TINJAUAN PUSTAKA
(Mansjoer, 2001). TB paru tidak hanya menyerang parenkim paru tetapi dapat
juga ditularkan melalui bagian tubuh lainnya seperti meninges, ginjal, tulang dan
nodus limfe. Kuman yang terdapat pada TB paru berbentuk batang aerobik tahan
asam yang tumbuh dengan lambat dan sensitif terhadap panas dan sinar ultraviolet
2.1.2. Epidemiologi
kematian setiap tahun. Di negara maju, TB jarang terjadi yaitu menyerang kira-
kira 1 per 10.000 populasi. TB paru paling sering menyerang masyarakat di Asia
yakni di Cina dan India Barat. Transmisi melalui udara dan kontak dekat
menyebarkan penyakit ini. Orang usia lanjut, orang yang malnutrisi atau orang
8
9
Panjangnya 1-5 mikron dan lebarnya antara 0,3-0,6 mikron. Basil tuberkulosis
akan tumbuh secara optimal pada suhu sekitar 37 C dengan tigkat PH optimal (PH
6,4-7,0). Untuk membelah dari 1-2 kuman membutuhkan waktu 14-20 jam.
Kuman tuberkulosis terdiri dari lemak lebih dari 30% berat dinding kuman, asam
asstrearat, asam mikolik, mycosides, sulfolipid serta Cord factor dan protein
yaitu:
a. Populasi A, yang terdiri atas kuman yang secara aktif berkembang biak
dengan cepat, kuman ini banyak terdapat pada dinding kavitas atau dalam lesi
b. Populasi B, terdiri atas kuman yang tumbuhnya sangat lamban dan berada
c. Populasi C, yang terdiri atas kuman tuberkulosis yang berada dalam keadaan
dormant hampir sepanjang waktu. Kuman yang terdapat pada dinding kavitas
ini jarang mengadakan metabolisme secara aktif dalam waktu yang singkat.
2.1.4. Patogenesis
keluar bersama batuk, bersin dan bicara dengan memproduksi percikan yang
sangat kecil berisi kuman TB. Kuman ini melayamg-layang di udara yang dihirup
oleh orang lain. Faktor utama dalam perjalanan infeksi adalah kedekatan dan
durasi kontak serta derajat infeksius penderita dimana semakin dekat seseorang
permukaan alveoli dari parenkim paru pada bagian bawah lobus atas bagian atas
lobus bawah.
Reaksi yang ditimbulkan oleh basil ini merupakan suatu proses peradangan
alveoli yang akut. Tahap tersebut dapat sembuh sendiri, dapat pula berkembang
lebih lanjut, dimana peradangan menjadi degeneratif dan eksudat menjadi lebih
banyak. Ada kalanya paru-paru terdapat kaverne sehingga eksudat juga dapat
penyakit ini bervariasi tanpa gejala, hanya dengan pemeriksaan kulit positif
tubuh individu, jumlah basil dan virulensi basil. Banyak individu yang terinfeksi
pasif, tetapi menunjukkan pemeriksaan kulit positif dan dari foto thorak
digolongkan menjadi :
1) Tuberkulosis Primer
akan bersarang di jaringan paru sehingga akan terbentuk suatu sarang pneumoni
disebut sarang primer (afek primer). Peradangan akan kelihatan dari sarang primer
saluran getah bening menuju hilus (limfangitis lokal) yang diikuti oleh
yaitu:
sebelahnya.
baik.
12
primer. Penyebaran tuberkulosis ini dimulai dengan sarang dini yang umumnya
terletak di segmen apikal lobus superior maupun lobus inferior. Sarang ini
awalnya terbentuk suatu sarang pneumonia kecil yang bisa sembuh tanpa
meninggalkan cacat, meluas dan segera terjadi proses penyembuhan. Bisa juga
gejala sistematik. Gejala respiratorik seperti batuk, batuk darah, sesak napas, nyeri
penurunan berat badan dan malaise. Gejala respiratorik ini sangat bervariasi, dari
mulai tidak ada gejala sampai gejala yang cukup berat tergantung dari luasnya
lesi. Kadang pasien terdiagnosis pada saat medical check up. Bila bronkus belum
terlibat dalam proses penyakit, maka mungkin pasien tidak ada gejala batuk. Batuk
yang pertama terjadi akibat adanya iritasi bronkus, dan selanjutnya batuk diperlukan
pemeriksaan fisik. Kelainan yang dijumpai tergantung dari organ yang terlibat.
Kelainan paru pada umumnya terletak di daerah lobus superior terutama di daerah
apeks dan segmen posterior. Pada pemeriksaan fisik dapat dijumpai antara lain suara
napas bronkial, amforik, suara napas melemah, ronki basah, tanda-tanda penarikan
paru, diapragma dan mediastinum. Untuk yang diduga menderita TB paru, diperiksa 3
13
spesimen dahak dalam waktu 2 hari yaitu sewaktu pagi – sewaktu (SPS). Berdasarkan
toraks, biakan dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai penunjang diagnosis sesuai
2.1.6.1.Pemeriksaan Bakteriologis
2.1.6.2.Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan rutin adalah foto toraks PA. Pemeriksaan atas indikasi seperti
dapat berupa: bayangan lesi di lapangan atas paru atau segmen apikal
mengenai sebagian kecil dari satu atau dua paru dengan luas tidak
dari iga kedua dan prosesus spinosus dari vertebra torakalis IV atau
2.1.6.3.Pemeriksaan Khusus
indexnya.
tinggi, uji tuberkulin sebagai alat bantu diagnosis penyakit kurang berarti
pada orang dewasa. Uji ini mempunyai makna bila didapatkan konversi,
tuberkulosis positif.
dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan.
Dimana OAT yang diberikan adalah OAT yang mempunyai efek dapat
resistensi. Bila tidak ada hasil uji resistensi dapat diberikan obat RHE
selama 5 bulan.
Kasus defaulted atau drop out adalah penderita yang telah menjalani
Kasus gagal adalah penderita BTA positif yang masih tetap positif atau
kembali menjadi positif pada akhir bulan ke-5 (satu bulan sebelum masa
17
negatif, dengan memakai tiga obat setiap hari dalam jangka waktu 3-4
PZA atau SM- PAS- PZA. Obat lain seperti etambutol atau prothionamid,
kronik, jika belum ada hasil uji resistensi diberikan RHZES. Jika telah ada
hasil uji resistensi, sesuaikan dengan hasil uji resistensi ditambah dengan
obat lini 2 seperti kuinolon, betalaktam, makrolid dll. Jika tidak mampu
2.1.8. Komplikasi
rasa sakit pada dada secara akut dan tiba-tiba bersamaan dengan sesak
kemoterapi. Bila terdapat nyeri hebat yang tidak cepat hilang dengan
kerusakan paru dapat terjadi bila terdapat destruksi paru yang sangat luas.
Keadaan ini dapat terjadi walaupun penyakit tuberkulosis sudah tidak aktif
2.1.8.5. Apergilomata
yang terdapat di dalam udara dan dihirup secara terus menerus. Pada sinar
rontgen dapat dilihat semacam bola terdiri atas fungus yang berada dalam
berdarah) yang berat bahkan fatal. Fungsi paru sudah sering rusak berat
2.1.9.1.Batuk, gejala batuk timbul paling awal dan merupakan gangguan yang
batuk biasa atau akibat rokok. Proses yang paling ringan ini menyebabkan
secret akan terkumpul pada waktu penderita tidur dan dikeluarkan pada
saat penderita bangun pagi hari. Bila proses destruksi berlanjut, sekret
dikeluarkan terus menerus sehingga batuk akan menjadi lebih dalam dan
sangat mengganggu penderita pada waktu siang maupun malam hari. Bila
yang terkena trakhea dan/atau bronkus, batuk akan terdengar sangat keras,
segar dalam jumlah yang sangat banyak (profus). Batuk darah jarang
ulcerasi dari pembuluh darah pada dinding kavitas. Batuk darah pada
mengandung basil tahan asam. Batuk darah juga dapat terjadi pada
tuberkulosis yang sudah sembuh karena robekan jaringan paru atau darah
tuberkulosis paru. Pada saat seperti ini dahak tidak mengandung basil
2.1.9.3.Nyeri Dada, nyeri dada pada penyakit tuberkulosis paru termasuk nyeri
pleuritik yang ringan. Bila nyeri bertambah berat berarti telah terjadi
tempat-tempat lain).
2.1.9.4.Sesak Nafas, pada tuberkulosis disebabkan oleh penyakit yang luas pada
komplikasi TB paru. Penderita yang sesak nafas sering demam dan berat
badan turun.
penting. Sering kali panas badan sedikit meningkat pada siang maupun
21
sore hari. Panas badan meningkat atau menjadi lebih tinggi bila proses
2.1.9.6.Menggigil, dapat terjadi bila panas badan naik secara cepat, tetapi tidak
diikuti pengeluaran panas dengan kecepatan yang sama atau dapat terjadi
keringat malam..
2.1.9.8.Anoreksia, yaitu tidak selera makan dan berat badan turun merupakan
tubuh.
2.1.9.9.Lemah badan, gejala ini dapat disebabkan oleh kerja berlebihan, kurang
tidur dan keadaan sehari-hari yang kurang menyenangkan. Oleh sebab itu
diberikan dalam paduan obat tidak boleh diberikan dalam monoterapi, pemberian
gizi yang kuat, dan mencari penyakit penyerta dan jika ada ditatalaksana secara
simultan.
penyakit TB, sedangkan profilaksis TB diberikan pada orang yang pernah kontak
TB. Paduan obat terapi TB prinsip dasar erapi TB adalah minimal 3 macam obat
dan diberikan dalam jangka waktu relatif lama (6-12 bulan). Pengobatan TB
dibagi dalam 2 fase yaitu fase Intensif (2 bulan pertama) dan sisanya sebagai fase
lanjutan (4 bulan kecuali pada TB berat). Pemberian paduan obat ini ditujukan
setiap hari dengan paduan obat yaitu Rifampisin, Isoniazid, etambuthol dan
Sedangkan pada fase lanjutan diberikan rifampisin dan isoniazid. Untuk kasus TB
taffering off dalam jangka waktu yang sama. Tujuan pemberian steroid adalah
kejadian penyakit. Pada berbagai faktor resiko TBC saling berkaitan satu sama
lain. Faktor resiko yang berperan dalam kejadian penyakit TBC adalah faktor
karakteristik individu dan faktor resiko lingkungan (Smeltzer & Bare, 2001 dan
Crofton, 2002).
ada pada individu sebagai hasil dari pembawaan dan lingkungan. Karakteristik
bawaan merupakan karakteristik keturunan yang dimiliki sejak lahir, baik yang
a. Faktor Usia
umur, jenis kelamin, ras, asal Negara bagian, serta infeksi AIDS. Variabel
umur berperan dalam kejadian penyakit TBC. Dari hasil penelitian yang
terbalik, yakni tinggi ketika awalnya, menurun ketika diatas dua tahun
peningkatan usia. Angka pada pria selalu cukup tinggi pada semua usia
penyebab terjadinya penyakit TBC paru. Di mana hal ini dikarenakan oleh
kelamin laki-laki penyakit ini lebih tinggi karena merokok tembakau dan
c. Tingkat pendidikan
dan membuat keputusan dengan lebih baik (Suryo, 2010 dalam Anggraini,
2014)
d. Pekerjaan
beresiko bagi pelakunya. Beban yang dimaksudkan yaitu fisik, mental atau
Anggraini, 2014).
e. Kebiasaan merokok
daun tembakau yang telah dicacah. Nikotin adalah bahan adiktif dari
rokok. Nikotin sangat cepat diserap kedalam aliran darah dan dalam 30
detik dapat masuk kedalam tubuh dan mencapai otak. Hal ini yang dapat
menimbulkan rasa rileks dan gairah. Namun sesungguhnya, hal itu hanya
kesenangan sesaat karena setelah setengah jam perasaan ini akan hilang
serta kelompok umur yang berbeda, dalam hal ini mungkin dapat
juta kematian tiap tahun). Bila pola merokok ini terus berlanjut, sampai
tahun 2020 diperkirakan akan ada 10 juta kematian. Setidaknya kini lebih
utama kematian pada penyakit berat seperti penyakit paru obstruktif kronis
seluruh perokok tak kurang dari 160 juta orang (hampir 70% dari
populasi) dan sekitar 22,6 persen dari 3.320 kematian disebabkan penyakit
juta anak (usia 0-14 tahun) tinggal bersama perokok. Padahal, anak-anak
yang kerap terpapar asap rokok akan mengalami pertumbuhan paru yang
kurang normal dan lebih mudah terkena infeksi saluran pernapasan serta
penyakit asma.
f. Status gizi
kejadian TB Paru. Mekanisme kerja antara status gizi dan penyakit infeksi
Sebaliknya penderita status gizi kurang memiliki daya tahan tubuh lemah
Seseorang dengan status gizi kurang mempunyai resiko 3,7 kali untuk
terjadinya penyakit infeksi. Pada kondisi gizi yang baik, tubuh memiliki
penyakit infeksi, tetapi apabila keadaan gizi buruk maka reaksi kekebalan
karena itu setiap bentuk gangguan gizi meskipun dalam kondisi gejala
bahwa malnutrisi atau penurunan berat badan telah menjadi faktor utama
Pola makan orang Indonesia yang hampir 70% karbohidrat dan hanya
10% protein yang pada penyakit kronis selalu disertai dengan tidak selera
makan, tidak mau makan, tidak bisa makan atau tidak mampu membeli
h. Prilaku
setiap hari, menutup mulut bila batuk atau bersin, meludah sembarangan,
penderita TB Paru yang kurang tentang cara penularan, bahaya dan cara
sekelilingnya.
ARTI) di Indonesia dianggap cukup tinggi dan bervariasi antara 1-2%, berarti
diantara 1000 penduduk ada 10 orang yang akan terinfeksi setiap tahun.
Sedangkan sumber penularan yang paling banyak adalah didalam rumah dan
anggota keluarga yang paling rentan terhadap penularan ini adalah anak-anak
dan lanjut usia. Adanya kontak dengan penderita yang lama, erat dan terus
seseorang telah terpapar atau terinfeksi oleh kuman TB ini orang tersebut
paru yang berasal dari kontak serumah dengan keluarga atau orang yang
a) Kepadatan hunian
bila ada anggota keluarga terkena penyakit infeksi, maka akan mudah
b) Pencahayaan
Rumah yang sehat memerlukan cahaya yang cukup, tidak kurang dan
merupakan media atau tempat yang baik untuk hidup dan berkembang
alamiah dan cahaya buatan. Cahaya alamiah yaitu cahaya matahari yang
karena itu rumah yang sehat harus mempunyai jalan masuk cahaya yang
cukup.
c) Ventilasi
bersih dari luar ruang sengaja di alirkan kedalam ruang dan udara yang
Untuk sirkulasi yang baik diperlukan paling sedikit luas lubang ventilasi
d) Kondisi rumah
Kondisi rumah dapat menjadi salah satu faktor resiko penularan penyakit
(Achmadi, 2005).
e) Kelembaban udara
18-300C. kuman TB Paru akan cepat mati bila terkena sinar matahari
rumah yang memiliki kelembaban ruang keluarga lebih besar dari 60%
beresiko terkena TBC 10,7 kali di banding penghuni rumah yang tinggal
f) Suhu
tubuh tidak terlalu banyak kehilangan panas atau sebaliknya. Suhu ruang
dalam rumah yang ideal adalah berkisar 18-300C dan suhu tersebut
g) Ketinggian wilayah
air laut sebesar 0,5 0C. Selain itu berkaitan juga dengan kerapatan
TBC(Achmadi, 2005).
tidak menderita TB) dan II (Terinfeksi TB/test tuberkulin (+), tetapi tidak
mg/kgbb/hari.
Anak yang kontak erat dengan penderita TB BTA (+) mendapat INH
profilaksis dihentikan bila hasil uji tuberkulin ulang menjadi negatif atau
Anak dengan infeksi TB yaitu uji tuberkulin (+) tetapi tidak ada gejala
sakit. Profilaksis diberikan selama 6-9 bulan. Obat yang digunakan untuk
ini.
pada penyakit penyerta penderita TB paru secara retrospektif pada medical record
di rumah sakit, Puskesmas dan BP4 di DKI dan Bandung, dengan hasil bahwa
(penyakit paru obstruksi kronik), Maag, Asma, Arterio sclerosis, cirosis hepatis
belum mempunyai reaksi spesifik. Jika pertahanan tubuh (inang) kuat, maka
infeksi primer tidak berkembang lebih jauh dan kuman menjadi dorman atau tidur.
Ketika suatu saat kondisi inang melemah akibat sakit lama, daya tahan tubuh
melemah maka kuman TB ini akan menjadi aktif kembali. Kondisi yang
melemahkan daya tahan tubuh inang diantaranya pada penyakit DM, silikosis,
secara tidak langsung yaitu keadaan malnutrisi akan mempengaruhi sistem imun.
Secara tidak langsung akan menyebabkan daya tahan tubuh anak yang mengalami
sehat. Meskipun demikian derajat berat ringannya malnutrisi, dan densitas partikel
kuman yang terjadi juga turut berperan dalam terjadinya infeksi TB (Kurniasari,
2011).
36
dan kebiasaan merokok dengan kejadian TB paru BTA positif di ruang penyakit
dalam RSUD Jend A. Yani Metro tahun 2012” menujukkan hasil sebagai berikut :
Umur responden dewasa (31- 55 tahun) sebanyak 38 (46,9%), jenis kelamin laki-
responden merokok sebanyak 66 (81,5%) ,dan hasil uji statistik terdapat hubungan
yang signifikan antara umur (p value 0,001), Jenis kelamin (p value 0,034),
golongan umur 15-35 tahun (59%), hasil uji statistik ada hubungan yang
signifikan antara jenis kelamin (p value 0,009), penyakit penyerta (p value 0,006)
(54,9%), jenis kelamin laki-laki (75,2%), sosial ekonomi rendah (52,6%), riwayat
merokok (61,5%), kondisi rumah / luas ventilasi kurang (51,7%), dan hasil uji
0,025) sosial ekonomi rendah (p value 0,035), kondisi rumah/ luas ventilasi (p
value 0,005).
37
penyakit TB Paru pada manusia, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar
Karakteristik Individu :
- Umur
- Jenis kelamin
- Pendidikan
- Pekerjaan
- Pengetahuan
- Prilaku
- Status gizi
- Kebiasaan merokok
Penderita TB
- Imunisasi Paru
- Penyakit penyerta ( HIV/ Kasus Baru
AIDS, DM)
- Kepadatan hunian
- Pencahayaan
- Suhu
- Kelembaban
- Jenis lantai
- Jenis dinding
Sumber : Modifikasi Crofton (2002), Smeltzer & Bare (2001) dan Achmadi (2005)
konsep-konsep serta variabel yang ingin diamati atau di ukur melalui penelitian
38
yang akan dilakukan (Notoatmodjo, 2010). Kerangka konsep pada penelitian ini
Umur
Jenis Kelamin
Kejadian TB Paru
Kebiasaan Merokok
Penyakit Penyerta
2.5. Hipotesis
2.5.1. Ada hubungan umur penderita dengan kejadian TB Paru rawat inap di
2.5.2. Ada hubungan jenis kelamin dengan kejadian TB Paru rawat inap di RSUD
2.5.3. Ada hubungan kebiasaan merokok dengan kejadian TB Paru rawat inap di
2.5.4. Ada hubungan penyakit penyerta dengan kejadian TB Paru rawat inap di