Anda di halaman 1dari 48

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Magang adalah kegiatan mandiri mahasiswa yang dilaksanakan di luar

lingkungan kampus untuk mendapatkan pengalaman kerja praktis yang sesuai

dengan bidang peminatannya melalui metode observasi dan partisipasi.

Kegiatan magang dilaksanakan sesuai dengan formasi struktural dan

fungsional pada instansi tempat magang baik pada lembaga pemerintah,

lembaga swadaya masyarakat (LSM) maupun perusahaan swasta atau lembaga

lain yang relevan (FKM, 2010).

Kegiatan program magang bagi mahasiswa Fakultas Kesehatan

Masyarakat dapat dilakukan pada instansi kesehatan baik milik pemerintah,

LSM, maupun swasta. Salah satunya adalah rumah sakit. Rumah sakit adalah

suatu organisasi yang unik dan kompleks karena merupakan institusi yang

padat karya, mempunyai sifat-sifat dan ciri-ciri serta fungsi-fungsi yang

khusus dalam proses menghasilkan jasa medis dan mempunyai berbagai

kelompok profesi dalam pelayanan penderita (Boekitwetan, 1997). Visi

Departemen Kesehatan telah berubah dari Indonesia Sehat 2010 menjadi

Masyarakat yang Mandiri untuk Hidup Sehat, dengan misi Membuat Rakyat

Sehat. Rumah sakit sebagai salah satu komponen pelayanan dalam Sistem

Kesehatan Nasional harus bertanggung jawab dan siap mengemban misi

tersebut.

1
1.2 Tujuan

1.2.1. Umum

a. Terciptanya suatu hubungan yang sinergis, jelas dan terarah antara dunia

perguruan tinggi dan dunia kerja sebagai penguna outputnya.

b. Membuka wawasan mahasiswa agar bersikap terbuka, tanggap terhadap

perubahan dan kemajuan ilmu dan teknologi, maupun masalah yang dihadapi

masyarakat dalam bidang kesehatan.

c. Mahasiswa dapat menerapkan pengetahuan serta keterampilan pelayanan

kesehatan yang dimilikinya kedalam kegiatan pelayanan kesehatan kepada

masyarakat.

1.2.2. Khusus

Sebagai sarjana dibidang Kesehatan Masyarakat, termasuk di

dalamnya adalah lingkungan kerja diharapkan mampu :

a. Mempelajari gambaran umum Instalasi Gawat Darurat RS Lavalette

Malang.

b. Mempelajari standar pelayanan Instalasi Gawat Darurat RS Lavalette

Malang.

c. Mengidentifikasi alur proses pelayanan Instalasi Gawat Darurat RS

Lavalette Malang.

d. Mempelajari gambaran umum dari sistem manajemen logistik di Instalasi

Farmasi Rumah Sakit Lavalette Malang.

e. Mempelajari standar pelayanan Instalasi Farmasi Rumah Sakit di RS

Lavalette Malang.

2
f. Mengidentifikasi alur proses pelayanan Instalasi Farmasi Rumah Sakit di

RS Lavalette Malang.

1.3 Manfaat

1.3.1 Bagi Mahasiswa Magang

1. Meningkatkan pengetahuan, pengalaman, ketrampilan, serta wawasan

profesional di tempat kerja.

2. Dapat membandingkan dan menerapkan ilmu yang didapat dari hasil

studi dengan kenyataan yang ada di lapangan.

1.3.2 Bagi Instansi Tempat Magang

Sebagai bahan masukan pada rumah sakit dalam upaya meningkatkan

kualitas pelayanan di Instalasi Gawat Darurat dan Instalasi Farmasi Rumah

Sakit RS Lavalette Malang.

1.3.3 Bagi Fakultas Kesehatan Masyarakat

Mendapatkan masukan mengenai pelaksanaan magang, sehingga dapat

digunakan sebagai umpan balik bagi pelaksanaan magang yang akan datang.

3
BAB II

KONSEP TEORI

2.1 Rumah Sakit

2.1.1 Pengertian Rumah Sakit

Menurut WHO Expert Committe On Organization Of Medical Care,

rumah sakit :

“… is an integral part of social and medical organization, the function

of which is to provide for the population complete health care, both curative

and preventive and whose outpatient service reach out to the family and its

home environment; the hospital also a center for the training of health

workers and biosocial research”.

Berdasarkan WHO, pengertian rumah sakit adalah suatu bagian

menyeluruh dari organisasi dan medis, berfungsi memberikan pelayanan

kesehatan lengkap kepada masyarakat baik kuratif maupun rehabilitatif, di

mana output layanannya menjangkau pelayanan keluarga dan lingkungan,

rumah sakit juga merupakan pusat pelatihan tenaga kesehatan serta untuk

untuk penelitian bio-psiko-sosialekonomi-budaya (WHO 2007, dalam

Supriyanto 2007)

Rumah sakit adalah tempat di mana orang sakit mencari dan menerima

pelayanan kedokteran serta tempat di mana pendidik klinik untuk mahasiswa

kedokteran, keperawatan dan berbagai tenaga profesi kesehatan lainnya

diselenggarakan (Wolper dan Pena, 1987 dalam Azwar, 1997).

4
Pengertian lain dari Rumah sakit merupakan salah satu sub sisem

pelayaan kesehatan yang menyelenggarakan dua jenis pelayanan untuk

masyarakat, yaitu pelayanan kesehatan dan pelayanan administratif

(Munijaya, 2004).

2.1.2 Visi dan Misi Rumah Sakit

Visi adalah konsep tentang nilai, maksud dan bentuk organisasi yang

ingin dicapai. Visi yang baik mempunyai tiga tujuan penting:

1. Tujuan umum atau kejelasan arah yang ingin dicapai

2. Alat untuk memotivasi anggota organisasi melakukan tindakan yang benar

3. Membantu menyatukan atau mengkoordinasikan tindakan-tindakan yang

berbeda sehingga menjadi efektif dan efisien.

Misi adalah pernyataan bagaimana mencapai atau mewujudkan visi

organisasi. Misi merupakan penjabaran visi ke dalam tugas, kewajiban, hak

dan wewenang serta strateginya (Supriyanto dan Damayanti, 2007).

2.2 Instalasi Gawat Darurat

2.2.1 Pengertian Instalasi Gawat Darurat

Menurut Azrul (1997) yang dimaksud gawat darurat (emergency care)

adalah bagian dari pelayanan kedokteran yang dibutuhkan oleh penderita

dalam waktu segera untuk menyelamatkan kehidupannya (life saving).

Instalasi gawat darurat adalah salah satu sumber utama pelayanan

kesehatan di rumah sakit. Ada beberapa hal yang membuat situasi di IGD

menjadi khas, diantaranya adalah pasien yang perlu penanganan cepat

walaupun riwayat kesehatannya belum jelas.

5
Maksud dari pelayanan rawat darurat adalah bagian dari pelayanan

kedokteran yang dibutuhkan oleh penderita dalam waktu segera untuk

menyelamatkan kehidupannya. Unit kesehatan yang menyelenggarakan

pelayanan rawat darurat disebut dengan nama Instalasi Gawat Darurat (IGD).

Tergantung dari kemampuan yang dimiliki, keberadaan IGD dapat beraneka

macam. Namun yang lazim ditemukan adalah yang tergabung dalam rumah

sakit.

Meskipun telah majunya sistem rumah sakit yang dianut oleh suatu

negara bukan berarti tiap rumah sakit memiliki kemampuan mengelola IGD

sendiri. Penyebab utama kesulitan untuk mengelola IGD adalah karena IGD

merupakan salah satu dari unit kesehatan yang paling padat modal, padat

karya, serta padat teknologi.

2.2.2 Kegiatan IGD

Instalasi Gawat Darurat yang merupakan suatu bentuk penanganan

kegawatdaruratan memiliki berbagai macam kegiatan. Menurut Flynn (1962)

dalam Azrul (1997) kegiatan IGD secara umum dapat dibedakan sebagai

berikut:

a. Menyelenggarakan pelayanan gawat darurat.

Kegiatan utama yang menjadi tanggung jawab IGD adalah

menyelenggarakan pelayanan gawat darurat. Sayangnya jenis pelayanan

kedokteran yang bersifat khas seing disalah gunakan. Pelayanan gawat darurat

yang sebenarnya bertujuan untuk menyelamatkan kehidupan penderita (live

6
saving), sering dimanfaatkan hanya untuk memperoleh pelayanan pertolongan

pertama (first aid) dan bahkan pelayanan rawat jalan (ambulatory care)

b. Menyelenggarakan pelayanan penyaringan untuk kasus-kasus yang

membutuhkan pelayanan rawat inap intensif.

Kegiatan kedua yang menjadi tanggung jawab UGD adalah

menyelenggarakan pelayanan penyaringan untuk kasus-kasus yang

membutuhkan pelayanan intensif. Pada dasarnya pelayanan ini merupakan

lanjutan dari pelayanan gawat darurat, yakni dengan merujuk kasus-kasus

gawat darurat yang dinilai berat untuk memperoleh pelayanan rawat inap

intensif.

c. Menyelenggarakan pelayanan informasi medis darurat.

Kegiatan ketiga yang menjadi tanggung jawab UGD adalah

menyelenggarakan informasi medis darurat dalam bentuk menampung serta

menjawab semua pertanyaan anggota masyarakat yang ada hubungannya

dengan keadaan medis darurat (emergency medical questions).

2.2.3 Disiplin Pelayanan

Disiplin pelayanan adalah suatu aturan yang berkaitan dengan cara

memilih anggota antrian yang akan dilayani lebih dahulu. Disiplin yang biasa

digunakan adalah (Subagyo, 1993) :

1. FCFS : First Come-First Served (pertama masuk, pertama dilayani)

2. LCFS : Last Come-First Served (terakhir masuk, pertama dilayani)

3. SIRO : Service In Random Order (pelayanan dengan urutan acak)

4. Emergency First : Kondisi berbahaya yang didahulukan.

7
2.2.4 Triage

Mempunyai arti menyortir atau memilih. Dirancang untuk

menempatkan pasien yang tepat diwaktu yang tepat dengan pemberi

pelayanan yang tepat. Triage merupakan suatu proses khusus memilah pasien

berdasar beratnya cedera atau penyakit dan menentukan jenis perawatan gawat

darurat serta transportasi. Dan merupakan proses yang berkesinambungan

sepanjang pengelolaan.

Dalam Triage tidak ada standard nasional baku, namun ada 2 sistem yang

dikenal, yaitu:

1. METTAG (Triage tagging system).

Sistim METTAG merupakan suatu pendekatan untuk

memprioritisasikan tindakan.

Prioritas Nol (Hitam) :

1. Mati atau jelas cedera fatal.

2. Tidak mungkin diresusitasi.

Prioritas Pertama (Merah) :

Cedera berat yang perlukan tindakan dan transport segera.

1. gagal nafas,

2. cedera torako-abdominal,

3. cedera kepala / maksilo-fasial berat,

4. shok atau perdarahan berat,

5. luka bakar berat.

8
Prioritas Kedua (Kuning) :

Cedera yang dipastikan tidak akan mengalami ancaman jiwa

dalam waktu dekat :

1. cedera abdomen tanpa shok,

2. cedera dada tanpa gangguan respirasi,

3. fraktura mayor tanpa shok,

4. cedera kepala / tulang belakang leher,

5. luka bakar ringan.

Prioritas Ketiga (Hijau) :

Cedera minor yang tidak membutuhkan stabilisasi segera :

1. cedera jaringan lunak,

2. fraktura dan dislokasi ekstremitas,

3. cedera maksilo-fasial tanpa gangguan jalan nafas,

4. gawat darurat psikologis.

Sistim METTAG atau pengkodean dengan warna system tagging

yang sejenis, bisa digunakan sebagai bagian dari Penuntun Lapangan START.

2. Sistim triase Penuntun Lapangan START (Simple Triage And Rapid

Transportation).

Penuntun Lapangan START memungkinkan penolong secara cepat

mengidentifikasikan korban yang dengan risiko besar akan kematian segera

atau apakah tidak memerlukan transport segera.

9
Penuntun Lapangan START dimulai dengan penilaian pasien 60 detik,

meliputi pengamatan terhadap ventilasi, perfusi, dan status mental. Hal ini

untuk memastikan kelompok korban :

a. perlu transport segera / tidak,

b. tidak mungkin diselamatkan,

c. mati.

SISTEM TRIASE

Non Bencana : Memberikan pelayanan terbaik pada pasien secara individu.

Bencana / Korban Berganda : Memberikan pelayanan paling efektif untuk

sebanyak mungkin pasien

OBJEKTIF PRIMER DI IRD

1. Pengenalan tepat yang butuh pelayanan segera

2. Menentukan area yang layak untuk tindakan

3. Menjamin kelancaran pelayanan dan mencegah hambatan yang tidak perlu

4. Menilai dan menilai ulang pasien baru / pasien yang menunggu

5. Beri informasi /rujukan pada pasien / keluarga

6. Redam kecemasan pasien / keluarga; humas.

ATURAN PRIMER PETUGAS

1. Skrining pasien secara cepat.

2. Penilaian terfokus.

SASARAN PRIMER DAN SEKUNDER TRIASE

1. Primer : Mengenal kondisi yang mengancam jiwa.

2. Sekunder : Memberi prioritas pasien sesuai kegawatannya.

10
PRINSIP UMUM TRIASE

1. Perkenalkan diri anda dan jelaskan apa yang akan anda lakukan.

2. Pertahankan rasa percaya diri pasien.

3. Coba untuk mengamati semua pasien yang datang, bahkan saat

mewawancara pasien.

4. Pertahankan arus informasi petugas triase dengan area tunggu & area

tindakan. Komunikasi lancar sangat perlu. Bila ada waktu adakan penyuluhan.

5. Pahami sistem IRD dan keterbatasan anda. Ingat objektif primer aturan

triase. Gunakan sumber daya untuk mempertahankan standar pelayanan

memadai.

PAHAMI JUGA :

1. Struktur pembagian ruangan dengan perangkat yang sesuai.

2. Pemeriksaan fisik singkat dan terfokus.

3. WASPADA atas pasien dengan ancaman jiwa atau serius potensial

terancam hidup atau anggota badannya harus didahulukan dalam penilaian

hingga dapat segera ditindak.

2.2.5 Tarif Rawat Darurat

Dalam Wijono (2000), besaran tarif rawat darurat ditetapkan sebagai

berikut:

a. Besaran tarif rawat darurat ditetapkan sebesar 2 kali besaran tarif pada

pasien rawat jalan, sedangkan pasien tanpa rujukan ditetapkan maksimal 4 kali

pasien rawat jalan.

11
b. Tarif pasien instalasi rawat darurat (IRDA) Psikiatrik ditetapkan sama

dengan tarif perawatan kelas II.

c. Tarif tindakan medik dan penunjang medik ditetapkan maksimal sebesar

tarif tindakan sejenis kelas II.

2.3 Instalasi Farmasi Rumah Sakit

2.3.1 Pengertian

Pelayanan farmasi Rumah Sakit merupakan salah satu kegiatan di RS

yang menunjang pelayanan kecehatan yang bermutu. Hal tersebut diperjelas

dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1333/Menkes/SK/XII/1999

tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit, yang menyebutkan bahwa pelayanan

farmasi RS adalah bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pelayanan

kesehatan RS yang berorientasi kepada pelayanan pasien, penyediaan obat

yang bermutu, termasuk pelayanan farmasi klinik, yang terjangkau bagi semua

lapisan masyarakat.

Pelayanan farmasi sekaligus merupakan revenue center utama. Hal

tersebut mengingat bahwa sekitar 50% dari seluruh pemasukan RS berasal

dari pengelolaan perbekalan farmasi. Untuk itu, jika masalah perbekalan

farmasi tidak dikelola secara cermat dan penuh tanggung jawab maka dapat

diprediksi bahwa pendapatan RS akan mengalami penurunan (Suciati, S. dkk,

2006).

2.3.2 Standar Pelayanan Resep

Sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

1027/ MENKES/ SK/ IX/ 2004 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian Di

12
Apotek, bahwa dalam hal pelayanan resep harus memenuhi beberapa unsur

seperti dibawah ini:

1. Skrining resep.

Apoteker melakukan skrining resep meliputi :

a. persyaratan administratif :

- Nama,SIP dan alamat dokter.

- Tanggal penulisan resep.

- Tanda tangan/paraf dokter penulis resep.

- Nama, alamat, umur, jenis kelamin, dan berat badan pasien.

- Nama obat , potensi, dosis, jumlah yang minta.

- Cara pemakaian yang jelas.

- Informasi lainnya.

b. Kesesuaian farmasetik: bentuk sediaan, dosis,potensi, stabilitas,

inkompatibilitas, cara dan lama pemberian.

c. Pertimbangan klinis: adanya alergi, efek samping, interaksi, kesesuaian (dosis,

durasi, jumlah obat dan lain-lain). Jika ada keraguan terhadap resep

hendaknya dikonsultasikan kepada dokter penulis resep dengan memberikan

pertimbangan dan alternatif seperlunya bila perlu menggunakan persetujuan

setelah pemberitahuan.

2. Penyiapan obat.

a. Peracikan.

Merupakan kegiatan menyiapkan, menimbang, mencampur, mengemas dan

memberikan etiket pada wadah. Dalam melaksanakan peracikan obat harus

13
dibuat suatu prosedur tetap dengan memperhatikan dosis, jenis dan jumlah

obat serta penulisan etiket yang benar.

b. Etiket.

Etiket harus jelas dan dapat dibaca.

c. Kemasan obat yang diserahkan.

Obat hendaknya dikemas dengan rapi dalam kemasan yang cocok sehingga

terjaga kualitasnya.

d. Penyerahan Obat.

Sebelum obat diserahkan pada pasien harus dilakukan pemeriksaan akhir

terhadap kesesuaian antara obat dengan resep. Penyerahan obat dilakukan oleh

apoteker disertai pemberian informasi obat dan konseling kepada pasien dan

tenaga kesehatan.

e. Informasi Obat.

Apoteker harus memberikan informasi yang benar, jelas dan mudah

dimengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana, dan terkini. Informasi obat pada

pasien sekurang kurangnya meliputi: cara pemakaian obat, cara penyimpanan

obat, jangka waktu pengobatan, aktivitas serta makanan dan minuman yang

harus dihindari selama terapi.

f. Konseling.

Apoteker harus memberikan konseling, mengenai sediaan farmasi, pengobatan

dan perbekalan kesehatan lainnya, sehingga dapat memperbaiki kualitas hidup

pasien atau yang bersangkutan terhindar dari bahaya penyalahgunaan atau

penggunaan salah sediaan farmasi atau perbekalan kesehatan lainnya. Untuk

14
penderita penyakit tertentu seperti cardiovascular, diabetes, TBC, asthma, dan

penyakit kronis lainnya, apoteker harus memberikan konseling secara

berkelanjutan.

g. Monitoring Penggunaan Obat.

Setelah penyerahan obat kepada pasien, apoteker harus melaksanakan

pemantauan penggunaan obat, terutama untuk pasien tertentu seperti

cardiovascular, diabetes , TBC, asthma, dan penyakit kronis lainnya.

2.3.3 Manajemen Logistik

1. Definisi manajemen Logistik

Menurut Donald J. Bowersox, manajemen logistik adalah unik karena

ia merupakan salah satu aktivitas perusahaan yang tertua tetapi juga termuda.

Aktivitas logistik yang terdiri 5 komponen : struktur lokasi fasilitas,

transportasi, persediaan (inventory), komunikasi, dan pengurusan &

penyimpanan telah dilaksanakan orang semenjak awal spesialisasi komersil.

Sulit untuk membayangkan sesuatu pemasaran atau manufakturing yang tidak

membutuhkan sokongan logistik (Bowersox, J.D., 2000).

Manajemen logistik modern didefinisikan sebagai proses pengelolaan

yang strategis terhadap pemindahan dan penyimpanan barang, suku cadang

dan barang jadi dari para suplier, diantara fasilitas-fasilitas perusahaan dan

kepada para pelanggan. Dengan tujuan menyampaikan barang jadi dan

bermacam-macam material dalam jumlah yang tepat pada waktu yang

dibutuhkan, dalam keadaan yang dapat dipakai, ke lokasi dimana ia

dibutuhkan, dan dengan total biaya yang terendah. Melalui proses logistiklah

15
material mengalir ke kelompok manufakturing yang sangat luas dari Negara

industri dan produk-produk didistribusikan melalui saluran-saluran distribusi

untuk konsumsi (Bowersox, J.D.,2000).

Persaingan yang sangat ketat menuntut para pengelola bisnis untuk

menciptakn model-model baru dalam pengelolaan aliran produk dan

informasi. Supply Chain Management (SCM) adalah tehnik terbaru dalam

mengelola aliran material/produk dan informasi dalam memenangkan

persaingan. Supply Chain Management oleh Ryoichi Watanabe adalah konsep

atau mekanisme untuk meningkatkan produktivitas total perusahaan dalam

rantai suplai melalui optimalisasi waktu, lokasi dan aliran kuantitas bahan

(Watanabe, R.,2001).

2. Manajemen siklus obat di Rumah Sakit

Pengelolaan obat di RS merupakan satu aspek manajemen yang

penting, oleh karena ketidakefisiensinya akan memberi dampak yang negatif

terhadap RS baik secara medis maupun ekonomis (Ratnaningrum, E.,2002).

Pengelolaan obat di RS meliputi tahap-tahap perencanaan, pengadaan,

penyimpanan, pendistribusian serta penggunaan yang saling terkait satu sama

lainnya, sehingga harus terkoordinasi dengan baik agar masing-masing dapat

berfungsi secara optimal. Ketidakterkaitan antara masing-masing tahap akan

mengakibatkan tidak efisiennya sistem suplai dan penggunaan obat yang ada

(Indrawati, C. S.,2007).

Dalam pengelolaan obat sebaiknya pengendalian dilakukan dari tahap

perencanaan sampai dengan penggunaan obat. Pengendalian dilakukan pada

16
bagian perencanaan yaitu dalam penentuan jumlah kebutuhan, rekapitulasi

kebutuhan dan dana. Pengendalian juga diperlukan pada bagian pengadaan

yaitu dalam pemilihan metode pengadaan, penentuan rekanan, penentuan

spesifikasi perjanjian dan pemantauan status pemesanan. Di bagian

penyimpanan pengendalian diperlukan dalam penerimaan dan pemeriksaan

obat. Sedangkan pengendalian di bagian distribusi diperlukan dalam hal

pengumpulan informasi pemakaian dan review seleksi obat.

Obat sebagai salah satu unsur penting bagi pengobatan, mempunyai

kedudukan sangat strategis dalam upaya penyembuhan dan operasional RS. Di

RS pengelolaan obat dilakukan oleh Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS),

Panitia Farmasi dan Terapi (PFT) dan terkait erat dengan anggaran RS

(Sulistyaningsih, L.,1999). Pengelolaan obat terdiri dari beberapa siklus

kegiatan yaitu :

a. Perencanaan Obat

Merupakan proses kegiatan dalam pemilihan jenis, jumlah dan harga

perbekalan farmasi yang sesuai dengan kebutuhan dan anggaran, untuk

menghindari kekosongan obat dengan menggunkan metode yang dapat

dipertanggungjawabkan dan dasar-dasar perencanaan yang telah ditentukan

antara lain konsumsi, Epidemiologi, kombinasi metode konsumsi dan

epidemiologi disesuaikan dengan anggaran yang tersedia.

Metode konsumsi didasarkan atas analisis data konsumsi obat

sebelumnya. Perencanaan kebutuhan obat menurut pola konsumsi mempunyai

langkahlangkah sebagai berikut : pengumpulan dan pengolahan data,

17
perhitungan perkiraan kebutuhan obat dan penyesuaian jumlah kebutuhan obat

dengan alokasi dana.

Jumlah kebutuhan obat menurut metode konsumsi dapat dihitung

dengan rumus berikut :

“Rencana kebutuhan obat tahun ini = jumlah pemakaian tahun lalu + stok

kosong + kebutuhan lead time + safety stock – sisa stok tahun lalu”

Keunggulan metode konsumsi adalah data yang diperoleh akurat,

metode paling mudah, tidak memerlukan data penyakit maupun standar

pengobatan. jika data konsumsi lengkap pola penulisan tidak berubah dan

kebutuhan relatif konstan maka kemungkinan kekurangan atau kelebihan obat

sangat kecil. Kekurangannya antara lain tidak dapat untuk mengkaji

penggunaan obat dalam perbaikan penulisan resep, kekurangan dan kelebihan

obat sulit diandalkan, tidak memerlukan pencatatan data morbiditas yang baik.

Metode epidemiologi didasarkan pada jumlah kunjungan, frekuensi

penyakit dan standar pengobatan. Langkah-langkah pokok dalam metode ini

adalah sebagai berikut : menentukan jumlah penduduk yang akan dilayani,

menentukan jumlah kunjungan kasus berdasarkan frekuensi penyakit,

menyediakan standar pengobatan yang digunakan untuk perencanaan dan

menghitung perkiraan kebutuhan obat dan penyesuaian kebutuhan obat

dengan alokasi dana.

Keunggulan metode epidemiologi adalah perkiraan kebutuhan

mendekati kebenaran, standar pengobatan mendukung usaha memperbaiki

pola penggunaan obat. Sedangkan kekurangannya antara lain membutuhkan

18
waktu dan tenaga yang terampil, data penyakit sulit diperoleh secara pasti,

diperlukan pencatatan dan pelaporan yang baik.

Sedangkan seleksi obat dalam rangka efisiensi dapat dilakukan dengan

cara analisis VEN (Vital, Esensial, Non esensial) dan analisis ABC (akan

dijelaskan di sub bab secara tersendiri).

Analisis VEN adalah suatu cara untuk mengelompokkan obat yang

berdasarkan kepada dampak tiap jenis obat pada kesehatan. Semua jenis obat

dalam daftar obat dapat dikelompokkan kedalam tiga kelompok yaitu :

Kelompok V adalah kelompok obat-obatan yang sangat esensial, yang

termasuk dalam kelompok ini adalah obat-obat penyelamat (lifesaving drugs),

obat-obatan untuk pelayanan kesehatan pokok dan obat-obatan untuk

mengatasi penyakit-penyakit penyebab kematian terbesar. Kelompok E adalah

obat-obatan yang bekerja kausal yaitu obat yang bekerja pada sumber

penyebab penyakit. Kelompok N adalah merupakan obat-obatan penunjang

yaitu obat-obat yang kerjanya ringan dan bisa dipergunakan untuk

menimbulkan kenyamanan atau untuk mengatasi keluhan ringan

(Ratnaningrum, E.,2002).

b. Pengadaan Obat

Merupakan kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan yang telah

direncanakan dan disetujui. Menurut Quick J et al, ada empat metode proses

pengadaaan :

19
1) Tender terbuka berlaku untuk semua rekanan yang terdaftar, dan

sesuai dengan kriteria yang 43 telah ditentukan. Pada penentuan harga lebih

menguntungkan.

2) Tender terbatas sering disebut dengan lelang tertutup. Hanya

dilakukan pada rekanan tertentu yang sudah terdaftar dan punya riwayat yang

baik. Harga masih bisa dikendalikan

3) Pembelian dengan tawar menawar dilakukan bila jenis barang tidak

urgen dan tidak banyak, biasanya dilakukan pendekatan langsung untuk jenis

tertentu

4) Pengadaan langsung, pembelian jumlah kecil, perlu segera tersedia.

Harga tertentu relatif agak mahal.

Menurut penelitian Sarmini yang dikutip oleh istinganah, pengadaan

obat dengan pembelian langsung sangat menguntungkan karena disamping

waktunya cepat, juga volume obat tidak begitu besar sehingga tidak

menumpuk atau macet di gudang, harganya lebih murah karena langsung dari

distributor atau sumbernya, mendapatkan kualitas sesuai yang diinginkan, bila

ada kesalahan mudah mengurusnya, memperpendek lead time , sewaktu-

waktu kehabisan atau kekurangan obat dapat langsung menghubungi

distributor (Istinganah. Danu, S.,2006).

Proses pengadaan yang efektif harus dapat menghasilkan pengadaan

obat yang tepat jenis maupun jumlahnya, memperoleh harga yang murah,

menjamin 44 semua obat yang dibeli memenuhi standar kualitas, dapat

diperkirakan waktu pengiriman sehingga tidak terjadi penumpukan atau

20
kekurangan obat, memilih supplier yang handal dengan service memuaskan,

dapat menentukan jadwal pembelian untuk menekan biaya pengadaan dan

efisien dalam proses pengadaan.

Frekuensi pengadaan bervariasi untuk tiap level pelayanan kesehatan.

Pada pusat pelayanan kesehatan atau RS mungkin kebanyakan item obat

dipesan perbulan dan untuk mengatasi kekurangan yang terjadi ditambah

dengan pesanan mingguan dan seterusnya. Obat yang mahal atau sering

dipakai pembelian dilakukan sekali sebulan, untuk obat yang murah dan

jarang digunakan dibeli sekali setahun atau setengah tahun (Istinganah. Danu,

S.,2006).

Menurut WHO, ada empat strategi dalam pengadaan obat yang baik :

(a) Pengadaaan obat-obatan dengan harga mahal dengan jumlah yang tepat

(b) Seleksi terhadap supplier yang dapat dipercaya dengan produk yang

berkualitas

(c) Pastikan ketepatan waktu pengiriman obat

(d) Mencapai kemungkinan termurah dari harga total45

c. Penyimpanan Obat

Merupakan kegiatan pengaturan perbekalan farmasi menurut

persyaratan yang ditetapkan :

1) dibedakan menurut bentuk sediaan dan jenisnya

2) dibedakan menurut suhunya, kesetabilannya

3) mudah tidaknya meledak/terbakar

21
4) tahan tidaknya terhadap cahaya disertai dengan sistem informasi

yang selalu menjamin ketersediaan perbekalan farmasi sesuai kebutuhan.

Pengaturan penyimpanan obat dan persediaan menurut WHO adalah

sebagai berikut :

(a) Simpan obat-obatan yang mempunyai kesamaan secara bersamaan di atas

rak. ‘Kesamaan’ berarti dalam cara pemberian obat (luar,oral,suntikan) dan

bentuk ramuannya (obat kering atau cair)

(b) Simpan obat sesuai tanggal kadaluwarsa dengan menggunkan prosedur

FEFO (First Expiry First Out). Obat dengan tanggal kadaluwarsa yang lebih

pendek ditempatkan di depan obat yang berkadaluwarsa lebih lama. Bila obat

mempunyai tanggal kadaluwarsa sama, tempatkan obat yang baru diterima

dibelakang obat yang sudah ada.

(c) Simpan obat tanpa tanggal kadaluwarsa dengan menggunakan prosedur

FIFO (First In First Out). Barang yang baru diterima ditempatkan dibelakang

barang yang sudah ada.

(d) Buang obat yang kadaluwarsa dan rusak dengan dibuatkan catatan

pemusnahan obat, termasuk tanggal, jam, saksi dan cara pemusnahan.

d. Pendistribusian Obat

Merupakan kegiatan mendistribusikan perbekalan farmasi di RS untuk

pelayanan individu dalam proses terapi bagi pasien rawat inap dan rawat jalan

serta untuk menunjang pelayanan medis. Sistem distribusi dirancang atas

dasar kemudahan untuk di jangkau oleh pasien dengan mempertimbangkan :

1) efisiensi dan efektifitas sumber daya yang ada

22
2) metode sentralisasi atau desantrilisasi

3) sistem floor stock, resep individu, dispensing dosis unit atau

kombinasi.

23
BAB III

METODE

3.1 Metode Kegiatan

Pelaksanaan kegiatan magang dilakukan dengan beberapa metode, yaitu:

1. Observasi

Observasi yaitu melakukan pengamatan terhadap alur proses pelayanan di

Instalasi Gawat Darurat RS Lavalette Malang, mulai pasien masuk sampai

pasien dinyatakan dapat rawat jalan ataupun harus menjalani rawat inap. Dan

juga di Instalasi Farmasi Rumah Sakit, mulai dari penerimaan resep sampai

pengeluaran obat. Serta semua fakta yang terjadi di lingkungan kerja Unit

Gawat Darurat dan Instalasi Farmasi Rumah Sakit di RS Lavalette Malang.

2. Partisipatif

Partisipatif merupakan bentuk sikap mahasiswa yang turut bekerja aktif

membantu pekerjaan yang berkaitan dengan kegiatan proses pelayanan di

Instalasi Gawat Darurat dan di Instalasi Farmasi Rumah Sakit RS Lavalette

Malang.

3. Diskusi

Diskusi dilakukan untuk mengetahui adanya kendala yang terjadi dalam

proses kegiatan pelayanan di Instalasi Gawat Darurat dan di Instalasi Farmasi

Rumah Sakit RS Lavalette Malang. Diskusi juga dilakukan untuk mengetahui

faktor penyebab terjadinya kendala tersebut.

24
3.2 Lokasi Pelaksanaan Kegiatan

Lokasi pelaksanaan kegiatan magang yang kami lakukan berlokasi

di Rumah Sakit Lavalette Malang yang beralamat di Jalan WR Supratman no.

10 kota MALANG. Sedangkan unit-unit yang kami tuju di Rumah Sakit

adalah Instalasi Farmasi Rumah Sakit termasuk Gudang Obat dan Instalasi

Gawat Darurat.

3.3 Waktu Pelakasanaan

Waktu pelaksanaan magang yang kami laksnakan adalah selama 9 – 31

Agustus 2010. Rincian jadwal kegiatan magang telah terlampir dalam laporan

ini.

3.4 Instrumen

Data yang diperoleh adalah data primer dan data sekunder yang

diperoleh melalui wawancara langsung dengan petugas Rumah Sakit Lavalette

Malang dan data sekunder dari laporan di Rumah Sakit Lavalette Malang.

25
BAB IV

HASIL KEGIATAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Rumah Sakit Lavalette

4.1.1 Sejarah

Rumah Sakit PT. Perkebunan XXIV-XXV (Persero) Lavalette

didirikan pada tanggal 09 Desember 1918 atas prakarsa para pengusaha

Perkebunan Besar yang tergabung dalam sebuah Yayasan bernama

"STICHTING MALANGSCHE ZIEKENVERPLEGING". Diperkirakan bahwa

Kliniek Malangsche Zieken-verpleging tersebut semula menempati bangunan

di daerah Kasin Malang.

Pada tahun 1914 dan tahun 1917 oleh Yayasan tersebut membeli tanah

sawah seluas 19.535 m2 dan tanah pekarangan seluas 7.870 m2 di daerah

Celaket Malang, diatas tanah tersebut dibangun gedung yang selesai dan mulai

digunakan pada tanggal 09 Desember 1918, dengan nama "LAVALETTE

KLINIEK". Nama tersebut diambil dari nama Ketua Yayasan, Tuan G. Chr.

Renardel de Lavalette, yang mempunyai saham besar dalam pendirian Rumah

Sakit ini.

Pada tanggal 07 Januari 1961 Lavalette Kliniek diserahkan oleh Ketua

Yayasan Stichting Malangsche Ziekenverpleging kepada Pusat Perkebunan

Negara (Baru) Cabang Jawa Timur dan selanjutnya dinamakan Rumah Sakit

Lavalette.

Dan terakhir pada tanggal 19 Juni 1968 berdasar Surat Keputusan

Panitia Likwidasi BPU PPN Gula dan PN Karung Goni No. XX-

26
00050/68.005/L tanggal 19 Juni 1968 Rumah Sakit Lavalette diserahkan

kepada PNP XXIV dengan nama RS PNP XXIV Malang. RS PNP XXIV

Malang tidak dirasakan manfaatnya langsung untuk pelayanan kesehatan

karyawan pabrik-pabrik gula dalam wilayah PNP XXIV, karena letak pabrik-

pabrik tersebut yang terlalu jauh dari Malang.

Dalam tahun yang sama PNP XXIV bergabung dengan PNP XXV

menjadi PT Perkebunan XXIV-XXV (Persero) RS Lavalette Malang. OLeh

karena nama Lavalette lebih dikenal oleh masyarakat Malang, maka nama

Lavalette dipakai kembali secara resmi sehingga nama RS menjadi PT

Perkebunan XXIV-XXV (Persero) RS Lavalette Malang.

Dan pada tanggal 11 Maret 1996 berdasar Peraturan Pemerintah No.

16, PT Perkebunan XXIV-XXV (Persero) dibubarkan, kemudian dibentuk

Badan Usaha baru dengan nama PT Perkebunan Nusantara XI (Persero) atau

dikenal sebagai PTPN XI (Persero) yang merupakan gabungan dari PT

Perkebunan XXIV-XXV (Persero) dengan PT Perkebunan XX (Persero).

4.1.2 Visi, Misi, dan Moto

a. Visi Rumah Sakit

Meningkatkan kesejahteraan Stake Holders berkesinambungan dengan

menjadikan PT. Perkebunan Nusantara XI (Persero) Perusahaan Perkebunan

yang unggul dan didukung oleh Sumber Daya Manusia yang sehat jasmani

dan rohani.

27
b. Misi Rumah Sakit

1. Memelihara kesehatan karyawan PT Perkebunan Nusantara XI

(Persero) beserta batihnya, baik kuratif maupun prefentif untuk

mendukung tercapainya kinerja perusahaan yang optimal.

2. Memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu pada

masyarakat/lingkungan usaha untuk memperoleh nilai tambah Rumah

Sakit sebagai unit usaha.

c. Moto Rumah Sakit

P : Periksa diri sendiri,

E : Empati menaruh diri pada kebutuhan dan harapan customer,

D : Dengarkan kebutuhan dan harapan customer,

U : Usahakan hubungan menang-menang,

L : Layani dengan senyum,

I : Ikatlah hubungan jangka panjang dengan customer

4.2 Instalasi Gawat Darurat

4.2.1 Alur Pasien

Pasien yang datang ke IGD RS Lavalette Malang, tidak hanya pasien

dengan kondisi gawat atau darurat saja, melainkan juga pasien dengan kondisi

yang tidak gawat maupun tidak darurat. Bahkan beberapa pasien yang datang

ke IGD merupakan pesien yang sudah sering ke IGD karena di anggap proses

penanganan lebih cepat atau memang pasien tersebut telah merasa cocok

dengan diagnosa dokter jaga di IGD tersebut.

28
Padahal pasien bisa langsung ke poliklinik umum, kondisi ini

menyebabkan kondisi alur masuk pasien tidak sesuai dengan proses alur

masuk pasien yang telah di tetapkan oleh RS Lavalette. Rincian bagan Alur

Pasien terlampir telah terlampir dalam laporan ini.

4.2.2 Disiplin Pelayanan

Pemilihan anggota antrian yang akan dilayani terlebih dahulu di RS

Lavalette menggunakan sistem FCFS dan emergency first. FCFS atau First

Come-First Served, pemilihan anggota antrian dimana pesien yang pertama

masuk adalah pasien yang pertama dilayani, sedangkan emergency first adalah

pasien dalam kondisi berbahaya yang didahulukan.

4.2.3 Triage

Sesuai Protap IGD RS Lavalette Malang, triage atau pengelompokkan

pasien berdasarkan berat ringannya penyakit serta kecepatan penanganan atau

pemindahannya, sebagai berikut:

Prioritas Pertama (Merah), mengancam jiwa/ mengancam fungsi

vital. Penanganan dan pemindahan bersifat SEGERA.

Prioritas Kedua (Kuning), potensial mengancam jiwa/ fungsi vital bila

tidak segera ditangani dalam waktu singkat. Penanganan dan pemindahan

bersifat JANGAN TERLAMBAT.

Prioritas Ketiga (Hijau), perlu penanganan seperti pelayanan biasa,

tidak perlu segera. Penanganan dan pemindahan bersifat TERAKHIR.

Prioritas Keempat (Hitam), meninggal dunia.

29
4.2.4 Standar

Standar yang dipenuhi oleh IGD RS Lavalette Malang antara lain:

Standar 1. Falsafah dan Tujuan

Instalasi Gawat Darurat di RS Lavalette Malang mampu memberikan

pelayanan gawat darurat kepada masyarakat yang menderita penyakit akut dan

mengalami kecelakaan, sesuai dengan standar.

Kriteria yang terpenuhi :

1.Pelenggaraan pelayanan gawat darurat secara terus menerus selama 24 jam,

7 hari dalam seminggu;

2.Instalasi / Unit Gawat Darurat tidak terpisah secara fungsional dari unit-unit

pelayanan lainnya di rumah sakit;

3.Kebijakan / peraturan / prosedur tentang pasien yang tidak tergolong akut

gawat akan tetapi datang untuk berobat di Instalasi / Unit Gawat Darurat

secara tertulis telah ada;

4.Evaluasi tentang fungsi instalasi / Unit Gawat Darurat;

5.Penelitian dan pendidikan yang berhubungan dengan fungsi instalasi / Unit

Gawat Darurat dan kesehatan masyrakat telah terselenggara.

Standar 2. Administrasi dan Pengelolaan

Pengelolaan dan pengintegrasian Instalasi / Unit Gawat Darurat oleh Instalasi /

Unit Lainnya di Rumah Sakit.

Kriteria yang terpenuhi :

1. Dokter terlatih sebagai kepala Instalasi / Unit Gawat Darurat

bertanggungjawab atas pelayanan di Instalasi / Unit Gawat Darurat.

30
2. Terdapat perawat sebagai penganggungjawab pelayanan keperawatan gawat

darurat.

3. Semua tenaga dokter dan keperawatan mampu melakukan teknik

pertolongan hidup dasar (Basic Life Support).

4. Program penanggulangan korban massal, bencana (disaster plan) terhadap

kejadian di dalam rumah sakit ataupun di luar rumah sakit.

5. Semua staf / pegawai telah menyadari dan mengetahui kebijakan dan tujuan

dari unit. Meliputi kesadaran sopan santun, keleluasaan pribadi (privacy),

waktu tunggu, bahasa, pebedaan, rasial / suku, kepentingan konsultasi dan

bantuan sosial serta bantuan keagamaan.

6. Ketentuan tertulis tentang manajemen informasi medis (prosedur) rekam

medik terpenuhi.

7. Rumah Sakit dapat memberi pelayanan terbatas pada pasien gawat darurat

harus dapat mengatur untuk rujukan ke rumah sakit lainnya.

a.Ketentuan tertulis indikasi tentang pasien yang dirujuk ke rumah sakit

lainnya ada.

b.Ketentuan tertulis tentang pendamping pasien yang di transportasi.

8. Pengaturan dan penyesuaian tenaga cadangan untuk unit terealisasikan.

a.Jadwal jaga harian bagi konsulen, dokter dan perawat serta petugas non

medis yang bertugas di UGD.

b.Pelayanan radiologi, hematologi, kimia, mikrobiologi dan patologi

diorganisir / diatur sesuai kemampuan pelayanan rumah sakit.

c.Pelayanan transfusi darah selama 2 jam.

31
9. Pasien yang dipulangkan harus mendapat petunjuk dan penerangan yang

jelas mengenai penyakit dan pengobatan selanjutnya.

10. Penyediaan Rekam Medik untuk setiap kunjungan.

Standar 3. Staf dan Pimpinan

Instalasi / Unit Gawat Darurat dipimpin oleh dokter, dibantu oleh tenaga

medis keperawatan dan tenaga lainnya yang telah mendapat pelatihan

penanggulangan gawat darurat (PPGD).

1. Jumlah, jenis dan kualifikasi tenaga yang tersedia di Instalasi / Unit Gawat

Darurat sesuai dengan kebutuhan pelayanan.

2. Unit mempunyai bagan organisasi yang dapat menunjukkan hubungan

antara staf medis, keperawatan, dan penunjang medis serta garis otoritas, dan

tanggung jawab.

3. Instalasi / Unit Gawat Darurat memiliki bukti tertulis tentang pertemuan

staf yang dilakukan secara tetap dan teratur membahas masalah pelayanan

gawat dan langkah pemecahannya.

4. Rincian tugas tertulis sejak penugasan selalu ada bagi tiap petugas.

5. Pada saat mulai diterima sebagai tenaga kerja selalu ada bagi tiap petugas.

6. Program penilaian kerja sebagai umpan balik untuk seluruh staf tersedia.

7. Daftar petugas, alamat dan nomor telepon tersedia.

Standar 4. Fasilitas dan Peralatan

Fasilitas yang disediakan di instalasi / unit gawat darurat telah terjamin

efektivitas dan efisiensi bagi pelayanan gawat darurat dalam waktu 24 jam, 7

hari seminggu secara terus menerus.

32
1. Di Instalasi gawat darurat terdapat petunjuk dan informasi yang jelas bagi

masyarakat sehingga menjamin adanya kemudahan, kelancaran dan ketertiban

dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.

a. Petunjuk letak unit / instalasi.

b. Kendaraan roda empat dari luar dan ke instalasi / UGD di rumah sakit

mudah.

c. Terdapat sistem komunikasi untuk menjamin kelancaran hubungan antara

unit gawat darurat dengan :

1) Unit lain di dalam dan di luar rumah sakit terkait.

2) RS dan sarana kesehatan lainnya.

3) Pelayanan ambulan.

4) Unit pemadam kebakaran.

5) Konsulen SMF di UGD.

2. Terdapat pelayanan radiologi yang di organisasi dengan baik serta

lokasinya berdekatan dengan unit gawat darurat.

3. Tersedia alat dan obat untuk Life Saving.

Standar 5. Kebijakan dan Prosedur

Kebijakan dan prosedur pelaksanaan tertulis di unit selalu mendapat tinjauan

dan penyempurnaan (bila perlu).

1. Terdapat prosedur media tertulis yang antara lain berisi :

- tanggungjawab dokter

- batasan tindakan medis

- protokolmedis untuk kasus-kasus yang mengancam jiwa

33
3. Prosedur tetap mengenai penggunaan obat dan alat untuk life saving sesuai

dengan standar.

4. Kebijakan dan prosedur tertulis tentang ibu dalam proses persalinan normal

maupun tidak normal.

Standar 6. Evaluasi dan Pengendalian Mutu

Upaya secara terus menerus menilai kemampuan dan hasil pelayanan

instalasi / unit gawat darurat.

1. Adanya data dan informasi mengenai :

- jumlah kunjungan

- kecepatan pelayanan (respon time)

- pola penyakit / kecelakaan (10 terbanyak)

- angka kematian

2. Instalasi / Unit Gawat Darurat menyelenggarakan evaluasi terhadap

pelayanan kasus gawat darurat setiap bulannya.

3. Instalasi / Unit Gawat Darurat menyelenggarakan evaluasi terhadap kasus-

kasus tertentu setiap bulannya.

4.2.5 Rujukan

Rujukan kesehatan dapat disebut sebagai penyerahan tanggungjawab

dari satu pelayanan kesehatan ke pelayanan kesehatan yang lain. Secara

lengkap Prof. Dr. Soekidjo Notoatmodjo mendefinisikan sistem rujukan

sebagai suatu sistem penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang

melaksanakan pelimpahan tanggung jawab timbal balik terhadap satu kasus

penyakit atau masalah kesehatan secara vertikal (dari unit yang lebih mampu

34
menangani), atau secara horizontal (antar unit-unit yang setingkat

kemampuannya). Sederhananya, sistem rujukan mengatur darimana dan harus

kemana seseorang dengan gangguan kesehatan tertentu memeriksakan

keadaan sakitnya.

Rujukan dilakukan oleh Rumah Sakit Lavalette kepada pasien

dikarenakan oleh beberapa hal, yaitu:

a. Atas keinginan pasien sendiri untuk dirujuk ke RS lain yang telah

tersedia,

b. Pasien yang dirawat tidak mendapatkan penanganan dikarenakan

jumlah pasien melampaui kuota tempat tidur, dan

c. Fasilitas yang diperlukan oleh pasien tidak didapatkan oleh pasien

dikarenakan fasilitas tersebut tidak tersedia di RS Lavalette.

Rumah Sakit yang menjadi tujuan pasien rujukan adalah RS Saiful

Anwar, RKZ, Pantinirmala Malang, atau RSU

4.2.6 Dana

Pembelian alat – alat kesehatan yang dibutuhkan oleh Rumah Sakit

diambil dari hasil pendapatan Rumah Sakit sendiri. Pembelian tergantung

pada periode atau kebutuhannya. Obat yang harganya sampai jutaan rupiah

prosesnya dengan pemesanan langsung (CITO), pembeliannya harus sesuai

keadaan keuangan RS.

Apabila dana RS tidak memadai maka RS akan mengajukan pinjaman

kepada PTPN XI. Hal ini juga berlaku untuk pelaksanaan penganggaran untuk

35
alat – alat kesehatan yang nilai infestasinya besar harus mengajukan ke PTPN

XI untuk mendapatkan persetujuan.

4.3 Instalasi Farmasi Rumah Sakit

Pengstrukturan organisasi IFRS pada Rumah Sakit Lavalette dalam

komando administrasi dan pelayanannya maupun koordinasinya dengan unit –

unit lain telah terlampir .

Perencanaan obat adalah upaya penetapan jenis, jumlah dan mutu obat

sesuai dengan kebutuhan. Keberhasilan perencanaan jumlah kebutuhan obat

bisa dicapai dengan melibatkan tim dan kombinasi dari berbagai metode

(Hamid,T.B.J, 2007). Metode konsumsi merupakan salah satu metode standar

yang digunakan untuk perencanaan jumlah kebutuhan obat. Metode ini

memberikan prediksi keakuratan yang baik terhadap perencanaan kebutuhan

obat. Namun demikian metode ini tidak selalu memberikan hasil yang

memuaskan, karena metode ini hanya meramalkan berapa jumlah kebutuhan

obat yang akan direncanakan, tidak dapat diketahui kapan saatnya harus

memesan obat lagi.

Disamping itu, metode konsumsi juga tidak bisa memberikan

informasi tentang perencanaan obat berdasarkan prioritas nilai investasinya.

Kejadian ini dapat dilihat di IFRS Lavalette Malang dimana narasumber kami

berpendapat bahwa metode ini obat dianggap sebagai barang spesifik dimana

dalam perencanaan tiap bulannya tidak bisa disamakan dengan bulan-bulan

sebelumnya. Hal ini dikarenakan perencanaan obat tiap bulannya itu

dipengaruhi oleh musim penyakit, resep dokter dll.

36
Misal, pada bulan A merupakan musim flu maka perencanaan stok

obat flu pada bulan tersebut akan dilebihkan. Namun jika di bulan berikutnya

(A+1) bukan merupakan musim flu lagi maka stok obat flu pada bulan A+1

dapat dikurangi atau disamakan dengan stok bulan A. Atau dapat juga terjadi

dikarenakan adanya 2 dokter yang menangani kasus yang sama tetapi

memberikan jenis obat yang berbeda satu sama lain maka stok obat jumlah

yang dibutuhkan akan berbeda.

Jika kebutuhan obat tidak sesuai dengan yang direncanakan, di artikan

disini jumlah obat yang dibutuhkan kurang dari yang direncanakan, maka

dapat dilakukan pengajuan pemesanan pada bulan itu juga. Perencanaan obat

yang dianggap baik merupakan perencanaan “Just In Time”, dimana

pembelian dilakukan disaat obat dibutuhkan saat itu juga. Tetapi pelaksanaan

perencanaan ini terhambat oleh kurang baiknya transport dan penempatan

waktu dalam pengiriman obat.

Rincian contoh perencanaan obat di IFRS Lavalette Malang telah

terlampir dalam laporan ini. Dari tabel dapat dikatakan bahwa perencanaan

bulan Agustus 2008 merupakan hasil pengurangan dari pengeluaran bulan Juli

2008 dan saldo awal bulan Agustus 2008. Namun tidak semua perencanaan

bulan Agustus diperoleh dari perhitungan tersebut, seperti halnya dalam

perencanaan obat Mucohexin ‘100 tablet 8mg, dimana perencanaan bulan

Agustus bukan merupakan hasil pengurangan pengeluaran Juli 2008 dan saldo

awal Agustus 2008, hal ini dapat dikarenakan oleh berbagai hal diantaranya

seperti penjelasan diatas. Tetapi jika saldo awal bulan Agustus 2008 melebihi

37
pengeluaran bulan Juli 2008, maka perencanaan bulan Agustus 2008 tidak

dianggarkan (ditulis 0), eperti perencanaan obat Motilium tablet -.

Pemesanan obat dapat dilaksanakan dengan kondisi tertentu atau segera

(CITO) ataupun sesuai dengan perencanaan pengadaan obat, yaitu dengan

metode konsumsi.

4.3.1 Standar Pelayanan Resep

Standar pelayanan resep di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Lavalette

dijalankan berdasarkan protap yang telah di setujui oleh Kepala Rumah Sakit.

Berdasarkan protap No dok 08.01.09 Perancanaan perbekalan farmasi IFRS

memiliki prosedur kerja seperti dibawah ini:

1. Dibuatkan 1 tahun, lalu diserahkan kepada Ka AKU untuk dimintakan

persetujuan kepada ka RS

2. Yang disetujui dibuatkan PB24 tiap bulan berdasarkan penggunaan bulan

sebelumnya

3. PB24 diserahkan kepada sub unit gudang untuk dilihat saldo barang di

gudang

4. PB24 yang telah ditandatangani Ka sub unit gudang dan Ka IFRS

diserahkan kepada Ka unit keuangan dan dikoreksi

5. PB24 yang telah ditandatangani tersebut diserahkan kepada Ka bagian

AKU dan Ka RS untuk dimintai persetujuan

6. Jika sudah disetujui yang asli diserahkan pada Ka sub unit pengadaan

untuk direalisasikan sedangkan arsipnya diserahkan pada Ka sub unit

gudang

38
Protap diatas akhirnya dilakukan revisi pada tanggal 2 Januari 2008, menjadi

sebagai berikut:

1. Perencanaan dibuat 1 tahun, lalu dibagi dalam perencanaan bulanan sesuai

kebutuhan berdasarkan pemakaian bulan sebelumnya

2. Dibuatkan 1 tahun, lalu diserahkan kepada Ka AKU untuk dimintakan

persetujuan kepada Ka RS

3. Yang disetujui dibuatkan PB24 tiap bulan berdasarkan penggunaan bulan

sebelumnya

4. PB24 diserahkan kepada sub unit gudang untuk dilihat saldo barang di

gudang

5. PB24 yang telah ditandatangani Ka subunit gudang dan Ka IFRS

diserahkan kepada Ka unit keuangan dan dikoreksi

6. PB24 yang telah ditandatangani tersebut diserahkan kepada Ka bagian

AKU dan Ka RS untuk dimintai persetujuan

7. Jika sudah disetujui yang asli diserahkan pada Ka sub unit pengadaan

untuk direalisasikan sedangkan arsipnya diserahkan pada Ka sub unit

gudang

Sedangkan untuk pelaksanaan Standar Pelayanan Resep Tagihan telah

disahkan pada tanggal 8 Januari 2003. Pelayanan resep tagihan sendiri

merupakan tata cara pelayanan resep untuk rawat inap dan jalan dari xxxx?

dan instansi relasi yang dibayar secara tagihan melalui instansinya.

Standar Pelayanan Resep Tagihan di Ruang Inap, prosedurnya sebagai

berikut:

39
1. Resep diambil oleh kurir IFRS ke unit perawatan

2. Resep diterima oleh IFRS

3. Diteliti kelengkapannya, seperti; nama penderita, nomer regristrasi, nama

penanggung jawab biaya dan ruang perawatan

4. Ditindas rangkap tiga

5. Resep diberi nomor urut resep

6. Resep diracik dan diberi etiket dan dibungkus sesuai obat masing –

masing, asisten apoteker yang meracik menberikan paraf dikolom R

(racik) pada resep, lalu obat dan resep diserahkan pada asisten apoteker

koordinator shif untuk dilakukan cek ulang. Asisten apoteker yang

memeriksa paraf pada kolom

7. Obat dicatat dibuku ekspedisi penyerahan obat

8. Obat dan buku dimasukkan kelaporan obat untuk siap dikirimkan ke

masing – masing ruangan perawatan

9. Saat mengirim obat ke ruangan. Perawat yang menerima obat

menandatangani buku penerimaan

10. Resep asli untuk arsip IFRS, tindasan dua buah dan nota harga diserahkan

ke unit pembukuan untuk dibuatkan tagihannya, tindasan tiga kali

disimpan diruangan pencatatan

Standar Pelayanan Resep Tagihan di Ruang Jalan, prosedurnya sebagai

berikut:

1. Resep diterima oleh IFRS

40
2. Diteliti kelengkapannya, seperti; nama penderita, nomer regristrasi,

nama penanggung jawab biaya dan ruang perawatan

3. Ditindas rangkap tiga

4. Resep diberi nomor urut resep

5. Lalu obat diserahkan kepada penderita dan diberikan konseling

oleh apoteker atau asisten selesai menyerahkan, apoteker atau asisten

memberikan paraf dikolom S (serah)

6. Penderita menerima obat lalu menandatangani dibalik resep asli

sebagai tanda terima obat

7. Resep asli untuk arsip IFRS, tindasan dua buah dan nota harga

diserahkan ke unit pembukuan untuk dibuatkan tagihannya, tindasan tiga

kali disimpan diruangan pencatatan

Standar Pelaksanaan Pelayanan Resep Tunai disahkan pada tanggal 8

Januari 2004. Pelayanan resep tunai adalah tata cara peleyanan resep dari Poli

Umum, UGD, luar RS dan spesialis, baik inap atau jalan secara tunai

1. Resep diterima dan ditanya alamatnya

2. Resep diperiksa kelengkapannya, kejelasannya nama item obat

3. Resep diberi nomor dan diperhitungkan harganya

4. Resep diberikan ke kasir lalu kasir memberi tahu harganya ke penderita

5. Penderita membayar kepada kasir dan diberikan nota tana lunas

6. Penderita menerima obat lalu menandatangani dibalik resep asli sebagai

tanda terima obat

41
7. Uang hasil penerimaan resep tunai disetorkan ke kasir RS setiap hari jam 8

pagi dan hasil penerimaan tunai jam 8 hingga 11 siang, penyetoran jam

12.00. Sedangkan penerimaan jam 12.00 siang sampai jam 6 pagi

disetorkan jam 8 besok harinya

4.3.2 Manajemen Logistik

Manajemen logistik adalah bagian dari proses supllay chain yang

berfungsi untuk merencanakan, melaksanakan, mengendalikan penyimpanan

barang, pelayanan dan informasi dari titik permulaan hingga komsumsi dalam

tujuannya untuk memenuhi kebutuhan para pelanggan.

Pelaksanaan menyediakan, menyimpan dan distribusi barang – barang

rumah sakit dilaksanakan oleh gudang. Proses permintaan barang – barang

rumah sakit yang dibutuhkan oleh unit – unit yang ada kepada gudang telah

terlampir di laporan ini. Daftar – daftar obat yang dipesan dan dibutuhkan oleh

unit – unit tertentu di Rumah Sakit Lavalette dinamakan PB 24.

Sistem pencatatan (aplikasi) yang keluar dan masuk ada dua, yaitu:

1. Unit

2. Akun

Pintu masuk dan pintu keluar di Gudang Obat RS Lavalette pada

teorinya merupakan dua pintu yang berbeda letak dan orang yang

bertugas menjaganya. Tiap pagi semua unit menyetorkan kebutuhan

dalam bentuk resep itu berbeda. Barang donasi dari unit – unit lain

dilimpahkan ke gudang, barang tersebut merupakan barang – barang yang

tidak dipakai oleh unit tersebut. Permintaan barang oleh semua unit harus

42
menggunakan bon walaupun barang yang diminta hanya satu buah saja.

Barang – barang RS dibagi menjadi barang Rumah Tangga, alat – alat

kesehatan, dan lain – lain.

Laporan barang – barang yang masuk ataupun keluar dibagian administrasi

disebut KUA sedangkan di gudang berupa MUA. Ini dilakukan untuk

crossceck apakah laporan tersebut terjadi kesalahan atau tidak. Laporan

Harian Gudang (LGH) dicetak sebanyak 4 rangkap, 1 untuk KUA, 1 untuk

bagian apotek, dan 2 rangkap untuk bagian pembayaran yang akan dipakai

sebagai bukti. LGH merupakan laporan penerimaan harian sedangkan untuk

pengeluaran dinamakan LHPG.

Protap Gudang

1. Protap Pengadaan

a. Kompilasi semua kebutuhan unit yang ada di Rumah Sakit

b. Rekapitulasi dengan sisa barang yang ada di gudang

c. Dibutuhkan daftar kebutuhan barang tang harus di pe0an (PB-24)

d. PB-24 diserahkan ke bagian Pengadaan

e. Bagian pengadaan memesan barang sesuai kebutuhan

f. Barang datang di terima di Gudang dan bagian Gudang mencocokkan

dengan daftar yang ada di PB-24

g. Barang yang tidak sesuai dengan PB-24 langsung ditukar

h. Barang yang cocok atau sesuai dengan PB-24 langsung

dikonfirmasikan ke unit yang meminta

43
i. Selama barang – barang belum di bon oleh unit – unit yang meminta,

barang disimpan di gudang

j. Barang – barang yang diterima oleh bagian Gudang dicatat sebagai

penerimaan

2. Prosedur Pengeluaran Barang

a. Barang yang dikeluarkan berdasarkan permintaan berupa Bon Gudang

b. Barang diserahkan ke peminta

c. Barang yang keluar dicatat sebagai pengeluaran di Label Barang

d. Barang yang keluar di catat sebagai pengeluaran di Laporan Harian

Pengeluaran Barang – barang

e. Bon yang ada ditaruh diarsip

44
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

1. Instalasi Gawat Darurat (IGD) RS Lavalette telah memenuhi standar

pelayanan IGD yang telah ditetapkan oleh pemerintah.

2. Alur pasien IGD yang telah ditetapkan oleh RS Lavalette belum berjalan

secara optimal.

3. Manajemen logistik di IFRS Lavalette berada di bawah koordinasi Ka

IFRS yang bekerjasama dengan Ka sub unit gudang serta Kepala RS

Lavalette.

4. Pelayanan resep yang dilakukan di IFRS Lavalette berjalan sesuai dengan

Protap yang telah ditetapkan oleh RS Lavalette.

5.2 Saran

1. Mengingat akan pentingnya Form dan ATK bagi kelancaran tugas maka

sebaiknya di adakan penambahan petugas untuk menangani pengadaan

sehingga meminimalkan terjadiya stocout dan stagnat pada persediaan.

2. Agar sebaiknya dilakukam penambahan SDM untuk petugas pengadaan

agar tugas dari petugas pengadan dilakukan oleh petugas pengadaan bukan

di sambi oleh petugas lainnya.

45
DAFTAR PUSTAKA

http://www.angelfire.com/nc/neurosurgery/triage.html diakses pada tanggal 10

September 2010

http://rslavalette.blogspot.com/ diakses pada tanggal 10 September 2010

http://semaranganjawa.blogspot.com/2009/11/pelayanan-gawat-darurat.html

diakses pada tanggal 10 September 2010

http://sehatuntuksemua.wordpress.com/2008/07/14/sistem-rujukan-kesehatan-di-

indonesia/ diakses pada tanggal 14 September 2010

http://eprints.undip.ac.id/16382/1/Ali_Maimun.pdf diakses pada tanggal 14

September 2010

http://eprints.undip.ac.id/17996/1/JOKO_PUJI_HARTONO.pdf diakses pada

tanggal 14 September 2010

46
Lampiran 1
BAGAN ALUR PASIEN
NAMA : SEPTA LINDA R
STEPHANY M. PONDAANG
NIM : 100810367
100810349
TEMPAT MAGANG : Rumah Sakit Lavalette Malang

PASIEN
DATANG

GAWAT DAN ATAU


TIDAK GAWAT DAN
DARURAT
TIDAK DARURAT

IGD POLIKLINIK
UMUM

RAWAT
INAP MENINGGAL RAWAT
JALAN

ADMINISTRASI
ADMINISTRASI
(INFORMASI
KASIR
PENDAFTARAN)

UNIT DIBERIKAN :
RAWAT
INAP -RESEP

-SURAT KONSULTASI
KE DOKTER SPESIALIS

-SURAT KEMATIAN

47
Lampiran 2
BAGAN ALUR PENGADAAN DAN PENGELUARANOBAT
NAMA : SEPTA LINDA R
STEPHANY M. PONDAANG
NIM : 100810367
100810349
TEMPAT MAGANG : Rumah Sakit Lavalette Malang
RS

UNIT-UNIT

MEMBUAT
PB-24

PB-24 ALKES
DAN RT
PB-24 NON ALKES
DAN RT

RT

APOTIK

GUDANG

PB-24
BAGIAN
PENGADAAN

AU-22
PBF

BARANG INVOICHE KASIR

GUDANG

UNIT-UNIT

48

Anda mungkin juga menyukai