Di susun oleh:
Dwi Arum Retno Kh
NIM C1118014
Latar Belakang
• Pemerintah mewujudkan derajat kesehatan yang setinggi–tingginya bagi
individu atau masyarakat melalui pembangunan kesehatan. Salah satunya
dengan pengawasan mutu pelayanan kesehatan melalui rumah sakit
(Depkes RI, 2011). Mutu pelayanan kesehatan adalah derajat
kesempurnaan pelayanan kesehatan yang sesuai dengan standar profesi dan
standar pelayanan. Peningkatan mutu pelayanan di rumah sakit dapat
dilakukan dengan mengembangkan akreditasi rumah sakit dimana
indikator utamanya adalah International Safety Goals (IPSG) atau Sasaran
Keselamatan Pasien (SKP) (JCI, 2011). Keselamatan pasien rumah sakit
adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih
aman (Kemenkes RI, 2011). Keselamatan pasien terdiri dari 6 sasaran
diantaranya ketepatan identifikasi pasien,peningkatan komunikasi yang
efektif, peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai (hight-
alert),ketepatan tepat lokasi, tepat prosedur, tepat pasien operasi,
pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan dan pengurangan
risiko pasien jatuh (SNARS, 2018).
• Di Indonesia laporan insiden keselamatan pasien menemukan adanya
pelaporan kasus kejadian tidak diinginkan (KTD) (14,41%) dan kejadian
nyaris cidera(KNC) (18,53%) yang disebabkan karena proses atau prosedur
klinik (9,26 %), medikasi (9,26%), dan Pasien jatuh (5,15%) (KKP RS, 2011).
Pasien jatuh adalah salah satu insiden yang paling sering terjadi dalam
lingkungan rumah sakit. Menurut data dari USCentres for Disease control
and Prevention tahun 2014, diperoleh data bahwa lebih dari 1/3 orang
dewasa berusia diatas 65 tahun mengalami jatuh setiap tahun. Lebih dari
500.000 kejadian jatuh di seluruh rumah sakit di Amerika setiap tahun,
150.000 diantaranya mengalami luka. Data kejadian pasien jatuh di
Indonesia berdasarkan kongres XII PERSI (2012) melaporkan insiden pasien
jatuh termasuk kedalam tiga besar insiden medis rumah sakit dan
menduduki peringkat ke 2 setelah medical error. Kondisi ini menunjukkan
bahwa terdapat sekitar 34 kasus (14 %) insiden jatuh di rumah sakit
Indonesia periode januari sampai september 2012 (PERSI, 2012). Angka
tersebut membuktikan bahwa insiden pasien jatuh masih tinggi dan masih
jauh dari standar akreditasi yang menyatakan bahwa angka kejadian di
rumah sakit diharapkan 0% kejadian (tidak ada kejadian jatuh di rumah sakit
) (JCI , 2015).
Dampak Insiden Resiko Jatuh
• Insiden resiko jatuh akan memberikan dampak
yang merugikan bagi pihak rumah sakit, staf
yang bertugas, dan pasien. Dampak yang
ditimbulkan antara lain peningkatan biaya
pelayanan, timbulnya konflik antara petugas
kesehatan dengan pasien sehingga
menimbulkan sengketa medis yang bisa masuk
keranah hukum.
• Berdasarkan beberapa studi tindakan pelaksanaan standar
operasional prosedur pasien jatuh menjelaskan bahwa tindakan
prosedur pencegahan jatuh tidak dilakukan secara lengkap
(Suparna,2015). Hasil penelitian ini sebanding dengan hasil
penelitian yang dilakukan oleh Riyo & Novita (2015) dengan
judul kepatuhan perawat dalam pelaksanaan prosedur
intervensi pasien resiko tinggi jatuh di RSUD Wates didapatkan
hasil dari 57 responden perawat didapatkan 68,4% kepatuhan
perawat terhadap pelaksanaan standar operasional prosedur
intervensi pasien tinggi jatuh memiliki hasil tidak patuh. Hasil
penelitian lain yang dilakukan oleh Debora (2017) dengan judul
gambaran pelaksanaan SPO pencegahan pasien risiko jatuh di
ruang rawat VIP lantai tiga didapatkan hasil pelaksanaan SPO
pencegahan resiko jatuh belum dilaksanakan secara lengkap.
• Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan di ruang rawat inap
RSMS pada bulan Desembertahun 2019 didapatkan hasil dalam
pelaksanaantindakan intervensi pencegahan pasien jatuh, terdapat beberapa
masalahdengan tidak dilakukannya tindakan sesuai standar operasional.
Hal ini didukung dengan didapatkannya hasil observasi yang menunjukkan
dari 30 pasienterdapat 10 pasien beresiko jatuh tinggi, 7 pasien beresiko
jatuh sedang, 13 pasien beresiko jatuh rendah yang dirawat di ruang inap
lantai 2 RSMS. Dari data hasil observasi yang dilakukan perawat di ruang
rawat inap lantai 2 RSMS didapatkan hasil dari 20 poin SPO pencegahan
resiko jatuh tinggi hanya 10 poin yang dilaksanakan oleh perawat.Selain
itu didapatkan juga hasil dari dokumentasi pasien rawat inap yang tidak
terkaji asesmen ulang resiko jatuh secara berkala. Dari data diatas
menunjukan untuk pelaksanaan SPO pencegahan resiko jatuh di RS Mitra
Siaga belum terlaksana 100%. Hal ini menggambarkan bahwa pelaksanaan
asuhan keperawatan kepada pasien secara aman yang merujuk pada patient
safety belum optimal. Dengan hal itu penulis tertarik untuk melakukan
penelitian dengan judul “Hubungan Pelaksanaan SPO Pencegahan Resiko
Jatuh dengan Resiko Jatuh Pasien” .
• Standar prosedur operasional (SPO) merupakan suatu pedoman atau
acuan untuk melaksanakan tugas pekerjaan sesuai dengan fungsi dan alat
penilaian kinerja instansi pemerintah berdasarkan indikator-indikator
teknis, administratife, dan prosedural sesuai tata kerja, prosedur kerja dan
system kerja pada unit kerja yang bersangkutan
Tujuan SPO
• Alat penelitian yang digunakan pada penelitian ini yaitu berupa lembar
observasi yang berisi checklist pelaksanaan SPO resiko jatuh dan lembar
observasi resiko jatuh pasien.Pengumpulan data dilakukan dengan
menggunakan alat ukur berupa lembar observasi berskala Guttman,
data yang diperoleh berupa data interval atau rasio yaitu “Ya dan
“Tidak” jika ya dilaksanakan diberi skor 1 dan jika tidak diberi skor 0.
• Hasil ukur yang digunakan dapat dikelompokan menjadi 3 Kategori yaitu
Baik (14-18), cukup (11-13), Kurang (0-10).
• lembar observasi resiko jatuh berisi 6 variabel utama yaitu sejarah
jatuh, diagnose sekunder, bantuan rawat jalan, pemberian terapi
intravena, gaya berjalan/cara berpindah, dan status mental dengan
kategoriTinggi: >50, Sedang: 25-50, Rendah: 0-24
Cara pengumpulan data
Permohonan ijin ke manager
Sidang Pengajuan surat ijin
kep RSMS diteruskan ke
proposal kepada prodi
bagian diklat RSMS