Anda di halaman 1dari 53

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Rumah sakit merupakan salah satu bentuk sarana kesehatan, baik yang

diselenggarakan oleh pemerintah atau masyarakat yang berfungsi untuk

melakukan upaya pelayanan kesehatan dasar atau kesehatan rujukan atau upaya

kesehatan penunjang. Keberhasilan suatu rumah sakit dalam menjalankan

fungsinya ditandai dengan adanya peningkatan mutu pelayanan rumah sakit.

Mutu rumah sakit sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor, faktor yang paling

dominan adalah sumber daya manusia. Salah satu profesi yang memegang

peranan penting di rumah sakit adalah keperawatan.

Keberhasilan pelayanan kesehatan bergantung pada partisipasi perawat dalam

memberikan asuhan keperawatan yang berkualitas bagi pasien. Oleh karena itu,

rumah sakit haruslah memiliki perawat yang berkinerja baik yang akan

menunjang kinerja rumah sakit sehingga dapat tercapai kepuasan pasien atau

pelanggan. Perawat selalu bertanya kepada dokter mengenai tindakan

keperawatan, semestinya perawat memiliki 2 kesempatan untuk dapat

mengubah dan mengambil keputusan sendiri dalam hal asuhan keperawatan

sesuai kebutuhan pasien berdasarkan standar operasional pekerjaannya yaitu

standar pengkajian, standar diagnosis keperawatan, standar perencanaan,

standar pelaksanaan dan standar evaluasi (Hasanah, 2015).

STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung


2

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.81/Menkes/SK/1/2004 tentang

pedoman penyusunan perencanaan SDM kesehatan ditingkat provinsi,

kabupaten/kota serta rumah sakit, pelayanan kesehatan di rumah sakit bersifat

individu, spesifik dan unik sesuai karakteristik pasien, di samping itu harus

mengacu pada Standard Operating Procedure (SOP) serta penggunaan

teknologi. Pelayanan keperawatan dapat mengikuti cepatnya perkembangan

ilmu dan teknologi pada sistem pelayanan kesehatan, strategi yang dilakukan

adalah tetap menjaga kualitas sumber daya manusia. Salah satu cara untuk

meningkatkan kualitas sumber daya manusia di rumah sakit yaitu dengan cara

memberikan pelatihan dan kemudian melakukan supervisi termasuk kepada

perawat.

Ruang lingkup kerja perawat di Rumah Sakit salah satunya adalah menangani

kasus gawat darurat. Kemampuan minimal pelayanan perawat gawat darurat di

Indonesia berdasarkan pedoman kerja Depkes adalah membuka dan

membebaskan jalan nafas (airway), membersihkan ventilasi pulmoner dan

oksigenasi (breathing), memberikan resusitasi jantung paru, menghentikan

perdarahan, dan balut bidai.

Tidak semua pelayanan kegawatdaruratan memiliki sertifikat yang masih

berlaku, padahal dalam standar Key Performance Indicator (KPI) IGD, seluruh

pemberi layanan kegawatdaruratan harus memiliki sertifikat yang masih

berlaku (ATLS/BTLS/ACLS/PPGD). Hal ini membuat kinerja tenaga

kesehatan yang bekerja khususnya perawat gawat darurat, kurang terjaga

kualitasnya, sehingga tidak seluruh pelanggan terpuaskan, padahal dalam

STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung


3

standar KPI IGD 100% pelanggan harus terpuaskan dengan pelayanan yang

diberikan (Gerry, 2015).

Dalam menangani kasus gawat darurat ini perawat tentunya diharapkan

memiliki kecakapan dan keterampilan yang profesional. Kinerja perawat yang

buruk dikhawatirkan bisa berdampak terhadap kondisi pasien yang semakin

memburuk, sehingga dengan adanya penurunan kinerja perawat bisa

mempengaruhi mutu layanan kesehatan. Kinerja perawat bisa dilihat dari

indikator kematian pasien serta kemampuan menangani kasus life saving dari

pasien (Tim IGD RSSA, 2012).

Salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas kinerja perawat adalah melalui

kegiatan pelatihan-pelatihan yang dilakukan terhadap perawat. Salah satu jenis

pelatihan yang dapat diikuti perawat adalah pelatihan Penanganan Pasien

Gawat Darurat (PPGD) (Elizar, 2013).

Pelatihan Penanganan Pasien Gawat Darurat adalah salah satu upaya pelayanan

kesehatan yang mendapat prioritas untuk dikembangkan adalah meningkatkan

upaya penanggulangan penderita gawat darurat baik dalam keadaan sehari-

hari maupun dalam keadaan bencana. Salah satu tugas yang harus dikuasai

petugas kesehatan adalah penanganan kasus gawat darurat untuk kasus trauma

ataupun non trauma. Untuk menguasainya telah disusun pelatihan yang

bertujuan meningkatkan kompetensi perawat/bidan khususnya di bidang

kegawatdaruratan medis. Setelah mengikuti pelatihan ini petugas kesehatan

diharapkan mampu menangani pasien, meningkatkan waktu tanggap pada

penanganan kasus-kasus dengan kegawatdaruratan medis dan meningkatkan

STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung


4

koordinasi, komunikasi dan kerjasama antara perawat dan petugas kesehatan

lainnya sehingga dapat mengurangi angka kematian pasien kasus gawat darurat

Dampak akibat kurangnya perawat yang mengikuti pelatihan membuat

pelayanan kesehatan pasien menjadi belum maksimal sehingga para perawat

yang setiap hari melayani pasien hanya menggunakan ilmu dasar yang mereka

peroleh sewaktu mereka menempuh pendidikan (BPPSDM, 2014).

Rumah Sakit Umum Daerah Ahmad Yani Metro merupakan Rumah Sakit

milik pemerintah daerah yang memberikan pelayanan kesehatan kepada

masyarakat. Rumah sakit ini memiliki tipe B denganjumlah perawat

sebanyak300 orang. Rumah sakit adalah sarana yang dibutuhkan masyarakat

untuk mendapatkan sutu pelayanan salah satunya adalah pelayanan tindakan

gawat darurat. Pelayanan gawat darurat ini difokuskan di Ruang Unit Gawat

Darurat (IGD) dan Intensive Care Unit (ICU). Perawat yang bertugas di

ruangan ini senantiasa harus bertindak cepat dan tepat demi menyelamatkan

nyawa pasien dan menghindari kecacatan.

Data survei yang dilakukan oleh bagian pengembangan mutu pelayanan RSU

Ahmad Yani Metro tentang indeks kepuasan masyarakat guna melihat mutu

dan penilaian kinerja berdasarkan prosedur pelayanan, kedisiplinan,

kemampuan petugas dan kecepatan pelayanan diperoleh hasil pelayanan yang

tidak sesuai harapan masyarakat dimana pelayanan keperawatan mendapat nilai

2,45 yang berarti masuk dalam kategori kurang baik. Dari hasil tersebut

menunjukkan bahwa kompetensi dan kinerja perawat rendah sehingga

STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung


5

mengakibatkan menurunnya mutu pelayanan di RSUD Ahmad Yani Metro

(Kabid Yankes RSUD Ahmad Yani Metro, 2017).

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan peneliti di RSUD Ahmad Yani

Metro pada Bulan Februari 2019terhadap 15 perawat didapati 53% ada

beberapa perawat yang belum pernah dan jarang melakukan tindakan

keperawatan gawat darurat dalam hal mengelola kasus henti jantung, membuka

jalan nafas, menolong persalinan pasien dalam keadaan gawat darurat dan

masih ada perawat yang tidak menjelaskan prosedur keperawatan kepada

pasien sebelum melakukan asuhan keperawatan. Keterampilan yang jarang dan

tidak pernah dilakukan membuat lambatnya tindakan pelayanan dan perawat

kurang kompeten dalam melakukan tindakan keperawatan pada saat

menghadapi kasus tersebut.

Jumlah perawat di RSUD Ahmad Yani Metro yang sudah mendapat pelatihan

PPGD adalah 28 orang yang terdiri dari 20 orang dari ruang IGD, 8 orang dari

ruang ICU, sedangkan yang belum mengikuti pelatihan sebanyak 14 orang. Hal

ini masih kurang perawat yang mengikuti pelatihan PPGD bila dibandingkan

dengan jumlah perawat yang ada di ruang ICU dan IGD. Hasil wawancara

dengan 3 perawat yang belum pernah mengikuti pelatihan PPGD dikarenakan

faktor biaya yang mahal dan keterbatasan waktu mereka.

Hasil wawancara dengan Kepala Bidang keperawatan dan Kebidanan RSUD

Ahmad Yani Metro pada tanggal 25 Maret 2019, mengatakan bahwa setiap

tahun sudah ada pengajuan sebanyak 24perawat untuk mengikuti diklat tertentu

STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung


6

namun perawat yang dikirim untuk mengikuti diklat tidak sesuai dengan

perencanaan dan kadang tidak bisa terlaksana karena faktor biaya.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Elizar (2013) yang berjudul,” Pengaruh

Pelatihan Penanganan Pasien Gawat darurat (PPGD) terhadap Kinerja Perawat

di Unit Gawat Darurat (IGD) dan Intensive Care Unit (ICU) Rumah Sakit

Umum Daerah Nagan Raya”, hasil penelitian diperoleh ada hubungan antara

pelatihan PPGD dengan kinerja perawat,p = 0,012 (p < 0,05).

Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Juliati (2015) yang

berjudul,”Hubungan Pelatihan terhadap Kinerja Perawat Pelaksana di Rumah

Sakit Pertamedika Pangkalan Brandan”, hasil analisis antara variabel pelatihan

dan kinerja perawat pelaksana mempunyai hubungan yang bermakna yang

ditandai dengan nilai p = 0,000 (p < 0,05).

Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti tertarik untuk meneliti tentang

hubungan Pelatihan Penanganan Pasien Gawat Darurat (PPGD) terhadap

Kinerja Perawat di Unit Gawat Darurat (IGD) dan Intensive Care Unit (ICU)

Rumah Sakit Umum Daerah Ahmad Yani Metro.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian tersebut, peneliti merumuskan masalah penelitian yaitu:

Apakah ada hubungan pelatihan PPGD terhadap kinerja perawat di IGD dan

ICU RSUD Ahmad Yani Metro?

STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung


7

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk menjelaskan hubungan pelatihan PPGD terhadap kinerja perawat di

IGD dan ICU RSUD Ahmad Yani Metro.

2. Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi distribusi frekuens ikinerja perawat di IGD dan ICU

RSUD Ahmad Yani Metro

b. Mengidentifikasidistribusi frekuensi perawat yang mengikuti pelatihan

PPGD

c. Menjelaskan hubungan pelatihan PPGD terhadap kinerja perawat di

IGD dan ICU RSUD Ahmad Yani Metro

D. Ruang Lingkup

Dalam rancangan ini peneliti membatasi ruang lingkup penelitian yaitu: jenis

penelitian ini adalah kuantitatif korelatif dengan pendekatan cross sectional.

Subjek penelitian yaitu perawat IGD dan ICU RSUD Ahmad Yani Metro.

Penelitian akan dilaksanakan pada BulanMei 2019 di RSUD Ahmad Yani

Metro.

STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung


8

E. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi pengembangan

teori disiplin ilmukesehatan masyarakat khususnya yang menyangkut

kinerja petugas kesehatan.

2. Manfaat Aplikatif

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan

dalam upaya peningkatan kinerja perawat di RSUD Ahmad Yani Metro.

b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan salah satu rujukan dalam

pengembangan penelitian selanjutnya.

STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung


9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Kinerja

1. Pengertian Kinerja

Kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau

sekelompok orang dalam satu organisasi sesuai wewenang dan tanggung

jawabnya masing-masing dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi

secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai moral maupun etika

(Nursalam, 2015).

Kinerja adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu

kegiatan/program/kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan

visi organisasi (Nikolaus, 2017).

Berdasarkan beberapa pengertian diatas penulis menyimpulkan kinerja

adalah sesuatu yang dicapai oleh seseorang sesuai dengan target yang

ditentukan.

2. Faktor yang mempengaruhi kinerja

Menurut Wirawan (2009) dalam Elizar (2013), faktor yang mempengaruhi

kinerja pegawaimeliputi ; faktor internal pegawai, faktor lingkungan internal

organisasi, faktorlingkungan eksternal organisasi.

a. Faktor Internal Pegawai

Yaitu faktor- faktor dari dalam diri pegawai yang merupakan faktor

bawaandari lahir dan faktor yang diperoleh ketika ia berkembang.

STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung


10

Faktor- faktorbawaan, misalnya bakat, sifat pribadi, serta keadaan fisik

dan kejiwaan.Sementara itu, faktor- faktor yang diperoleh, misalnya

pengetahuan, pendidikan, pelatihan, keterampilan, etos kerja,

pengalaman kerja, danmotivasi kerja. Setelah dipengaruhi oleh

lingkungan internal organisasi danlingkungan eksternal, faktor internal

pegawai ini menentukan kinerja pegawai.

b. Faktor Lingkungan Internal Organisasi

Dalam melakukan tugasnya, pegawai memerlukan dukungan organisasi

tempat ia bekerja. Dukungan tersebut sangat mempengaruhi tinggi

rendahnya kinerja pegawai, misalnya penggunaan teknologi oleh

organisasi. Faktor internal organisasi lainnya misalnya strategi

organisasi, dukungan sumber daya yang diperlukan untuk melaksanakan

pekerjaan, serta sistem manajemen dan kompetensi. Oleh karena itu,

manajemen organisasi harus menciptakan lingkungan internal organisasi

yang kondusif sehingga dapat mendukung dan meningkatkan

produktivitas karyawan

c. Faktor Lingkungan Eksternal Organisasi

Faktor-faktor lingkungan eksternal organisasi adalah keadaan, kejadian,

atau situasi yang terjadi di lingkungan eksternal organisasi yang

mempengaruhi kinerja karyawan. Misalnya situasi ekonomi, politik,

kehidupan sosial, budaya dan agama, dan daya saing.

STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung


11

3. Kinerja Perawat

Berdasarkan penelitian Ali dalam Desri (2008) menyatakan, kinerja perawat

merupakan aplikasi pengetahuan dan kemampuan yang telah diterima

selama mengikuti pendidikan sebagai perawat untuk dapat menerapkan ilmu

dalam memberikan pelayanan dan mempunyai tanggungjawab dalam

meningkatkan derajat kesehatan dan melayani pasien sesuai dengan tugas,

fungsi dan kompetensi yang dimiliki. Menurut Sulistyowati (2012),

penilaian kinerja perawat harus dilakukan sesuai dengan tingkat ilmu dan

kompetensi yang dimiliki dengan mengacu pada standar praktek

keperawatan dimana hasil dari penilaian kinerja disesuaikan dengan visi dari

rumah sakit yang berdampak pada kinerja rumah sakit. Sementara itu,

DeLucia, Ott, & Palmieri (2009) menjelaskan kinerja dari keperawatan

dapat dilakukan melalui tiga ukuran yaitu kompetensi, tugas spesifik

perawat dan nursing-sensitive quality indicator. Kinerja perawat adalah

kemampuan dan keterampilan yang berkaitan dengan uraian tugas seorang

perawat yang berdasarkan pada lima proses standar asuhan keperawatan

(Potter &Perry, 2002). Dewan pimpinan pusat PPNI pada tahun 1996 telah

menyusun standar evaluasi praktek keperawatan dengan mengacu pada

standar asuhan keperawatan mulai dari tahap pengkajian, diagnosa,

perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi keperawatan

4. Penilaian Kinerja Perawat

Penilaian kinerja menjadi salah satu alat yang baik dan dapat dipercaya yang

dilakukan oleh seorang pemimpin untuk dapat mengontrol karyawan dan

STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung


12

mempengaruhi produktifitas kerja. Penilaian kinerja merupakan sebuah

proses untuk melihat dan menyesuaikan hasil kerja seseorang pada sebuah

organisasi dengan menggunakan sebuah instrumen penilaian kinerja (Ilyas,

2002). Sementara Huber (2010) menyatakan bahwa penilaian kinerja

(performance appraisal) merupakan proses untuk melakukan evaluasi

terhadap hasil dari pekerjaan orang lain. Penilaian kinerja dilakukan secara

efektif dan efisien untuk memberikan arahan perilaku dari karyawan dalam

melakukan pekerjaan agar menghasilkan kualitas jasa pelayanan yang baik

sehingga dapat meningkatkan mutu pelayanan kesehatan (Satria, 2013).

Penilaian kinerja perawat adalah sebuah proses dimana pencapaian kinerja

individu atau kelompok diukur dan di evaluasi serta dibandingkan dengan

standar yang telah ditentukan (Ellis & Hartley, 2012). Proses penilaian

kinerja perawat sebaiknya dilakukan secara efektif dalam mengarahkan

perilaku pegawai dalam rangka menghasilkan jasa keperawatan yang

mempunyai kualitas yang baik (Depkes RI, 2002).

Manfaat dari penilaian kinerja dapat digunakan untuk memperbaiki proses

kerja, prestasi kerja, peningkatan kompensasi, melihat kebutuhan untuk

melakukan diklat keterampilan dan mengevaluasi hasil kerja dengan standar

yang telah ditetapkan. Kegunaan tersebut mengharuskan penilaian kinerja

mampu memberikan gambaran yang akurat dan obyektif mengenai prestasi

kerja karyawan (Mudayana, 2010).

STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung


13

Dalam menilai kinerja bawahan diperlukan alat evaluasi. Menurut

Henderson (1984) dalam Nursalam (2012) alat yang digunakan untuk

menilai kinerja bawahan antara lain:

a. Laporan tanggapan bebas

Pimpinan atau atasan diminta komentar kualitas pelaksanaan kerja

bawahan dalam jangka waktu tertentu. Karena tidak ada petunjuk

sehubungan dengan apa yang harus dievaluasi, sehingga penilaian

cenderung menjadi tidak sah. Alat ini kurang objektif karena

mengabaikan satu atau lebih aspek penting, dimana penilaian berfokus

pada salah satu aspek.

b. Checklist pelaksanaan kerja

Checklist terdiri dari kriteria pelaksanaan kerja untuk tugas-tugas paling

penting dalam deskripsi kerja karyawan, dengan lampiran formulir

dimana penilai dapat menyatakan apakah bawahan memperlihatkan

tingkah laku yang diinginkan atau tidak.

Kualitas pemberian asuhan keperawatan dapat dilihat dari bagaimana

pendokumentasian yang dilakukan secara lengkap dan akurat. Kegiatan

pendokumentasian meliputi keterampilan komunikasi dan keterampilan

mendokumentasikan proses keperawatan sesuai dengan standar asuhan

keperawatan.

STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung


14

B. Pelatihan

1. Pengertian

Pelatihan (training) merupakan investasi organisasi yang penting dalam

sumber daya manusia. Pelatihan melibatkan segenap sumber daya manusia

untuk mendapatkan pengetahuan dan keterampilan pembelajaran sehingga

segera akan dapat menggunakannya dalam pekerjaan. Pada dasarnya

pelatihan diperlukan karena adanya kesenjangan antara keterampilan

pekerja sekarang dengan keterampilan yang dibutuhkan untuk menempati

posisi baru (Wibowo, 2012).

Pelatihan menurut Mangkuprawira (2013) adalah sebuah proses

mengajarkan pengetahuan dan keahlian tertentu serta sikap agar seseorang

semakin terampil dan mampu melaksanakan tanggung jawab dengan

semakin baik, sesuai dengan standar.

2. Tujuan Pelatihan

Adapun tujuan pelatihan adalah sebagai berikut :

a. Meningkatkan produktivitas kerja

b. Meningkatkan mutu kerja

c. Meningkatkan ketepatan dalam human resources planning

d. Meningkatkan moral kerja

e. Menjaga kesehatan dan keselamatan kerja

f. Menunjang pertumbuhan pribadi (personal growth) (Asꞌad, 2003).

STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung


15

3. Mengintegrasikan Pelatihan, Kinerja

Faktor kunci dalam strategi program pelatihan adalah memastikan bahwa

hasil yang diharapkan mampu menyelesaikan pekerjaannya dan atas

prestasinya mendapatkan imbalan. Apabila pekerja memperluas usaha untuk

belajar keterampilan dan pengetahuan baru dan diharapkan melaksanakan

pembelajaran dalam pekerjaan, mereka perlu diberi insentif dan pengakuan

atas kinerja apabila dicapai (Wibowo, 2012).

C. Pelatihan Penanggulangan Penderita Gawat darurat

1. Pengertian

Penanggulangan Penderita Gawat Darurat (PPGD) merupakan suatu

pertolongan yang cepat dan tepat untuk mencegah kematian maupun

kecatatan. Berasal dari istilah critical ill patient (pasien kritis/gawat) dan

emergency patient (pasien darurat) (Azis, 2012).

Pelatihan penanggulangan penderita gawat darurat merupakan pelatihan

yang menyangkut pengetahuan dan ketrampilan untuk penanganan pertama

dalam menghadapi kegawatdaruratan serta ditujukan bagi tenaga kesehatan

baik dokter maupun perawat dan kalangan umum yang peduli dan mau

belajar untuk menghadapi dan menangani kasus gawat darurat selaras

dengan sistem kesehatan nasional (RSUD Dr. Sutomo, 2011).

2. Tujuan Penanggulangan Penderita Gawat Darurat (PPGD)

Adapun tujuan dari Penanggulangan Penderita Gawat Darurat

(PPGD)adalah (Azis, 2012) :

STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung


16

a. Mencegah kematian dan cacat (to save life and limb) pada penderita

gawat darurat, hingga dapat hidup dan berfungsi kembali dalarn

masyarakat sebagaimana mestinya.

b. Merujuk penderita gawat darurat melalui sistem rujukan untuk

memperoleh penanganan yang lebih memadai.

c. Menanggulangi korban bencana.

3. Ruang Lingkup Materi Penanggulangan Penderita Gawat Darurat

(PPGD)

Ruang lingkup materi Penanggulangan Penderita Gawat Darurat (PPGD)

berdasarkan AHA 2015 meliputi:

a. Melakukan 3A (Aman)

Sebelum melakukan pertolongan harus diingat bahwa tidak jaranganda

memasuki keadaan yang berbahaya. Selain resiko infeksi, anda juga

dapat menjadi korban jika tidak memperhatikan kondisi sekitar pada

saat melakukan pertolongan. Maka ada beberapa hal yang harus

dilakukan penolong pada korban yaitu :

1) Aman diri, keamanaan sendiri merupakanprioritas utamakarena

bagaimana kita dapat melakukan pertolongan jika kondisi kita

sendiri berada dalam bahaya. Penolong menggunakan alat

perlindungan diri.

2) Aman lingkungan, mengamankan pasien dan diri kita dari

lingkungan sekitar yang membahayakan.

STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung


17

3) Aman penderita, melihat keadaan pasien apakah indikasi cidera

fraktur servikal.

b. Melakukan Primary Survey, tanpa dukungan alat bantu

diagnostikkemudian dilanjutkan dengan Secondary Survey.

c. Menggunakan tahapan ABCDE

Pada 2015, AHA (American Hearth Association) mengumumkan

perubahan prosedur CPR (Cardio Pulmonary Resuscitation) yang

sebelumnya menggunakan A-B-C (Airway – Breathing -

Circulation)sekarang menjadi C-A-B (Circulation - Airway -

Breathing).

Namun perubahan yang ditetapkan AHA tersebut hanyaberlaku pada

orang dewasa, anak, dan bayi. Perubahan tersebut tidak berlaku pada

neonatus.Perubahan tersebut menurut AHA adalah mendahulukan

pemberian kornpresi dada daripada membuka jalan napas dan

memberikan napas buatan pada penderita henti jantung. Hal ini

didasarkan pada pertimbangan bahwa teknik kompresi dada lebih

diperlukan untukmensirkulasikan sesegera mungkin oksigen keseluruh

tubuh terutama organ-organ vital seperti otak, paru-paru, jantung dan

lain-lain.Menurut penelitian AHA, beberapa menit setelah penderita

mengalami henti jantungmasih terdapat oksigen pada paru-paru dan

sirkulasi darah. Oleh karena itu memulaikompresi dada lebih dahulu

diharapkan akan memompa darah yang mengandung oksigen keotak

dan jantung sesegera mungkin. Kompresi dada dilakukan pada tahap

STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung


18

awal selama 30detik sebelum melakukan pembukaan jalan napas

(airway) dan pemberian napas buatan(breathing) seperti prosedur yang

lama.

1) A : Airway management

a) Pengertian : tindakan yang dilakukan untuk membebaskan jalan

napas dengan tetap memperhatikan kontrol servikal

b) Tujuan : membebaskan jalan napas untuk menjamin jalan

masuknya udara ke paru secara normal sehingga menjamin

kecukupan oksigenase tubuh

c) Pemeriksaan Jalan Napas :

L = Look/Lihat gerakan nafas atau pengembangan dada, adanya

retraksi sela iga, warna mukosa/kulit dan kesadaran

L = Listen/Dengar aliran udara pernafasan

F = Feel/Rasakan adanya aliran udara pernafasan dengan

menggunakan pipi penolong.

Cara pemeriksaan Look-Listen-Feel (LLF) dilakukan secara

simultan. Cara ini dilakukan untuk memeriksa jalan nafas dan

pernafasan.

d) Tindakan

Membuka jalan nafas dengan proteksi cervikal

(1) Chin Lift maneuver (tindakan mengangkat dagu)

(2) Jaw thrust maneuver (tindakan mengangkat sudut rahang

bawah)

STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung


19

(3) Head Tilt maneuver (tindakan menekan dahi)

Cara ini dilakukan bila pengelolaan jalan nafas tanpa alat tidak

berhasil dengan sempurna dan fasilitas tersedia.

Peralatan dapat berupa :

(1) Pemasangan Pipa (tube)

Dipasang jalan nafas buatan dengan pipa, bisa berupa pipa

orofaring (mayo), pipa nasofaring atau pipa endotrakea

tergantung kondisi korban.

(2) Penggunaan pipa orofaring dapat digunakan untuk

mempertahankan jalan nafas tetap terbuka dan menahan

pangkal lidah agar tidak jatuh ke belakang yang dapat

menutup jalan nafas terutama bagi penderita tidak sadar

(3) Pemasangan pipa endotrakea akan menjamin jalan nafas

tetap terbuka, menghindari aspirasi dan memudahkan

tindakan bantuan pernafasan.

(4) Pengisapan benda cair (suctioning)

Bila terdapat sumbatan jalan nafas oleh benda

cair.Pengisapan dilakukan dengan alat bantu pengisap

(pengisap manual atau dengan mesin). Pada penderita

trauma basis cranii maka digunakan suction yang keras

untuk mencegah suction masuk ke dasar tengkorak

STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung


20

(5) Membersihkan benda asing padat dalam jalan nafas

Bila pasien tidak sadar terdapat sumbatan benda padat di

daerah hipofaring maka tidak mungkin dilakukan sapuan

jari, maka digunakan alat bantu berupa : laringoskop, alat

pengisap, alat penjepit.

(6) Membuka jalan nafas

Dapat dilakukan krikotirotomi atau trakeostomi. Cara ini

dipilih bila pada kasus yang mana pemasangan pipa

endotrakeal tidak mungkin dilakukan, dipilih tindakan

krikotirotomi dengan jarum. Untuk petugas medis yang

terlatih, dapat melakukan krikotirotomi dengan pisau atau

trakeostomi

2) B : Breathing management

Memperbaiki fungsi ventilasi dengan cara memberikan pernafasan

buatan untuk menjamin kebutuhan oksigen dan pengeluaran gas

CO2.

a) Tujuan : Menjamin pertukaran udara di paru-paru secara

normal.

b) Diagnosis : Ditegakkan bila pada pemeriksaan dengan

menggunakan inspeksi (rate,ritme, bentuk pernafasan, sapakah

simetris atau tidak, dan adanya tanda dispneu), auskultasi

STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung


21

(bising nafas vesikuler, tanpa ronchi) dan perkusi (pada daerah

paru selalu sonor, pada daerah jantung menjadi pekak/dull,

diatas lambung timpani dan perkusi harus simetris kiri kanan).

c) Tindakan

Tanpa Alat : Memberikan pernafasan buatan dari mulut ke

mulut atau dari mulut ke hidung sebanyak 2 (dua) kali tiupan

awal dan diselingi ekshalasi.

Dengan Alat : Memberikan pernafasan buatan dengan alat

“Ambu bag” (self inflating bag) yang dapat pula ditambahkan

oksigen. Dapat juga diberikan dengan menggunakan ventilator

mekanik (ventilator/respirator)

3) C : Circulation management

a) Tindakan yang dilakukan untuk mengembalikan fungsi sirkulasi

tubuh yang tadinya terhenti atau terganggu

b) Tujuan : agar sirkulasi darah kembali berfungsi normal

c) Diagnosis :

Gangguan sirkulasi yang mengancam jiwa terutama jika terjadi

henti jantung dan syok

Diagnosis henti jantung ditegakkan dengan tidak adanya denyut

nadi karotis dalam waktu 5 – 10 detik. Henti jantung dapat

disebabkan kelainan jantung (primer) dan kelainan di luar

STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung


22

jantung (sekunder) yang harus segera dikoreksi. Diagnosis syok

secara cepat dapat ditegakkan apabila:

i. tidak teraba atau melemahnya nadi radialis/nadi karotis,

ii. pasien tampak pucat,

iii. ekstermitas teraba dingin,

iv. berkeringat dingin dan memanjangnya waktu pengisian

kapiler (capilary refill time > 2 detik).

4) D : Drug, Defibrilator, Disability

Menilai adanya gangguan fungsi otak dan kesadaran (penurunan

suplai oksigen ke otak)

a) Tujuan : Untuk mengembalikan fungsi sirkulasi dan mengatasi

keadaan gawat darurat lainnya dengan menggunakan obat-

obatan dan mengetahui fungsi otak/ kesadaran dengan

metodeAVPU dan GCS.

b) Pemberian obat-obatan adalah orang yang kompeten di

bidangnya (dokter atau tenaga terlatih di bidang gawat darurat).

Untuk dapat mengetahui fungsi otak/ kesadaran dengan metode

AVPU dan GCS

Metode AVPU :

Penilaian sederhana ini dapat digunakan secara cepat

STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung


23

- Alert/Awas: Kondisi dimana korban sadar, meskipun

mungkin masih dalam keadaan bingung terhadap apa yang

terjadi.

- Verbal/Suara: Kondisi dimana korban merespon terhadap

rangsang suara yang diberikan. Oleh karena itu, si penolong

harus memberikan rangsang suara yang nyaring ketika

melakukan penilaian pada tahap ini.

- Pain/Nyeri: Kondisi dimana korban merespon terhadap

rangsang nyeri yang diberikan oleh penolong. Rangsang

nyeri dapat diberikan melalui penekanan dengan keras di

pangkal kuku atau penekanan dengan menggunakan sendi jari

tangan yang dikepalkan pada tulang sternum/tulang dada.

Namun, pastikan bahwa tidak ada tanda cidera di daerah

tersebut sebelum melakukannya.

- Unresponsive/tidak respon: Kondisi dimana korban tidak

merespon semua tahapan yang ada di atas

Metode GCS:

Metode Penilaian Derajat Skala Koma Glasgow GCS (Glasgow

ComaScale- Score). Penilaian ini dipakai lebih lanjut. Respon

yang diberikan pada penderitaadalah respon nyeri berupa :

- E-SCORE: Kemampuan membuka mata/eye opening

responses)

STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung


24

4 : membuka mata spontan (normal)

3 : dengan kata-kata akan membuka mata bila diminta

2 : membuka mata bila diberikan rangsangan nyeri

1 : tidak membuka mata walaupun dirangsang nyeri

- V SCORE: Memberikan respon jawaban secara verbal/verbal

responses)

5 : memiliki orientasi baik karena dapat memberi

jawabandengan baik dan benar pada pertanyaan-pertanyaan

yang diajukan(nama, umur, dll)

4 : memberikan jawaban pada pertanyaan tetapi

jawabannyaseperti bingung (confused conservation)

3 : memberikan jawaban pada pertanyaan tetapi

jawabannyahanya berupa kata-kata yang tidak jelas

(inappropriate words)

2 : memberikan jawaban berupa suara yang tidak jelas

bukanmerupakan kata (incomprehensible sounds)

1 : tidak memberikan jawaban berupa suara apapun

- M-SCORE(menilai respon motorik ekstremitas/motor

responses)

6 : dapat menggerakkan seluruh ekstremitas sesuai

denganpermintaan

STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung


25

5 :dapat menggerakkan ekstremitas secara terbatas karena

nyeri(localized pain)

4 : respon gerakan menjauhi rangsang nyeri (withdrawal)

3 : respons gerak abnormal berupa fleksi ekstremitas.

2 : respons gerak abnormal berupa gerak ekstensi

1 : tidak ada respons berupa gerak

5) E : Exposure

Kontrol Lingkungan (Exposure/ environmental )

Buka baju penderita lihat kemungkinan cedera yang timbul tetapi

cegah hipotermi/kedinginan.

d. Resusitasi pada kasus dengan henti napas dan henti jantung

Pada kasus-kasus tanpa henti napas dan henti jantung, maka upaya

penanganan harus dilakukan untuk mencegah keadaan tsb, misal pasien

koma dan pasien dengan trauma inhalasi atau luka bakar grade II-III

pada daerah muka dan leher.

Cara melakukan RJP :

1) Penderita harus berbaring terlentang di atas alas yang keras.

Posisipenolong berlutut di sisi korban sejajar dengan dada

penderita.

2) Penolong meletakkan bagian yang keras telapak tangan

pertamapenolong di atas tulang sternum di tengah dada di antara

STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung


26

keduaputing susu penderita (2-3 jari di atas prosesus Xihoideus)

danletakkan telapak tangan kedua di atas telapak tangan

pertamasehingga telapak tangan saling menumpuk. Kedua lutut

penolongmerapat, lutut menempel bahu korban, kedua lengan tegak

lurus,pijatan dengan cara menjatuhkan berat badan penolong ke

sternum.

3) Tekan tulang sternum sedalam 4-5 cm (1 ½ - 2 inci)

kemudianbiarkan dada kembali normal (relaksasi). Waktu kompresi

danrelaksasi dada diusahakan sama. Jika ada dua penolong,

penolongpertama sedang melakukan kompresi maka penolong

kedua sambilmenunggu pemberian ventilasi sebaiknya meraba

arteri karotisuntuk mengetahui apakah kompresi yang dilakukan

sudah efektif.Jika nadi teraba berarti kompresi efektif.

4) Setelah 30 kali kompresi dihentikan diteruskan dengan pemberian

ventilasi 2 kali (1 siklus = 30 kali kompres dan 2 kali ventilasi).

Setiap 5 siklus dilakukan monitoring denyut nadi dan pergantian

posisipenolong jika penolong lebih dari satu orang.

5) Jika terpasang ETT maka tidak menggunakan siklus 30 : 2 lagi.

Kompresi dilakukan dengan kecepatan 100 kali/menit tanpa

berhenti dan ventilasi dilakukan 8-10 kali/menit. Setiap 2 menit

dilakukan pergantian posisi untuk mencegah kelelahan.

e. Menghentikan Perdarahan

STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung


27

Cara :

1) Menekan dengan jari tangan

2) Penekanan dengan kain bersih/sapu tangan pada luka

3) Balut tekan

4) Torniket- hanya dalam keadaan tertentu

5) Menekan dengan jari tangan

Pembuluh darah yang terdekat dengan permukaan kulit ditekan

dengan jari. Dengan menekan pembuluh darah antara jari dan tulang,

maka pembuluh darah akan berhenti.

Pada satu sisi manusia terdapat 6 titik pembuluh darah yang dapat

ditekan dengan jari : Arteri temporalis Superficialis, Arteri

Subclavia, Arteri Femoralis, Arteri Femoralis, Arteri Fasialis, Arteri

Carotis Kommunis, Arteri Brachialis

6) Penekanan dengan kain bersih/sapu tangan pada luka

a) Sapu tangan yang sudah disterilkan dan belum dipakai lipatan

bagian dalam dianggap bersih

b) Letakkan bagian yang bersih tersebut langsung diatas luka dan

tekanlah

c) Perdarahan dapat berhenti dan pencemaran oleh kuman-kuman

dapat dihindarkan

7) Balut tekan

8) Torniket

Pemasangan torniket hanya pada keadaan tertentu, yaitu apabila

STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung


28

anggota badan atas (lengan) atau anggota badan bawah (kaki)

terputus :

a) tutup ujung tungkai yang putus dengan kain yang bersih

b) bagian yang putus dimasukkan kekantong plastik yang berisi es

salanjutnya dibawa bersama-sama korban ke rumah sakit

f. Syok / Shock

1) Tanda-tandanya :

a) Kulit ; pucat, dingin, basah

b) Gelisah

c) Haus

d) Hitungan denyut nadi lebih dari 100 kali permenit

e) Nafas cepat

f) Orang-orangan mata (pupil) melebar

2) Tindakan:

a) Tidurkan korban terlentang dengan kaki lebih tinggi daripada

kepala

b) Kendorkan pakaian korban

c) Badan ditutupi dengan selimut

d) Jangan diberi minum, letakkan korban terlentang lurus bila

ditemukan tanda-tanda kemungkinan patah tulang, penanganan

shock seperti penanganan PPGD dengan tetap

STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung


29

mempertimbangkan ABC. Penatalaksanaan pasien syock di bahas

dalam Advanced Life Support.

g. Balut Bidai

1) Balut

a) Tujuan : Mencegah/menghindari terjadinta pencemaran kuman

kedalam suatu luka

b) Alat: kain segitiga, perban, balut cepat, balut bertekanan

2) Bidai

Alat yang dipakai untuk mempertahankan kedudukan(fiksasi)

tulang yang patah.

a) Tujuan : mencegah pergerakan tulang yang patah

b) Syarat : Bidai harus dapat mempertahankan dua sendi tulang

didepan tulang yang patah. Tidak boleh terlalu kencang dan

ketat, karena akan merusak jaringan tubuh.

h. Transportasi

Transportasi adalah proses memindahkan kasus gawat darurat dari satu

tempat ketempat lain. Syarat : keadaannya stabil, jalan nafas dijamin

terbuka/bebas, monitor (pengawasan ketat) dari nadi dan pernafasan.

Alat :

1) Tenaga Manusia

a) Satu orang

STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung


30

Terutama untuk anggota pemadam kebakaran kalau menolong

korban yang tidak sadar didalam gedung yang terbakar atau

yang melewati jalan / lorong sempit. Catatan: Cara seperti ini

tidak boleh dilakukan pada penderita yang mengalami patah

tulang punggung.

b) Dua orang

Kedua tangan korban pada bahu penolong yang berdiri di kanan

dan dikiri, posisi setengah duduk pada keempat tangan penolong

dapat juga menggunakan kursi

c) Tiga orang,

Tiga penolong saling berhadapan dan berpegangan tangan

dibawah si korban

d) Empat orang

Empat penolong saling berhadapan dan berpegangan tangan

dibawah si korban

e) Enam orang ; cara mengangkat korban dengan menggunakan

kain sprei, terutama kalau ada kecurigaan adanya patah tulang

punggung.

2) Tandu kasur : Kasur, papan, dahan/bambu, matras

3) Kendaraan: Darat,laut,udara.

STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung


31

D. Kerangka Teori

Gambar 2.1. Kerangka Teori

Faktor-faktor yang
mempengaruhi kinerja:
Internal pegawai
1. Pengetahuan
2. Pendidikan
3. Pelatihan
4. Keterampilan
5. Etos kerja
6. Pengalaman kerja
7. Motivasi kerja
Kinerja Perawat
Internal organisasi
1. Strategi organisasi
2. Dukungan sumber
daya
3. Sistemmanajemen
4. Kompetensi

Eksternal organisasi
1. Situasi ekonomi
2. Politik
3. Kehidupan sosial
4. Budaya dan agama
5. Daya saing

Sumber: Wirawan (2009) dalam Elizar (2013)

STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung


32

E. Kerangka Konsep

Kerangka konseptual penelitian ini pada dasarnya dalah kerangka hubungan

konsep-konsep yang ingin diamati/diukur melalui penelitian-penelitian yang

akan dilakukan (Notoatmojo, 2010) dan untuk memberi arahan dalam

penelitian ini, maka kerangka konsep penelitian digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2.2. Kerangka Konsep

Pelatihan PPGD Kinerja Perawat

Variabel Independen Variabel Dependen

F. Hipotesis

Hipotesis penelitian yang diajukan dalam penelitian ini adalah :

1. Hipotesis Alternatif (Ha) : Ada hubungan pelatihan Penanganan Pasien

Gawat Darurat (PPGD) terhadap kinerja perawat di Unit Gawat Darurat

(IGD) dan Intensif Care Unit (ICU) Rumah Sakit Umum Daerah Ahmad

Yani Metro.

2. Hipotesis Nihil (Ho) : Tidak ada hubungan pelatihan Penanganan Pasien

Gawat Darurat (PPGD) terhadap kinerja perawat di Unit Gawat Darurat

(IGD) dan Intensif Care Unit (ICU) Rumah Sakit Umum Daerah Ahmad

Yani Metro.

STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung


33

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan merupakan penelitian kuantitatif yaitu

penelitian ilmiah karena menggunakan metode ilmiah yang memiliki kriteria

seperti berdasarkan fakta, bebas prasangka, menggunakan hipotesa,

menggunakan ukuran objektif (Aprina&Anita, 2016).

Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah korelatif, yaitu

mencari hubungan antara dua variabel atau lebih (Notoatmodjo, 2010).

Penelitian ini ingin mencari hubungan antara pelatihan PPGD terhadap

kinerja perawat di IGD dan ICU RSUD Ahmad Yani Metro.

Sedangkan metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

cross sectional, yaitu suatu penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi

antara faktor-faktor resiko dengan efek, dengan cara pendekatan, observasi

atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat (Point time approach)

(Notoatmodjo, 2010).

B. Variabel Penelitian

1. Variabel dependen

Variabel dependen adalah yang dipengaruhi atau menjadi akibat karena

variabel bebas (Hidayat, 2011).Variabel terikat dalam penelitian ini

adalah kinerja perawat IGD dan ICU RSU Ahmad Yani Metro.

STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung


34

2. Variabel Independen

Variabel independen adalah variabel yang menjadi sebab perubahan atau

timbulnya variabel dependen (Hidayat, 2011). Variabel bebas dalam

penelitian ini adalah pelatihan PPGD.

C. Definisi Operasional Variabel

Definisi Operasional adalah alat untuk membatasi ruang lingkup atau

pengertian variabel-variabel yang diteliti juga bermanfaat untuk mengarahkan

kepada pengukuran atau pengamatan terhadap variabel-variabel yang

bersangkutan serta pengembangan instrumen (Notoatmodjo, 2012).

N Variabel Definisi Alat ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala Ukur
o Operasional
1 Variabel Penampilan Lembarchec Pengisian lembar 0 = Kurang (0-10) Ordinal
Dependen: kerja dari klistSOP checklist SOP 1 = Terampil (11-
Kinerja seorang perawat dengan 20)
Perawat dalam menggunakan
melakukan skala Guttmann
tindakan dengan jawaban
kegawatdarurata benar skor 1, dan
n yang jawaban salah
berdasarkan skor 0.
SOP sesuai (Arikunto, 2013)
standar rumah
sakit.
2 Variabel Pelatihan Kuesioner Pengisian 0= belum Ordinal
Independen: kegawatdarurata kuesioner dengan pelatihan
Pelatihan n yang diikuti menunjukkan 1= sudah
PPGD oleh perawat sertifikat yang pelatihan
(BTCLS, masih berlaku
ACLS).

STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung


35

D. Subjek Penelitian

1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti

(Notoatmodjo, 2010). Populasi pada penelitian ini yaitu seluruh perawat

IGD dan ICU RSUD Ahmad Yani Metro sebanyak 42 orang.

2. Sampel

Sampel adalah objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi

(Notoatmodjo, 2010). Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh perawat

IGD dan ICU RSUD Ahmad Yani Metro. Besarnya sampel dalam

penelitian ini ditentukan dengan rumus Slovin sebagai berikut:

𝑁
𝑛 =
1 + N(e)2 -

Dimana:

N = jumlah elemen/anggota populasi

n = jumlah elemen/anggota sampel

e = error level (tingkat kesalahan).

Populasi yang terdapat dalam penelitian ini berjumlah 42 orang dan presisi

yang ditetapkan atau tingkat signifikasi 0,05, maka besarnya sampel pada

penelitian ini adalah:

42
𝑛 =
1 + 42. (0,05)2 -

= 38,0090 dibulatkan menjadi 38

Jadi, jumlah keseluruhan responden dalam penelitian adalah 38 perawat.

STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung


36

Berdasarkan keterangan diatas untuk menentukan populasi dan

sampelterdapat dua kriteria yaitu :

a. Kriteria Inklusi

Kriteria Inklusi adalah kriteria atau ciri-ciri yang perlu dipenuhi oleh

setiap anggota populasi yang dapat diambil sebagai sampel

(Notoatmodjo, 2010).

Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah:

1) Perawat yang bertugas di IGD dan ICU

2) Bersedia menjadi responden

b. Kriteria Eksklusi

Kriteria Eksklusi adalah karakteristik atau ciri-ciri anggota populasi yang

tidak dapat diambil sebagai sampel (Notoatmodjo, 2010).

Kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah:

1) Perawat yang sedang menjalani cuti selama penelitian berlangsung

2) Perawat yang ditugaskan pelatihan ke luar kota.

3. Cara Pengambilan Sampling

Teknik sampling merupakan cara-cara yang ditempuh dalam pengambilan

sampel agar memperoleh sampel yang benar-benar sesuai dengan

keseluruhan subjek penelitian (Nursalam, 2011).

Dalam penelitian ini teknik sampling yang digunakan adalah dengan cara

teknik accidental sampling. Accidental sampling yaitu pengambilan sampel

secara aksidental (accidental) dengan mengambil kasus atau responden

STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung


37

yang kebetulan ada atau tersedia di suatu tempat sesuai dengan konteks

penelitian (Notoatmodjo, 2010)

E. Waktu dan Tempat Penelitian

Lokasi penelitian akan dilakukan di RSUD Jenderal Ahmad Yani Metro pada

Bulan Mei 2019.

F. Etika Penelitian

Etika penelitian yaitu hak obyek penelitian dan yang lain yang harus

dilindungi. Beberapa prinsip dalam pertimbangan etikameliputi :

1. Informed Consent merupakan persetujuan antara peneliti dengan responden

penelitian dengan memberikan lembar persetujuan sebelum penelitian di

lakukan. Tujuan dari lembar persetujuan agar responden mengerti maksud

dan tujuan dari penelitian. Jika reponden bersedia maka responden

menandatangani informed consent

2. Anonimity (Tanpa nama)

Dalam penelitian ini tidak mencantumkan nama dalam lembar kuesioner

tujuannya adalah untuk menjaga identitas responden karena nama

berhubungan dengan data yang diberikan. Untuk menjaga kerahasiaan

identitas responden, responden tidak diharuskan untuk mencantumkan

nama pada lembar kuesioner atau nama dicantumkan dalam inisial huruf.

Kemudian lembar tersebut hanya diberi nomor kode tertentu.

STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung


38

3. Confidentiality (kerahasiaan)

Dalam penelitian ini menanamkan nilai-nilai kepercayaan kepada

responden bahwa data (informasi) yang diberikan akan dijaga

kerahasiaannya, dan hanya data tertentu yang akan dipublikasikan pada

hasil riset.

G. Instrumen dan Pengumpulan Data

1. Instrumen penelitian

Instrumen penelitian adalah pengumpulan data dengan cara apapundan

selalu di perlukan suatu alat (Notoatmodjo, 2010).

Instrumen penelitian ini adalah Standar Operasional Prosedur (SOP). SOP

adalah pedoman atau acuan untuk melaksanakan pekerjaan yang sesuai.

Standar Operasional Prosedur (SOP) digunakan untuk mengetahui kinerja

perawat melakukan tindakan BHD yang berbentuk checklist yang sesuai

dengan langkah-langkah BHD menurut AHA 2015.

Uji validitas dan reabilitas ini dilakukan kepada 20 perawat di RS Mardi

Waluyo Metro. Uji validitas instrumen penelitian menggunakan Person

Product Moment (r). Dasar pengambilan keputusan adalah valid jika r

hitung > r tabel, tidak valid jika r hitung < r tabel. Dalam penelitian ini,

peneliti melakukan uji validitas pada lembar checklist SOP yang berjumlah

20 item.

Hasil uji reabilitas digunakan untuk mengetahui apakah alat ukur yang

digunakan dapat dipercaya (Notoatmodjo, 2012). Item atau pertanyaan

STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung


39

dinyatakan realibel jika nilai alpha lebih besar dari p-value berdasarkan uji

reabilitas yang telah dilakukan terhadap 20 pertanyaan dalam kuesioner.

2. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan cara

observasi dengan alat instrumen SOP (Standar Operasional Prosedur) yang

dimodifikasi sendiri oleh penulis dan diisi dalam bentuk checklist.

Pengisisan kuesioner dibantu oleh enumerator yaitu kepala ruangan dan

ketua tim yang berpendidikan minimal S.Kep.Ners sebanyak 5 orang.

H. Metode Pengolahan dan Analisa Data

1. Metode Pengolahan data

Metode pengolahan data dilakukan melalui beberapa tahap, antara lain :

a. Editing yaitu melakukan pengecekan jawaban kuesioner, apakah jawaban

yang diberikan sudah lengkap. Editing dilakukan ditempat pengumpulan

data sehingga jika ada kekurangan dan dapat segera dilengkapi.

b. Coding yaitu merubah data dalam bentuk huruf menjadi angka untuk

mempermudah dalam analisis data. Setelah data terkumpul, masing-

masing jawaban diberi kode untuk memudahkan dalam analisis data.

Pemberian kode dalam penelitian ini:

- Kinerja dengan kode:

0 jika kurang terampil

1 jika terampil

- Pelatihan dengan kode:

0 jika belum pelatihan

STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung


40

1 jika sudah pelatihan

c. Data entry yaitu proses memasukkan data kedalam komputer untuk

dilakukan pengolahan data sesuai kriteria dengan menggunakan

pengolahan komputer.

d. Cleaning yaitu pengecekan kembali data untuk melihat kemungkinan

adanya kesalahan–kesalahan kode, ketidaklengkapan dan sebagainya,

kemungkinan dilakukan pembetulan atau koreksi (Notoatmodjo, 2011).

2. Analisa Data

a. Analisa Univariat

Analisis univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan

karateristik setiap variabal penelitian. Dalam analisis univariat hanya

menghasilkan distribusi frekuensi dan persentase dari tiap variabel

(Notoatmodjo,2011).

b. Analisa Bivariat

Analisis bivariat adalah suatu prosedur untuk menganalisa hubungan

antara dua variabel yaitu dengan melihat hubungan variabel independen

(pelatihan PPGD) dengan variabel dependen (kinerja perawat) akan

menggunakan uji Chi Square (Uji X 2) dengan tingkat kepercayaan 95%

(α:0,05) (Notoatmodjo, 2010).

Namun perlu diketahui syarat-syarat uji ini adalah : frekuensi responden

atau sampel yang digunakan besar , sebab ada beberapa syarat dimana

chi square dapat digunakan yaitu :

STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung


41

1) Bila tabel 2x2 dijumpai nilai ecpected (harapan) kurang dari 5, maka

yang digunakan adalah fisher’s exact test.

2) Bila tabel 2x2 dan tidak ada nilai ecpected (harapan) lebih besar dari 5

(0 cell), maka uji yang dipakai sebaliknya adalah contiuty correction.

3) Bila tabel lebih dari 2x2 misalnya 2x3, 3x3 dan seterusnya, maka

digunakan uji pearson Chi-square. Dengan syarat tidak lebih dari 20%

sell mempunyai nilai harapan lebih kecil dari 5 (<5)

I. Jalannya Penelitian

Langkah-langkah pengumpulan data dalam penelitian

1. Langkah persiapan

Langkah-langkah persiapan dalam penelitian adalah sebagai berikut :

1) Melakukan prasurvei penelitian

2) Menyerahkan permohonan izin yang diperoleh ke tempat penelitian

di RSUD Jenderal Ahmad Yani Metro.

2. Langkah Pelaksanaan

Langkah pelaksanaan mencakup pelaksanaan penelitian melalui tahapan

sebagai berikut:

1) Menyerahkan surat izin penelitian

2) Mendapatkan balasan surat izin penelitian

3) Melakukan persamaan persepsi tentang pengambilan data penelitian

bersama enumerator.

STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung


42

4) Memberikan informasi penelitian kepada responden (inform

consent) yang berisi tentang tujuan, alasan terpilih sebagai

responden, tata cara/prosedur, resiko dan manfaat penelitian

5) Setelah mendapatkan surat persetujuan setelah penjelasan, maka

peneliti atau enumerator melanjutkan pengumpulan data.

6) Setelah data terkumpul, selanjutnya dilakukan:

a) Pengolahan data

b) Penyajikan data

c) Interprestasi data hasil penelitian

d) Pembahasan

e) Kesimpulan dan saran.

STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung


43

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Tempat Penelitian

Rumah Sakit Umum Daerah Jenderal Ahmad Yani Metro awal berdirinya

dimulai sejak tahun 1951 dengan nama pusat pelayanan kesehatan ( Healt

Center). Tahun 1953 fungsi pelayanan kesehatan sudah dapat ditingkatkan

melalui keberadaan penggabungan bangsal umum pada unit pelayanan katolik

( sekarang RB Santa Maria) sebagai rawat inap bagi pasien.

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor

031/BERHUB/1972,Rumah Sakit Umum Jend. Ahmad Yani Metro berdiri secara

Sah sebagai Rumah Sakit Tipe D, merupakan Unit Pelayanan Teknis (UPT) Dinas

Kesehatan Lampung Tengah.Tahun 1987 status Rumah Sakit menjadi Rumah

Sakit Tipe C berdasarkan SK MENKES No 303/MENKES/1987 dan berperan

sebagai pusat rujukan pelayanan kesehatan untuk wilayah kabupaten Lampung

Tengah.

Saat ini RSUD Jend.Ahmad Yani Metro telah meningkat menjadi Rumah

Sakit Tipe B berdasarkan surat Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor

494/MENKES/SK/V/2008 tanggal 28 Mei 2008.Status rumah sakit merupakan

lembaga teknis daerah dengan Rumah Sakit Type B dengan Jumlah tempat tidur

212 unit terdiri dari kelas III: 109 unit,kelas II: 45 unit,kelas I :15 unit,paviliun 15

unit,VIP 15 unit.Jenis pelayanan kesehatan yang diberikan oleh RSUD

Jend.Ahmad Yani Metro adalah Rawat Jalan,Rawat Inap,Pelayanan

STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung


44

ICU,Pelayanan HD, Laboratorium, Endoscopy, Bronkoscopy, pelayanan Farmasi

dan Lain-lain.

Sumber daya manusia yang dimiliki RSUD Jend.Ahmad Yani Metro pada

saat ini sebanyak 391 orang,yang terdiri dari tenaga medis 40 orang,keperawatan

178 orang,tenaga penunjang medis 78 orang dan tenaga non medis 95 orang.

4.2. Hasil Penelitian

Pengumpulan data penelitian dilakukan mulai tanggal 01 Mei 2019 sampai

tanggal 31 Mei 2019. Data yang diambil adalah data primer yang diambil melalui

kuisioner dan pengamatan langsung.

1. Analisis Univariat

a. Distribusi Kinerja Responden

Tabel 4.1 Distribusi frekuensi kinerja perawat di IGD dan ICU RSUD
Ahmad Yani Metro.
No Kinerja Jumlah %
1 Kurang 17 44,7
2 Terampil 21 55,3
Total 38 100

Berdasarkan tabel 4.1 di atas diketahui bahwa sebagian besar responden

dengan kinerja terampil sebanyak 21 responden (55,3%), responden yang kinerja

kurang sebanyak 17 responden (44,7%).

b. Distribusi Pelatihan PPGD Responden

Tabel 4.2 Mengidentifikasidistribusi frekuensi perawat yang mengikuti


pelatihan PPGD
No Pengetahuan Responden Jumlah %
1 Belum Pelatihan 12 31,6
2 Sudah Pelatihan 26 68,4

STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung


45

Total 38 100

Berdasarkan tabel 4.2 di atas diketahui bahwa sebagian besar responden

mempunyai pelatihan PPGD sebanyak 26 responden (68,4%), sedangkan

responden yang belum mengikuti pelatihan PPGD sebanyak 12 responden

(31,6%).

2. Analisis Bivariat

Analisis bivariat dalam penelitian ini untuk mengetahui Hubungan

pelatihan PPGD terhadap kinerja perawat di IGD dan ICU RSUD Ahmad Yani

Metro. Hasil penelitian terhadap 38 responden (perawat ) di ruang IGD dan ruang

ICU adalah sebagai berikut :

Tabel 4.3 Hubungan pelatihan PPGD terhadap kinerja perawat di IGD dan ICU
RSUD Ahmad Yani Metro
Kinerja Perawat P value
Pelatihan Kurang Terampil Total
n % n % n %
Belum Pelatihan 10 26,3 2 5,3 12 31,6 0,004
Sudah Pelatihan 7 18,4 19 50,0 26 68,4
Total 17 444,7 21 55,3 38 100

Berdasarkan tabel 4.3 di atas dapat dilihat bahwa dari 26 responden yang

sudah pelatihan PPGD, terdapat 19 perawat (50,0%) memiliki kinerja terampil,

dan 7 perawat (18,4%) dengan kinerja kurang. Sedangkan dari 12 orang yang

belum mengikuti pelatihan PPGD, terdapat 2 perawat (5,3%) yang memiliki

kinerja terampil, 10 perawat ( 26,3%) memiliki kinerja kurang terampil.

STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung


46

Hasil uji Chi Square di peroleh nilai p value 0,004 artinya lebih kecil

dibandingkan nilai alpha (α = 0,05). Dengan demikian dapat disimpulkan secara

statistik dengan derajat kepercayaan 95% Hipotesis alternatif (Ha) diterima, dan

Hipotesis Nol (H0) di tolak, terdapat hubungan yang bermakna antara pelatihan

PPGD terhadap kinerja perawat di ruang IGD dan ruang ICU RSUD Ahmad Yani

Metro.

4.2. Pembahasan

1. Hasil Penelitian Univariat

a. Pelatihan PPGD

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa sebagian besar

responden sudah mengikuti pelatihan PPGD sebanyak 26 responden

(68,4%), sedangkan responden yang belum mengikuti pelatihan PPGD

sebanyak 12 responden (31,6%). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa

masih terdapat kendala atau masalah terkait keterampilan perawat, karena

selayaknya setiap perawat yang bertugas khususnya di IGD dan ICU harus

mengikuti pelatihan PPGD, sehubungan kegiatan pelayanan yang mereka

berikan dalam situasi yang gawat dan darurat.

Penanggulangan Penderita Gawat Darurat (PPGD) merupakan suatu

pertolongan yang cepat dan tepat untuk mencegah kematian maupun

kecatatan. Berasal dari istilah critical ill patient (pasien kritis/gawat) dan

emergency patient (pasien darurat) (Azis, 2012).

Menurut Mangkuprawira, (2013) pelatihan adalah sebuah proses

mengajarkan pengetahuan dan keahlian tertentu serta sikap agar seseorang

STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung


47

semakin terampil dan mampu melaksanakan tanggung jawab dengan

semakin baik, sesuai dengan standar.

Menurut Aminuddin (2012) Salah satu upaya pelayanan kesehatan

yang mendapat prioritas untuk dikembangkan adalah meningkatkan upaya

penanggulangan penderita gawat darurat baik dalam keadaan sehari-hari

maupun dalam keadaan bencana. Pelatihan penanggulangan penderita

gawat darurat merupakan pelatihan yang menyangkut pengetahuan dan

ketrampilan untuk penanganan pertama dalam menghadapi

kegawatdaruratan serta ditujukan bagi tenaga kesehatan baik dokter

maupun perawat.

Berdasarkan hal ini sudah sepatutnya dan seharusnya setiap perawat

terutama yang bertugas di ruang ICU dan IGD mendapatkan pelatihan

PPGD sehingga bisa memberikan pelayanan yang baik dan

berkualitas.RSUD Jend.A.Yani metro mempunyai target semua perawat

IGD 100% mengikuti pelatihan PPGD ini sesuai dengan Permenkes no

129/Menkes/SK/II/2008 tentang standar pelayanan minimal rumah sakit.

Namun pelaksanaan pelatihan ini tentunya juga mempertimbangkan waktu,

biaya, dan kesempatan. Artinya tidak bisa semua perawat mengikuti

pelatihan sekaligus, tetapi harus secara bertahap.

b. Kinerja Perawat

Hasil penelitian terhadap kinerja perawat menunjukkan bahwa

sebagian besar perawat yang menjadi responden memiliki kinerja yang

STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung


48

terampil yaitu sebesar 55,3% dan responden dengan kinerja kurang

terampil yaitu sebesar 44,7% Hal ini memiliki arti bahwa sebagian besar

perawat khususnya di ruang ICU dan IGD sudah menerapkan pelayanan

keperawatan dengan cukup baik. Kinerja yang sudah baik ini tentunya

didukung oleh pengetahuan dan keterampilan yang sudah baik pula yang

dimiliki oleh perawat tersebut. Disamping itu kinerja perawat ini juga

didukung oleh faktor eksternal seperti dukungan dari atasan dan teman

sejawat.

Kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau

sekelompok orang dalam satu organisasi sesuai wewenang dan tanggung

jawabnya masing-masing dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi

secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai moral maupun etika

(Nursalam, 2015).

Menurut Mangkuprawira (2009) Kinerja (prestasi kerja) adalah hasil

kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai seorang pegawai dalam

melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan

kepadanya. Sedangkan menurut Prawirosentono, kinerja atau performance

adalah usaha yang dilakukan dari hasil kerja yang dapat dicapai oleh

seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi sesuai dengan

wewenang dan tanggung jawab masing–masing dalam rangka mencapai

tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan

sesuai dengan moral maupun etika (Usman, 2011).

STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung


49

Berdasarkan penelitian Ali dalam Desri (2008) menyatakan, kinerja

perawat merupakan aplikasi pengetahuan dan kemampuan yang telah

diterima selama mengikuti pendidikan sebagai perawat untuk dapat

menerapkan ilmu dalam memberikan pelayanan dan mempunyai

tanggungjawab dalam meningkatkan derajat kesehatan dan melayani

pasien sesuai dengan tugas, fungsi dan kompetensi yang dimiliki.

Oleh karena itu perlu adanya upaya dari perawat sendiri dan juga pihak

manajer keperawatan untuk meningkatkan kinerja perawat supaya pasien

bisa terlayani dengan labih baik. Kinerja pegawai akan mempengaruhi

kepuasan pasien,jika rumah sakit mempunyai kualitas pelayanan yang baik

dan kinerja perawat yang baik pula maka pasien yang mendapatkan

perawatan dirumah sakit tersebut akan merasa puas.

2. Pembahasan Bivariat

Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa dari 26 responden

yang sudah pelatihan PPGD, 19 orang (50%) memiliki kinerja yang

terampil, dan dari 12 orang yang belum pelatihan PPGD, terdapat 2

perawat (5,3 %) memiliki kinerja terampil. Hasil uji Chi Square di peroleh

nilai p value 0,004 artinya lebih kecil dibandingkan nilai alpha (α = 0,05).

artinya responden yang belum mengikuti pelatihan PPGD beresiko dengan

kinerja kurang terampil jika dibanding responden yang sudah mengikuti

pelatihan. Hal ini dapat diartikan pula bahwa semakin banyak jumlah

pelatihan yang di ikuti oleh perawat maka akan berpengaruh terhadap

kinerja seorang perawat tersebut, hal ini membuktikan bahwa pelatihan

STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung


50

PPGD akan meningkatkan ketrampilan dan kinerja perawat dalam

memberikan pelayanan kegawatdaruratan pada klien di ruang ICU dan

IGD. Dalam penelitian ini juga terdapat 2 orang perawat (5,3%) yang

belum mengikuti pelatihan PPGD tetapi sudah mampu dan mempunyai

kinerja terampil, hal ini di sebabkan karena perawat tersebut sudah

beberapa tahun bertugas di ruang IGD, sehingga ketrampilan dan

penanganan kasus kegawatdaruratan berdasarkan pengalaman kerja setiap

hari.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa intensitas atau lebih sering

mengikuti pelatihan maka semakin tinggi tingkat pengetahuan perawat

sehingga pelaksanaan SOP / prosedur penanganan pasien gawat darurat

oleh perawat semakin baik sehingga kinerja perawat menjadi terampil.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Elizar (2013) yang berjudul,”

Pengaruh Pelatihan Penanganan Pasien Gawat darurat (PPGD) terhadap

Kinerja Perawat di Unit Gawat Darurat (IGD) dan Intensive Care Unit

(ICU) Rumah Sakit Umum Daerah Nagan Raya”, hasil penelitian

diperoleh ada hubungan antara pelatihan PPGD dengan kinerja perawat,p

= 0,012 (p < 0,05). Demikian pula halnya dengan penelitian Juliati (2015)

yang berjudul,”Hubungan Pelatihan terhadap Kinerja Perawat Pelaksana di

Rumah Sakit Pertamedika Pangkalan Brandan”, hasil analisis antara

variabel pelatihan dan kinerja perawat pelaksana mempunyai hubungan

yang bermakna yang ditandai dengan nilai p = 0,000 (p < 0,05).

STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung


51

Hasibuan (2010) menjelaskan bahwa pengembangan karyawan penting

menfaatnya karena menyesuaikan tuntutan pekerjaan atau jabatan, sebagai

akibat kemajuan teknologi dan semakin besar persaingan antara instansi

atau perusahaan sejenis. Rosidah (2009) menyatakan bahwa pelatihan dan

pengembangan penting karena keduanya merupakan cara yang digunakan

oleh organisasi untuk mempertahankan, menjaga, memelihara pegawai

publik dalam organisasi dan sekaligus meningkatkan keahlian pegawai

untuk kemudian dapat meningkatkan produktivitas dan kualitas

pelayanannya.

4.3. Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini hanya dilakukan terhadap perawat pelaksanan di ruang ICU

dan ruang IGD RSUD Jend. A.Yani Metro, sehingga jumlah subyek yang

diamati cukup terbatas, hasil penelitian ini belum dapat mengetahui

apakah informasi yang di peroleh benar-benar sesuai kenyataan pada

keseluruhan perawat pelaksana di seluruh ruang atau bangsal perawatan.

Untuk mengetahui informasi yang sebenarnya dari tingkat kinerja perawat

sebaiknya penelitian dilakukan pada semua perawat pelaksana yang

bekerja memberikan pelayanan tindakan di seluruh ruang perawatan.

STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung


52

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan, maka

dapat diambil kesimpulan :

1. Keluarga yang mempunyai pengetahuan Perawat yang mendapat

pelatihan PPGD memiliki kinerja lebih terampil dibandingkan dengan

Perawat yang belum mendapat pelatihan PPGD.

2. Pelatihan PPGD memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kinerja

Perawat di rumah sakit khususnya di ruang ICU dan IGD .

5.2. Saran

1. Disarankan kepada RSUD Ahmad Yani Metro dalam Rekrutmen tenaga

Perawat untuk lebih mengutamakan perawat yang sudah mendapat

kanpelatihan PPGD dan memberikan kesempatan kepada Perawat untuk

mengikuti Pelatihan PPGD supaya semakin baik dan berkualitas dalam

memberikan Pelayanan kepada pasien yang mengalami kondisi gawat

darurat.

2. Disarankan kepada seluruh perawat untuk meningkatkan ketrampilan dan

pengetahuan melalui pelatihan, simposium, seminar atau diklat sebagai

upaya meningkatkan kinerja dalam memberikan pelayanan yang

STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung


53

profesional dalam menangani pasien gawat darurat sehingga dapat

meningkatkan kualitas dan produktivitas kerja.

STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung

Anda mungkin juga menyukai