. Mencari leadterm, leadterm berupa diagnosa bukan anatomi.


b. Cari kode di ICD volume 3.
c. Cek kode di ICD volume 1.
5. Menuliskan kode diagnosa dan tindakan pada kolom yang telah disediakan.
6. Melakukan entri data ke aplikasi e-klaim versi 5.2.

Melakukan kesesuaian anamnesa, diagnosa,


Menerima berkas rekam medis dari bangsal
tindakan, dan pemeriksaan penunjang

Koding diagnosa dengan ICD-10 versi


Klarifikasi apabila terdapat tulisan yang tidak jelas
BAGAN ALUR 2010 dan kode tindakan dengan ICD-9-CM
ataupun ada klarifikasi lainnya terkait kesesuaian
sesuai kaidah koding

Melakukan pencatatan kode


Menginputkan data ke aplikasi INA-CBGs

1. Diagnosa dan tindakan yang dapat di klaim ke BPJS Kesehatan adalah diagnosa
HAL-HAL YANG yang terdapat dokter spesialisnya, apabila diagnosa tersebut tidak ada dokter
spesialis maka tidak dapat di klaim.
PERLU 2. Ikuti aturan terbaru tentang klaim yang diedarkan oleh BPJS Kesehatan.
DIPERHATIKAN 3. Penilaian kelengkapan dan ketepatan isi berkas klaim dilakukan setiap hari oleh
verifikator internal dan dilaporkan setiap 3 bulan sekali ke tim audit internal untuk
ditindaklanjuti.
DOKUMEN Berkas rekam medis yang meliputi resume, clinical pathway, ringkasan masuk
TERKAIT keluar, dan pemeriksaan penunjang.
UNIT TERKAIT Bangsal/Unit Rawat Inap, Ruang Casemix
349

Lampiran 48. SOP Pendaftaran Pasien JKN Rawat Inap

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL (SPO)


PENDAFTARAN PASIEN JKN RAWAT INAP
No. Dokumen : 657/SPO/RSMS/I/2019 Ditetapkan oleh

No. Revisi : 01 Direktur RS Mitra Sehat


Situbondo
Tanggal Terbit : 1 Januari 2019

Halaman : 1/1 dr. Divi Maediana


NIP.

PENGERTIAN Tata cara penerimaan pasien JKN di TPPRI pasien JKN


Acuan bagi petugas TPPRI agar tercipta tertib administrasi dalam rangka
TUJUAN peningkatan penerimaan dan pelayanan pasien JKN di TPPRI RS Mitra Sehat
Situbondo
1. Setiap peserta BPJS Kesehatan yang dirawat inap harus melengkapi
berkas:
a. Asli/fotokopi Kartu BPJS
b. Asli/fotokopi KTP/SIM/kartu identitas lainnya
REFERENSI c. Asli/fotokopi Kartu Keluarga ( untuk PBI )
Berkas tersebut harus dilengkapi dalam waktu 3 x 24 jam atau sebelum
pasien pulang atau meninggal.
2. Apabila dalam waktu 3 x 24 jam atau sebelum pasien pulang/meninggal
pasien belum memberikan kelengkapan berkas maka biaya pelayanan di
kenakan tarif umum
1. Alat Tulis
2. Komputer
ALAT DAN
3. Printer
BAHAN 4. Aplikasi v-klaim
5. Buku ekspedisi
6. Surat pengantar rawat inap
1. Pasien masuk dari Instalasi Gawat Darurat atau Poliklinik.
2. Keluarga atau petugas RS ke bagian pendaftaran untuk registrasi rawat
inap dengan menyerahkan surat pengantar rawat inap.
3. Keluarga ke bagian pendaftaran rawat inap untuk mengisi Surat
PROSEDUR Pernyataan Penggunaan Jaminan BPJS dan mengisi general consent.
4. Untuk kelengkapan berkas di beri waktu 3x24 jam atau sebelum pasien
pulang/ meninggal.
5. Petugas TPPRI melakukan pengecekan hak kelas perawatan pasien.
6. Petugas TPPRI menghubungi petugas rawat inap untuk memberikan
informasi ada peserta BPJS yang mau di rawat sesuai hak kelas
350

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL (SPO)


PENDAFTARAN PASIEN JKN RAWAT INAP
No. Dokumen : 657/SPO/RSMS/I/2019 Ditetapkan oleh

No. Revisi : 01 Direktur RS Mitra Sehat


Situbondo
Tanggal Terbit : 1 Januari 2019

Halaman : 1/1 dr. Divi Maediana


NIP.

perawatannya.
7. Pembuatan SEP (Surat Eligibilitas Peserta) oleh petugas TPPRI apabila
berkas sudah lengkap.
8. Pasien diantar ke ruang perawatan oleh petugas IGD/Polikinik/URI.
9. Pemberian pelayanan kesehatan sesuai indikasi medis dan paket INA
CBG’s, termasuk:
a. Obat sesuai dengan E-Catalogue
b. Pemeriksaan penunjang (yang ada di RS Mitra Sehat Situbondo)
c. Tranfusi
10. Pemberian/peresepan obat pasien untuk penggunaan per hari.
11. Petugas rawat inap memberikan tagihan per hari ke kasir.
12. Petugas TPPRI melakukan pengkodingan sementara dan pengecekan
selisih tarif RS dengan tarif INA-CBG’s.
13. Pengecekan administrasi sebelum pasien pulang:
a. Perawat memberikan informasi kepada kasir dan petugas TPPRI
pasien pulang/rujuk/meninggal.
b. Petugas kasir membuat tagihan perawatan dan berkordinasi dengan
pihak TPPRI dan apotik (apakah ada obat atau pelayanan yang
tidak di jamin BPJS Kesehatan)
c. Keluarga/pasien menandatangi bukti pelayanan di kasir dan
diberikan faktur berwarna merah muda dan kuning untuk di berikan
kepada perawat.
d. Faktur warna putih di berikan kepada petugas TPPRI.
14. Pasien pulang:
a. Perbaikan
b. Rujuk
c. Meninggal
d. Pulang Paksa
351

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL (SPO)


PENDAFTARAN PASIEN JKN RAWAT INAP
No. Dokumen : 657/SPO/RSMS/I/2019 Ditetapkan oleh

No. Revisi : 01 Direktur RS Mitra Sehat


Situbondo
Tanggal Terbit : 1 Januari 2019

Halaman : 1/1 dr. Divi Maediana


NIP.

Pasien melengkapi KTP/Kartu Identitas lainnya,


Keluarga pasien/pasien ke TPPRI KK (pasien PBI), Kartu JKN, dan surat pengantar
rawat inap (maksimal 3x24 jam)

Petugas TPPRI menjelaskan kelas [erawatan sesuai


BAGAN ALUR Penerbitan SEP oleh petugas TPPRI hak pasien dan melakukan pengecekan kesediaan
kamar ke petugas bangsal

Kelengkapan berkas diserahkan kembali


kepada pasien untuk diserahkan ke perawat

HAL-HAL YANG 1. Perhatikan jika ada pasien kasus kecelakaan, pastikan kasus kecelakaan tersebut
dapat ditanggung oleh BPJS Kesehatan. Apabila bukan ditanggung oleh BPJS
PERLU Kesehatan maka petugas TPPRI mengarahkan keluarga pasien untuk mengurus
DIPERHATIKAN ke Jasaraharja.
2. Fotokopi berkas rangkap 3.
DOKUMEN Buku ekspedisi, surat pengantar rawat inap, SEP, kwitansi
TERKAIT
UNIT TERKAIT TPPRI, Bangsal/Unit Rawat Inap, dan kasir
352

Lampiran 49. SOP Penerbitan SEP

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL (SPO)


PENERBITAN SURAT ELIGIBILITAS PESERTA (SEP)
No. Dokumen : 657/SPO/RSMS/I/2019 Ditetapkan oleh
Direktur RS Mitra Sehat
No. Revisi : 01
Situbondo
Tanggal Terbit : 1 Januari 2019

Halaman : 1/1
dr. Divi Maediana
NIP.

Surat Eligibilitas Peserta (SEP) adalah surat/bukti untuk peserta BPJS


PENGERTIAN memperoleh layanan kesehatan, khususnya di fasilitas kesehatan tingkat
lanjutan / Rumah Sakit .
TUJUAN Acuan penerapan langkah-langkah pembuatan Surat Eligibilitas Peserta
(SEP)
REFERENSI 1. Peraturan Presiden nomor: 12 tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan
A. Untuk BPJS Non PBI:
1. Pasien datang dengan membawa surat rujukan dari Faskes I
(Klinik/Dokter/Puskesmas) sesuai dengan yang tercantum di Kartu
BPJS Non PBI beserta persyaratan lain seperti fotocopy KTP,
fotocopy Kartu BPJS Non PBI (masing-masing 1 lembar ke bagian
pendaftaran Rumah Sakit Mitra Sehat Situbondo)
2. Untuk pasien yang sudah memiliki
3. riwayat pemeriksaan di Rumah Sakit, baik itu Rawat Inap ataupun
Rawat Jalan, cukup melampirkan persyaratan seperti:
PROSEDUR a. SEP pengganti rujukan yang diperoleh pada saat kontrol
sebelumnya untuk pasien yang habis kontrol rawat jalan
b. Surat kontrol (asli dan fotocopy-nya) bagi pasien Post Rawat Inap,
fotocopy KTP, dan fotocopy Kartu BPJS NON PBI (masing-
masing 1 lembar ke bagian pendaftaran Rumah Sakit Mitra
Siaga).
4. Petugas pendaftaran terlebih dahulu mengecek kelengkapan
persyaratan, meliputi asal rujukan, tanggal rujukan, dan poliklinik
yang dituju.
5. Untuk Pasien baru petugas Pembuatan SEP mengentry di aplikasi
353

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL (SPO)


PENERBITAN SURAT ELIGIBILITAS PESERTA (SEP)
No. Dokumen : 657/SPO/RSMS/I/2019 Ditetapkan oleh
Direktur RS Mitra Sehat
No. Revisi : 01
Situbondo
Tanggal Terbit : 1 Januari 2019

Halaman : 1/1
dr. Divi Maediana
NIP.

SEP di format rujukan setelah data muncul kemudian masukan no.


Rekam medis lalu di cetak
6. Untuk pasien lama Petugas pembuatan SEP mengentri nomor Kartu
BPJS Non PBI ke dalam sistem SEP online Rumah Sakit. Jika
database pasien sudah muncul, kemudian petugas mengentri nomor
Rujukan Faskes 1 (untuk pasien lama), tanggal rujukan, kode
diagnosa, poliklinik yang dituju, dan alamat pasien. Kemudian SEP
online tersebut di simpan dan di cetak.
7. Petugas kemudian mengentri data pasien secara manual dengan
format Nama/Umur/Nomor Kartu BPJS/Nomor SEP online/Status
Kepesertaan, tanggal rujukan dan nomor Rekam Medik. Kemudian di
cetak jadi satu dengan SEP online.
B. Untuk BPJS PBI:
1. Pasien datang dengan membawa surat rujukan dari Faskes I
(Klinik/Dokter/Puskesmas) sesuai dengan yang tercantum di Kartu
BPJS/KIS beserta persyaratan lain seperti fotocopy KTP, fotocopy
Kartu BPJS/KIS, dan fotocopy Kartu Keluarga masing-masing 2
lembar ke bagian pendaftaran poliklinik Rumah Sakit.
2. Untuk pasien yang sudah memiliki riwayat pemeriksaan di Rumah
Sakit, baik itu Rawat Inap ataupun Rawat Jalan, cukup melampirkan
persyaratan seperti
a. SEP pengganti rujukan yang diperoleh pada saat kontrol
sebelumnya,
b. Surat kontrol (asli dan fotocopy-nya) bagi pasien Post Rawat Inap,
fotocopy KTP, dan fotocopy Kartu BPJS/KIS, dan fotocopy Kartu
Keluarga ( masing-masing 2 lembar ke bagian pendaftaran
354

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL (SPO)


PENERBITAN SURAT ELIGIBILITAS PESERTA (SEP)
No. Dokumen : 657/SPO/RSMS/I/2019 Ditetapkan oleh
Direktur RS Mitra Sehat
No. Revisi : 01
Situbondo
Tanggal Terbit : 1 Januari 2019

Halaman : 1/1
dr. Divi Maediana
NIP.

poliklinik Rumah Sakit).


3. Petugas pendaftaran terlebih dahulu mengecek kelengkapan
persyaratan, meliputi asal rujukan, tanggal rujukan, dan poliklinik
yang dituju.
4. Petugas mengecek kesesuaian data pasien antara KTP, Kartu
BPJS/KIS, dan Kartu Keluarga di database SIMRS.
5. Petugas pembuatan SEP mengentry nomor kartu BPJS/KIS ke dalam
sistem SEP online Rumah Sakit. Jika database pasien sudah muncul,
kemudian petugas mengentry nomor kode SEP Rumah Sakit di
kolom asal rujukan (untuk pasien lama), tanggal rujukan, kode
diagnosa, poliklinik yang dituju, dan alamat pasien. Kemudian SEP
online tersebut di simpan dan di cetak.
6. Petugas kemudian mengentri data pasien secara manual dengan
format Nama/Umur/Nomor Kartu BPJS/Nomor SEP online/Status
Kepesertaan, tanggal rujukan dan nomor Rekam Medik. Kemudian di
cetak satu lampiran dengan SEP online.
Pasien melengkapi KTP/Kartu Identitas lainnya,
Keluarga pasien/pasien ke TPPRI KK (pasien PBI), Kartu JKN, dan surat pengantar
rawat inap (maksimal 3x24 jam)

Petugas TPPRI menjelaskan kelas [erawatan sesuai


BAGAN ALUR Penerbitan SEP oleh petugas TPPRI hak pasien dan melakukan pengecekan kesediaan
kamar ke petugas bangsal

Kelengkapan berkas diserahkan kembali


kepada pasien untuk diserahkan ke perawat
355

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL (SPO)


PENERBITAN SURAT ELIGIBILITAS PESERTA (SEP)
No. Dokumen : 657/SPO/RSMS/I/2019 Ditetapkan oleh
Direktur RS Mitra Sehat
No. Revisi : 01
Situbondo
Tanggal Terbit : 1 Januari 2019

Halaman : 1/1
dr. Divi Maediana
NIP.

HAL-HAL YANG 1. Perhatikan jika ada pasien kasus kecelakaan, pastikan kasus kecelakaan tersebut
dapat ditanggung oleh BPJS Kesehatan. Apabila bukan ditanggung oleh BPJS
PERLU Kesehatan maka petugas TPPRI mengarahkan keluarga pasien untuk mengurus
DIPERHATIKAN ke Jasaraharja.
2. Fotokopi berkas rangkap 3.
DOKUMEN Buku ekspedisi, surat pengantar rawat inap, SEP, kwitansi
TERKAIT
UNIT TERKAIT TPPRI
356

Lampiran 50. Buku Petunjuk Aplikasi Surat Eligibilitas Peserta

DAFTAR ISI

I. INSTALL APLIKASI SURAT ELIGIBILITAS PESERTA ....................................... 2


A. LANGKAH – LANGKAH MENGINSTALL XAMPP ......................................... 2
B. LANGKAH – LANGKAH MENGINSTALL NAVICAT 8.0............................... 6
C. LANGKAH – LANGKAH MEMBUAT KONEKSI DATABASE ...................... 9
D. LANGKAH MENGINSTALL APLIKASI ...........................................................12
II. MENU LOGIN APLIKASI ............................................................................................16
IV. MENU SEP ( SURAT EGIBILITAS PESERTA) ........................................................19
V. MENU PURIFIKASI ......................................................................................................22
VI. PENUTUP ........................................................................................................................23

Untuk Buku Petunjuk Aplikasi Surat Eligibilitas Peserta secara lengkapnya sudah
diserahkan ke RS Mitra Sehat Situbondo.
357

Lampiran 51. Petunjuk Teknik E-Klaim INA-CBGs 5.2

Untuk Buku Petunjuk Aplikasi Surat Eligibilitas Peserta secara lengkapnya sudah
diserahkan ke RS Mitra Sehat Situbondo.
358

Lampiran 52. Surat Pernyataan

SURAT PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Malikal Bulgis S. ST


Jabatan : Kepala Rekam Medis

Menyatakan bahwa telah menyetujui rekomendasi Formulir Evaluasi


Kelengkapan Berkas Klaim Rawat Inap, SOP Evaluasi Kelengngkapan Berkas
Klaim, SOP Pengkodingan Pasien JKN, SOP Pendaftaran Pasien JKN Rawat
Inap, SOP Penerbitan SEP, Buku Petunjuk Aplikasi Surat Eligibilitas Peserta, dan
Petunjuk Teknik E-Klaim INA-CBGs 5.2 di RS Mitra Sehat Situbondo dari
mahasiswa dibawah ini :

Nama : Siti Zulaikha


NIM : G41151266

Demikian surat keterangan ini dibuat agar dipergunakan sebaik-baiknya.

Situbondo, 29 April 2019

Peneliti, Kepala Rekam Medis,

(Dyah Ayu Puspitasari) (Malikal Bulgis S. ST)


359

Lampiran 53. Biodata Peneliti

DAFTAR RIWAYAT HIDUP


Curriculum Vitae

Data Pribadi / Personal Details


Nama / Name : Siti Zulaikha
Alamat / Address : Jalan Salak No. 4 RT 003 RW 012 Desa
Karangsari Dusun Sidosari Kabupaten
Lumajang, Jawa Timur
Kode Post / Postal Code : 67352
Nomor Telepon / Phone : 085708204294
Email : sitizulaikha0507@gmail.com
Jenis Kelamin / Gender : Perempuan
Tanggal Kelahiran / Date of Birth : 5 Juli 1995
Status Marital / Marital Status : Belum Menikah
Warga Negara / Nationality : Indonesia
Agama / Religion : Islam

Riwayat Pendidikan
Education Information

Periode Sekolah / Institusi / Universitas Jurusan Jenjang


2000 - 2002 TK Negeri Pembina Lumajang - TK
2002 - 2008 SD Negeri Karangsari 1 - SD
2008 - 2011 SMP Negeri 4 Lumajang - SMP
2011 - 2014 SMA Negeri 2 Lumajang IPA SMA
2015 - 2019 Politeknik Negeri Jember Rekam Medik PT

Anda mungkin juga menyukai